Dokumen tersebut menyajikan sejarah pembentukan provinsi dan kabupaten di Sulawesi Tenggara serta perkembangan kecamatan dan desa di sekitar TN Rawa Aopa Watumohai. Terdapat 98 desa di 16 kecamatan dan 4 kabupaten yang berdekatan dengan taman nasional dengan total 100.622 jiwa penduduk. Pemekaran wilayah kabupaten dan kecamatan masih berpotensi terjadi di masa mendatang.
1. Perkembangan Desa, Kecamatan dan Kabupaten pada Masyarakat
Sekitar TNRAW
Sejarah Pembentukkan Provinsi dan
Kabupaten
Pasca Indonesia merdeka tahun 1945,
Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi
satu-kesatuan dengan wilayah di
Sulawesi lainnya dalam cakupan
administrasi Provinsi Sulawesi.
Perubahan terjadi pada era demokrasi
terpimpin tahun 1960, ketika dilakukan
pemekaran wilayah provinsi yang terlalu
luas tersebut menjadi Provinsi Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara. Pada saat
itu, Sulawesi Tenggara masih
menginduk pada Provinsi Sulawesi
Selatan. Sementara Provinsi Sulawesi
Tengah masih menginduk pada Provinsi
Sulawesi Utara.
Baru pada tahun 1964, Sulawesi
Tenggara ditetapkan sebagai Provinsi
tersendiri dengan ibukota di Bau-bau.
Provinsi ini berpisah dari Provinsi
Sulawesi Selatan dengan
dikeluarkannya Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Sebagai Gubernur
pertama ditunjuk J. Wayong. Untuk menghormati namanya, Wayong ditetapkan sebagai
salah satu nama jalan di Kota Kendari.
Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun yang sama ibu kota Sulawesi Tenggara
berpindah dari Bau-bau ke Kendari. Sebagai daerah yang baru mekar, Sultra hanya terdiri
atas 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Kendari (ibu kota di Unaaha), Kabupaten Kolaka
(ibu kota di Kolaka), Kabupaten Muna (ibu kota di Raha) dan Kabupaten Buton (ibu kota di
Bau-bau).
Wilayah yang saat ini ditempati oleh TN Rawa Aopa Watumohai dahulu sangat dikenal oleh
masyarakat karena berada pada segitiga Bukari (Buton-Kolaka-Kendari). Ketiga kabupaten
tersebut bertemu di satu titik yaitu di puncak gunung Mendoke (790 mdpl). Gunung
Mendoke adalah gunung tertinggi di TN Rawa Aopa Watumohai.
Sebelum TN Rawa Aopa Watumohai terbentuk, khususnya pada era 1980-an, TNRAW
dikenal sebagai kawasan PPA (Perlindungan dan Pelestarian Alam). Penyebutan itu hingga
kini masih bertahan, bahkan bagi sebagian orang lebih dikenal daripada nama TN Rawa
Aopa Watumohai itu sendiri.
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 1
2. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, kawasan di sekitar hutan PPA saat itu masih
berpenduduk sangat jarang. Sebagian kawasan di sekitar PPA lalu dikembangkan sebagai
kawasan transmigrasi. Penduduk transmigran didatangkan terutama dari suku Bali, Jawa
dan Sunda. Mereka membangun pemukiman yang sebelumnya hanya ditempati oleh suku
asli Sulawesi Tenggara (Moronene dan Tolaki) serta sebagian suku Bugis.
Wilayah yang baru mereka tempati itu dikenal sebagai wilayah SP (satuan Pemukiman).
Begitu banyak wilayah transmigrasi dibangun di sekitar PPA (TNRAW) saat itu, hingga kini
kawasan TNRAW sendiri hampir terkelilingi oleh pemukiman masyarakat transmigran dan
juga penduduk pendatang berasal dari Sulawesi Selatan (terutama suku Bugis).
