SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Oseana, Volume XVI, Nomor 4 : 21 - 29 ISSN 0216-1877 
PEMIJAHAN DAN PEMELIHARAAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH 
(Lates calcarifer) 
Oleh 
Mayunar 1) 
ABSTRACT 
THE SPAWNING AND LARVAL REARING OF SEABASS, Lates calcarifer. The seabass 
(Lates calcarifer), also know locally as kakap, is an economically impor-tant food fish in the 
tropical and subtropical regions. Owing to its fast growth, delicate-flavoured flesf high 
market value and availability of fry from artificial breeding, the fish is cultured either in 
inland earthen pond or in floating net-cage in coastal water. Three methods were used in 
spawning, i.e. natural, stripping/artificial farti-lization and induced. Induced spawning is one 
method using a single intramuscular injection of either and analogue of the Luteinizing 
Hormone Releasing Hormone (LHRHaj, Puberogen or Human Chorionic Gonadotropin 
(HCG) with dosage ranges between 25 -. 15 ug/kg, 200 Ill/kg and 250 - 500 IU/kg body 
weight. Fiberglass and concrete tank of 1,3 and 10 ton in valume were used for larval 
rearing of seabass. The larvae were fed with rotifer (Branchionus plicatilis), Artemia, 
Daphnia/Moina and Acetes/Trash fish. Light intensity, salinity, ammonia, nitrite, water 
temperature, dissolved oxygen, stocking density, quantity and quality of food are important 
factors in larval rearing of seabass (Lates carcarifer). 
PENDAHULUAN 
Ikan kakap biru snapper (Lutjanus sanguineus) dan kehijauan gelap/seabass/giant 
seaperc Ikan kakap putih (Lates calcarifer) (Lates calcarifer). Walaupun namanya sama, 
merupakan ikan yang sangat digemari oleh tetapi kedua jenis ini berlainan suku, masyarakat 
luas, tidak saja di Indonesia, kakap merah dari suku Lutjanidae dan lain-melainkanjugadinegara- 
negaraAsialainnya nya dari suku Centropomidae (ASIKIN 
dan Australia. Jenis ikan kakap di Indonesia 1985). banyak, diantaranya kakap merah/blood 
Pembenihan kakap putih (Lates calca-rifer) mulai diusahakan di Thailand pada tahun 
1971 (T ATT ANON and MANEE-WONGSA 1982) dan Malaysia tahun 1982 
(RUANGPANIT 1984), sedangkan di Indo-nesia di mulai tahun 1987. 
Penyediaan benih yang tepat, baik dalam jumlah, waktu, maupun mutu menjadi faktor utama 
untuk menjamin kelangsung-an usaha pembesaran ikan kakap. Dewasa ini produksi benih 
ikan dari larva sampai mencapai ukuran finger ling (tokolan) ma-sih sangat rendah. Diduga 
larva dibawah umur 3 minggu kondisinya masih leniah, sehingga mudah terserang 
hama/penyakit dan dimangsa oleh ikan yang lebih besar (RUSSEL et al 1987). Usaha untuk 
memper-cepat pertumbuhan dan mempertinggi kelu-lus hidupan benih, parameter lingkungan 
yang tepat harus tersedia dalam air. Kemun-duran mutu air dapat mengakibatkan kema-tian, 
hambatan pertumbuhan, timbulnya hama/penyakit, pengurangan rasio konversi pakan, serta 
menurunnya mutu daging ikan (HIRAYAMA 1974, BO YD 1979). 
Pesatnya kemajuan budidaya ikan ka-kap putih pada tanibak dan kurung apung, baik 
secara tradisional, semi maupun inten-sip akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya 
adalah ketersediaan benih dan pengelolaan mutu air. Secara alami produksi benih ikan kakap 
dari ukuran larva sampai ukuran fingerling masih sangat rendah. 
Mengingat kemungkinan pengembang-an usaha pembesaran ikan kakap, baik di-tanibak 
maupun dikurung apung, usaha pem-benihan merupakan faktor utama untuk
menunjang usaha tersebut. Berdasarkan ma-salah ini, penulis mencoba menyajikan cara 
pemijahan dan pemeliharaan larva kakap putih (Lates calcarifer). 
PEMELIHARAAN INDUK, PEMIJAHAN DAN PEMBUAHAN 
Pemeliharaan Induk 
Induk ikan kakap yang baru diperoleh dari alam diseleksi menurut jenis dan ukur-annya. 
Bentuk induk jantan lebih langsing dan beratnya lebih ringan bila dibanding-kan 
dengan induk betina, meskipun badan-nya sama panjang. Induk kakap yang dipeli-hara dalam 
kurung apung diperairan pantai, juga harus diseleksi untuk keperluan pemi-jahan. Pilihlah 
induk-induk kakap yang sehat (tidak sakit, tidak luka, memiliki sperma atau telur yang baik) 
serta umur jantan dan betina kurang lebih sama. 
Dean kakap yang agak kecil dapat dija-dikan induk dan harus dipelihara dengan baik dalam 
kurung apung dengan ketentu-an sebagai berikut: 
 Ukuran jaring 2 x 2 x 2 m untuk ukuran ikan 100 gram dengan kepadatan 300 - 500 
ekor/jaring. 
 Ukuran ikan 100 - 200 gram, ukuran jaring 5 x 5 x 3 m dengan kepadatan 50 sampai 
100 ekor/m . 
 Dean ukuran 3 kg, kepadatan 50 — 80 ekor per jaring. 
 Makanan berupa ikan rucah, udang, cumi- cumi dan Iain-lain dengan konversi pakan 
2 — 3 % dari total biomas. 
 Ukuran induk jantan 2 — 2,5 tahun dan betina 3—4 tahun. 
 Kematangan telur ditentukan oleh sampel yang menggunakan polyethyline canula 
(diameter 1,5 - 2,5 mm). Telur yang niatang berbentuk seragam, spherical dan tidak 
melekat, rata-rata diameter 0,45 mm atau lebih. 
 Musim pemijahan, abdomen dari betina lebih gelap dan genital membuka serta 
ukurannya bundar dan abdomen jantan lebih terang. 
Pemijahan 
Menurut BARLOW (1981) metoda pemijahan pada ikan kakap putih (Lates 
calcarifer) dibagi atas 3 yaitu : pemijahan alami (Natural spawning), pemijahan (Strip-ping 
atau artificial fertilization) dan penyun-tikan (induced spawning). 
Natural spawning atau pemijahan alami dalam bak/tangki pemeliharaan biasa-nya 
berlangsung sama seperti pada pemijah-an yang terjadi diperairan terbuka. Pemijah-an 
diperairan terbuka berlangsung dari bu-lan April sampai akhir bulan September. Waktu 
pemijahan dalam bak berlangsung antara jam 20.00 — 24.00 pada bulan pur-nama. 
Telur yang dibuahi mengapung diper-mukaan, sedangkan yang tidak dibuahi 
tenggelam ke dasar bak. Kemudian telur yang mengapung dikoleksi dan dipindahkan 
