SlideShare a Scribd company logo
1 of 145
SISTEM
REPRODUKSI
ELLYZAR I.M. ADIL
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA UI
LABORATORIUM FISIOLOGI (FAAL)
GADUNG E LANTAI 4
TELP. 021 727 0163 – 021 788 49009 EXT 104
PUSTAKA WAJIB
 Chia, M & D.A. Arava. 1997. Pria Multiorgasme. Rahasia Seksual yang harus diketahui
setiap pria. Delapratasa Jakarta
 Nieschlag & Behre. 1990. Testosterone – Action – Difiency Substitution. Assisten
editor – S. Nieschlag. Springer – Verlag – Berlin – Heidelberg – New York – London –
Paris – Tokyo – Hongkong – Barcelona.
 Speroff, L. & P.D Darney. 1996. A Clinical Guide for Contracaption. 2nd edition.
EGC. Buku Kedokteran.
 Tortora, G.J. & N. P. Anagnostakos.1990. Principles of Anatomy & Physiology. Harper
International Edition – Australian Edition

MASA KANAK-KANAK
 ANAK WANITA
 BELUM ADA PERBEDAAN
ANTA RA ANAK WANITA
DGN PRIA KECUALI PADA
ALAT KELAMIN
 DADA TETAP RATA (FLAT)
 BAHU & PANGGUL SAMA BE-
SARNYA
 BELUM MENGALAMI
MENAR-CHE (MENSTRUASI
PERTAMA)
 RAMBUT HALUS PADA
KETIAK (AXIS) DAN
KEMALUAN (PUBIS) BELUM
TUMBUH
 ANAK LAKI-LAKI (PRIA)
 BELUM ADA PERBEDAAN
ANTARA ANAK WANITA DGN
PRIA KECUALI PADA ALAT
KELAMIN
 DADA SAMPAI DEWASA
TETAP RATA (FLAT)
 BAHU & PANGGUL SAMA BE-
SARNYA
 BELUM MENGALAMI MIMPI
BA-SAH (SWEAT DREAM)
 RAMBUT HALUS PADA
KETIAK (AXIS) DAN
KEMALUAN (PUBIS) BELUM
TUMBUH
MASA REMAJA (AKIL BALIQ)
 REMAJA WANITA (13
THN)
 PAYUDARA MULAI BERKEM
BANG, BAIK AEROLA &
PUTTING
 MENGALAMI MENARCHE PD
USIA ANTARA 9 -14 THN
 BAHU TETAP, TETAPI
PANGGUL MULAI SDKT
MELEBAR
 RAMBUT AXIS & PUBIS
MULAI TUMBUH (SEGITIGA
TERBALIK)
 REMAJA PRIA (16 THN)
 PAYUDARA (DADA) TETAP
RATA (FLAT)  TDK
BERKEMBANG
 MENGALAMI MIMPI BASAH
PD USIA ANTARA 13-16 THN
 BAHU MULAI SEDIKIT
MELEBAR, TETAPI PANG-
GUL TETAP RAMPING
 RAMBUT AXIS & PUBIS MU
LAI TUMBUH (EMPAT
PERSEGI PANJANG)
MASA DEWASA (ADULT)
 WANITA DEWASA
 PAYUDARA PERTUMBUHAN
MAKSIMAL
 PANGGUL MELEBAR SECA RA
MAKSIMAL
 MENSTRUASI AKAN SANG- AT
TERATUR
 PERTUMBUHAN RAMBUT AXIS
SEMAKIN LEBAT (UMUMNYA
WANITA MENCUKURNYA),
RAMBUT PUBIS SEMAKIN
RIMBUN
 PRIA DEWASA
 DADA TETAP RATA
 BAHU MELEBAR
SECARA MAKSIMAL
 MIMPI BASAH BISA JADI
TERATUR 1 BN SEKALI
 PERTUMBUHAN
RAMBUT AXIS SEMAKIN
LEBAT, JG RAMBUT
PUBIS
 TUMBUH JAKUN
(ADAM’S APPLE)
TAMPAK DEPAN
PERKEMBANGAN ALAT KELAMIN
 PHALUS AKAN BERKEMBANG MENJADI  PD PRIA  PENIS, 
PD WANITA  KLITORIS  EKIVALEN DGN PENIS  DPT
MENGALAMI EREKSI
 LABIOSKROTAL  PD PERKEMBANGAN SELANJUTNYA AKAN
MENJADI  PD PRIA  KANTUNG SKROTUM  TEMPAT
TERLINDUNGNYA TESTIS  PRODUKSI SPERMATOZOA; PD
WANITA AKAN MEJADI LABIUM (BIBIR) MAJOR (BESAR)
 KEDUDUKAN ANTARA TESTIS DGN OVARIUM SAMA SEBELUM
DILAHIRKAN YAITU DI DALAM RONGGA PERUT
 PERISTIWA TDK TURUNNYA TESTIS KE DALAM KANTUNG
SKROTUM  UNDESCENDENS TESTICULO - RUM
REPRODUKSI PRIA
 TERDIRI DARI: PENIS YG DPT MENGALAMI EREKSI 
PD PENIS TERDAPAT KORPUS CAVERNOSUM &
KORPUS SPONGIOSUM (JARINGAN BUNGA KARANG
= SPONS) YG BERFUNGSI DPT TERISI DARAH
SEHINGGA TERJADINYA EREKSI
 EREKSI  KARENA ALIRAN DARAH YANG MASUK KE
DLM PENIS KONSTAN TAPI YG KELUAR TIDAK KONS-
TAN SHG JARINGAN BUNGA PENUH OLEH DARAH
 EJAKULASI  KELUARNYA SEMEN (SPERMA + GETAH
KELENJAR ASESORIS PRIA) SETELAH MENGALAMI
EREKSI
 KELENJAR ASESORIS PRIA  VESIKULA SEMINALIS,
PROSTAT, BULBO URETHRALIS (COWPER’S) & LITTRE
(URETHRALIS)
LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
 BAGIAN DEPAN DARI PENIS (PREPUTIUM (KULUB) BG
ALAT KELAMIN PRIA YG DI KHITAN (SUNAT) AGAR
TERJAMIN KEBERSIH-AN & KESEHATAN
 KEPALA & BAGIAN BWH DARI PENIS SANGAT PEKA
 ADA SEPASANG TESTES (TESTIS, SELAPUT
PENGGANTUNG TESTIS  MESORCHIUM) DLM KAN-
TUNG SKROTUM, YG AKAN MEMPRODUKSI SPERMA
PD SUHU DI BAWAH SUHU TUBUH (LBH KRG 35
DERAJAD)
 PEMBENTUKAN SERTA PEMATANGAN SPERMA
TERJADI DLM TESTIS, TERUTAMA DLM TUBULUS
SEMINIFERUS
 KELUARNYA SPERMA DARI TUBUH MELALUI  Testis
 Epididimis (kaput, trunkus, kauda)  VAS DEFERENS 
kel. Asesoris  URETHRA  keluar tubuh
LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
 PROSES PEMBENTUKAN & PEMATANGAN SPERMA
 SPERMATOGONIUM  SPERMATOGONIUM A & B 
SPERMATOGONIUM A MERUPAKAN BAKAL CALON
SPERMATOGONIUM LAGI, SEDAGKAN
SPERMATOGONI UM B  SPERMATOSIT PRIMER 
SPERMATOSIT SEKUNDER  SPERMATID 
SPERMATOZOA
 PERISTIWA SPERMATOGONIUM  SPERMATOZOA 
T SPERMATOGENESIS
 PERISTIWA SPERMATOGONIUM  SPERMATID 
SPERMIOGENESIS
 SEDANGKAN PERISTIWA SPERMATID  SPERMATO-
ZOA  TRANSFORMASI ATAU PEMATANGAN DGN
TUMBUHNYA EKOR UTK PERGERAKAN SPERMA
LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
 SETIAP TESTIS MELALUI TUBULUS SEMINIFERUS
AKAN MENGHASILKAN 200 – 250 JUTA
SPERMATOZOA
 SETIAP 3 TUBULUS SEMINIFERUS AKAN MENGHASIL-
KAN HORMON TESTOSTERON (LIBIDO)  MKNYA
PRIA JARANG TERJADI ANDROPAUSE
 SALURAN PENGELUARAN SPERMA DAN URIN 
SAMA YAITU URETHRA DAN PANJANGNYA
TERGANTUNG DARI PANJANGNYA PENIS INDIVIDU
 PANJANG NORMAL PENIS (INDONESIA)  5 – 14 CM
SELAGI TIDUR (TDK LG EREKSI)
 MAKIN PENDEK PENIS DAYA EREKSI MAKIN TINGGI,
MAKIN PANJANG PENIS, DAYA EREKSI MAKIN
RENDAH
ANALISIS SEMEN MANUSIA
 SYARAT-2: DEWASA, SEHAT JASMANI & ROHANI, ONA-
NI, BOTOL GELAS (TDK BLH PLASTIK), GELAP
 MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS
 MAKROSKOPIS: WARNA (putih mutiara/putih keruh/putih
kelabu), BAU (bunga Akasia), Ph (7,2 – 8,0), KEKENTALAN (3
– 5 x air), VOLUME (1-6 cc), LIKUIFAKSI (30 menit)
 MIKROSKOPIS: BENTUK, VOLUM PER EJAKULAT,
KECE PATAN, MOTILITAS
 KEDUA MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS HARUS
MEME- NUHI SYARAF
 KALAU TDK MEMENUHI SYARAT DIANGGAP
KUALITAS SEMEN PRIA TDK BAIK/MUTU BURUK
REPRODUKSI WANITA
 TERDIRI DARI:
 KLITORIS  TERLETAK PALING ATAS  EKIVALEN
DGN PENIS  DPT MENGALAMI EREKSI  TAPI
TERTA- RIK KE DALAM SEHINGGA TDK TERLIHAT
 TUDUNG KLITORIS DI KHITAN (DI TOREH) UNTUK
MEM- PERKECIL BANYAKNYA CAIRAN KELUAR PADA
SAAT DI RANGSANG KETIKA DEWASA (MENIKAH)
 DI BAWAH KLITORIS TERDAPAT LUBANG TEMPAT
KELUARNYA URINE
 VAGINA  TEMPAT COITUS & MELAHIRKAN BAYI
 KELENJAR ASESORIS WANITA  SEPASANG KELEN-
JAR BARTHOLIN YG BERHUBUNGAN ERAT DGN
STIMULI KLITORIS
LANJUTAN REPRODUKSI
WANITA
 ADANYA LABIUM (BIBIR) MINOR (KECIL)
 SEPASANG OVARI  DI KIRI KANAN RONGGA PERUT 
SEBESAR KENARI DAN DILINDUNGI SELAPUT MESOVARIUM
 DI DALAM OVARIUM TERDAPAT BAKAL TELUR (OOGONIUM) YG
SDH JENUH PD SAAT BAYI WANITA DI LAHIRKAN  JUMLAH
ANTARA 100.000 – 450.000
 MAKIN CEPAT MENDAPAT HAID MAKIN LAMBAT MENO-PAUSE;
MAKIN LAMBAT MENDAPAT HAID MAKIN CEPAT MENOPAUSE
 SEPASANG SALURAN TELUR (OVIDUCT) TEMPAT MASUKNYA
TELUR
 RAHIM, TERDIRI DARI MULUT RAHIM & ENDOMETRIUM 
TEMPAT IMPLANTASI TELUR YG SDH DIBUAHI SPERMA
LANJUTAN REPRODUKSI
WANITA
 SELAPUT DARA (HYMEN) tdd 4 TIPE:
 1. KRIBIFORMIS (RINGKIH)  ASIA termasuk INDONESIA 
MEMPUNYAI PORI-2 SPT SARINGAN KELAPA (kecil 7 hr; besar  3
hr; kombinasi  5 hr)
 SEMILUNARIS (ASIA SELATAN INDIA, ARAB & EROPA) 
ELASTIS
 SEPTALIS (AFRIKA, NEGRO, AMERIKA LATIN, INDIAN) 
SANGAT ELASTIS
 IMPERFORATA  JUSTRU TDK MEMPUNYAI PORI-2 SEHINGGA
DARAH HAID TIDAK PERNAH KELUAR  MENGUMPUL MULAI
DI VAGINA, RAHIM SAMPAI SALURAN TELUR  DI
PECAHKAN/DI ROBEK SHG DARAH HAID KELUAR
FERTILISASI (PEMBUAHAN)
 PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA TERJADI DI
SEPERTIGA SALURAN TELUR (TUBA FALOPII)  FERTILISASI
 HASIL PERTEMUAN SEL TELUR DGN SEL SPERMA  ZIGOTE
 PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA DI STIMULI
OLEH HORMON ESTROGEN
 PENGHAMBATAN PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL
SPERMA PADA DUAPERTIGA BAGIAN ATAU TIGAPERTIGA
BAGIAN DARI SALURAN TELUR DILAKUKAN OLEH HORMON
PROGESTERON
 TELUR DI OVULASI MELALUI OVARI MASUK KE SALUR-AN
MELALUI JARINGAN FIMBRIAE
PREGNANSI (KEHAMILAN)
 DIMULAI DGN TERBENTUKNYA ZIGOTE  INTI SEL
TELUR KETEMU DGN INTI SEL SPERMA
 SEL SPERMA AKAN MENGELUARKAN 3 ENZIM
UTAMA YAITU: CPE (CORONA PENETRATING
ENZYME), AKROSIN & HIALURONIDASE
 SETELAH SEL SPERMA SATU MASUK, MAKA SEL TE-
LUR AKAN MEMBENTUK MEMBRAN (SELAPUT)
PROTEKSI (PERLINDUNGAN) AGAR SPERMA-2
BERIKUT TDK DPT MENEMBUS SEL TELUR
 PERSAINGAN (KOMPETISI) SANGAT SPORTIF  40 %
MATI, 30 % ABNORMAL, 30 % BERSAING ANTARA 15 %
KE KANAN/KIRI  AKHIRNYA TINGGAL 2,5 % 
DIBUTUHKAN HANYA 1 SPERMA UNTUK MEMBUAHI
LANJUTAN PREGNANSI
(KEHAMILAN)
 PERHATIKAN GAMBAR MULAI TERJADINYA IMPLANTASI JANIN
PADA RAHIM
 GAMBAR 1  S/D 14 MEMPERLIHATKAN PERTIMBUHAN JANIN
PADA IMPLANTASI JANIN, KEHAMILAN MULAI DARI 40 HARI S/D
MINGGU KE 40 (JANIN USIA 9 BLN, 2 MINGGU)
 KEHAMILAN 6 MINGGU (JANIN 4 MINGGU)  PANJANG BARU
1,25 CM (O,5 INCI)
 KEHAMILAN 8 MINGGU (JANIN 6 MINGGU)  PANJANG 2,5 CM (1
INCI)
 KEHAMILAN 10 MINGGU (JANIN 8 MINGGU)  7 CM
KEHAMILAN 6 MINGGU
KEHAMILAN 8 MINGGU
KEHAMILAN 12 MINGGU
KELAHIRAN (NATALIA)
 DIMULAI DGN DATANGNYA MULES-MULES YG TERA-TUR
SETIAP 3 JAM SEKALI, 2,5 JAM, 2 JAM, 1,5 JAM, 1 JAM, ½ JAM, 15
MENIT, 10 MENIT SEKALI  MULESNYA HANYA SEKIAN DETIK
 PECAHNYA SELAPUT AMNION (KETUBAN)  CAIRAN KETUBAN
KELUAR  BAYI DGN SEGERA AKAN DILAHIRKAN
 UMUMNYA KALAU KEPALA BAYI SUDAH KELUAR, BAGIAN LAIN
AKAN MENNGIKUTI DGN MUDAH
 ARI-2 ANTARA INDUK DGN BAYI DIIKAT, KEMUDIAN
DIPOTONG
 SECARA ALAMIAH PLACENTA & ARI-2 AKAN KELUAR  DIJAHIT
KARENA PERINEUM & VAGINA SDKT ROBEK TERGANTUNG
BESARAN BAYI
SETELAH KELAHIRAN (POST
NATAL)
 SELAMA DLM KANDUNGAN SEMUA DILAKUKAN
BAIK SIRKULASI, RESPIRASI & MAKAN MELALUI ARI-2
(ARTERI UMBILICALIS & VENA UMBILICALIS)
 SETELAH KELAHIRAN SEMUA HARUS DILAKUKAN
OLEH BAYI SENDIRI SEPERTI ORANG DEWASA 
SIRKULASI DARAH SDH LANCAR, SEKAT SEMPURNA;
RESPIRASI  OKSIGEN SECARA TIBA-2 MASUK KE
DALAM PARU-2  MENYEBABKAN BAYI SAKIT 
NANGIS (KELAHIRAN SEPONTAN); BILA TIDAK,
BIASA-NYA DOKTER AKAN MENGANGKAT KAKI
BAYI KE ATAS ATAU MENEPUK BOKONG (PANTAT)
BAYI SHG MEREKA AKAN NANGIS KRN OKSIGEN
SECARA TIBA-2 MASUK PARU-2 (KELAHIRAN TDK
SPONTAN)
LANJUTAN SETELAH KELAHIRAN (POST
NATAL)
 YG TDK BISA DILAKUKAN OLEH BAYI ADALAH
MAKAN
 PEMBERIAN ASI  HARI 1-3  KOLUSTRUM  80%
ANTIBODI, 20 % MINERAL, VITAMIN, HORMON
 HARI KE 4-10  ASI PERALIHAN  60 % ANTIBODI,
40% MINERAL, VITAMIN, HORMON
 HARI KE 11-730  MATANG  40% ANTIBODI, 60%
MINERAL, VITAMIN, HORMON YG MENURUN
 3-6 BLN BERTURUT-TURUT TANPA MAKANAN
TAMBAH-AN  ASI EKSKLUSIF
 PENYAPIHAN SETELAH 6 BLN  SARI BUAH TOMAT,
JERUK, PISANG, BUBUR SUSU  LBH BAIK DICAMPUR
DGN SDKT MADU
KELAHIRAN KEMBAR
 HERIDITAS ATAU MAKANAN
 TWINS, TRIPLETS, QUADRIPLETS, QUINTIPLTS (PENTAPLETS),
HEKSAPLETS, HEPTAPLETS, OKTAPLETS, NONAPLETS,
DEKAPLETS
 MONOZIGOTIK, DIZIGOTIK, TRIZIGOTIK, TETRAZIGOTIK
 MONOZIGOTIK TWINS DIZIGOTIK TRIPLETS
 TRIZIGOTIK QUADRIPLETS
 KELAHIRAN NORMAL
 KELAHIRAN DIBANTU  CAESAR, VACCUM, TANG
 MAKIN BANYAK ANAK YG DIKANDUNG (KEMBAR), MAKIN
KECIL BERAT & UKURAN BAYI
 MENGIKUTI HUKUM TABLET
SISTEM REPRODUKSI
MASCULINA
Oleh
dr. Adi Hijaz Yamani
Bgn Biologi FK UNLAM
Genitalia Masculina
1. Eksterna : - Penis
- Scrotum
2. Interna : - Testis dan Epididimis
- Saluran keluar testis
- Kelenjar aksesoris
• 1. Testicles
2. Epididymis
3. Corpus cavernosa
4. Foreskin
5. Frenulum
6. Urethral opening
7. Glans penis
8. Corpus spongiosum
9. Penis
10. Scrotum
Penis
Gland penis
pubis
GENITALIA EKSTERNA
• SKROTUM
• Kantung yang berisi testis
• Terdiri dari lapisan luar kulit
yang tebal dengan sejumlah
kelenjar lemak dan keringat
• Fungsi :
• sebagai penyangga bagi
testis
• Regulasi temperatur
• PENIS
• Organ untuk kopulasi
• Terdiri dari 2 corpus cavernosum dan corpus
spongiosum
• Corpus cavernosum penis : disebelah
dorsal,dibungkus t.albugenia tebal ± 0,5 mm,
ketika ereksi tersusun o/ serabut kolagen
sirkuler (sblh dlm) dan longitudinale (luar)
• Corpus spongiosum penis : disebelah
ventral,dilapisi t.albugenia,cavernae lebih padat
& kecil2,bgn tengah ditembus o/ urethra
Insisi transversal
Genitalia Masculina
1. Eksterna : - Penis
- Scrotum
2. Interna : - Testis dan epididimis
- Saluran keluar testis
- Kelenjar aksesoris
A. TESTIS dan EPIDIDYMIS
TESTIS
• Organ primer untuk reproduksi pria
• Mengalami penurunan dari daerah asalnya, melalui kanalis inguinalis
ke dalam skrotum
• Fungsi & struktur diatur o/ hormon gonadotropin
• Fungsi :
• Kelenjar endokrin : hormon testosteron
• Kelenjar eksokrin : penghasil sel sperma
• Tidak terdapat dalam tubuh
• Struktur : alat ini tersusun atas kerangka bungkus & Struktur dalam
GENITALIA INTERNA
Bungkus luar :
A. Tunika vaginalis : 2 lapis sbg kantong
→mesothelium,melapisi permukaan testis bgn anterior
B. Tunika albugenia : jar. Ikat padat fibrosa mrpk kapsula yg
lbh tebal sepanjang permukaan posterior → mediastinum
testis
C. Tunika vasculosa : sangat tipis
Struktur Dalam:
A. Septa : mrpk perluasan T. albugenia,membagi testis mjd ±
250 lobulus
B. Lobulus : t.d 1-4 tubulus seminiferus → eksokrin dan
jaringan ikat longgar diantara tubulus tdpt endocrynocytus
interstitialis ( Leydig) → endokrin
Epididymis
• Saluran transport sperma pertama
• caput, corpus and the cauda
• Mempunyai 4 fungsi :
• 1) Transpor sperma Transport
• 2) konsentrasi sperma
• 3) Penyimpanan sperma
• 4) Maturasi/pematangan sperma
(khususnya di daerah cauda)
B. Saluran Keluar Testis
Komponen :
a. Tubulus semineferus convolutus 
spermatogenesis
b. Tubulus semiferus rectus
c. Rete Testis
d. Duktuli Efferentes
e. Duktus Epididymidis  pematangan sperma
f. Duktus Deferen (Vas deferen)
g. Duktus Ejaculatorius
C. Kelenjar Aksesoris Pria
1. Vesikula Seminalis
2. Glandula Prostata
3. Kelenjar Bulbo uretral
4. Kelenjar Littre
Fungsi-Fungsi Kelenjar Aksesoris
1. Sekret Vesikula Seminalis 
fruktosa (sumber energi spermatozoa) untuk motilitas
dan Flavin (forensik) mendeteksi adanya semen
2. Sekret Glandula Prostata 
asam sitrat (proses likuifikasi ejakulat dan memelihara
keseimbangan osmotik plasma semen),
spermin,spermidin, IgA dan IgG (menstimulasi
kehidupan spermatozoa)
3. Kelenjar Bulbouretra ( Kelenjar Cowperi) dan
4. Kelenjar Littre ( kelenjar uretra) : membasahi bagian
pangkal uretra.
SPERMATOGENESIS
1. Fase proliferasi : saat pubertas sel primordial
mitosis menghasilkan spermatogonia
2. Fase Pertumbuhan : spermatogonia menjadi
spermatocytus primarius
3. Fase Pematangan : spermatocytus primarius
bermeiosis I menjadi secundaris, bermeiosis ke
II menjadi spermatidium  kromosom (haploid)
23, XY atau XX
4. Fase Transformasi : spermatid menjadi
spermatozoon  Spermiogenesis
TESTOSTERON:
1.diperlukan dalam proses pembentukan sperma
(spermatogenesis)
2. Turut menentukan pematangan organ reproduksi dan sifat
seks sekunder : kumis, jenggot, rambut dada, suara dan
libido
Air mani  sperma dan plasma semen.
sperma : kecebong, panjang 50 mikron, 20 juta/ml, bergerak
aktif 8-24 jam
semen : 2-6 ml, bau bunga akasia, warna putih keruh
Ereksi, kenapa bisa terjadi ?
Adanya enzim cGMP otot polos menjadi rilex  aliran darah semakin
cepat  tabung-tabung mengembang
PDE5  sebagai penghancur pesta ereksi, yang memecah cGMP
Fase ereksi :
Fase lemas (flasid)
Fase pengisian darah
Fase Tumesensi (pembesaran)
Fase ereksi
Fase Rigid
Fase detumesensi
Perbedaan oogenesis dan
spermatogenesis
1.Spermatogenesis berlangsung setelah akil balig
sampai seumur hidup sedangkan oogenesis
dimulai semenjak embrio, terhenti sebagian waktu
lahir dan dilanjutkan sampai akil balig sampai
menopause
2. Spermatogenesis tidak memiliki siklus sedangkan
oogenesis memiliki siklus (menstruasi)
Kesehatan
Alat Reproduksi
Pria
• Penis tidak rentan
terhadap infeksi dan
iritasi karena dilapisi
kulit yang cukup tebal
• Testis sensitif
terhadap luka
•Vagina dapat membersihkan bagian
dalamnya sendiri
•Kesehatan dipengaruhi oleh estrogen
dan bakteri laktobacillus
Ph normal vagina : 3,5 – 4,2
Wanita
TIPS (Pria)
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air kecil
• Cuci penis dengan air sabun min 1 x sehari
• Jika tidak disunat, lebih teliti membersihkan
• Mengeringkan dengan handuk
• Hindari alkohol dan merokok karena dapat menyebabkan impoten.
Memilih Celana Dalam
•Terbuat dari katun
• Tidak ketat
Pemeriksaan
• Sebelum memeriksa, mandilah
dengan air hangat agar kulit
stroktum relaks dan lunak
• Kenali bentuk, ukuran dan
berat testis.
• Periksa dengan teliti
• Kenali epididymis ( struktur
berbentuk seperti tali tambang
diatas / belakang testis)
WASPADAI!
• satu testis terasa lebih berat,
buah testis membesar, lunak.
•Timbul luka yang tak kunjung sembuh,
pembenjolan pada testis.
• Terdapat lecet, kutil
• Terasa gatal terus menerus
• Uretra mengeluarkan cairan yang tidak biasa
SEGERA KE DOKTER!
SUNAT
• Operasi kecil membuang kulup penis
• Kebersihan & Faktor agama
• Dapat mengurangi resiko infeksi saluran
kencing, kanker penis, PMS ( Penyakit
menular seksual), HIV/AIDS.
Sunat
TIPS(Wanita)
•teratur membasuh bibir vagina dengan
air bersih & sabun lembut.
• Membasuh dari bagian depan ke bagian
belakang
•Keringkan
•Hindari menggunakan deodoran, sabun
antiseptik, parfum
•Ganti pembalut 4-5 x dalam sehari jika
menstruasi
•Pakai pembalut :lembut, tdk bergel/
parfum,
merekat dengan baik dicelana
•Jgn memberi bedak krn dpt
menyebabkan kanker
•CD terbuat dari katun dan
tidak terlalu ketat
PEMERIKSAAN
• Lakukan pemeriksaan
pap smear/ usg untuk
mengetahui adanya
kelainan
• Dapatkan vaksin
kanker serviks untuk
mencegah timbulnya
kanker
Terima Kasih !
16
6. Mulut vagina
1. Indung telur
(ovarium)
3. Rahim (uterus)
4. Leher Rahim
(cervix)
8.Anus
5. Liang Kemaluan
(vagina)
Organ Reproduksi Bagian Luar
Organ Reproduksi Perempuan
Organ Reproduksi Bagian Dalam
2. Saluran telur (tubafalopi)
7.Klentit
(clitoris)
17
1. Indung telur (ovarium), yaitu gumpalan sebesar
telur ayam yang terdiri dari sel-sel telur (ovum).
2. Saluran telur (tuba falopi), yang terletak di sebelah
kiri dan kanan rahim, yaitu saluran untuk dilalui sel
telur menuju rahim.
3. Rahim (uterus), sebuah rongga sebesar buah
alpukat atau sebesar genggaman tangan orang
dewasa, terbuat dari otot-otot yang kuat untuk
membesarkan bayi selama 9bulan.
4. Leher rahim (cervix), lubang kecil di bawah rahim
yang bisa membesar ketika bayi ke luar dari
rahim.
5. Liang kemaluan (vagina), adalah jalan atau sa-
luran antara rahim (organ seks di dalam tubuh
perempuan) dengan organ seks bagian luar. Dari
vaginalah bayi keluar waktu dilahirkan.
6. Mulut Vagina, yaitu bagian luar dari vagina yang
merupakan sebuah rongga penghubung antara
rahim dengan bagian luar tubuh. Lubang vagina
ini ditutupi oleh selaput dara yang dapat pecah
karena senggama atau karena sebab lain (jatuh,
kecelakaan, dll).
7. Klentit (clitoris), adalah benjolan daging kecil di
sekitar mulut vagina yang berisi banyak pembuluh
darah dan syaraf sehingga merupakan bagian
yang peka.
8. Anus, lubang untuk mengeluarkan kotoran sisa
makanan. Karena dilalui oleh kotoran (bisa me-
ngandung kuman penyakit) maka harus selalu
dibersihkan dengan benar.
18
6. Batang
kemaluan
(penis)
3. Saluran sperma
(vas deferens)
4. Prostat
2. Buah zakar
(testis)
7.Kepala
penis
(glans)
Organ Reproduksi Laki-laki
5. Saluran
kemih
(uretra)
1. Kantung zakar
(scrotum)
19
1. Kantung zakar (scrotum), kantung lembut yang
menahan dua buah testis berbentuk bolakecil.
2. Buah zakar (testis), dua bola kecil berisi sel-sel
kecil yang disebut sperma (mulai dihasilkan waktu
remaja). Sperma bisa keluar pada waktu remaja
laki-laki mengalami “mimpi basah”.
3. Saluran sperma (vas deferens), adalah sebuah
saluran bagi sperma dari testis menujuprostat.
4. Prostat, berfungsi menghasilkan cairan mani
yaitu cairan lengket yang akan bercampur dengan
sperma ketika keluar dari penis saatejakulasi.
5. Saluran kemih (uretra), saluran untuk dilalui oleh
cairan mani yang mengandung sperma, dan juga
saluran air kencing. Air kencing dan mani tidak
akan keluar bersama-sama.
6. Batang kemaluan (penis), terbuat dari otot dan
merupakan saluran untuk keluarnya air kencing
maupun saluran keluarnya sperma. Ujung penis
sangat peka karena mengandung banyak syaraf,
sehingga bila diraba memberi rangsangan.
7. Kepala penis (glans), adalah bagian paling depan
dari batang kemaluan atau penis yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah. Ujung
penis ini tertutup kulit yang biasanya dibuang
(dikhitan atau disunat). Sunat dianjurkan karena
memudahkan pembersihan penis sehingga
mengurangi kemungkinan terkena infeksi atau
penyakit lain.
20
MENGATASI STRES
DAN KEBINGUNGAN
MENGHADAPI
PERUBAHAN
FISIK DANPSIKOLOGIS
SELAMAPUBERTAS
21
Antara usia 10 – 15 tahun tubuh anak-anak mulai
berubah. Badan menjadi tinggi, tumbuh rambut
di ketiak dan sekitar alat kelamin, muncul jerawat,
wajah berminyak. Khusus pada perempuan:
payudara membesar, kadang ada rasa nyeri. Pada
laki-laki: suara membesar dan tumbuh jakun.
Masa remaja ini disebut masa PUBERTAS atau
akil-balik yaitu menjadi dewasa (tapi belum
dewasa lho). Lamanya bisa beberapa tahun dan
bisa berbeda-beda pada setiap anak/remaja.
Dalam masa pubertas ini, perubahan juga terjadi
pada pikiran, perasaan, hubungan pertemanan,
tanggungjawab (ini disebut perubahan psikologis).
Kadang-kadang remaja mengalami masalah dan
kesulitan ketika mengalami perubahan-perubahan
itu. Ada rasa bingung, kesal, malu, benci, bosan,
dan stres. Semua masalah itu terjadi karena
