Dokumen tersebut membahas tentang peranan stressor psikososial sebagai faktor risiko penyebab munculnya asma dan eksaserbasi asma. Stress dapat mempengaruhi sistem imun dan inflamasi di saluran napas sehingga memicu gejala asma. Depresi, anxietas, dan permasalahan rumah tangga merupakan stressor psikososial utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kejadian serangan asma.
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma
Tugas kelompok ini membahas hubungan antara penyakit asma dengan teori H.L. Blum dan segitiga epidemiologi. Asma dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik sesuai teori Blum. Sementara menurut segitiga epidemiologi, asma disebabkan interaksi antara faktor host, agen polusi udara, dan lingkungan.
Dokumen tersebut merupakan ringkasan asuhan keperawatan pada pasien asma yang mencakup pengertian asma, gejala, faktor risiko, pengkajian, dan pemeriksaan penunjang asma seperti spirometri dan tes kulit.
Teks tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko utama hipertensi adalah genetik, obesitas, usia lanjut, pola makan bergaram, dan merokok. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius jika tidak terkontrol, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
1) Penelitian mengukur tingkat stres lansia di panti werdha Pucang Gading Semarang dan menemukan bahwa 81,25% lansia mengalami peristiwa kehidupan berat dan mengalami stres tinggi dengan skor diatas 150
2) Perubahan aktivitas sehari-hari dan perkumpulan keluarga merupakan penyebab utama stres, diikuti kematian pasangan dan anggota keluarga
3) Lansia mengalami stres akibat berbagai perubahan
Artikel ini membahas tentang faktor risiko kejadian hipertensi pada ibu hamil di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta Timur tahun 2019. Penelitian menemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan hipertensi ibu hamil adalah riwayat hipertensi, paparan asap rokok, obesitas, stress kehamilan dan paritas. Variabel dominan adalah obesitas. Disarankan puskesmas melakukan promosi kesehatan tentang penyakit hipertens
Dokumen tersebut membahas tentang hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang merupakan masalah kesehatan serius yang prevalensinya terus meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi organ target seperti jantung, otak, dan ginjal apabila tidak ditangani. Dokumen ini menjelaskan definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan patogenesis dari hipertensi.
Hubungan Penyakit Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma
Tugas kelompok ini membahas hubungan antara penyakit asma dengan teori H.L. Blum dan segitiga epidemiologi. Asma dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik sesuai teori Blum. Sementara menurut segitiga epidemiologi, asma disebabkan interaksi antara faktor host, agen polusi udara, dan lingkungan.
Dokumen tersebut merupakan ringkasan asuhan keperawatan pada pasien asma yang mencakup pengertian asma, gejala, faktor risiko, pengkajian, dan pemeriksaan penunjang asma seperti spirometri dan tes kulit.
Teks tersebut membahas tentang faktor-faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko utama hipertensi adalah genetik, obesitas, usia lanjut, pola makan bergaram, dan merokok. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius jika tidak terkontrol, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
1) Penelitian mengukur tingkat stres lansia di panti werdha Pucang Gading Semarang dan menemukan bahwa 81,25% lansia mengalami peristiwa kehidupan berat dan mengalami stres tinggi dengan skor diatas 150
2) Perubahan aktivitas sehari-hari dan perkumpulan keluarga merupakan penyebab utama stres, diikuti kematian pasangan dan anggota keluarga
3) Lansia mengalami stres akibat berbagai perubahan
Artikel ini membahas tentang faktor risiko kejadian hipertensi pada ibu hamil di Puskesmas Kramat Jati, Jakarta Timur tahun 2019. Penelitian menemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan hipertensi ibu hamil adalah riwayat hipertensi, paparan asap rokok, obesitas, stress kehamilan dan paritas. Variabel dominan adalah obesitas. Disarankan puskesmas melakukan promosi kesehatan tentang penyakit hipertens
Dokumen tersebut membahas tentang hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang merupakan masalah kesehatan serius yang prevalensinya terus meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi organ target seperti jantung, otak, dan ginjal apabila tidak ditangani. Dokumen ini menjelaskan definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, dan patogenesis dari hipertensi.
TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK MENGURANGI STRES PADA PENDERITA ASMARatih Aini
Teknik relaksasi otot progresif dapat membantu mengurangi stres dan gejala stres pada penderita asma. Penelitian menunjukkan bahwa teknik ini dapat mengurangi tingkat stres dan gejala stres yang dirasakan oleh dua subjek pengidap asma. Stres merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap keparahan asma.
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma L
Tugas kelompok ini membahas hubungan antara penyakit asma dengan teori H.L. Blum dan segitiga epidemiologi. Asma dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik sesuai teori Blum. Sementara menurut segitiga epidemiologi, asma disebabkan interaksi antara faktor host, agen polusi udara, dan lingkungan.
Teks ini membahas bagaimana sistem imun tubuh terlibat dalam penyakit mental seperti depresi. Penulis menjelaskan bahwa penelitian baru-baru ini menunjukkan sistem imun dan sitokin yang dihasilkannya dapat mempengaruhi fungsi otak dan perilaku, serta menyebabkan gejala depresi. Penulis berargumen bahwa penyakit mental sebenarnya penyakit fisik yang disebabkan oleh sistem imun, bukan hanya gangguan mental sepert
Makalah ini membahas gangguan psikosomatik, yaitu gangguan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis dan sosial. Terdapat berbagai gejala psikosomatik pada sistem kardiovaskuler, gastrointestinal, kulit, dan endokrin. Gangguan psikosomatik dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan gejala dan penyebabnya. Penanganan gangguan psikosomatik meliputi pencegahan dengan mengurangi stres melalui man
Dokumen tersebut membahas tentang depresi pada remaja. Beberapa poin utama yang disebutkan adalah: (1) prevalensi depresi pada remaja relatif tinggi terutama pada perempuan, (2) faktor risiko utama depresi pada remaja adalah riwayat keluarga dan stres psikososial, (3) pengobatan depresi pada remaja meliputi terapi kognitif-perilaku dan antidepresan.
Paragraf pertama memberikan latar belakang tentang hubungan antara kesehatan dan perilaku serta kompleksitas interaksinya. Paragraf berikutnya menjelaskan beberapa pertanyaan penting terkait hubungan ini seperti mengapa orang merokok atau kelebihan berat badan meskipun berisiko tinggi terhadap penyakit. Laporan ini akan menyajikan pengetahuan terkini tentang hubungan antara kesehatan dan perilaku beserta faktor-faktor yang memp
Teks tersebut membahas mengenai tekanan emosi dan gangguan emosi pada pelajar. Ia menjelaskan bahwa tekanan emosi dapat disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan sekolah dan keluarga, serta dapat menyebabkan berbagai kesan negatif pada pelajar seperti penurunan prestasi dan tingkah laku bermasalah. Teks tersebut juga membahas berbagai pendekatan untuk menangani masalah tersebut.
