2. Imam
Kata imam berasal dari kata al-Qashdu yang berarti
tujuan atau arah. Selain itu imam juga bermakna At-
Taqaddum yang bermakna maju kedepan. Menurut
istilah, yang dimaksud dengan imam dalam shalat
adalah orang yang shalatnya diikuti orang shalat yang
lain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
Syariah. Di dalam Alquran disebutkan kata imam
(pemimpin) dan aimmah (pemimpin-pemimpin)
3. Kata Imam dalam Al-Qur’an
Dalam bentuk tunggal, kata imām disebutkan sebanyak 12
kali dan tersebar dalam 11 surah. Dan memiliki arti dan
konteks yang beragam seperti pemimpin, jalan, dan lauh
mahfūdz. Salah satunya dalam surah Al-Isra’ ayat 71:
ِامَمِاِب ٍۢ
َاسنُا َّلُك ا ْوُعْدَن َم ْوَي
َبٰتِك َيِت ْوُا ْنَمَف ْْۚمِه
ٖهِنْيِمَيِب ٗه
ْمُهَبٰتِك َن ْوُءَرْقَي َكِٕى
ٰٰۤولُاَف
ً
ْليِتَف َن ْوُمَلْظُي َ
َل َو
Artinya: (Ingatlah) pada hari (ketika) Kami panggil setiap
umat dengan pemimpinnya. Maka, siapa yang diberi
catatan amalnya di tangan kanannya, mereka akan
membaca catatannya (dengan bahagia) dan mereka tidak
akan dirugikan sedikit pun.
4. Kata imām dalam ayat ini adalah pemimpin. Qurasih
Shihab dan Ath-Thabari dalam tafsirnya juga
menjelaskan makan lain dari imam yaitu kitab, nabi,
syara’, serta buku catatan amal perbuatan manusia
yang telah dihitung. (Tafsir al-Misbah dan Tafsir
At-Tahabari).
Adapun yang bermakna serupa terdapat dalam surah al-Anbiya ayat
73 :
ب َن ُْودْهَّي ًةَّمِٕىَا ْمُهٰنْلَعَج َو
ْيَلا ٓاَنْيَح ْوَا َو َانرْمَا
ت ٰ
ْريَخْال َلْعف ْمه
ٰكَّالز َءۤاَتْيا َو وةٰلَّصال َامَقا َو
ْيدبٰع َانَل ا ْوُناَك َو ِۚوة
ۙ َن
٧٣
Artinya : “Kami menjadikan mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk atas perintah Kami dan Kami
mewahyukan kepada mereka (perintah) berbuat kebaikan,
menegakkan salat, dan menunaikan zakat, serta hanya kepada
Kami mereka menyembah.”
5. Imam dalam salat merupakan salah satu syarat bagi
terlaksananya salat yang dilakukan secara berjamaah.
Tanpa imam, salat berjamaah tidak akan
terselenggara dengan baik. Maka dari itu, untuk
kelancaran salat berjamaah perlu ada imam tetap
atau imam pengganti.
Untuk menetapkan seseorang menjadi imam, baik imam tetap
maupun imam pengganti terdapat beberapa kriteria atau syarat
yang harus dijadikan acuan. Kriteria atau syarat yang dimaksud
adalah bacaan Alqurannya bagus, memiliki pengetahuan agama,
taqwanya tinggi dan paling tua umurnya. Seseorang menjadi
imam atau pengganti imam adalah orang yang paling bagus
bacaan Alqurannya; jika bacaannya sama, maka yang paling
mengetahui tentang sunnah; jika pengetahuannya tentang sunnah
sama, maka yang dipilih adalah yang lebih dahulu melakukan
hijrah, maka jika tetap sama maka dipilih yang paling tua.
Abu Bakar al-Jaziriy, Minhaj Muslim (Cet. II; Kairo: Dar al-Kutub Salfiah)
6. Menujuk imam adalah sebuah kewajiban syar’i dan
termasuk hal-hal yang wajib menurut kesepakatan
ulama. Disyarat kan seorang imam itu harus lah
seorang muslim, merdeka, laki-laki, berakal, baligh,
mampu.
