Sistem reproduksi manusia terdiri dari organ reproduksi internal dan eksternal baik pria maupun wanita. Organ reproduksi pria meliputi penis, testis, dan kelenjar aksesoris. Organ reproduksi wanita meliputi vulva, vagina, serviks, rahim, ovarium, dan kelenjar aksesoris. Proses reproduksi meliputi spermatogenesis, ovulasi, fertilisasi, kehamilan, persalinan, dan menyusui.
2. PUSTAKA WAJIB
Chia, M & D.A. Arava. 1997. Pria Multiorgasme. Rahasia Seksual yang harus diketahui
setiap pria. Delapratasa Jakarta
Nieschlag & Behre. 1990. Testosterone – Action – Difiency Substitution. Assisten
editor – S. Nieschlag. Springer – Verlag – Berlin – Heidelberg – New York – London –
Paris – Tokyo – Hongkong – Barcelona.
Speroff, L. & P.D Darney. 1996. A Clinical Guide for Contracaption. 2nd edition.
EGC. Buku Kedokteran.
Tortora, G.J. & N. P. Anagnostakos.1990. Principles of Anatomy & Physiology. Harper
International Edition – Australian Edition
3. MASA KANAK-KANAK
ANAK WANITA
BELUM ADA PERBEDAAN
ANTA RA ANAK WANITA
DGN PRIA KECUALI PADA
ALAT KELAMIN
DADA TETAP RATA (FLAT)
BAHU & PANGGUL SAMA BE-
SARNYA
BELUM MENGALAMI
MENAR-CHE (MENSTRUASI
PERTAMA)
RAMBUT HALUS PADA
KETIAK (AXIS) DAN
KEMALUAN (PUBIS) BELUM
TUMBUH
ANAK LAKI-LAKI (PRIA)
BELUM ADA PERBEDAAN
ANTARA ANAK WANITA DGN
PRIA KECUALI PADA ALAT
KELAMIN
DADA SAMPAI DEWASA
TETAP RATA (FLAT)
BAHU & PANGGUL SAMA BE-
SARNYA
BELUM MENGALAMI MIMPI
BA-SAH (SWEAT DREAM)
RAMBUT HALUS PADA
KETIAK (AXIS) DAN
KEMALUAN (PUBIS) BELUM
TUMBUH
4. MASA REMAJA (AKIL BALIQ)
REMAJA WANITA (13
THN)
PAYUDARA MULAI BERKEM
BANG, BAIK AEROLA &
PUTTING
MENGALAMI MENARCHE PD
USIA ANTARA 9 -14 THN
BAHU TETAP, TETAPI
PANGGUL MULAI SDKT
MELEBAR
RAMBUT AXIS & PUBIS
MULAI TUMBUH (SEGITIGA
TERBALIK)
REMAJA PRIA (16 THN)
PAYUDARA (DADA) TETAP
RATA (FLAT) TDK
BERKEMBANG
MENGALAMI MIMPI BASAH
PD USIA ANTARA 13-16 THN
BAHU MULAI SEDIKIT
MELEBAR, TETAPI PANG-
GUL TETAP RAMPING
RAMBUT AXIS & PUBIS MU
LAI TUMBUH (EMPAT
PERSEGI PANJANG)
5. MASA DEWASA (ADULT)
WANITA DEWASA
PAYUDARA PERTUMBUHAN
MAKSIMAL
PANGGUL MELEBAR SECA RA
MAKSIMAL
MENSTRUASI AKAN SANG- AT
TERATUR
PERTUMBUHAN RAMBUT AXIS
SEMAKIN LEBAT (UMUMNYA
WANITA MENCUKURNYA),
RAMBUT PUBIS SEMAKIN
RIMBUN
PRIA DEWASA
DADA TETAP RATA
BAHU MELEBAR
SECARA MAKSIMAL
MIMPI BASAH BISA JADI
TERATUR 1 BN SEKALI
PERTUMBUHAN
RAMBUT AXIS SEMAKIN
LEBAT, JG RAMBUT
PUBIS
TUMBUH JAKUN
(ADAM’S APPLE)
7. PERKEMBANGAN ALAT KELAMIN
PHALUS AKAN BERKEMBANG MENJADI PD PRIA PENIS,
PD WANITA KLITORIS EKIVALEN DGN PENIS DPT
MENGALAMI EREKSI
LABIOSKROTAL PD PERKEMBANGAN SELANJUTNYA AKAN
MENJADI PD PRIA KANTUNG SKROTUM TEMPAT