Makalah Gangguan Kesehatan Kaitannya dengan Psikologi (Psikologi)Lia Oktaviani
Dokumen tersebut membahas gangguan stres pasca trauma pada korban pelecehan seksual dan perkosaan. Pelecehan seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma mendalam pada korban dan menyebabkan gangguan stres pasca trauma. Gangguan ini ditandai dengan gejala kecemasan, ketidakstabilan emosi, dan kilas balik pengalaman traumatis. Pelecehan seksual pada anak dapat memiliki dampak psikologis yang mendalam
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi penyakit tidak menular dengan fokus pada faktor resiko dan upaya pencegahan. Dibahas mengenai definisi faktor resiko, jenis, kegunaan identifikasi dan contoh-contoh faktor resiko penyakit tidak menular beserta upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut."
Dokumen tersebut membahas tentang stroke dan stres keluarga dalam merawat pasien stroke. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang pengertian stroke dan stres, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stres pada keluarga dalam merawat pasien stroke, serta dampak stres terhadap keluarga dan pasien.
TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK MENGURANGI STRES PADA PENDERITA ASMARatih Aini
Teknik relaksasi otot progresif dapat membantu mengurangi stres dan gejala stres pada penderita asma. Penelitian menunjukkan bahwa teknik ini dapat mengurangi tingkat stres dan gejala stres yang dirasakan oleh dua subjek pengidap asma. Stres merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap keparahan asma.
Kaitan Asma dengan Teori HL Blum dan Segitiga EpidemiologiAlivia Salma L
Tugas kelompok ini membahas hubungan antara penyakit asma dengan teori H.L. Blum dan segitiga epidemiologi. Asma dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik sesuai teori Blum. Sementara menurut segitiga epidemiologi, asma disebabkan interaksi antara faktor host, agen polusi udara, dan lingkungan.
Teks ini membahas bagaimana sistem imun tubuh terlibat dalam penyakit mental seperti depresi. Penulis menjelaskan bahwa penelitian baru-baru ini menunjukkan sistem imun dan sitokin yang dihasilkannya dapat mempengaruhi fungsi otak dan perilaku, serta menyebabkan gejala depresi. Penulis berargumen bahwa penyakit mental sebenarnya penyakit fisik yang disebabkan oleh sistem imun, bukan hanya gangguan mental sepert
Makalah ini membahas gangguan psikosomatik, yaitu gangguan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis dan sosial. Terdapat berbagai gejala psikosomatik pada sistem kardiovaskuler, gastrointestinal, kulit, dan endokrin. Gangguan psikosomatik dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan gejala dan penyebabnya. Penanganan gangguan psikosomatik meliputi pencegahan dengan mengurangi stres melalui man
Dokumen tersebut membahas tentang depresi pada remaja. Beberapa poin utama yang disebutkan adalah: (1) prevalensi depresi pada remaja relatif tinggi terutama pada perempuan, (2) faktor risiko utama depresi pada remaja adalah riwayat keluarga dan stres psikososial, (3) pengobatan depresi pada remaja meliputi terapi kognitif-perilaku dan antidepresan.
Paragraf pertama memberikan latar belakang tentang hubungan antara kesehatan dan perilaku serta kompleksitas interaksinya. Paragraf berikutnya menjelaskan beberapa pertanyaan penting terkait hubungan ini seperti mengapa orang merokok atau kelebihan berat badan meskipun berisiko tinggi terhadap penyakit. Laporan ini akan menyajikan pengetahuan terkini tentang hubungan antara kesehatan dan perilaku beserta faktor-faktor yang memp
Teks tersebut membahas mengenai tekanan emosi dan gangguan emosi pada pelajar. Ia menjelaskan bahwa tekanan emosi dapat disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan sekolah dan keluarga, serta dapat menyebabkan berbagai kesan negatif pada pelajar seperti penurunan prestasi dan tingkah laku bermasalah. Teks tersebut juga membahas berbagai pendekatan untuk menangani masalah tersebut.
Makalah Gangguan Kesehatan Kaitannya dengan Psikologi (Psikologi)Lia Oktaviani
Dokumen tersebut membahas gangguan stres pasca trauma pada korban pelecehan seksual dan perkosaan. Pelecehan seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma mendalam pada korban dan menyebabkan gangguan stres pasca trauma. Gangguan ini ditandai dengan gejala kecemasan, ketidakstabilan emosi, dan kilas balik pengalaman traumatis. Pelecehan seksual pada anak dapat memiliki dampak psikologis yang mendalam
Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi penyakit tidak menular dengan fokus pada faktor resiko dan upaya pencegahan. Dibahas mengenai definisi faktor resiko, jenis, kegunaan identifikasi dan contoh-contoh faktor resiko penyakit tidak menular beserta upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut."
Dokumen tersebut membahas tentang stroke dan stres keluarga dalam merawat pasien stroke. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang pengertian stroke dan stres, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stres pada keluarga dalam merawat pasien stroke, serta dampak stres terhadap keluarga dan pasien.
PERTEMUAN 2_FARMAKOLOGI_JENIS DAN BENTUK OBAT.pptx
Ama akibat stress
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya ditandai dengan inflamasi
kronis saluran napas. Hal ini diartikan dari adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang timbul dari waktu ke waktu dan
intensitas yang bervariasi, yang disertai secara bersamaan dengan keterbatasan aliran
udara ekspirasi yang bervariasi. Asma masih menjadi permasalahan kesehatan di
dunia, terutama di negara – negara berkembang. 1 Hal ini disebabkan karena masih
tingginya angka kesakitan dan kematian mulai usia anak hingga dewasa, serta
pengaruh asma sendiri terhadap kualitas hidup.2, 3 Menurut WHO sekitar 300 juta
orang didunia menderita asma., dan prevalensi asma diberbagai negara secara global
berkisar 1- 18 % dengan kejadian ± 12 kasus / 1000 individu dewasa pertahun. 3,4
Prevalensi asma secara nasional Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 untuk semua umur adalah 4,5 %. Sulawesi tengah sebagai
prevalensi tertinggi yaitu di (7,8%), dan Nusa Tenggara Timur 7,3%, Sedangkan
Sumatera Barat sebesar 2,7%.5
Munculnya gejala asma di pengaruhi oleh faktor risiko yang bervariasi seperti,
faktor genetik, alergen iritan ditempat kerja, infeksi saluran nafas, polutan lingkungan,
asap tembakau, dan adanya renetis alergi serta obesitas. Dalam 2 dekade terakhir
beberapa penelitain telah membuktikan bahwa stress psikososial merupakan faktor
resiko pencetus yang cukup berkontribusi dalam meningkatkan kejadian asma
eksaserbasi.6,7Penderita asma yang memiliki stress psikologis kronis cenderung
memiliki tingkat keparahan asma dan kontrol asma yang lebih buruk.Ini terbukti dari
Penelitian Lietzen dkk yang melaporkan 76 % penderita asma memiliki stressor
psikososial berhubungan dengan frekuensi munculnya eksaserbasi asma. Sanberg dkk
melaporkan bahwa stress dapat meningkatkan kejadian eksaserbasi asma 1- 1,5 kali
lipat.3, 7,8 di indonesia penelitian suci PS dkk di RSUD dr. Soedarso Pontianak 2013
melaporkan 62 % pasien asma memiliki anxietas memperlihatkan tingkat kontrol asma
yang rendah.9
2. 2
Stressor psikologis berhubugan erat dengan berat - ringannya asma dan
eksaserbasi asma. Stress psikologis akan mengakibatkan prognosis penderita asma
bertambah buruk. 10 Berbagai jenis stressor psikososial dapat menjadi faktor penyebab
munculnya asma dan eksaserbasi asma. Penelitian saat ini mencata terdapat 10 stressor
psikososial terbanyak yang secara umum dianggap sebagai faktor pencetus.
