SlideShare a Scribd company logo
PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN
TAHUNAN

OLEH :
SHELVIA PUTRI ANDINI
1201120021

ADMINISTARASI BISNIS
FAKULTAS POLITIK DAN SOSIAL
0
UNIVERSITAS RIAU

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang mana berkat syafaat dan hidayahNYA
saya dapat menulis paper ini dengan judul “PENGELOLAAN SURAT
PEMBERITAHUNAN ”
. Salawat dan salam saya hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Karena
berkat perjuangan beliaulah kita dapat merasakan indahnya Islam dan manisnya Iman. Seperti
yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Dan seterusnya penulis menyadari bahwasanya penulisan paper ini sangat jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan
masukkan yang sifatnya membangun. Demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Akhirnya kepada semua pihak yang terkait
dalam penulisan makalah ini, kami menghantarkan penghargaan setinggi-tingginya.

PEKANBARU, 22 OKTOBER 2013

PENULIS

1
KATA PENGANTAR.........................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................3
BAB II : LANDASAN TEORI .............................................................................5
A. Pengertian Pajak .......................................................................................................5
B. Pengertian Surat Pemberitahuan ..............................................................................5
C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) ...........................................................6
D. Objek Pajak Pertambahan Nilai................................................................................10
E. Dasar Pengenaan Pajak ............................................................................................12
F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai .................................................................................14
G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai .............................................................14
H. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai .....................................................................14
I. Faktur Pajak ................................................................................................................15
J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran .........................................................................16
BAB IV: PENUTUP ..............................................................................................18
A. Kesimpulan......................... ......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu membiayai pengeluaran pemerintah
dan membiayai pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama. Dimasa
sekarang bangsa-bangsa membiayai sumber dana pemerintah dengan penerimaan dalam
negeri dan melakukan pinjaman luar negeri, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri hanya
bersifat sementara, sebelum penerimaan dalam negeri mampu mencukupi pembiayaanpembiayaan pemerintah dan pembangunan. Penerimaan dalam negeri Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Penerimaan negara dari sektor pajak adalah sumber utama pemerintah dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara. Ketika pemerintah bergantung pada penerimaan sektor migas,
terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya penerimaan dari sektor migas. Hal ini
disebabkan oleh turunnya harga minyak per barel yang ditetapkan oleh Organization of
Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Pada saat itu pemerintah menekankan penerimaan dari sektor pajak, karena dalam
penerimaan dari sektor pajak pemerintah memiliki otoritas penuh tanpa ada campur tangan
dari pihak lain. Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang (UU) No 6/83 yang telah
diubah dengan UU No.16/00 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan disebutkan
bahwa kegiatan perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Secara umum pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di
kelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak-Departemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik
ditingkat provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat
Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang
pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB), Sedangkan Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan

3
Pajak Kabupaten atau kota sebagai contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel,
Pajak Restauran, Pajak Hiburan dan lain-lain.
PPN sebagai salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan cukup besar bagi
penerimaan negara. PPN merupakan Pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu
barang atau jasa. PPN mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985 untuk
menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku sejak 1951. Dalam perspektif
hukun, PPN merupakan suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban
pajak sebagai penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara. PPN dikenakan pada
setiap mata rantai jalur produksi maupun distribusi sebelum sampai pada tingkat konsumen.
Akan tetapi dengan metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) atau
credit Method yang dianut oleh UU PPN 1984 efek pengenaan pajak berganda dapat
dihindari. Dalam credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang
dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pajak
Keluaran yaitu pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari pihak lain selaku
pembeli atau penerima jasa.

4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pajak
Menurut Tjahjono dan Husein (2003:3) adalah“Pajak adalah
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas
negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk
pemeliharaan kesejahteraan umum”.
Pajak adalah ”iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari kas rakyat
ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum”.
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka
(1) adalah “ kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

B. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang No.16 tahun 2000 (UU KUP 1984) Pasal 1 ayat (10) SPT
didefinisikan sebagai “Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta
dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Menurut Undang – undang No. 16 tahun 2000 (UU KUP 1984) jenisnya SPT
dibagi menjadi dua yaitu :
1. SPT Masa
Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak yang jangka waktunya sama
dengan satu bulan atau jangka waktu lain yang ditetapkan Menteri Keuangan, paling lama 3
(tiga) bulan.

