PPKI membentuk berbagai badan dan lembaga untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia seperti menetapkan Undang-Undang Dasar 1945, membentuk pemerintahan, dan badan-badan pendukung seperti Komite Nasional, partai politik, dan Badan Keamanan Rakyat.
1. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah berdiri
BPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan,
maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) (独立準備委員会Dokuritsu Junbi Inkai?, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada
tanggal 7 Agustus1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Badan ini merupakan badan yang
dibentuk sebelum MPR dibentuk.[1].
Keanggotaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar anggota BPUPKI-PPKI
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang
dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1
orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut[2][3]:
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu[5] :
2. 1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Persidangan
Tanggal 9 Agustus1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan
tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan
tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana
rapat 16 Agustus1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok[6].
Sidang 18 Agustus 1945
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus1945, PPKI mengadakan sidang di bekas Gedung
Road van Indie di Jalan Pejambon.[7]
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum disahkan, terdapat perubahan dalam UUD 1945, yaitu:
1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
3. Pada pembukaan alenia keempat anak kalimat Menurut kemanusiaan yang adil dan
beradab diganti menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan
beragama Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli.
Memilih dan Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Sewaktu sidang PPKI membahas rencana UUD Bab III Otto Iskandarnita mengusulkan agar
siding pemilihan Presiden dan wakil Presiden dilakukan secara aklamasi. Ia mengajukan calon Ir.
Soekarno menjadi presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Semua anggota
menerima secara aklamasi, sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.Tugas Presiden
sementara dibantu oleh Komite Nasional sebelum dibentuknya MPR dan DPR
Pembentukan komite nasional
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 maka dibentuklah Komite
Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP
diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo.Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus
3. 1945.Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan.Namun, kemudian diperluas
tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif.Wewenang
KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945.Dalam rapat tersebut,
wakil presiden Drs. Moh.Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya
meliputi hal-hal berikut.
a. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undang-
undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah
Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari
tingkat pusat sampai daerah.Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional
Indonesia. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Komite Nasional Indonesia Pusat
Sidang 19 Agustus 1945
PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus1945.[8]
Membentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kabinet Presidensial
Membentuk Pemerintahan Daerah
Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur.
No. Provinsi Nama Gubernur
1 Sumatera
Mr. Teuku Muhammad Hasan
2 Jawa Barat Mas Sutardjo Kertohadikusumo
3 Jawa Tengah
Raden Pandji Soeroso
4. 4 Jawa Timur
R. M. T. Ario Soerjo
5 Sunda Kecil
I Gusti Ketut Pudja
6 Maluku
Mr. Johannes Latuharhary
7 Sulawesi
Dr. G. S. S. Jacob Ratulangi
8 Borneo
Ir. H. Pangeran Muhammad Noor
Sidang 22 Agustus 1945
Membentuk Komite Nasional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Komite Nasional Indonesia Pusat
5. Membentuk Partai Nasional Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Partai Nasional Indonesia
Membentuk Badan Keamanan Rakyat
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertujuan agar tidak memancing permusuhan
dengan tentara asing di Indonesia. Anggota BKR adalah himpunan bekas anggota PETA, Heiho,
Seinendan, Keibodan, dan semacamnya.
C. Terbentukna Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik
Indonesia serta Kelengkapannya
Negara RI yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya belum sempurna
sebagai suatu negara.Oleh karena itu langkah yang diambil oleh para pemimpin negara melalui
PPKI adalah menyusun konstitusi negara dan membentuk alat kelengkapan negara.Untuk itu
PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus
1945, dan 22 Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, muncul permasalahan yang disampaikan
oleh wakil dari luar Jawa, di antaranya Mr. Latuharhary (Maluku), Dr. Sam Ratulangi
(Sulawesi), Mr. Tadjudin Noor dan Ir. Pangeran Noor (Kalimantan), dan Mr. I Ktut Pudja (Nusa
Tenggara) yang menyampaikan keresahan penduduk non-Islam mengenai kalimat dalam Piagam
Jakarta yang nantinya akan dijadikan rancangan pembukaan dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Kalimat yang dimaksud adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariah Islam bagi para pemeluknya”, serta “syarat seorang kepala negara haruslah seorang
muslim”. Untuk mengatasi masalah tersebut Drs. Mohammad Hatta beserta Ki Bagus
Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singadimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan
membicarakannya secara khusus. Akhirnya dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih
luas dan menegakkan Negara Republik Indonesia yang baru saja didirikan, rumusan kalimat
yang dirasakan memberatkan oleh kelompok non-Islam dihapus sehingga menjadi berbunyi “
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan syarat seorang kepala negara adalah orang Indonesia asli.
Untuk memahami hasil sidang secara lengkap, maka perhatikan tabel 11.2 berikut.
7. 1 . Pembentukan Komite Nasional
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 maka dibentuklah Komite
Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP
diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo.Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus
1945.Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan.Namun, kemudian diperluas
tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif.Wewenang
KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945.Dalam rapat tersebut,
wakil presiden Drs. Moh.Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya
meliputi hal-hal berikut.
a. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undang-
undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah
Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari
tingkat pusat sampai daerah.Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional
Indonesia.
2 . Pembentukan Partai Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk yang ketiga kalinya dan menghasilkan
keputusan antara lain pembentukan Partai Nasional Indonesia, yang pada waktu itu dimaksudkan
sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia (partai tunggal). Dalam perkembangannya
muncul Maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang memutuskan bahwa gerakan dan persiapan
Partai Nasional Indonesia ditunda dan segala kegiatan dicurahkan ke dalam Komite Nasional.