Permasalahan kehidupan seperti depresi , anxitas, perceraian dan kematian merupakan
contoh stressor psikososial yang banyak meningkatkan muncul serangan asma. 7,11
Pengaruh stress terhadap munculnya asma didasari oleh keterlibatan neuropeptida
yang dilepaskan dari ransangan sistem simpatis dan parasimpatis yang dinduksi oleh
permasalahan psikologis.7 Pelepasan mediator biologis akan menyebabkan keterlibatan
reaktivitas imun dan inflamasi yang berperan sebagai mediasi penyebab
bronkokonstriksi dan memperberat serangan asma. 12,13
Meningkatnya stressor psikologis akan meningkatkan risiko munculnya
eksaserbasi asma, sehingga hal ini menjadi permasalahan penting dalam manajemen
dan pentalaksanaan asma. Melakukan beberapa pendekatan dan pentalaksanaan tepat
terhadap stressor psikologis penderita asma dapat membantu mengontrol asma pasien
agar lebih baik. Dengan demikian penderita asma yang memiliki stress psikosial
harus mendapatkan perhatian khusus dengan harapan dapat menurukan frekuensi
eksaserbasi, rawatan, kematian serta membantu meningkatkan kualitas hidup
penderita asma.14,15
I.2 Tujuan Penulisan
Karena permasalahan yang melatar belakangi maka penulis tertarik membuat
makalah ini dengan tujuan, memahami tentang peranan stressor psikososial terhadap
munculnya asma dan eksaserbasi asma, serta pendekatan dan penatalaksanaan stressor
pada penderita asma secara baik.
3. 3
BAB II
PATOGENESIS DAN PATOFISOLOGI STRESSOR PSIKOLOGIS SEBAGAI
PENCENTUS ASMA
II.1 Definisi Stress
Secara umum stress diartikan sebagai keadaan perasaan tertekan, cemas dan
tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang
menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman stress
adalah ketidak seimbangan kemampuan internal atau kapasitas individu yang dapat
diakibatkan oleh tuntutan fisik terhadap kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya. Menurut Chapplin Stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara
fisik maupun psikologis terhadap tuntutan lingkungan. Sedangkan Menurut teori
Frankenhaeuser dan Lundberg, psikologi stres ditentukan oleh "keseimbangan antara
tuntutan yang dirasakan dari lingkungan terhadap kemempuan individu untuk
memenuhi tuntutan”. Tuntutan ini termasuk peristiwa negatif dalam kehidupan seperti
kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dicintai.16,17
Secara konseptualitas peneliti membagi stress dalam 2 sifat yaitu Stress Akut
dan Stress Kronik . Stress Akut adalah stress yang timbul dalam waktu singkat onset
dan yang jelas, sedangkan stress kronik merupakan stress yang berlangsung lama,
dimana kesulitan hidup atau kejadian negatif yang memperoleh respon yang
berkepanjangan dan sering tidak memiliki titik akhir yang jelas terlihat. 6.
Stress merupakan sesuatu yang dianggap normal dalam kehidupan , dalam
keadaan normal stress ringan dibutuhkan sebagai motivator individu, agar seseorang
menjadi produktif. Dalam keadaan stress menjadi berat, dimana individu tidak mampu
untuk merespon dengan baik, stress akan berpotensi sebagai pemicu munculnya
permasalahan kesehatan lain.`17
4. 4
II.2 Epidemiologi
Insiden asma akibat stressor psikologis dari berbagai penelitian melaporkan
prevalensi yang bervariasi. Tidak semua kejadian stress psikososial yang
mengakibatkan pencetus timbulnya asma sama pada suatu daerah atau negara. Pada
umumnya depresi dan anxietas merupakan kejadaian stress psikologis yang sering
dilaporkan sebagai penyebab munculnya asma. Menurut R lietzen dkk 76 % penderita
asma mempunyai stressor psikososial. Pada studi ini memperlihatkan kencendrungan
perempuan lebih tinggi dari pada laki – laki. Sedangkan mengenai risiko mereka
menyimpulkan bahwa resiko kejadian asma meningkat 1 - 2 kali lipat dibandigkan
penderita asma yang tidak mengalami stress. 3,7,8 Penelitian Hasler dkk melaporkan
stressor seperti gangguan panik atau anxietas merupakan resiko prediktif 6,3 kali
lipat sebagi pencetus kejadaian asma. 18 Penelitian di Australia melaporkan asma
muncul pada 31,2 % penderita depresi dan 40,5 % pada penderita anxietas.
Sedangkan penelitian besar yang melibatkan 17 negara melaporkan 5 – 25,5% pasien
depresi berisiko sebagai pencetus asma.18,19
Stressor psikologis sangat mempengaruhi kontrol asma, 42 % Stressor
psikologis dapat menyebabkan rendahnya kontrol asma pada penderita asma ringan.
dan semakin banyak faktor resiko stress yang dialami seseorang semakin besar
kemungkinan gejala asma tidak terkontrol 7. Survey di Kanada melaporkan 29 %
penderita asma dengan stress psikososial seperti kecemasan dan depresi secara
signifikan mengakibatkan kontrol gejala asma lebih buruk dari pada penderita asma
tanpa stress.18,19
Besarnya insiden stressor psikologis terhadap muncul asma di indonesia secara
nasional belum diketahui. Namun data dari penelitian suci PS dkk di RSUD dr.
Soedarso Pontianak tahun 2013 yang melaporkan terdapat 62 % pasien asma memiliki
anxietas yang mempengaruhi tingkat kontrol asma.9 sedangkan penelitian Purnomo
melaporkan stress berkonstribusi sekitar 1-2 % sebagai penyebab asma pada anak usia
12 – 14 tahun.
5. 5
II.3. Etiologi
Berbagai stressor psikososial dapat menyebabkan munculnya eksaserbasi asma
dan ini dikaitkan dengan beratnya eksaserbasi asma yang terjadi. Peristiwa atau
kejadian hidup yang negatif merupakan stressor psikososial sebagai penyebab kejadian
asma.20 stressor psikologis sebagai pemicu timbulnya asma pada masing – masing
penderita tidaklah sama. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kejadian – kejadian
negatif seperti depresi dan anxietas merupakan jenis psikologis yang paling sering
dilaporkan sebagai penyebab eksaserbasi asma 21. Sumber stress dapat berasal dari
lingkungan, hubungan sosial, psikologis, serta pemikiran. dan sumber stress dapat
bersifat potisif dan bersifat negatif.16,17
Penelitian terbaru Lietzen dkk di Helsinski tahun 2012 melaporkan bahwa 10
kejadian atau peristiwa negatif yang berhubungan terhadap munculnya asma adalah :
kematian anggota keluarga, kekerasan, adanya penyakit berat dalam anggota keluarga,
kematian ibu, permasalahan besar dalam perkawinan, perceraian atau perpisahan
konflik berat dengan atasan, kesulitan keuangan yang berat, kematian ayah. Kesim
pulan dari penelitian mereka menyatakan bahwa kejadian negatif yang paling berperan
terhadap risiko munculnya asma adalah permasalahan dalam perkawinan, konflik
dengan atasan dan perceraian, dengan risiko 1- 1,5 kali dibandingkan stressor lainya.7
II.4. Patogenesis Dan Patofisologi
Stress psikologis dan asma merupakan keadaan yang saling mempengaruhi,
stress tidak hanya satu arah akan menyebabkan muncul nya eksaserbasi asma.