remaja belum terbiasa dengan perubahan-
perubahan itu. Kalau semua perasaan negatif itu
dibiarkan, maka kita akan dipengaruhi dan diatur
oleh perasaan-perasaan negatif itu sehingga tidak
bisa lagi mengerjakan hal-hal lain dengan baik,
bahkan kita bisa sakit.
22
Nah pada masa-masa sulit seperti itulah diperlukan
kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi, baik masalah yang disebabkan
perubahan dalam diri sendiri maupun dalam
hubungan dengan orang-orang lain. Banyak cara
yang bisa dilakukan, antara lain berbicara secara
Pertumbuhan manusia (laki-laki)
23
Pertumbuhan manusia (perempuan)
terbuka (komunikasi efektif) dengan orang-orang
yang kita percaya seperti teman, kakak, orang
tua, dan guru. Kita juga bisa membaca buku-buku
tentang pertumbuhan remaja dan pubertas agar
kita tahu bahwa remaja lain di seluruh dunia juga
mengalami hal yang sama.
24
MENGENALI
SEBAB-SEBAB
PERUBAHANDAN
BERPIKIR APA
YANGSEBAIKNYA
DILAKUKANDALAM
MASA PUBERTAS
25
Perubahan fisik dan psikologis disebabkan be-
kerjanya hormon-hormon. Hormon adalah zat-
zat kimia yang dihasilkan bagian-bagian tertentu
dalam tubuh. Dari bagian-bagian tubuh itu,
hormon mengalir melalui darah ke bagian-bagian
tubuh lain dimana hormon itu harus bekerja dan
melakukan perubahan-perubahan pada tubuh kita.
Ada banyak jenis hormon dalamtubuh.
Pada masa PUBERTAS, hormon-hormon tertentu
di otak mengirim berita/perintah pada organ-
organ reproduksi (organ seks) laki/perempuan
untuk membuat hormon-hormon seks. Organ seks
perempuan (indung telur) membuat hormon seks
yang disebut estrogen dan progesteron. Organ
seks laki-laki (testis) menghasilkan hormon seks
yang disebut testosteron. Hormon seks perempuan
memerintahkan indung telur untuk mengeluarkan
satu sel telur setiap bulan, sedangkan hormon seks
laki-laki memerintahkan testis untuk menghasilkan
sperma. Bila sperma laki-laki bertemu dengan sel
telur perempuan maka keduanya bersatu dan bisa
tumbuh menjadi bayi di dalam tubuh perempuan.
Artinya, waktu tubuh kita sudah menghasilkan
hormon-hormon seks, maka laki dan perempuan
sudah bisa menghasilkan keturunan/anak.
26
PUBERTAS PADA PEREMPUAN
Perjalanan sel telur
Pada masa pubertas (sekitar usia 11 – 12) , hormon
tertentu di otak mengirim berita pada indung telur
untuk memproduksi hormon seks estrogen dan
progesteron. Estrogen memberitahu sel telur
untuk berkembang/matang. Biasanya sel telur
matang satu per satu. Sekitar satu bulan satu kali
indung telur melepas satu sel telur yang ‘matang”
(disebut ovulasi). Sel telur atau ovum berjalan ke
saluran indung telur (falopi) dan terus sampai ke
rahim. Di saluran ini sel telur bisa bertemu dan
bersatu dengan sperma yang masuk melalui
vagina kalau terjadi hubungan seksual antara laki
dan perempuan. Hubungan seksual adalah
pertemuan organ seks laki-laki dan perempuan
sampai sperma laki-laki masuk melalui vagina
perempuan dan bersatu dengan sel telur. Telur
yang sudah dibuahi sperma pelan-pelan akan
melekat pada dinding rahim dan tumbuh menjadi
bayi selama 9 bulan.
27
Sperma bertemu seltelur
di saluran telur
Telur yang sudah dibuahi
bersarang di dindingrahim
tumbuh menjadi janin
28
Setiap bulan sel
telur yang masak
menempel di dinding
rahim yang menebal
Dinding rahim
semakin menebal
Apabila tidak dibuahi
oleh sperma, sel
telur akan rontok dan
keluar dari tubuh
melalui vagina
Bila sel telur tidak bersatu dengan sperma setelah
meninggalkan indung telurnya, maka tidak akan
terbentuk bayi. Sel telur akan pecah dan bersama
sebagian dinding rahim dimana sel telur itu
bersarang akan luruh / keluar melalui vagina dalam
bentuk darah. Inilah yang disebut menstruasi atau
haid.
Jangan kuatir, semua itu normal !
29
Pada waktu haid pakailah pembalut untuk haid
(softex, tampon, dll) yang harus diganti beberapa
kali sehari. Selain itu, pada masa haid cucilah
vagina dengan air bersih. Salah satu keterampilan
hidup adalah kemampuan merawat kesehatan
dan kebersihan organ reproduksi kita dengan
benar.
Menstruasi atau haid terjadi setiap bulan selama
beberapa hari. Haid kadang-kadang disertai rasa
sakit/mules, bau badan, kesal, cepat marah, dll.
Berusahalah mengerti perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri kita (mengenal diri) agar
kita siap dan bisa mencari cara yang tepat untuk
menghadapinya. Ketika mengalami haid, dan ada
yang tidak kamu mengerti, maka janganlah ragu
untuk bertanya pada orang dewasa. Pada saat
seperti ini kemampuan untuk berbicara dan
bertanya (berkomunikasi) secara terbuka dengan
orang lain sangat penting karena hal itu bisa
membantu kita mengatasi rasa cemas, khawatir
atau takut.
30
PUBERTAS PADA LAKI-LAKI
Perjalanan sperma
Pada masa pubertas, salah satu hormon di otak
mengirim berita pada testis untuk memproduksi
hormon testosteron. Salah satu sel penting yang
diproduksi testis adalah sperma (100–300 juta
sperma per hari) berbentuk cacing atau kecebong
yang sangat kecil.
Sperma bersatu dengan telur
telur perempuan
sperma laki-laki
Jutaan sperma laki-laki mendekat sel telur perempuan
31
Sperma berenang melalui saluran sperma (vas
deferens) yang mengeluarkan cairan khusus.
Campuran sperma dan cairan ini disebut air mani
yang terkumpul sangat cepat. Bila penampung
cairan ini penuh, maka ia bisa keluar (ejakulasi)
melalui penis yang tegang (ereksi) secara spontan
dalam mimpi. Kejadian ini disebut mimpi basah.
Ketika laki-laki sudah bisa menghasilkan sperma,
maka hanya dengan satu saja sperma yang
bertemu/bersatu dengan sel telur perempuan
yang matang (melalui hubungan seks), maka
perempuan bisa hamil dan sel telurnya bisa
berkembang menjadi bayi.
Karena kita sekarang
mulai mengerti sebab-sebab
terjadinya perubahan dalam diri kita dan
juga mengerti akibat dari perubahan-
perubahan itu (berpikir kritis), maka
sudah saatnya kita lebih berhati-hati
dan bertanggungjawab
dalam menggunakan organ-organ
reproduksi kita.
32
BERPIKIR KRITIS DAN
BERTANGGUNG JAWAB
ATAS PERILAKU SEKS
DANAKIBATNYA
33
Perasaan sayang dan cinta tidak harus dibuktikan
dengan hubungan seks. Sayang dan cinta pada
masa remaja bisa dibuktikan dengan banyak
cara: bertatapan, berbicara, berjalan-jalan, dsb.
Hubungan antar teman atau dengan pacar
haruslah hubungan yang sehat, bukan hubungan
yang merugikan. Kamu berhak atas tubuh kamu
sendiri dan “berhak” berkata “tidak” (untuk
sentuhan atau hubungan seks yang tidak kamu
inginkan).
Remaja dan kita semua perlu ingat bahwa perilaku
seks yang tidak aman bisa mengakibatkan banyak
risiko yang dapat mengganggu masa depan dan
menghalangi kita untuk mencapai cita-cita.
Risiko-risiko tersebut antara lain:
1. Kehamilan
Hubungan seks satu kali saja bisa menghasilkan
kehamilan yang tak diharapkan. Kehamilan bisa
terjadi karena organ reproduksi sudah matang.
Tetapi tidak berarti remaja
melahirkan, dan mengasuh
banyak persoalan muncul
siap mengandung,
bayi. Justru akan
baik secara fisik
(pendarahan, keguguran, kematian), secara psi-
kologis (takut, rasa salah, malu) maupun secara
34
sosial (dikucilkan, menjadi bahan gunjingan,
dikeluarkan dari sekolah, dll). Remaja laki-laki
yang harus menjadi ayah juga menghadapi
banyak masalah baru.
Beberapa persoalan dihadapi remaja
bila menjalani kehamilan yang tidak
diinginkan.
35
Mari kita berpikir kritis bersama-sama:
- Coba sekarang bayangkan kita mempunyai
bayi pada masa remaja ini.
- Bayangkan juga kesulitan dan masalah apa
saja yang bisa kita alami.
- Setelah membayangkan, pikirkan apa saja
yang harus kita lakukan untuk mencegah dan
menghindari masalah dan kesulitanitu.
Kalau sampai terjadi kehamilan pada masa remaja,
maka remaja bisa kehilangan banyak kesempatan
untuk mencapai cita-citanya. Agar terhindar dari
masalah-masalah yang bisa mengacaukan masa
depan itu, remaja harus bisa bersikap tegas dan
mengambil keputusan untuk tidak melakukan
hubungan seks sebelum waktunya. Kita tidak
hanya harus menghargai diri dan hidup kita sendiri
tetapi juga diri dan hidup oranglain!
2. Aborsi
Karena mengalami kehamilan yang tak
direncanakan dan tak diinginkan, banyak re-
maja melakukan pengguguran kandungan atau
aborsi. Karena takut, malu, atau cemas, biasanya
mereka melakukan aborsi dengan cara-cara tidak
36
Pijatan di rahim
atau melakukan
gerakan-gerakan keras
aman sehingga sangat berbahaya bagi fisik
karena bisa menyebabkan perdarahan, cacat,
bahkan kematian. Selain itu usaha aborsi bisa
mengganggu perasaan dan pikiran misalnya ka-
rena rasa bersalah atau takut. Gangguan ini bisa
berlangsung lama sekali. Aborsi yang aman hanya
bila dilakukan oleh dokter ahli. Namun demikian,
aborsi tidak diperbolehkan di Indonesia.
Cara-cara aborsi yang tidakaman:
Penggunaan ramuan,
jamu-jamu,
obat peluntur, dll
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/291229703
EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA
Article · November 2015
CITATIONS
0
READS
4,608
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Research-‐based on Herbs Exploration and Use of Animal Models : Nature Materials Towards Supporting Evidence Based Medicine View project
Muslim Akmal
28 PUBLICATIONS 19CITATIONS
SEE PROFILE
Hafizuddin Hafizuddin
Syiah Kuala University
11 PUBLICATIONS 7CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Hafizuddin Hafizuddin on 20 January 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
1
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA
Muslim Akmal1
, Dian Masyitah1
, Hafizuddin2
, Fitriani1
1
Laboratorium Embriologi dan Histologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Email : muslim_akmal70@yahoo.com
2
Laboratorium Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Diterima 18 Maret 2015/Disetujui 18 Agustus 2015
ABSTRAK
Epididimis merupakan organ yang berperan penting dalam sistem reproduksi pria dan berfungsi sebagai tempat
transportasi, pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Spermatozoa yang berasal dari testis merupakan
spermatozoa yang belum matang. Pematangan spermatozoa di dalam epididimis dibantu dengan adanya
sejumlah protein yang disintesis dan disekresikan oleh epithel epididimis. Tulisan ini bertujuan mengetahui
peran epididimis dalam menghasilkan sejumlah protein atau molekul yang berperan penting pada pematangan
spermatozoa.
Kata Kunci : Epididimis, spermatogenesis, protein
ABSTRACT
Epididymis is the important organ in male reproductive system. Functions of epididymis are as transportation,
maturation, and storage of sperm. Sperm of testikular are non-functional gamets, and only during transit
through the epididymis, the sperm will become functional gamets. Synthesis and secretion of some proteins by
epididymis epithelium are very important for maturation of sperm in epididymis. The objective is to know the
important role of epididymis in secretion of some proteins or molecule and its function for sperm maturation.
Keywords : Epididymis, spermatogenesis, protein
PENDAHULUAN
Spermatogenesis pada mamalia merupakan
program perkembangan yang kompleks. Program
tersebut melibatkan perubahan bentuk sel germinal
progenitor diploid menjadi spermatozoa (Keber et al.,
2013). Spermatogenesis berlangsung di dalam
epithelium seminiferus testis mamalia yang
menghasilkan sekitar 256 spermatid (haploid, 1n)
yang berasal dari spermatogonium tipa A1 (diploid,
2n) (Siu & Cheng 2004). Satu spermatogonium
(diploid, 2n) akan menghasilkan delapan spermatid
(haploid, 1n) selama spermatogenesis (Lui et al.,
2003). Spermatogenesis dimulai ketika spermatogonia
mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi
spermatosit primer, yang selanjutnya diikuti oleh
meiosis yang menghasilkan round spermatid haploid.
Round spermatid mengalami perubahan morfologi
yang dramatis hingga menjadi spermatozoa yang
matang (Wang et al., 2012).
Spermatozoa pada mamalia akan mengalami
diferensiasi ketika mereka meninggalkan testis
menuju epididimis (Moore, 1998). Epididimis
merupakan komponen traktus reproduksi pria dengan
tingkat spesialisasi yang tinggi dan berfungsi sebagai
tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan
spermatozoa. Dalam fungsinya sebagai tempat sekresi
dan absorbsi, epithelium epididimis menyediakan
suatu lingkungan yang potensial untuk pematangan
spermatozoa (Blaquier et al., 1988). Menurut Jones
(2004), epididimis mamalia mempunyai 2 fungsi
utama, yaitu, 1) menyediakan suatu lingkungan mikro
yang unik di dalam lumen duktus yang berfungsi
membantu spermatozoa dari testikular yang masih
belum matang menjadi sel-sel yang sepenuhnya fertil;
2) menyimpan spermatozoa yang sudah fertil dan
poten di dalam kauda epididimis/vas deferen hingga
spermatozoa diejakulasikan.
Spermatozoa meninggalkan testis dan
selanjutnya memasuki epididimis sebagai gamet yang
belum fungsional. Ketika spermatozoa mengalami
transit disepanjang epididimis, maka spermatozoa
akan mengalami pematangan yang sangat dibutuhkan
untuk menginduksi motilitas progresif dan
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
kemampuan membuahi sel telur (ova). Pematangan
spermatozoa di dalam epididimis melibatkan adanya
interaksi antara spermatozoa dengan protein-protein
yang disintesis dan disekresikan oleh epithelium
epididimis. Meskipun sejumlah penelitian sudah
dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui peristiwa
molekular dan biokimia pematangan spermatozoa di
dalam epididimis, namun hingga saat ini proses
tersebut belum dapat diketahui secara pasti (Cornwall,
2009).
Spermatozoa membutuhkan gerakan motilitas
progresif (forward motility) dan kemampuan
memfertilisasi sel telur selama mereka melewati
epididimis. Proses pematangan melibatkan modifikasi
permukaan spermatozoa dengan adanya sekresi
protein-protein (molekul) yang berbeda oleh
serangkaian bagian yang sudah mengalami spesialisasi
di dalam epithelium epididimis (Zhan et al., 2012).
Performans epididimis berperan penting pada
pematangan spermatozoa (Cornwall, 2009).
Epididimis merupakan saluran yang sangat melingkar
yang menghubungkan saluran eferen ke vas deferen.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya peran
epididimis pada pematangan, konsentrasi, dan
penyimpanan spermatozoa (Zhen et al., 2009). Para
ahli sependapat bahwa spermatozoa baru dapat
berfungsi menjadi matang setelah berada di dalam
epididimis (Rutllant et al., 2001). Selain itu, potensi
motilitas progresif dan kapasitas fertilisasi
spermatozoa terhadap sel telur hanya dapat terjadi
setelah spermatozoa mengalami pematangan di dalam
epididimis (Zanich et al., 2003).
Setiap bagian dari epididimis mengekspresikan
protein-protein yang spesifik dengan fungsi yang
khusus, yang selanjutnya berperan penting dalam
penyediaan lingkungan yang esensial bagi pematangan
spermatozoa (Li et al., 2008). Sebagai contoh,
perkembangan motilitas spermatozoa terjadi di bagian
kaput, ikatan zona (zona binding) di dalam korpus,
dan fusi oolemma terjadi di dalam kauda epididimis
setelah mereka diproduksi di dalam testis (Gatti et al.,
2004). Secara klinik, pematangan spermatozoa di
dalam epididimis berkaitan erat dengan tingkat
persentase dari infertilitas pria sebagai akibat dari
terjadinya gangguan fungsi epididimis (Khole, 2003).
Secara teori, epididimis merupakan target kontrasepsi
pria yang ideal karena di dalam epididimis tidak
terjadi efek samping hormon (no hormone side effect)
dan tidak terjadi efek samping genetik (no side effect
genetic) serta efek samping lainnya (Reyes &
Chavarria, 1981).
Menurut Feeder et al. (2007), pentingnya
pengetahuan tentang fungsi epididimis dan
pematangan spermatozoa disebabkan adanya fakta
bahwa lebih dari 40% dari pria infertil menunjukkan
infertilitas idiopatik yang mengindikasikan adanya
gangguan pematangan spermatozoa. Akan tetapi
sayangnya, kondisi ini sukar untuk diterapi sehingga
pasien disarankan untuk
reproductive techniques
menjalani
(ART),
assisted
seperti
intracytoplasmic sperm injection (ICSI). Meskipun
teknik tersebut efektif untuk menginduksi kehamilan,
namun fakta menunjukkan bahwa teknik ICSI dapat
meningkatkan resiko gangguan genetik yang dapat
diturunkan kepada anak yang dilahirkan (Cox et al.,
2002).
Perkembangan Struktur dan Fungsi Sel
Epididimis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesifitas
regional dari ekspresi gen di dalam sel-sel epithel
berperan penting dalam menjaga establishnya cairan
luminal lingkungan mikro di dalam epididimis.
Perubahan spasial dan temporal ekspresi gen di dalam
epididimis adalah sangat penting dalam menjaga
fungsi dan perkembangan epididimis (Zhen et al.,
2009).
Berdasarkan perbedaan histologis dan
ultrastruktural, epididimis dapat dibagi ke dalam 3
(tiga) bagian, yaitu bagian kaput (kepala), bagian
korpus (badan), dan bagian kauda (ekor). Setiap
bagian epididimis mempunyai fungsi yang spesifik.
Kaput dan korpus epididimis berfungsi sebagai tempat
pematangan awal dan akhir spermatozoa, sedangkan
bagian kauda berfungsi utama sebagai tempat
penyimpanan spermatozoa yang matang (Cornwall,
2009). Skema bagian-bagian dari epididimis disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1 Skematik bagian-bagian epididymis
(Sumber: Li et al., 2008).
Epididimis merupakan derivat dari duktus
Wolffian dan ketika pada saat dilahirkan epididimis
didominasi oleh jaringan mesenkim. Selain itu,
epididimis mengalami perubahan termasuk
perpanjangan dan konvolusi duktus. Pada saat
pubertas, epididimis mengalami diferensiasi yang
maksimal termasuk diantaranya pertumbuhan sel-sel
epitel disepanjang tubulus. Perkembangan dan
diferensiasi epitelium tergantung bukan hanya pada
level androgen tetapi juga dibutuhkan pengaruh
faktor-faktor luminal dari testis (Rodriguez et al.,
2007). Meskipun hasil penelitian menunjukkan adanya
sirkulasi androgen dan faktor-faktor luminal yang
berperan penting pada perkembangan epididimis,
namun masih sedikit diketahui faktor-faktor lain yang
terlibat dalam sejumlah peristiwa morfogenik yang
2
merefleksikan status androgen ketika pada masa
dalam epididimis terdapat famili gen proteinase dan
3
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
menyebabkan pembentukan epididimis dewasa
(Zhang et al., 2004).
Epididimis pada hewan dewasa terdiri dari
epitel semu berlapis dari sejumlah tipe sel, seperti tipe
sel prinsipal, sel basal, clear cell, sel narrow, sel
apikal, sel halo. Sel-sel primer epididimis terdapat
disepanjang tubulus yang meliputi hampir 80%
epithelium. Akan tetapi, sampai saat ini, masih sedikit
diketahui tentang fungsi sel-sel epididimis tersebut,
meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa sel
narrow, apikal dan clear cell mengandung vacuolar
H+
-ATPase yang berperan penting mensekresikan
proton-proton ke dalam lumen epididimis (Kujala et
al., 2007). Clear cell diketahui sebagai sel endositik
(endocytic cells) yang bertanggung jawab terhadap
pembersihan protein-protein di dalam lumen
epididimis, sedangkan sel-sel basal berkaitan erat
dengan sel-sel prinsipal dan meregulasi fungsi sel-sel
tersebut (Seiler et al., 1999). Sel-sel halo nampaknya
merupakan sel-sel imun primer yang terdapat di dalam
epididimis, sedangkan sel-sel apikal nampaknya
merupakan komponen dari endositose luminal
(Cornwal, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel-sel
basal meregulasi transpor elektrolit sel prinsipal
dengan melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) (Cheung
et al., 2005). Interaksi antar sel di dalam epithelium
dapat secara langsung memengaruhi lingkungan
luminal dan pematangan spermatozoa. Sel-sel
prinsipal juga membentuk tight junctions antara satu
dengan yang lainnya sehingga membentuk blood-
epididymis barrier (barier darah-epididimis). Barier
tersebut membentuk pola imunoprotektif di dalam
lumen epididimis yang diperlukan untuk pematangan
spermatozoa. Selain itu, sejumlah androgen-
dependent transmembrane protein termasuk
diantaranya occludin dan claudin berperan dalam
membentuk sejumlah tight junctions (Cyr et al.,
2007), sedangkan gap junctions dibentuk oleh suatu
famili protein-protein integral yang dikenal sebagai
connexin (Cornwal, 2009).
Struktur dan Fungsi Epididimis Manusia
Epididimis manusia berbeda dengan spesies
lainnya. Sebagai contoh, bagian kaputnya lebih lebar
bila dibandingkan dengan bagian kauda sehingga
memengaruhi resevoir spermatozoa (Bedford, 1994).
Transit spermatozoa di dalam epididimis manusia
adalah sekitar 2-6 hari (Amann & Howards, 1980),
sedangkan pada tikus transit spermatozoa memakan
waktu sekitar 10-13 hari. Pematangan spermatozoa di
dalam epididimis manusia juga terjadi lebih cepat
sehingga penyimpanan spermatozoa tidak
membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, bila
dibandingkan dengan spesies lain, proses pematangan
spermatozoa manusia relatif lebih sederhana
(Cornwall, 2009).
Secara fungsional, fungsi epididimis manusia
sama dengan spesies mamalia lainnya. Duktus eferen
dan epididimis nampaknya berperan dalam
embrio dan pubertas (De Miguel et al., 1998).
Mikrovaskulatur epididimis manusia juga
menunjukkan pola yang sama dengan epididimis