Sejak saat itu, gagasan satu partai tidak pernah dihidupkan lagi.Demi kelangsungan kehidupan
demokrasi, maka KNIP mengajukan usul kepada pemerintah agar rakyat diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik.Sebagai tanggapan atas usul tersebut, maka pada
tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah yang pada intinya
berisi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.Maklumat itu
8. kemudian dikenal dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.Partai politik yang
muncul setelah Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain
Masyumi, Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata,
Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan PNI.
3 . Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga
Korban Perang (BPKKP), yang merupakan induk organisasi yang ditujukan untuk memelihara
keselamatan masyarakat.BKR tugasnya sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di
bawah koordinasi KNI Daerah.Para pemuda bekas anggota Peta, KNIL, dan Heiho segera
membentuk BKR di daerah sebagai wadah perjuangannya.Khusus di Jakarta dibentuk BKR
Pusat untuk mengoordinasi dan mengendalikan BKR di bawah pimpinan Kaprawi.Sementara
BKR Jawa Timur dipimpin Drg. Moestopo, BKR Jawa Tengah dipimpin Soedirman, dan BKR
Jawa Barat dipimpin Arudji Kartawinata. Pemerintah belum membentuk tentara yang bersifat
nasional karena pertimbangan politik, mengingat pembentukan tentara yang bersifat nasional
akan mengundang sikap permusuhan dari Sekutu dan Jepang. Menurut perhitungan, kekuatan
nasional belum mampu menghadapi gabungan Sekutu dan Jepang.Sementara itu para pemuda
yang kurang setuju pembentukan BKR dan menghendaki pembentukan tentara nasional,
membentuk badan-badan perjuangan atau laskar bersenjata.Badan perjuangan tersebut misalnya
Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Barisan Pemuda
Indonesia (BPI), dan lainnya.Selain itu para pemuda yang dipelopori oleh Adam Malik
membentuk Komite van Actie.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya
Tentara Keamanan Rakyat (TKR).Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi.Berdasarkan
maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh Oerip
Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta.Di Pulau Jawa terbentuk 10 Divisi dan di
Sumatra 6 Divisi.Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan yang begitu cepat
memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk mengatasi segala persoalan akibat
perkembangan tersebut.Supriyadi yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak
pernah muncul. Pada bulan
9. November 1945 atas prakarsa dari markas tertinggi TKR diadakan pemilihan pemimpin tertinggi
TKR yang baru.Yang terpilih adalah Kolonel Soedirman, Komandan Divisi
V/Banyumas.Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945, Soedirman dilantik sebagai
Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Oerip Soemohardjo tetap menduduki jabatan lamanya sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan
pangkat Letnan Jenderal (Letjen).Terpilihnya Soedirman merupakan titik tolak perkembangan
organisasi kekuatan pertahanan keamanan.Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi
Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Pada bulan Juni 1947 nama TRI berubah menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Sampai dengan pertengahan 1947, bangsa Indonesia telah berhasil
menyusun, mengonsolidasikan dan sekaligus mengintegrasikan alat pertahanan dan
keamanan.TNI bukanlah semata-mata alat negara atau pemerintah, melainkan alat rakyat, alat
“revolusi” dan alat bangsa
Indonesia.
Komite Nasional Indonesia Pusat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Komite Nasional Indonesia Pusat (sering disingkat dengan KNIP) dibentuk berdasarkan Pasal
IV, Aturan Peralihan, Undang-Undang Dasar 1945 dan dilantik serta mulai bertugas sejak
tanggal 29 Agustus1945 sampai dengan Februari1950.[1] KNIP merupakan Badan Pembantu
Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan
dan daerah-daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[2]
KNIP ini diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia, sehingga tanggal
pembentukannya diresmikan menjadi Hari Jadi Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia.[1]
Daftar isi
1 Pimpinan dan anggota
2 Badan Pekerja
3 Maklumat Wakil Presiden
4 Sidang-sidang
5 Referensi
o 5.1 Sumber
o 5.2 Lihat pula
Pimpinan dan anggota
10. Anggota KNIP terdiri dari 137 orang, dimana yang bertindak sebagai pimpinan adalah:[1][2]
Mr. Kasman Singodimedjo - Ketua
M. Sutardjo Kartohadikusumo - Wakil Ketua I
Mr. J. Latuharhary - Wakil Ketua II
Adam Malik - Wakil Ketua III
Badan Pekerja
Berhubung dengan keadaan dalam negeri yang genting, pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan
oleh satu Badan Pekerja, yang keanggotaannya dipilih dikalangan anggota, dan bertanggung
jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) ini diketuai oleh Sutan Sjahrir dan
beranggotakan 28 orang.[3][4]
Maklumat Wakil Presiden
Atas usulan KNIP, dalam sidangnya pada tanggal 16-17 Oktober1945 di Balai Muslimin,
Jakarta[3], diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (dibaca : eks) Tanggal 16
Oktober1945, yang dalam diktumnya berbunyi:[2]
“
Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan
legislative dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta pekerjaan
Komite Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan
dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. ”
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut, terjadi perubahan-perubahan yang
mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.[2]
Sidang-sidang
KNIP telah mengadakan sidang-sidang di antaranya adalah:[1]
Sidang Pleno ke-2 di Jakarta tanggal 16 - 17 Oktober1945[4]
Sidang Pleno ke-3 di Jakarta tanggal 25 - 27 November1945.[4]
Kota Solo pada tahun 1946,
Sidang Pleno ke-5 di Kota Malang pada tanggal 25 Februari - 6 Maret1947[4], dan
Yogyakarta tahun 1949.
B. Kronologi Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR)
11. Keputusan pemimpin nasional untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan bukannya suatu
tentara yang sungguh-sungguh dipengaruhi oleh kekhawatiran bahwa Sekutu akan melakukan
penghancuran terhadap Republik. Hal ini berdasarkan atas perkiraan bahwa pada saat itu mereka belum
mempunyai cukup tenaga yang berketerampilan militer untuk mengadakan perlawanan.