Sebaliknya penyakit kronis seperti asma juga berperan dalam menimbulkan stress
psikologis, anxitas, atau depresi. Sampai saat ini patogenesis bagaimana stress
psikologis menyebabkan asma dan eksaserbasi asma tidak diketahui secara pasti dan
terperinci. Beberapa teori menjelaskan terdapat keterlibatan disregulasi multi faktor
biologi yang berkonstribusi terhadap munculnya asma. Stress terbukti sebagai
Amplified Humoral Respon terhadap pencetus serangan asma dan meningkatkan
respon immun terhadap faktor pencetus asma lainya. Salah satu studi secara invitro
membuktikan bahwa pada pemeriksaan darah sel mononuklear perifer individu yang
mengalami stress kronik mengandung Phorbol Myristate Acetate and Ionomycin
6. 6
(PMA/INO) yang tinggi, yang berfungsi merangsang produksi IL -5, IL 4 dan IL-13
yang berperan sebagai mediator humoral respon imun penderita asma. Selain itu stress
juga dapat meningkatkan pelepasan jumlah mitogen cocktail, Th2 sitokin respon,
sitokin inflamasi IL -6, peningkatan stimulasi sitokin proinflamasi TNF –a. Pada
dasarnya Sitokin Th2, IL-4 dan IL 13 bekerja mengikat sel B yang akan meginduksi
sensitisasi dan melepaskan IgE. IgE akan mengikat mast sel yang terdapat di saluran
nafas sehingga akan memicu pelepasan mediator alergi atau inflamasi seperti histamin
dan leukotrein yang menyebabkan udem mukosa, bronkokonstriksi dan mukus yang
mengehasilkan klinis asma 6,21,22
Stressor psikologis yang dialami sejak dini memiliki potensi disregulasi
melalui jalur aksis Hipotalamic Pituitary Adresnal (HPA), aksis Sympathetic-
Adrenal-Medullary (SAM) dan melibatkan sistem saraf autonom simpatis dan
parasimpatis, sistem neurotransmiter, serta keterlibatan respon sistem imun T helper
(Th2), hipereaktifitas sistem imun dan inflamasi. 21,6. stressor awalnya akan
menyebabkan aktivasi jalur aksis HPA dan aksis SAM sehingga menyebabkan
peningkatan sekresi hormon – hormon kortisol, efineprine dan nor efinephrin. Pada
waktu konsentrasi hormon kortisol tinggi dalam darah, keadaan ini justru berperan
mencegah atau membatasi terjadinya inflamasi pada saluran nafas, sehingga akan
memberikan efek bronkodilator.23 Hal ini sama dengan agonis B adrenergik seperti
efineprine. Pada keadaan stress kronis atau berat akan terjadi respon paradoksikal,
sehingga regulasi dari reseptor hormon – hormon yang dipengaruhi stress akan
menurun yang akan menyebabkan efek sebaliknya.6,13,23
Mekanisme Stress dalam memodifikasi inflamasi melalui jalur aksis
Hipotalamic Pituitary Adresnal (HPA), Aksis Sympathetic-Adrenal-Medullary (SAM)
dan melibatkan sistem saraf autonom simpatis dan parasimpatis dapat dilihat pada
gambar 1 berikut ini :
.
7. 7
Gambar 1dan 2. Mekanisme stressor psikologis sebagai pencetus asma.
menggambarkan interaksi stres psikologis dengan pemicu lingkungan yang juga
mempengaruhi eksaserbasi asma. Premis dasar dari model ini adalah bahwa stres beroperasi dengan
mengubah besarnya respon inflamasi saluran napas yang iritasi, alergi, dan infeksi membawa pada
orang dengan asma. 2. kedua gambar memberikan gambaran jalur biologis yang relevan dengan
peradangan saluran napas dan bronkokonstriksi, (HPA) aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal, yang
Simpatik-Adrenal-Meduler (SAM), simpatik (SNS) dan parasimpatis (PNS) lengan dari sistem saraf
otonom. ( dikutip dari 6 dan
1
2
8. 8
Melalui akitvasi aksis HPA dan aksis SAM proses ini akan di lanjutkan dengan
perubahan atau modifikasi inflamasi. terdapat 2 mekanisme streesor yang mendasari
dalam modifikasi inflamasi pada asma:
VI.1 Jalur Glukokortikoid
Pada saat aktivasi Aksis HPA akan mengaktivasi neuron – neuron dalam
nukleus paraventrikuler di hipotalamus untuk mensekresikan Corticotropin-Releasing
Hormone (CRH). Molekul hormon dibawa berjalan ke kelenjar Pituitari Anterior,
yang akan merespon keberadaan CRH. Selanjutnya kelenjar ( pituitary gland ) akan
memproduksi dan melepaskan Hormon Adrenocorticotropin Hormon (ACTH). Sinyal
dari ACTH akan diteruskan melalui sirkulasi perifer ke kelenjar adrenal, sehingga
kelenjar adrenal akan mensintesis dan melepaskan kortisol didalam lapisan jaringan
yang disebut zona fasciculate. Dalam nervus, otot, limfoid, dan jaringan lainnya,
kortisol berikatan dengan reseptor glukokortikoid intraseluler (GR), yang merupakan
titik awal untuk pengaktivan beberapa jalur sinyal. Pada T-limfosit, glukokortikoid
intraseluler (GR) berperan sebagai kunci dalam mengatur ekspresi interleukin - 4, IL
-5 dan IL -13 setelah bersamaan dengan paparan alergen. Sel mast juga berkonstitusi
dalam mengekspresikan reseptor - reseptor ini, dan ligasi yang dapat menghambat
pelepasan histamin dan mediator alergi lainnya, maupun membatasi perrekrutan serta
mengurangi aktivasi eosinofil.6,10,26,27
Keadaan tertentu yang diketahui sebagai potensi pencetus aksis HPA, serperti
situasi akut yang melibatkan tingginya emosional, rasa malu yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan pengeluaran ACTH dan kortisol. Namun pada keadaan
stress yang lama, tingginya konsentrasi kortisol akan menimbulkan respon yang
bersifat Counterregulatory dari sel imunitas terutama leukosit. Stress kronik
menyebabkan menurunnya ekspresi reseptor mRNA glukokortikoid dalam leukosit.
