Hadis ini menjelaskan bahwa barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan shalat malam pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya akan diampuni. Ibadah harus didasari keyakinan akan kewajiban agama dan harapan pahala dari Allah, bukan hal lain.
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Hadist berpuasa
1. َِّاَّلل اولُسار َّانأ ْمُهاثَّداح اةارْيارُه اَب-وسلم عليه هللا صلى-االاق«ااماص ْنام
ااَباسِتْاحاو ااًناميِإ انااضامارااًناميِإ ِرْداقْلا اةالْيال ااماق ْناماو ِهِبْناذ ْنِم امَّداقات اام ُهال ارِفُغ
ْنِم امَّداقات اام ُهال ارِفُغ ااَباسِتْاحاوِهِبْناذ.»
Shahih Muslim hadits No 1817 dan Shahih Bukhari Hadits No. 1910 dalam Maktabah
Syamilah.
Ma’na Hadits
Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu,
Barangsiapa yang shalat malam ketika lailatul qadar karena iman dan mengharap
ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.
Kandungan Hadits :
Dalam hadits ini ada dua kata kunci untuk mendapatkan keutamaan bagi orang yang
melaksanakan Ibadah pada bulan Ramadhan Khususnya bahkan ibadah pada
umumnya, dua kata kunci itu adalah kata ( ااًناميِإ ) dan kata ( ااَباسِتْاح ).
Kata (اًناَميِإ ) berasal dari kata ( امن–يؤمن-ايمانا ) yang berarti percaya. Adapun
menurut Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari bahwa yang dimaksud dengan ( إاًناَمي ِِ )
adalah (صومه فرضية حبق االعتقاد ) yaitu adanya keyakinan dengan kebenaran
kewajiban puasa padanya.(Fathul Baari Juz 4 h. 155 dalam Maktabah Syamilah)
Dengan demikian yang dimaksud dengan (اًناَميِإ) disini adalah bahwa dalam
melaksanakan ibadah harus didasari atas keimanan dalam hal ini keyakinan atas
kebenaran ibadah yang dilaksanakan adalah atas perintah Allah dan rasul-Nya.
Firman Allah swt. Dalam al-Quran surah an-Nahl ayat 97 sbb :
اص الِماع ْناماحَُّهنايِيْحُنالاف ٌنِمْؤُم اوُهاو ىاثْنُأ ْواأ ٍراكاذ ْنِم اا
ِاِلْجاأ ْمَُّهنايِزْجانالاو اةابِِّياط اةاايْمُهار
انوُلامْعاي واُنااكاام ِناسْاحِِب
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Nahl:
97)
Adapun kata (ًاباَسِتْحا) berasal dari kata ( حسب–حيسب-حسباًن ) huruf sin berkasrah
berarti menyangka, mengira atau mengharap, dan menurut pengertian ini yang
populer dalam mayarakat yaitu mengharap pahala dari Allah swt.
Kata (ًاباَسِتْحا) juga berasal dari kata ( حسب–حيسب-حساَب ) huruf sin berfathah
yang berarti menghitung, sehingga menurut pengertian ini ibadah harus
dilaksanakan dengan muhasabah atau evaluatif yaitu dengan penuh perhitungan.
2. Adapun menurut Ibnu Hajar dalam kitan Fathul Bari bahwa yang dimaksud dengan
(ًاباَسِتْحا) adalah ( الثو طلبتعاىل هللا من اب )yaitu memohon pahala dari Allah SWT.
Sedangkan menurut Al-Khattabi bahwa ( ااَباسِتْاح) adalah (عزيمة) yang secara lughawi
berma’na “kemauan yang teguh/kuat, atau ( يصومه أنطيب ابهوث يف الرغبة معىن علىنفسه ة
وال لصيامه مستثقل غري بذلكألايمه مستطيل ) yaitu dia berpuasa dengan mengharap
pahalanya dengan memperhatikan kebaikan bagi dirinya tanpa memberatkan pada
puasanya dan tidak pula memperpanjang hari-harinya." (Fathul Baari Juz 4 h. 155
dalam Maktabah Syamilah)
Jadi yang dimaksud dengan ( ااَباسِتْاح) adalah dalam beribadah selalu mengharap
pahala dari Allah swt dan bukan karena hal lain. Demikian pula ( ااَباسِتْاح) juga
bermakna bahwa dalam beri ibadah harus penuh perhitungan yaitu dengan menilai
apakah ibadah itu benar-benar dilaksanakan sebagaimana yang diyari’atkan Allah
dan Rasul-Nya, disamping itu pula ibadah dilaksanakan dengan kemauan yang kuat
dan bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Jika ibadah yang kita laksanakan sudah berdasarkan (اًناَميِإ) dan ( ااَباسِتْاح) seperti
yang terurai di atas, maka insya Allah akanmenghasilkan dampak positif dan nilai
limpah yang berlipat ganda bagi setiap individu dan masyarakat pada umumnya
seperti tujuan dari ibadah itu sendiri.
Wallahu a’lam bisshawab.