Dokumen tersebut membahas tentang kualitas batubara yang perlu diperhatikan ketika digunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), termasuk parameter-parameter seperti nilai panas pembakaran, kadar air, zat terbang, kadar abu, kadar belerang, ukuran butiran, indeks kemudahan penggilingan, dan suhu leleh abu. Kualitas batubara mempengaruhi aspek operasi dan pemeliharaan PLTU
2. Hal-hal yang perlu diperhitungkan didalam pemakaian batubara pada PLTU
adalah :
- Perfomance (unjuk keras)
- Availabaliti, reliability
- Dampak lingkungan
- Kendala dan karakteristik operasi, serta dampaknya terhadap tingkat
pemeliharaan
Tinjauan terhadap aspek tersebut diatas semata-mata
mempertimbangkan peralatan terpasang sesuai dengan rancang
bangunnya dan selanjutnya pengalaman tersebut menjadi dasar
dalam penyempurnaan masa mendatang.
3. 1. Pengenalan Umum Kualitas Batubara
Batubara yang ada dipasaran unsur kualitasnya sekurang-
kurangnya terdiri dari :
a. High heating value (kgcal/ka)
b. Total moisture (%)
c. Inherent moisture (%)
d. Volatile matter (%)
e. Ash content (%)
f. Sulphur content (%)
g. Coal size <3 mm, 40 mm, 50 mm
h. Hardgrove grindability index
4. Unsur-unsur lainnya diperlukan sesuai kebutuhan yang bersifat umum
maupun khusus. Untuk melengkapi data diatas biasanya diperlukan
unsure kualitas seperti :
a. Fixed carbon (%)
b. Phosphorous/Chlorine (%)
c. Ultimate analysis :
Carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulphur dan ash,
kadang-kadang diperlukan :
d. Ash fusion temperature
5. 2. Pengaruh Kualitas Batubara
a. High Heating Value (HHV)
Panas pembakaran dari suatu bahan bakar adalah panas yang dihasilkan dari
pembakaran sempurna bahan bakar pada volume konstan dalam kalorimeter dan
dinyatakan dalam kgcal/ka.
HHV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian aspek :
- Pulverizer
- Pipa batubara, wind box
- Burner
Semakin tinggi HHV maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah,
sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan, untuk batubara dengan
moisture content dan HGI yang sama, dengan HHV tinggi maka mill akan
beroperasi dibawah kapasitas nominalnya (menurut desain) atau dengan kata lain
operating rationya menjadi lebih rendah.
6. b. Moisture Content
Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara
primernya. Pada batubara dengan kandungan moisture tinggi akan
membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan
batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap.
c. Volatile Matter (Zat Terbang)
Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan
pembakaran dan intensitas api
Fuel Ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter
Semakin tinggi fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar
semakin banyak
7. d. Ash Content
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran
melalui ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk
abu terbang dan abu dasar. Sekitar 20% dalam bentuk
abu dasar dan 80% dalam bentuk abu terbang. Semakin
tinggi kandungan abu dan tergantung komposisinya
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan
korosi peralatan yang dilalui.
8. e. Sulfur Content
Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat
korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas
udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari
titik embun sulphur, disamping berpengaruh terhadap
efektifitas penangkapan abu pada peralatan
electrostatic precipator
9. f. Coal Size
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan
butir kasar. Butir paling halus untuk ukuran <3 mm,
sedangkan ukuran butir paling kasar sampai dengan 50 mm.
Butir paling halus dibatasi oleh tingkat dustness dan tingkat
kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori
lingkungan. Tingkat dustness dan kemudahan berterbangan
masih ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara.
10. g. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Hardgroove Grindability Index (HGI) merupakan parameter
yang menyatakan tingkat kemudahan batubara untuk digerus.
Semakin tinggi nilai HGI, maka akan semakin mudah batubara
tersebut untuk digerus. Parameter HGI ini dapat juga dipakai
untuk menyatakan tingkat kekerasan batubara. Semakin
rendah nilai HGI maka akan semakin keras batubara tersebut.
Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada HGI tertentu. Untuk
HGI lebih rendah kapasitasnya, lebih rendah dari nilai takarnya
agar menghasilkan fineness yang sama.
11. h. Ash Fusion Temperature (Titik Leleh Abu Batubara)
Ash fusion temperature akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging
dan operasi soot blower.
Slagging dan fouling adalah fenomena menempel dan menumpuknya
abu batu bara yang melebur pada pipa penghantar panas (heat
exchanger tube) ataupun dinding boiler. Kedua hal ini sangat serius
karena dapat memberikan dampak yang besar pada operasional boiler,
seperti masalah penghantaran panas, penurunan efisiensi boiler,
tersumbatnya pipa, serta kerusakan pipa akibat terlepasnya
clinker. Keseluruhan masalah yang timbul tadi sering pula disebut
dengan clinker trouble.
Fenomena menempelnya abu ini terutama dipengaruhi oleh suhu
melebur abu (ash fusion temperature, AFT) dan unsur – unsur dalam
abu.