Penderita asma yang mengalami stress sejak dini reduksi ekspresi respon reseptor
mRNA glukokortikoid dalam leukosit dapat mencapai 5,5 kali. feedback nya stressor
akan menyebabkan fungsi dan produksi hormon kortisol menjadi berkurang. Respon
ini akan membatasi sensitivitas dari sel imun terhadap sinyal glukokotikoid, dan
membentuk resistensi terhadap molekul – molekul yang berpotensi sebagai anti
inflamasi sehingga pada saat disertai paparan trigger lain, akan menyebabkan
9. 9
kesulitan dalam tingkat regulasi sel – sel imun selama terjadinya inflamasi di saluran
nafas. Patogenesis ini mengakibatkan terjadinya keterbatasan sensitivitas terhadap obat
– obat glikokortikoid hingga terjadinya resistensi terhadap glukokortikoid.6,10,28,29
Stresor dapat membangkitkan terjadinya perubahan aktivitas HPA aksis
sehingga memperberat asma selain cara membentuk resisten glukokortikoid. Paparan
terhadap kortisol dosis tinnggi menyebabkan ketidak seimbangan sistem imun
sehingga respon Th2 sitokin menjadi berlebihan yang menyebabkan asma penderita
menjadi lebih berat dan gejala yang persisten. Stressor kronik dapat mereduksi Output
aksis HPA sehingga pada awal srtress aktivasi awal HPA aksis yang menyebabkan
meningkatnya produksi dan sekresi ACTH dan kortisol, namun dengan berjalan nya
waktu aktivasi ini akan terbatas, sehingga sekresi kortisol jauh di bawah nilai normal.
Selama proses ini berjalan nantinya akan menyebabkan defisiensi sinyal GR pada
jaringan limpoid.6,10,13,29,30
VI.2. Jalur Autonom
Stressor psikologis mampu mengaktivasi sistem saraf simpatis (Sympatetic nervus
System (SNS). Stimulasi sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan epineprin
secara sistemik dari kelenjar medula adrenal, yang mengaktivasi baik serat nor
adrenergik yang mempersarafi paru dan jaringan limpoid. Pada paru aktivasi sistem
simpatetik ini akan menyebabkan bronkodilatasi, dan bekerja melalui otot – otot polos
pembuluh darah dan kelenjar submukosa. Pada organ limpiod seperti spleen, thymus,
dan kelenjar limph, terjadi pelepasan katekolamin sebagai bagian aktivasi SNS yang
akan berikatan dengan limposit, serta memodifikasi fungsi limposit sehingga membuat
pola respon humoral yang berlebihan. Reseptor adrenergik terdapat pada sel limposit T
dan limposit B maupun populasi leukosit lainya. Sel – sel ini berfungsi mengatur
berbagai respon humoral penting yang terlibat dalam patogenesis asma. Termasuk
ekspresi dari IL 4, IL 5, dan IL 13, yang diikuti juga oleh paparan alergen, pelepasan
mediator histamin oleh karena aktivasi mast sel, serta penarikan dan aktivasi sel
eusinopil pada saluran nafas.6,13,26,30
Lamanya paparan terhadap tingginya konsentarasi epinerine dan nor epineprin akan
menyebabkan menurunnya pengaturan reseptor B2 adrenergik pada jaringan paru dan
10. 10
limpoid sehingga keadaan ini berpotensi mengaktivasi sitokin Th2, degranulasi mast
sel, aktivasi eusinopil, dan mempengaruhi keterbatasan efek bronkodilator dari beta
agonis. Miller dkk melaporkan kehidupan yang penuh dengan stress atau stress kronis
dalam keluarga dapat mengurangi kuantitas dari mRNA dari Beta 2 Agonis Reseptor
pada leukosit.22 Seperti jalur glukortikoid, stress akut ataupun kronik yang terjadi pada
waktu yang sama dapat mengurangi atkivitas mRNA 9,5 kali terhadap
ß2AR.10,13,22,26,30
Berbeda dengan serat parasimpatik yang berasal dari percabangan nervus
vagus yang mempersarafi saluran pernafasan, serat saraf ini meneruskan stimulus ke
sel otot polos dan kelenjar submukosa dalam saluran nafas. Pada saat akivasi serat
saraf ini akan melepaskan neurotransmiter asetilkolin, yang mempermudah terjadinya
bronkokonstriksi dan dan sekresi mukus. Menurut Lehrer, Isenberg, dan Hocrhon
stress berhubungan erat dengan hiperesponsif pada kedua jalur parasimpatetik dan
alpha simpatetik. Penelitian (Miller & Wood) sebelumnya melaporkan emosi negatif
yang bersifat akut berhubungan dengan reaktivitas autonom pada pasien asma, dimana
zat chemical yang terlibat menyebabkan kontraksi otot polos pada saluran nafas
melalui jalur kolinergik.23 Dalam penlitian ini menyimpulkan emosi seperti kesedihan
dapat mencetuskan varibilitas frekuensi jantung dan menunjukan hubungan aktivasi
parasimpatik yang besar. Sehingga sebagian besar postulat peneliti berasumsi
pengalaman yang penuh stress dalam hidup mencetuskan respon kolinergik yang
berkonstribusi sebagai bronkokonstrksi serta eksaserbasi asma.6,10,13,23
11. 11
BAB III
PENDEKATAN DAN PENTALAKSANAAN STREES PSIKOLOGIS
PADA ASMA
Prinsip penatalaksanaan asma akibat stress psikologis ditujukan kepada
bagaimana memanajemen stress yang dialami penderita asma sebaik mungkin.
Intervensi terhadapa stress dapat membantu mengelola stres pada penderita asma baik
tingkat individu maupun tingkat keluarga,dan ini juga melibatkan masyarakat. Semua
tingkatan ini mempengaruhi kejadian asma dan morbiditas asma 14 .Secara garis besar
ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menatalaksana stress pada pasein
asma. pendekatan ini dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pendekatan secara langsung dilakukan dengan psikological intervensi dan secara tidak
langsung dengan penggunaan obat atau pharmacologic treatment.21
3.1. Psikologis Intervensi
Pendekatan secara langsung melibatkan kesadaran dalam pengurangan stres,
ini telah terbukti memiliki efek positif pada kontrol asma. Beberapa penelitian
melaporkan terapi psikologis memiliki efektivitas yang bermakna untuk meningkatkan
berbagai aspek kontrol asma terhadap kualitas hidup dan suatu metaanalisis
menyimpulkan bahwa intervensi psycho-educational dapat memberikan efek positif
terhadap kontrol asma. 14,21,
Istilah Mindfulness-based stress reduction (MBSR) juga diketahui sebagai
modalitas dalam penatalaksanaan stress pada penyakit kronis seperti asma. Terapi ini
melatih pasien agar memahami gejala dan penyakitnya dan reaksi atau respon
personal terhadap gejala penyakit. MBSR dilakukan dengan menggunakan metode
edukasi, diskusi, dan berbagai tenik meditasi yang bervariasi dalam mereduksi gejala
yang sehubungan dengan stress dan penyakit. Menurut Pbert dkk program MBSR
dengan metode edukasi tradisional pada semua derajat penderita asma yang dilakukan
selama 12 bulan memberikan hasil yang baik ; terjadi penurunan eksaserbasi dan
pengurangan stress, dan terdapat peningkatan kwalitas hidup penderita. Ini dinilai
bedasarkan Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ). Sedangkan pengurangan
12. 12
stress yang dirasakan di nilai dengan beberapa pertanyaan berdasarkan Perceived
Stress Scale (PSS).14,2,32
Program psycho-educational yang dilakukan selama 6 bulan juga memperlihatkan
perubahan yang bermamfaat pada eksaserbasi asma. Intervensi Psikologik lain untuk
orang dewasa menurut cochrane, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT ),
biofeedback, terapi musik, terapi seni, serta terapi relaksasi dan konseling dapat
membantu mengontrol eksaserbasi penderita asma. Selain itu terapi fisik, seperti yoga,
chi gong, masase, refleksi, program latihan pernapasan, dan manipulasi tulang
belakang juga telah dipelajari dan memperlihatkan efektivitas konsisten. Terapi
farmakologis juga sangat bermamfaat pada penderita asma yang disertai gangguan
kecemasan dan depresi, ini juga telah terbukti memberikan perbaikan gejala asma dan
kontrol asma.14,21 Berbagai intervensi dan pendekatan psikologis yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan dan kontrol asma adalah :
1. Terapi perilaku adalah terapi yang fokus terhadap identifikasi proses dimana
perilaku yang telah dipelajari melalui asosiasi, hadiah, atau observasi serta
memodifikasi perilaku dengan menggunakan metode seperti desensitisasi
sistematis, penguatan selektif, dan pemodelan positif. Perilaku itu sendiri,
bukan motivasi yang mendasari, sehingga fokus terhadap intervensi perilaku.