5
2. SPT Tahunan
Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
A. Fungsi SPT bagi
1) Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan pajak terutang dan untuk melaporkan
tentang :
a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak.
b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
c) harta dan kewajiban.
d) pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
2) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau
melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3)

Pemotong

atau

Pemungut

Pajak

Sebagai

sarana

untuk

melaporkan

dan

mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. ( Undangundang No.16 tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1)
B. Tempat pengambilan SPT
Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP,
atau melalui website DJP : (www.pajak.go.id) atau mencetak atau menggandakan atau
fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. ( Undang-undang No. 28 Tahun
2007 Pasal 5 )
C. Ketentuan Tentang Pengisian SPT
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT
diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa
khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
( Undang-undang No.28 Tahun 2007 Pasal 2 )
6
D. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT
1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau
KP2KP setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
2) Batas waktu penyampaian:
a) Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun
Pajak.
b) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam
1 (satu) SPT Masa.
c) SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
d) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP atau KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal
SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap
sebagai bukti penerimaan.
( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 pasal 8)
E. Penyampaian SPT melalui Elektronik (e-SPT)
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan
Penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak
yang telah menyampaikan SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang
memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara
elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau
disampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT
secara elektronik. Penyampaian SPT secara elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua puluh
empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik pada
akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat
waktu.
F.

Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda:
1) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100 ribu.
2) SPT Tahunan PPh Badan Rp 1 juta.
3) SPT Masa PPN Rp 500 ribu
4) SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.
7
(Undang-undang N0.6 Tahun 1983 Pasal 7 Ayat 1)

G. Pembetulan SPT
untuk pembetulan SPT atas kemauan Wajib Pajak sendiri dapat dilakukan sampai
dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun
sebelum kadaluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas
pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum
dilakukan penyidikan 150% dari pajak yang kurang dibayar.
H. Batas Waktu Pembayaran Pajak
1) Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa
Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas)
hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
2) Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan
paling lambat sebelum SPT disampaikan.
3) Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib
Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 )
I.

Sanksi Keterlambatan Membayar Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2%
(dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak
yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi
pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang
kurang dibayar.
( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 9 Ayat 2a )

C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Direktorat Jenderal Pajak pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
adalah pajak yang dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah
Pabean.
8
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibagi menjadi beberapa pengertian yaitu :

1. PPN adalah Pajak yang tidak langsung
Skema ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu
suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan
penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang
negara (pemerintah).
2. PPN adalah Pajak Obyektif
Sebagai pajak obyektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di
bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi Subjek pajak tidak relevan,
karena PPN tidak mempertimbangkan kondisi subjektif subyek pajak.
3. PPN bersifat Multy Stage Levy
“Multy Stage Levy “ mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pasa setiap mata
rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Legal
karakter ini dapat digambarkan dalam contoh berikut :
a.

Ketika perusahaan industri benang menyerahkan benang kepada perusahaan tekstil,
dikenakan PPN.

b.

Oleh perusahaan tekstil benang diproses menjadi tekstil. Atas penyerahan tekstil kepada
perusahaan garmen, dikenakan PPN.

c.

Ketika perusahaan garmen ini menyerahkan produknya kepada pedagang besar, dikenakan
PPN.

d. Oleh pedagang besar, garmen yang diterima diserahkan lebih lanjut kepada pedagang eceran
misalnya toko pakaian, department store. Atas penyerahan ini dikenakan PPN.
e.

Konsumen yang membeli pakaian di toko pakaian atau department store dikenakan PPN.
Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak.
4. PPN bersifat Non Kumulatif
PPN yang “multy stage levy” namun bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan
pengenaan pajak berganda, merupakan suatu kontradiksio in terminis.
9
5. PPN adalah Pajak Konsumsi dalam Negeri
Dalam Pengertian ini PPN hanya dikenakan ataas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam
Daerah Pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar
negeri, tidak dikenakan PPN di Indonesia. Ini sesuai dengan destination principle (prinsip
tempat tujuan) yang digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan
barang atau jasa akan dikonsumsi.
D. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1.

Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud.
c. Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean.
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang
bersangkutan.
2.

