1. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
ANALISA KARAKTERISTIK KOROSI PADA SAMBUNGAN LAS
KNALPOT SEPEDA MOTOR
Wijoyo1, Edi Susilo Widodo1, Triyono1,2
1
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Surakarta
Jl. Raya Palur Km. 5 Surakarta 57772 Telp 0271 825117
2
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta
Email : joyowi@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi karakteristik korosi dan mencari cara untuk
menyelesaikan permasalahan korosi pada sambungan las knalpot sepeda motor. Material yang
digunakan dalam penelitian ini adalah knalpot sepeda motor HONDA Supra. Selanjutnya knalpot ini
dipotong pada 3 bagian yaitu bagian tanpa las, bagian sambungan las tengah dan bagian sambungan
las ujung knalpot. Kemudian dilakukan uji korosi dengan standard ASTM A 262.93.a. (Practice B).
Untuk pembersihan digunakan standar ASTM G1-90 (Practice C 7.5). Uji korosi dilakukan pada
temperatur ruang, 90oC dan 110oC. Hal ini sesuai dengan temperatur knalpot saat tidak dipakai dan
saat dipakai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik untuk masing-masing bagian tidak
unik, sehingga kita tidak bisa mengatakan bagian mana yang paling rentan terhadap korosi tanpa
diikuti keterangan kondisi temperatur pengujiannya. Urutan laju korosi dari terendah sampai
tertinggi adalah sebagai berikut : (a) semua bagian dengan kondisi temperatur ruang, (b) bagian
tanpa las dengan temperatur 90oC, (c) bagian las tengah dengan temperatur 90oC, (d) bagian las
ujung knalpot dengan temperatur 90oC dan bagian las tengah dengan temperatur 110oC, (e) bagian
tanpa las dengan temperatur 110oC dan (f) bagian ujung knalpot dengan temperatur 110oC. Jenis
korosi yang terjadi pada semua bagian adalah merupakan jenis korosi sumuran (pitting corrosion).
Kata kunci : knalpot, korosi, sambungan las, temperatur
Pendahuluan
Knalpot adalah salah satu komponen terpenting pada kendaraan bermotor. Knalpot berfungsi sebagai
peredam suara, penyerap gas sisa pembakaran yang beracun dan sebagai pengontrol tekanan pada ruang bakar dan
karburator. Sehingga konstruksi dari knalpot sudah dirancang sedemikian sehingga mampu menjalankan fungsinya
tersebut. Jika konstruksi knalpot tersebut rusak maka fungsi knalpot akan terganggu. Kerusakan knalpot yang paling
sering kita jumpai adalah terjadinya korosi pada sambungan las di ujung belakang dan juga di sambungan las lain.
Jika sudah terjadi kerusakan seperti ini, maka suara sepeda motor menjadi sangat bising, penyerapan gas beracun
kurang sempurna dan dalam jangka waktu agak lama akan mengakibatkan kerusakan pada mesin. Selain itu dalam
peraturan lalu lintas kebisingan knalpot ada batasan-batasannya. Ada seorang pengendara sepeda motor yang
mempunyai surat-surat lengkap tetapi karena knalpotnya jebol tetap dianggap melanggar peraturan lalu lintas.
Pada dasarnya knalpot sudah dirancang anti korosi, di mana bahan yang digunakan merupakan baja paduan
krom. Tetapi jika diperhatikan lebih seksama, terjadinya korosi selalu terjadi pada daerah di sekitar las. Penurunan
ketahanan korosi tersebut disebabkan oleh pembentukan endapan krom karbida (Cr23C6) di daerah HAZ baja tahan
karat sehingga terjadi korosi batas butir (intergranular corrosion) yang disebut dengan weld decay. Kromium (Cr)
dalam baja mempunyai afinitas (daya tarik-menarik) yang lebih besar terhadap karbon dibanding besi. Ketika baja
karbon atau baja paduan rendah dilas dengan logam pengisi yang mempunyai kandungan kromium tinggi, karbon
akan berdifusi dari logam dasar ke logam las pada suhu di atas sekitar 450 oC dan akan meningkat lebih cepat pada
suhu 595 oC atau lebih, dan daerah temperatur ini disebut temperatur sensitis (Davis, 1995). Karena kromium adalah
unsur yang aktif melindungi baja tahan karat dari korosi, sehingga jika unsur krom terikat oleh karbon menjadi
karbida maka terdapat daerah-daerah yang kekurangan kromium, umumnya pada batas butir. Daerah inilah yang
rentan terhadap korosi, sehingga disebut korosi batas butir.