Dahl dkk menemukan hasil yang positif setelah dilakukan terapi perilaku dan
penggunaan obat-obatan sesuai kebutuhan dan outcom.
2. Terapi kognitif adalah terapi yang fokus terhadap identifikasi dan manajemen
konstruktif terhadap pemikiran- persepsi yang salah atau kerusakan berpikir,
seperti persepsi atau pemikiran bahwa asma merupakan suatu penyakit yang
membuat tidak berdaya atau ketakutan yang tidak menentu terhadap serangan
asma, sehingga akan meneyebabkan pencetus yang bersifat episodik. Informasi
(sesperti, hubungan antara kecemasan dan bronkokonstriksi) juga sebagai
target kognisi.physicological
3. Cognitive Behaviour Therapy (CBT) merupakan cara yang sangat membantu
penderita asma dalam mempelajari bagaimana menghadapi stress lebih baik
dan juga efektif untuk penatalaksanaan pasein asma disertai mental disorders,
seperti anxietas depresi maupun kejadian-kejadian stressfull lainya. terapi
13. 13
stressor dengan CBT dilakukan dengan cara menggabungkan elemen – elemen
pokok dari kedua komponen prilaku dan model kognitif. CBT merupakan
metode kombinasi terbaru yang digunakan untuk manjemen stressor daripada
terapi kognitif saja atau behavioural terapi saja. Terapi ini banyak dilakukan
oleh konseling kesehatan mental (psikoterapi) secara langsung berhadapan
dengan penderita, dan dengan cara yang terstruktur. Penderita harus menjalani
sejumlah sesi secara lengkap. CBT membantu penderita menjadi berpikir sadar
dan akurat atau negatif, sehingga penderita dapat menghadapi situasi secara
real atau lebih nyata. Keadaan ini akan memudahkan terapis menanggapi
mereka agar lebih efektif.14, 21,33
Beberapa laporan penelitian sebelumnya menilai tingkat pengetahuan
penderita asma yang disertai stress dan depresi menyimpulkan, bahwa CBT
memberikan hasil yang bermamfaat karena memberikan efek positif dapat
megurangi kecemasan dan panik terutama pada pasien depresi dan anxietas
sehubungan dengan eksaserbasi asma. Peranan lain Cognitive Behavioral
Therapy dalam mengahadapi permasalahan emosional adalah:
Pencegahan terhadap kekambuhan gejala - gejala penyakit
Sebagai terapi pilihan pada saat medikamentosa tidak menjadi pilihan
yang terbaik.
Mempelajari teknik mengatasi situasi kehidupan yang penuh stress.
Mengetahui cara memanajemen emosi, seperti marah
Mengurangi konflik persaudaran atau hubungan baik dan mempelajari
cara berkomunikasi yang baik
Mengatasi kesedihan atau duka cita, seperti setelah kehilangan orang
yang dicintai.
Mengatasi trauma emosional yang berhubungan dengan kekerasan atau
penyiksaan, pengkianatan, atau perlakuan yang tidak wajar lainya.
Dalam beberapa kasus tertentu, Cognitive Behavioral Therapy lebih efektif jika
dikombinasikan dengan terapi lain , seperti kombinasi dengan antidepresan
atau obat lainya.14
14. 14
4. Teknik atau metode relaksasi pada umumnya dilakukan dengan cara
biofeedback. Terapi ini menjadi fokus pada beberapa penelitian sebelumnya
sebagai intervensi psikologis pada penderita asma. teknik relaksasi dapat
mengontrol stress dan anxietas penderita asma. Terapi ini dapat membantu
mengurangi gejala asma seperti batuk dan sesak nafas ( whezing).
Biofeedback dan relaksasi merupakan intervensi yang memberikan
pengaruh positif terhadap peningkatan fungsi paru serta mengurangi
penggunaan medikasi pada penderita asma 34. Demikian juga program –
program umum seperti relaksasi bertahap, autogenic training, yang
memfokuskan perhatian terhadap kontrol jasmani, perasaan dan mental
mereka, serta teknik hypnosis atau relaksasi yang dalam, sehingga dapat
menginduksi penggunaan citra mental. Teknik ini berpotensi auto suggestif
sehingga membentuk pemikiran yang positif. Keadaan ini menyebabkan
feedback terhadap indikator – indikator biologis, dimana subjek harus
terkontrol melalui relaksasi.
Alexander dan Weingarten menilai pengaruh terapi relaksasi terhadap
Peak Expiratory Flow pada penderita asma, dimana terdapat hasil yang
menguntugkan berupa peningkatan nilai PEF pada kelompok yang di terapi
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Relaksasi sebaikanya dibantu secara
hipnosis karena dapat mengurangi eksabserbasi asma atau kunjungan ke unit
gawat darurat , terapi hipnosis saja pada penderita asma dapat memberikan
efek yang bermamfaat bagi penderita depresi.dikutip dari 14
5. Psychotherapies psikodinamik yaitu terapi yang membantu penderita untuk
mencoba mengungkap masalah-masalah emosional serta menentukan bentuk
respon yang mendorong pasien sehingga berperilaku secara maladaptif. Namun
terdapat sedikit bukti bahwa terapi ini berguna secara signifikan pada pasien
dengan asma.14.35
6. Konseling yaitu berbicara tentang permasalahan individu dengan profesional
kesehatan seperti spesialis jiwa, psikolog. Dalam metode konseling suportif,
konselor bertindak terutama sebagai pendengar yang baik yang memberikan
dukungan emosional. Terapi suportif kadang-kadang memiliki fokus
15. 15
pemecahan masalah dan dapat membantu pasien yang sedang mengalami krisis
akut.
