SlideShare a Scribd company logo
Perubahan: Niat & Usaha
Rabu, 17 Oktober 2018
sumber foto: cover buku Leading Change
Perubahan adalah hal yang mungkin dilakukan. Setiap orang, kelompok, organisasi, bahkan bangsa
bisa melakukan perubahan. Mereka dapat mengubah diri dan posisi serta peran di dalam
lingkungannya. Dari Asian Para Games 2018 kita bisa belajar, mereka yang berbeda kemampuannya
pun bisa mengubah diri menjadi berprestasidan berperan lebih di masyarakatasal mau bekerja keras.
Perubahan adalah keniscayaan. Agama Islam juga mengajarkan tentang perlunya manusia terus
berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-
kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’d: 11)
Namun, perubahan juga bukan hal yang gampang untuk dilakukan. Ambil contoh yang sederhana.
Pada awal kita membiasakan diri puasa sunnah Senin-Kamis, atau mulai berolahraga secara rutin,
atau mengatur pola makan yang lebih sehat, pasti kita memasuki fase transisi yang tidak mudah.
Mungkin badan terasa lemas, kepala pusing, tidak bisa konsentrasi, dan keluhan lainnya.Namun, jika
kita yakin dengan niat kita, clear dengan tujuan yang akan kita capai, biasanya turbulensi di masa
transisi itu bisa kita lewati.
Begitu juga dalam konteks bangsa. Ketika bangsa Indonesia memilih meninggalkan sistem otoriter
Orde Baru, sebagian masyarakat mengeluh ketidakteraturan yang merebak di masa transisi, mulai
dari konflik sosial, kebebasan pers dan masyarakat sipil yang dirasa kebablasan, hingga premanisme
dan kriminalisme yang merebak. Seolah semua debu dan kotoran yang selama ini disimpan di balik
permadanikini menyeruak. Namun, apakah dengan semua kekacauan itu,kita ingin kembali ke sistem
otoriter, ke masa lalu yang seolah indah namun tanpa kebebasan?
Bangsa ini telah memilih. Meminjam untaian kata Taufiq Ismail dalam puisi berjudul Kita adalah
Pemilik Sah Republik Ini (1966), bangsa Indonesia berkata pada dirinya sendiri: kita harus berjalan
terus, karena berhenti atau mundur, berarti hancur. Dengan segala ketidaknyamanan, konflik, dan
perdebatan, kita memutuskan membangun sistem baru yang lebih demokratis dan lebih terbuka demi
tercapainya tujuan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian juga dalam organisasi. Kita membaca berita tentang Nokia, telepon genggam sejuta umat,
atau Kodak, raja teknologi fotografi dan perfilman yang berdiri pada 1888 di Amerika, yang kini
bersusah payah bangkit dari keterpurukan akibat terlambat berubah atau gagal mengantisipasi
perubahan. Keduanya bahkan harus“mati suri” sebelum akhirnya dapatbertahan hidup walau dengan
ukuran dan keunggulan yang jauh dari kondisi ketika menjadi raksasa di bidangnya.
Perubahan Bisa Gagal
Perubahan organisasi adalah kajian yang sangat menarik sampai-sampai ada profesor Harvard
Business School yang berkutat mengkaji bidang ini, namanya Profesor John Kotter. Salah satu buku
Kotter yang menarik dan mungkin paling populer adalah Leading Change. Buku ini sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Menurut Kotter, salah satu yang membuat organisasi gagal adalah tidak ditanamkannya perubahan
sebagai bagian dari budaya organisasi (dalam konteks bisnis tentunya yang dimaksud adalah
perusahaan). Sebaliknya, organisasiyang menanamkan perubahan sebagaibagian dari budaya akan
lentur dan adaptif tanpa meninggalkan visi luhur organisasi itu. Jadi, jika kita percaya bahwa
perubahan adalah keniscayaan, maka praktik dalam organisasi yang selama ini dijalankan bukanlah
sesuatu yang sakral. Status quo menghambat dinamika dan inovasi organisasi, yang akhirnya
melahirkan organisasi yang lamban dan gagap.
Kotter juga mencatat pentingnya visi dalam suatu organisasi. Visi adalah narasi tentang masa depan
yang akan kita raih, tentang suatu keadaan yang lebih baik yang ingin kita wujudkan dengan adanya