kedalam bak-bak penetasan. Guna melin-dungi perkembangan telur secara layak, salinitas 
harus dipertahankan 25—32 °/oo dan temperatur 27 — 30 °C. Beberapa fak-tor yang dapat 
mempengaruhi keberhasilan/ kegagalan dalam pemijahan adalah pakan, mutu air (oksigen 
terlarut, pH, salinitas) dan ukuran induk. 
Stripping atau pemijahan dengan cara pemijatan merupakan cara yang baik untuk 
memperoleh produksi benih secara besar-besaran. Induk jantan yang digunakan ber-ukuran 2 
— 5 kg dan betina 3 — .7 kg. Untuk melakukan pemijatan diperlukan 2 orang, satu orang 
memegang induk kakap diatas sebuah wadah dan seorang lagi mengeluar-kan telur dengan 
jalan pemijatan perut ikan perlahan-lahan dari depan kebelakang de-ngan ibu jari dan 
telunjuk. 
Pemijatan induk jantan juga sama dengan induk betina, spefma disimpan dalam ice 
box (dapat disimpan selama 5 hari).
Tanda-tanda sperma yang baik tidak meng-gumpal dan tidak melekat pada plasma, apabila 
dipijat spermanya akan keluar de-ngan mudah dan bila dilihat dibawah mikros-kop mereka 
bergerak secara aktif dan cepat. Setelah sperma dan telur dikeluarkan dari induknya segera 
dicampur dalam sebuah wa-dah, lalu diaduk dengan bulu ay am. Kemu-dian telur yang sudah 
dibuahi dicuci dengan air laut bersih berulang- ulang. Cara pem-buahan demikian sering 
disebut dengan "dry method of eggs fertilization". 
Induce spawning atau pemijahan de-ngan suntikan menggunakan hormon HCG 
(Human Chorionic Gonadotropin), Pubero-gen dan LHRHa (Luteinizing Hormone Releasing 
Hormone Analoque). Hormon ter-sebut disuntikan secara intramusculer lebih kurang 3-4 cm 
dibawah sirip dorsal. 
Menurut LIM et al (1986) dosis yang digunakan tergantung pada jenis hormon-nya. 
Untuk hormon HCG 250 IU/kg berat badan (betina) dan 100 (IU/kg (jantan), Puberogen 200 
IU/kg (jantan dan betina), sedangkan hormon LHRHa adalah 75 kg ug/kg (betina) dan 40 
ug/kg (jantan). Pada Sub Balitdita Bojonegara-Serang menggu-nakan hormon HCG dengan 
dosis 250 IU/kg (jantan dan betina) untuk penyuntikan I dan 500 IU/kg penyuntikan II, 
sedangkan hormon LHRHa dengan dosis 50 ug/kg (jantan dan betina) baik untuk penyuntik-an 
I dan II. Interval penyuntikan I dan II lebih kurang 12 jam (Lampiran 1). 
Pembuahan 
Telur yang sudah dibuahi berbentuk bundar, permukaannya licin, transparan dan 
berdiameter 0,69 — 0,80 mm. Mereka saling melekat dan apabila dalam kelompok ber-warna 
kuning muda atau keemasan. Dalam telur terdapat gelembung minyak dengan diameter 0,20 - 
0,23 mm. 
Telur yang dibuahi ditempatkan keda-lam bak penetasan yang sebeluninya dicuci 
dengan larutan acriflavine 5 ppm sebanyak 2-3 kali. Bak diisi air laut bersih dengan salinitas 
28-32 °/oo dan diaerasi dari dasar. Setelah telur dibuahi, 35 menit kemudian dimulai 
perkembangan embryonic. Dimulai dari stadium 1 sel, kemudian berturut-turut menjadi 2 sel, 
4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel, 128 sel, prablastula, blastula, gastrula, neurula dan 
kemudian meningkat menjadi embryo yang sudah berkepala dengan bola mata dan tunas 
ekornya. Bebe-rapa menit kemudian jantungnya mulai berfungsi, ekornya tumbuh dan 
badannya mulai bergerak-gerak, sampai akhirnya telur itu menetas. 
Penetasan telur kakap putih sangat dipengaruhi oleh temperatur air dan sali-nitas. Pada 
temperatur 30 — 32 °C menetas setelah 12-14 jam, temperatur 27 °C menetas setelah 17 jam. 
Sedangkan salini-tas yang baik untuk penetasan berkisar an-tara 25 - 34 °/oo. 
PEMELIHARAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA 
Pemeliharaan Larva 
Penieliharaan larva ikan kakap dilaku-kan' dalam bak pemeliharaan atau circular fibre 
glass tank (diameter 1,4 dan tinggi 0,8 m) atau Rectangular concrete tank (5 x 2 x 1 m atau 2 
x 1,5 x 1 m). Bak-bak diisi air laut bersih dan diberi aerasi secukup-nya. 
Untuk menekan peningkatan kadar amonia didalam tangki pemeliharaan, diino-kulasikan 
Chlorella atau Tetraselmis, Kepa-datan yang ideal untuk Chlorella adalah 
50 x 10 sel/ml dan untuk Tetraselmis 5 x 104 sel/ml. Chlorella dan Tetraselmis juga 
berfungsi sebagai pakan rotifer didalam tangki (ANONYMOUS 1985). 
Pembersihan tangki harus dilakukan secara periodik dengan menggunakan sipon. Bila larva 
ikan berumur 7-20 hari, dasar tangki harus dibersihkan setiap 2 hari, se-dangkan larva 
berumur diatas 21 hari pem-bersihan dasar tangki dilakukan setiap hari. 
Umur larva dibawah 7 hari tidak me-merlukan pergantian air, sedangkan umur larva 7-15 hari 
memerlukan pergantian air 20 - 30 % dan larva berumur 15 hari ke-atas pergantian air 50 - 60
%. Pergantian air tidak boleh dilakukan sekaligus, tetapi se-dikit demi sedikit dengan cara 
mengalirkan air bersih. 
Disamping hal-hal diatas yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan mutu air 
dalam tangki pemeliharaan seperti in-tensitas cahaya, temperatur, pH, oksigen terlarut, 
salinitas, amonia dan nitrit. Menu-rut BO YD and LINCHOPPLER (1979) pertumbuhan ikan 
baik pada temperatur 25 - 32 °C, pH 6,5 - 9 dan oksigen terla-rut diatas 5 ppm. Selanjutnya 
RUSSEL et al (1987) menytakan temperatur yang baik untuk pemeliharaan larva kakap 
(Lates calcarifer) berkisar 26 — 30 °C dan optimal 28 °C, pH 7,5 - 8,6 dan amonia dibawah 
0,1 ppm. 
Pakan dan cara pemberiannya 
Jasad pakan yang diberikan pada larva kakap putih (Lates calcarifer) adalah rotifer, 
artemia, daphnia/moina, acetes dan daging ikan (trash fish). Untuk lebih jelasnya dapat 
dilihat pada skema dibawah ini: 
Menurut CHEONG dan YENG (1986) kepadatan jasad pakan yang diberikan ter-gantung 
pada uniur larva. Larva umur 2 hari diberikan rotifer 2-3 ind./ml, umur 3-10 hari (3-5 
ind./ml), umur 11-15 had (5-10 ind./ml), umur 13-20 hari (10 ind./ml + artemia 0,5 — 1,0 