7. Family therapy adalah terapi yang bertujuan membantu mencoba memahami
dinamika keluarga penderita. Gustafsson dkk menyimpulkan bahwa interaksi
disfungsional pada keluarga akan menyebabkan eksaserbasi pada pasien asma.
terdapat bukti bahwa terapi keluarga dapat memperbaiki gejala asma
khususnya pada anak-anak yang menderita asma.36
8. Latihan pernapasan, latihan ini meliputi berbagai teknik yang bertujuan
meningkatkan kontrol inpirasi dan ekspirasi pada pasien asma misalnya, teknik
Buteyko, yoga, papworth, dan meditasi transendental.
- Buteyko Breathing Technique (BBT) adalah intervensi yang terfokus
terhadap psikologis dan merupakan latihan pernapasan yang fokus
terhadap kontrol pernapasan yang bertujuan untuk mengembalikan PaCO2
ketingkat normal, meningkatkan oksigenasi jaringan dan mengurangi
bronkospasme. Meskipun teknik ini bukan terapi standar untuk
penatalaksanaan stress psikologis, latihan pernapasan berulang dapat
dimasukkan dalam terapi perilaku atau CBT. Cochrane dkk sebelumnya
melaporkan tingkat efektivitas latihan pernapasan secara berulang cukup
membantu mengurangi eksaserbasi asma. opat dan cooper melaporkan
bahwa BBT dapat meningkatkan Qualiti of live (QOL) asthma,
menurunkan gejala, dan mengurangi penggunaan obat medikasi asma
(relifer ) serta menigkatkan fungsi paru penderita asma.37,38
- Yoga merupakan latihan yang memiliki berbagai aspek mulai kontrol
pernafasan, peregangan serta teknik mediasi , yang bertujuan memeperoleh
kesinergisan antara pikiran dan tubuh sehingga menghasilkan keadaan
psikologis yang lebih rilek. Walaupun berbagai pengamatan dalam teknik
ini masih memberikan hasil yang bervariasi, Metode ini sering digunakan
pada penderita asma baik untuk mengontrol gejala maupun mentatalaksana
penyakit, dan terbukti dapat mempengaruhi QOL penderita asma yang
mendapat pengobatan reguler. 38, 37,39
16. 16
Interfensi pelengkap seperti massage, reflexi, serta berdoa merupakan usaha yang
sering digunakan sebagai komponen terapi pelengkap dalam tatalaksana
medikamentosa. Komplemen ini sangat berguna dalam penatalaksanaan pasien asma
yang mengalami stress 40,41 Laporan tentang terapi pelengkap lainya seperti terapi
musik dan seni juga dapat digunakan sebagai terapi stressor. Melalui terapi musik
skala ansietas akan menurun sehingga efektif mempengaruhi eksaserbasi asma, ini
terbukti dari adanya peningkatan kecil dari parameter fungsi paru (PEF) pada
penderita asma ringan. 42 terapi seni merupakan terapi menggunakan material kesenian
yang dapat ekspresikan perasaan penderita sehingga efektif untuk mengurangi
psychological distress seperti ansietas dan kekhawatiran terutama pada anak remaja.
Efek ini akan terlihat dan bertahan sedikitnya setelah 6 bulan intervensi. 43 Efektifitas
dari berbagai intervensi terapi stress psikologis pada penderita asma dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
17. 17
Tabel 1. Effect of physicological stress reduction on asthma outcomes by intervention
Dikutip dari 14
18. 18
3.2 Farmakoterapi
Penderita Asma sering mengalami Ansietas, depresi, stressor psikologi
sehingga meenyebabkan meningkatnya frekuensi eksaserbasi dan menurunya QOL
terutama pada penderita yang mengalami depresif akan menyebabkan kontrol asma
yang jelek. Pemberian obat antidepressant , khusus selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs), memberikan hasil yang memuaskan untuk menatalaksana pasien
asma yang disertai depresi dan ansietas. keberhasilan tatalaksana depresi dengan
pemberian anti depresan dipantau dengan menggunakan penilaian Hamilton Rating
Scale for Depression. Pemberian citalopram; pada penderita depresif yang disertai
asma derajat berat terbukti bermamfaat mengurangi tingkat depresi sehingga dapat
megurangi frekuensi eksaserbasi asma. contoh SSRIs lain yang sering digunakan
fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), and fluvoxamine. 44,45,46
Penggunaan Doxepine terbukti lebih bermamfaat dari pada amitriptilin untuk
perbaikan pasien dengan ansietas atau depresi yang disertai asma dan allergi kronis.
Doxepine juga mempunyai potensi antihistaminergic yang diduga dapat mencegah
eksaserbasi. Selain itu terdapat bukti bahwa Tianeptine sebagai selective 5HT reuptake
dapat mengurangi gejala respirasi pada pasein asma. penelitian lain melaporkan terapi
pasien depresi yang disertai asma dengan anti depresan buphiron memperlihatkan
peningkatan pengurangan depresi dan ansietas yang memperlihatkan juga peningkatan
kontrol asma. 46,47
19. 19
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Asma masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia, terutama di negara –
negara berkembang.
2. Stress psikologis merupakan salah faktor pencetus memperberat asma dan
eksaserbasi asma sehingga menyebabkan meningkatnya angka rawatan dan
menurunkan kwalitas hidup
3. Stress Psikososial seperti permasalahan perkawinan , perceraian , konflik ,
ansietas dan depresi merupakan keadaan psikososial yang paling banyak
menyebabkan eksaserbasi asma dengan 1-2 kali lipat.
4.
5.
6.
7.
20. 20
Referensi
1. Global Intiative For Asthma: Global Strategi For Asthma Management And
Prevention . Revised 2014. chapter 1. P:1-3.
2. Global Intiative For Asthma: Global Strategi For Asthma Management And
Prevention . Update 2010.Chapter .p;2
3. De Nijs SB, Venekamp LN, Elisabeth H. Bel. Adult-onset asthma: is it really
different?. Eur Respir Rev 2013; 22: 127, 44–52.
4. Bateman E.D, Hurd S.S, Barnes P.J, Bousquet J, Drazen J.M, FitzGeralde M, Gibson
P K. Ohta P. O’Byrne , Pedersen S.E, Pizzichini E, Sullivanee S.D, Wenzel S.E , Zar
H.J. Global Strategy For Asthma Management And Prevention: GINA executive
summary. Eur Respir J 2008; 31: 143–178.
5. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI . Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013. 85-86.
6. Chen E, Miller GE . Stress and Inflammation in Exacerbations of Asthma.
Brain Behav Immun. 2007 November ; 21(8): 993–999.
7. Lietze´n R, Virtanen P , Kivima¨ki M, Sillanma¨kie L,.Vahtera J, Koskenvuoe
M ; Stressful Life Events And The Onset Of Asthma. Eur Respir J 2011; 37:
1360–1365.
8. Sandberg S, Paton J, Ahola S, et al. The Role Of Acute And Chronic Stress In
Asthma Attacks In Children. Lancet 2000; 356: 982.
9. Sari S P, Salam A, Nawangsari. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dan
Tingkat Kontrol Asma Pada Pasien Asma Dewasa Dipoliklinik Paru Rsud
Dokter Soedarso Pontianak . 2014.
10. Lehrer P, Feldman J, Giardino N, Sue Song H, Schmaling K. Psychological
Aspects of Asthma. Journal of Consulting and Clinical Psychology . Copyright
2002 by the American Psychological Association, Inc. 2002, Vol. 70, No. 3,
691–711.