Tidak semua warga transmigran mampu bertahan hingga sekarang, sebagian memilih
menjual lahan yang diperuntukkan bagi mereka atau bahkan dengan sukarela mereka
tinggalkan untuk memilih kembali hidup di daerah asalnya. Namun demikian, program
transmigrasi di sekitar PPA (TNRAW) secara umum cukup berhasil. Wilayah transmigrasi
yang dahulu dibangun di daerah-daerah sulit dan sepi berdekatan dengan kawasan PPA
(TNRAW), kini telah berkembang menjadi daerah yang ramai. Bahkan sebagian diantaranya
telah menjadi ibu kota kecamatan. Sebagai contoh adalah Desa Atari Jaya yang telah
menjadi ibu kota Kecamatan Lalembuu atau Desa Lantari sebagai ibu kota Kecamatan
Lantari Jaya.
Wilayah administrasi dengan komposisi 3 Kabupaten masih bertahan hingga penetapan
kawasan TN Rawa Aopa Watumohai tahun 1990 melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan nomor 756 tahun 1990 dengan luas 105.194 ha. Kawasan TNRAW sebenarnya
bukan merupakan kawasan yang baru ditunjuk sebagai kawasan hutan. Sebelumnya,
kawasan ini telah difungsikan sebagai kawasan hutan/ kawasan lindung. Status sebelumnya
adalah kawasan Suaka Margasatwa, Taman Buru dan Cagar Alam.
Pasca Reformasi tahun 1997/1998, dikeluarkannya UU Otonomi daerah tahun 1999. Eforia
pemekaran wilayah menjadi marak di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Pada tahun 2003, terjadi pemekaran wilayah kabupaten di bumi anoa ini.
Kawasan TNRAW yang pada mulanya berada pada 3 kabupaten (Buton, Kolaka, Kendari)
mekar menjadi 4 Kabupaten (Bombana, Kolaka, Konawe dan Konawe Selatan). Kabupaten
Bombana (ibu kota Rumbia) merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Buton.
Sedangkan Kabupaten Konawe Selatan (ibu kota Andoolo) dimekarkan dari Kabupaten
Kendari.
Kabupaten Kendari sendiri akhirnya berubah nama menjadi Kabupaten Konawe dengan ibu
kotanya masih di Unaaha. Perubahan nama Kabupaten Kendari ini mulai berlaku pada
tanggal 28 September 2004 dengan dikeluarkannya PP Nomor 26 tahun 2004. Sementara
untuk pembentukkan Kabupaten Konawe Selatan menggunakan dasar hukum UU Nomor 4
tahun 2003 dan Kabupaten Bombana dengan UU nomor 29 tahun 2003.
Sejarah Perkembangan Kecamatan dan Desa
Sampai pemekaran wilayah kabupaten tahun 2003, telah terbentuk 10 kecamatan di sekitar
kawasan TN Rawa Aopa Watumohai. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 2
3. Tinanggea, Angata, Puriala, Lambuya, Tirawuta, Ladongi, Lambandia, Tanggetada,
Watubangga, dan Rarowatu.
Dengan berkembangnya waktu dan kebutuhan pengembangan wilayah, sampai tahun 2012
telah terjadi kembali pemekaran wilayah kecamatan di sekitar TNRAW. Saat ini
teridentifikasi 16 kecamatan bersinggungan langsung dengan kawasan TN Rawa Aopa
Watumohai. Diantara kecamatan-kecamatan tersebut, kecamatan terluas adalah Kecamatan
Mata Usu (456,17 km2) sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Polinggona
(46,65 km2). Daftar luas masing-masing kecamatan tersebut selengkapnya sebagaimana
tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan di Sekitar TN Rawa Aopa Watumohai
KABKOT No KECAMATAN IBU KOTA LUAS (km2)
1. Lantari Jaya Lantari 285,01
BOMBANA
2. Matausu Kolumbi Mata Usu 456,17
3. Ladongi Atula 194,43
4. Lambandia Penanggo Jaya 308,63
5. Loea Loea 107,94
KOLAKA 6. Polinggona Polinggona 46,65
7. Tanggetada Anaiwoi 409,91
8. Tirawuta Rate-rate 206,80
9. Watubangga Watubangga 388,79
10. Onembute Onembute 99,13
KONAWE
11. Puriala Watundehoa 236,85
12. Angata Motaha 330,00
13. Basala Basala 106,00
KONAWE SELATAN 14. Benua Benua 138,31
15. Lalembuu Atari Jaya 204,82
16. Tinanggea Tinanggea 354,74
Sumber : KCDA BPS Provinsi Sulawesi Tenggara (2012)
Pada radius kurang lebih 3 km, teridentifikasi setidaknya 96 desa memiliki posisi cukup
dekat dengan kawasan TN Rawa Aopa Watumohai. Terdapat pula desa-desa berlokasi
cukup jauh namun masih masuk dalam katagori desa penyangga bernilai penting karena
memiliki interaksi cukup erat dengan kawasan taman nasional khususnya melalui jalur laut,
seperti Desa Akuni dan Desa Bungin Permai. Keduanya berada pada wilayah administratif
Kecamatan Tinanggea. Apabila digabungkan, maka secara keseluruhan desa terkait erat
dengan kawasan taman nasional karena kedekatannya berjumlah 98 desa, yang terletak
pada 16 kecamatan dan 4 kabupaten.