َلاَق َّيِبَّنال َّنَا ِث ِ
ْري َوُحلْا ِْنب ِكِلاَم ْنَع
:
ِا
ْنّذَؤُيْلَف ُةَلَّصال ِتَرَضَح اَذ
ْمُكَل
ْمُكُرَبْكَا ْمُكَّمُؤَيْل َو ْمُكُدَحَا
.
مس و البخارى و احمد
اَلوطار نيل ،لم
2
:
37
“Dari Malik bin Al-Huwairits, sesungguhnya Nabi SAW bersabda,
"Apabila waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang
diantara kamu adzan untuk (shalat)mu, dan hendaklah yang tertua
diantara kamu bertindak sebagai imam bagi kamu". [HR. Ahmad,
Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 2, hal. 37].”
Salah satu Hadist yang menerangkan tentang Imam
:
7. Kepemimpinan seorang Imam itu akan sah
karena syarat-syarat berikut:
Islam. Tidak sah bila imam itu orang kafir, disepakati oleh semua ulama.
Hambali menyebutkan, jika seorang shalat dibelakang orang yang
diragukan keislamannya atau ia waria maka shalatnya sah selama belum
jelas diketahui kekafiranya atau awal warianya masih dipermasalahkan.
Karena secara lahir, orang yang shalat itu hanyalah
seorang muslim, apalagi ia mengimami kaum laki-laki.
Namun, jika setelah shalat baru diketahui dengan jelas
kekafiranya atau bentuknya waria maka orang tadi wajib
mengulangi shalatnya. Seseorang bisa dihukumi sebagai
muslim jika ia shalat, baik saat berada di daerah perang
atau aman. Baik melakukan shalat secara berjamaah
ataupun sendiri.
8. Berakal, berakal dalam artian tidak sedang dalam keadaan mabuk, gila atau
hilang akal. Karena imam sholat harus tahu apa yang dibacanya, sehingga
sholat menjadi lebih afdhol.
Baligh, Syarat berikutnya untuk menjadi imam sholatadalah sudah baligh,
artinya anak tersebut berarti sudah wajib untuk sholat. Ini ditandai dengan
sudah pernah seorang anak bermimpi basah, dan sudah tahu mana yang baik
dan buruk.
Laki-laki, Seorang imam sholat harus dipilih dari seorang laki-laki, jangan
sampai perempuan atau waria dipilih. Ini jika memang masih ada laki-laki di
antara pilihannya. Tetapi jika sholat dilakukan oleh wanita dan tidak ada laki-
laki, maka imam sholat boleh dipilih dari wanita.
Bersih dan suci najis atau hadas, Seorang yang akan menjadi imam
sholat harus bersih dan bersuci terlebih dahulu, baik dari hadas kecil maupun
besar. Karena tidak sah sholat seseorang jika masih ada najis yang ada pada
dirinya.
9. Bacaannya bagus dan mampu menyempurnakan rukun sholat
Seorang imam sholat harus dicari yang paling bagus bacaannya, serta mengerti apa
yang diucapkannya. Sehingga sholat akan lebih sempurna dan jelas bacaan
Alqurannya. Juga mengerti dan mampu menyempurnakan rukun sholat, seperti saat
takbiratul ihram, ruku, sujud dan tahiyat.
Imam tidak sedang menjadi makmum
Jika Anda memasuki masjid dan shaf sholat dalam keadaan berantakan, sementara di
sana ada imam, maka jangan jadikan makmum tersebut imam kita. Tetapi jika
mereka sudah selesai sholat, maka boleh memilih salah satu makmum menjadi imam
sholat.
Fasih bacaan Alquran sesuai dengan tajwid
Bacaan Alquran dalam sholat harus fasih dan benar, sehingga sholat menjadi
sempurna. Jangan sampai mahkraj tidak benar, termasuk tajwid yang harus diketahui
setiap imam sholat.
Sholatnya imam sah menurut mazhab makmumnya
Mazhab hanafi yang bersentuhan dengan wanita tanpa disengaja atau dengan
muhrimnya tidak perlu wudhu lagi. Sementara mazhab Syafii tetap harus berwudhu.