Para pemimpin nasional memutuskan memakai strategi yang didasarkan atas diplomasi dan bukan
konfrontasi. Mereka mempertimbangkan dengan mengambil sikap low profile, maka pihak Sekutu tidak
akan terprovokasi oleh eksistensi Republik dan tidak akan bertindak represif. Gagasan low profile ini
meliputi kebijakan untuk tidak membentuk tentara, melainkan hanya sebuah Badan Keamanan Rakyat
(BKR).[12]
Faktor-faktor Strategi dan Kebijakan tentang Pembentukan BKR[13]
1) Kendala Tantangan Dalam Negeri
a. Sikap Jepang
Pada 18 Agustus 1945, tentara Jepang menerima telegram resmi yang memerintahkan perlawanan dan
permusuhan, dan pada 24 Agustus 1945, para komandan pasukan berkumpul di Jakarta. Pada
pertemuan itu dibacakan Proklamasi Kerajaan untuk menghentikan permusuhan dan diadakan
penjelasan tentang kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan keadaan. Kebijakan tersebut
meliputi :
Ø Mentaati hasil Proklamasi Kerajaan
Ø Menghormati Sekutu
Ø Persahabatan dengan bangsa Indonesia
b. Keadaan Pasukan Jepang
Perang Pasifik telah berakhir, tentara Jepang di seluruh Indonesia yang berjumlah 340.000 prajurit
ditugaskan Sekutu untuk menjaga keamanan sampai Sekutu datang dan mendarat ke Indonesia.
Keadaan moral prajurit dan perwiranya menurun akibat kekalahan dalam Perang Pasifik, namun rasa
disiplin mereka masih tinggi.Kemudian organisasi dan persenjataan juga masih lengkap.
c. Pertimbangan Politis-Psikologis
Para pemimpin Indonesia ingin menunjukkan pada dunia internasional bahwa apabila di kemudian hari
sebuah organisasi ketentaraan akan didirikan, maka tentara itu bukanlah penerus organisasi paramiliter
seperti PETA dan Heiho yang dibentuk Jepang untuk melawan Sekutu.[14] Namun merupakan suatu
organisasi tentara yang berasal dari para prajurit-prajurit Indonesia yang pernah mendapat pendidikan
dan pelatihan saat menjadi anggota PETA atau pun anggota Heiho.
2) Tantangan Luar Negeri
12. a. Mendapatkan pengakuan dari Sekutu terhadap keberadaan Indonesia sebagai Negara yang Merdeka
dan Berdaulat
Hal ini dimaksudkan jangan sampai kemerdekaan Indonesia itu ditentang oleh pihak Sekutu.
b. Mengakhiri secara Sah Kekuasaan Belanda atas Indonesia yang secara hukum Internasional masih
diakui Sekutu sebagai wilayah jajahan Belanda
Persoalan ini timbul terutama karena proklamasi terjadi sesudah Jepang menyerah kepada Sekutu,
sehingga semua wilayah yang dikuasai Jepang harus dikembalikan kepada Sekutu untuk selanjutnya
dikembalikan kepada “yang berhak”.
c. Menjadikan Dunia Internasional Sebagai Sumber Bagi Kemakmuran Bangsa Indonesia yang Merdeka
Pemikiran ini dilandasi keyakinan bahwa kemerdekaan hanyalah suatu awal bagi kehidupan bangsa yang
adil dan makmur karena setelah proklamasi haruslah dirancang pola dasar kebijakan ekonomi luar
negeri Indonesia.
Proses Lahirnya BKR
Pada 19 Agustus 1945, dua orang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yaitu
Abikusno Tjokrosujoso dan Otto Iskandardinata, dalam sidang pada hari itu mengusulkan pembentukan
sebuah badan pembelaan negara. Usul tersebut ditolak dengan alasan memancing bentrokan dengan
tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap dan adanya ancaman intervensi Tentara
Sekutu yang bertugas melucuti persenjataan tentara Jepang dan memulangkan mereka ke
negerinya.Demikian usul untuk membentuk suatu tentara kebangsaan yang terdiri dari mantan prajurit
PETA, Heiho, dan Angkatan Laut ditangguhkan. [15]
Pada 20 Agustus 1945, dibentuklah Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). BPKKP semula
bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian berubah menjadi Badan Pembantu Pembelaan yang
keduanya disingkat BPP. Pembentukan BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara
kesejahteraan anggota tentara PETA dan Heiho.[16] Setelah PETA dan Heiho dibubarkan oleh Jepang
tanggal 18 Agustus 1945, maka tugas untuk menampung mantan anggota PETA dan Heiho ditangani
oleh Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).[17]
Seiring dengan itu didirikan pula Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan bagian dari BPKKP.
Berita tentang pembentukan BPKKP dan BKR segera dimuat untuk dikomunikasikan dalam harian surat
kabar Soeara Asia yang terbit pada 25 Agustus 1945. Di wilayah Jawa dan Sumatera, sebagai jawaban
atas proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia maka muncullah berbagai badan perjuangan yang
menamakan diri mereka barisan, pasukan, atau pemuda.
Dalam sidang tanggal 22 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta, PPKI menetapkan :[18]
a. Badan Keamanan Rakyat memiliki tugas pemeliharaan keamanan berama-sama dengan rakyat dan
jawatan-jawatan negeri yang bersangkutan.
13. b. BKR merupakan suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Didirikan dari pusat
sampai ke daerah-daerah.
c. Pekerjaannya harus dilakukan dengan sukarela.
Semula BKR dimaksudkan sebagai suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).
Hal ini terlihat aneh, tetapi memang demikian kenyataannya.[19] Adapun tugas dari BPKKP itu secara
resmi berbunyi : “menjamin kepada rakyat yang menderita akibat peperangan berupa pertolongan dan
bantuan dengan memelihara keselamatan dan keamanan”.