mamalia lainnya (Kormano & Reijonen, 1976). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa selama transit
spermatozoa di dalam epididimis terlihat adanya
kaitan pematangan spermatozoa dengan perubahan
motilitas, fertilitas, dan morfologi (Soler et al., 2000).
Selain itu, epididimis manusia mensekresikan
epididimosome. Hal inilah yang membedakan antara
epididimis manusia dengan epididimis pada hewan
model lainnya (Thimon et al., 2008).
Pematangan Spermatozoa Di Dalam Epididimis
Ketika spermatozoa yang sedang mengalami
pematangan meninggalkan testis, mereka masih
bersifat non-motil dan belum mampu melakukan
fertilisasi sel telur secara in vivo. Spermatozoa baru
akan mengalami pematangan yang sempurna ketika
mereka mengalami perjalanan di dalam epididimis.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses
pematangan spermatozoa disebabkan oleh adanya
perubahan konsentrasi ion luminal dan protein-protein
yang disekresikan ke dalam lumen oleh epithelium
epididimis.
Pematangan spermatozoa manusia meliputi
peningkatan motilitas progresif, perubahan pola
gerakan misalnya gerakan sirkular pada spermatozoa
tikus atau gerakan dengan getaran pada spermatozoa
manusia menjadi gerakan ke depan yang cepat. Flagel
spermatozoa menjadi kaku dan daerah leher kurang
fleksibel sehingga memungkinkan gerakan
spermatozoa menjadi lebih kaku. Selain itu, terjadi
pula transit bagian droplet sitoplasmik dari dasar
kepala spermatozoa menuju bagian akhir dari
midpiece flagelum (Cooper & Yeung, 2003).
Selama spermatozoa mengalami transit di
dalam epididimis, mereka juga mengalami perubahan
ukuran, ketajaman, dan struktur internal akrosom
(Olson et al., 2002). Selain itu, membran spermatozoa
mengalami remodeling yang konstan dengan
perubahan sejumlah molekul (Jones, 2002). Sampai
saat ini diketahui bahwa faktor-faktor yang terlibat di
dalam fusi spermatozoa-sel telur diproduksi di dalam
epididimis bagian proksimal, sedangkan protein-
protein yang terlibat di dalam ikatan spermatozoa-sel
telur diproduksi dibagian distal epididimis (Cooper,
1999).
Epididimis Sebagai Sumber Molekul-Molekul
Penting
Epididmis merupakan organ yang kaya dengan
sejumlah protein atau molekul. Pematangan
spermatozoa di dalam epididimis tergantung pada
sejumlah molekul yang disekresikan oleh epithelium
(Dube et al., 2008). Molekul-molekul tersebut
memegang peranan penting dalam meregulasi
pematangan spermatozoa. Molekul-molekul tersebut
adalah CRISP1, SPAG11e, DEFB126, carbonyl
reductase P34H, CD52, and GPR64. Selain itu, di
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
protease inhibitor baru yang berperan penting dalam
mengatur regulasi proses pematangan spermatozoa
(Sipillä et al., 2009).
Molekul CRISP
Famili protein CRISP terdiri dari 4 (empat)
anggota, yaitu Crisp 1 (dikenal juga sebagai DE),
Crisp2 (dikenal juga sebagai Tpx1), Crisp3 dan
Crisp4. Pada tikus (mouse) Crisp1 dan Crisp4
terekspresi di dalam epididimis (Jalkanen et al., 2005),
Crisp2 terekspresi di dalam spermatosit yang sedang
berkembang (Mizuki et al., 1992) dan Crisp3
terekspresi secara nyata di dalam kelenjar salivaris,
pancreas, dan prostat (Haendler et al., 1993). Pada
manusia, diketahui adanya ekspresi Crisp2, 3, dan 4
(Kratzsmar et al., 1996). Selain itu, juga telah
diketahui bahwa CRISP3 terekspresi secara nyata di
dalam kauda epididimis dan ampula vas deferens
manusia (Udby et al., 2005). Pada manusia dan tikus
diketahui bahwa protein CRISP1 disekresikan ke
dalam lumen epididimis dan diketahui juga terekspresi
pada permukaan spermatozoa di dalam epididimis.
CRISP1 pada tikus, juga terdapat pada bagian dorsal
akrosom, sedangkan pada manusia terdapat pada
bagian post-akrosomal dari kepala spermatozoa
(Cohen et al., 2007).
Protein CRISP1 yang terdapat dalam
epididimis tikus berperan penting pada fusi gamet
melalui interaksinya dengan permukaan
komplementer pada permukaan sel telur. Berdasarkan
percobaan in vivo diketahui bahwa CRISP1 berperan
penting pada interaksi antara spermatozoa dengan
zona pelusida (ZP) sehingga menyebabkan terfusinya
kedua gamet tersebut. Pada percobaan fertilisasi in
vitro (FIV) yang juga menggunakan tikus sebagai
hewan coba diketahui bahwa pemberian anti- CRISP1
atau rat native CRISP1 (rCRISP1) selama ko-inkubasi
gamet menyebabkan terjadinya penurunan secara
signifikan persentase sel telur yang terfertilisasi
(Busso et al., 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
tikus, selama transit di dalam epididimis, CRISP1
terekspresi pada permukaan spermatozoa (Kohane et
al., 1980). Secara umum diketahui bahwa CRISP1
pada tikus terekspresi di dalam kepala spermatozoa
pada bagian dorsal yang kemudian bermigrasi menuju
segmen equatorial ketika reaksi akrosom terjadi
(Rochwerger & Cuasnicu, 1992), dan selanjutnya
memediasi fusi gamet pada suatu tempat khusus pada
permukaan sel telur (Rochwerger et al., 1992). Selain
itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa CRISP1
berperan penting bukan hanya pada fusi spermatozoa-
sel telur, namun juga berperan dalam interaksi awal
antara spermatozoa-sel telur (Busso et al., 2007).
Model peran CRISP1 dalam interaksi antara
spermatozoa-sel telur disajikan pada Gambar 2.
Molekul SPAG11e
Meskipun terdapat lebih dari 40 beta defensin
yang telah diidentifikasi di dalam epididimis tikus,
namun masih sangat sedikit informasi yang diketahui
Gambar 2 Model peran CRISP1 pada interaksi antara
spermatozoa-sel telur. (A) CRISP 1
berlokasi pada bagian dorsal kepala
spermatozoa sedang berikatan dengan zona
pelusida (ZP). (B) ZP menginduksi reaksi
akrosom spermatozoa (AR), yang
selanjutnya menyebabkan migrasi CRISP1
menuju bagian equatorial (ES). (C)
CRISP1, memediasi fusi gamet
(spermatozoa-sel telur) (Busso et al., 2007).
tentang regulasi atau kaitannya dengan infertilitas pria
(Cao et al., 2010). SPAG11e dikenal juga sebagai
Bin1b merupakan produk protein Spag11b, satu dari
b-defensin spesifik dalam kaput epididimis dan
terekspresi secara spesifik di dalam sel-sel epithel
pada bagian tengah kaput epididimis (Li et al., 2001).
Sperm-associated antigen 11 (SPAG11) pada
manusia berkaitan erat dengan beta-defensins baik
dalam struktur, ekspresi, dan fungsi. Seperti halnya
beta-defensin, SPAG11 protein secara nyata
terekspresi di dalam traktus reproduksi pria dan
berperan penting pada pertahanan hospes bawaan dan
reproduksi (Radhakrishnan et al., 2009). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa SPAG11e
menginduksi motilitas spermatozoa yang progresif
melalui peningkatan kalsium oleh spermatozoa (Zhou
et al., 2004). Disrupsi ekspresi SPAG11e
menyebabkan terganggunya motilitas spermatozoa
(Cao et al., 2010).
Molekul Carbonyl Reduktase P34H
Carbonyl Reduktase P34H pada manusia
merupakan anggota dari short chain
dehydrogenase/reductase superfamily dan terekspresi
secara nyata di dalam bagian korpus epididimis.
Selama transit di dalam epididimis, Carbonyl
Reduktase P34H berakumulasi secara progresif di
dalam bagian akrosom spermatozoa (Sullivan, 2004).
Carbonyl Reduktase P34H nampaknya terekspresi
pada kaput bagian distal, korpus epididimis bagian
proksimal, dan akrosom spermatozoa (Boue et al.,
1994).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbonyl
Reduktase P34H berperan penting dalam ikatan
spermatozoa-zona pelusida (Légaré et al., 2009). Hal
tersebut berdasarkan fakta bahwa adanya imunisasi
4
5
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
dengan menggunakan anti Carbonyl Reduktase P34H
secara in vitro menyebabkan terhambatnya ikatan
antara spermatozoa-zona pelusida (Boue’ et al., 1994).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa defisiensi
atau ketiadaan Carbonyl Reduktase P34H di dalam
permukaan spermatozoa berhubungan dengan
terjadinya infertilitas idiopatik pada pria(Moskovtsev
et al., 2007).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
defisiensi Carbonyl Reduktase P34H pada
spermatozoa manusia menyebabkan turunnya
ketidakmampuan spermatozoa untuk berikatan dengan
maktriks ekstraselular oosit. Defisiensi Carbonyl
Reduktase P34H menyebabkan terjadinya infertilitas
pada pria (Boue’ dan Sulllivan, 1996). Légaré et al.
(1999) menyatakan bahwa pada manusia, Carbonyl
Reduktase P34H merupakan marker pematangan
spermatozoa di dalam epididimis.
Molekul CD52
Molekul CD52 atau HE5 mempunyai berat
molekul yang kecil. Ia terekspresi di dalam limfosit,
epididimis bagian distal, dan vas deferen (Kirchhoff,
1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CD52
terekspresi di dalam membran spermatozoa, namun
fungsi molekul tersebut di dalam membran
spermatozoa belum diketahui secara pasti (Koyama et
al., 2007).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwapada
fertilisasi in vitro, induksi dengan menggunakan
antibodi anti CD52 menyebabkan terganggunya
mobilisasi spermatozoa dan terganggunya inhibisi
antara spermatozoa-sel telur pada zona binding
(Mahony et al., 1991). Selain itu, penelitian pada tikus
jantan yang mengalami knock out (KO) atau
penghilangan fungsi gen CD52 baik secara in vivo
maupun invitro menyebabkan terjaganya fertilitas
secara baik (Yamaguchi et al., 2008).
Molekul DEFB 126
Beta-defensin 126 (DEFB126), dikenal sebagai
protein sekretori di dalam epididimis 13,2 (epididymal
secretory protein 13,2) yang berperan melapisi
seluruh permukaan spermatozoa hingga berakhirnya
proses kapasitasi (Yudin et al., 2005). Defensin
merupakan molekul antimikrobia yang berperan
penting dalam pertahanan hospes terhadap bakteri,
fungi, dan virus (Avellar et al., 2007). DEFB126
merupakan kandidat penyedia proteksi imun bagi
spermatozoa ketika berada di dalam saluran
reproduksi betina (wanita) (Yudin et al., 2005). Selain
itu, DEFB 126 juga merupakan komponen molekul
utama yang melapisi permukaan spermatozoa pada
cynomolgus macaca (Yudin et al., 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa molekul
DEFB 126 berperan penting pada fungsi reproduksi
macaca (Zhou et al., 2004). DEFB 126 berperan
penting pada penetrasi spermatozoa melewati mukus
serviks (Tollner et al., 2008), pengenalan dan ikatan
antara spermatozoa-zona pelusida (Tollner et al.,
2004), dan menyediakan proteksi imun dari antigen-
antigen spermatozoa yang lain (Tollner et al., 2003).
Hasil penelitian Yudin et al. (2005) menunjukkan
bahwa DEFB 126 melindungi seluruh permukaan
spermatozoa dari pengenalan imun ketika berada di
dalam saluran kelamin betina.
Molekul HE6/GPR64
Molekul HE6/GPR64 terekspresi di dalam
duktus eferen. Pada tikus, gangguan gen GPR64
menyebabkan terjadinya gangguan regulasi reabsorbsi
cairan di dalam duktus eferen. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi
cairan di dalam testis sehingga berdampak terhadap
stasis spermatozoa di dalam duktus eferen sehingga
menginduksi terjadinya infertilitas (Davies et al.,
2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
GPR64/HE6 berperan penting dalam proses reabsorbsi
cairan di dalam duktuli eferentes dan epididimis
(Kirchhoff et al., 2008). Selanjutnya Kirchhoff et al.,
2008 juga menemukan bahwa molekul HE6/GPR64
terekspresi secara nyata di dalam sel-sel epithel
duktuli eferentes dan proksimal epididimis. Selain itu,
hasil penelitian menunjukkan bahwa HE6/GPR64
berakumulasi pada daerah epithelial pada bagian
apikal dari sistem duktus ekskuren proksimal pria
(Davies et al., 2007).
Potensi Ekstrak Epididimis
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak epididimis pada kambing kacang
dengan dosis 1 dan 3 ml selama 13 hari berturut-turut
dapat menginduksi peningkatan berat badan dan
peningkatan kualitas spermatozoa, khususnya
peningkatan motilitas dan konsentrasi spermatozoa.
Selain itu, pemberian ekstrak epididimis juga
meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan
estradiol (Akmal et al., 2014). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ekstrak epididimis berpotensi
dalam menginduksi spermatogenesis dan kualitas
spermatozoa.
Epididimis dan Pengembangan Kontrasepsi
Dewasa ini, penghambatan terhadap
pematangan spermatozoa atau ikatan spermatozoa-
oosit dilakukan dengan melakukan blocking terhadap
protein-protein epididimis dengan menggunakan
pendekatan imunologik (Koyama et al., 2007). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
imunologik terhadap pengembangan kontrasepsi pria
menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.
Sejauh ini, kontrasepsi yang tersedia bagi wanita
sangat efektif dan efisien. Oleh karena itu, eksplorasi
terhadap pengembangan kontrasepsi pria melalui
pendekatan imunologik perlu terus dilakukan,
misalnya saja dengan menghambat proses pematangan
spermatozoa
farmakologi
dengan
molekul
menggunakan
kecil (small
pharmacological inhibitors). Secara
inhibitor
molecule
tradisional,
inhibitor molekul kecil enzim, misalnya tirosin kinase
dan reseptor, khususnya, G-protein coupled receptors
telah berhasil dikembangkan dengan baik sebagai
6
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
kandidat obat kontrasepsi (Gadek & Nicholas, 2003).
Akan tetapi, meskipun sejumlah target obat baru yang
potensial telah tersedia, namun pengembangan
kontrasepsi pria berbasis molekul epididimis masih
belum digunakan secara klinik sebelum menjalani
percobaan secara in vitro, praklinik secara in vivo pada
hewan model, dan akhirnya percobaan klinik (Sipilä et
al., 2009).
SIMPULAN
Epididimis merupakan organ tempat
transportasi, pematangan, dan penyimpanan
spermatozoa. Sejumlah protein yang dihasilkan oleh
epididimis, seperti CRISP1, SPAG11e, carbonyl
dan GPR64
pematangan
reduktase P34H, CD52, DEFB126,
mempunyai peranan penting pada
spermatozoa.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M., T.N. Siregar dan Sri Wahyuni. 2014.
Eksplorasi Potensi Ekstrak Ductus Epididimis
Sebagai Induktor Peningkatan Kualitas
Spermatozoa: Upaya Meningkatkan Populasi
dan Mutu Genetik Kambing Lokal. Laporan
Tim Penelitian Pascasarjana. Lembaga
Penelitian Universitas Syiah Kuala,
Darussalam, Banda Aceh.
Amann, R.P. (1980). Howards SS. Daily spermatozoal
production and epididymal spermatozoal
reserves of the human male. J Urol, 124:211–
215.
Avellar, M.C.W., L. Honda., K.G. Hamil., Y.
Radhakrishnan., S. Yenugu., G. Grossman., P.
Petrusz., F.S. French andS.H. Hall. 2007.
Novel Aspects of the Sperm-Associated
Antigen 11 (SPAG11) Gene Organization and
Expression in Cattle (Bos taurus). Biology of
Reproduction, 76: 1103–1116.
Bedford, J.M. (1994). The status and the state of the
human epididymis. Hum Reprod, 9:2187–2199.
Blaquier, J.A., M.S. Cameo., P.S. Cuasnicu., E.M.F.
Gonzalez., L. Pineiro and J.G. Tezon. (1988).
The role of epididymal factors in human sperm
fertilizing ability. Ann N Y Acad Sci, 541:292–
296.
Boue´ F., B. Be´rube´., E. De Lamirande., C. Gagnon
and R. Sullivan. (1994). Human sperm-zona
pellucida interaction is inhibited by an antibody
against a hamster sperm protein. Biology of
Reproduction, 51 577–587.
Boue´, F and R. Sullivan. (1996). Cases of human
infertility are associated with the absence of
P34H, and epididymal sperm antigen. Biology
of Reproduction, 54:1018–1024.
Busso, D., D.J. Cohen., J.A. Maldera., A. Dematteis
dan P.S. Cuasnicu. (2007). A novel function
for CRISP1 in rodent fertilization: involvement
in sperm–zona pellucida interaction. Biology of
Reproduction, 77 848–854.
Cao, D., L. Yidong., R. Yang., Y. Wang., Y. Zhou., H.
Diao., Y. Zhao., Y. Zhang and J. Lu. (2010).
Lipopolysaccharide-Induced Epididymitis
Disrupts Epididymal Beta-Defensin Expression
and Inhibits Sperm Motility in Rats. Biology of
Reproduction, 83:1064–1070.
Cheung, K.H., G.P. Leung., M.C. Leung., W.W.
Shum., W.L. Zhou and P.Y. Wong. (2005).
Cell–cell interaction underlies formation of
fluid in the male reproductive tract of the rat. J
Gen Physiol,125:443–454.
Cohen, D.J., V.G. Da Ros., D. Busso., D.A. Ellerman.,
J.A. Maldera., N. Goldweic and P.S. Cuasnicu.
(2007). Participation of epididymal cysteine-
rich secretory proteins in sperm–egg fusion and
their potential use for male fertility regulation.
Asian Journal of Andrology, 9 528–532.
Cooper, T.G. (1999). Epididymis. In Encyclopedia of
Reproduction, pp 1–17. Eds E Knobil & J
Neill. San Diego, CA: Academic Press.
Cooper, T.G and C.H. Yeung. (2003). Acquisition of
volume regulatory response of sperm upon
maturation in the epididymis and the role of the
cytoplasmic droplet. Microsc Res Tech
2003;61:28–38.
Cornwall, G.A. (2009). New insights into epididymal
biology and function. Human Reproduction
Update, 15(2) pp. 213–227.
Cox, G.F., J. Burger., V. Lip., U.A. Mau., K.
Sperling., B.L. Wu and B. Horsthemke. (2002).
Intracytoplasmic sperm injection may increase
the risk of imprinting defects. Am J Hum
Genet, 71:162–164.
Cyr, D.G., M. Gregory., E. Dube., J. Dufresne., P.T.
Chan and L. Hermo. (2007). Orchestration of
occludins, claudins, catenins and cadherins as
players involved in maintenance of the blood-
epididymal barrier in animals and humans.
Asian J Androl, 9:463–475.
De Miguel, M.P., J.M. Marino., F. Martinez-Garcia.,
7
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
M. Nistal., R. Paniagua and J. Regadera.
(1988). Pre- and post-natal growth of the
human ductus epididymidis—a morphometric
study. Reprod Fertil Dev, 10:271–277.
Dube, E., L. Hermo., P.T. Chan and D.G. Cyr. (2008).
Alterations in gene expression in the caput
epididymides of nonobstructive azoospermic
men. Biol Reprod,78:342–351.
Fedder, J., A. Gabrielsen., P. Humaidan., K. Erb., E.
Ernst and A. Loft. (2007). Malformation rate
and sex ratio in 412 children conceived with
epididymal or testicular sperm. Hum Reprod,
22:1080–1085.
Gadek, T.R. and J.B. Nicholas. (2003). Small
molecule antagonists of proteins. Biochemical
Pharmacology 65 1–8.
Gatti, J.L., S. Castella., F. Dacheux., H. Ecroyd., S.
Metayer., V. Thimon and J.L. Dacheux.
(2004). Post-testicular sperm environment and
fertility. Anim Reprod Sci, 82:321−339.
Haendler B., J. Kratzschmar., F. Theuring and W.D.
Schleuning. (1993). Transcripts for cysteine-
rich secretory protein-1 (CRISP-1; DE/AEG)
and the novel related CRISP-3 are expressed
under androgen control in the mouse salivary
gland. Endocrinology, 133 192–198.
Jalkanen J., I. Huhtaniemi and M. Poutanen. (2005).
Mouse cysteine-rich secretory protein 4
(CRISP4): a member of the Crisp family
exclusively expressed in the epididymis in an
androgen-dependent manner. Biology of
Reproduction, 72 1268–1274.
Jones, R. (2002). Plasma membrane composition and
organization during maturation of spermatozoa
in the epididymis. In The Epididymis: From
Molecules to Clinical Practice, pp 405–416.
Eds B Robaire & BT Hinton. Kluwer
Academic/Plenum Publishers: New York.
Jones, R. (2004). Sperm Survival Versus Degradation
in the Mammalian Epididymis: A Hypothesis.
Biology of Reproduction, 71:1405–1411.
Keber, R., D. Rozman and S. Horvat. (2013). Sterols
in spermatogenesis and sperm maturation.
Journal of Lipid Research, 54:20-33.
Khole, V. (2003). Epididymis as a target for
contraception. Indian J Exp Biol, 41: 764−772.
Kirchhoff, C. (1999). Gene expression in the
epididymis. International Review of Cytology
188:133–202.
Kirchhoff, C., C. and A. Samalecos. (2008).
HE6/GPR64 adhesion receptor co-localizes
with apical and subapical F-actin scaffold in
male excurrent duct epithelia. Reproduction,
136:235–245.
Kohane, A.C., M.S. Cameo., L. Pin˜eiro., J.C. Garberi
and J.A. Blaquier. (1980). Distribution and site
of production of specific proteins in the rat
epididymis. Biol Reprod, 23:181–187.
Kormano, M and K. Reijonen. (1976). Microvascular
structure of the human epididymis. Am J Anat,
145:23–27.
Kratzschmar, J., B. Haendler., U. Eberspaecher., D.
Roosterman., P. Donner & W.D. Schleuning.
(1996). The human cysteine-rich secretory
protein (CRISP) family. Primary structure and
tissue distribution of CRISP-1, CRISP-2 and
CRISP-3. European Journal of Biochemistry,
236 827–836.
Koyama, K., K. Ito and A. Hasegawa. (2007). Role of
male reproductive tract CD52 (mrt-CD52) in
reproduction. Society of Reproduction and
Fertility, 63:103–110.
Kujala, M., S. Hihnala., J. Tienari., K. Kaunisto., J.
Hastbacka., C. Holmberg.,J. Kere and P.
Hoglund. (2007). Expression of ion transport-
associated proteins in human efferent and
epididymal ducts. Reproduction, 133: 775–784.
Légaré, C., C. Gaudreault., S. ST-Jacques, and R.
Sullivan. (1999). P34H Sperm Protein Is
Preferentially Expressed by the Human Corpus
Epididymidis. Endocrynology, 140(7):3318-
3327.
Li P., H.C. Chan., B. He., S.C. So., Y.W. Chung., Q.
Shang., Y.D. Zhang and Y.L. Zhang . (2001).
An antimicrobial peptide gene found in the
male reproductive system of rats. Science,
291:1783–1785.
Li, X., Q. Liu., S. Liu., J. Zhang and Y. Zhang. 2008.
New member of the guanosine triphosphatase
activating protein family in the human
epididymis. Acta Biochim Biophys Sin,
40(10):855-863.
Lui, W.Y., W.M. Lee and C.Y. Cheng. (2003).
Sertoli-germ cell adherens junction dynamics
in the testis are regulated by RhoB GTPase via
