Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Entomologi forensik adalah ilmu yang memanfaatkan serangga untuk membantu investigasi kriminal dengan menganalisis serangga yang ditemukan pada mayat untuk memperkirakan waktu kematian, mengidentifikasi racun, atau menemukan bukti DNA. Ahli entomologi forensik dapat menggunakan usia dan jenis serangga untuk memperkirakan minimal berapa lama mayat telah meninggal.
2. DEFINISI
Entomologi forensik adalah ilmu pengumpulan dan menganalisis serangga sebagai bukti
untuk membantu investigasi forensik.
Merupakan cabang ilmu dari ilmu forensik
Entomologi forensik secara tradisional dapat dikaitkan dengan kematian alami maupun
yang tidak wajar.
Memiliki nilai di banyak bidang lain termasuk kontaminasi makanan dan obat-obatan,
kerusakan properti dan penyakit pada hewan dan manusia.
3. Forensic Entomologist
Ahli entomologi yang mengaplikasikan ilmunya untuk investigasi kasus kriminal
Tugas:
• Identifikasi serangga pada berbagai tahapan siklus hidupnya, seperti telur,
larva, nimfa, pupa,
• Koleksi dan pengawetan serangga sebagai bukti.
• Menentukan perkiraan interval postmortem atau PMI (waktu antara kematian
dan penemuan jenazah) dengan menggunakan faktor-faktor seperti bukti
serangga, kondisi cuaca, lokasi dan kondisi tubuh, dll.
• Bersaksi di pengadilan untuk menjelaskan bukti terkait serangga yang
ditemukan di TKP.
4. Sejarah
Entomologi forensik, setidaknya seperti yang terlihat dalam literatur, biasanya
ditelusuri kembali ke Tiongkok abad ketiga belas
Kasus pria yang ditemukan tewas di pinggir jalan, terbunuh dengan luka tebas di
kepala. Kasus ini, dijelaskan dalam catatan Sung Tzu 1247
Selama abad pertengahan, korelasi antara belatung pada mayat dan oviposisi
lalat dewasa belum dikenal. Namun ilustrasi mayat yang ada belatungnya adalah
hal yang biasa.
Penerapan pertama entomologi forensik di ruang sidang Perancis, pada tahun
1850, dapat dilihat sebagai terobosan untuk disiplin ini (Bergeret 1855)
5. Penggunaan Serangga dalam Forensik
Beratus-ratus spesies serangga tertarik dengan mayat terutama diptera (lalat), kumbang
(coleoptera), dan larvanya dan juga tungau.
Hewan ini makan, hidup, ataupun berkembang biak di dalam atau pada tubuh mayat dan
bergantung pada sifat biologi dan stadium decomposisinya
Arthropoda adalah kelompok biologi terbesar (melebihi tanaman) dan terpenting yang dapat
ditemukan di dalam berbagai lokasi termasuk di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Hal ini membuka peluang aplikasi Entomologi Forensik untuk menginvestigasi TKP maupun mayat
6. Carrion Community
Menurut Smith (1986), empat kategori ekologi dapat diidentifikasi dalam
komunitas bangkai (carrion community):
1. Spesies nekrofag, memakan bangkai.
2. Predator dan parasit spesies nekrofag, memakan serangga atau
artropoda lain. Kelompok ini juga mengandung spesies skizofagus,
yang memakan bangkai pada awalnya, tetapi dapat menjadi predator
pada tahap larva selanjutnya.
3. Spesies omnivora seperti tawon, semut, dan beberapa kumbang yang
memakan bangkai dan penjajahnya.
4. Spesies lain, seperti springtail dan laba-laba, yang menggunakan bangkai
sebagai perpanjangan dari lingkungan mereka.
9. Aplikasi
Aplikasi utamanya adalah dalam penentuan waktu minimum sejak
kematian dalam kasus yang mencurigakan, dengan cara:
memperkirakan usia nekrofag tertua serangga yang berkembang di
mayat,
atau dengan menganalisis komposisi spesies serangga pada mayat.