Pembentukan BKR adalah sebagai penampungan organisasi-organisasi pembelaan negara dalam wadah
nasional. Nama sementara yang digunakan adalah BKR, suatu badan perjuangan tetapi akan
ditingkatkan ke arah ketentaraan. Hal ini jelas tercermin dalam pidato Soekarno tanggal 23 Agustus
1945 yang berbunyi : “Kami telah memutuskan untuk mendirikan dengan segera di mana-mana BKR,
untuk membantu penjagaan keamanan. Banyak sekali tenaga yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan
ini.Mantan prajurit PETA, Heiho, Pelaut, pemuda-pemuda yang penuh semangat pembangunan, mereka
semua adalah tenaga yang baik untuk pekerjaan ini.Karena itu saya mengharapkan kepada kamu
sekalian, hai mantan prajurit-prajurit PETA, Heiho, Pelaut beserta pemuda-pemuda lain untuk
sementara waktu masuklah dan bekerjalah dalam BKR.Percayalah, nanti akan datang saatnya kamu
dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia!!”Isi amanat tersebut di atas
merupakan narasumber hukum lahirnya / terbentuknya Badan Keamanan Rakyat. [20]
Pembentukan BKR Di Daerah-Daerah
1) Jakarta
Para pemuda dan mantan prajurit PETA di Jakarta berkumpul dan menentukan struktur BKR sesuai
dengan struktur teritorial zaman pendudukan Jepang.Mereka yang menyatakan diri sebagai pengurus
pusat terdiri dari Kaprawi, Latief Hendraningrat, Arifin Abdurrahman, Machmud, dan Zulkifli Lubis.
BKR Jakarta dibentuk pada bulan Agustus 1945 dipimpin oleh Moefreni Moekmin yang beranggotakan
beberapa orang antara lain Daan Mogot, Latief Hendraningrat, Soeroto Koento, dan Sujono.
2) Bogor
BKR di Bogor terbentuk pada bulan Oktober 1945. Beberapa pengurus antara lain Husein Sastranegara,
Toha, dan Dulle Abdullah. Belum sempat mempersenjatai diri dengan kuat, BKR Bogor telah menghadapi
penyerbuan tentara Inggris pada 22 Oktober 1945.Dalam perundingan dengan Inggris yang berlangsung
di Jakarta, beberapa pimpinan BKR ditangkap pihak Inggris dan diasingkan ke Pulau Onrust.
3) Jawa Tengah dan Jawa Timur
Pembentukan BKR di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki pola yang sama dengan proses
pembentukan BKR di Jakarta dan Jawa Barat. Pada mulanya terdapat inti mantan-mantan prajurit PETA
14. kemudian menjadi pasukan dalam jumlah besar karena ikut sertanya para pemuda dari golongan lain
seperti Keibodan, Heiho, dan Seinendan.
C. Dasar Hukum Dalam Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pembentukan BKR merupakan perubahan dari keputusan sidang yang telah diambil PPKI dalam
sidangnya tanggal 19 Agustus 1945.Dalam sidang tersebut diputuskan untuk membentuk tentara
kebangsaan.Keputusan untuk tidak membentuk tentara kebangsaan dilandasi oleh pertimbangan politik.
Pimpinan Nasional pada saat itu memutuskan terutama untuk menempuh cara diplomasi dalam rangka
memperoleh pengakuan terhadap kemerdekaan yang baru diproklamasikan 17 Agustus 1945.[21]
Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 22 Agustus 1945 menetapkan
keputusan sebagai berikut :
ª Sebagai induk organisasi yang harus mengerjakan dan memelihara keselamatan masyarakat, maka
didirikan suatu badan bernama Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).
ª Memelihara keselamatan masyarakat dan keamanan adalah satu, karena itu di dalam Badan
Penolong Keluarga Korban Perang diadakan satu bagian bernama Badan Keamanan Rakyat.
ª Pimpinan Badan Keamanan Rakyat harus menjalankan pekerjaannya dengan sukarela.
ª Badan Keamanan Rakyat harus memelihara keamanan bersama dengan jawatan-jawatan negeri
yang berkaitan.
ª Badan Penolong Keluarga Korban Perang dan Badan Keamanan Rakyat berada di bawah
pengawasan dan kepemimpinan Komite Nasional.
D. Arti Penting dan Makna Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk pada tahun 1945 sebagai :
Ø Pencetusan jiwa yang sudah lama bergelora semasa penjajahan yang didorong oleh penderitaan saat
penjajahan Belanda dan Jepang.
Ø Kecintaan terhadap tanah air yang sudah basah oleh keringat, air mata, dan pertumpahan darah.
Ø Kelanjutan sikap politik yang menginginkan tercapainya tujuan proklamasi, namun sadar atas keadaan
dan konsekuensi yang timbul.
Sambutan yang spontan terhadap pembentukan BKR menggambarkan :
Ø Tumbuhnya manusia yang taat dan dilandaskan jiwa semangat bela negara.
Ø Suatu keharusan dan kesadaran akan kewajiban untuk membela negara. Mereka merasa terpanggil
untuk dapat mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara.