keberadaan kita, tentang makna kehadiran organisasi di dalam suatu lingkungan strategis.
Sebaliknya, menurut penelitiannya, organisasi yang merendahkan (underestimate) kekuatan visi,
tidak cukup mengomunikasikan visi, dan membiarkan munculnya hambatan bagi anggota organisasi
memahami visi, akan terjebak dalam kenyamanan semu. Memahami visi di dalam organisasi
membutuhkan dinamika dan dialektika gagasan.Jika visi tidakdibenturkan dalam diskusi yang sehat,
ia hanya akan menjadi kata-kata indah dalam bingkai cantik di ruang rapat.
Titik paling krusial dalam melakukan perubahan adalah membuat sense of urgency untuk berubah di
dalam organisasi. Apalagi di dalam organisasi yang merasa berhasil dengan cara yang dilakukan
selama ini. “Ini cara yang membuat kita sukses,buat apa berubah?” Atau ada ungkapan dalambahasa
Inggris: If it’s not broken, don’t fix it. Apalagi jika cara dan budaya yang selama ini berlaku memberikan
keuntungan bagi pihak tertentu di dalam organisasi.
Tantangan dalam meyakinkan sense of urgency adalah, seorang pemimpin perubahan harus
meyakinkan anggotanya bahwa status quo sekarang ini lebih berbahaya dari situasi baru yang belum
kita ketahui. Ia harus menjawab keraguan: apakah pasti kita akan lebih baik dengan melakukan
perubahan? Apa jaminannya? Kotter memberi ukuran, paling tidak 75% dari pemimpin dan pemimpin
madya organisasi harus merasakan situasi genting untuk berubah, baru perubahan bisa bergulir.
Perubahan sering gagal di titik ini ketika pemimpin tidak berhasil mengajak orang keluar dari zona
nyaman, apalagi jika ia menjadi bagian dari yang menikmati kenyamanan itu.
Bukan Antagonis
Saya berbeda dengan Kotter dalam hal mengomunikasikan perubahan. Setelah meyakinkan sense
of urgency, Kotter menyarankan dibentuknya “koalisi perubahan” dalam skenario protagonis versus
antagonis dengan situasi dan cara lama. Dibayangkan seolah koalisi perubahan (yang dalam konteks
perusahaan sering disebut change taskforce atau change management office) adalah ksatria baik
yang akan menyelamatkan organisasi dari cengkeraman status quo jahat. Memang kadang masalah
perlu disederhanakan agar mudah dimengerti orang banyak, namun pemimpin tidak boleh terjebak
dalam pandangan hitam-putih yang simplistis.
Bagi saya, perubahan dalam organisasi bukanlah soal benar-salah atau baik-jahat, melainkan soal
relevan-tidak relevan. Apakah cara kerja kita selama ini relevan dengan lingkungan strategis yang
selalu dinamis? Apakah cara kita selama ini telah mengoptimalkan potensi insanidi dalam organisasi?
Kita memilih meninggalkan cara kerja dan budaya lama karena itu sudah tidak relevan lagi dengan
situasi sekarang dan sudah tidak efektif lagi untuk mencapai tujuan kita.
Pendekatan antagonis membuat perubahan menjadi sesuatu yang subyektif. Ini kontraproduktif
dengan niat perubahan itu sendiri. Syarat perubahan berhasil adalah pembacaan yang jernih dan
obyektif terhadap situasi eksternal dan internal. Apakah pilihan strategi kita dalam menjalankan
organisasi dan merespons suatu perkembangan tepat dan memberikan hasil?
Pendekatan antagonis yang subyektif juga membuat kita berkutat pada “mengapa kita berubah”,
bukan bagaimana berubah dan ke mana arah yang dituju dengan perubahan ini. Padahal, kembali ke
pendapat Profesor Kotter, masalah mengapa berubah hanyalah satu dan bagian awal dari perjalanan
perubahan yang panjang.
Akhirnya, tantangan terbesar dalam melakukan perubahan ada di fase akhir manajemen perubahan,
yaitu menginstitusionalkan cara dan budaya baru ke dalam arah baru yang akan ditempuh organisasi
ke depan. Transformasi adalah proses, bukan event. Dalam perjalanannya akan ada godaan untuk
mempercepat proses, melongkapi tahapan yang harus dilalui, tapi sejarah telah mengajarkan, jalan
pintas tak pernah berhasil. ***
Postnavigation
← Inspirasi Negeri Sulaiman

