islamic worldview 15 feb upload slideshareSri Suwanti
Islamic Worldview adalah visi tentang realitas dan kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak tampak (non observable) bagi semua perilaku manu-sia, termasuk aktivitas ilmiah dan tek-nologi.
islamic worldview 15 feb upload slideshareSri Suwanti
Islamic Worldview adalah visi tentang realitas dan kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak tampak (non observable) bagi semua perilaku manu-sia, termasuk aktivitas ilmiah dan tek-nologi.
Berikut kami kirimkan makalah Filsafat Pendidikan Islam, sebagai tugas akhir semester genap
dengan judul: "TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH KEANEKARAGAMAN KONSEP TENTANG HAKIKAT MANUSIA; (Latar Historis dan Relevansinya dengan Pemecahan Masalah Umat dan Kemanusiaan)
Magelang, 19 Desember 2016
Terimakasih,
A.n
Lovita Ivan Hidayatullah
NIM : (O 100 160 030)
1. A. Latar Belakang
Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial,
ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua
individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang
menyimpan banyak problem. Tidak semua orang ,mampu beradaptasi, akibatnya adalah
individu-inbdividu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian
dibutuhkan cara efektif untuk mrngatasinya.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecendrungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam muncul dengan memberi solusi
dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha
pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas diera modern ini.
Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern,
dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan
cenderung berorientasi pada materirialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan
IPTEK di segala bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan,
tetapi justru melahirkan abad kecemasan (the age of anxienty). Kemajuan ilmu dan teknologi
hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga
memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat
modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara
pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam
keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya hidup hedonis
dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran apapun. Masyarakat
demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup
dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek
kehidupan, baik sosial, ekonomi budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu
untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal
dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru
masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem. Bagi masyarakat kita, kehidupan
semacam ini sangat terasa di daerah-daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala
bidang. Sehingga kondisi tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat.
Padahal tidak semua orang mampu untuk itu. Akibatnya yang muncul adalah individu-
individu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian dibutuhkan
cara efektif untuk mengatasinya. Berbicara masalah solusi, kini muncul kecenderungan
masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti
ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pencipta. Selain itu berkembang pula kegiatan
konseling yang memang bertujuan membantu seseorang menyelesaikan masalah. Karena
semua masalah pasti ada penyelesaiannya serta segala penyakit pasti ada obatnya. Peluang
tasawuf dalam menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala problem manusia,
semakin terbentang lebar di era modern ini. Maka dari itu, penulis mencoba untuk mengulas
sedikit tentang Tasawuf di Era Modern.
2. BAB II PEMBAHASAN
A. Tasawuf Di Era Modern
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional sesuai dengan
nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis. Kepekaan sosial, lingkungan (alam) dan
berbagai bidang kehidupan lainnya adalah bagian yang menjadi ukuran bahwa tasawuf di era
modern itu tidak sekedar pemenuhan spiritual, akan tetapi lebih dari itu yaitu mampu
membuahkan hasil bagi yang ada di bumi ini.
Menurut Bagir tasawuf itu bukan barang mati. Sebab tasawuf itu merupakan produk sejarah
yang seharusnya dikondisikan sesuai dengan tuntutan dan perubahan zaman. Penghayatan
tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang kita temui di masa silam. Tasawuf di era
modern adalah alternatif yang mempertemukan jurang kesenjangan antara dimensi ilahiyah
dengan dimensi duniawi. Banyak orang yang secara normatif (kesalehan individu) telah
menjalankan dengan sempurna, tetapi secara empiris (kesalehan sosial) kadang-kadang belum
tanpak ada. Dengan demikian lahirnya tasawuf di era modern diharapkan menjadi tatanan
kehidupan yang lebih baik.
1. Memahami Dunia Tasawuf
Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang untuk
mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk maupun yang terpuji.
Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui sebagai ilmu agama yang berkaitan dengan
aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Dimana secara filsafat
sufisme itu lahir dari salah satu komponen dasar agama Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kalau iman melahirkan ilmu teologi (kalam), Islam melahirkan ilmu syari’at, maka ihsan
melahirkan ilmu akhlaq atau tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Meskipun dalam ilmu pengetahuan wacana tasawuf tidak diakui karena sifatnya yang Adi
Kodrati, namun eksistensinya di tengah-tengah masyarakat membuktikan bahwa tasawuf
adalah bagian tersendiri dari suatu kehidupan masyarakat; sebagai sebuah pergerakan,
keyakinan agama, organisasi, jaringan bahkan penyembuhan atau terapi. (Moh. Soleh, 2005:
35)
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan
spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun waktu itu tasawuf begitu
lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bukan sebatas kelompok kecil yang
eksklusif dan terisolasi dari dunia luar. Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat
diperlukan, guna membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga
untuk orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang
asketis (Zuhud pada dunia). Proses modernisasi yang makin meluas di abad modern kini telah
mengantarkan hidup manusia menjadi lebih materealistik dan individualistic. Perkembangan
industrialisasi dan ekonomi yang demikian pesat, telah menempatkan manusia modern ini
menjadi manusia yang tidak lagi memiliki pribadi yang merdeka, hidup mereka sudah diatur
oleh otomatisasi mesin yang serba mekanis, sehingga kegiatan sehari-hari pun sudah terjebak
oleh alur rutinitas yang menjemukan. Akibatnya manusia sudah tidak acuh lagi, kalau peran
agama menjadi semakin tergeser oleh kepentingan materi duniawi (Suyuti, 2002: 3 - 5).
3. Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih ditekankan pada
tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral yang hendaknya diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan optimal. Tasawuf perilaku baik,
memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap
Tuhannya (Syukur, 2003:3).
Menurut Omar Alishah, yang menjadi salah satu ajaran penting dalam tasawuf adalah
pemahaman tentang totalitas kosmis, bumi, langit, dan seluruh isi dan potensinya baik yang
kasar mata maupun tidak, baik rohaniah maupun jasmaniah, pada dasarnya adalah bagian dari
sebuah sistem kosmis tunggal yang saling mengait, berpengaruh dan berhubungan. Sehingga
manusia mempunyai keyakinan bahwa, penyakit atau gangguan apapun yang menjangkiti
tubuh kita harus dilihat sebagai murni gejala badaniah ataupun kejiwaan manusiawi, sehingga
seberapapun tingkatan keparahannya akan tetap dapat ditangani secara medis (medical care)
(Alishah, 2002:11).
Pendapat Alishah tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-
Qur’an, bahwa setiap kali terjalin komunikasi dengannya seseorang akan memperoleh energi
spiritual yang menciptakan getaran-getaran psikologi pada aspek jiwa raga, ibarat curah hujan
membasahi bumi yang kemudian menciptakan getaran-getaran duniawi dan menyebabkan
tanaman tumbuh subur. Sesuai dengan firman Allah yang tertera dalam QS. Al-Hajj: 5
Artinya : “ketika kami turunkan hujan di atasnya ia pun bergerak dan subur mengembang
menumbuhkan berbagai tanaman indah (berpasang-pasangan) (QS; Al-Haj: 5).
-
2. Tasawuf Sebagai Terapi
Omar Alishah dalam bukunya “Tasawuf Sebagai Terapi” menawarkan cara Islami dalam
pengobatan gangguan kejiwaan yang dialami manusia, yaitu dengan cara melalui terapi sufi.
Terapi tasawuf bukanlah bermaksud mengubah posisi maupun menggantikan tempat yang
selama ini di dominasi oleh medis, justru cara terapi sufi ini memiliki karakter dan fungsi
melengkapi. Karena terapi tasawuf merupakan terapi pengobatan yang bersifat alternatif.
Tradisi terapi di dunia sufi sangatlah khas dan unik. Ia telah dipraktekkan selama berabad-
abad lamanya, namun anehnya baru di zaman-zaman sekarang ini menarik perhatian luas
baik di kalangan medis pada umumnya, maupun kalangan terapis umum pada khususnya.
Karena menurut Omar Alisyah, terapi sufi adalah cara yang tidak bisa diremehkan begitu saja
dalam dunia terapi dan penanganan penyakit (gangguan jiwa), ia adalah sebuah alternatif
yang sangat penting. (Alishah, 2004;5)
Tradisi sufi (tasawuf) sama sekali tidak bertujuan mengubah pola-pola terapi psikomodern
dan terapi medis dengan terapi sufis yang penuh dengan spiritual, sebaliknya apa yang
dilakukan Omar justru melengkapi dan membatu konsep-konsep terapi yang telah ada dengan
cara mengoptimalkan peluang kekuatan individu seseorang untuk menyembuhkan dirinya,
beberapa tehnik yang digunakan Omar Alishah dalam upaya terapeutik yang berasal dari
tradisi-tradisi tasawuf antara lain yaitu tehnik “transmisi energi dan tehnik metafor” (Alishah,
2002:151).
Dengan demikian, terapi tasawuf atau sering juga disebut dengan penyembuhan sufis adalah
penyembuhan cara islami yang dipraktekkan oleh para sufi ratusan tahun lalu. Prinsip dasar
penyembuhan ini adalah bahwa kesembuhan hanya datang dari Allah Yang Maha
4. penyembuh, sedangkan para sufi sebagai terapis hanya bertindak sebagai perantara.(Najar,
2004: 195).
A. Kesimpulan Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis. Tasawuf atau sufisme diakui
dalam sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang
ribuan tahun yang silam. Selama kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika
kehidupan masyarakat luas, bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari
dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing manusia
agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula hidupnya
glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud pada dunia). Disamping itu
juga, tasawuf modern juga sebagai terapi penyembuhan bagi kegundahan hati dalam
merindukan tuhannya.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alishah, Omar, Tasawuf sebagai Terapi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
_______, Alishah, Terapi Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2004.
Annajar, Amin, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, Bandung: Mizan
Media Utama, 2004.
Bagir, Haidar, Manusia Modern Mendamba Allah, Jakarta: Penerbit Pustaka Amani,
2002.
Rifa’i, Moh., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Wicaksana, 1992.
Soleh, Moh, Agama Sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Suyuti, Ahmad, Percik-Percik Kesufian, Bandung: Penerbit Pustaka Hidayah, 2002.
Syukur, M. Amin, Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern,
Yogyakarta: Pustaka, 2003.