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 3
4. Berdasarkan data Kecamatan Dalam Angka BPS Sulawesi Tenggara tahun 2012, total
penduduk pada 98 desa di sekitar TNRAW berjumlah 100.622 jiwa dan terbagi ke dalam
24.226 KK. Desa Ladongi Jaya tercatat sebagai desa dengan penduduk terbanyak, yaitu
3.976 jiwa dari 882 kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk terendah dimiliki oleh
Desa Ahuawali dengan total penduduk 245 jiwa dari 59 kepala keluarga. Data nama-nama
desa sekitar TNRAW selengkapnya disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Daftar Nama Desa-desa Sekitar Kawasan TN Rawa Aopa Watumohai
KABUPATEN KECAMATAN NO DESA
1. Morengke
MATAUSU
2. Lamuru
3. Lantari
4. Passare Apua
BOMBANA 5. Lomba Kasih
LANTARI JAYA 6. Langkowala
7. Rarongkeu
8. Watu-Watu
9. Tinabite
WATUBANGGA 10. Mataosu
11. Tondowolio
TANGGETADA 12. Popalia
13. Pewisoa Jaya
POLINGGONA 14. Plasma Jaya
15. Gunung Jaya
16. Lembah Subur
17. Dangia
18. Raraa
LADONGI 19. Welala
KOLAKA
20. Ladongi Jaya
21. Wande
22. Wungguloko
23. Pombeyoha
24. Penanggoosi
25. Mokupa
26. Lowa
LAMBANDIA
27. Atolanu
28. Aere
29. Bou
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 4
6. 67. Boloso
68. Lere
69. Tombekuku
70. Iwoi Mendoro
BASALA 71. Epeesi
72. Basala
73. Lipu Masagena
74. Polo-Pololi
75. Uelawa
76. Puunggawu Kawu
77. Horodopi
78. Benua Utama
BENUA
79. Puosu
80. Lamara
81. Waworaha
82. Tapundoi
83. Atari Indah
84. Atari Jaya
85. Lambodi Jaya
86. Potuho Jaya
LALEMBUU 87. Makupa Jaya
88. Sumber Jaya
89. Lambandia
90. Mandoke
91. Padaleu
92. Tinanggea
93. Bungin Permai
94. Lanowulu
TINANGGEA 95. Roraya
96. Telutu Jaya
97. Tatangge
98. Akuni
Ke depan, komposisi kabupaten di sekitar TNRAW masih berpotensi berubah dengan
adanya usulan pemekaran wilayah pada Kabupaten Kolaka. Calon kabupaten baru tersebut
direncanakan bernama Kabupaten Kolaka Timur dengan anggota Kecamatan Lambandia,
Loea, Ladongi dan sekitarnya. Pemekaran juga dapat terjadi pada level pemerintahan desa
maupun kecamatan. Dari sisi tujuan, pemekaran merupakan salah satu cara untuk lebih
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 6
7. meningkatkan pelayanan pada masyarakat, mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah
serta meningkatkan taraf hidup warganya.
Referensi :
1. BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012.
2. www.id.wikipedia.org, diakses tanggal 4 Nopember 2012.
Desa Penyangga TN Rawa Aopa Watumohai (Sugiarto, 2012) Page 7