Impor Barang Kena Pajak
Pajak yang dipungut pada saat impor barang. Pungutan dilakukan melalui Direktorat
Jendaral Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan BKP ke dalam Daerah Pabean tanpa
memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak,
tetap dikenakan pajak. Impor Barang Kena Pajak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan
Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

3.

Penyerahan JKP yang dilakukan didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP.
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
4.

Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP,
maka atas BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di
dalam Daerah Pabean juga dikenakan pajak.

10
5.

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap
jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean
dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN.

6.

Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Atas penyerahan BKP dan dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan
pajak menurut Undang-Undang PPN.

7.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan.
PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri
atau digunakan oleh pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
(Undang-Undang PPN dan PPnBM Pasal 16C )
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM.
Barang Kena Pajak dipersyaratkan:

1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang Hak Paten, Hak Cipta, dan
lain-lain).
2. Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 1 )

Jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN meliputi :
1.

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang yang diambil langsung dari sumber
jenisnya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih
timah, dan bijih emas.

2.

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras
dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.

3.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya. Tidak dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah
ditetapkan sebagai objek pajak daerah.

4.

Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A)

11
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau
hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM.
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN meluputi :
1.

Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.

2.

Jasa di bidang pelayanan sosial.

3.

Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.

4.

Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.

5.

Jasa di bidang keagamaan.

6.

Jasa di bidang pendidikan.

7.

Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak hiburan.

8.

Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.

9.

Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

10. Jasa di bidang tenaga kerja.
11. Jasa di bidang perhotelan.
12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.
( Undang-Undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A ayat 3)
E. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya DPP. Pajak yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan DPP.
DPP adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau
Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang. PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena pajak pembeli merupakan
Pajak Masukan
Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai
Impor adalah:
1.

Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.
12
2.

Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut
menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3.

Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor,
misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

4.

Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundangunclangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN
dan PPnBM.
Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai DPP sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 251/KMK.03/2002 sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No.
567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang diberlakukan
mulai tanggal 1 Juni 2002, yaitu :

1.

Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah
dikurangi laba kotor.

2.

Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah
dikurangi laba kotor.

3.

Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-Rata.

4.

Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.

5.

Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga
pasar wajar.

6.

Untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.

7.

Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% sepuluh persen)
dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

8.

Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah
yang seharusnya ditagih.

9.

Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa
service charge, provisi, dan diskon.

13
F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
1.

Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP adalah tarif
tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan
barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada PPnBM.
2.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen).

G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai

PPN yang terutang =Tarif PPN x Dasar Pengenaan
Pajak

Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif PPN (10% atau 0%
untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Contoh :
PKP yang sudah menjual BKP secara tunai seharga Rp 40.000.000.
Besarnya PPN Terhutang 10% X Rp 40.000.000 = Rp 4.000.000
H. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Pemungutan PPN adalah bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah.
Kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak untuk melaporkan usaha dan kewajiban
memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam UU PPN sebagai berikut:
1. Terhadap Pengusaha yang melakukan Penyerahan BKP dan atau Penyerahan JKP di dalam
Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor BKP diwajibkan:
a.

Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

b.

Memungut pajak yang terutang.

c.

Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak.

d.

Penjualan atas barang mewah yang terutang.

2.

Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi PKP wajib melaksanakan ketentuan butir
di atas.

3.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean (
perhatikan Pasal 4 huruf d Undang-Undang PPN ) dan atau yang memanfaatkan JKP dari
14
Luar Daerah Pabean ( perhatikan Pasal 4 huruf ) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN yang terhutang ( tata cara diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan ).
( Undang-Undang PPN Tahun 2000 Pasal 1 angka 27 )
I.

Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena
penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
Terdapat tiga jenis Faktur Pajak, yaitu:
1.

Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti
pungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap
penyerahan BKP atas penyerahan JKP oleh Pengusaha Kena harus dibuat satu Faktur Pajak
Standar.
Faktur Pajak Standar harus mencantumkan keterangan-keterangan tentang penyerahan
Barang Kena Pajak atas Penyerahan Jasa Kena Pajak yang meliputi:

a.

Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak.

b.

Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak.

c.

Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga.

d.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

e.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.

f.

Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

g.

Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.
Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur
Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat
perusahaan yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangi Faktur Pajak Standar yang tidak
diisi sesuai dengan ketentuan ini dapat mengakibatkan PPN tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan.
Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya:

1)

Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran

15
terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambatlambatnya pada saat penerima pembayaran; atau
2)

Pada saat penerimaan pembayaran dalarn hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau

3)

Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran;
atau

4)

Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyapaikan tagihan kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.

2.

Faktur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan
BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama
atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar,
sehingga harus dibuat sesuai dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya. Pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin DJP.

3.

Fakur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau
penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah,
PKP dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal PKP melakukan:

a.

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada
konsumen akhir; atau

b.

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima
Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.
J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
Pengertian Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP
dan atau penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau Impor BKP.
Pajak Keluaran adalah PPN Terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP.
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau
penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut PKP pada waktu
menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut
harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
16
Perhitungan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara, terlebih dahulu
Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke Kas.

17
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya sudah di sebutkan bahwa Secara umum
pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di kelola oleh
pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal PajakDepartemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik ditingkat
provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan
tanah dan atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
Sedangkan Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten atau kota sebagai contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak
Restauran, Pajak Hiburan dan lain-lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Darmin, 2008, Persandingan Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata cara Perpajakan beserta Peraturan- peraturan Pelaksanaannya, Direktorat
Jenderal Pajak Jakarta.
Sukarji, Untung, 2003, Pokok – Pokok Pajak Pertambahan nilai Indonesia, Edisi Revisi, PT.
Grafindo Persada, jakarta.
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 tahun 1983
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 tahun 2000.
Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007.
Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000
http:// www.kedanta.tripod.com/krya.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2009 jam 18.30 WIB.
http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN&PPnBM=&id=5176%3APA
JAK+PERTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171 diakses
pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.
http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN+id=5176%3APAJAK+PERT
AMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171&limitstart=2
diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkp
e/s1/eakt/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-32498076-1321-penerimaan_ppn-chapter2.Pdf
diakses
tanggal 1 September 2009 jam 21.00

19

More Related Content

What's hot

Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
aidilsukri
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
Ria Widia
 
Tm 1-dasar-dasar perpajakan
Tm 1-dasar-dasar perpajakanTm 1-dasar-dasar perpajakan
Tm 1-dasar-dasar perpajakan
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
 
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANGPENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
johnfreddy75
 
Tugas mspp tentang pajak
Tugas mspp tentang pajakTugas mspp tentang pajak
Tugas mspp tentang pajakrhatnae23
 
Tugas perpajakan
Tugas perpajakanTugas perpajakan
Tugas perpajakandian145
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
dhanny deswita
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
enggar fajri hasti
 
Pengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum PajakPengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum Pajak
Sunarto Saputra
 
Hukum pajak slide
Hukum pajak slideHukum pajak slide
Hukum pajak slide
Iko Matussuniah
 

What's hot (14)

Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Tm 1-dasar-dasar perpajakan
Tm 1-dasar-dasar perpajakanTm 1-dasar-dasar perpajakan
Tm 1-dasar-dasar perpajakan
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANGPENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
PENAGIHAN PAJAK BY JON P SIHOTANG
 
Tugas mspp tentang pajak
Tugas mspp tentang pajakTugas mspp tentang pajak
Tugas mspp tentang pajak
 
Tugas perpajakan
Tugas perpajakanTugas perpajakan
Tugas perpajakan
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
 
Powerpoin makalah
Powerpoin makalahPowerpoin makalah
Powerpoin makalah
 
Pengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum PajakPengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum Pajak
 
Hukum pajak slide
Hukum pajak slideHukum pajak slide
Hukum pajak slide
 
Tgs pratikum
Tgs pratikumTgs pratikum
Tgs pratikum
 

Similar to 222

Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Nanda Dwi Ferbiana
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Rahma Naulita
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Annez Fathia
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakanPraktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
deninurhidayanti
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
ade_syahroni
 
akuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangakuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangrisfanpratama
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
ade_syahroni
 
serba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesiaserba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesia
Julham Efendi
 
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
kevinmariofarmapangaribuan
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Annez Fathia
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
dhanny deswita
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Nanda Dwi Ferbiana
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Rahma Naulita
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
enggar fajri hasti
 
Bendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakBendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakasrikartini
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunanwryand
 

Similar to 222 (20)

Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakanPraktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
 
Feby
FebyFeby
Feby
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
 
akuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangakuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutang
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
 
Makalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullangMakalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullang
 
serba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesiaserba serbi pajak di Indonesia
serba serbi pajak di Indonesia
 
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
 
Bendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajakBendahara dan kewajiban-pajak
Bendahara dan kewajiban-pajak
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
 
Vera helen simbolon
Vera helen simbolonVera helen simbolon
Vera helen simbolon
 

222

  • 1. PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN OLEH : SHELVIA PUTRI ANDINI 1201120021 ADMINISTARASI BISNIS FAKULTAS POLITIK DAN SOSIAL 0
  • 2. UNIVERSITAS RIAU KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang mana berkat syafaat dan hidayahNYA saya dapat menulis paper ini dengan judul “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUNAN ” . Salawat dan salam saya hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Karena berkat perjuangan beliaulah kita dapat merasakan indahnya Islam dan manisnya Iman. Seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Dan seterusnya penulis menyadari bahwasanya penulisan paper ini sangat jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukkan yang sifatnya membangun. Demi tercapainya kesempurnaan makalah ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Akhirnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini, kami menghantarkan penghargaan setinggi-tingginya. PEKANBARU, 22 OKTOBER 2013 PENULIS 1
  • 3. KATA PENGANTAR.........................................................................................1 DAFTAR ISI....................................................................................................... 2 BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................3 A. Latar Belakang..........................................................................................................3 BAB II : LANDASAN TEORI .............................................................................5 A. Pengertian Pajak .......................................................................................................5 B. Pengertian Surat Pemberitahuan ..............................................................................5 C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) ...........................................................6 D. Objek Pajak Pertambahan Nilai................................................................................10 E. Dasar Pengenaan Pajak ............................................................................................12 F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai .................................................................................14 G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai .............................................................14 H. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai .....................................................................14 I. Faktur Pajak ................................................................................................................15 J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran .........................................................................16 BAB IV: PENUTUP ..............................................................................................18 A. Kesimpulan......................... ......................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19 2
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu membiayai pengeluaran pemerintah dan membiayai pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama. Dimasa sekarang bangsa-bangsa membiayai sumber dana pemerintah dengan penerimaan dalam negeri dan melakukan pinjaman luar negeri, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri hanya bersifat sementara, sebelum penerimaan dalam negeri mampu mencukupi pembiayaanpembiayaan pemerintah dan pembangunan. Penerimaan dalam negeri Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan negara dari sektor pajak adalah sumber utama pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Ketika pemerintah bergantung pada penerimaan sektor migas, terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya penerimaan dari sektor migas. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga minyak per barel yang ditetapkan oleh Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Pada saat itu pemerintah menekankan penerimaan dari sektor pajak, karena dalam penerimaan dari sektor pajak pemerintah memiliki otoritas penuh tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang (UU) No 6/83 yang telah diubah dengan UU No.16/00 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan disebutkan bahwa kegiatan perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Secara umum pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di kelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak-Departemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Sedangkan Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan 3
  • 5. Pajak Kabupaten atau kota sebagai contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak Hiburan dan lain-lain. PPN sebagai salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan cukup besar bagi penerimaan negara. PPN merupakan Pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa. PPN mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku sejak 1951. Dalam perspektif hukun, PPN merupakan suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak sebagai penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara. PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun distribusi sebelum sampai pada tingkat konsumen. Akan tetapi dengan metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) atau credit Method yang dianut oleh UU PPN 1984 efek pengenaan pajak berganda dapat dihindari. Dalam credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan Pajak Keluaran yaitu pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari pihak lain selaku pembeli atau penerima jasa. 4
  • 6. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut Tjahjono dan Husein (2003:3) adalah“Pajak adalah “Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk pemeliharaan kesejahteraan umum”. Pajak adalah ”iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Pengertian Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka (1) adalah “ kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. B. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 tahun 2000 (UU KUP 1984) Pasal 1 ayat (10) SPT didefinisikan sebagai “Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Menurut Undang – undang No. 16 tahun 2000 (UU KUP 1984) jenisnya SPT dibagi menjadi dua yaitu : 1. SPT Masa Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak yang jangka waktunya sama dengan satu bulan atau jangka waktu lain yang ditetapkan Menteri Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan. 5