Selain itu, temperatur knalpot juga menjadi factor penyebab kerentanan korosi pada sambungan las. Fontana
(1987) dan Jones (1992) menyatakan bahwa kecepatan korosi suatau logam akan meningkat jika temperatur
lingkungannya bertambah.
Pada saat ini metode yang digunakan oleh bengkel-bengkel untuk mencegah korosi adalah memasukkan oli
ke dalam knalpot. Tetapi tindakan ini tidak direkomendasikan oleh produsen sepeda motor, karena akan
M-38
2. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
menyebabkan terak karbon di dinding knalpot. Jika ini dilakukan dalam jangka waktu lama dan terus menerus maka
akibat yang timbul adalah penyumbatan saluran gas buang dan menghalangi pendinginan knalpot.
Berdasarkan teori dan fakta tersebut, adalah hal yang sangat penting untuk meneliti karakteristik korosi dan
mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan korosi pada sambungan las knalpot sepeda motor. Parameter yang
digunakan untuk meneliti karakteristik korosi adalah temperatur, karena hal ini sesuai dengan kondisi pemakaian
knalpot yaitu temperatur ruang (saat motor mati), dan 90oC (pengukuran temperatur saat motor berjalan). Sehingga
dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan baik kepada industri, pengguna sepeda motor maupun peneliti
untuk “memperlakukan” knalpot secara tepat.
Tinjuan Pustaka
Kromium (Cr) dalam baja mempunyai afinitas (daya tarik-menarik) yang lebih besar terhadap karbon
dibanding besi. Ketika baja karbon atau baja paduan rendah dilas dengan logam pengisi yang mempunyai
kandungan kromium tinggi, karbon akan berdifusi dari logam dasar ke logam las pada suhu di atas sekitar 450 oC
dan akan meningkat lebih cepat pada suhu 595 oC atau lebih (Davis, 1995).
Pembentukan karbida krom (Cr23C6) yang disebut sebagai sensitisation pada logam las busur teredam
(submerged arc welding/SAW) 308 terjadi pada proses perlakuan panas (6000C) yang dilakukan untuk
menghilangkan tegangan sisa. Pembentukan karbida krom ini meningkatkan kepekaan logam las 308 terhadap
korosi batas butir (intergranular corrosion/ IGC). Pengujian slow strain rate test (SSRT) pada logam las 308 setelah
perlakuan panas menunjukkan bahwa laju korosi batas butir sebesar 1 mm/jam (Hamada dan Yamauchi, 2001).
Untuk memperbaiki ketahanan korosi baja tahan karat 302 dan 304 diperlukan solution heat treatment dengan
pemanasan sampai dengan 10500C (19000F), akan tetapi proses ini rentan terhadap oksidasi yang berlebihan bila
tidak dilakukan pada kondisi vakum (www.welding-adviser.com ).
Komposisi kimia las mempunyai pengaruh signifikan pada performa las. Sifat mekanik dan ketahanan korosi
merupakan sifat yang bergantung pada komposisi las. Lasan akan peka terhadap retak panas bila terbentuk struktur
yang seluruhnya austenit, tetapi retak akan berkurang bila austenit mengandung lebih dari 4% ferit. Walaupun
demikian, peningkatan kandungan ferit tersebut dapat mengurangi ketahanan korosi logam (Sutaryono, 2004).
Widiyono dan Soeharto (1995) meneliti tentang pengaruh perlakuan panas pasca pengelasan sambungan las
baja tahan karat AISI 304 terhadap korosi batas butir. Perlakuan panas yang dilakukan dengan memanaskan sampai
1050oC selama 1 jam lalu didinginkan pada media pendingin yang bervariasi yaitu air, oli dan udara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa media pendingin air adalah media yang paling baik memperbaiki ketahanan korosi
tetapi dari hasil uji mekanik menyebabkan penurunan keuletan.