ind./ml), umur 18-20 hari dapat ditambhakan moina (0,10-0,15 ind./ml) dan umur diatas 21 
hari dapat diberikan Acetes atau daging ikan cacahan. Sedangkan di Sub Balitdita Bojo-negara 
- Serang, pemberian jasad pakan rotifer dimulai pada umur 2 hari dengan kepadatan 
10 ind,/ml sampai umur 14 hari, dimana setiap hari kepadatan rotifer diper-tahankan 10 
ind./ml. Sedangkan mulai hari ke-15 ditambah dengan Artemia dengan kepadatan 1—2 
ind./ml dan setelah umur diatas 30 hari diberikan cacahan daging ikan. 
CHOMDEJ (1986) menyatakan bahwa pemberian niakanan pada larva kakap dapat 
dimulai hari ke 2 setelah penetasan dengan rotifer (10-20 ind./ml). Mulai harike 8-14 
ditambah dengan nauplii artemia 1—2 in./ ml, hari ke 15-20 ditambah 4-5 ind./ml, hari 20-30 
artemia 6-7 ind./ml dan mulai umur 25 hari sudah dapat diberikan daging ikan. 
Pertumbuhan Larva 
Benih kakap yang baru menetas di-sebut larva (kebul) berukuran 1,5 — 2,0 mm 
dengan sebuah kantung kuning telur dan satu gelembung minyak pada bagian depannya. 
Tubuh larva langsing, berwarna pucat, mata, anus dan sirip ekornya sudah kelihatan dan 
mulutnya masih tertutup. Posisi larva dalam air membentuk sudut 45 — 90 derajat, mereka 
cenderung berada di permukaan air dan disudut-sudut tangki pemeliharaan. 
Setelah umur 3 hari, mulutnya mulai membuka dan siap untuk memakan niakan-an 
tambahan dari luar (rotifer). Sampai umur 7 hari masih berwarna pucat dan ber-angsur-angsur
berubah dan setelah umur 19—20 hari terjadi metamorfosa yaitu ber-warna gelap dengan 
garis-garis tegak pada bagian tubuh tertentu. Kemudian setelah umur 20 hari, warnanya 
berubah menjadi kecoklatan dan garis-garis tegaknya kelihat-an jelas sebanyak 3 buah (1 
pada pangkal ekor, 1 antara sirip punggung yang lunak dan 1 lagi diatas kepala). 
Dalam waktu sebulan larva berubah jadi juwana (burayak), kemudian umur 3 - 5 
bulan m'enjadi gelondongan dan dapat bergerak dengan aktif dan mulai tumbuh dengan 
cepat. Karena ikan kakap bersifat kanibal, niaka perlu dilakukan seleksi atau penyortiran 
terhadap ukuran larva. Seleksi bisa dimulai pada niinggu kedua (umur 15 hari) dengan 
nienggunakan saringan atau jaringan dengan bermacam-macam ukuran, sehingga berbagai 
ukuran benih dapat di-pisahkan dengan mudah. 
Pertumbuhan dan kelulushidupan ka-kap putih dipengaruhi oleh faktor luar dan 
dalam. Faktor dalam meliputi genetis, umur dan jenis. Sedangkan faktor luar sebagian besar 
dipengaruhi oleh lingkungan/kualitas air dan kepadatan. Kualitas air berpengaruh pada 
kelulushidupan, reproduksi, pertum-buhan dan produksi (Lampiran 2). 
KESIMPULAN 
Dari hasil uraian diatas mengenai pe-mijahan dan pemeliharaan larva ikan kakap 
putih (Lates calcarifer) dapat diambil bebe-rapa kesimpulan : 
 Pemijahan ikan kakap dapat dibagi atas pemijahan alami, stripping dan penyun- tikan. 
 Hormon yang digunakan dalam pemijah an ikan kakap adalah HCG, Puberogen dan 
LHRHa. 
 Ukuran induk jantan pemijahan minimal berumur 2 — 2,5 tahun dan betina 3 - 4 
tahun. 
 Pemeliharaan larva kakap putih dapat di lakukan dalam circular fibre glass tank atau 
rectangular concrete tank. 
 Jasad pakan yang diberikan pada larva kakap putih adalah rotifer, artemia, 
daphnia/rnoina dan acetes atau daging ikan. 
 Faktor lingkungan yang harus diperhati- kan dalam pemijahan dan pemeliharaan larva 
kakap adalah salinitas, pH, oksigen terlarut, temperatur, ammonia dan nitrit. 
Lampiran 1. 
Tabel 1. Hasil pemijahan ikan kakap putih (Lates calcarifer) di Sub Balai Penelitian 
Budi-daya Pantai Bojonegara – Serang
Lampiran 2. 
Tabel 2. Standart kepadatan dan pertumbuhan larva kakap putih {Lates calcarifer) 
berdasarkan umur. 
Tabel 3. Pengaruh kepadatan terhadap kelulushidupan larva kakap putih (Lates 
calcarifer).
DAFTAR PUSTAKA 
ANONYMOUS. 1985. Pembenihan ikan la-ut. Seri ke Delapan. Kerjasama Sub Ba-litdita 
Bojonegara - Serang dengan JICA: 20 pp. 
ASIKIN. 1985. Budidaya ikan kakap. Seri Perikanan No. XVII/119/85. Penerbit Penebar 
Swadaya : 58 pp. 
BARLOW, C.G. 1981. Breeding and Larval rearing of hates calcarifer (Bloch) in Thailand. 
Sidney. N.S.W. 2000. Austra-lia : 7 pp. 
BOYD, C.E. 1979. Water quality in warm-water fish ponds. Agricultural Auburn University. 
Alabama : 359 pp. 
BOYD, C.E. and L. LINCHKOPPLER. 1979. Water quality management in pond fish 
culture. Series No. 22. Aubrun Uni-versity. Alabama: 30 pp. 
CHEONG, L and L. YENG. 1986. Status of seabass (hates calcarifer) culture in Singapore. 
Proceeding of a International workshop held at Darwin, N.T. Australia. 24 – 30 
September 1986 : 65 - 68. 
CHOMDEJ, W. 1986. Technical manual for seed production of seabass. National Institute of 
Coastal Aquaculture. Kaw-Seng, Songkhla. Thailand : 49 pp. 
HIRAYAMA, K. 1974. Water and waste-water technology. John Wiley & Sons. New York 
504 pp. 
LIM, L.C., H.H. HENG and H.B. LEE. 1986. The induced breeding of seabass (hates 
calcarifer) in Singapore. Singapore J. Pri. Ind. 14 (2): 81 -95. 
MANEEWONG, S. 1986. Research on the nursery stages of seabass (hates calcari-fer) in 
Thailand. Proceding of a Interna-tional wlrkshop held at Darwin, N.T. Australia. 24 
30 September 1986 : 138-141. 
RUANGPANIT, N. 1984. Fry production on seabass hates calcarifer, at NIC A in 1983. 
Report of Thailand and Japan Joint Coastal Aquaculture Research Pro-ject No. 1:7 
12. 
RUSSEL, D.J., J.J. O. BRIEN and C. LONG-HERT. 1987. Barramundi egg and larval 
culture. Australian Fisheries. Jul. 1987 : 26 - 29. 
TATTANON, T. and S. MANEEWUNGSA. 1982. Larval rearing of seabass. Report of 
training courses on seabass spawning and larval rearing. South China sea Fisheries 
Development and Coordinating Programme : 29 - 30.
JURNAL PEMIJAHAN 
IKAN KAKAP 
OLEH : 
NAMA : LA LILI 
NIM : 912.O1.O8