Maka imam yang bermazhab hanafi yang menjadi makmum bermazhab Syafii
kemudian menyentuh wanita, tetap harus berwudhu kembali agar sholat berjemaah
mereka menjadi sah. []
10. Tipologi Seorang Imam
Pertama, imam kompromis-kondisonal.Dalam kategori ini gaya seorang
imam lebih merupakan hasil kompromi dan afirmasi dari keinginan
jamaah. Mereka mempunyai pandangan bahwa ketika ditunjuk sebagai
seorang imam maka ia tidak boleh mengecewakan. Oleh karenanya gaya
kepemimpinan dalam shalatnya amat kondisional, baik dari segi
lamanyya waktu maupun pilihan ayat yang dipakai dalam shalat.
Di sini seorang imam harus juga dituntut untuk bisa
membaca selera jamaah, yang barangkali berbeda antara
satu tempat dengan tempat lainnya.
11. Dalam hal tata cara berpakaian, mereka juga selalu
menyesuaikan, seperti halnya memakai sarung, peci,
sajadah, membawa tasbih perlu diperhatikan dan
disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan kebisaan
yang dipakai di sekitar masjid tersebut. Bahkan saking
kompromisnya, tipologi imam ini pun biasa memakai
lintas fiqh demi memuaskan makmum. Mereka
terkadang memakai qunut, namun di tempat lain mereka
juga tidak memakai.
Kedua, imam “Citra-Sensasional”.Dalam penulisan ini digunakan istilah
citra-sensasional, karena seorang imam dalam menjalankan tugasnya mereka
cenderung bersikap menunjukkan kesenangan dan menjaga sekaligus
menunjukkan keunggulan, sensasi dan kehebatan dalam memimpin shalat
jamaah. Bagi mereka memimpin shalat berarti kesempatan untuk
menunjukkan kehebatan dirinya, baik dari segi hafalan maupun dari segi
keindahan bacaannya yang menurutnya dapat memikat pendengar.
12. Dalam berbusana pun mereka cenderung memakai
pakaian yang sesuai dengan citra dirinya. Dan
untuk menjaga pertunjukan dan peran sosial yang
sedang disandangnya sekarang sebagai pemuka
agama. Dalam beberapa kasus mereka juga
menolak menjadi imam karena merasa kurang pas
saat sedang memakai pakaian kaus dan tidak
memakai peci.
Ketiga, Imam Mandiri,Berbeda dengan kategori imam citra (gambaran),
mereka yang termasuk dalam kategori ini tidak berpretensi untuk
menunjukkan kehebatan dan keunggulan dirinya saat menjadi imam
shalat. Mereka cenderung abai terhadap realitas jamaah dikarenakan
kepentingan pribadi yang biasanya bersifat kondisional, mereka biasanya
bertifikal cuek, mengikuti selera dirinya. Surat yang dipilih, pakaian yang
dipakai, bacaan panjang atau pendek bergantung kepada selera dirinya
saja.
13. Keempat, Imam Ideal-Literalis. Imam dalam kategori ini
beruasaha semaksimal mungkin melaksanakan shalat sesuai
kaidah teks hadits termasuk di dalam shalat berjamaah.
Pilihan surat dan panjang pendeknya ayat atau surat yang
dibaca dan bahkan sampai kepada fiqh yang dipakai
berdasarkan ketentuan teks yang diyakininya.
Dalam hal berpakaian cenderung lebih mementingkan kerapihan,
bersih, sopan dan tentu saja menutup aurat. Bagi mereka memakai
peci, koko atau atribut lainnya bukan merupakan hal yang prinsipil.
Baginya bahwa menjadi imam merupakan amanah dan kita akan
hanya bisa diterima shalat oleh Allah manakala kita berperilaku ikhlas
apalagi dalam menjalankan ibadah shalat. Sebagaimana Rasulullah
mengajarkan kita shalat maka kita wajib mengikuti amalan-amalan
dan ajaran yang harus kita patuhi, terlebih saat mengerjakan ibadah
shalat.