Kandungan austenit di daerah lebur tidak terlalu bergantung pada masukan panas tetapi terutama dikontrol
oleh komposisi logam las. Kekerasan deposit las bervariasi dengan masukan panas. Masukan panas las rendah
mengakibatkan kekerasan lebih tinggi dalam logam las dan di sepanjang batas lebur A36 (logam dasar) dari pada
masukan panas tinggi. Kekerasan yang tinggi sepanjang batas lebur diakibatkan oleh formasi martensit pada
permukaan di daerah tersebut. Keberadaan martensit ini dipengaruhi oleh komposisi logam dasar dan pengisi serta
perbedaan dalam kecepatan difusi karbon. Bila migrasi karbon berkurang/ terbatas, kemungkinan formasi martensit
juga berkurang (Barnhouse dan Lippold, 2003).
Bahan Dan Metodologi Penelitian
Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah knalpot Supra X 100 cc orisinil yang terbuat dari bahan baja
karbon rendah. Gambar knalpot tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Knalpot Honda Supra X 100 cc
Untuk mengetahui komposisi kimia dari knalpot, maka pada ujung knalpot yang sering mengalami korosi
dipotong menjadi dua bagian pada yakni pada bagian ujung dan selongsong dari knalpot, seperti terlihat pada
Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Ujung Knalpot yang dipotong
M-39
3. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
Gambar 3. Selongsong dan ujung pada knalpot
Pengujian Komposisi Kimia Material Knalpot
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti jenis material knalpot. Dengan diketahui jenis
materialnya, maka perlakuan panas dan pengujian korosi dapat dilakukan dengan tepat. Pengujian komposisi kimia
dilakukan di PT. Itokoh Ceperindo Klaten.
Pengujian Temperatur Knalpot
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui daerah operasi temperatur knalpot. Dengan diketahuinya daerah
operasi temperatur knalpot, maka temperatur pengujian korosi dapat disesuaikan dengan daerah operasi yang
sebenarnya.
Pengujian ini adalah mengukur temperatur knalpot saat dingin dan temperatur knalpot sesaat setelah motor
dipakai 1 jam. Pengukurannya menggunakan termokopel digital.
Hasil pengukuran adalah pada saat dingin temperatur knalpot sama dengan temperatur ruang dan pada saat
panas adalah untuk diujung knalpot 90oC, sedangkan untuk bagian pangkal (dengan dengan mesin) temperaturnya
adalah 110oC. Sehingga pada pengujian korosi nanti temperatur ujinya adalah suhu ruang, 90oC dan 110oC.
Pengujian Korosi
Pengujian korosi dengan menggunakan standar ASTM A 262.93.a. (Practice B). Pengujian ini dilakukan
dengan menggunakan larutan pengkorosi berupa larutan asam nitrat (HNO3) dan air destilasi sebagai pelarut.
Pengujian korosi ini dilakukan dalam kondisi larutan pengkorosi mempunyai temperatur suhu ruang, 90oC dan
110oC. Untuk pembersihan digunakan standar ASTM G1-90 (Practise C 7.5) yaitu dengan menggunakan larutan
pembersih korosi berupa larutan yang mempunyai komposisi 500 mL larutan hydrochloric acid (HCl), 3.5 gram
hexamethylene tetramine, dan air destilasi kemudian mencampurnya sampai volumenya mencapai 1000 mL.
Pengujian ini dilakukan dalam periode waktu total selama 120 jam dimana nantinya akan dilakukan secara bertahap
sehingga didapatkan data yang mencukupi.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil Uji Komposisi Kimia
Uji komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui spesifikasi material knalpot. Hal ini harus dilakukan karena
data material knalpot tidak ditemukan di dalam referensi dan pihak HONDA juga tidak bersedia memberikan data
material knalpot tersebut. Uji komposisi kimia ini dilakukan di PT. Itokoh Ceperindo Klaten dengan menggunakan
metode spektrometri dengan 3 sampel titik tembak. Bagian yang diuji komposisi kimia adalah bagian selongsog
knalpot dan bagian ujung knalpot. Hasil uji komposisi kimia adalah seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi kimia ujung knalpot
Unsur C S Ni Si Cr Mn Mo W P Cu
Kadar (%) 0.027 0.011 0.079 <0.002 0.03 0.18 <0.00 0.05 0.01 <0.00
8 3 4 3 4
Tabel 2. Komposisi kimia selongsong knalpot
Unsur C S Ni Si Cr Mn Mo W P Cu Ti
Kadar (%) 0.01 0.01 0.14 <0.00 0.04 0.13 <0.00 0.0 0.01 <0.00 0.05
2 6 1 2 6 3 4 5 7 4
Dari kedua tabel di atas dapat diketahui bahwa material knalpot baik pada ujung maupun pada selongsongnya
adalah bukan terbuat dari baja tahan karat, hal ini dapat dilihat dari kandungan krom (Cr) dan Nikel (Ni) yang tidak
memenuhi kriteria baja tahan karat yaitu 12-18%. Berdasarkan tabel tersebut disimpulkan bahwa material knalpot
adalah terbuat dari baja karbon. Dan dari kedua tabel tersebut dapat diketahui pula bahwa material selongsong dan
ujung knalpot ada sedikit perbedaan pada kadar karbonnya. Material ujung knalpot mempunyai kandungan karbon
yang lebih tinggi yaitu 0,027% dan kandungan sebesar ini diklasifikasikan sebagai baja karbon sedang. Sedangkan
material selongsong knalpot mempunyai kandungan karbon yang lebih rendah yaitu 0,012% dan ini termasuk dalam
klasifikasi baja karbon rendah. Dari data ini maka rencana semula untuk melakukan perlakuan panas pada knalpot
M-40
4. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
tidak jadi dilakukan. Karena menurut hasil penelitian Sutiyo (2006) perlakuan panas pada baja karbon tidak
mempengaruhi laju korosi.