More Related Content

What's hot

endokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinang
endokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinangendokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinang
endokrinologi ikan UMRAH TanjungpinangPutra putra
 
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...Mustain Adinugroho
 
Teknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan ITeknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan IIbnu Sahidhir
 
Seed production technology of catfishes
Seed production technology of catfishesSeed production technology of catfishes
Seed production technology of catfishesmanojjarwal90
 
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)sajjadmahmody
 
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRoffi Grandiosa
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanPT. SASA
 
15. budidaya udang di tambak
15. budidaya udang di tambak15. budidaya udang di tambak
15. budidaya udang di tambakPutra putra
 
Cat fish breeding Ashish sahu
Cat fish breeding  Ashish sahuCat fish breeding  Ashish sahu
Cat fish breeding Ashish sahuAshish sahu
 
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic Quality
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic QualityFish Hatchery Management for Maintaining the Genetic Quality
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic QualitySHUBHAM PATIDAR FISHERIES ADDAA
 
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...Hafiz M Waseem
 
Parasitic diseases of fish
Parasitic diseases of fishParasitic diseases of fish
Parasitic diseases of fishAvijit Pramanik
 

What's hot (20)

endokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinang
endokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinangendokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinang
endokrinologi ikan UMRAH Tanjungpinang
 
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...
 
Ikan nila
Ikan nilaIkan nila
Ikan nila
 
Teknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan ITeknik pembenihan ikan I
Teknik pembenihan ikan I
 
fish hatchery
fish hatchery fish hatchery
fish hatchery
 
Seed production technology of catfishes
Seed production technology of catfishesSeed production technology of catfishes
Seed production technology of catfishes
 
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Tingkat kematangan gonad ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
 
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)
The ornamental fish industry(iranocichla persa vs iranocichla hormuzensis)
 
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosaRekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
Rekayasa akuakultur fpik unpad roffi grandiosa
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairan
 
15. budidaya udang di tambak
15. budidaya udang di tambak15. budidaya udang di tambak
15. budidaya udang di tambak
 
Cat fish breeding Ashish sahu
Cat fish breeding  Ashish sahuCat fish breeding  Ashish sahu
Cat fish breeding Ashish sahu
 
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic Quality
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic QualityFish Hatchery Management for Maintaining the Genetic Quality
Fish Hatchery Management for Maintaining the Genetic Quality
 
PENDEDERAN IKAN PATIN
PENDEDERAN IKAN PATINPENDEDERAN IKAN PATIN
PENDEDERAN IKAN PATIN
 
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...
Production of live food (Aquatic micro animals)for the rearing of fish fry at...
 
