Batik Indonesia telah ada sejak zaman nenek moyang dan diperkirakan diperkenalkan dari India pada abad ke-6 atau ke-7. Teknik membatik pertama kali dicatat dalam literatur Eropa pada abad ke-19. Pada 2009, UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda umat manusia. Batik kini menjadi jati diri dan identitas bangsa Indonesia.
1. SEJARAH BATIK INDONESIA
Sejarah Asal Mula Batik di Indonesia — Batik Indonesia menjadi semakin terkenal setelah
memperoleh pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB yang
memutuskan batik Indonesia sebagai warisan pusaka dunia. Pengakuan yang diberikan pada 2
Oktober 2009 lalu menjadi tonggak penting untuk eksistensi batik di dunia internasional. Dalam
rentang waktu sangat panjang batik hadir di bumi Nusantara. Batik sudah ada sejak zaman
nenek moyang Indonesia.
Asal Mula Batik
Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna „menulis‟ dan
titik, yang bermakna „titik‟. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di
Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa teknik membatik kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes,
arkeolog Belanda, dan F.A. Sutjipto, sejarawan Indonesia, percaya bahwa tradisi batik adalah
asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah
tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme, tetapi diketahui memiliki tradisi kuno
membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri,
Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada
masa sekitar itu. Adapun detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh
Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan Buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian
menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik
tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik
yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau
bahkan lebih awal.
Sementara pada legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin, menceritakan
Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar
mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya.
Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun
sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan dia hanya mampu membawa empat
lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Kemudian keempat lembar kain tersebut
ditafsirkan sebagai batik.
Sejarah Batik Dalam Literatur Eropa
Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku History of Java, London,
1817 tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa
Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda, Van Rijekevorsel,
memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik
di Rotterdam dan pada awal abad ke-19. Saat itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia
memukau publik dan seniman.
Perkembangan Batik Di Era Baru
Kemudian sejak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik
jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, Adapun pada batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Hugh Clifford merekam industri membatik ini hingga menghasilkan kain pelangi dan kain telepok.
Pada akhirnya batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia, khususnya Jawa. Sejak masa lampau, para perempuan
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga pada
masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan. Hingga ditemukannya
“Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke bidang ini. Kemudian terjadi fenomena
batik pesisir yang memiliki garis maskulin hingga bisa terlihat pada corak “Mega Mendung”. Bagi
masyarakat di daerah pesisir ini, pekerjaan membatik merupakan sebuah kelaziman bagi kaum
lelaki.
2. Berbicara tradisi membatik, pada mulanya batik merupakan tradisi yang turun-temurun dari
masyarakat Jawa. Boleh jadi, terkadang untuk suatu motif dapat dikenali berasal dari batik
keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai
saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan
Surakarta. Adapun batik Cirebon bermotif mahluk laut dan pengaruh Tionghoa.
Dalam sejarah Indonesia, batik kemudian menjadi busana yang dikenakan oleh para tokoh,
mulai dari masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Di awal tahun 80-an, dalam diplomasi
ke luar negeri, Presiden Soeharto mengatakan batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia,
terutama masyarakat Jawa yang hingga kini dikenakan oleh berbagai kalangan dan usia.
Dengan pengakuan UNESCO dan ditetapkannya Hari Batik Nasional pada 2 Oktober semakin
menempatkan batik tak hanya budaya Indonesia, tapi jati diri dan indentitas bangsa.