Arti Badan Keamanan Rakyat (BKR) dalam Ketentuan Konstitusional
15. BKR merupakan suatu organisasi kenegaraan di bidang pertahanan dan keamanan yang merintis
pelaksanaan ketentuan UUD 1945. Secara historis makna BKR adalah suatu organisasi yang
menjembatani suatu periode yang penting, yaitu periode transisi dan transformasi dari “dunia penjajah
yang sekarat” ke arah “dunia kebangsaan Indonesia yang sedang berjuang lahir di dunia”.[22]
E. Peran dan Tugas Badan Keamanan Rakyat (BKR) Terhadap Pertahanan Negara
Badan Keamanan Rakyat (BKR) dalam tujuan pembentukannya melaksanakan beberapa peran dan tugas
yang diamanatkan oleh para pemimpin nasional. Contohnya BKR Malang (Jawa Timur), melakukan
upaya menangkap orang-orang utusan Sekutu yang menyamar sebagai anggota Palang Merah
Internasional. Hal tersebut berdasarkan kecurigaan mereka terhadap anggota Red Cross tersebut, yang
saat ditangkap mereka membawa senjata, pistol dan peralatan sistem komunikasi.[23]
Contoh lainnya yaitu BKR melucuti persenjataan tentara Jepang.Tugas ini dilaksanakan oleh BKR Madiun
dan juga BKR Malang.BKR mengadakan perundingan dengan pihak Jepang tentang masalah pelucutan
senjata Tentara Jepang. Perundingan tersebut berjalan dengan lancar dan pada tanggal 20 September
1945, di markas Resimen Katagiri Butai[24] diadakan penyerahan persenjataan kepada BKR Malang.
sejarah pembentukan BKR ( badan keamanan rakyat)
rapat PPKI tanggal 19 agustus 1945 memutuskan untuk membentuk tentara kebangsaan.
berdasarkan pertimsbngsnpolitis, keputusan itu di ubah dan dalam rapat pada tanggal 22 agustus
1945 diputuskan untuk membentuk tiga badan sebagai wadah perjuangan, yaitu komite nasional
indonesia (KNI), partai nasional indonesia (PNI), dan badan keamanan rakyat (BKR).
pembentukan BKR itu di umumkan daalam pidato presiden malam hari tanggal 23 agustus 1945.
presiden menyerukan supaya para pemuda memasuki BKR sampai datang saatnya mereka di
panggil untuk memasuki tentara kebangsaan bila waktunya telah datanga.
BKR bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum dibawah koordinasi KNI.sekalipun BKR
itu bukan tentara, dalam bulan-bulan pertama sesudah proklamasi, BKR lah yang mempelopori,
pendorong, memutar roda revolusi dengan melakukan perebutan kekuasaan dan perebuatan
senjata dari tangan jepang.
dalam BKR terdapan unsur-unsur laut dan udara. para pemuda bekas kaigun, heiho, serta para
pemuda yang bekerja pada objek-objek vital di pelabuhan maupun perusahaan jawatan
pelayaranmembentuk BKR laut. sementara itu, para pemuda yang bekerja pada dinas
penerbangan jepang seperti rikugun, koku butai, kaigun koku butai, nampo koku kabusiki,
membentuk BKR udara.
HASIL PERUBAHAN DAN NASKAH ASLI
UUD 1945
16. Setelah melalui tingkat-tingkat pembicaraan sesuai dengan ketentuan Pasal 92 Peraturan Tata
Tertib MPR, dalam beberapa kali sidang MPR telah mengambil putusan empat kali perubahan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perincian sebagai berikut :
1. Perubahan Pertama UUD RI Tahun 1945 hasl Sidang Umum MPR tahun 1999 tanggal 14
sampai dengan 21 Oktober 1999.
2. Perubahan Kedua UUD RI Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2000 tanggal 7
sampai dengan 18 Agustus 2000.
3. Perubahan Ketiga UUD RI Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2001 tanggal 1
sampai dengan 9 November 2001.
4. Perubahan Keempat UUD RI Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2002 tanggal
1 sampai dengan 11 Agustus 2002.
Setelah disahkannya Perubahan Keempat UUD RI Tahun 1945 pada Sidang Tahunan MPR tahun
2002 yang lalu, maka agenda reformasi konstitusi Indonesia untuk kurun waktu sekarang ini
dipandang telah tuntas. Mengingat perubahan dilakukan dengan cara adendum (mengadakan
perubahan dengan tetap mempertahankan naskah asli dan meletakkan naskah asli diatas rumusan
perubahan), setelah dilakukan empat kali perubahan dalam satu rangkaian kegiatan, UUD RI
1945 memiliki susunan sebagai berikut :
1. Naskah UUD RI Tahun 1945 yang ditetapkan pada Rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945
dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta
dikukuhkan secara aklamasi (persetujuan secara lisan oleh seluruh anggota rapat dan
tidak memerlukan lagi adanya pungutan suara) pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR
(sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959).
2. Perubahan Pertama UUD RI Tahun 1945
3. Perubahan Kedua UUD RI Tahun 1945
4. Perubahan Ketiga UUD RI Tahun 1945
5. Perubahan Keempat UUD RI Tahun 1945
Untuk memudahkan pemahaman secara sistematis, holistik dan komprehensif, UUD RI Tahun
1945 juga disusun dalam satu naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak
berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan. Penyusunan UUD 1945 dalam satu
naskah pada awalnya merupakan kesepakatan Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masa sidang
tahun 2001-2002. Selanjutnya kesepakatan itu dibahas dan disepakati oleh Komisi A Majelis
pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002 pada tanggal 9 Agustus 2002, yang disampaikan pada
Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR tahun 2002.
Kesepakatan Komisi A Majelis itu menindaklanjuti laporan Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja
MPR tanggal 25 Juli 2002 berupa draft UUD 1945 dalam satu naskah, untuk dilaporkan dalam
Sidang Paripurna MPR yang selanjutnya akan menjadi risalah sidang paripurna MPR sebagai
naskah perbantuan dan kompilasi tanpa ada opini. Namun, susunan UUD RI 1945 dalam satu
naskah itu bukan naskah resmi UUD RI 1945. Kedudukannya hanya sebagai risalah sidang
dalam Rapat Pripurna Sidang Tahunan MPR tahun 2002.