Parasitic diseases of fish
Parasitic diseases of fishParasitic diseases of fish
Parasitic diseases of fish
 
Argulus
ArgulusArgulus
Argulus
 
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan IdentifikasiPengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
 
Life cycle of prawn
Life cycle of prawnLife cycle of prawn
Life cycle of prawn
 
physical and chemical parameters of water for fish pond
physical and chemical parameters of water for fish pondphysical and chemical parameters of water for fish pond
physical and chemical parameters of water for fish pond
 

Similar to SEABASS LARVAL REARING

Pembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanPembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanMuharman Taher
 
jumlah telur pisces
jumlah telur piscesjumlah telur pisces
jumlah telur piscesMirda Rinii
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo Subagja
 
Tugas paper
Tugas paperTugas paper
Tugas paperHafdalia
 
Budidaya Pakan Alami secara massal
Budidaya Pakan Alami  secara massalBudidaya Pakan Alami  secara massal
Budidaya Pakan Alami secara massalBatar Siahaan
 
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtpptpembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt01APandunusa
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)fadlidera
 
Pembenihan lobster air tawar
Pembenihan lobster air tawarPembenihan lobster air tawar
Pembenihan lobster air tawarAlfarico Rico
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)fadlidera
 
64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larvaYuga Rahmat S
 
Budidaya pembenihan ikan hias
Budidaya pembenihan ikan hiasBudidaya pembenihan ikan hias
Budidaya pembenihan ikan hiasgede jovial
 
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...MeltaRiniFahmi
 
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fish
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding FishBudidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fish
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fishmahfudawaludin2
 

Similar to SEABASS LARVAL REARING (20)

Pembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macanPembenihan ikan kerapu macan
Pembenihan ikan kerapu macan
 
Pembenihan Ikan Karper
Pembenihan Ikan KarperPembenihan Ikan Karper
Pembenihan Ikan Karper
 
Budidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalahBudidaya kakap makalah
Budidaya kakap makalah
 
Budidaya Lele
Budidaya LeleBudidaya Lele
Budidaya Lele
 
pembenihan lele .pptx
pembenihan lele .pptxpembenihan lele .pptx
pembenihan lele .pptx
 
jumlah telur pisces
jumlah telur piscesjumlah telur pisces
jumlah telur pisces
 
Jojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasiJojo subagja semah domestikasi
Jojo subagja semah domestikasi
 
Tugas paper
Tugas paperTugas paper
Tugas paper
 
Budidaya Pakan Alami secara massal
Budidaya Pakan Alami  secara massalBudidaya Pakan Alami  secara massal
Budidaya Pakan Alami secara massal
 
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtpptpembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt
pembenihan-ikan-lele-dumbo bfrghgrhhgtppt
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
 
Pembenihan lobster air tawar
Pembenihan lobster air tawarPembenihan lobster air tawar
Pembenihan lobster air tawar
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
 
64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva64 reproduksi perkembangan larva
64 reproduksi perkembangan larva
 
Budidaya Kodok
Budidaya KodokBudidaya Kodok
Budidaya Kodok
 
Budidaya pembenihan ikan hias
Budidaya pembenihan ikan hiasBudidaya pembenihan ikan hias
Budidaya pembenihan ikan hias
 
1299 2564-1-pb
1299 2564-1-pb1299 2564-1-pb
1299 2564-1-pb
 
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
01-Fish Domestication.pptx merupakan materi pembelajaran terkait upaya domest...
 
Nilaaaaa
NilaaaaaNilaaaaa
Nilaaaaa
 
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fish
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding FishBudidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fish
Budidaya Ikan Guppy. How To Breeding Fish
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