the ROCK/LIMK signaling pathway. Biol
Reprod, 68:2189–2206.
Mahony, M.C., D.L. Fulgham., P.F. Blackmore and
N.J. Alexander. (1991). Evaluation of human
T.G. Cooper. (2000). Objective evaluation of M. Ikawa and M. Okabe. (2008). Cd52, known
8
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
sperm–zona pellucida tight binding by
presence of monoclonal antibodies to sperm
antigens. Journal of Reproductive Immunology,
19 269–285.
Mizuki, N., D.E. Sarapata., J.A. Garcia-Sanz and M.
Kasahara. (1992). The mouse male germ cell-
specific gene Tpx-1: molecular structure, mode
of expression in spermatogenesis, and sequence
similarity to two nonmammalian genes.
Mammalian, Genome, 3:274–280.
Moore, H.D. (1998). Contribution of epididymal
factors to sperm maturation and storage.
Andrologia, 30:233–239.
Moskovtsev, S.I., K. Jarvi., C. Le´gare´., R. Sullivan
and J.B.M. Mullen. (2007). Epididymal P34H
protein deficiency in men evaluated for
infertility. Fertility and Sterility, 88:1455–
1457.
Reyes, A and M.E. Chavarria. (1981). Interference
with epididymal physiology as possible site of
male contraception. Arch Androl, 7:159−168.
Radhakrishnan, Y., K.G. Hamil., J. Tan., G.
Grossman., P.P. Susan., H. Hall and F.S.
French. Biology of Reproduction, 81:647–656.
Rochwerger, L and P.S. Cuasnicu. (19912).
Redistribution of a rat sperm epididymal
glycoprotein after in vivo and in vitro
capacitation. Mol Reprod Dev, 31:34–41.
Rochwerger, L., D.J. Cohen and P.S. Cuasnicu´.
(1992). Mammalian sperm-egg fusion: the rat
egg has complementary sites for a sperm
protein that mediates gamete fusion. Dev Biol,
153:83–90.
Rodriguez, C.I and C.L. Stewart. (2007). Disruption
of the ubiquitin ligase HERC4 causes defects
in spermatozoon maturation and impaired
fertility. Dev Biol, 312:501–508.
Rutllant, J and S.A. Meyers. (2001). Posttranslational
Processing of PH-20 During Epididymal
Sperm Maturation in the Horse. Biology of
Reproduction, 65: 1324–1331.
Seiler P., T.G. Cooper., C.H. Yeung and E. Nieschlag.
(1999). Regional variation in macrophage
antigen expression by murine epididymal basal
cells and their regulation by testicular factors. J
Androl, 20: 738–746.
Soler, C., F. Perez-Sanchez., H. Schulze., M.
Bergmann., F. Oberpenning., C. Yeung and
the morphology of human epididymal sperm
heads. Int J Androl, 23:77–84.
Sipilä, P., J Jalkanen., I.T. Huhtaniemi and M.
Poutanen. (2009). Novel epididymal proteins
as targets for the development of post-testicular
male contraception. Reproduction, 137:379–
389.
Siu, M.K.Y and C. Y. Cheng. (2004). Extracellular
Matrix: Recent Advances on Its Role in
Junction Dynamics in the Seminiferous
Epithelium During Spermatogenesis. Biology
of Reproduction, 71:375–391.
Sullivan, R. (2004) Male fertility markers, myth or
reality. Animal Reproduction Science, 82–83
341–347.
Thimon, V., G. Frenette., F. Saez., M. Thabet and R.
Sullivan. (2008). Protein composition of
human epididymosomes collected during
surgical vasectomy reversal: a proteomic and
genomic approach. Hum Reprod, 23: 1698–
1707.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., G.N. Cherr and J.W.
Overstreet. (2003). Real-time observations of
individual macaque sperm undergoing tight
binding and the acrosome reaction on the zona
pellucida. Biol Reprod, 68:664–672.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2004). Macaque
sperm release ESP13.2 and PSP94 during
capacitation: the absence of ESP13.2 is linked
to sperm–zona recognition and binding.
Molecular Reproduction and Development, 69
325–337.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2008). Macaque
sperm coating protein DEFB126 facilitates
sperm penetration of cervical mucus. Human
Reproduction, 23 2523–2534.
Udby, L., A. Bjartell., J. Malm., A. Egesten., A.
Lundwall., J.B. Cowland, N. Borregaard and L.
Kjeldsen. (2005). Characterization and
localization of cysteine-rich secretory protein 3
(CRISP-3) in the human male reproductive
tract. Journal of Andrology, 26 333–342.
Wang, J., H. Gu., H. Lin and T. Chi. (2012). Essential
Roles of the Chromatin Remodeling Factor
Brg1 in Spermatogenesis in Mice. Biology of
Reproduction, 86(6):186, 1–10.
Yamaguchi, R., K. Yamagata., H. Hasuwa., E. Inano.,
9
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
as a major maturation-associated sperm
membrane antigen secreted from the
epididymis, is not required for fertilization in
the mouse. Genes to Cells, 13:851–861.
Yudin, A.I., T.L. Tollner., M.W. Li., C.A. Treece.,
J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2003).
ESP13.2, a member of the beta-defensin
family, is a macaque sperm surface-coating
protein involved in the capacitation process.
Biol Reprod, 69:1118–1128.
Yudin, A.I., C.A. Treece., T.L. Tollner., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2005). The
carbohydrate structure of DEFB126, the major
component of the cynomolgus Macaque sperm
plasma membrane glycocalyx. J Membr Biol,
207:119–129.
Zanich, A., J.C. Pascall and R. Jones. (2003). Secreted
Epididymal Glycoprotein 2D6 That Binds to
the Sperm’s Plasma Membrane Is a Member of
the b-Defensin Superfamily of Pore-Forming
Glycopeptides. Biology of Reproduction,
69:1831–1842.
Zhan, X., C. Wang., A. Liu., Q. Liu and Y. Zhang.
(2012). Region-specific localization of IMDS-
60 protein in mouse epididymis and its
relationship with sperm maturation. Acta
Biochim Biophys Sin, 44(11):924-930.
Zhang, F.P., T. Pakarainen., F. Zhu., M. Poutanen and
I. Huhtaniemi. (2004). Molecular
characterization of postnatal development of
testicular steroidogenesis in
hormone receptor knockout
luteinizing
mice.
Endocrinology, 145:1453–1463.
Zhen, W., P. Li., B. He., J. Guo and Z. Yong-Lian.
(2009). The Novel Epididymis-Specific Beta-
Galactosidase-Like Gene Glb1l4 Is Essential in
Epididymal Development and Sperm
Maturation in Rats. Biology of Reproduction,
80: 696–706.
Zhou, C.X., Y.L. Zhang., L. Xiao., M. Zheng., K.M.
Leung., M.Y. Chan., P.S. Lo., L.L. Tsang.,
H.Y.
Wong., L.S. Ho., Y.W. Chung and H.C. Chan. (2004).
An epididymisspecific beta-defensin is
important for the initiation of sperm
maturation. Nat Cell Biol, 6:458–464.
View publication stats
100
HISTOLOGI
SISTIM REPRODUKSI WANITA
ERYATI DARWIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
101
GENITAL WANITA
• ORGANA GENITALIA INTERNA
– OVARIUM
– TRACTUS GENITALIS
• TUBA UTERINA FALLOPII
• UTERUS
• VAGINA
• ORGANA GENITALIA EXTERNA
– MONS VENERIS
– LABIA MAJORA
– LABIA MINORA
– CLITORIS
• GLANDULAE GENITALES
ACCESSORIAE
– GLANDULA VESTIBULARIS
MAJOR
– GLANDULA VESTIBULARIS
MINOR
• GLANDULA MAMMAE
102
OVARIUM
• BENTUK DAN UKURAN:
– SEPASANG, OVOID, 25-50 mm X 13-30 mm X 5 - 15 mm
– 2 PINGGIRAN:
• MARGO LIBER (TEPI BEBAS)
• MARGO MESOVARICUS (TEPI PERLEKATAN MESOVARIUM)
– LOKASI HILUS OVARII
– DISELUBUNGI OLEH PERITONEUM VISCERALE
• LOKASI:
– PADA LEKUKAN DINDING CAVUM PELVIS = FOSSA OVARICA
– MENEMPEL BELAKANG PLICA LATA UTERI
• TAMPILAN PADA BELAHAN (DARI PERMUKAAN):
– EPITHELIUM OVARII
– TUNICA ALBUGINEA
– ZONA PARENCHYMATOSA
– ZONA VASCULOSA
– HILUS OVARII
9/20/04 103
STRUKTUR HISTOLOGIS OVARIUM
HILUS
TUNICAALBUGINEA
CORTEX
MEDULLA
9/20/04 104
CORTEX OVARII
EPITEL
TUNICAALBUGINEA
FOLIKEL PRIMORDIA
105
FOLIKEL OVARII
• BANGUNAN BULAT DALAM STROMA CORTEX OVARII
YANG MENGANDUNG OOCYT
• JUMLAH:
– PADA WANITA UMUR MUDA, MEMENUHI CORTEX
– WANITA DEWASA DALAM 2 OVARIUM: 400 000 BUAH
– MAKIN TUA UMURNYA, MAKIN KURANG JUMLAHNYA
– DARI JUMLAH INI HANYA DILEPASKAN < 500 OOCYT
SELAMA HIDUP
• UKURAN
– BERVARIASI, TERGANTUNG PADA TAHAP PERTUMBUHAN-
NYA
• DALAM SETIAP SIKLUS HAID:
– 5 SAMPAI 15 FOLIKEL MENGALAMI PERTUMBUHAN
– DARI PERTUMBUHAN TERSEBUT HANYA 1 OOCYT LEPAS
– SISANYA MENGALAMI DEGENERASI: ATRESIA FOLIKULER
– PELEPASAN OVUM DISEBUT OVULASI
106
PERTUMBUHAN FOLIKEL OVARIUM
• WAKTU:
– BERLANSUNG SEJAK BAYI SAMPAI MENOPAUSE
• KETERLIBATAN KOMPONEN OVARIUM:
– STROMA, SEL-SEL FOLIKEL DAN OOSIT
• PERUBAHAN SELAMA PERTUMBUHAN:
– UKURAN SEMAKIN BESAR
– TERLETAK SEMAKIN MENDALAM DI CORTEX
• 3 JENIS FOLIKEL SELAMA PERTUMBUHAN :
– FOLIKEL PRIMORDIA
• SEJAK LAHIR SAMPAI SEBELUM AKIL BALIK
• SEBUAH OOSIT DISELUBUNGI OLEH SELAPIS SEL FOLIKEL GEPENG
– OOSIT BERUKURAN 40 m, INTI TERLETAK EKSENTRIK
– FOLIKEL SEDANG TUMBUH
• FOLIKEL PRIMER
• FOLIKEL SEKUNDER
• FOLIKEL TERTIER/VESIKULER
– FOLIKEL MATANG
107
FOLIKEL PRIMER
PERUBAHAN SEL MULAI DARI FOLIKEL PRIMORDIAL
– OOSIT :
• MEMBESAR: 80 m,
• MIKROVILI PADA PERMUKAAN SEL YANG TERPERANGKAP
DALAM ZONA PELLUCIDA
• ORGANELA BERGERAK MENYEBAR
• ENDOPLASMIC RETICULUM MAKIN BERKEMBANG
• KOMPLEKS GOLGI BERLIPAT JUMLAHNYA
• MITOKHONDRIA MAKIN BANYAK
– SEL-SEL GRANULOSA :
• MENJADI KUBOID/KOLUMNER PENDEK
• SELAPIS SEL GRANULOSA
• MULAI MENGHASILKAN ZONA PELLUCIDA YANG MEMISAHKAN
DENGAN OOSIT
– SEL STROMA OVARII
• SEL STROMA BERBENTUK SEPERTI FIBROBLAS SEKELILING
FOLIKEL TERATUR KONSENTRIS
9/20/04 108
PERTUMBUHAN FOLIKEL PRIMER
109
FOLIKEL SEKUNDER
CIRI-CIRI:
– DIAMETER MENCAPAI 0,2 mm, BERBENTUK OVOID
– OOSIT
• MEMBESAR, BERUKURAN: 125  m - 150  m ,
• INTI BERKEDUDUKAN EKSENTRIK,
– SEL-SEL FOLIKEL = SEL GRANULOSA:
• MULTILAMELER,
– BERLAPIS: 6 - 12
– BERTUMPU PADA MEMBRANA LIMITANS EXTERNA
– ZONA PELLUCIDA MULAI TAMPAK KETIKA OOSIT BERDIAMETER 80  m
– MIKROVILI OOSIT TERPENDAM DALAM ZONA PELLUCIDA
– SEL STROMA
• BERDIFERENSIASI MENJADI THECA FOLLICULI
– THECA INTERNA: MULA-MULA FUSIFORM MENJADI KUBOID YANG
BERFUNGSI SEBAGAI SEL ENDOKRIN, BANYAK ANYAMAN PEMBULUH
DARAH
– THECA EXTERNA: JARINGAN PENGIKAT
9/20/04 110
FOLIKEL TERTIER/VESIKULER
CIRI-CIRI:
– OOSIT
• APABILA TELAH MULAI TERBENTUK ANTRUM, OOSIT TIDAK
MEMBESAR LAGI
– SEL-SEL GRANULOSA:
• CELAH-CELAH TAK TERATUR ANTARA SEL GRANULOSA
• LIQUOR FOLLICULI MENGISI CELAH-CELAH
• TERBENTUK ANTRUM FOLLICULI
– PENYATUAN CELAH-CELAH
– ANTRUM DIBATASI OLEH SEL-SEL GRANULOSA BERLAPIS
– TERBENTUK CALL EXNER BODY
• CORONA RADIATA :
– SEL-SEL GRANULOSA KUBOID SEKELILING OOSIT
• CUMULUS OOPHORUS:
– PENEBALAN SETEMPAT LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA
– SEL STROMA
• THECA INTERNA DAN THECA EXTERNA MAKIN JELAS
PERBEDAANNYA
9/20/04 111
FOLIKEL TERTIER/VESIKULER
THECA INTERNA DAN
THECA EXTERNA
ZONA GRANULOSA
112
FOLIKEL DE GRAAF
• DICAPAI SETELAH 10 - 14 HARI
– UKURAN DIAMETER: 1 cm
– MENEMPATI CORTEX MENONJOLKAN PERMUKAAN
OVARIUM
• OOCYT
– BERHENTI TUMBUH
• SEL GRANULOSA
– PROLIFERASI TIDAK SEIMBANG DENGAN PERTAMBAHAN LIQUOR
FOLLICULI
• HINGGA LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA MENIPIS
• CUMULUS OOPHORUS : HUBUNGAN LAPISAN SEL GRANULOSA DGN OOCYT
MERENGGANG
• CORONA RADIATA : LAPISAN SEL GRANULOSA SEKITAR OOCYT
• SEL STROMA
– THECA INTRERNA: SEL-SEL MEMBESAR/POLIHEDRAL
• BANYAK ANYAMAN PEMBULUH DARAH
– THECA EXTERNA: SEL-SEL FUSIFORM DAN SERABUT KONSENTRIS
9/20/04 113
OVULASI
– OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA MELEPASKAN DIRI DARI
DINDING FOLIKEL
– OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERAPUNG-APUNG
– FOLIKEL MATANG SOBEK
• KARENA TEKANAN FOLIKEL, CORTEX OVARII ISCHEMIA
• BAGIAN CORTEX ANTARA PERMUKAAN DAN FOLIKEL MENJADI
LEMAH
• LIQUOR FOLLICULI TUMPAH
– PELEPASAN OOCYT DARI OVARIUM
• OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERLEPAS DARI OVARIUM
– HARI KE 14 SIKLUS HAID
– CORPUS RUBRUM:
• TERBENTUK OLEH PECAHNYA PEMBULUH DARAH, SEHINGGA
SISA-SISA FOLIKEL TERISI OLEH BEKUAN DARAH
114
PERUBAHAN FOLIKEL SETELAH OVULASI
CORPUS LUTEUM
– PERKEMBANGAN DARI CORPUS RUBRUM  PADA CORTEKS
– JARINGAN SEL-SEL LUTEIN MENGELILINGI JARINGAN
PENGIKAT LONGGAR DITENGAHNYA
– FUNGSI:
• KELENJAR D AN ESTROGEN
– PROSES:
• JARINGAN PENGIKAT DARI STROMA OVARII MENGISI BEKUAN
DARAH (KEBANYAKAN MENEMPATI BAGIAN TENGAH)
• SEL GRANULOSA BERTAMBAH BESAR, BERHENTI MITOSIS
– BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN GRANULOSA, SEL
ENDOKRIN PENGHASIL STEROID
– SITOPLASMA MENGANDUNG LIPID DAN BUTIR-BUTIR
LIPOKROM
• SEL THECA INTERNA:
– BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN THECA  ENDOKRIN
115
PERUBAHAN FOLIKEL SETELAH OVULASI
PROSES OVULASI
116
CORPUS LUTEUM
SEL LUTEIN THECA
CORPUS ALBICANS
117
PERUBAHAN CORPUS LUTEUM
• PROSES:
– UMUR CORPUS LUTEUM:
• 10 - 14 HARI, TIDAK ADA FERTILISASI: CORPUS LUTEUM SPURIUM
• SELAMA KEHAMILAN: CORPUS LUTEUM GRAVIDARUM
– DIAMETER 5 cm, LEBIH BESAR D/P CORPUS LUTEUM SPURIUM
– TERBENTUK CORPUS ALBICANS MELALUI DEGENERASI SEL-
SEL CORPUS LUTEUM
• AUTOLISIS, SEL-SEL LUTEIN MENGHILANG
• SISA-SISA SEL DIFAGOSITOSIS OLEH SEL MAKROFAG
– TERBENTUK JARINGAN PARUT:
• JARINGAN PENGIKAT
• PERUBAHAN CORPUS ALBICANS :
– LETAKNYA BERGESER KE DALAM OVARIUM
– PROSES
• ABSORBSI JARINGAN PENGIKAT
• DIGANTI OLEH STROMA OVARII
• BERLNGSUNG SELAMA BULANAN SAMPAI TAHUNAN
118
ATRESIA FOLLICULI
• DIFINISI:
– PROSES DEGENERASI JARINGAN FOLIKEL DALAM OVARIUM
YANG DIDAHULUI OLEH BERHENTINYA MITOSIS SEL-SEL
GRANULOSA DAN MATINYA OOCYT
• WAKTU:
– BERLANGSUNG SEJAK LAHIR SAMPAI BEBERAPA SAAT
SETELAH MENOPAUSE
• PALING BANYAK APABILA TERJADI PERUBAHAN HORMONAL:
– SETELAH LAHIR (PERUBAHAN HORMON MATERNAL)
» 99 % OOCYT PADA WAKTU LAHIR SUDAH DEGENERASI
– UMUR AKIL BALIK
– KEHAMILAN
• FOLIKEL YANG MENGALAMI ATRESIA:
– SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN FOLIKEL, MULAI FOLIKEL
PRIMORDIA, FOLIKEL SEDANG BERKEMBANG SAMPAI
FOLIKEL MATANG, DAPAT MENGALAMI ATRESIA
9/20/04 119
BERBAGAI BENTUK ATRESIA FOLLICULI
GLASSY MEMBRANE
120
JARINGAN INTERSTITIAL OVARIUM
• CORTEX OVARII
– STROMA TERDIRI ATAS:
• SEL-SEL BERBENTUK SEBAGAI
KUMPARAN (FUSIFORM)
• SEL MIRIP OTOT POLOS TANPA
MIOFILAMEN
• ANYAMAN SERABUT RETIKULER
• MEDULLA DAN HILUS OVARII
– JARINGAN PENGIKAT LONGGAR:
• SEL FIBROBLAS
• SEL-SEL OTOT POLOS
• SERABUT KOLAGEN
121
TUBA UTERINA FALLOPII
• DUA PIPA SALURAN MENGANDUNG OTOT POLOS YANG
BERPANGKAL PADA UTERUS DAN BERAKHIR TERBUKA
SEBAGAI INFUNDIBULUM DALAM CAVUM PERITONEI
– RUANGANNYA BERMUARA DALAM CAVUM UTERI
• PANJANG: 14 - 20 cm
• DIAMETER: TIDAK SAMA
• PENGGAL:
– INFUNDIBULUM
• TERBUKA SEBAGAI CORONG YANG DIKELILINGI JUMBAI-
JUMBAI = FIMBRIAE, YANG MENCAPAI OVARIUM: FIMBRIA
OVARICA
– AMPULLA
• BAGIAN DEKAT INFUNDIBULUM YANG MELEBAR
– ISTHMUS
• 1/3 BAGIAN TENGAH YANG MENYEMPIT
– PARS INTERSTITIALIS
• BAGIAN YANG MENEMBUS DINDING UTERUS
122
• MEMBRANA MUCOSA
– KETEBALAN:
• PALING TEBAL DAERAH AMPULLA, BENTUK LUMEN SEPERTI
LABIRIN
– LIPATAN-LIPATAN MEMANJANG BERCABANG
• MULA-MULA PANJANG, MAKIN MENDEKATI UTERUS MEMENDEK
– EPITEL
• EPITEL KOLUMNER SELAPIS PALING TINGGI DAERAH AMPULLA
• MENDEKAT UTERUS MAKIN PENDEK
– SEL SILINDRIS BERSILIA (PALING BANYAK: FIMBRIA DAN AMPULLA)
– SEL SEKRETORI TANPA SILIA
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT TANPA KELENJAR
• TUNICA MUSCULARIS (OTOT POLOS)
– STRATUM CIRCULARE (SEBELAH DALAM)
– STRATUM LONGITUDINALE
• TUNICA SEROSA
– LANJUTAN DARI PERITONEUM VISCERALE
STRUKTUR DINDING TUBA UTERINA
123
STRUKTUR MEMBRANA MUCOSA DINDING TUBA UTERINA
124
DINDING AMPULLA TUBA UTERINA FALLOPII
125
UTERUS
• BENTUK: SEBAGAI BUAH PEER
• KEDUDUKAN:
– ANTEFLEXIO/ RETROFLEXIO
• UKURAN:
– TERGANTUNG HAMIL ATAU TIDAK HAMIL
• 7 - 8 cm X 24 - 30 mm X 43 - 50 mm (TIDAK HAMIL)
• LETAK:
– DALAM CAVUM PELVIS
• FACIES VESICALIS, DATAR, DIBELAKANG VESICA URINARIA
• FACIES RECTALIS, KONVEKS, DI DEPAN RECTUM
• BAGIAN-BAGIAN:
– FUNDUS UTERI
– CORPUS UTERI
– CERVIX UTERI : 3 cm
– PORTIO VAGINALIS UTERI
• FUNGSI:
– MENUMBUHKAN EMBRIO HASIL FERTILISASI
126
DINDING UTERUS
• LAPISAN DARI DALAM KE LUAR:
– ENDOMETRIUM
• MERUPAKAN MEMBRANA MUCOSA
• MENGANDUNG GLANDULA UTERINA
• KETEBALAN DAN STRUKTUR TERGANTUNG:
– DAERAH YANG DILAPISI
– PERIODE YANG TERKAIT DENGAN SIKLUS MENSTRUASI
• LAPISAN:
– STRATUM FUNCTIONALE
– STRATUM BASALE
– MYOMETRIUM
• MERUPAKAN LAPISAN DINDING YANG PALING TEBAL
• OTOT POLOS
• BERUBAH APABILA DALAM KEADAAN HAMIL
– PERIMETRIUM
• DAERAH FUNDUS : DITUTUPI OLEH PERITONEUM VISCERALE
SEHINGGA MERUPAKAN TUNICA SEROSA
• DAERAH LAIN : MERUPAKAN TUNICA ADVENTITIA
127
BAGIAN-BAGIAN UTERUS
• CORPUS UTERI:
– CAVUM UTERI
• PALING LEBAR, TERUTAMA DI ANTARA MUARA 2 TUBA
UTERINA
• KEARAH BAWAH: UKURAN MAKIN MENYEMPIT
• ISTHMUS
– BATAS CORPUS UTERI DAN CERVIX UTERI
– ORIFICIUM INTERNUM UTERI
• CERVIX UTERI
– CANALIS CERVICIS
• PORTIO VAGINALIS UTERI
– CANALIS CERVICIS BERAKHIR SEBAGAI ORIFICIUM
EXTERNUM UTERI = ORIFICIUM EXTERNUM CANALIS
CERVICIS
• BERMUARA DALAM VAGINA
128
STRUKTUR ENDOMETRIUM
CORPUS UTERI
• STRATUM BASALE
• STRATUM FUNCTIONALE (DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI)
– FUNGSI:
• MEMPERSIAPKAN INPLANTASI HASIL FERTILISASI
• DALAM KEADAAN TIDAK HAMIL MENGALAMI PERUBAHAN
STRUKTUR DAN FUNGSI SECARA PERIODIK:
– SIKLUS MENSTRUASI (HAID)
– EPITEL SILINDRIS SELAPIS
• SEL BERSILIA
• SEL SEKRETORI
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT
• MENYERUPAI JARINGAN MESENKHIM
• BANYAK MENGANDUNG SEL DAN SUBSTANSI AMORF
• MENGANDUNG GLANDULA UTERINA YANG BERBENTUK
TUBULER KADANG-KADANG BERCABANG
129
CERVIX UTERI
• BAGIAN-BAGIAN:
– DILUAR VAGINA
– BAGIAN YANG TERDAPAT
DALAM VAGINA
• PORTIO VAGINALIS UTERI
• RUANGAN:
– CANALIS CERVICIS UTERI
• LANJUTAN CAVUM UTERI
– BATAS ATAS:
• ORIFICIUM INTERNUM
UTERI
– BATAS BAWAH :
• ORIFICIUM EXTERNUM
UTERI
130
STRUKTUR DINDING CERVIX UTERI
• MEMBRANA MUCOSA
– BERBEDA DENGAN DAERAH LAIN DARI UTERUS
• LIPATAN-LIPATAN BERCABANG = PLICAE PALMATAE
• TIPIS: 3 mm
• TIDAK DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI
– EPITEL SILINDRIS SELAPIS
• BEBERAPA SEL BERSILIA
• SEL SEKRETORIS
– EPITEL GEPENG BERLAPIS
• PADA PERMUKAAN LUAR PORTIO VAGINALIS:
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT PADAT BANYAK SERABUT KOLAGEN
• 15 % SEL-SEL OTOT POLOS
• MENGANDUNG KELENJAR BESAR: GLANDULA CERVICALIS UTERI
YANG BERSIFAT MUKOSA
• MENGALAMI SEDIKIT PERUBAHAN SELAMA SIKLUS MENSTRUASI
131
TAHAP PERUBAHAN PERIODIK ENDOMETRIUM
DALAM SATU SIKLUS MENSTRUASI (28 HARI)
• FASE PROLIFERATIF/FOLIKULER
• FASE SEKRETORI/LUTEAL
• FASE MENSTRUASI
132
PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA
FASE SEKRETORI/LUTEAL
• WAKTU:
– SESUDAH OVULASI ( M-15) SAMPAI M-28 (HILANGNYA C. LUT)
• PERUBAHAN:
– BERTAMBAH TEBAL (5 mm)
• KARENA OEDEM STROMA DAN PENIMBUNAN SEKRIT KELENJAR
– KELENJAR:
• BERTAMBAH PANJANG
• BERKELOK-KELOK
• LUMEN MEMBESAR (MENGGEMBUNG)
• INTI SEL EPITEL TERDESAK KEPERMUKAAN OLEH GLIKOGEN
– STROMA:
• OEDEM
– ARTERI:
• BERTAMBAH PANJANG DAN LEBIH BERKELOK-KELOK
• MENCAPAI PERMUKAAN
133
PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA
AWAL FASE SEKRETORI/LUTEAL
134
PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA
AKHIR FASE SEKRETORI/LUTEAL
135
PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM
PADA AWAL FASE MENSTRUASI
• WAKTU:
– BERLANGSUNG JIKA TIDAK ADA FERTILISASI DAN NIDASI
• 2 MINGGU SESUDAH OVULASI (M1 - M4)
• PEMICU:
• PENURUNAN MENDADAK PROGESTERON DAN ESTROGEN
• PERUBAHAN:
– KELENJAR
• BERHENTI SEKRESI
– STROMA:
• MENYUSUT, OEDEM MENGHILANG, PERDARAHAN
– ARTERI:
• KONTRAKSI DINDING ARTERI, ISCHEMIA
• KEMATIAN SEL-SEL ENDOTEL
• DIIKUTI PENGENDURAN ARTERI
• PERDARAHAN
– STRATUM FUNCTIONALE DILEPASKAN
136
PERUBAHAN STRUKTUR KELENJAR SELAMA SIKLUS MENSTRUASI
137
PENGATURAN HORMONAL PADA SIKLUS HAID
OESTRO GEN PROGESTERON
138
PERJALANAN OOCYT
OVULASI
– CAVUM PERITONEI:
• OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA
• DIBANTU DENGAN FIMBRIA OVARICA MASUK KE:
– TUBA UTERINA
• INFUNDIBULUM
– DIDORONG KE ARAH UTERUS
• AMPULLA
JIKA ADA FERTILISASI
• ISTHMUS
– PERTEMUAN DENGAN SPERMATOZOA
– HUBUNGAN SEL-SEL CORONA RADIATA RENGGANG KARENA
ENZIM DARI AKROSOMA
– LISIS ZONA PELLUCIDA
– PROSES MEIOSIS OOSIT DISELESAIKAN
– CAPUT SPERMATOZOA MASUK SITOPLASMA OOSIT
– PELEBURAN BAHAN INTI OOCYT DAN SPERMATOZOON
– TERJADI ZIGOT
– JIKA TIDAK ADA FERTILISASI, OOCYT MATI DAN DIABSORBSI
139
PERJALANAN OOCYT SAMPAI INPLANTASI PADA
ENDOMETRIUM
140
PERLUASAN LEMPENG CHORION MENDESAK
CAVUM UTERI
PLASENTA
141
PLACENTA
• PLACENTA ADALAH ORGAN YANG TERDIRI ATAS JARINGAN
YANG BERASAL DARI SUMBER BERBEDA
• PARS FOETALIS:
– LEMPENG CHORION:
• VILLI PLACENTAE:
– JARINGAN PENGIKAT MESENKHIM DAN KAPILER DARAH
– CYTOTROPHOBLAST
– SYNCYTIOTROPHOBLAST
• PARS MATERNALIS:
– DECIDUA BASALIS:
• MEMBERIKAN DARAH ARTERIEL DALAM LACUNAYANG
MENGGENANGI RUANG ANTAR VILLI
• DAERAH PINGGIRAN PLACENTA, DECIDUA BASALIS MENYATU ERAT
DENGAN CHORION PADA ZONA MARGINALIS
• SEPTUM PLACENTAE MEMBAGI PLACENTA MENJADI COTYLEDON
142
STRUKTUR VILLI PLACENTAE
143
STRUKTUR DINDING VAGINA
• MEMBRANA MUCOSA:
– EPITEL GEPENG BERLAPIS (TEBAL 150 - 200  m),
• SEL-SEL EPITEL SEDIKIT MENGANDUNG BUTIR2 KERATOHIALIN
– LAMINA PROPRIA ,
• JARINGAN PENGIKAT LONGGAR BANYAK SERABUT ELASTIS
• ANYAMAN PEMBULUH DARAH
• TUNICA MUSCULARIS:
– STRATUM LONGITUDINALE,
• OTOT POLOS YANG MEMANJANG TERUTAMA MEMBENTUK
LAPISAN LUAR
– STRATUM CIRCULARE
• LAPISAN DALAM, LEBIH TIPIS
• TUNICA ADVENTITIA:
– JARINGAN PENGIKAT PADAT TIPIS
• MENGANDUNG BANYAK ANYAMAN PEMBULUH VENA, SER. ELAS.
• SERABUT SARAF
144
STRUKTUR DINDING VAGINA
TUNICA MUSCULARIS
MEMBRANA MUCOSA
9/20/04 145