Uji Korosi
Hasil uji korosi dapat ditampilkan dalam bentuk tabel laju korosi seperti terlihat pada Tabel 3, histogram laju
korosi rata-rata seperti terlihat pada Gambar 4 dan grafik perbandingan seluruh kasus seperti terlihat pada Gambar 5.
Tabel 3. Laju korosi rata-rata
Laju korosi rata-rata (gr/jam)
BAGIAN
TEMP. RUANG 90oC 110oC
TANPA LAS 0.0181 0.2939 0.6106
LAS TENGAH 0.0176 0.4143 0.5091
UJUNG KNALPOT 0.0147 0.5053 0.8273
LAJU KOROSI RATA-RATA
1.0 TEMP. RUANG
LAJU KOROSI (gr/Jam)
90oC
0.8
110oC
0.6
0.4
0.2
0.0
TANPA LAS LAS TENGAH UJUNG KNALPOT
Gambar 4. Histogram laju korosi rata-rata
Dari Tabel 3 dan histogram pada Gambar 4 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Pada temperatur ruang, laju korosi rata-rata pada semua bagian hampir sama.
b. Kenaikan temperatur menjadi 90oC, laju korosi rata-rata semua bagian meningkat, tetapi peningkatan untuk
masing-masing bagian tidak sama. Peningkatan laju korosi rata-rata tertinggi terjadi pada daerah ujung
knalpot.
c. Kenaikan temperatur dari 90oC menjadi 110oC, laju korosi rata-rata semua bagian meningkat, tetapi
peningkatan untuk masing-masing bagian tidak sama. Peningkatan laju korosi rata-rata terendah terjadi
pada daerah las tengah knalpot.
Sedangkan dari Gambar 5 dapat ditegaskan bahwa urutan laju korosi dari terendah sampai tertinggi adalah
sebagai berikut :
1. Semua bagian dengan kondisi temperatur ruang.
2. Bagian tanpa las dengan temperatur 90oC.
3. Bagian las tengah dengan temperatur 90oC.
4. Bagian las ujung knalpot dengan temperatur 90oC dan bagian las tengah dengan temperatur 110oC.
5. Bagian tanpa las dengan temperatur 110oC.
6. Bagian ujung knalpot dengan temperatur 110oC
Kenaikan laju korosi masing-masing kasus jika dibandingkan dengan kondisi laju korosi plat tanpa las pada
temperatur ruang adalah seperti terlihat pada Tabel 4.