SEABASS LARVAL REARING

  • 1. Oseana, Volume XVI, Nomor 4 : 21 - 29 ISSN 0216-1877 PEMIJAHAN DAN PEMELIHARAAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) Oleh Mayunar 1) ABSTRACT THE SPAWNING AND LARVAL REARING OF SEABASS, Lates calcarifer. The seabass (Lates calcarifer), also know locally as kakap, is an economically impor-tant food fish in the tropical and subtropical regions. Owing to its fast growth, delicate-flavoured flesf high market value and availability of fry from artificial breeding, the fish is cultured either in inland earthen pond or in floating net-cage in coastal water. Three methods were used in spawning, i.e. natural, stripping/artificial farti-lization and induced. Induced spawning is one method using a single intramuscular injection of either and analogue of the Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRHaj, Puberogen or Human Chorionic Gonadotropin (HCG) with dosage ranges between 25 -. 15 ug/kg, 200 Ill/kg and 250 - 500 IU/kg body weight. Fiberglass and concrete tank of 1,3 and 10 ton in valume were used for larval rearing of seabass. The larvae were fed with rotifer (Branchionus plicatilis), Artemia, Daphnia/Moina and Acetes/Trash fish. Light intensity, salinity, ammonia, nitrite, water temperature, dissolved oxygen, stocking density, quantity and quality of food are important factors in larval rearing of seabass (Lates carcarifer). PENDAHULUAN Ikan kakap biru snapper (Lutjanus sanguineus) dan kehijauan gelap/seabass/giant seaperc Ikan kakap putih (Lates calcarifer) (Lates calcarifer). Walaupun namanya sama, merupakan ikan yang sangat digemari oleh tetapi kedua jenis ini berlainan suku, masyarakat luas, tidak saja di Indonesia, kakap merah dari suku Lutjanidae dan lain-melainkanjugadinegara- negaraAsialainnya nya dari suku Centropomidae (ASIKIN dan Australia. Jenis ikan kakap di Indonesia 1985). banyak, diantaranya kakap merah/blood Pembenihan kakap putih (Lates calca-rifer) mulai diusahakan di Thailand pada tahun 1971 (T ATT ANON and MANEE-WONGSA 1982) dan Malaysia tahun 1982 (RUANGPANIT 1984), sedangkan di Indo-nesia di mulai tahun 1987. Penyediaan benih yang tepat, baik dalam jumlah, waktu, maupun mutu menjadi faktor utama untuk menjamin kelangsung-an usaha pembesaran ikan kakap. Dewasa ini produksi benih ikan dari larva sampai mencapai ukuran finger ling (tokolan) ma-sih sangat rendah. Diduga larva dibawah umur 3 minggu kondisinya masih leniah, sehingga mudah terserang hama/penyakit dan dimangsa oleh ikan yang lebih besar (RUSSEL et al 1987). Usaha untuk memper-cepat pertumbuhan dan mempertinggi kelu-lus hidupan benih, parameter lingkungan yang tepat harus tersedia dalam air. Kemun-duran mutu air dapat mengakibatkan kema-tian, hambatan pertumbuhan, timbulnya hama/penyakit, pengurangan rasio konversi pakan, serta menurunnya mutu daging ikan (HIRAYAMA 1974, BO YD 1979). Pesatnya kemajuan budidaya ikan ka-kap putih pada tanibak dan kurung apung, baik secara tradisional, semi maupun inten-sip akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya adalah ketersediaan benih dan pengelolaan mutu air. Secara alami produksi benih ikan kakap dari ukuran larva sampai ukuran fingerling masih sangat rendah. Mengingat kemungkinan pengembang-an usaha pembesaran ikan kakap, baik di-tanibak maupun dikurung apung, usaha pem-benihan merupakan faktor utama untuk
  • 2. menunjang usaha tersebut. Berdasarkan ma-salah ini, penulis mencoba menyajikan cara pemijahan dan pemeliharaan larva kakap putih (Lates calcarifer). PEMELIHARAAN INDUK, PEMIJAHAN DAN PEMBUAHAN Pemeliharaan Induk Induk ikan kakap yang baru diperoleh dari alam diseleksi menurut jenis dan ukur-annya. Bentuk induk jantan lebih langsing dan beratnya lebih ringan bila dibanding-kan dengan induk betina, meskipun badan-nya sama panjang. Induk kakap yang dipeli-hara dalam kurung apung diperairan pantai, juga harus diseleksi untuk keperluan pemi-jahan. Pilihlah induk-induk kakap yang sehat (tidak sakit, tidak luka, memiliki sperma atau telur yang baik) serta umur jantan dan betina kurang lebih sama. Dean kakap yang agak kecil dapat dija-dikan induk dan harus dipelihara dengan baik dalam kurung apung dengan ketentu-an sebagai berikut:  Ukuran jaring 2 x 2 x 2 m untuk ukuran ikan 100 gram dengan kepadatan 300 - 500 ekor/jaring.  Ukuran ikan 100 - 200 gram, ukuran jaring 5 x 5 x 3 m dengan kepadatan 50 sampai 100 ekor/m .  Dean ukuran 3 kg, kepadatan 50 — 80 ekor per jaring.  Makanan berupa ikan rucah, udang, cumi- cumi dan Iain-lain dengan konversi pakan 2 — 3 % dari total biomas.  Ukuran induk jantan 2 — 2,5 tahun dan betina 3—4 tahun.  Kematangan telur ditentukan oleh sampel yang menggunakan polyethyline canula (diameter 1,5 - 2,5 mm). Telur yang niatang berbentuk seragam, spherical dan tidak melekat, rata-rata diameter 0,45 mm atau lebih.  Musim pemijahan, abdomen dari betina lebih gelap dan genital membuka serta ukurannya bundar dan abdomen jantan lebih terang. Pemijahan Menurut BARLOW (1981) metoda pemijahan pada ikan kakap putih (Lates calcarifer) dibagi atas 3 yaitu : pemijahan alami (Natural spawning), pemijahan (Strip-ping atau artificial fertilization) dan penyun-tikan (induced spawning). Natural spawning atau pemijahan alami dalam bak/tangki pemeliharaan biasa-nya berlangsung sama seperti pada pemijah-an yang terjadi diperairan terbuka. Pemijah-an diperairan terbuka berlangsung dari bu-lan April sampai akhir bulan September. Waktu pemijahan dalam bak berlangsung antara jam 20.00 — 24.00 pada bulan pur-nama. Telur yang dibuahi mengapung diper-mukaan, sedangkan yang tidak dibuahi tenggelam ke dasar bak. Kemudian telur yang mengapung dikoleksi dan dipindahkan kedalam bak-bak penetasan. Guna melin-dungi perkembangan telur secara layak, salinitas harus dipertahankan 25—32 °/oo dan temperatur 27 — 30 °C. Beberapa fak-tor yang dapat mempengaruhi keberhasilan/ kegagalan dalam pemijahan adalah pakan, mutu air (oksigen terlarut, pH, salinitas) dan ukuran induk. Stripping atau pemijahan dengan cara pemijatan merupakan cara yang baik untuk memperoleh produksi benih secara besar-besaran. Induk jantan yang digunakan ber-ukuran 2 — 5 kg dan betina 3 — .7 kg. Untuk melakukan pemijatan diperlukan 2 orang, satu orang memegang induk kakap diatas sebuah wadah dan seorang lagi mengeluar-kan telur dengan jalan pemijatan perut ikan perlahan-lahan dari depan kebelakang de-ngan ibu jari dan telunjuk. Pemijatan induk jantan juga sama dengan induk betina, spefma disimpan dalam ice box (dapat disimpan selama 5 hari).