More Related Content

Similar to Sistem reproduksi nyari

Sistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaSistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaMichael Padma
 
Sistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaSistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaHana Hana
 
Power Point Keganasan
Power Point KeganasanPower Point Keganasan
Power Point KeganasanFirdika Arini
 
Kinesiologi dan biomekanika
Kinesiologi dan biomekanikaKinesiologi dan biomekanika
Kinesiologi dan biomekanikaBanisy
 
SISTEM PERNAFASAN.pdf
SISTEM PERNAFASAN.pdfSISTEM PERNAFASAN.pdf
SISTEM PERNAFASAN.pdfNOVAcica
 
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdf
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdfANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdf
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdfdiansutan
 
Dampak merokok
Dampak merokokDampak merokok
Dampak merokokKedhe Ae
 
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdf
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdfadaptasi-130706010812-phpapp02.pdf
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdfNaomisena1
 
Adaptasi. PPT ipa kls 9
Adaptasi. PPT  ipa kls 9Adaptasi. PPT  ipa kls 9
Adaptasi. PPT ipa kls 9Desty Erni
 
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren Umboh
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren UmbohMakalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren Umboh
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren UmbohBaren Umboh
 
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 BalqisH yuha
 
Peredaran Darah
Peredaran DarahPeredaran Darah
Peredaran Darahdrneo
 
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptx
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptxKecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptx
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptxCik Aja Sepan
 
Pengetahuan teknologi kulit
Pengetahuan teknologi kulitPengetahuan teknologi kulit
Pengetahuan teknologi kulitMuhammad Eko
 
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermanto
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermantoSirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermanto
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermantotata mahyuvi
 
Sistem Reproduksi.pptx
Sistem Reproduksi.pptxSistem Reproduksi.pptx
Sistem Reproduksi.pptxQiyad N
 

Similar to Sistem reproduksi nyari (20)

Sistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaSistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusia
 
Biologi bab 1
Biologi bab 1Biologi bab 1
Biologi bab 1
 
Sistem reproduksi
Sistem reproduksiSistem reproduksi
Sistem reproduksi
 
Sistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusiaSistem hormon-pada-manusia
Sistem hormon-pada-manusia
 
Power Point Keganasan
Power Point KeganasanPower Point Keganasan
Power Point Keganasan
 
Kinesiologi dan biomekanika
Kinesiologi dan biomekanikaKinesiologi dan biomekanika
Kinesiologi dan biomekanika
 
Reproduction system2
Reproduction system2Reproduction system2
Reproduction system2
 
SISTEM PERNAFASAN.pdf
SISTEM PERNAFASAN.pdfSISTEM PERNAFASAN.pdf
SISTEM PERNAFASAN.pdf
 
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdf
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdfANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdf
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN.pdf
 
Dampak merokok
Dampak merokokDampak merokok
Dampak merokok
 
Sel
SelSel
Sel
 
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdf
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdfadaptasi-130706010812-phpapp02.pdf
adaptasi-130706010812-phpapp02.pdf
 
Adaptasi. PPT ipa kls 9
Adaptasi. PPT  ipa kls 9Adaptasi. PPT  ipa kls 9
Adaptasi. PPT ipa kls 9
 
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren Umboh
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren UmbohMakalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren Umboh
Makalah Biologi XI SMA N 1 Ratahan Baren Umboh
 
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
 
Peredaran Darah
Peredaran DarahPeredaran Darah
Peredaran Darah
 
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptx
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptxKecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptx
Kecemasan Di Kalangan Kanak-kanak Bukan Trauma _Luka,Hidung Berdarah (2).pptx
 
Pengetahuan teknologi kulit
Pengetahuan teknologi kulitPengetahuan teknologi kulit
Pengetahuan teknologi kulit
 
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermanto
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermantoSirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermanto
Sirkumsisi konvensional &amp; alisklamp kediri hermanto
 
Sistem Reproduksi.pptx
Sistem Reproduksi.pptxSistem Reproduksi.pptx
Sistem Reproduksi.pptx
 

Recently uploaded

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxZuheri
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptAcephasan2
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatZuheri
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptUserTank2
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanB117IsnurJannah
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptxNezaPurna
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiNezaPurna
 
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptxFRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptxDwiHmHsb1
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxkemenaghajids83
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...NenkRiniRosmHz
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RambuIntanKondi
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptkhalid1276
 
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))jimmyp14
 
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAPROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAkompilasikuliahd3TLM
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaFeraAyuFitriyani
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxTULUSHADI
 

Recently uploaded (20)

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptxFRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
FRAKTUR presentasion patah tulang paripurna OK.pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
 
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
RTL PPI dr.Intan.docx puskesmas wairasa.
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))
LAPSUS VERTIGO))))))))))))))))))))))))))
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAPROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
 

