Dokumen tersebut membahas tentang dampak pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) bagi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia dan solusi untuk memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) sektor tersebut. ACFTA berpotensi meningkatkan impor dan defisit neraca perdagangan Indonesia serta mengancam 10 sektor industri. Namun, perjanjian ini juga membuka peluang pasar besar 1,7 miliar konsumen dengan nilai perdagangan US$
1. PENGUATAN SDM KUMKM
SOLUSI DAMPAK ACFTA
Dissampaikan pada diskusi HU Pikiran Rakyat, Juli 2010
2. ACFTA
Free Area Trade bentuk kerjasama ekonomi
regional dimana perdagangan produk-produk
orisinal negara-negara anggotanya tidak
dipungut bea masuk atau bebas bea masuk.
Internal tarif negara anggotanya 0%,
sedangkan masing-masing negara memiliki
”external tarif” sendiri-sendiri.
3. Skema ACFTA
Normal
Track
2005-
2010,
Sensitive
Track.
Penanda Early
tangana Harvest
n, 2002 Package
of
Products
2004-
2006,
4. Ancaman
Penerapan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade
Agreement/FTA) diperkirakan, angka impor Indonesia akan
membengkak mencapai 104,038 miliar dollar AS dibandingkan
tahun 2009 yang hanya 68,6 miliar dollar AS.
Pada periode 2004-2008 neraca perdagangan tumbuh negatif
dengan rerata pertumbuhan -17,96% di mana sektor manufaktur
berkontribusi paling besar terhadap defisit tersebut dengan
pertumbuhan -11,69%.
Dalam kurun waktu yang sama pertumbuhan ekspor rata-rata
hanya mencapai 17,18%, jauh di bawah rerata pertumbuhan
impor yang mencapai 25,83% sehingga berpotensi menjadikan
Indonesia sebagai negara net importer.
Ada 10 sektor industri nasional yang berpotensi gulung tikar,
yakni tekstil, makanan dan minuman, petrokimia, peralatan
pertanian, alas kaki, fiber sintetik, elektronik (kabel, perlatan
listrik), permesinan, jasa engineering dan sektor-sektor lain yang
terkena dampak, serta besi baja.
5. “Hantu” China
Neraca perdagangan Indonesia-China mengalami defisit US
$3,61 milyar pada tahun 2008. Perdagangan di sektor
manufaktur mencapai defisit terbesar yakni US $7,61 milyar
pada tahun 2008.
Dengan bea masuk (BM) 8,097 pos tarif dari 17 sektor
industri dibebaskan menjadi 0%, sejak 1 Januari 2010.
Produk China akan mengancam lebih 10 jenis komoditi
karena harga lebih murah akibat praktek dumping yang
dilakukan China.
Produk China masuk ke segmen pasar menengah ke bawah
dan mudah menyingkirkan produk dosmetik terutama buah-
buahan dan hortikultura lainnya, perikanan, makanan
minuman, obat-obatan, jamu-jamuan, kosmetik, pakaian jadi,
alas kaki, mebel, keramik, barang kerajinan, dan sebagainya.
6. Peluang
ACFTA itu akan menciptakan kawasan dengan
1,7 miliar konsumen,
Kawasan dengan produk domestik bruto (PDB)
sekitar US $2,0 triliun dan total perdagangan
setiap tahunnya mencapai nilai US $1,23 triliun.
Anggota ASEAN dan Cina terbebas dari pajak
atas 7.000 kategori komoditi mulai 1 Juli lalu dan
memberikan status bebas bea bagi semua
komoditi tersebut dalam perdagangan bilateral
pada 2010.
7. Kekuatan
Resesi ekonomi pada awal
1980-an,
Krisis moneter 1997/1998, Pengalaman
dan Gambaran
Daya tahan
Krisis energi dan pangan pada Ekonomi
2006-2007, Nasional
Krisis keuangan global
2008/2009,
8. Kelemahan
Bangsa “cepat lupa” dengan nasionalisme rendah;
Lambatnya revitalisasi industri;
Lemahnya faktor pembentuk daya saing industri;
Pragmatisme dalam pengamnbilan kebijakan
ekonomi.
9. Kemiskinan
Krisis Ekonomi Pengangguran Krisis Ekonomi
1998 Ketergantungan 2008
Krisis Ekonomi Krisis Ekonomi
Asia Global
10. Apa peran KUMKM bagi ekonomi bangsa?
Gulbiten dan Taymaz (2000) menyatakan bahwa
usaha kecil dan menengah menjadi elemen
penting dalam pengembangan dan perencanaan
konsep industrialisasi di negara berkembang
sebab karakteristik teknologi usaha kecil dan
menegah yang bersifat padat karya menjadi
faktor penting dalam penyerapan tenaga kerja.
Batra dan Tan (2003) yang melakukan studi
di negara-negara berkembang menemukan
bahwa peranan usaha kecil dan menengah
dalam perekonomian semakin penting dilihat
dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan dan
peluang peningkatan pendapatan.
11. • Usaha mikro dan kecil unit usaha (99,1%) dan penyerapan tenaga kerja
(84,4%).
• Usaha besar dan menengah, yang jumlah unit usahanya hanya 0,9%,
menyerap 15,5%
Perbandingan Daya
0,2 Besar 108 9,6%
Usaha 19 5,9%
Menengah
0,7
3 21,9%
15,8 Kecil
2 62,5%
83,3 Mikro
Sumber: Diolah dari BPS, Sensus Ekonomi 2006
12. UMKM sebanyak 99,9%
yang menyerap tenaga
kerja sebesar 84,4%
hanya menikmati 37,6%
kue nasional, dan realisasi
kredit perbankan di bawah
30%
13.
14. SDM KUMKM DAN ACFTA
Bertahan di Pasar Dukung oleh: SDM Mempercepat
Lokal dan yang tangguh dan penciptaan kelompok
Optimalkan Peluang kompeten Wirausaha Baru
Perluas kesempatan
Bangun “Technology
Perkuat Daya saing kelompok muda
and Knowledge
Sektor Rill mengakses
Based Economy”
pendidikan
Melalui; (a)
Infrastruktur (b) Libatkan masyarakat
Revitalisasi Sektor
pembiayaan murah, dalam program
KUMKM
(c) reformasi rekayasa sosial
perijinan
15. Masalah SDM KUMKM
SDM KUMKM terbentuk tidak sistimatis;
Kebijakan pemerintah lebih bersifat reaktip
(short term) belum berpikir jangka panjang;
Citra koperasi sebagai lembaga ekonomi
berbasis masyarakat
Sistem pendidikan yang belum pro
“entrepreneuship”
16. “Di atas sendi [cita-cita tolong menolong]
dapat didirikan tonggak demokrasi. Tidak
lagi orang seorang atau satu golongan kecil
yang mesti menguasai penghidupan orang
banyak seperti sekarang, melainkan
keperluan dan kemauan rakyat yang banyak
harus menjadi pedoman perusahaan dan
penghasilan”.
(Bung Hatta, 1932)