  • 3. Tanda-tanda sperma yang baik tidak meng-gumpal dan tidak melekat pada plasma, apabila dipijat spermanya akan keluar de-ngan mudah dan bila dilihat dibawah mikros-kop mereka bergerak secara aktif dan cepat. Setelah sperma dan telur dikeluarkan dari induknya segera dicampur dalam sebuah wa-dah, lalu diaduk dengan bulu ay am. Kemu-dian telur yang sudah dibuahi dicuci dengan air laut bersih berulang- ulang. Cara pem-buahan demikian sering disebut dengan "dry method of eggs fertilization". Induce spawning atau pemijahan de-ngan suntikan menggunakan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin), Pubero-gen dan LHRHa (Luteinizing Hormone Releasing Hormone Analoque). Hormon ter-sebut disuntikan secara intramusculer lebih kurang 3-4 cm dibawah sirip dorsal. Menurut LIM et al (1986) dosis yang digunakan tergantung pada jenis hormon-nya. Untuk hormon HCG 250 IU/kg berat badan (betina) dan 100 (IU/kg (jantan), Puberogen 200 IU/kg (jantan dan betina), sedangkan hormon LHRHa adalah 75 kg ug/kg (betina) dan 40 ug/kg (jantan). Pada Sub Balitdita Bojonegara-Serang menggu-nakan hormon HCG dengan dosis 250 IU/kg (jantan dan betina) untuk penyuntikan I dan 500 IU/kg penyuntikan II, sedangkan hormon LHRHa dengan dosis 50 ug/kg (jantan dan betina) baik untuk penyuntik-an I dan II. Interval penyuntikan I dan II lebih kurang 12 jam (Lampiran 1). Pembuahan Telur yang sudah dibuahi berbentuk bundar, permukaannya licin, transparan dan berdiameter 0,69 — 0,80 mm. Mereka saling melekat dan apabila dalam kelompok ber-warna kuning muda atau keemasan. Dalam telur terdapat gelembung minyak dengan diameter 0,20 - 0,23 mm. Telur yang dibuahi ditempatkan keda-lam bak penetasan yang sebeluninya dicuci dengan larutan acriflavine 5 ppm sebanyak 2-3 kali. Bak diisi air laut bersih dengan salinitas 28-32 °/oo dan diaerasi dari dasar. Setelah telur dibuahi, 35 menit kemudian dimulai perkembangan embryonic. Dimulai dari stadium 1 sel, kemudian berturut-turut menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel, 128 sel, prablastula, blastula, gastrula, neurula dan kemudian meningkat menjadi embryo yang sudah berkepala dengan bola mata dan tunas ekornya. Bebe-rapa menit kemudian jantungnya mulai berfungsi, ekornya tumbuh dan badannya mulai bergerak-gerak, sampai akhirnya telur itu menetas. Penetasan telur kakap putih sangat dipengaruhi oleh temperatur air dan sali-nitas. Pada temperatur 30 — 32 °C menetas setelah 12-14 jam, temperatur 27 °C menetas setelah 17 jam. Sedangkan salini-tas yang baik untuk penetasan berkisar an-tara 25 - 34 °/oo. PEMELIHARAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA Pemeliharaan Larva Penieliharaan larva ikan kakap dilaku-kan' dalam bak pemeliharaan atau circular fibre glass tank (diameter 1,4 dan tinggi 0,8 m) atau Rectangular concrete tank (5 x 2 x 1 m atau 2 x 1,5 x 1 m). Bak-bak diisi air laut bersih dan diberi aerasi secukup-nya. Untuk menekan peningkatan kadar amonia didalam tangki pemeliharaan, diino-kulasikan Chlorella atau Tetraselmis, Kepa-datan yang ideal untuk Chlorella adalah 50 x 10 sel/ml dan untuk Tetraselmis 5 x 104 sel/ml. Chlorella dan Tetraselmis juga berfungsi sebagai pakan rotifer didalam tangki (ANONYMOUS 1985). Pembersihan tangki harus dilakukan secara periodik dengan menggunakan sipon. Bila larva ikan berumur 7-20 hari, dasar tangki harus dibersihkan setiap 2 hari, se-dangkan larva berumur diatas 21 hari pem-bersihan dasar tangki dilakukan setiap hari. Umur larva dibawah 7 hari tidak me-merlukan pergantian air, sedangkan umur larva 7-15 hari memerlukan pergantian air 20 - 30 % dan larva berumur 15 hari ke-atas pergantian air 50 - 60
  • 4. %. Pergantian air tidak boleh dilakukan sekaligus, tetapi se-dikit demi sedikit dengan cara mengalirkan air bersih. Disamping hal-hal diatas yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan mutu air dalam tangki pemeliharaan seperti in-tensitas cahaya, temperatur, pH, oksigen terlarut, salinitas, amonia dan nitrit. Menu-rut BO YD and LINCHOPPLER (1979) pertumbuhan ikan baik pada temperatur 25 - 32 °C, pH 6,5 - 9 dan oksigen terla-rut diatas 5 ppm. Selanjutnya RUSSEL et al (1987) menytakan temperatur yang baik untuk pemeliharaan larva kakap (Lates calcarifer) berkisar 26 — 30 °C dan optimal 28 °C, pH 7,5 - 8,6 dan amonia dibawah 0,1 ppm. Pakan dan cara pemberiannya Jasad pakan yang diberikan pada larva kakap putih (Lates calcarifer) adalah rotifer, artemia, daphnia/moina, acetes dan daging ikan (trash fish). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema dibawah ini: Menurut CHEONG dan YENG (1986) kepadatan jasad pakan yang diberikan ter-gantung pada uniur larva. Larva umur 2 hari diberikan rotifer 2-3 ind./ml, umur 3-10 hari (3-5 ind./ml), umur 11-15 had (5-10 ind./ml), umur 13-20 hari (10 ind./ml + artemia 0,5 — 1,0 ind./ml), umur 18-20 hari dapat ditambhakan moina (0,10-0,15 ind./ml) dan umur diatas 21 hari dapat diberikan Acetes atau daging ikan cacahan. Sedangkan di Sub Balitdita Bojo-negara - Serang, pemberian jasad pakan rotifer dimulai pada umur 2 hari dengan kepadatan 10 ind,/ml sampai umur 14 hari, dimana setiap hari kepadatan rotifer diper-tahankan 10 ind./ml. Sedangkan mulai hari ke-15 ditambah dengan Artemia dengan kepadatan 1—2 ind./ml dan setelah umur diatas 30 hari diberikan cacahan daging ikan. CHOMDEJ (1986) menyatakan bahwa pemberian niakanan pada larva kakap dapat dimulai hari ke 2 setelah penetasan dengan rotifer (10-20 ind./ml). Mulai harike 8-14 ditambah dengan nauplii artemia 1—2 in./ ml, hari ke 15-20 ditambah 4-5 ind./ml, hari 20-30 artemia 6-7 ind./ml dan mulai umur 25 hari sudah dapat diberikan daging ikan. Pertumbuhan Larva Benih kakap yang baru menetas di-sebut larva (kebul) berukuran 1,5 — 2,0 mm dengan sebuah kantung kuning telur dan satu gelembung minyak pada bagian depannya. Tubuh larva langsing, berwarna pucat, mata, anus dan sirip ekornya sudah kelihatan dan mulutnya masih tertutup. Posisi larva dalam air membentuk sudut 45 — 90 derajat, mereka cenderung berada di permukaan air dan disudut-sudut tangki pemeliharaan. Setelah umur 3 hari, mulutnya mulai membuka dan siap untuk memakan niakan-an tambahan dari luar (rotifer). Sampai umur 7 hari masih berwarna pucat dan ber-angsur-angsur
  • 5. berubah dan setelah umur 19—20 hari terjadi metamorfosa yaitu ber-warna gelap dengan garis-garis tegak pada bagian tubuh tertentu. Kemudian setelah umur 20 hari, warnanya berubah menjadi kecoklatan dan garis-garis tegaknya kelihat-an jelas sebanyak 3 buah (1 pada pangkal ekor, 1 antara sirip punggung yang lunak dan 1 lagi diatas kepala). Dalam waktu sebulan larva berubah jadi juwana (burayak), kemudian umur 3 - 5 bulan m'enjadi gelondongan dan dapat bergerak dengan aktif dan mulai tumbuh dengan cepat. Karena ikan kakap bersifat kanibal, niaka perlu dilakukan seleksi atau penyortiran terhadap ukuran larva. Seleksi bisa dimulai pada niinggu kedua (umur 15 hari) dengan nienggunakan saringan atau jaringan dengan bermacam-macam ukuran, sehingga berbagai ukuran benih dapat di-pisahkan dengan mudah. Pertumbuhan dan kelulushidupan ka-kap putih dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam. Faktor dalam meliputi genetis, umur dan jenis. Sedangkan faktor luar sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan/kualitas air dan kepadatan. Kualitas air berpengaruh pada kelulushidupan, reproduksi, pertum-buhan dan produksi (Lampiran 2). KESIMPULAN Dari hasil uraian diatas mengenai pe-mijahan dan pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) dapat diambil bebe-rapa kesimpulan :  Pemijahan ikan kakap dapat dibagi atas pemijahan alami, stripping dan penyun- tikan.  Hormon yang digunakan dalam pemijah an ikan kakap adalah HCG, Puberogen dan LHRHa.  Ukuran induk jantan pemijahan minimal berumur 2 — 2,5 tahun dan betina 3 - 4 tahun.  Pemeliharaan larva kakap putih dapat di lakukan dalam circular fibre glass tank atau rectangular concrete tank.  Jasad pakan yang diberikan pada larva kakap putih adalah rotifer, artemia, daphnia/rnoina dan acetes atau daging ikan.  Faktor lingkungan yang harus diperhati- kan dalam pemijahan dan pemeliharaan larva kakap adalah salinitas, pH, oksigen terlarut, temperatur, ammonia dan nitrit. Lampiran 1. Tabel 1. Hasil pemijahan ikan kakap putih (Lates calcarifer) di Sub Balai Penelitian Budi-daya Pantai Bojonegara – Serang
  • 6.
  • 7. Lampiran 2. Tabel 2. Standart kepadatan dan pertumbuhan larva kakap putih {Lates calcarifer) berdasarkan umur. Tabel 3. Pengaruh kepadatan terhadap kelulushidupan larva kakap putih (Lates calcarifer).
  • 8. DAFTAR PUSTAKA ANONYMOUS. 1985. Pembenihan ikan la-ut. Seri ke Delapan. Kerjasama Sub Ba-litdita Bojonegara - Serang dengan JICA: 20 pp. ASIKIN. 1985. Budidaya ikan kakap. Seri Perikanan No. XVII/119/85. Penerbit Penebar Swadaya : 58 pp. BARLOW, C.G. 1981. Breeding and Larval rearing of hates calcarifer (Bloch) in Thailand. Sidney. N.S.W. 2000. Austra-lia : 7 pp. BOYD, C.E. 1979. Water quality in warm-water fish ponds. Agricultural Auburn University. Alabama : 359 pp. BOYD, C.E. and L. LINCHKOPPLER. 1979. Water quality management in pond fish culture. Series No. 22. Aubrun Uni-versity. Alabama: 30 pp. CHEONG, L and L. YENG. 1986. Status of seabass (hates calcarifer) culture in Singapore. Proceeding of a International workshop held at Darwin, N.T. Australia. 24 – 30 September 1986 : 65 - 68. CHOMDEJ, W. 1986. Technical manual for seed production of seabass. National Institute of Coastal Aquaculture. Kaw-Seng, Songkhla. Thailand : 49 pp. HIRAYAMA, K. 1974. Water and waste-water technology. John Wiley & Sons. New York 504 pp. LIM, L.C., H.H. HENG and H.B. LEE. 1986. The induced breeding of seabass (hates calcarifer) in Singapore. Singapore J. Pri. Ind. 14 (2): 81 -95. MANEEWONG, S. 1986. Research on the nursery stages of seabass (hates calcari-fer) in Thailand. Proceding of a Interna-tional wlrkshop held at Darwin, N.T. Australia. 24 30 September 1986 : 138-141. RUANGPANIT, N. 1984. Fry production on seabass hates calcarifer, at NIC A in 1983. Report of Thailand and Japan Joint Coastal Aquaculture Research Pro-ject No. 1:7 12. RUSSEL, D.J., J.J. O. BRIEN and C. LONG-HERT. 1987. Barramundi egg and larval culture. Australian Fisheries. Jul. 1987 : 26 - 29. TATTANON, T. and S. MANEEWUNGSA. 1982. Larval rearing of seabass. Report of training courses on seabass spawning and larval rearing. South China sea Fisheries Development and Coordinating Programme : 29 - 30.
  • 9. JURNAL PEMIJAHAN IKAN KAKAP OLEH : NAMA : LA LILI NIM : 912.O1.O8