Sistem reproduksi nyari

  • 1. SISTEM REPRODUKSI ELLYZAR I.M. ADIL DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA UI LABORATORIUM FISIOLOGI (FAAL) GADUNG E LANTAI 4 TELP. 021 727 0163 – 021 788 49009 EXT 104
  • 2. PUSTAKA WAJIB  Chia, M & D.A. Arava. 1997. Pria Multiorgasme. Rahasia Seksual yang harus diketahui setiap pria. Delapratasa Jakarta  Nieschlag & Behre. 1990. Testosterone – Action – Difiency Substitution. Assisten editor – S. Nieschlag. Springer – Verlag – Berlin – Heidelberg – New York – London – Paris – Tokyo – Hongkong – Barcelona.  Speroff, L. & P.D Darney. 1996. A Clinical Guide for Contracaption. 2nd edition. EGC. Buku Kedokteran.  Tortora, G.J. & N. P. Anagnostakos.1990. Principles of Anatomy & Physiology. Harper International Edition – Australian Edition 
  • 3. MASA KANAK-KANAK  ANAK WANITA  BELUM ADA PERBEDAAN ANTA RA ANAK WANITA DGN PRIA KECUALI PADA ALAT KELAMIN  DADA TETAP RATA (FLAT)  BAHU & PANGGUL SAMA BE- SARNYA  BELUM MENGALAMI MENAR-CHE (MENSTRUASI PERTAMA)  RAMBUT HALUS PADA KETIAK (AXIS) DAN KEMALUAN (PUBIS) BELUM TUMBUH  ANAK LAKI-LAKI (PRIA)  BELUM ADA PERBEDAAN ANTARA ANAK WANITA DGN PRIA KECUALI PADA ALAT KELAMIN  DADA SAMPAI DEWASA TETAP RATA (FLAT)  BAHU & PANGGUL SAMA BE- SARNYA  BELUM MENGALAMI MIMPI BA-SAH (SWEAT DREAM)  RAMBUT HALUS PADA KETIAK (AXIS) DAN KEMALUAN (PUBIS) BELUM TUMBUH
  • 4. MASA REMAJA (AKIL BALIQ)  REMAJA WANITA (13 THN)  PAYUDARA MULAI BERKEM BANG, BAIK AEROLA & PUTTING  MENGALAMI MENARCHE PD USIA ANTARA 9 -14 THN  BAHU TETAP, TETAPI PANGGUL MULAI SDKT MELEBAR  RAMBUT AXIS & PUBIS MULAI TUMBUH (SEGITIGA TERBALIK)  REMAJA PRIA (16 THN)  PAYUDARA (DADA) TETAP RATA (FLAT)  TDK BERKEMBANG  MENGALAMI MIMPI BASAH PD USIA ANTARA 13-16 THN  BAHU MULAI SEDIKIT MELEBAR, TETAPI PANG- GUL TETAP RAMPING  RAMBUT AXIS & PUBIS MU LAI TUMBUH (EMPAT PERSEGI PANJANG)
  • 5. MASA DEWASA (ADULT)  WANITA DEWASA  PAYUDARA PERTUMBUHAN MAKSIMAL  PANGGUL MELEBAR SECA RA MAKSIMAL  MENSTRUASI AKAN SANG- AT TERATUR  PERTUMBUHAN RAMBUT AXIS SEMAKIN LEBAT (UMUMNYA WANITA MENCUKURNYA), RAMBUT PUBIS SEMAKIN RIMBUN  PRIA DEWASA  DADA TETAP RATA  BAHU MELEBAR SECARA MAKSIMAL  MIMPI BASAH BISA JADI TERATUR 1 BN SEKALI  PERTUMBUHAN RAMBUT AXIS SEMAKIN LEBAT, JG RAMBUT PUBIS  TUMBUH JAKUN (ADAM’S APPLE)
  • 7. PERKEMBANGAN ALAT KELAMIN  PHALUS AKAN BERKEMBANG MENJADI  PD PRIA  PENIS,  PD WANITA  KLITORIS  EKIVALEN DGN PENIS  DPT MENGALAMI EREKSI  LABIOSKROTAL  PD PERKEMBANGAN SELANJUTNYA AKAN MENJADI  PD PRIA  KANTUNG SKROTUM  TEMPAT TERLINDUNGNYA TESTIS  PRODUKSI SPERMATOZOA; PD WANITA AKAN MEJADI LABIUM (BIBIR) MAJOR (BESAR)  KEDUDUKAN ANTARA TESTIS DGN OVARIUM SAMA SEBELUM DILAHIRKAN YAITU DI DALAM RONGGA PERUT  PERISTIWA TDK TURUNNYA TESTIS KE DALAM KANTUNG SKROTUM  UNDESCENDENS TESTICULO - RUM
  • 8. REPRODUKSI PRIA  TERDIRI DARI: PENIS YG DPT MENGALAMI EREKSI  PD PENIS TERDAPAT KORPUS CAVERNOSUM & KORPUS SPONGIOSUM (JARINGAN BUNGA KARANG = SPONS) YG BERFUNGSI DPT TERISI DARAH SEHINGGA TERJADINYA EREKSI  EREKSI  KARENA ALIRAN DARAH YANG MASUK KE DLM PENIS KONSTAN TAPI YG KELUAR TIDAK KONS- TAN SHG JARINGAN BUNGA PENUH OLEH DARAH  EJAKULASI  KELUARNYA SEMEN (SPERMA + GETAH KELENJAR ASESORIS PRIA) SETELAH MENGALAMI EREKSI  KELENJAR ASESORIS PRIA  VESIKULA SEMINALIS, PROSTAT, BULBO URETHRALIS (COWPER’S) & LITTRE (URETHRALIS)
  • 9. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA  BAGIAN DEPAN DARI PENIS (PREPUTIUM (KULUB) BG ALAT KELAMIN PRIA YG DI KHITAN (SUNAT) AGAR TERJAMIN KEBERSIH-AN & KESEHATAN  KEPALA & BAGIAN BWH DARI PENIS SANGAT PEKA  ADA SEPASANG TESTES (TESTIS, SELAPUT PENGGANTUNG TESTIS  MESORCHIUM) DLM KAN- TUNG SKROTUM, YG AKAN MEMPRODUKSI SPERMA PD SUHU DI BAWAH SUHU TUBUH (LBH KRG 35 DERAJAD)  PEMBENTUKAN SERTA PEMATANGAN SPERMA TERJADI DLM TESTIS, TERUTAMA DLM TUBULUS SEMINIFERUS  KELUARNYA SPERMA DARI TUBUH MELALUI  Testis  Epididimis (kaput, trunkus, kauda)  VAS DEFERENS  kel. Asesoris  URETHRA  keluar tubuh
  • 10. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA  PROSES PEMBENTUKAN & PEMATANGAN SPERMA  SPERMATOGONIUM  SPERMATOGONIUM A & B  SPERMATOGONIUM A MERUPAKAN BAKAL CALON SPERMATOGONIUM LAGI, SEDAGKAN SPERMATOGONI UM B  SPERMATOSIT PRIMER  SPERMATOSIT SEKUNDER  SPERMATID  SPERMATOZOA  PERISTIWA SPERMATOGONIUM  SPERMATOZOA  T SPERMATOGENESIS  PERISTIWA SPERMATOGONIUM  SPERMATID  SPERMIOGENESIS  SEDANGKAN PERISTIWA SPERMATID  SPERMATO- ZOA  TRANSFORMASI ATAU PEMATANGAN DGN TUMBUHNYA EKOR UTK PERGERAKAN SPERMA
  • 11. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA  SETIAP TESTIS MELALUI TUBULUS SEMINIFERUS AKAN MENGHASILKAN 200 – 250 JUTA SPERMATOZOA  SETIAP 3 TUBULUS SEMINIFERUS AKAN MENGHASIL- KAN HORMON TESTOSTERON (LIBIDO)  MKNYA PRIA JARANG TERJADI ANDROPAUSE  SALURAN PENGELUARAN SPERMA DAN URIN  SAMA YAITU URETHRA DAN PANJANGNYA TERGANTUNG DARI PANJANGNYA PENIS INDIVIDU  PANJANG NORMAL PENIS (INDONESIA)  5 – 14 CM SELAGI TIDUR (TDK LG EREKSI)  MAKIN PENDEK PENIS DAYA EREKSI MAKIN TINGGI, MAKIN PANJANG PENIS, DAYA EREKSI MAKIN RENDAH
  • 12. ANALISIS SEMEN MANUSIA  SYARAT-2: DEWASA, SEHAT JASMANI & ROHANI, ONA- NI, BOTOL GELAS (TDK BLH PLASTIK), GELAP  MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS  MAKROSKOPIS: WARNA (putih mutiara/putih keruh/putih kelabu), BAU (bunga Akasia), Ph (7,2 – 8,0), KEKENTALAN (3 – 5 x air), VOLUME (1-6 cc), LIKUIFAKSI (30 menit)  MIKROSKOPIS: BENTUK, VOLUM PER EJAKULAT, KECE PATAN, MOTILITAS  KEDUA MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS HARUS MEME- NUHI SYARAF  KALAU TDK MEMENUHI SYARAT DIANGGAP KUALITAS SEMEN PRIA TDK BAIK/MUTU BURUK
  • 13. REPRODUKSI WANITA  TERDIRI DARI:  KLITORIS  TERLETAK PALING ATAS  EKIVALEN DGN PENIS  DPT MENGALAMI EREKSI  TAPI TERTA- RIK KE DALAM SEHINGGA TDK TERLIHAT  TUDUNG KLITORIS DI KHITAN (DI TOREH) UNTUK MEM- PERKECIL BANYAKNYA CAIRAN KELUAR PADA SAAT DI RANGSANG KETIKA DEWASA (MENIKAH)  DI BAWAH KLITORIS TERDAPAT LUBANG TEMPAT KELUARNYA URINE  VAGINA  TEMPAT COITUS & MELAHIRKAN BAYI  KELENJAR ASESORIS WANITA  SEPASANG KELEN- JAR BARTHOLIN YG BERHUBUNGAN ERAT DGN STIMULI KLITORIS
  • 14. LANJUTAN REPRODUKSI WANITA  ADANYA LABIUM (BIBIR) MINOR (KECIL)  SEPASANG OVARI  DI KIRI KANAN RONGGA PERUT  SEBESAR KENARI DAN DILINDUNGI SELAPUT MESOVARIUM  DI DALAM OVARIUM TERDAPAT BAKAL TELUR (OOGONIUM) YG SDH JENUH PD SAAT BAYI WANITA DI LAHIRKAN  JUMLAH ANTARA 100.000 – 450.000  MAKIN CEPAT MENDAPAT HAID MAKIN LAMBAT MENO-PAUSE; MAKIN LAMBAT MENDAPAT HAID MAKIN CEPAT MENOPAUSE  SEPASANG SALURAN TELUR (OVIDUCT) TEMPAT MASUKNYA TELUR  RAHIM, TERDIRI DARI MULUT RAHIM & ENDOMETRIUM  TEMPAT IMPLANTASI TELUR YG SDH DIBUAHI SPERMA
  • 15. LANJUTAN REPRODUKSI WANITA  SELAPUT DARA (HYMEN) tdd 4 TIPE:  1. KRIBIFORMIS (RINGKIH)  ASIA termasuk INDONESIA  MEMPUNYAI PORI-2 SPT SARINGAN KELAPA (kecil 7 hr; besar  3 hr; kombinasi  5 hr)  SEMILUNARIS (ASIA SELATAN INDIA, ARAB & EROPA)  ELASTIS  SEPTALIS (AFRIKA, NEGRO, AMERIKA LATIN, INDIAN)  SANGAT ELASTIS  IMPERFORATA  JUSTRU TDK MEMPUNYAI PORI-2 SEHINGGA DARAH HAID TIDAK PERNAH KELUAR  MENGUMPUL MULAI DI VAGINA, RAHIM SAMPAI SALURAN TELUR  DI PECAHKAN/DI ROBEK SHG DARAH HAID KELUAR
  • 16. FERTILISASI (PEMBUAHAN)  PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA TERJADI DI SEPERTIGA SALURAN TELUR (TUBA FALOPII)  FERTILISASI  HASIL PERTEMUAN SEL TELUR DGN SEL SPERMA  ZIGOTE  PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA DI STIMULI OLEH HORMON ESTROGEN  PENGHAMBATAN PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA PADA DUAPERTIGA BAGIAN ATAU TIGAPERTIGA BAGIAN DARI SALURAN TELUR DILAKUKAN OLEH HORMON PROGESTERON  TELUR DI OVULASI MELALUI OVARI MASUK KE SALUR-AN MELALUI JARINGAN FIMBRIAE
  • 17. PREGNANSI (KEHAMILAN)  DIMULAI DGN TERBENTUKNYA ZIGOTE  INTI SEL TELUR KETEMU DGN INTI SEL SPERMA  SEL SPERMA AKAN MENGELUARKAN 3 ENZIM UTAMA YAITU: CPE (CORONA PENETRATING ENZYME), AKROSIN & HIALURONIDASE  SETELAH SEL SPERMA SATU MASUK, MAKA SEL TE- LUR AKAN MEMBENTUK MEMBRAN (SELAPUT) PROTEKSI (PERLINDUNGAN) AGAR SPERMA-2 BERIKUT TDK DPT MENEMBUS SEL TELUR  PERSAINGAN (KOMPETISI) SANGAT SPORTIF  40 % MATI, 30 % ABNORMAL, 30 % BERSAING ANTARA 15 % KE KANAN/KIRI  AKHIRNYA TINGGAL 2,5 %  DIBUTUHKAN HANYA 1 SPERMA UNTUK MEMBUAHI
  • 18. LANJUTAN PREGNANSI (KEHAMILAN)  PERHATIKAN GAMBAR MULAI TERJADINYA IMPLANTASI JANIN PADA RAHIM  GAMBAR 1  S/D 14 MEMPERLIHATKAN PERTIMBUHAN JANIN PADA IMPLANTASI JANIN, KEHAMILAN MULAI DARI 40 HARI S/D MINGGU KE 40 (JANIN USIA 9 BLN, 2 MINGGU)  KEHAMILAN 6 MINGGU (JANIN 4 MINGGU)  PANJANG BARU 1,25 CM (O,5 INCI)  KEHAMILAN 8 MINGGU (JANIN 6 MINGGU)  PANJANG 2,5 CM (1 INCI)  KEHAMILAN 10 MINGGU (JANIN 8 MINGGU)  7 CM
  • 22. KELAHIRAN (NATALIA)  DIMULAI DGN DATANGNYA MULES-MULES YG TERA-TUR SETIAP 3 JAM SEKALI, 2,5 JAM, 2 JAM, 1,5 JAM, 1 JAM, ½ JAM, 15 MENIT, 10 MENIT SEKALI  MULESNYA HANYA SEKIAN DETIK  PECAHNYA SELAPUT AMNION (KETUBAN)  CAIRAN KETUBAN KELUAR  BAYI DGN SEGERA AKAN DILAHIRKAN  UMUMNYA KALAU KEPALA BAYI SUDAH KELUAR, BAGIAN LAIN AKAN MENNGIKUTI DGN MUDAH  ARI-2 ANTARA INDUK DGN BAYI DIIKAT, KEMUDIAN DIPOTONG  SECARA ALAMIAH PLACENTA & ARI-2 AKAN KELUAR  DIJAHIT KARENA PERINEUM & VAGINA SDKT ROBEK TERGANTUNG BESARAN BAYI
  • 23. SETELAH KELAHIRAN (POST NATAL)  SELAMA DLM KANDUNGAN SEMUA DILAKUKAN BAIK SIRKULASI, RESPIRASI & MAKAN MELALUI ARI-2 (ARTERI UMBILICALIS & VENA UMBILICALIS)  SETELAH KELAHIRAN SEMUA HARUS DILAKUKAN OLEH BAYI SENDIRI SEPERTI ORANG DEWASA  SIRKULASI DARAH SDH LANCAR, SEKAT SEMPURNA; RESPIRASI  OKSIGEN SECARA TIBA-2 MASUK KE DALAM PARU-2  MENYEBABKAN BAYI SAKIT  NANGIS (KELAHIRAN SEPONTAN); BILA TIDAK, BIASA-NYA DOKTER AKAN MENGANGKAT KAKI BAYI KE ATAS ATAU MENEPUK BOKONG (PANTAT) BAYI SHG MEREKA AKAN NANGIS KRN OKSIGEN SECARA TIBA-2 MASUK PARU-2 (KELAHIRAN TDK SPONTAN)
  • 24. LANJUTAN SETELAH KELAHIRAN (POST NATAL)  YG TDK BISA DILAKUKAN OLEH BAYI ADALAH MAKAN  PEMBERIAN ASI  HARI 1-3  KOLUSTRUM  80% ANTIBODI, 20 % MINERAL, VITAMIN, HORMON  HARI KE 4-10  ASI PERALIHAN  60 % ANTIBODI, 40% MINERAL, VITAMIN, HORMON  HARI KE 11-730  MATANG  40% ANTIBODI, 60% MINERAL, VITAMIN, HORMON YG MENURUN  3-6 BLN BERTURUT-TURUT TANPA MAKANAN TAMBAH-AN  ASI EKSKLUSIF  PENYAPIHAN SETELAH 6 BLN  SARI BUAH TOMAT, JERUK, PISANG, BUBUR SUSU  LBH BAIK DICAMPUR DGN SDKT MADU
  • 25. KELAHIRAN KEMBAR  HERIDITAS ATAU MAKANAN  TWINS, TRIPLETS, QUADRIPLETS, QUINTIPLTS (PENTAPLETS), HEKSAPLETS, HEPTAPLETS, OKTAPLETS, NONAPLETS, DEKAPLETS  MONOZIGOTIK, DIZIGOTIK, TRIZIGOTIK, TETRAZIGOTIK  MONOZIGOTIK TWINS DIZIGOTIK TRIPLETS  TRIZIGOTIK QUADRIPLETS  KELAHIRAN NORMAL  KELAHIRAN DIBANTU  CAESAR, VACCUM, TANG  MAKIN BANYAK ANAK YG DIKANDUNG (KEMBAR), MAKIN KECIL BERAT & UKURAN BAYI  MENGIKUTI HUKUM TABLET
  • 26. SISTEM REPRODUKSI MASCULINA Oleh dr. Adi Hijaz Yamani Bgn Biologi FK UNLAM
  • 27. Genitalia Masculina 1. Eksterna : - Penis - Scrotum 2. Interna : - Testis dan Epididimis - Saluran keluar testis - Kelenjar aksesoris
  • 28. • 1. Testicles 2. Epididymis 3. Corpus cavernosa 4. Foreskin 5. Frenulum 6. Urethral opening 7. Glans penis 8. Corpus spongiosum 9. Penis 10. Scrotum
  • 30. GENITALIA EKSTERNA • SKROTUM • Kantung yang berisi testis • Terdiri dari lapisan luar kulit yang tebal dengan sejumlah kelenjar lemak dan keringat • Fungsi : • sebagai penyangga bagi testis • Regulasi temperatur
  • 31. • PENIS • Organ untuk kopulasi • Terdiri dari 2 corpus cavernosum dan corpus spongiosum • Corpus cavernosum penis : disebelah dorsal,dibungkus t.albugenia tebal ± 0,5 mm, ketika ereksi tersusun o/ serabut kolagen sirkuler (sblh dlm) dan longitudinale (luar) • Corpus spongiosum penis : disebelah ventral,dilapisi t.albugenia,cavernae lebih padat & kecil2,bgn tengah ditembus o/ urethra
  • 33.
  • 34. Genitalia Masculina 1. Eksterna : - Penis - Scrotum 2. Interna : - Testis dan epididimis - Saluran keluar testis - Kelenjar aksesoris
  • 35. A. TESTIS dan EPIDIDYMIS TESTIS • Organ primer untuk reproduksi pria • Mengalami penurunan dari daerah asalnya, melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum • Fungsi & struktur diatur o/ hormon gonadotropin • Fungsi : • Kelenjar endokrin : hormon testosteron • Kelenjar eksokrin : penghasil sel sperma • Tidak terdapat dalam tubuh • Struktur : alat ini tersusun atas kerangka bungkus & Struktur dalam GENITALIA INTERNA
  • 36.
  • 37. Bungkus luar : A. Tunika vaginalis : 2 lapis sbg kantong →mesothelium,melapisi permukaan testis bgn anterior B. Tunika albugenia : jar. Ikat padat fibrosa mrpk kapsula yg lbh tebal sepanjang permukaan posterior → mediastinum testis C. Tunika vasculosa : sangat tipis Struktur Dalam: A. Septa : mrpk perluasan T. albugenia,membagi testis mjd ± 250 lobulus B. Lobulus : t.d 1-4 tubulus seminiferus → eksokrin dan jaringan ikat longgar diantara tubulus tdpt endocrynocytus interstitialis ( Leydig) → endokrin
  • 38.
  • 39.
  • 40. Epididymis • Saluran transport sperma pertama • caput, corpus and the cauda • Mempunyai 4 fungsi : • 1) Transpor sperma Transport • 2) konsentrasi sperma • 3) Penyimpanan sperma • 4) Maturasi/pematangan sperma (khususnya di daerah cauda)
  • 41.
  • 42. B. Saluran Keluar Testis Komponen : a. Tubulus semineferus convolutus  spermatogenesis b. Tubulus semiferus rectus c. Rete Testis d. Duktuli Efferentes e. Duktus Epididymidis  pematangan sperma f. Duktus Deferen (Vas deferen) g. Duktus Ejaculatorius
  • 43. C. Kelenjar Aksesoris Pria 1. Vesikula Seminalis 2. Glandula Prostata 3. Kelenjar Bulbo uretral 4. Kelenjar Littre
  • 44.
  • 45. Fungsi-Fungsi Kelenjar Aksesoris 1. Sekret Vesikula Seminalis  fruktosa (sumber energi spermatozoa) untuk motilitas dan Flavin (forensik) mendeteksi adanya semen 2. Sekret Glandula Prostata  asam sitrat (proses likuifikasi ejakulat dan memelihara keseimbangan osmotik plasma semen), spermin,spermidin, IgA dan IgG (menstimulasi kehidupan spermatozoa) 3. Kelenjar Bulbouretra ( Kelenjar Cowperi) dan 4. Kelenjar Littre ( kelenjar uretra) : membasahi bagian pangkal uretra.
  • 46. SPERMATOGENESIS 1. Fase proliferasi : saat pubertas sel primordial mitosis menghasilkan spermatogonia 2. Fase Pertumbuhan : spermatogonia menjadi spermatocytus primarius 3. Fase Pematangan : spermatocytus primarius bermeiosis I menjadi secundaris, bermeiosis ke II menjadi spermatidium  kromosom (haploid) 23, XY atau XX 4. Fase Transformasi : spermatid menjadi spermatozoon  Spermiogenesis
  • 47.
  • 48. TESTOSTERON: 1.diperlukan dalam proses pembentukan sperma (spermatogenesis) 2. Turut menentukan pematangan organ reproduksi dan sifat seks sekunder : kumis, jenggot, rambut dada, suara dan libido Air mani  sperma dan plasma semen. sperma : kecebong, panjang 50 mikron, 20 juta/ml, bergerak aktif 8-24 jam semen : 2-6 ml, bau bunga akasia, warna putih keruh
  • 49.
  • 50.
  • 51. Ereksi, kenapa bisa terjadi ? Adanya enzim cGMP otot polos menjadi rilex  aliran darah semakin cepat  tabung-tabung mengembang PDE5  sebagai penghancur pesta ereksi, yang memecah cGMP Fase ereksi : Fase lemas (flasid) Fase pengisian darah Fase Tumesensi (pembesaran) Fase ereksi Fase Rigid Fase detumesensi
  • 52.
  • 53. Perbedaan oogenesis dan spermatogenesis 1.Spermatogenesis berlangsung setelah akil balig sampai seumur hidup sedangkan oogenesis dimulai semenjak embrio, terhenti sebagian waktu lahir dan dilanjutkan sampai akil balig sampai menopause 2. Spermatogenesis tidak memiliki siklus sedangkan oogenesis memiliki siklus (menstruasi)
  • 54.
  • 55.
  • 56.
  • 57.
  • 58.
  • 59.
  • 61. Pria • Penis tidak rentan terhadap infeksi dan iritasi karena dilapisi kulit yang cukup tebal • Testis sensitif terhadap luka •Vagina dapat membersihkan bagian dalamnya sendiri •Kesehatan dipengaruhi oleh estrogen dan bakteri laktobacillus Ph normal vagina : 3,5 – 4,2 Wanita
  • 62. TIPS (Pria) • Mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air kecil • Cuci penis dengan air sabun min 1 x sehari • Jika tidak disunat, lebih teliti membersihkan • Mengeringkan dengan handuk • Hindari alkohol dan merokok karena dapat menyebabkan impoten. Memilih Celana Dalam •Terbuat dari katun • Tidak ketat
  • 63. Pemeriksaan • Sebelum memeriksa, mandilah dengan air hangat agar kulit stroktum relaks dan lunak • Kenali bentuk, ukuran dan berat testis. • Periksa dengan teliti • Kenali epididymis ( struktur berbentuk seperti tali tambang diatas / belakang testis) WASPADAI! • satu testis terasa lebih berat, buah testis membesar, lunak. •Timbul luka yang tak kunjung sembuh, pembenjolan pada testis. • Terdapat lecet, kutil • Terasa gatal terus menerus • Uretra mengeluarkan cairan yang tidak biasa SEGERA KE DOKTER!
  • 64. SUNAT • Operasi kecil membuang kulup penis • Kebersihan & Faktor agama • Dapat mengurangi resiko infeksi saluran kencing, kanker penis, PMS ( Penyakit menular seksual), HIV/AIDS.
  • 65. Sunat
  • 66. TIPS(Wanita) •teratur membasuh bibir vagina dengan air bersih & sabun lembut. • Membasuh dari bagian depan ke bagian belakang •Keringkan •Hindari menggunakan deodoran, sabun antiseptik, parfum •Ganti pembalut 4-5 x dalam sehari jika menstruasi •Pakai pembalut :lembut, tdk bergel/ parfum, merekat dengan baik dicelana •Jgn memberi bedak krn dpt menyebabkan kanker •CD terbuat dari katun dan tidak terlalu ketat
  • 67. PEMERIKSAAN • Lakukan pemeriksaan pap smear/ usg untuk mengetahui adanya kelainan • Dapatkan vaksin kanker serviks untuk mencegah timbulnya kanker
  • 69. 16 6. Mulut vagina 1. Indung telur (ovarium) 3. Rahim (uterus) 4. Leher Rahim (cervix) 8.Anus 5. Liang Kemaluan (vagina) Organ Reproduksi Bagian Luar Organ Reproduksi Perempuan Organ Reproduksi Bagian Dalam 2. Saluran telur (tubafalopi) 7.Klentit (clitoris)
  • 70. 17 1. Indung telur (ovarium), yaitu gumpalan sebesar telur ayam yang terdiri dari sel-sel telur (ovum). 2. Saluran telur (tuba falopi), yang terletak di sebelah kiri dan kanan rahim, yaitu saluran untuk dilalui sel telur menuju rahim. 3. Rahim (uterus), sebuah rongga sebesar buah alpukat atau sebesar genggaman tangan orang dewasa, terbuat dari otot-otot yang kuat untuk membesarkan bayi selama 9bulan. 4. Leher rahim (cervix), lubang kecil di bawah rahim yang bisa membesar ketika bayi ke luar dari rahim. 5. Liang kemaluan (vagina), adalah jalan atau sa- luran antara rahim (organ seks di dalam tubuh perempuan) dengan organ seks bagian luar. Dari vaginalah bayi keluar waktu dilahirkan. 6. Mulut Vagina, yaitu bagian luar dari vagina yang merupakan sebuah rongga penghubung antara rahim dengan bagian luar tubuh. Lubang vagina ini ditutupi oleh selaput dara yang dapat pecah karena senggama atau karena sebab lain (jatuh, kecelakaan, dll). 7. Klentit (clitoris), adalah benjolan daging kecil di sekitar mulut vagina yang berisi banyak pembuluh darah dan syaraf sehingga merupakan bagian yang peka. 8. Anus, lubang untuk mengeluarkan kotoran sisa makanan. Karena dilalui oleh kotoran (bisa me- ngandung kuman penyakit) maka harus selalu dibersihkan dengan benar.
  • 71. 18 6. Batang kemaluan (penis) 3. Saluran sperma (vas deferens) 4. Prostat 2. Buah zakar (testis) 7.Kepala penis (glans) Organ Reproduksi Laki-laki 5. Saluran kemih (uretra) 1. Kantung zakar (scrotum)
  • 72. 19 1. Kantung zakar (scrotum), kantung lembut yang menahan dua buah testis berbentuk bolakecil. 2. Buah zakar (testis), dua bola kecil berisi sel-sel kecil yang disebut sperma (mulai dihasilkan waktu remaja). Sperma bisa keluar pada waktu remaja laki-laki mengalami “mimpi basah”. 3. Saluran sperma (vas deferens), adalah sebuah saluran bagi sperma dari testis menujuprostat. 4. Prostat, berfungsi menghasilkan cairan mani yaitu cairan lengket yang akan bercampur dengan sperma ketika keluar dari penis saatejakulasi. 5. Saluran kemih (uretra), saluran untuk dilalui oleh cairan mani yang mengandung sperma, dan juga saluran air kencing. Air kencing dan mani tidak akan keluar bersama-sama. 6. Batang kemaluan (penis), terbuat dari otot dan merupakan saluran untuk keluarnya air kencing maupun saluran keluarnya sperma. Ujung penis sangat peka karena mengandung banyak syaraf, sehingga bila diraba memberi rangsangan. 7. Kepala penis (glans), adalah bagian paling depan dari batang kemaluan atau penis yang sangat banyak mengandung pembuluh darah. Ujung penis ini tertutup kulit yang biasanya dibuang (dikhitan atau disunat). Sunat dianjurkan karena memudahkan pembersihan penis sehingga mengurangi kemungkinan terkena infeksi atau penyakit lain.
  • 74. 21 Antara usia 10 – 15 tahun tubuh anak-anak mulai berubah. Badan menjadi tinggi, tumbuh rambut di ketiak dan sekitar alat kelamin, muncul jerawat, wajah berminyak. Khusus pada perempuan: payudara membesar, kadang ada rasa nyeri. Pada laki-laki: suara membesar dan tumbuh jakun. Masa remaja ini disebut masa PUBERTAS atau akil-balik yaitu menjadi dewasa (tapi belum dewasa lho). Lamanya bisa beberapa tahun dan bisa berbeda-beda pada setiap anak/remaja. Dalam masa pubertas ini, perubahan juga terjadi pada pikiran, perasaan, hubungan pertemanan, tanggungjawab (ini disebut perubahan psikologis). Kadang-kadang remaja mengalami masalah dan kesulitan ketika mengalami perubahan-perubahan itu. Ada rasa bingung, kesal, malu, benci, bosan, dan stres. Semua masalah itu terjadi karena remaja belum terbiasa dengan perubahan- perubahan itu. Kalau semua perasaan negatif itu dibiarkan, maka kita akan dipengaruhi dan diatur oleh perasaan-perasaan negatif itu sehingga tidak bisa lagi mengerjakan hal-hal lain dengan baik, bahkan kita bisa sakit.
  • 75. 22 Nah pada masa-masa sulit seperti itulah diperlukan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, baik masalah yang disebabkan perubahan dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang-orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain berbicara secara Pertumbuhan manusia (laki-laki)
  • 76. 23 Pertumbuhan manusia (perempuan) terbuka (komunikasi efektif) dengan orang-orang yang kita percaya seperti teman, kakak, orang tua, dan guru. Kita juga bisa membaca buku-buku tentang pertumbuhan remaja dan pubertas agar kita tahu bahwa remaja lain di seluruh dunia juga mengalami hal yang sama.
  • 78. 25 Perubahan fisik dan psikologis disebabkan be- kerjanya hormon-hormon. Hormon adalah zat- zat kimia yang dihasilkan bagian-bagian tertentu dalam tubuh. Dari bagian-bagian tubuh itu, hormon mengalir melalui darah ke bagian-bagian tubuh lain dimana hormon itu harus bekerja dan melakukan perubahan-perubahan pada tubuh kita. Ada banyak jenis hormon dalamtubuh. Pada masa PUBERTAS, hormon-hormon tertentu di otak mengirim berita/perintah pada organ- organ reproduksi (organ seks) laki/perempuan untuk membuat hormon-hormon seks. Organ seks perempuan (indung telur) membuat hormon seks yang disebut estrogen dan progesteron. Organ seks laki-laki (testis) menghasilkan hormon seks yang disebut testosteron. Hormon seks perempuan memerintahkan indung telur untuk mengeluarkan satu sel telur setiap bulan, sedangkan hormon seks laki-laki memerintahkan testis untuk menghasilkan sperma. Bila sperma laki-laki bertemu dengan sel telur perempuan maka keduanya bersatu dan bisa tumbuh menjadi bayi di dalam tubuh perempuan. Artinya, waktu tubuh kita sudah menghasilkan hormon-hormon seks, maka laki dan perempuan sudah bisa menghasilkan keturunan/anak.
  • 79. 26 PUBERTAS PADA PEREMPUAN Perjalanan sel telur Pada masa pubertas (sekitar usia 11 – 12) , hormon tertentu di otak mengirim berita pada indung telur untuk memproduksi hormon seks estrogen dan progesteron. Estrogen memberitahu sel telur untuk berkembang/matang. Biasanya sel telur matang satu per satu. Sekitar satu bulan satu kali indung telur melepas satu sel telur yang ‘matang” (disebut ovulasi). Sel telur atau ovum berjalan ke saluran indung telur (falopi) dan terus sampai ke rahim. Di saluran ini sel telur bisa bertemu dan bersatu dengan sperma yang masuk melalui vagina kalau terjadi hubungan seksual antara laki dan perempuan. Hubungan seksual adalah pertemuan organ seks laki-laki dan perempuan sampai sperma laki-laki masuk melalui vagina perempuan dan bersatu dengan sel telur. Telur yang sudah dibuahi sperma pelan-pelan akan melekat pada dinding rahim dan tumbuh menjadi bayi selama 9 bulan.
  • 80. 27 Sperma bertemu seltelur di saluran telur Telur yang sudah dibuahi bersarang di dindingrahim tumbuh menjadi janin
  • 81. 28 Setiap bulan sel telur yang masak menempel di dinding rahim yang menebal Dinding rahim semakin menebal Apabila tidak dibuahi oleh sperma, sel telur akan rontok dan keluar dari tubuh melalui vagina Bila sel telur tidak bersatu dengan sperma setelah meninggalkan indung telurnya, maka tidak akan terbentuk bayi. Sel telur akan pecah dan bersama sebagian dinding rahim dimana sel telur itu bersarang akan luruh / keluar melalui vagina dalam bentuk darah. Inilah yang disebut menstruasi atau haid. Jangan kuatir, semua itu normal !
  • 82. 29 Pada waktu haid pakailah pembalut untuk haid (softex, tampon, dll) yang harus diganti beberapa kali sehari. Selain itu, pada masa haid cucilah vagina dengan air bersih. Salah satu keterampilan hidup adalah kemampuan merawat kesehatan dan kebersihan organ reproduksi kita dengan benar. Menstruasi atau haid terjadi setiap bulan selama beberapa hari. Haid kadang-kadang disertai rasa sakit/mules, bau badan, kesal, cepat marah, dll. Berusahalah mengerti perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri kita (mengenal diri) agar kita siap dan bisa mencari cara yang tepat untuk menghadapinya. Ketika mengalami haid, dan ada yang tidak kamu mengerti, maka janganlah ragu untuk bertanya pada orang dewasa. Pada saat seperti ini kemampuan untuk berbicara dan bertanya (berkomunikasi) secara terbuka dengan orang lain sangat penting karena hal itu bisa membantu kita mengatasi rasa cemas, khawatir atau takut.
  • 83. 30 PUBERTAS PADA LAKI-LAKI Perjalanan sperma Pada masa pubertas, salah satu hormon di otak mengirim berita pada testis untuk memproduksi hormon testosteron. Salah satu sel penting yang diproduksi testis adalah sperma (100–300 juta sperma per hari) berbentuk cacing atau kecebong yang sangat kecil. Sperma bersatu dengan telur telur perempuan sperma laki-laki Jutaan sperma laki-laki mendekat sel telur perempuan
  • 84. 31 Sperma berenang melalui saluran sperma (vas deferens) yang mengeluarkan cairan khusus. Campuran sperma dan cairan ini disebut air mani yang terkumpul sangat cepat. Bila penampung cairan ini penuh, maka ia bisa keluar (ejakulasi) melalui penis yang tegang (ereksi) secara spontan dalam mimpi. Kejadian ini disebut mimpi basah. Ketika laki-laki sudah bisa menghasilkan sperma, maka hanya dengan satu saja sperma yang bertemu/bersatu dengan sel telur perempuan yang matang (melalui hubungan seks), maka perempuan bisa hamil dan sel telurnya bisa berkembang menjadi bayi. Karena kita sekarang mulai mengerti sebab-sebab terjadinya perubahan dalam diri kita dan juga mengerti akibat dari perubahan- perubahan itu (berpikir kritis), maka sudah saatnya kita lebih berhati-hati dan bertanggungjawab dalam menggunakan organ-organ reproduksi kita.
  • 85. 32 BERPIKIR KRITIS DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS PERILAKU SEKS DANAKIBATNYA
  • 86. 33 Perasaan sayang dan cinta tidak harus dibuktikan dengan hubungan seks. Sayang dan cinta pada masa remaja bisa dibuktikan dengan banyak cara: bertatapan, berbicara, berjalan-jalan, dsb. Hubungan antar teman atau dengan pacar haruslah hubungan yang sehat, bukan hubungan yang merugikan. Kamu berhak atas tubuh kamu sendiri dan “berhak” berkata “tidak” (untuk sentuhan atau hubungan seks yang tidak kamu inginkan). Remaja dan kita semua perlu ingat bahwa perilaku seks yang tidak aman bisa mengakibatkan banyak risiko yang dapat mengganggu masa depan dan menghalangi kita untuk mencapai cita-cita. Risiko-risiko tersebut antara lain: 1. Kehamilan Hubungan seks satu kali saja bisa menghasilkan kehamilan yang tak diharapkan. Kehamilan bisa terjadi karena organ reproduksi sudah matang. Tetapi tidak berarti remaja melahirkan, dan mengasuh banyak persoalan muncul siap mengandung, bayi. Justru akan baik secara fisik (pendarahan, keguguran, kematian), secara psi- kologis (takut, rasa salah, malu) maupun secara