17. Perlu dicatat bahwa walaupun UUD RI Tahun 1945 telah disusun dalam satu naskah, hal itu
sama sekali tidak mengubah sistematika UUD RI Tahun 1945 yakni secara penomoran tetap
terdiri atas 16 bab dan 37 pasal. Perubahan bab dan pasal ditandai dengan penambahan huruf (A,
B, C dan seterusnya) dibelakang angka bab atau pasal (Contoh Bab VII A tentang DPD dan
Pasal 22 E). Penomoran UUD RI Tahun 1945 yang tetap tersebut sebagai konsekuensi logis dari
pilihan melakukan perubahan UUD RI Tahun 1945 dengan caraadendum.
Ditinjau dari aspek sistematika, UUD RI Tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas tiga bagian
(termasuk penamaannya), yaitu :
1. Pembukaan (Preambule)
2. Batang Tubuh
3. Penjelasan
Setelah diubah, UUD RI Tahun 1945 terdiri atas dua bagian, yaitu :
1. Pembukaan
2. Pasal-pasal (sebagai ganti istilah Batang Tubuh)
Perubahan jumlah bab, pasal, ayat, Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Aturan Aturan
No. Bab Pasal Ayat
Peralihan Tambahan
Sebelum
1. 16 37 49 4 Pasal 2 Ayat
Perubahan
Sesudah
2. 21 73 170 3 Pasal 2 Pasal
Perubahan
Komite Nasional Indonesia (KNI) sesuai hasil sidang PPKI pada tanggal 18 dan 19 Agustus
1945 akan berfungsi sebagai pembantu presiden sampai Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbentuk. Komite Nasional Indonesia disusun dari
tingkat pusat yang disebut Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat yang disebut
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sampai tingkat kawedanan yang disebut Komite
Nasional Indonesia Daerah (KNID). Pemerintah Republik Indonesia pun telah berjalan sesuai
UUD 1945 kareana presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara tertinggi
telah ddibantu dan Komite Nasional Indonesia. Itulah perwujudan dari Aturan Peralihan Pasal IV
UUD 1945.
Perubahan Otoritas KNIP dan Hubungannya dengan Lembaga Kepresidenan pada awal
Kemerdekaan.
Syahrir merasa tidak puas terhadap sistem cabinet presidensial berusaha mempengaruhi
anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi kepada Sukarno-Hatta yang berisi
18. tuntutan pemberian status Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada KNIp. Karena petisi,
KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Oktober 1945 dan Drs. Moh Hatta
mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Komite
Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislative, ikut
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP
sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja
yang diplih diantara mereka dan bertanggungjawab kepada Komite Nasional Indonesia
Pusat. Badan pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuknya dan diketuai oleh Sutan
dan wakilnya Amir Syarifuddin.
Maklumat Pemerintah 3 November 1945
Akibat desakan BP-KNIP itu, Wakil Presiden RI mengeluarkan Maklumat Pemerintah
Tanggal 3 November 1945. dampak dari keluarnya kebijakan pemerintah itu, di
Indonesia akhirnya muncul banyak partai politik, seperti berikut: Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi); Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia; Partai Rakyat
Jakarta; Partai Kristen Indonesia; partai sosialis Indonesia; Partai Rakyat Sosialis; Partai
Katolik Indonesia; Persatuan rakyat Marhaen Indonesia; Partai Nasional Indonesia
Maklumat Presiden 14 November 1945
Tanggal 11 November 1945 BP-KNIP mengeluarkan pengumuman Nomor 5 tentang
pertanggungjawaban Materi Kepada Perwakilan Rakyat.Dalam pemikiran saat itu, KNIP
diartikan sebagai MPR.Sementara itu, BP-KNIP disamakan dengan DPR. Jika demikian,
secara tidak langsung BP-KNIP dengan mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 telah
meminta peralihan pertanggungjawaban menteri-menteri dan Presiden BP-KNIP
Anehnya, Presiden Sukarno menyetujui usul tersebut dan mengeluarkan Maklumat
Pemerintah Tanggal 14 November 1945. dengan persetujuan tersebut sistem cabinet
presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemen menjadi sistem cabinet parlementer.
Ini terbukti setelah BP-KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana
menteri.Akhirnya, cabinet presidensial Sukarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet
parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri pertama.Kejadian ini adalah
awal penyimpangan UUd 1945 dalam Negara Republik Indonesia.
Kabinet Presidensial
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
19. Anggota Kabinet Presidensial saat berfoto bersama.
Kabinet Presidensial adalah kabinet pertama yang dibentuk di Indonesia setelah Proklamasi
Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus1945. Kabinet pertama ini hanya bersifat formal saja dan
belum bisa melaksanakan roda pembangunan dan pemerintahan.
Nama kabinet pertama ini yang juga sering dieja Kabinet Presidentiil. Dinamakan demikian
karena setelah merdeka, Indonesia menerapkan sistem presidensial di mana presiden berfungsi
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Daftar isi
1 Anggota kabinet
2 Program kabinet
3 Referensi
4 Lihat pula
Anggota kabinet
Masa bakti: 2 September-14 November1945
No. Jabatan Nama Menteri
1 Menteri Luar Negeri
Mr. Achmad Soebardjo
20. Menteri Dalam Negeri
2
R.A.A. Wiranatakoesoema V
Wakil Menteri Dalam Negeri Mr. Harmani
1
3 Menteri Keamanan Rakyat (a.i.) Soeljadikoesoemo
4 Menteri Kehakiman
Prof. Dr. Soepomo
Menteri Penerangan
5 Amir Sjarifuddin
Wakil Menteri Penerangan
Ali Sastroamidjojo
6 Menteri Keuangan Dr. Samsi Sastrawidagda2
7 Menteri Kemakmuran
Ir. Soerachman Tjokroadisoerjo
8 Menteri Perhubungan
21. 9 Menteri Pekerjaan Umum Abikoesno Tjokrosoejoso
10 Menteri Sosial
Iwa Koesoemasoemantri
11 Menteri Pengajaran
Ki Hadjar Dewantara
12 Menteri Kesehatan
Dr. Boentaran Martoatmodjo
Mohammad Amir
13 Menteri Negara3 Wahid Hasjim
(Urusan Agama)
Mr. Sartono
22. A. A. Maramis4
Otto Iskandardinata
Catatan:
1. Kabinet ini tidak memiliki Menteri Keamanan Rakyat karena Soeprijadi yang diangkat
menjadi Menteri Keamanan Rakyat tidak pernah melakukan dan tidak pernah
menyatakan menerima pengangkatan tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 20 Oktober1945
Soeljadikoesoemo diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim.