More Related Content

Similar to Anis matta perubahan

Russo v2 · SlidesMania.pptx
Russo v2 · SlidesMania.pptxRusso v2 · SlidesMania.pptx
Russo v2 · SlidesMania.pptx
NurAnissahMardiyanti
 
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasiMengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Kimamura Wijaya
 
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era MilenialPerubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
Muhammad Fajar
 
Makalah konsep berubah
Makalah konsep berubahMakalah konsep berubah
Makalah konsep berubah
Septian Muna Barakati
 
Change Management
Change ManagementChange Management
Change Management
Instansi
 
gita.ppt
gita.pptgita.ppt
gita.ppt
dedyadit
 
Panduan pengorganisasian
Panduan pengorganisasianPanduan pengorganisasian
Panduan pengorganisasian
Erik Triadi
 
Roby irzal maulana, budaya organisasi
Roby irzal maulana, budaya organisasiRoby irzal maulana, budaya organisasi
Roby irzal maulana, budaya organisasiRoby Irzal Maulana
 
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptxMANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
AliHasan950219
 
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptxPerubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
RettoDjong
 
Makalah konsep berubah
Makalah konsep berubahMakalah konsep berubah
Makalah konsep berubah
Warnet Raha
 
KELOMPOK 9 PIB
KELOMPOK 9 PIBKELOMPOK 9 PIB
KELOMPOK 9 PIB
arirahmawan
 
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.tKELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
NurArifah1909
 
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
tazkyyy
 
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptxinisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
DebyElZafran
 
Manajemen perubahan
Manajemen perubahanManajemen perubahan
Manajemen perubahan
Frans Dione
 
Learning organization
Learning organizationLearning organization
Learning organization
Deky Lioman
 

Similar to Anis matta perubahan (20)

Russo v2 · SlidesMania.pptx
Russo v2 · SlidesMania.pptxRusso v2 · SlidesMania.pptx
Russo v2 · SlidesMania.pptx
 
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasiMengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
 
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era MilenialPerubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
Perubahan Budaya Organisasi dalam Era Milenial
 
Makalah konsep berubah
Makalah konsep berubahMakalah konsep berubah
Makalah konsep berubah
 
Change Management
Change ManagementChange Management
Change Management
 
gita.ppt
gita.pptgita.ppt
gita.ppt
 
Panduan pengorganisasian
Panduan pengorganisasianPanduan pengorganisasian
Panduan pengorganisasian
 
Roby irzal maulana, budaya organisasi
Roby irzal maulana, budaya organisasiRoby irzal maulana, budaya organisasi
Roby irzal maulana, budaya organisasi
 
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptxMANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI - Copy.pptx
 
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptxPerubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
Perubahan dan Pengembangan Organisasi modul 9.pptx
 
Perubahan
PerubahanPerubahan
Perubahan
 
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNAMakalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
Makalah konsep berubah AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah konsep berubah
Makalah konsep berubahMakalah konsep berubah
Makalah konsep berubah
 
KELOMPOK 9 PIB
KELOMPOK 9 PIBKELOMPOK 9 PIB
KELOMPOK 9 PIB
 
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.tKELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
KELOMPOK 9 PROSES INFORMASI DAN BISNIS oleh Ibu Rismayani s.kom m.t
 
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
11 12 perubahan dan pengembangan organisasi
 
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptxinisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
inisiasi 4 Manajemen perubahan.pptx
 
Manajemen perubahan
Manajemen perubahanManajemen perubahan
Manajemen perubahan
 
Learning organization
Learning organizationLearning organization
Learning organization
 