  • 87. 34 sosial (dikucilkan, menjadi bahan gunjingan, dikeluarkan dari sekolah, dll). Remaja laki-laki yang harus menjadi ayah juga menghadapi banyak masalah baru. Beberapa persoalan dihadapi remaja bila menjalani kehamilan yang tidak diinginkan.
  • 88. 35 Mari kita berpikir kritis bersama-sama: - Coba sekarang bayangkan kita mempunyai bayi pada masa remaja ini. - Bayangkan juga kesulitan dan masalah apa saja yang bisa kita alami. - Setelah membayangkan, pikirkan apa saja yang harus kita lakukan untuk mencegah dan menghindari masalah dan kesulitanitu. Kalau sampai terjadi kehamilan pada masa remaja, maka remaja bisa kehilangan banyak kesempatan untuk mencapai cita-citanya. Agar terhindar dari masalah-masalah yang bisa mengacaukan masa depan itu, remaja harus bisa bersikap tegas dan mengambil keputusan untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum waktunya. Kita tidak hanya harus menghargai diri dan hidup kita sendiri tetapi juga diri dan hidup oranglain! 2. Aborsi Karena mengalami kehamilan yang tak direncanakan dan tak diinginkan, banyak re- maja melakukan pengguguran kandungan atau aborsi. Karena takut, malu, atau cemas, biasanya mereka melakukan aborsi dengan cara-cara tidak
  • 89. 36 Pijatan di rahim atau melakukan gerakan-gerakan keras aman sehingga sangat berbahaya bagi fisik karena bisa menyebabkan perdarahan, cacat, bahkan kematian. Selain itu usaha aborsi bisa mengganggu perasaan dan pikiran misalnya ka- rena rasa bersalah atau takut. Gangguan ini bisa berlangsung lama sekali. Aborsi yang aman hanya bila dilakukan oleh dokter ahli. Namun demikian, aborsi tidak diperbolehkan di Indonesia. Cara-cara aborsi yang tidakaman: Penggunaan ramuan, jamu-jamu, obat peluntur, dll
  • 90. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/291229703 EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA Article · November 2015 CITATIONS 0 READS 4,608 4 authors, including: Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Research-‐based on Herbs Exploration and Use of Animal Models : Nature Materials Towards Supporting Evidence Based Medicine View project Muslim Akmal 28 PUBLICATIONS 19CITATIONS SEE PROFILE Hafizuddin Hafizuddin Syiah Kuala University 11 PUBLICATIONS 7CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Hafizuddin Hafizuddin on 20 January 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file.
  • 91. 1 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA Muslim Akmal1 , Dian Masyitah1 , Hafizuddin2 , Fitriani1 1 Laboratorium Embriologi dan Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Email : muslim_akmal70@yahoo.com 2 Laboratorium Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Diterima 18 Maret 2015/Disetujui 18 Agustus 2015 ABSTRAK Epididimis merupakan organ yang berperan penting dalam sistem reproduksi pria dan berfungsi sebagai tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Spermatozoa yang berasal dari testis merupakan spermatozoa yang belum matang. Pematangan spermatozoa di dalam epididimis dibantu dengan adanya sejumlah protein yang disintesis dan disekresikan oleh epithel epididimis. Tulisan ini bertujuan mengetahui peran epididimis dalam menghasilkan sejumlah protein atau molekul yang berperan penting pada pematangan spermatozoa. Kata Kunci : Epididimis, spermatogenesis, protein ABSTRACT Epididymis is the important organ in male reproductive system. Functions of epididymis are as transportation, maturation, and storage of sperm. Sperm of testikular are non-functional gamets, and only during transit through the epididymis, the sperm will become functional gamets. Synthesis and secretion of some proteins by epididymis epithelium are very important for maturation of sperm in epididymis. The objective is to know the important role of epididymis in secretion of some proteins or molecule and its function for sperm maturation. Keywords : Epididymis, spermatogenesis, protein PENDAHULUAN Spermatogenesis pada mamalia merupakan program perkembangan yang kompleks. Program tersebut melibatkan perubahan bentuk sel germinal progenitor diploid menjadi spermatozoa (Keber et al., 2013). Spermatogenesis berlangsung di dalam epithelium seminiferus testis mamalia yang menghasilkan sekitar 256 spermatid (haploid, 1n) yang berasal dari spermatogonium tipa A1 (diploid, 2n) (Siu & Cheng 2004). Satu spermatogonium (diploid, 2n) akan menghasilkan delapan spermatid (haploid, 1n) selama spermatogenesis (Lui et al., 2003). Spermatogenesis dimulai ketika spermatogonia mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi spermatosit primer, yang selanjutnya diikuti oleh meiosis yang menghasilkan round spermatid haploid. Round spermatid mengalami perubahan morfologi yang dramatis hingga menjadi spermatozoa yang matang (Wang et al., 2012). Spermatozoa pada mamalia akan mengalami diferensiasi ketika mereka meninggalkan testis menuju epididimis (Moore, 1998). Epididimis merupakan komponen traktus reproduksi pria dengan tingkat spesialisasi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Dalam fungsinya sebagai tempat sekresi dan absorbsi, epithelium epididimis menyediakan suatu lingkungan yang potensial untuk pematangan spermatozoa (Blaquier et al., 1988). Menurut Jones (2004), epididimis mamalia mempunyai 2 fungsi utama, yaitu, 1) menyediakan suatu lingkungan mikro yang unik di dalam lumen duktus yang berfungsi membantu spermatozoa dari testikular yang masih belum matang menjadi sel-sel yang sepenuhnya fertil; 2) menyimpan spermatozoa yang sudah fertil dan poten di dalam kauda epididimis/vas deferen hingga spermatozoa diejakulasikan. Spermatozoa meninggalkan testis dan selanjutnya memasuki epididimis sebagai gamet yang belum fungsional. Ketika spermatozoa mengalami transit disepanjang epididimis, maka spermatozoa akan mengalami pematangan yang sangat dibutuhkan untuk menginduksi motilitas progresif dan
  • 92. ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 kemampuan membuahi sel telur (ova). Pematangan spermatozoa di dalam epididimis melibatkan adanya interaksi antara spermatozoa dengan protein-protein yang disintesis dan disekresikan oleh epithelium epididimis. Meskipun sejumlah penelitian sudah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui peristiwa molekular dan biokimia pematangan spermatozoa di dalam epididimis, namun hingga saat ini proses tersebut belum dapat diketahui secara pasti (Cornwall, 2009). Spermatozoa membutuhkan gerakan motilitas progresif (forward motility) dan kemampuan memfertilisasi sel telur selama mereka melewati epididimis. Proses pematangan melibatkan modifikasi permukaan spermatozoa dengan adanya sekresi protein-protein (molekul) yang berbeda oleh serangkaian bagian yang sudah mengalami spesialisasi di dalam epithelium epididimis (Zhan et al., 2012). Performans epididimis berperan penting pada pematangan spermatozoa (Cornwall, 2009). Epididimis merupakan saluran yang sangat melingkar yang menghubungkan saluran eferen ke vas deferen. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya peran epididimis pada pematangan, konsentrasi, dan penyimpanan spermatozoa (Zhen et al., 2009). Para ahli sependapat bahwa spermatozoa baru dapat berfungsi menjadi matang setelah berada di dalam epididimis (Rutllant et al., 2001). Selain itu, potensi motilitas progresif dan kapasitas fertilisasi spermatozoa terhadap sel telur hanya dapat terjadi setelah spermatozoa mengalami pematangan di dalam epididimis (Zanich et al., 2003). Setiap bagian dari epididimis mengekspresikan protein-protein yang spesifik dengan fungsi yang khusus, yang selanjutnya berperan penting dalam penyediaan lingkungan yang esensial bagi pematangan spermatozoa (Li et al., 2008). Sebagai contoh, perkembangan motilitas spermatozoa terjadi di bagian kaput, ikatan zona (zona binding) di dalam korpus, dan fusi oolemma terjadi di dalam kauda epididimis setelah mereka diproduksi di dalam testis (Gatti et al., 2004). Secara klinik, pematangan spermatozoa di dalam epididimis berkaitan erat dengan tingkat persentase dari infertilitas pria sebagai akibat dari terjadinya gangguan fungsi epididimis (Khole, 2003). Secara teori, epididimis merupakan target kontrasepsi pria yang ideal karena di dalam epididimis tidak terjadi efek samping hormon (no hormone side effect) dan tidak terjadi efek samping genetik (no side effect genetic) serta efek samping lainnya (Reyes & Chavarria, 1981). Menurut Feeder et al. (2007), pentingnya pengetahuan tentang fungsi epididimis dan pematangan spermatozoa disebabkan adanya fakta bahwa lebih dari 40% dari pria infertil menunjukkan infertilitas idiopatik yang mengindikasikan adanya gangguan pematangan spermatozoa. Akan tetapi sayangnya, kondisi ini sukar untuk diterapi sehingga pasien disarankan untuk reproductive techniques menjalani (ART), assisted seperti intracytoplasmic sperm injection (ICSI). Meskipun teknik tersebut efektif untuk menginduksi kehamilan, namun fakta menunjukkan bahwa teknik ICSI dapat meningkatkan resiko gangguan genetik yang dapat diturunkan kepada anak yang dilahirkan (Cox et al., 2002). Perkembangan Struktur dan Fungsi Sel Epididimis Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesifitas regional dari ekspresi gen di dalam sel-sel epithel berperan penting dalam menjaga establishnya cairan luminal lingkungan mikro di dalam epididimis. Perubahan spasial dan temporal ekspresi gen di dalam epididimis adalah sangat penting dalam menjaga fungsi dan perkembangan epididimis (Zhen et al., 2009). Berdasarkan perbedaan histologis dan ultrastruktural, epididimis dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu bagian kaput (kepala), bagian korpus (badan), dan bagian kauda (ekor). Setiap bagian epididimis mempunyai fungsi yang spesifik. Kaput dan korpus epididimis berfungsi sebagai tempat pematangan awal dan akhir spermatozoa, sedangkan bagian kauda berfungsi utama sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang matang (Cornwall, 2009). Skema bagian-bagian dari epididimis disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Skematik bagian-bagian epididymis (Sumber: Li et al., 2008). Epididimis merupakan derivat dari duktus Wolffian dan ketika pada saat dilahirkan epididimis didominasi oleh jaringan mesenkim. Selain itu, epididimis mengalami perubahan termasuk perpanjangan dan konvolusi duktus. Pada saat pubertas, epididimis mengalami diferensiasi yang maksimal termasuk diantaranya pertumbuhan sel-sel epitel disepanjang tubulus. Perkembangan dan diferensiasi epitelium tergantung bukan hanya pada level androgen tetapi juga dibutuhkan pengaruh faktor-faktor luminal dari testis (Rodriguez et al., 2007). Meskipun hasil penelitian menunjukkan adanya sirkulasi androgen dan faktor-faktor luminal yang berperan penting pada perkembangan epididimis, namun masih sedikit diketahui faktor-faktor lain yang terlibat dalam sejumlah peristiwa morfogenik yang 2
  • 93. merefleksikan status androgen ketika pada masa dalam epididimis terdapat famili gen proteinase dan 3 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 menyebabkan pembentukan epididimis dewasa (Zhang et al., 2004). Epididimis pada hewan dewasa terdiri dari epitel semu berlapis dari sejumlah tipe sel, seperti tipe sel prinsipal, sel basal, clear cell, sel narrow, sel apikal, sel halo. Sel-sel primer epididimis terdapat disepanjang tubulus yang meliputi hampir 80% epithelium. Akan tetapi, sampai saat ini, masih sedikit diketahui tentang fungsi sel-sel epididimis tersebut, meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa sel narrow, apikal dan clear cell mengandung vacuolar H+ -ATPase yang berperan penting mensekresikan proton-proton ke dalam lumen epididimis (Kujala et al., 2007). Clear cell diketahui sebagai sel endositik (endocytic cells) yang bertanggung jawab terhadap pembersihan protein-protein di dalam lumen epididimis, sedangkan sel-sel basal berkaitan erat dengan sel-sel prinsipal dan meregulasi fungsi sel-sel tersebut (Seiler et al., 1999). Sel-sel halo nampaknya merupakan sel-sel imun primer yang terdapat di dalam epididimis, sedangkan sel-sel apikal nampaknya merupakan komponen dari endositose luminal (Cornwal, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel-sel basal meregulasi transpor elektrolit sel prinsipal dengan melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) (Cheung et al., 2005). Interaksi antar sel di dalam epithelium dapat secara langsung memengaruhi lingkungan luminal dan pematangan spermatozoa. Sel-sel prinsipal juga membentuk tight junctions antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk blood- epididymis barrier (barier darah-epididimis). Barier tersebut membentuk pola imunoprotektif di dalam lumen epididimis yang diperlukan untuk pematangan spermatozoa. Selain itu, sejumlah androgen- dependent transmembrane protein termasuk diantaranya occludin dan claudin berperan dalam membentuk sejumlah tight junctions (Cyr et al., 2007), sedangkan gap junctions dibentuk oleh suatu famili protein-protein integral yang dikenal sebagai connexin (Cornwal, 2009). Struktur dan Fungsi Epididimis Manusia Epididimis manusia berbeda dengan spesies lainnya. Sebagai contoh, bagian kaputnya lebih lebar bila dibandingkan dengan bagian kauda sehingga memengaruhi resevoir spermatozoa (Bedford, 1994). Transit spermatozoa di dalam epididimis manusia adalah sekitar 2-6 hari (Amann & Howards, 1980), sedangkan pada tikus transit spermatozoa memakan waktu sekitar 10-13 hari. Pematangan spermatozoa di dalam epididimis manusia juga terjadi lebih cepat sehingga penyimpanan spermatozoa tidak membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, bila dibandingkan dengan spesies lain, proses pematangan spermatozoa manusia relatif lebih sederhana (Cornwall, 2009). Secara fungsional, fungsi epididimis manusia sama dengan spesies mamalia lainnya. Duktus eferen dan epididimis nampaknya berperan dalam embrio dan pubertas (De Miguel et al., 1998). Mikrovaskulatur epididimis manusia juga menunjukkan pola yang sama dengan epididimis mamalia lainnya (Kormano & Reijonen, 1976). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama transit spermatozoa di dalam epididimis terlihat adanya kaitan pematangan spermatozoa dengan perubahan motilitas, fertilitas, dan morfologi (Soler et al., 2000). Selain itu, epididimis manusia mensekresikan epididimosome. Hal inilah yang membedakan antara epididimis manusia dengan epididimis pada hewan model lainnya (Thimon et al., 2008). Pematangan Spermatozoa Di Dalam Epididimis Ketika spermatozoa yang sedang mengalami pematangan meninggalkan testis, mereka masih bersifat non-motil dan belum mampu melakukan fertilisasi sel telur secara in vivo. Spermatozoa baru akan mengalami pematangan yang sempurna ketika mereka mengalami perjalanan di dalam epididimis. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pematangan spermatozoa disebabkan oleh adanya perubahan konsentrasi ion luminal dan protein-protein yang disekresikan ke dalam lumen oleh epithelium epididimis. Pematangan spermatozoa manusia meliputi peningkatan motilitas progresif, perubahan pola gerakan misalnya gerakan sirkular pada spermatozoa tikus atau gerakan dengan getaran pada spermatozoa manusia menjadi gerakan ke depan yang cepat. Flagel spermatozoa menjadi kaku dan daerah leher kurang fleksibel sehingga memungkinkan gerakan spermatozoa menjadi lebih kaku. Selain itu, terjadi pula transit bagian droplet sitoplasmik dari dasar kepala spermatozoa menuju bagian akhir dari midpiece flagelum (Cooper & Yeung, 2003). Selama spermatozoa mengalami transit di dalam epididimis, mereka juga mengalami perubahan ukuran, ketajaman, dan struktur internal akrosom (Olson et al., 2002). Selain itu, membran spermatozoa mengalami remodeling yang konstan dengan perubahan sejumlah molekul (Jones, 2002). Sampai saat ini diketahui bahwa faktor-faktor yang terlibat di dalam fusi spermatozoa-sel telur diproduksi di dalam epididimis bagian proksimal, sedangkan protein- protein yang terlibat di dalam ikatan spermatozoa-sel telur diproduksi dibagian distal epididimis (Cooper, 1999). Epididimis Sebagai Sumber Molekul-Molekul Penting Epididmis merupakan organ yang kaya dengan sejumlah protein atau molekul. Pematangan spermatozoa di dalam epididimis tergantung pada sejumlah molekul yang disekresikan oleh epithelium (Dube et al., 2008). Molekul-molekul tersebut memegang peranan penting dalam meregulasi pematangan spermatozoa. Molekul-molekul tersebut adalah CRISP1, SPAG11e, DEFB126, carbonyl reductase P34H, CD52, and GPR64. Selain itu, di
  • 94. ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 protease inhibitor baru yang berperan penting dalam mengatur regulasi proses pematangan spermatozoa (Sipillä et al., 2009). Molekul CRISP Famili protein CRISP terdiri dari 4 (empat) anggota, yaitu Crisp 1 (dikenal juga sebagai DE), Crisp2 (dikenal juga sebagai Tpx1), Crisp3 dan Crisp4. Pada tikus (mouse) Crisp1 dan Crisp4 terekspresi di dalam epididimis (Jalkanen et al., 2005), Crisp2 terekspresi di dalam spermatosit yang sedang berkembang (Mizuki et al., 1992) dan Crisp3 terekspresi secara nyata di dalam kelenjar salivaris, pancreas, dan prostat (Haendler et al., 1993). Pada manusia, diketahui adanya ekspresi Crisp2, 3, dan 4 (Kratzsmar et al., 1996). Selain itu, juga telah diketahui bahwa CRISP3 terekspresi secara nyata di dalam kauda epididimis dan ampula vas deferens manusia (Udby et al., 2005). Pada manusia dan tikus diketahui bahwa protein CRISP1 disekresikan ke dalam lumen epididimis dan diketahui juga terekspresi pada permukaan spermatozoa di dalam epididimis. CRISP1 pada tikus, juga terdapat pada bagian dorsal akrosom, sedangkan pada manusia terdapat pada bagian post-akrosomal dari kepala spermatozoa (Cohen et al., 2007). Protein CRISP1 yang terdapat dalam epididimis tikus berperan penting pada fusi gamet melalui interaksinya dengan permukaan komplementer pada permukaan sel telur. Berdasarkan percobaan in vivo diketahui bahwa CRISP1 berperan penting pada interaksi antara spermatozoa dengan zona pelusida (ZP) sehingga menyebabkan terfusinya kedua gamet tersebut. Pada percobaan fertilisasi in vitro (FIV) yang juga menggunakan tikus sebagai hewan coba diketahui bahwa pemberian anti- CRISP1 atau rat native CRISP1 (rCRISP1) selama ko-inkubasi gamet menyebabkan terjadinya penurunan secara signifikan persentase sel telur yang terfertilisasi (Busso et al., 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tikus, selama transit di dalam epididimis, CRISP1 terekspresi pada permukaan spermatozoa (Kohane et al., 1980). Secara umum diketahui bahwa CRISP1 pada tikus terekspresi di dalam kepala spermatozoa pada bagian dorsal yang kemudian bermigrasi menuju segmen equatorial ketika reaksi akrosom terjadi (Rochwerger & Cuasnicu, 1992), dan selanjutnya memediasi fusi gamet pada suatu tempat khusus pada permukaan sel telur (Rochwerger et al., 1992). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa CRISP1 berperan penting bukan hanya pada fusi spermatozoa- sel telur, namun juga berperan dalam interaksi awal antara spermatozoa-sel telur (Busso et al., 2007). Model peran CRISP1 dalam interaksi antara spermatozoa-sel telur disajikan pada Gambar 2. Molekul SPAG11e Meskipun terdapat lebih dari 40 beta defensin yang telah diidentifikasi di dalam epididimis tikus, namun masih sangat sedikit informasi yang diketahui Gambar 2 Model peran CRISP1 pada interaksi antara spermatozoa-sel telur. (A) CRISP 1 berlokasi pada bagian dorsal kepala spermatozoa sedang berikatan dengan zona pelusida (ZP). (B) ZP menginduksi reaksi akrosom spermatozoa (AR), yang selanjutnya menyebabkan migrasi CRISP1 menuju bagian equatorial (ES). (C) CRISP1, memediasi fusi gamet (spermatozoa-sel telur) (Busso et al., 2007). tentang regulasi atau kaitannya dengan infertilitas pria (Cao et al., 2010). SPAG11e dikenal juga sebagai Bin1b merupakan produk protein Spag11b, satu dari b-defensin spesifik dalam kaput epididimis dan terekspresi secara spesifik di dalam sel-sel epithel pada bagian tengah kaput epididimis (Li et al., 2001). Sperm-associated antigen 11 (SPAG11) pada manusia berkaitan erat dengan beta-defensins baik dalam struktur, ekspresi, dan fungsi. Seperti halnya beta-defensin, SPAG11 protein secara nyata terekspresi di dalam traktus reproduksi pria dan berperan penting pada pertahanan hospes bawaan dan reproduksi (Radhakrishnan et al., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPAG11e menginduksi motilitas spermatozoa yang progresif melalui peningkatan kalsium oleh spermatozoa (Zhou et al., 2004). Disrupsi ekspresi SPAG11e menyebabkan terganggunya motilitas spermatozoa (Cao et al., 2010). Molekul Carbonyl Reduktase P34H Carbonyl Reduktase P34H pada manusia merupakan anggota dari short chain dehydrogenase/reductase superfamily dan terekspresi secara nyata di dalam bagian korpus epididimis. Selama transit di dalam epididimis, Carbonyl Reduktase P34H berakumulasi secara progresif di dalam bagian akrosom spermatozoa (Sullivan, 2004). Carbonyl Reduktase P34H nampaknya terekspresi pada kaput bagian distal, korpus epididimis bagian proksimal, dan akrosom spermatozoa (Boue et al., 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbonyl Reduktase P34H berperan penting dalam ikatan spermatozoa-zona pelusida (Légaré et al., 2009). Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa adanya imunisasi 4
  • 95. 5 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 dengan menggunakan anti Carbonyl Reduktase P34H secara in vitro menyebabkan terhambatnya ikatan antara spermatozoa-zona pelusida (Boue’ et al., 1994). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa defisiensi atau ketiadaan Carbonyl Reduktase P34H di dalam permukaan spermatozoa berhubungan dengan terjadinya infertilitas idiopatik pada pria(Moskovtsev et al., 2007). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi Carbonyl Reduktase P34H pada spermatozoa manusia menyebabkan turunnya ketidakmampuan spermatozoa untuk berikatan dengan maktriks ekstraselular oosit. Defisiensi Carbonyl Reduktase P34H menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria (Boue’ dan Sulllivan, 1996). Légaré et al. (1999) menyatakan bahwa pada manusia, Carbonyl Reduktase P34H merupakan marker pematangan spermatozoa di dalam epididimis. Molekul CD52 Molekul CD52 atau HE5 mempunyai berat molekul yang kecil. Ia terekspresi di dalam limfosit, epididimis bagian distal, dan vas deferen (Kirchhoff, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CD52 terekspresi di dalam membran spermatozoa, namun fungsi molekul tersebut di dalam membran spermatozoa belum diketahui secara pasti (Koyama et al., 2007). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwapada fertilisasi in vitro, induksi dengan menggunakan antibodi anti CD52 menyebabkan terganggunya mobilisasi spermatozoa dan terganggunya inhibisi antara spermatozoa-sel telur pada zona binding (Mahony et al., 1991). Selain itu, penelitian pada tikus jantan yang mengalami knock out (KO) atau penghilangan fungsi gen CD52 baik secara in vivo maupun invitro menyebabkan terjaganya fertilitas secara baik (Yamaguchi et al., 2008). Molekul DEFB 126 Beta-defensin 126 (DEFB126), dikenal sebagai protein sekretori di dalam epididimis 13,2 (epididymal secretory protein 13,2) yang berperan melapisi seluruh permukaan spermatozoa hingga berakhirnya proses kapasitasi (Yudin et al., 2005). Defensin merupakan molekul antimikrobia yang berperan penting dalam pertahanan hospes terhadap bakteri, fungi, dan virus (Avellar et al., 2007). DEFB126 merupakan kandidat penyedia proteksi imun bagi spermatozoa ketika berada di dalam saluran reproduksi betina (wanita) (Yudin et al., 2005). Selain itu, DEFB 126 juga merupakan komponen molekul utama yang melapisi permukaan spermatozoa pada cynomolgus macaca (Yudin et al., 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa molekul DEFB 126 berperan penting pada fungsi reproduksi macaca (Zhou et al., 2004). DEFB 126 berperan penting pada penetrasi spermatozoa melewati mukus serviks (Tollner et al., 2008), pengenalan dan ikatan antara spermatozoa-zona pelusida (Tollner et al., 2004), dan menyediakan proteksi imun dari antigen- antigen spermatozoa yang lain (Tollner et al., 2003). Hasil penelitian Yudin et al. (2005) menunjukkan bahwa DEFB 126 melindungi seluruh permukaan spermatozoa dari pengenalan imun ketika berada di dalam saluran kelamin betina. Molekul HE6/GPR64 Molekul HE6/GPR64 terekspresi di dalam duktus eferen. Pada tikus, gangguan gen GPR64 menyebabkan terjadinya gangguan regulasi reabsorbsi cairan di dalam duktus eferen. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi cairan di dalam testis sehingga berdampak terhadap stasis spermatozoa di dalam duktus eferen sehingga menginduksi terjadinya infertilitas (Davies et al., 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa GPR64/HE6 berperan penting dalam proses reabsorbsi cairan di dalam duktuli eferentes dan epididimis (Kirchhoff et al., 2008). Selanjutnya Kirchhoff et al., 2008 juga menemukan bahwa molekul HE6/GPR64 terekspresi secara nyata di dalam sel-sel epithel duktuli eferentes dan proksimal epididimis. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa HE6/GPR64 berakumulasi pada daerah epithelial pada bagian apikal dari sistem duktus ekskuren proksimal pria (Davies et al., 2007). Potensi Ekstrak Epididimis Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pemberian ekstrak epididimis pada kambing kacang dengan dosis 1 dan 3 ml selama 13 hari berturut-turut dapat menginduksi peningkatan berat badan dan peningkatan kualitas spermatozoa, khususnya peningkatan motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Selain itu, pemberian ekstrak epididimis juga meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan estradiol (Akmal et al., 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak epididimis berpotensi dalam menginduksi spermatogenesis dan kualitas spermatozoa. Epididimis dan Pengembangan Kontrasepsi Dewasa ini, penghambatan terhadap pematangan spermatozoa atau ikatan spermatozoa- oosit dilakukan dengan melakukan blocking terhadap protein-protein epididimis dengan menggunakan pendekatan imunologik (Koyama et al., 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan imunologik terhadap pengembangan kontrasepsi pria menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Sejauh ini, kontrasepsi yang tersedia bagi wanita sangat efektif dan efisien. Oleh karena itu, eksplorasi terhadap pengembangan kontrasepsi pria melalui pendekatan imunologik perlu terus dilakukan, misalnya saja dengan menghambat proses pematangan spermatozoa farmakologi dengan molekul menggunakan kecil (small pharmacological inhibitors). Secara inhibitor molecule tradisional, inhibitor molekul kecil enzim, misalnya tirosin kinase dan reseptor, khususnya, G-protein coupled receptors telah berhasil dikembangkan dengan baik sebagai