2. Berhenti tanggal 26 September1945, diganti oleh Mr. A.A. Maramis.
3. Jabatan ini ditiadakan (tak diisi) bersama-sama pengangkatan Mr. A.A. Maramis sebagai
Menteri Keuangan.
4. Tanggal 25 September1945 menjabat sebagai Menteri Keuangan.
5. Partai-partai politik kala itu belum dibentuk.
Program kabinet
Program kabinet ini tidak pernah diumumkan.
Cerita tentang maklumat
Pasal IV Aturan Peralihan UUD'45 berbunyi, "Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD
ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan komite nasional." Kedudukan Komite
Nasional yang untuk sementara bertugas membantu Presiden-berarti melaksanakan fungsi eksekutif-
ternyata menimbulkan ketidakpuasan pada sementara golongan masyarakat, mencuat pada Sidang II KNP
16-17 Oktober 1945 di Jakarta.
Dalam sidang ini Sutan Sjahrir dan kawan-kawan.mengajukan usul kepada pemerintah mengenai
perubahan kedudukan dan tugas KNP. Isi usul yang pada hakikatnya mengubah ketentuan Pasal IV
Aturan Peralihan UUD'45:
23. 1). Sebelum terbentuk MPR dan DPR, Komite Nasional Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan garis-garis besar haluan negara.
2) Berhubung dengan gentingnya keadaan, pekerjaan sehari-hari KNP dijalankan oleh sebuah Badan
Pekerja yang dipilih di antara dan bertanggung jawab kepada KNP.
Wakil Presiden Moh Hatta yang hadir sebagai wakil pemerintah langsung menyatakan setuju dengan
usul tersebut, dan seketika itu pula dibuat ketetapan berupa "Maklumat Wakil Presiden No. X" tanggal 16
Oktober 1945. Kehidupan negara baru yang pondasi bangunannya belum kokoh ditambah keadaan dan
situasi revolusi itu menghendaki tindakan serba cepat, sementara sarana penunjang di segala bidang masih
belum memadai dan mengandalkan improvisasi.Pemberian nomor X (huruf eks; bukan angka 10 hitungan
Romawi tetapi abjad ke-24) hanyalah terobosan teknis administratif.
Dengan perubahan ini KNP tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga negara pembantu Presiden tetapi
menjadi lembaga negara yang sejajar dengan kedudukan lembaga kepresidenan.KNP sejak itu menjadi
lembaga legislatif yang bersama-sama Presiden membuat undang-undang (tugas DPR menurut Pasal 5
UUD'45, sebelum diamandemen tahun 1999), menetapkan garis-garis besar haluan negara (tugas MPR
menurut Pasal 3 UUD'45).
Sebagai tidak lanjut dari diktum kedua Maklumat Wakil Presiden No. X itu, Sidang KNP tanggal 17
Oktober 1945 membentuk Badan Pekerja beranggotakan 15 orang yang melakukan tugas sehari-hari
KNP. Salah satu tindakan BP-KNP melaksanakan tugas KNP sesuai rumusan "ikut menetapkan garis-
garis besar haluan negara", adalah usulnya kepada pemerintah tentang politik dalam dan luar negari.Usul
diterima pemerintah dan dikeluarkanlah "Maklumat Politik" 1 Novem-ber 1945.
Badan Pekerja KNP juga mengusulkan agar pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
rakyat untuk mendirikan partai-partai politik.Maka pemerintah pun mengeluarkan maklumat tentang hal
itu dengan ketentuan partai-partai politik itu harus turut memperhebat perjuangan Republik Indonesia.
Bunyi maklumat yang dinamai Maklumat Pemerintah 3 November 1945:
1) Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat
dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.
2) Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota
Badan-badan Perwakilan Rakyat. Pemilihan ini diharapkan dapat dilakukan pada bulan Januari 1946.
Anjuran pemerintah ini ditanggapi antusias oleh kaum politisi dengan mendirikan partai.
Perkembangan politik selanjutnya, Badan Pekerja KNP (BP-KNP) mengusulkan agar menteri
bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat (menurut sistem sementara kepada Komite
Nasional Pusat).Usul tentang pertanggungjawaban menteri itu dijelaskan oleh BP-KNP melalui
Pengumuman No.5 tanggal 11 November 1945.Usul ini pun disetujui Presiden Soekarno, dan sebagai
konsekuensinya pada tanggal 14 November 1945 kabinet presidensiil diganti dengan Kabinet Sjahrir I (14
November 1945 - 12 Maret 1946).Sejak itu adagium "The King can do no wrong" berlaku dalam sistem
pemerintahan negara Republik Indonesia.
Dalam "Maklumat Pemerintah" ini antara lain dinyatakan, "Pemerintah Republik Indonesia setelah
mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menjalankan
macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi.
Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah di
dalam tangan menteri."
Menpen Mr Amir Sjarifuddin pada 24 November 1945 memberikan penjelasan kepada masyarakat
tentang perubahan pertanggungjawaban menteri itu. KNP yang melaksanakan sidang ke III di Jakarta 25-
27 November 1945 juga menyetujui perubahan ini dengan membuat rumusan, "Membenarkan
24. kebidjaksanaan Presiden perihal mendudukkan Perdana Menteri dan Menteri-menteri jang bertanggung
djawab kepada Komite Nasional Pusat sebagai suatu langkah jang tidak dilarang oleh Undang2 Dasar dan
perlu dalam keadaan sekarang."