11. Wright RJ, Fay ME, Suglia SF, et al. War-Related Stressors Are Associated
With Asthma Risk Among Older Kuwaitis Following The 1990 Qi Invasion
And Occupation. J Epidemiol Community Health 2010; 64: 630–635.
21. 21
12. Loerbroks A, Gadinger MC, Bosch JA, et al. Work-related stress, inability to
relax after work and risk of adult asthma: a population-based cohort study.
Allergy 2010; 65: 1298–1305.
13. Lieshout RJV, MacQueen G M ; Relations between Asthma and Psychological
Distress: An Old Idea Revisited. Chem Immunol Allergy. Basel, Karger, 2012,
vol 98, pp 1–13.
14. Pope C R, Wilhelm A M, Marshall G D Jr. Psychological Stress Interventions
and Asthma: Therapeutic Considerations . Department of Medicine, The
University of Mississippi Medical Center, Jackson. JCOM www.jcomjournal
.December 2014 Vol. 21, No. 12.
15. Agarwal S.K, Marshall G.D.Jr. Stress effects on immunity and its application
to clinical immunology. Review. Clinical and Experimental Allergy, 2001,
Volume 31, pages 25 – 31.
16. Klinic Community Health Centre, Stress & Stress Management. Winnipeg MB
Canada, January, 2010; 2-5
17. Corey, G. History And Definition Of Stress. Theory Theory and practice of
counseling & psychotherapy (7th ed.). Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole.
(2005).
18. Fernandes L . Psychological Factors in Asthma and Psychoeducational
Interventions. Department of Psychiatry and Mental Health, Faculty of
Medicine, University of Oporto, Psychiatry Service of S. João Hospital,
Oporto, Portugal 2002. www.intechopen.com 16: 314-322.
19. Wright R J . Epidemiology of stress and asthma: From constricting
communities and fragile families to epigenetics. Immunol Allergy Clin North
Am. 2011 February ; 31(1): 19–39.
20. Archea C, Yen I H, Chen H, Eisner M D, Katz P P, Masharani U, Yelin E H,
Earnest G, Blanc P D. Negative Life Events And Quality Of Life In Adults
With Asthma. Thorax 2007;62:139–146.
21. Lieshout R J V, MacQueen G, Psychological Factors in Asthma. Allergy,
Asthma, and Clinical Immunology, 2008, Vol 4, No 1 (Spring),: pp 12–28.
22. 22
22. Chen E, Fisher EB Jr, Bacharier LB, Strunk RC. Socioeconomic status, stress,
and immune markers inadolescents with asthma. Psychosomatic Medicine
2003;65:984–992.
23. Segerstrom SC, Miller GE. Psychological stress and the human immune
system: A meta-analytic study of 30 years of inquiry. Psychological Bulletin
2004;130:601–630.
24. Kang DH, Fox C. Th1 and Th2 cytokine responses to academic stress.
Research in Nursing & Health 2001;24:245–257.
25. Miller GE, Chen E, Zhou E. If it goes up, must it come down? Chronic stress
and the hypothalamicpituitary- adrenocortical axis in humans. Psychological
Bulletin 2007;133:25–45
26. Miller GE, Chen E. Life stress and diminished expression of genes encoding
glucocorticoid receptor andbeta(2)-adrenergic receptor in children with asthma.
Proceedings of the National Academy of Sciences 2006;103:5496–5501.
27. Dickerson SS, Kemeny ME. Acute stressors and cortisol responses: A
theoretical integration and synthesis of laboratory research. Psychological
Bulletin 2004;130:355–391.
28. Miller GE, Chen E, Zhou E. If it goes up, must it come down? Chronic stress
and the hypothalamicpituitary-adrenocortical axis in humans. Psychological
Bulletin 2007;133:25–45.
29. Miller GE, Cohen S, Ritchey AK. Chronic psychological stress and the
regulation of pro-inflammatory cytokines: A glucocorticoid resistance model.
Health Psychology 2002;21:531–541.
30. Marshall GD, Agarwal SK. Stress, immune regulations, and immunity:
Applications for asthma. Allergy and Asthma Proc 2000;21:241–246.
31. Yorke J, Fleming SL, Shuldham CM. Psychological interventions for adults
with asthma. Cochrane Database Syst Rev 2006
32. Pbert L, Madison JM, Druker S, et al. Effect of mindfulness training on asthma
quality of life and lung function: a randomized controlled trial. Thorax
2012;67:769–76.
33. Perez J, Tardito D, Racagni G, et al. Protein kinase A and Rap1 levels in
platelets of untreated patients with major depression. Mol Psychiatry
2001;6:44–9.
23. 23
34. Yorke J, Fleming SL, Shuldham C. Psychological interventions for adults with
asthma: a systematic review. Respir Med 2007;101:1–14.
35. Kay J. Brief Physicodinamic physicoterapi. Form departement of physiciatry,
wrigth stage University of school Medicine, Dayton. American physiciatry
press 1997.Vol 6 no 4; 333-336
36. Gustafsson PA, Bjorksten B, Kjellman NI. Family dysfunction in asthma: a
prospective study of illness development. J Pediatr 1994; 125:493–8.
37. Bidwell AM, Yazel B, Davin D, et al. Yoga training improves quality of life in
women with asthma. J Altern Complement Med 2012;18:749–55.
38. Passalacqua G, Bousquet PJ, Carlsen KH, et al. ARIA update:I- Systematic
review of complementary and alternativemedicine for rhinitis and asthma. J
Allergy Clin Immunol 2006;117:1054–62
39. Cramer H, Posadzki P, Dobos G, et al. Yoga for asthma: a systematic review
and meta-analysis. Ann Allergy Asthma Immunol 2014;112:503–10.
40. Slader CA, Reddel HK, Jenkins CR, et al. Complementary and alternative
medicine use in asthma: who is using what? Respirology 2006;11:373–87.
41. Silvers WS, Bailey HK. Integrative approach to allergy and asthma using
complementary and alternative medicine. Ann Allergy Asthma Immunol
2014;112;280-85.
42. Sliwka A, Nowobilski R, Polczyk R, et al. Mild asthmatics benefit from music
therapy. J Asthma 2012;49:401–8.
43. Beebe A, Gelfand EW, Bender B. A randomized trial to test the effectiveness
of art therapy for children with asthma. J Allergy Clin Immunol 2010;126:262–
6.
44. Lavoie KL, Bacon SL, Barone S, et al. What is worse for asthma control and
quality of life: depressive disorders, anxiety disorders, or both? Chest
2006;130:1039–47.
45. Brown ES, Vigil L, Khan DA, et al. A randomized trial of citalopram versus
placebo in outpatients with asthma and major depressive disorder: a proof of
concept study. Biol Psychiatry 2005;58:865–70.
24. 24
46. Brown ES, Howard C, Khan DA, et al. Escitalopram for severe asthma and
major depressive disorder: a randomized, double-blind, placebo-controlled
proof-of-concept study. Psychosomatics 2012;53:75–80.
47. Krommydas G, Gourgoulianis K, Raftopoulos V, Kotrotsiou E.
Antidepressants And Asthma Treatment. The Internet Journal of Pulmonary
Medicine. 2005 Volume 6 N0 1.