  • 7. 2. SPT Tahunan Adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. A. Fungsi SPT bagi 1) Wajib Pajak PPh Sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan pajak terutang dan untuk melaporkan tentang : a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. c) harta dan kewajiban. d) pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak. 2) Pengusaha Kena Pajak (PKP) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3) Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. ( Undangundang No.16 tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1) B. Tempat pengambilan SPT Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau melalui website DJP : (www.pajak.go.id) atau mencetak atau menggandakan atau fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. ( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 5 ) C. Ketentuan Tentang Pengisian SPT SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. ( Undang-undang No.28 Tahun 2007 Pasal 2 ) 6
  • 8. D. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT 1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. 2) Batas waktu penyampaian: a) Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak. b) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. c) SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak. d) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak. 3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP atau KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan. ( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 pasal 8) E. Penyampaian SPT melalui Elektronik (e-SPT) Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan Penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik. Penyampaian SPT secara elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu. F. Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda: 1) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100 ribu. 2) SPT Tahunan PPh Badan Rp 1 juta. 3) SPT Masa PPN Rp 500 ribu 4) SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu. 7
  • 9. (Undang-undang N0.6 Tahun 1983 Pasal 7 Ayat 1) G. Pembetulan SPT untuk pembetulan SPT atas kemauan Wajib Pajak sendiri dapat dilakukan sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum kadaluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150% dari pajak yang kurang dibayar. H. Batas Waktu Pembayaran Pajak 1) Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. 2) Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan. 3) Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan. ( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 ) I. Sanksi Keterlambatan Membayar Pajak Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar. ( Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 9 Ayat 2a ) C. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Direktorat Jenderal Pajak pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 2. Impor Barang Kena Pajak. 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean. 8
  • 10. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibagi menjadi beberapa pengertian yaitu : 1. PPN adalah Pajak yang tidak langsung Skema ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). 2. PPN adalah Pajak Obyektif Sebagai pajak obyektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi Subjek pajak tidak relevan, karena PPN tidak mempertimbangkan kondisi subjektif subyek pajak. 3. PPN bersifat Multy Stage Levy “Multy Stage Levy “ mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pasa setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Legal karakter ini dapat digambarkan dalam contoh berikut : a. Ketika perusahaan industri benang menyerahkan benang kepada perusahaan tekstil, dikenakan PPN. b. Oleh perusahaan tekstil benang diproses menjadi tekstil. Atas penyerahan tekstil kepada perusahaan garmen, dikenakan PPN. c. Ketika perusahaan garmen ini menyerahkan produknya kepada pedagang besar, dikenakan PPN. d. Oleh pedagang besar, garmen yang diterima diserahkan lebih lanjut kepada pedagang eceran misalnya toko pakaian, department store. Atas penyerahan ini dikenakan PPN. e. Konsumen yang membeli pakaian di toko pakaian atau department store dikenakan PPN. Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 4. PPN bersifat Non Kumulatif PPN yang “multy stage levy” namun bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda, merupakan suatu kontradiksio in terminis. 9
  • 11. 5. PPN adalah Pajak Konsumsi dalam Negeri Dalam Pengertian ini PPN hanya dikenakan ataas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam Daerah Pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri, tidak dikenakan PPN di Indonesia. Ini sesuai dengan destination principle (prinsip tempat tujuan) yang digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi. D. Objek Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP. b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud. c. Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean. d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 2. Impor Barang Kena Pajak Pajak yang dipungut pada saat impor barang. Pungutan dilakukan melalui Direktorat Jendaral Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan BKP ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. Impor Barang Kena Pajak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 3. Penyerahan JKP yang dilakukan didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP. b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP, maka atas BKP tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean juga dikenakan pajak. 10
  • 12. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN. 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Atas penyerahan BKP dan dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN. 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. (Undang-Undang PPN dan PPnBM Pasal 16C ) Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM. Barang Kena Pajak dipersyaratkan: 1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain). 2. Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. ( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 1 ) Jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN meliputi : 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang yang diambil langsung dari sumber jenisnya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas. 2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Tidak dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak daerah. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. ( Undang-undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A) 11