Dekrit Presiden dan Maklumat Presiden tidak disebut dalam Tap MPR No XX/MPRS /1966 tentang
Memorandum DPRGR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan Republik Indonesia.Dekrit Presiden dan Maklumat Presiden merupakan pengumuman dari
presiden untuk melaksanakan UUD, melaksanakan Tap MPR dalam bidang eksekutif atau peraturan
pemerintah.Apakah perlu diberi "baju hukum" seperti terhadap Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
Hukum Tata Negara yang seharusnya menjawab.(M Sjafe'i Hassanbasari)
Politik Awal Kemerdekaan dan
Pembentukan Tentara Nasional
20 April 2010
tags: Indonesia, Perjuangan, Politik, Sejarah
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang yang pertama. Sidang ini menghasilkan
beberapa keputusan, yaitu :
1. Mengesahkan UUD yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Ada beberapa perubahan
penting dalam proses pengesahan UUD 1945 yang diusulkan oleh Drs.Mohammad Hatta, yaitu :
Sila pertamadalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan yang
maha esa”.
Mengenai Bab III pasal 6 yang berbunyi: Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam, kata “dan beragama Islam” dihilangkan.
2. Memilih presden dan wakil presiden. Atas usul Otto Iskandar Dinata, akhirnya disetujui secara
aklamasi bahwa Ir.Soekarno diangkat sebagai presiden dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakil
presiden.
3. Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama MPR dan DPR belum
terbentuk.
Dalam sidang hari kedua (19 Agustus 1945), PPKI mengambil tiga keputusan yang bersifat
pelaksanaan, yaitu:
1. Membentuk Komite Nasional Indonesia
2. Merancang pembentukan 12 departemen dan menunjuk para menterinya
3. Menetapkan wilayah Republik Indonesia atas 8 propinsi.
25. Selanjutnya pada tanggal 22 Agustus 1945, Presiden mengumumkan dibentuknnya tiga badan
baru, yaitu :
1. Komite Nasional Indonesia yang terdiri dari:
a) Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diketuai oleh Mr.Kasman Singodimejo.
b) Komite Nasional Indonesia Daerah yang berkedudukan di daerah propinsi.
Sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah No.X tanggal 16 Oktober 1945 maka tugas KNIP tidak
hanya membantu Presiden, melainkan berfungsi sebagai badan legislatif dan berhak ikut
menetapkan GBHN.
2. Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Badan Kemanan Rakyat dipimpin oleh Kafrawi. Badan ini berfungsi :
a) Sebagai penjaga keamanan di masing-masing daerah.
b) Sebagai badan untuk menolong korban bencana perang.
Pembentukan BKR menimbulkan rasa tidak puas dikalangan pemuda.Para pemuda membentuk
badan-badan perjuangan sebagai laskar bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.badan-badan perjuangan tersebut diantaranya: Angkatan Pemuda Indonesia(API),
Hisbullah, Sabilillah, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda Indonesia Maluku, Barisan
Bateng, dan lain-lain.
Kemudian untuk mempersatukan komando perjuangan, pemerintah mengeluarkan suatu
maklumat tertanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat(TKR),
dan sejak itu BKR berubah menjadi TKR sedangkan markas besarnya berada di Yogyakarta.
Pimpinan tertinggi TKR diberikan kepada Soepriyadi (kemudian digantikan kolonel
Sudirman).Sedangkan Oeripsoemohardjo terpilih menjadi kepala staf TKR.pada tanggal 1
Januari 1946 diubah lagi mejadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Perubahan ini bukan hanya
dalam Angkatan Darat tetapi juga dalam Angkatan Udara dan Angkatan Laut.Kepala staf TRI-
AL dijabat oleh Laksamana Muda Moh.Nazir.Sedangkan Kepolisian Negara sejak awal
kemerdekaan berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Tetapi sejak 1 Juli 1946
ditempatkan langsung dibawah Perdana Menteri sebagai jawatan tersendiri, dan R. Soekanto
Tjokroadmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara yang pertama.
Untuk mempersatukan badan-badan perjuangan, maka pemerintah membentuk Biro Perjuangan
yang berada dibawah Kementrian Pertahanan.Selanjutnya pada 5 Mei 1947 Presiden Soekarno
mengeluarkan Penetapan Presiden yang intinya mempersatukan TRI dengan badan-badan
perjuangan rakyat (badan-badan perjuangan nantinya disebut menjadi TRI).Kemudian pada
tanggal 3 Juni 1946 pemerintah mempersatukan TRI-AD, TRI-AU, TRI-AL dan kepolisian
menjadi Tentara Nasional Indonesia.Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1964 diubah menjadi
ABRI dan dikuatkan dengan Keputusan Presiden No.9 Tahun 1969.
26. 3. Pembentukan Partai Nasional Indonesia
Pembentukan Partai Nasional Indonesia sebagai satu-satunya partai ternyata ditolak oleh
masyarakat.Akhirnya pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November
1945 yang mengijinkan berdirinya partai-partai. Sejak saat itu lahirlah berbagai partai politik
seperti beraliran agama(Partai masyumi dengan ketuanya Dr.Sukiman, Partai Persatuan Tarbiyah
Islamiyah dengan ketuanya Sirajuddin Abbas, Partai Katolik dengan ketuanya ketuanya I.J.
Kasimo, Partai Kristen dengan ketuanya Dr.J.Leimana), beraliran nasionalis(Partai Nasional
Indonesia dengan ketuanya S.Mangunsarkoro), beraliran sosialis(Partai Sosialis dengan ketuanya
Sutan Syahrir), beraliran komunis(Partai Komunis Indonesia dengan ketuanya Sarjono), dan lain-
lain.