  • 96. 6 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 kandidat obat kontrasepsi (Gadek & Nicholas, 2003). Akan tetapi, meskipun sejumlah target obat baru yang potensial telah tersedia, namun pengembangan kontrasepsi pria berbasis molekul epididimis masih belum digunakan secara klinik sebelum menjalani percobaan secara in vitro, praklinik secara in vivo pada hewan model, dan akhirnya percobaan klinik (Sipilä et al., 2009). SIMPULAN Epididimis merupakan organ tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Sejumlah protein yang dihasilkan oleh epididimis, seperti CRISP1, SPAG11e, carbonyl dan GPR64 pematangan reduktase P34H, CD52, DEFB126, mempunyai peranan penting pada spermatozoa. DAFTAR PUSTAKA Akmal, M., T.N. Siregar dan Sri Wahyuni. 2014. Eksplorasi Potensi Ekstrak Ductus Epididimis Sebagai Induktor Peningkatan Kualitas Spermatozoa: Upaya Meningkatkan Populasi dan Mutu Genetik Kambing Lokal. Laporan Tim Penelitian Pascasarjana. Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Amann, R.P. (1980). Howards SS. Daily spermatozoal production and epididymal spermatozoal reserves of the human male. J Urol, 124:211– 215. Avellar, M.C.W., L. Honda., K.G. Hamil., Y. Radhakrishnan., S. Yenugu., G. Grossman., P. Petrusz., F.S. French andS.H. Hall. 2007. Novel Aspects of the Sperm-Associated Antigen 11 (SPAG11) Gene Organization and Expression in Cattle (Bos taurus). Biology of Reproduction, 76: 1103–1116. Bedford, J.M. (1994). The status and the state of the human epididymis. Hum Reprod, 9:2187–2199. Blaquier, J.A., M.S. Cameo., P.S. Cuasnicu., E.M.F. Gonzalez., L. Pineiro and J.G. Tezon. (1988). The role of epididymal factors in human sperm fertilizing ability. Ann N Y Acad Sci, 541:292– 296. Boue´ F., B. Be´rube´., E. De Lamirande., C. Gagnon and R. Sullivan. (1994). Human sperm-zona pellucida interaction is inhibited by an antibody against a hamster sperm protein. Biology of Reproduction, 51 577–587. Boue´, F and R. Sullivan. (1996). Cases of human infertility are associated with the absence of P34H, and epididymal sperm antigen. Biology of Reproduction, 54:1018–1024. Busso, D., D.J. Cohen., J.A. Maldera., A. Dematteis dan P.S. Cuasnicu. (2007). A novel function for CRISP1 in rodent fertilization: involvement in sperm–zona pellucida interaction. Biology of Reproduction, 77 848–854. Cao, D., L. Yidong., R. Yang., Y. Wang., Y. Zhou., H. Diao., Y. Zhao., Y. Zhang and J. Lu. (2010). Lipopolysaccharide-Induced Epididymitis Disrupts Epididymal Beta-Defensin Expression and Inhibits Sperm Motility in Rats. Biology of Reproduction, 83:1064–1070. Cheung, K.H., G.P. Leung., M.C. Leung., W.W. Shum., W.L. Zhou and P.Y. Wong. (2005). Cell–cell interaction underlies formation of fluid in the male reproductive tract of the rat. J Gen Physiol,125:443–454. Cohen, D.J., V.G. Da Ros., D. Busso., D.A. Ellerman., J.A. Maldera., N. Goldweic and P.S. Cuasnicu. (2007). Participation of epididymal cysteine- rich secretory proteins in sperm–egg fusion and their potential use for male fertility regulation. Asian Journal of Andrology, 9 528–532. Cooper, T.G. (1999). Epididymis. In Encyclopedia of Reproduction, pp 1–17. Eds E Knobil & J Neill. San Diego, CA: Academic Press. Cooper, T.G and C.H. Yeung. (2003). Acquisition of volume regulatory response of sperm upon maturation in the epididymis and the role of the cytoplasmic droplet. Microsc Res Tech 2003;61:28–38. Cornwall, G.A. (2009). New insights into epididymal biology and function. Human Reproduction Update, 15(2) pp. 213–227. Cox, G.F., J. Burger., V. Lip., U.A. Mau., K. Sperling., B.L. Wu and B. Horsthemke. (2002). Intracytoplasmic sperm injection may increase the risk of imprinting defects. Am J Hum Genet, 71:162–164. Cyr, D.G., M. Gregory., E. Dube., J. Dufresne., P.T. Chan and L. Hermo. (2007). Orchestration of occludins, claudins, catenins and cadherins as players involved in maintenance of the blood- epididymal barrier in animals and humans. Asian J Androl, 9:463–475. De Miguel, M.P., J.M. Marino., F. Martinez-Garcia.,
  • 97. 7 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 M. Nistal., R. Paniagua and J. Regadera. (1988). Pre- and post-natal growth of the human ductus epididymidis—a morphometric study. Reprod Fertil Dev, 10:271–277. Dube, E., L. Hermo., P.T. Chan and D.G. Cyr. (2008). Alterations in gene expression in the caput epididymides of nonobstructive azoospermic men. Biol Reprod,78:342–351. Fedder, J., A. Gabrielsen., P. Humaidan., K. Erb., E. Ernst and A. Loft. (2007). Malformation rate and sex ratio in 412 children conceived with epididymal or testicular sperm. Hum Reprod, 22:1080–1085. Gadek, T.R. and J.B. Nicholas. (2003). Small molecule antagonists of proteins. Biochemical Pharmacology 65 1–8. Gatti, J.L., S. Castella., F. Dacheux., H. Ecroyd., S. Metayer., V. Thimon and J.L. Dacheux. (2004). Post-testicular sperm environment and fertility. Anim Reprod Sci, 82:321−339. Haendler B., J. Kratzschmar., F. Theuring and W.D. Schleuning. (1993). Transcripts for cysteine- rich secretory protein-1 (CRISP-1; DE/AEG) and the novel related CRISP-3 are expressed under androgen control in the mouse salivary gland. Endocrinology, 133 192–198. Jalkanen J., I. Huhtaniemi and M. Poutanen. (2005). Mouse cysteine-rich secretory protein 4 (CRISP4): a member of the Crisp family exclusively expressed in the epididymis in an androgen-dependent manner. Biology of Reproduction, 72 1268–1274. Jones, R. (2002). Plasma membrane composition and organization during maturation of spermatozoa in the epididymis. In The Epididymis: From Molecules to Clinical Practice, pp 405–416. Eds B Robaire & BT Hinton. Kluwer Academic/Plenum Publishers: New York. Jones, R. (2004). Sperm Survival Versus Degradation in the Mammalian Epididymis: A Hypothesis. Biology of Reproduction, 71:1405–1411. Keber, R., D. Rozman and S. Horvat. (2013). Sterols in spermatogenesis and sperm maturation. Journal of Lipid Research, 54:20-33. Khole, V. (2003). Epididymis as a target for contraception. Indian J Exp Biol, 41: 764−772. Kirchhoff, C. (1999). Gene expression in the epididymis. International Review of Cytology 188:133–202. Kirchhoff, C., C. and A. Samalecos. (2008). HE6/GPR64 adhesion receptor co-localizes with apical and subapical F-actin scaffold in male excurrent duct epithelia. Reproduction, 136:235–245. Kohane, A.C., M.S. Cameo., L. Pin˜eiro., J.C. Garberi and J.A. Blaquier. (1980). Distribution and site of production of specific proteins in the rat epididymis. Biol Reprod, 23:181–187. Kormano, M and K. Reijonen. (1976). Microvascular structure of the human epididymis. Am J Anat, 145:23–27. Kratzschmar, J., B. Haendler., U. Eberspaecher., D. Roosterman., P. Donner & W.D. Schleuning. (1996). The human cysteine-rich secretory protein (CRISP) family. Primary structure and tissue distribution of CRISP-1, CRISP-2 and CRISP-3. European Journal of Biochemistry, 236 827–836. Koyama, K., K. Ito and A. Hasegawa. (2007). Role of male reproductive tract CD52 (mrt-CD52) in reproduction. Society of Reproduction and Fertility, 63:103–110. Kujala, M., S. Hihnala., J. Tienari., K. Kaunisto., J. Hastbacka., C. Holmberg.,J. Kere and P. Hoglund. (2007). Expression of ion transport- associated proteins in human efferent and epididymal ducts. Reproduction, 133: 775–784. Légaré, C., C. Gaudreault., S. ST-Jacques, and R. Sullivan. (1999). P34H Sperm Protein Is Preferentially Expressed by the Human Corpus Epididymidis. Endocrynology, 140(7):3318- 3327. Li P., H.C. Chan., B. He., S.C. So., Y.W. Chung., Q. Shang., Y.D. Zhang and Y.L. Zhang . (2001). An antimicrobial peptide gene found in the male reproductive system of rats. Science, 291:1783–1785. Li, X., Q. Liu., S. Liu., J. Zhang and Y. Zhang. 2008. New member of the guanosine triphosphatase activating protein family in the human epididymis. Acta Biochim Biophys Sin, 40(10):855-863. Lui, W.Y., W.M. Lee and C.Y. Cheng. (2003). Sertoli-germ cell adherens junction dynamics in the testis are regulated by RhoB GTPase via the ROCK/LIMK signaling pathway. Biol Reprod, 68:2189–2206. Mahony, M.C., D.L. Fulgham., P.F. Blackmore and N.J. Alexander. (1991). Evaluation of human
  • 98. T.G. Cooper. (2000). Objective evaluation of M. Ikawa and M. Okabe. (2008). Cd52, known 8 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 sperm–zona pellucida tight binding by presence of monoclonal antibodies to sperm antigens. Journal of Reproductive Immunology, 19 269–285. Mizuki, N., D.E. Sarapata., J.A. Garcia-Sanz and M. Kasahara. (1992). The mouse male germ cell- specific gene Tpx-1: molecular structure, mode of expression in spermatogenesis, and sequence similarity to two nonmammalian genes. Mammalian, Genome, 3:274–280. Moore, H.D. (1998). Contribution of epididymal factors to sperm maturation and storage. Andrologia, 30:233–239. Moskovtsev, S.I., K. Jarvi., C. Le´gare´., R. Sullivan and J.B.M. Mullen. (2007). Epididymal P34H protein deficiency in men evaluated for infertility. Fertility and Sterility, 88:1455– 1457. Reyes, A and M.E. Chavarria. (1981). Interference with epididymal physiology as possible site of male contraception. Arch Androl, 7:159−168. Radhakrishnan, Y., K.G. Hamil., J. Tan., G. Grossman., P.P. Susan., H. Hall and F.S. French. Biology of Reproduction, 81:647–656. Rochwerger, L and P.S. Cuasnicu. (19912). Redistribution of a rat sperm epididymal glycoprotein after in vivo and in vitro capacitation. Mol Reprod Dev, 31:34–41. Rochwerger, L., D.J. Cohen and P.S. Cuasnicu´. (1992). Mammalian sperm-egg fusion: the rat egg has complementary sites for a sperm protein that mediates gamete fusion. Dev Biol, 153:83–90. Rodriguez, C.I and C.L. Stewart. (2007). Disruption of the ubiquitin ligase HERC4 causes defects in spermatozoon maturation and impaired fertility. Dev Biol, 312:501–508. Rutllant, J and S.A. Meyers. (2001). Posttranslational Processing of PH-20 During Epididymal Sperm Maturation in the Horse. Biology of Reproduction, 65: 1324–1331. Seiler P., T.G. Cooper., C.H. Yeung and E. Nieschlag. (1999). Regional variation in macrophage antigen expression by murine epididymal basal cells and their regulation by testicular factors. J Androl, 20: 738–746. Soler, C., F. Perez-Sanchez., H. Schulze., M. Bergmann., F. Oberpenning., C. Yeung and the morphology of human epididymal sperm heads. Int J Androl, 23:77–84. Sipilä, P., J Jalkanen., I.T. Huhtaniemi and M. Poutanen. (2009). Novel epididymal proteins as targets for the development of post-testicular male contraception. Reproduction, 137:379– 389. Siu, M.K.Y and C. Y. Cheng. (2004). Extracellular Matrix: Recent Advances on Its Role in Junction Dynamics in the Seminiferous Epithelium During Spermatogenesis. Biology of Reproduction, 71:375–391. Sullivan, R. (2004) Male fertility markers, myth or reality. Animal Reproduction Science, 82–83 341–347. Thimon, V., G. Frenette., F. Saez., M. Thabet and R. Sullivan. (2008). Protein composition of human epididymosomes collected during surgical vasectomy reversal: a proteomic and genomic approach. Hum Reprod, 23: 1698– 1707. Tollner, T.L., A.I. Yudin., G.N. Cherr and J.W. Overstreet. (2003). Real-time observations of individual macaque sperm undergoing tight binding and the acrosome reaction on the zona pellucida. Biol Reprod, 68:664–672. Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2004). Macaque sperm release ESP13.2 and PSP94 during capacitation: the absence of ESP13.2 is linked to sperm–zona recognition and binding. Molecular Reproduction and Development, 69 325–337. Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2008). Macaque sperm coating protein DEFB126 facilitates sperm penetration of cervical mucus. Human Reproduction, 23 2523–2534. Udby, L., A. Bjartell., J. Malm., A. Egesten., A. Lundwall., J.B. Cowland, N. Borregaard and L. Kjeldsen. (2005). Characterization and localization of cysteine-rich secretory protein 3 (CRISP-3) in the human male reproductive tract. Journal of Andrology, 26 333–342. Wang, J., H. Gu., H. Lin and T. Chi. (2012). Essential Roles of the Chromatin Remodeling Factor Brg1 in Spermatogenesis in Mice. Biology of Reproduction, 86(6):186, 1–10. Yamaguchi, R., K. Yamagata., H. Hasuwa., E. Inano.,
  • 99. 9 ISSN: 2302-1705 JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015 as a major maturation-associated sperm membrane antigen secreted from the epididymis, is not required for fertilization in the mouse. Genes to Cells, 13:851–861. Yudin, A.I., T.L. Tollner., M.W. Li., C.A. Treece., J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2003). ESP13.2, a member of the beta-defensin family, is a macaque sperm surface-coating protein involved in the capacitation process. Biol Reprod, 69:1118–1128. Yudin, A.I., C.A. Treece., T.L. Tollner., J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2005). The carbohydrate structure of DEFB126, the major component of the cynomolgus Macaque sperm plasma membrane glycocalyx. J Membr Biol, 207:119–129. Zanich, A., J.C. Pascall and R. Jones. (2003). Secreted Epididymal Glycoprotein 2D6 That Binds to the Sperm’s Plasma Membrane Is a Member of the b-Defensin Superfamily of Pore-Forming Glycopeptides. Biology of Reproduction, 69:1831–1842. Zhan, X., C. Wang., A. Liu., Q. Liu and Y. Zhang. (2012). Region-specific localization of IMDS- 60 protein in mouse epididymis and its relationship with sperm maturation. Acta Biochim Biophys Sin, 44(11):924-930. Zhang, F.P., T. Pakarainen., F. Zhu., M. Poutanen and I. Huhtaniemi. (2004). Molecular characterization of postnatal development of testicular steroidogenesis in hormone receptor knockout luteinizing mice. Endocrinology, 145:1453–1463. Zhen, W., P. Li., B. He., J. Guo and Z. Yong-Lian. (2009). The Novel Epididymis-Specific Beta- Galactosidase-Like Gene Glb1l4 Is Essential in Epididymal Development and Sperm Maturation in Rats. Biology of Reproduction, 80: 696–706. Zhou, C.X., Y.L. Zhang., L. Xiao., M. Zheng., K.M. Leung., M.Y. Chan., P.S. Lo., L.L. Tsang., H.Y. Wong., L.S. Ho., Y.W. Chung and H.C. Chan. (2004). An epididymisspecific beta-defensin is important for the initiation of sperm maturation. Nat Cell Biol, 6:458–464. View publication stats
  • 100. 100 HISTOLOGI SISTIM REPRODUKSI WANITA ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
  • 101. 101 GENITAL WANITA • ORGANA GENITALIA INTERNA – OVARIUM – TRACTUS GENITALIS • TUBA UTERINA FALLOPII • UTERUS • VAGINA • ORGANA GENITALIA EXTERNA – MONS VENERIS – LABIA MAJORA – LABIA MINORA – CLITORIS • GLANDULAE GENITALES ACCESSORIAE – GLANDULA VESTIBULARIS MAJOR – GLANDULA VESTIBULARIS MINOR • GLANDULA MAMMAE
  • 102. 102 OVARIUM • BENTUK DAN UKURAN: – SEPASANG, OVOID, 25-50 mm X 13-30 mm X 5 - 15 mm – 2 PINGGIRAN: • MARGO LIBER (TEPI BEBAS) • MARGO MESOVARICUS (TEPI PERLEKATAN MESOVARIUM) – LOKASI HILUS OVARII – DISELUBUNGI OLEH PERITONEUM VISCERALE • LOKASI: – PADA LEKUKAN DINDING CAVUM PELVIS = FOSSA OVARICA – MENEMPEL BELAKANG PLICA LATA UTERI • TAMPILAN PADA BELAHAN (DARI PERMUKAAN): – EPITHELIUM OVARII – TUNICA ALBUGINEA – ZONA PARENCHYMATOSA – ZONA VASCULOSA – HILUS OVARII
  • 103. 9/20/04 103 STRUKTUR HISTOLOGIS OVARIUM HILUS TUNICAALBUGINEA CORTEX MEDULLA
  • 105. 105 FOLIKEL OVARII • BANGUNAN BULAT DALAM STROMA CORTEX OVARII YANG MENGANDUNG OOCYT • JUMLAH: – PADA WANITA UMUR MUDA, MEMENUHI CORTEX – WANITA DEWASA DALAM 2 OVARIUM: 400 000 BUAH – MAKIN TUA UMURNYA, MAKIN KURANG JUMLAHNYA – DARI JUMLAH INI HANYA DILEPASKAN < 500 OOCYT SELAMA HIDUP • UKURAN – BERVARIASI, TERGANTUNG PADA TAHAP PERTUMBUHAN- NYA • DALAM SETIAP SIKLUS HAID: – 5 SAMPAI 15 FOLIKEL MENGALAMI PERTUMBUHAN – DARI PERTUMBUHAN TERSEBUT HANYA 1 OOCYT LEPAS – SISANYA MENGALAMI DEGENERASI: ATRESIA FOLIKULER – PELEPASAN OVUM DISEBUT OVULASI
  • 106. 106 PERTUMBUHAN FOLIKEL OVARIUM • WAKTU: – BERLANSUNG SEJAK BAYI SAMPAI MENOPAUSE • KETERLIBATAN KOMPONEN OVARIUM: – STROMA, SEL-SEL FOLIKEL DAN OOSIT • PERUBAHAN SELAMA PERTUMBUHAN: – UKURAN SEMAKIN BESAR – TERLETAK SEMAKIN MENDALAM DI CORTEX • 3 JENIS FOLIKEL SELAMA PERTUMBUHAN : – FOLIKEL PRIMORDIA • SEJAK LAHIR SAMPAI SEBELUM AKIL BALIK • SEBUAH OOSIT DISELUBUNGI OLEH SELAPIS SEL FOLIKEL GEPENG – OOSIT BERUKURAN 40 m, INTI TERLETAK EKSENTRIK – FOLIKEL SEDANG TUMBUH • FOLIKEL PRIMER • FOLIKEL SEKUNDER • FOLIKEL TERTIER/VESIKULER – FOLIKEL MATANG
  • 107. 107 FOLIKEL PRIMER PERUBAHAN SEL MULAI DARI FOLIKEL PRIMORDIAL – OOSIT : • MEMBESAR: 80 m, • MIKROVILI PADA PERMUKAAN SEL YANG TERPERANGKAP DALAM ZONA PELLUCIDA • ORGANELA BERGERAK MENYEBAR • ENDOPLASMIC RETICULUM MAKIN BERKEMBANG • KOMPLEKS GOLGI BERLIPAT JUMLAHNYA • MITOKHONDRIA MAKIN BANYAK – SEL-SEL GRANULOSA : • MENJADI KUBOID/KOLUMNER PENDEK • SELAPIS SEL GRANULOSA • MULAI MENGHASILKAN ZONA PELLUCIDA YANG MEMISAHKAN DENGAN OOSIT – SEL STROMA OVARII • SEL STROMA BERBENTUK SEPERTI FIBROBLAS SEKELILING FOLIKEL TERATUR KONSENTRIS
  • 109. 109 FOLIKEL SEKUNDER CIRI-CIRI: – DIAMETER MENCAPAI 0,2 mm, BERBENTUK OVOID – OOSIT • MEMBESAR, BERUKURAN: 125  m - 150  m , • INTI BERKEDUDUKAN EKSENTRIK, – SEL-SEL FOLIKEL = SEL GRANULOSA: • MULTILAMELER, – BERLAPIS: 6 - 12 – BERTUMPU PADA MEMBRANA LIMITANS EXTERNA – ZONA PELLUCIDA MULAI TAMPAK KETIKA OOSIT BERDIAMETER 80  m – MIKROVILI OOSIT TERPENDAM DALAM ZONA PELLUCIDA – SEL STROMA • BERDIFERENSIASI MENJADI THECA FOLLICULI – THECA INTERNA: MULA-MULA FUSIFORM MENJADI KUBOID YANG BERFUNGSI SEBAGAI SEL ENDOKRIN, BANYAK ANYAMAN PEMBULUH DARAH – THECA EXTERNA: JARINGAN PENGIKAT
  • 110. 9/20/04 110 FOLIKEL TERTIER/VESIKULER CIRI-CIRI: – OOSIT • APABILA TELAH MULAI TERBENTUK ANTRUM, OOSIT TIDAK MEMBESAR LAGI – SEL-SEL GRANULOSA: • CELAH-CELAH TAK TERATUR ANTARA SEL GRANULOSA • LIQUOR FOLLICULI MENGISI CELAH-CELAH • TERBENTUK ANTRUM FOLLICULI – PENYATUAN CELAH-CELAH – ANTRUM DIBATASI OLEH SEL-SEL GRANULOSA BERLAPIS – TERBENTUK CALL EXNER BODY • CORONA RADIATA : – SEL-SEL GRANULOSA KUBOID SEKELILING OOSIT • CUMULUS OOPHORUS: – PENEBALAN SETEMPAT LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA – SEL STROMA • THECA INTERNA DAN THECA EXTERNA MAKIN JELAS PERBEDAANNYA
  • 111. 9/20/04 111 FOLIKEL TERTIER/VESIKULER THECA INTERNA DAN THECA EXTERNA ZONA GRANULOSA
  • 112. 112 FOLIKEL DE GRAAF • DICAPAI SETELAH 10 - 14 HARI – UKURAN DIAMETER: 1 cm – MENEMPATI CORTEX MENONJOLKAN PERMUKAAN OVARIUM • OOCYT – BERHENTI TUMBUH • SEL GRANULOSA – PROLIFERASI TIDAK SEIMBANG DENGAN PERTAMBAHAN LIQUOR FOLLICULI • HINGGA LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA MENIPIS • CUMULUS OOPHORUS : HUBUNGAN LAPISAN SEL GRANULOSA DGN OOCYT MERENGGANG • CORONA RADIATA : LAPISAN SEL GRANULOSA SEKITAR OOCYT • SEL STROMA – THECA INTRERNA: SEL-SEL MEMBESAR/POLIHEDRAL • BANYAK ANYAMAN PEMBULUH DARAH – THECA EXTERNA: SEL-SEL FUSIFORM DAN SERABUT KONSENTRIS
  • 113. 9/20/04 113 OVULASI – OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA MELEPASKAN DIRI DARI DINDING FOLIKEL – OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERAPUNG-APUNG – FOLIKEL MATANG SOBEK • KARENA TEKANAN FOLIKEL, CORTEX OVARII ISCHEMIA • BAGIAN CORTEX ANTARA PERMUKAAN DAN FOLIKEL MENJADI LEMAH • LIQUOR FOLLICULI TUMPAH – PELEPASAN OOCYT DARI OVARIUM • OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERLEPAS DARI OVARIUM – HARI KE 14 SIKLUS HAID – CORPUS RUBRUM: • TERBENTUK OLEH PECAHNYA PEMBULUH DARAH, SEHINGGA SISA-SISA FOLIKEL TERISI OLEH BEKUAN DARAH
  • 114. 114 PERUBAHAN FOLIKEL SETELAH OVULASI CORPUS LUTEUM – PERKEMBANGAN DARI CORPUS RUBRUM  PADA CORTEKS – JARINGAN SEL-SEL LUTEIN MENGELILINGI JARINGAN PENGIKAT LONGGAR DITENGAHNYA – FUNGSI: • KELENJAR D AN ESTROGEN – PROSES: • JARINGAN PENGIKAT DARI STROMA OVARII MENGISI BEKUAN DARAH (KEBANYAKAN MENEMPATI BAGIAN TENGAH) • SEL GRANULOSA BERTAMBAH BESAR, BERHENTI MITOSIS – BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN GRANULOSA, SEL ENDOKRIN PENGHASIL STEROID – SITOPLASMA MENGANDUNG LIPID DAN BUTIR-BUTIR LIPOKROM • SEL THECA INTERNA: – BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN THECA  ENDOKRIN
  • 115. 115 PERUBAHAN FOLIKEL SETELAH OVULASI PROSES OVULASI
  • 116. 116 CORPUS LUTEUM SEL LUTEIN THECA CORPUS ALBICANS
  • 117. 117 PERUBAHAN CORPUS LUTEUM • PROSES: – UMUR CORPUS LUTEUM: • 10 - 14 HARI, TIDAK ADA FERTILISASI: CORPUS LUTEUM SPURIUM • SELAMA KEHAMILAN: CORPUS LUTEUM GRAVIDARUM – DIAMETER 5 cm, LEBIH BESAR D/P CORPUS LUTEUM SPURIUM – TERBENTUK CORPUS ALBICANS MELALUI DEGENERASI SEL- SEL CORPUS LUTEUM • AUTOLISIS, SEL-SEL LUTEIN MENGHILANG • SISA-SISA SEL DIFAGOSITOSIS OLEH SEL MAKROFAG – TERBENTUK JARINGAN PARUT: • JARINGAN PENGIKAT • PERUBAHAN CORPUS ALBICANS : – LETAKNYA BERGESER KE DALAM OVARIUM – PROSES • ABSORBSI JARINGAN PENGIKAT • DIGANTI OLEH STROMA OVARII • BERLNGSUNG SELAMA BULANAN SAMPAI TAHUNAN
  • 118. 118 ATRESIA FOLLICULI • DIFINISI: – PROSES DEGENERASI JARINGAN FOLIKEL DALAM OVARIUM YANG DIDAHULUI OLEH BERHENTINYA MITOSIS SEL-SEL GRANULOSA DAN MATINYA OOCYT • WAKTU: – BERLANGSUNG SEJAK LAHIR SAMPAI BEBERAPA SAAT SETELAH MENOPAUSE • PALING BANYAK APABILA TERJADI PERUBAHAN HORMONAL: – SETELAH LAHIR (PERUBAHAN HORMON MATERNAL) » 99 % OOCYT PADA WAKTU LAHIR SUDAH DEGENERASI – UMUR AKIL BALIK – KEHAMILAN • FOLIKEL YANG MENGALAMI ATRESIA: – SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN FOLIKEL, MULAI FOLIKEL PRIMORDIA, FOLIKEL SEDANG BERKEMBANG SAMPAI FOLIKEL MATANG, DAPAT MENGALAMI ATRESIA
  • 119. 9/20/04 119 BERBAGAI BENTUK ATRESIA FOLLICULI GLASSY MEMBRANE
  • 120. 120 JARINGAN INTERSTITIAL OVARIUM • CORTEX OVARII – STROMA TERDIRI ATAS: • SEL-SEL BERBENTUK SEBAGAI KUMPARAN (FUSIFORM) • SEL MIRIP OTOT POLOS TANPA MIOFILAMEN • ANYAMAN SERABUT RETIKULER • MEDULLA DAN HILUS OVARII – JARINGAN PENGIKAT LONGGAR: • SEL FIBROBLAS • SEL-SEL OTOT POLOS • SERABUT KOLAGEN
  • 121. 121 TUBA UTERINA FALLOPII • DUA PIPA SALURAN MENGANDUNG OTOT POLOS YANG BERPANGKAL PADA UTERUS DAN BERAKHIR TERBUKA SEBAGAI INFUNDIBULUM DALAM CAVUM PERITONEI – RUANGANNYA BERMUARA DALAM CAVUM UTERI • PANJANG: 14 - 20 cm • DIAMETER: TIDAK SAMA • PENGGAL: – INFUNDIBULUM • TERBUKA SEBAGAI CORONG YANG DIKELILINGI JUMBAI- JUMBAI = FIMBRIAE, YANG MENCAPAI OVARIUM: FIMBRIA OVARICA – AMPULLA • BAGIAN DEKAT INFUNDIBULUM YANG MELEBAR – ISTHMUS • 1/3 BAGIAN TENGAH YANG MENYEMPIT – PARS INTERSTITIALIS • BAGIAN YANG MENEMBUS DINDING UTERUS
  • 122. 122 • MEMBRANA MUCOSA – KETEBALAN: • PALING TEBAL DAERAH AMPULLA, BENTUK LUMEN SEPERTI LABIRIN – LIPATAN-LIPATAN MEMANJANG BERCABANG • MULA-MULA PANJANG, MAKIN MENDEKATI UTERUS MEMENDEK – EPITEL • EPITEL KOLUMNER SELAPIS PALING TINGGI DAERAH AMPULLA • MENDEKAT UTERUS MAKIN PENDEK – SEL SILINDRIS BERSILIA (PALING BANYAK: FIMBRIA DAN AMPULLA) – SEL SEKRETORI TANPA SILIA – LAMINA PROPRIA • JARINGAN PENGIKAT TANPA KELENJAR • TUNICA MUSCULARIS (OTOT POLOS) – STRATUM CIRCULARE (SEBELAH DALAM) – STRATUM LONGITUDINALE • TUNICA SEROSA – LANJUTAN DARI PERITONEUM VISCERALE STRUKTUR DINDING TUBA UTERINA
  • 123. 123 STRUKTUR MEMBRANA MUCOSA DINDING TUBA UTERINA
  • 124. 124 DINDING AMPULLA TUBA UTERINA FALLOPII
  • 125. 125 UTERUS • BENTUK: SEBAGAI BUAH PEER • KEDUDUKAN: – ANTEFLEXIO/ RETROFLEXIO • UKURAN: – TERGANTUNG HAMIL ATAU TIDAK HAMIL • 7 - 8 cm X 24 - 30 mm X 43 - 50 mm (TIDAK HAMIL) • LETAK: – DALAM CAVUM PELVIS • FACIES VESICALIS, DATAR, DIBELAKANG VESICA URINARIA • FACIES RECTALIS, KONVEKS, DI DEPAN RECTUM • BAGIAN-BAGIAN: – FUNDUS UTERI – CORPUS UTERI – CERVIX UTERI : 3 cm – PORTIO VAGINALIS UTERI • FUNGSI: – MENUMBUHKAN EMBRIO HASIL FERTILISASI
  • 126. 126 DINDING UTERUS • LAPISAN DARI DALAM KE LUAR: – ENDOMETRIUM • MERUPAKAN MEMBRANA MUCOSA • MENGANDUNG GLANDULA UTERINA • KETEBALAN DAN STRUKTUR TERGANTUNG: – DAERAH YANG DILAPISI – PERIODE YANG TERKAIT DENGAN SIKLUS MENSTRUASI • LAPISAN: – STRATUM FUNCTIONALE – STRATUM BASALE – MYOMETRIUM • MERUPAKAN LAPISAN DINDING YANG PALING TEBAL • OTOT POLOS • BERUBAH APABILA DALAM KEADAAN HAMIL – PERIMETRIUM • DAERAH FUNDUS : DITUTUPI OLEH PERITONEUM VISCERALE SEHINGGA MERUPAKAN TUNICA SEROSA • DAERAH LAIN : MERUPAKAN TUNICA ADVENTITIA
  • 127. 127 BAGIAN-BAGIAN UTERUS • CORPUS UTERI: – CAVUM UTERI • PALING LEBAR, TERUTAMA DI ANTARA MUARA 2 TUBA UTERINA • KEARAH BAWAH: UKURAN MAKIN MENYEMPIT • ISTHMUS – BATAS CORPUS UTERI DAN CERVIX UTERI – ORIFICIUM INTERNUM UTERI • CERVIX UTERI – CANALIS CERVICIS • PORTIO VAGINALIS UTERI – CANALIS CERVICIS BERAKHIR SEBAGAI ORIFICIUM EXTERNUM UTERI = ORIFICIUM EXTERNUM CANALIS CERVICIS • BERMUARA DALAM VAGINA
  • 128. 128 STRUKTUR ENDOMETRIUM CORPUS UTERI • STRATUM BASALE • STRATUM FUNCTIONALE (DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI) – FUNGSI: • MEMPERSIAPKAN INPLANTASI HASIL FERTILISASI • DALAM KEADAAN TIDAK HAMIL MENGALAMI PERUBAHAN STRUKTUR DAN FUNGSI SECARA PERIODIK: – SIKLUS MENSTRUASI (HAID) – EPITEL SILINDRIS SELAPIS • SEL BERSILIA • SEL SEKRETORI – LAMINA PROPRIA • JARINGAN PENGIKAT • MENYERUPAI JARINGAN MESENKHIM • BANYAK MENGANDUNG SEL DAN SUBSTANSI AMORF • MENGANDUNG GLANDULA UTERINA YANG BERBENTUK TUBULER KADANG-KADANG BERCABANG
  • 129. 129 CERVIX UTERI • BAGIAN-BAGIAN: – DILUAR VAGINA – BAGIAN YANG TERDAPAT DALAM VAGINA • PORTIO VAGINALIS UTERI • RUANGAN: – CANALIS CERVICIS UTERI • LANJUTAN CAVUM UTERI – BATAS ATAS: • ORIFICIUM INTERNUM UTERI – BATAS BAWAH : • ORIFICIUM EXTERNUM UTERI
  • 130. 130 STRUKTUR DINDING CERVIX UTERI • MEMBRANA MUCOSA – BERBEDA DENGAN DAERAH LAIN DARI UTERUS • LIPATAN-LIPATAN BERCABANG = PLICAE PALMATAE • TIPIS: 3 mm • TIDAK DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI – EPITEL SILINDRIS SELAPIS • BEBERAPA SEL BERSILIA • SEL SEKRETORIS – EPITEL GEPENG BERLAPIS • PADA PERMUKAAN LUAR PORTIO VAGINALIS: – LAMINA PROPRIA • JARINGAN PENGIKAT PADAT BANYAK SERABUT KOLAGEN • 15 % SEL-SEL OTOT POLOS • MENGANDUNG KELENJAR BESAR: GLANDULA CERVICALIS UTERI YANG BERSIFAT MUKOSA • MENGALAMI SEDIKIT PERUBAHAN SELAMA SIKLUS MENSTRUASI
  • 131. 131 TAHAP PERUBAHAN PERIODIK ENDOMETRIUM DALAM SATU SIKLUS MENSTRUASI (28 HARI) • FASE PROLIFERATIF/FOLIKULER • FASE SEKRETORI/LUTEAL • FASE MENSTRUASI
  • 132. 132 PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA FASE SEKRETORI/LUTEAL • WAKTU: – SESUDAH OVULASI ( M-15) SAMPAI M-28 (HILANGNYA C. LUT) • PERUBAHAN: – BERTAMBAH TEBAL (5 mm) • KARENA OEDEM STROMA DAN PENIMBUNAN SEKRIT KELENJAR – KELENJAR: • BERTAMBAH PANJANG • BERKELOK-KELOK • LUMEN MEMBESAR (MENGGEMBUNG) • INTI SEL EPITEL TERDESAK KEPERMUKAAN OLEH GLIKOGEN – STROMA: • OEDEM – ARTERI: • BERTAMBAH PANJANG DAN LEBIH BERKELOK-KELOK • MENCAPAI PERMUKAAN
  • 133. 133 PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA AWAL FASE SEKRETORI/LUTEAL
  • 134. 134 PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA AKHIR FASE SEKRETORI/LUTEAL
  • 135. 135 PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA AWAL FASE MENSTRUASI • WAKTU: – BERLANGSUNG JIKA TIDAK ADA FERTILISASI DAN NIDASI • 2 MINGGU SESUDAH OVULASI (M1 - M4) • PEMICU: • PENURUNAN MENDADAK PROGESTERON DAN ESTROGEN • PERUBAHAN: – KELENJAR • BERHENTI SEKRESI – STROMA: • MENYUSUT, OEDEM MENGHILANG, PERDARAHAN – ARTERI: • KONTRAKSI DINDING ARTERI, ISCHEMIA • KEMATIAN SEL-SEL ENDOTEL • DIIKUTI PENGENDURAN ARTERI • PERDARAHAN – STRATUM FUNCTIONALE DILEPASKAN
  • 136. 136 PERUBAHAN STRUKTUR KELENJAR SELAMA SIKLUS MENSTRUASI
  • 137. 137 PENGATURAN HORMONAL PADA SIKLUS HAID OESTRO GEN PROGESTERON
  • 138. 138 PERJALANAN OOCYT OVULASI – CAVUM PERITONEI: • OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA • DIBANTU DENGAN FIMBRIA OVARICA MASUK KE: – TUBA UTERINA • INFUNDIBULUM – DIDORONG KE ARAH UTERUS • AMPULLA JIKA ADA FERTILISASI • ISTHMUS – PERTEMUAN DENGAN SPERMATOZOA – HUBUNGAN SEL-SEL CORONA RADIATA RENGGANG KARENA ENZIM DARI AKROSOMA – LISIS ZONA PELLUCIDA – PROSES MEIOSIS OOSIT DISELESAIKAN – CAPUT SPERMATOZOA MASUK SITOPLASMA OOSIT – PELEBURAN BAHAN INTI OOCYT DAN SPERMATOZOON – TERJADI ZIGOT – JIKA TIDAK ADA FERTILISASI, OOCYT MATI DAN DIABSORBSI
  • 139. 139 PERJALANAN OOCYT SAMPAI INPLANTASI PADA ENDOMETRIUM
  • 140. 140 PERLUASAN LEMPENG CHORION MENDESAK CAVUM UTERI PLASENTA
  • 141. 141 PLACENTA • PLACENTA ADALAH ORGAN YANG TERDIRI ATAS JARINGAN YANG BERASAL DARI SUMBER BERBEDA • PARS FOETALIS: – LEMPENG CHORION: • VILLI PLACENTAE: – JARINGAN PENGIKAT MESENKHIM DAN KAPILER DARAH – CYTOTROPHOBLAST – SYNCYTIOTROPHOBLAST • PARS MATERNALIS: – DECIDUA BASALIS: • MEMBERIKAN DARAH ARTERIEL DALAM LACUNAYANG MENGGENANGI RUANG ANTAR VILLI • DAERAH PINGGIRAN PLACENTA, DECIDUA BASALIS MENYATU ERAT DENGAN CHORION PADA ZONA MARGINALIS • SEPTUM PLACENTAE MEMBAGI PLACENTA MENJADI COTYLEDON
  • 143. 143 STRUKTUR DINDING VAGINA • MEMBRANA MUCOSA: – EPITEL GEPENG BERLAPIS (TEBAL 150 - 200  m), • SEL-SEL EPITEL SEDIKIT MENGANDUNG BUTIR2 KERATOHIALIN – LAMINA PROPRIA , • JARINGAN PENGIKAT LONGGAR BANYAK SERABUT ELASTIS • ANYAMAN PEMBULUH DARAH • TUNICA MUSCULARIS: – STRATUM LONGITUDINALE, • OTOT POLOS YANG MEMANJANG TERUTAMA MEMBENTUK LAPISAN LUAR – STRATUM CIRCULARE • LAPISAN DALAM, LEBIH TIPIS • TUNICA ADVENTITIA: – JARINGAN PENGIKAT PADAT TIPIS • MENGANDUNG BANYAK ANYAMAN PEMBULUH VENA, SER. ELAS. • SERABUT SARAF
  • 144. 144 STRUKTUR DINDING VAGINA TUNICA MUSCULARIS MEMBRANA MUCOSA