Anis matta perubahan

  • 1. Perubahan: Niat & Usaha Rabu, 17 Oktober 2018 sumber foto: cover buku Leading Change Perubahan adalah hal yang mungkin dilakukan. Setiap orang, kelompok, organisasi, bahkan bangsa bisa melakukan perubahan. Mereka dapat mengubah diri dan posisi serta peran di dalam lingkungannya. Dari Asian Para Games 2018 kita bisa belajar, mereka yang berbeda kemampuannya pun bisa mengubah diri menjadi berprestasidan berperan lebih di masyarakatasal mau bekerja keras. Perubahan adalah keniscayaan. Agama Islam juga mengajarkan tentang perlunya manusia terus berusaha untuk berubah menjadi lebih baik. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali- kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’d: 11) Namun, perubahan juga bukan hal yang gampang untuk dilakukan. Ambil contoh yang sederhana. Pada awal kita membiasakan diri puasa sunnah Senin-Kamis, atau mulai berolahraga secara rutin, atau mengatur pola makan yang lebih sehat, pasti kita memasuki fase transisi yang tidak mudah. Mungkin badan terasa lemas, kepala pusing, tidak bisa konsentrasi, dan keluhan lainnya.Namun, jika kita yakin dengan niat kita, clear dengan tujuan yang akan kita capai, biasanya turbulensi di masa transisi itu bisa kita lewati. Begitu juga dalam konteks bangsa. Ketika bangsa Indonesia memilih meninggalkan sistem otoriter Orde Baru, sebagian masyarakat mengeluh ketidakteraturan yang merebak di masa transisi, mulai dari konflik sosial, kebebasan pers dan masyarakat sipil yang dirasa kebablasan, hingga premanisme dan kriminalisme yang merebak. Seolah semua debu dan kotoran yang selama ini disimpan di balik permadanikini menyeruak. Namun, apakah dengan semua kekacauan itu,kita ingin kembali ke sistem otoriter, ke masa lalu yang seolah indah namun tanpa kebebasan?
  • 2. Bangsa ini telah memilih. Meminjam untaian kata Taufiq Ismail dalam puisi berjudul Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini (1966), bangsa Indonesia berkata pada dirinya sendiri: kita harus berjalan terus, karena berhenti atau mundur, berarti hancur. Dengan segala ketidaknyamanan, konflik, dan perdebatan, kita memutuskan membangun sistem baru yang lebih demokratis dan lebih terbuka demi tercapainya tujuan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian juga dalam organisasi. Kita membaca berita tentang Nokia, telepon genggam sejuta umat, atau Kodak, raja teknologi fotografi dan perfilman yang berdiri pada 1888 di Amerika, yang kini bersusah payah bangkit dari keterpurukan akibat terlambat berubah atau gagal mengantisipasi perubahan. Keduanya bahkan harus“mati suri” sebelum akhirnya dapatbertahan hidup walau dengan ukuran dan keunggulan yang jauh dari kondisi ketika menjadi raksasa di bidangnya. Perubahan Bisa Gagal Perubahan organisasi adalah kajian yang sangat menarik sampai-sampai ada profesor Harvard Business School yang berkutat mengkaji bidang ini, namanya Profesor John Kotter. Salah satu buku Kotter yang menarik dan mungkin paling populer adalah Leading Change. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Menurut Kotter, salah satu yang membuat organisasi gagal adalah tidak ditanamkannya perubahan sebagai bagian dari budaya organisasi (dalam konteks bisnis tentunya yang dimaksud adalah perusahaan). Sebaliknya, organisasiyang menanamkan perubahan sebagaibagian dari budaya akan lentur dan adaptif tanpa meninggalkan visi luhur organisasi itu. Jadi, jika kita percaya bahwa perubahan adalah keniscayaan, maka praktik dalam organisasi yang selama ini dijalankan bukanlah sesuatu yang sakral. Status quo menghambat dinamika dan inovasi organisasi, yang akhirnya melahirkan organisasi yang lamban dan gagap. Kotter juga mencatat pentingnya visi dalam suatu organisasi. Visi adalah narasi tentang masa depan yang akan kita raih, tentang suatu keadaan yang lebih baik yang ingin kita wujudkan