  • 13. Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN meluputi : 1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik. 2. Jasa di bidang pelayanan sosial. 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko. 4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi. 5. Jasa di bidang keagamaan. 6. Jasa di bidang pendidikan. 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak hiburan. 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan. 9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air. 10. Jasa di bidang tenaga kerja. 11. Jasa di bidang perhotelan. 12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. ( Undang-Undang PPN Tahun 1984 Pasal 4A ayat 3) E. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya DPP. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan DPP. DPP adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena pajak pembeli merupakan Pajak Masukan Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah: 1. Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 12
  • 14. 2. Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3. Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). 4. Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundangunclangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM. Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai DPP sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 251/KMK.03/2002 sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juni 2002, yaitu : 1. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor. 2. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor. 3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-Rata. 4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film. 5. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. 6. Untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. 7. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 8. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 9. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. 13
  • 15. F. Tarif Pajak Pertambahan Nilai 1. Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada PPnBM. 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen). G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai PPN yang terutang =Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif PPN (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Contoh : PKP yang sudah menjual BKP secara tunai seharga Rp 40.000.000. Besarnya PPN Terhutang 10% X Rp 40.000.000 = Rp 4.000.000 H. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Pemungutan PPN adalah bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak untuk melaporkan usaha dan kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam UU PPN sebagai berikut: 1. Terhadap Pengusaha yang melakukan Penyerahan BKP dan atau Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor BKP diwajibkan: a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. b. Memungut pajak yang terutang. c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak. d. Penjualan atas barang mewah yang terutang. 2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi PKP wajib melaksanakan ketentuan butir di atas. 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean ( perhatikan Pasal 4 huruf d Undang-Undang PPN ) dan atau yang memanfaatkan JKP dari 14
  • 16. Luar Daerah Pabean ( perhatikan Pasal 4 huruf ) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terhutang ( tata cara diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan ). ( Undang-Undang PPN Tahun 2000 Pasal 1 angka 27 ) I. Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Terdapat tiga jenis Faktur Pajak, yaitu: 1. Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan BKP atas penyerahan JKP oleh Pengusaha Kena harus dibuat satu Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus mencantumkan keterangan-keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atas Penyerahan Jasa Kena Pajak yang meliputi: a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga. d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut. f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangi Faktur Pajak Standar yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan ini dapat mengakibatkan PPN tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya: 1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran 15
  • 17. terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambatlambatnya pada saat penerima pembayaran; atau 2) Pada saat penerimaan pembayaran dalarn hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau 3) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau 4) Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyapaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 2. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar, sehingga harus dibuat sesuai dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin DJP. 3. Fakur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah, PKP dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal PKP melakukan: a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir; atau b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap. J. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pengertian Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau Impor BKP. Pajak Keluaran adalah PPN Terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama. 16
  • 18. Perhitungan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke Kas. 17
  • 19. BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya sudah di sebutkan bahwa Secara umum pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat yang di kelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal PajakDepartemen Keuangan dan Pajak Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam arti pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Sedangkan Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah adalah Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten atau kota sebagai contoh yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restauran, Pajak Hiburan dan lain-lain. 18
  • 20. DAFTAR PUSTAKA Nasution, Darmin, 2008, Persandingan Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan beserta Peraturan- peraturan Pelaksanaannya, Direktorat Jenderal Pajak Jakarta. Sukarji, Untung, 2003, Pokok – Pokok Pajak Pertambahan nilai Indonesia, Edisi Revisi, PT. Grafindo Persada, jakarta. Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 tahun 1983 Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 tahun 2000. Undang - undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007. Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000 http:// www.kedanta.tripod.com/krya.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2009 jam 18.30 WIB. http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN&PPnBM=&id=5176%3APA JAK+PERTAMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171 diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB. http://www.Pajak.go.id/index.php?view=article&catid=236%3APPN+id=5176%3APAJAK+PERT AMBAHAN+NILAI+%28PPN%29&option=com_content&Itemid=171&limitstart=2 diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 jam 18.45 WIB. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkp e/s1/eakt/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-32498076-1321-penerimaan_ppn-chapter2.Pdf diakses tanggal 1 September 2009 jam 21.00 19