1.0
0.9
Tanpa Las Tem p. Ruang
0.8
Las Tengah Tem p. Ruang
L juK r s ( r a )
o o i g /J m
0.7 Las Ujung Tem p. Ruang
0.6 Tanpa Las 90oC
0.5 Las Tengah 90oC
0.4 Las Ujung 90oC
Tanpa Las 110oC
0.3
a
Las Tengah 110oC
0.2
Las Ujung 110oC
0.1
0.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (jam)
Gambar 5. Perbandingan laju korosi untuk seluruh kasus
M-41
5. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
Tabel 4. Perbandingan laju korosi dengan laju korosi plat tanpa las pada temperatur ruang
Prosentase kenaikan laju korosi (%)
Bagian
Temperatur Ruang 90oC 110oC
Tanpa las 0.0 1521.1 3268.1
Las tengah -2.9 2185.3 2708.0
Las ujung -19.0 2687.2 4463.3
Dari Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa urutan kenaikan laju korosi dibandingkan dengan laju korosi plat
tanpa las pada temperatur ruang adalah sama dengan urutan yang sudah dijelaskan di atas. Terlihat bahwa laju
korosi pada ujung knalpot pada temperatur 110oC meningkat sampai 4463.3 % atau meningkat sebesar 44,6 kali
dibandingkan dengan laju korosi plat tanpa las pada suhu ruang. Dan inilah bagian dan kondisi terkritis dari knalpot
yang paling rentan terhadap korosi. Dan fakta di lapangan menunjukkan kesesuaian, yaitu pada bagian ujung
knalpot inilah yang paling sering mengalami korosi.
Visualisasi Korosi
Visualisasi korosi bertujuan untuk mengetahui jenis korosi yang terjadi pada spesimen uji. Untuk pengujian
korosi pada knlapot sepeda motor, visualisasi korosinya dapat dilihat pada Gambar 6.
tanpa las las tengah las ujung
Gambar 6. Visualisasi korosi
Dari Gambar 6 di atas terlihat bahwa korosi yang terjadi pada semua bagian adalah merupakan jenis korosi
sumuran (pitting corrosion), hal ini ditunjukkan dengan adanya lubang-lubang jarum yang sempit dan dalam pada
bagian yang terkorosi.
Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik untuk masing-masing bagian tidak unik, sehingga kita tidak bisa mengatakan bagian mana yang
paling rentan terhadap korosi tanpa diikuti keterangan kondisi temperatur pengujiannya. Urutan laju korosi dari
terendah sampai tertinggi adalah sebagai berikut:
a. Semua bagian dengan kondisi temperatur ruang.
b. Bagian tanpa las dengan temperatur 90oC.
c. Bagian las tengah dengan temperatur 90oC.
d. Bagian las ujung knalpot dengan temperatur 90oC dan bagian las tengah dengan temperatur 110oC.
e. Bagian tanpa las dengan temperatur 110oC.
f. Bagian ujung knalpot dengan temperatur 110oC
2. Korosi yang terjadi pada semua bagian adalah merupakan jenis korosi sumuran (pitting corrosion).
Daftar Pustaka
Annual Book of ASTM Standars, (1998), G1-90 dan A262.
-------, (2003), Welding Dissimilar Metals with Wisconsin Wire Works Copper-Base Filler Metals, Wisconsin Wire
Work Inc.
Barnhouse, J., and Lippold, J., C., (2003), Microstructure/Property Relationships in Dissimilar Welds Between
Duplex Stainless Steels and Carbon Steels, Welding Research Supplement, p. 1-14.
Davis, J., R., (1995), Handfacing, Weld Cladding and Dissimilar Metal Joining, ASM Handbook Vol. 6.
M-42
6. Simposium Nasional RAPI VIII 2009 ISSN : 1412-9612
Easterling, K., (1983), Introduction to the Physical Metallurgy of Welding, Butterworth & Co Publishers Ltd.
Fontana, M.G., (1987), Corrosion Engineering, McGraw-Hill Book Co-Singapore.
Hamada dan Yamauchi, (2001), Influence of Stresses Relieving on Corrosion Behavior of Weldments, Metallurgical
and Materials Transactions, Volume 29A.
Jones, D.A., (1992), Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company.
Kou, Sindo, (1987), Welding Metallurgy, John Wiley & Sons, Inc.
Shackelford, J., F., (1992), Introduction to Materials Science for Engineers
Sutaryono, (2004), Sifat Fisik, Mekanik dan Korosi Sambungan Las Logam Berbeda Antara Baja Tahan Karat AISI
316L dengan Baja Karbon Rendah AISI C1010, Skripsi S1 Jurusan Teknik Mesin UNS.
Wiryosumarto, Harsono, (2000), Teknologi Pengelasan Logam, Pradnya Paramita, Jakarta.
Widiyono, E., dan Soeharto, (1995), Pengaruh Laku Panas pada Hasil Las Baja Tahan Karat terhadap Korosi
Batas Butir, Journal ilmiah IPTEK ITS.
M-43