Pemeriksaan toksikologi dan molekuler dari serangga juga dapat
membantu mengungkap penyebab kematian atau bahkan identitas dari
korban
teknik molekuler DNA modern sekarang dapat berkontribusi pada
kecepatan identifikasi serangga nekrofagus
10. Perkiraan Waktu Kematian
Jenazah manusia dapat ditemukan berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan lebih
lama setelah kematian, suhu tubuh, dan kondisi seperti rigor mortis atau livor mortis tidak
lagi sesuai untuk memperkirakan waktu sejak kematian.
Dalam kasus seperti itu, serangga dapat memberikan indikasi penting dari interval
postmortem (PMI).
Umur serangga stadium imatur yang ditemukan pada mayat dapat memberikan bukti
perkiraan PMI minimum mulai dari 1 hari hingga lebih dari 1 bulan, tergantung pada
spesies serangga yang terlibat dan kondisi iklim di tempat kejadian kematian.
11. Analisa DNA dalam Entomologi Forensik
Dalam entomologi forensik, informasi penting tidak hanya pada tahap perkembangan
serangga yang ditemukan di tubuh, tetapi juga pada identitasnya.
Metode morfologi biasanya digunakan tetapi membutuhkan pengetahuan taksonomi
Identifikasi spesies berdasarkan genetik dapat menjadi alternatif.
Analisis DNA manusia yang diekstrak dari belatung juga merupakan aplikasi penting
lainnya dari alat molekuler dalam entomologi forensic
Analisis semacam ini mungkin menjadi penting dalam kasus di mana sumber makanan
belatung diperdebatkan, ketika hanya belatung tetapi tidak ada mayat yang ditemukan di
lokasi kemungkinan pembunuhan, atau di mana terdapat sumber makanan alternatif di
lokasi kejadian.
12. Entomotoxicology
Analisis serangga pemakan bangkai, untuk mendeteksi zat
beracun dan untuk menyelidiki pengaruhnya terhadap
perkembangan serangga, dikenal sebagai entomotoksikologi.
Larva yang memakan mayat dapat menyerap obat-obatan dan
racun yang telah tertelan oleh orang yang meninggal tersebut.
Jenazah dalam keadaan dekomposisi lanjut atau kerangka
mungkin sulit untuk memeriksa zat yang relevan secara
toksikologis karena kurangnya sumber yang tepat seperti jaringan,
darah, atau urin.
13. Meskipun telah digunakan selama 150 tahun, entomologi forensik
masih merupakan disiplin ilmu yang masih muda.
Salah satu tantangan terpenting untuk masa depan adalah
menggabungkan data eksperimen dan kasus praktis.
Karena variasi biotik yang luas dan faktor abiotik yang terjadi pada
lokasi kematian, peningkatan pemahaman yang ada hanya dapat
dilakukan melalui peningkatan jumlah observasi yang rinci dan
terukur.
Ahli entomologi forensik selalu dihadapkan pada tugas untuk
merekonstruksi kondisi lokasi kematian sedekat mungkin.
14. REFERENSI
Amendt J, Krettek R, Zehner R. Forensic entomology.
Naturwissenschaften. 2004;91(2):51–65.
Amendt J, Richards CS, Campobasso CP, Zehner R, Hall MJR.
Forensic entomology: Applications and limitations. Forensic Sci
Med Pathol. 2011;7(4):379–92.
Penyidik meminta orang-orang berbaris dengan orang-orang di desa dengan arit mereka diletakkan di tanah di depan mereka. Setelah beberapa saat, lalat berkumpul di salah satu sabit dan pemiliknya dituduh melakukan pembunuhan.
dengan mengaitkan larva dengan makanan terakhirnya, misalnya, dalam kasus di mana bukti serangga tertinggal di tempat kejadian setelah jenazah manusia sengaja dihilangkan