dengan adanya keberadaan kita, tentang makna kehadiran organisasi di dalam suatu lingkungan strategis. Sebaliknya, menurut penelitiannya, organisasi yang merendahkan (underestimate) kekuatan visi, tidak cukup mengomunikasikan visi, dan membiarkan munculnya hambatan bagi anggota organisasi memahami visi, akan terjebak dalam kenyamanan semu. Memahami visi di dalam organisasi membutuhkan dinamika dan dialektika gagasan.Jika visi tidakdibenturkan dalam diskusi yang sehat, ia hanya akan menjadi kata-kata indah dalam bingkai cantik di ruang rapat. Titik paling krusial dalam melakukan perubahan adalah membuat sense of urgency untuk berubah di dalam organisasi. Apalagi di dalam organisasi yang merasa berhasil dengan cara yang dilakukan selama ini. “Ini cara yang membuat kita sukses,buat apa berubah?” Atau ada ungkapan dalambahasa Inggris: If it’s not broken, don’t fix it. Apalagi jika cara dan budaya yang selama ini berlaku memberikan keuntungan bagi pihak tertentu di dalam organisasi. Tantangan dalam meyakinkan sense of urgency adalah, seorang pemimpin perubahan harus meyakinkan anggotanya bahwa status quo sekarang ini lebih berbahaya dari situasi baru yang belum kita ketahui. Ia harus menjawab keraguan: apakah pasti kita akan lebih baik dengan melakukan perubahan? Apa jaminannya? Kotter memberi ukuran, paling tidak 75% dari pemimpin dan pemimpin madya organisasi harus merasakan situasi genting untuk berubah, baru perubahan bisa bergulir. Perubahan sering gagal di titik ini ketika pemimpin tidak berhasil mengajak orang keluar dari zona nyaman, apalagi jika ia menjadi bagian dari yang menikmati kenyamanan itu. Bukan Antagonis
  • 3. Saya berbeda dengan Kotter dalam hal mengomunikasikan perubahan. Setelah meyakinkan sense of urgency, Kotter menyarankan dibentuknya “koalisi perubahan” dalam skenario protagonis versus antagonis dengan situasi dan cara lama. Dibayangkan seolah koalisi perubahan (yang dalam konteks perusahaan sering disebut change taskforce atau change management office) adalah ksatria baik yang akan menyelamatkan organisasi dari cengkeraman status quo jahat. Memang kadang masalah perlu disederhanakan agar mudah dimengerti orang banyak, namun pemimpin tidak boleh terjebak dalam pandangan hitam-putih yang simplistis. Bagi saya, perubahan dalam organisasi bukanlah soal benar-salah atau baik-jahat, melainkan soal relevan-tidak relevan. Apakah cara kerja kita selama ini relevan dengan lingkungan strategis yang selalu dinamis? Apakah cara kita selama ini telah mengoptimalkan potensi insanidi dalam organisasi? Kita memilih meninggalkan cara kerja dan budaya lama karena itu sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang dan sudah tidak efektif lagi untuk mencapai tujuan kita. Pendekatan antagonis membuat perubahan menjadi sesuatu yang subyektif. Ini kontraproduktif dengan niat perubahan itu sendiri. Syarat perubahan berhasil adalah pembacaan yang jernih dan obyektif terhadap situasi eksternal dan internal. Apakah pilihan strategi kita dalam menjalankan organisasi dan merespons suatu perkembangan tepat dan memberikan hasil? Pendekatan antagonis yang subyektif juga membuat kita berkutat pada “mengapa kita berubah”, bukan bagaimana berubah dan ke mana arah yang dituju dengan perubahan ini. Padahal, kembali ke pendapat Profesor Kotter, masalah mengapa berubah hanyalah satu dan bagian awal dari perjalanan perubahan yang panjang. Akhirnya, tantangan terbesar dalam melakukan perubahan ada di fase akhir manajemen perubahan, yaitu menginstitusionalkan cara dan budaya baru ke dalam arah baru yang akan ditempuh organisasi ke depan. Transformasi adalah proses, bukan event. Dalam perjalanannya akan ada godaan untuk mempercepat proses, melongkapi tahapan yang harus dilalui, tapi sejarah telah mengajarkan, jalan pintas tak pernah berhasil. *** Postnavigation ← Inspirasi Negeri Sulaiman