TERLINDUNGNYA TESTIS PRODUKSI SPERMATOZOA; PD
WANITA AKAN MEJADI LABIUM (BIBIR) MAJOR (BESAR)
KEDUDUKAN ANTARA TESTIS DGN OVARIUM SAMA SEBELUM
DILAHIRKAN YAITU DI DALAM RONGGA PERUT
PERISTIWA TDK TURUNNYA TESTIS KE DALAM KANTUNG
SKROTUM UNDESCENDENS TESTICULO - RUM
8. REPRODUKSI PRIA
TERDIRI DARI: PENIS YG DPT MENGALAMI EREKSI
PD PENIS TERDAPAT KORPUS CAVERNOSUM &
KORPUS SPONGIOSUM (JARINGAN BUNGA KARANG
= SPONS) YG BERFUNGSI DPT TERISI DARAH
SEHINGGA TERJADINYA EREKSI
EREKSI KARENA ALIRAN DARAH YANG MASUK KE
DLM PENIS KONSTAN TAPI YG KELUAR TIDAK KONS-
TAN SHG JARINGAN BUNGA PENUH OLEH DARAH
EJAKULASI KELUARNYA SEMEN (SPERMA + GETAH
KELENJAR ASESORIS PRIA) SETELAH MENGALAMI
EREKSI
KELENJAR ASESORIS PRIA VESIKULA SEMINALIS,
PROSTAT, BULBO URETHRALIS (COWPER’S) & LITTRE
(URETHRALIS)
9. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
BAGIAN DEPAN DARI PENIS (PREPUTIUM (KULUB) BG
ALAT KELAMIN PRIA YG DI KHITAN (SUNAT) AGAR
TERJAMIN KEBERSIH-AN & KESEHATAN
KEPALA & BAGIAN BWH DARI PENIS SANGAT PEKA
ADA SEPASANG TESTES (TESTIS, SELAPUT
PENGGANTUNG TESTIS MESORCHIUM) DLM KAN-
TUNG SKROTUM, YG AKAN MEMPRODUKSI SPERMA
PD SUHU DI BAWAH SUHU TUBUH (LBH KRG 35
DERAJAD)
PEMBENTUKAN SERTA PEMATANGAN SPERMA
TERJADI DLM TESTIS, TERUTAMA DLM TUBULUS
SEMINIFERUS
KELUARNYA SPERMA DARI TUBUH MELALUI Testis
Epididimis (kaput, trunkus, kauda) VAS DEFERENS
kel. Asesoris URETHRA keluar tubuh
10. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
PROSES PEMBENTUKAN & PEMATANGAN SPERMA
SPERMATOGONIUM SPERMATOGONIUM A & B
SPERMATOGONIUM A MERUPAKAN BAKAL CALON
SPERMATOGONIUM LAGI, SEDAGKAN
SPERMATOGONI UM B SPERMATOSIT PRIMER
SPERMATOSIT SEKUNDER SPERMATID
SPERMATOZOA
PERISTIWA SPERMATOGONIUM SPERMATOZOA
T SPERMATOGENESIS
PERISTIWA SPERMATOGONIUM SPERMATID
SPERMIOGENESIS
SEDANGKAN PERISTIWA SPERMATID SPERMATO-
ZOA TRANSFORMASI ATAU PEMATANGAN DGN
TUMBUHNYA EKOR UTK PERGERAKAN SPERMA
11. LANJUTAN REPRODUKSI PRIA
SETIAP TESTIS MELALUI TUBULUS SEMINIFERUS
AKAN MENGHASILKAN 200 – 250 JUTA
SPERMATOZOA
SETIAP 3 TUBULUS SEMINIFERUS AKAN MENGHASIL-
KAN HORMON TESTOSTERON (LIBIDO) MKNYA
PRIA JARANG TERJADI ANDROPAUSE
SALURAN PENGELUARAN SPERMA DAN URIN
SAMA YAITU URETHRA DAN PANJANGNYA
TERGANTUNG DARI PANJANGNYA PENIS INDIVIDU
PANJANG NORMAL PENIS (INDONESIA) 5 – 14 CM
SELAGI TIDUR (TDK LG EREKSI)
MAKIN PENDEK PENIS DAYA EREKSI MAKIN TINGGI,
MAKIN PANJANG PENIS, DAYA EREKSI MAKIN
RENDAH
12. ANALISIS SEMEN MANUSIA
SYARAT-2: DEWASA, SEHAT JASMANI & ROHANI, ONA-
NI, BOTOL GELAS (TDK BLH PLASTIK), GELAP
MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS
MAKROSKOPIS: WARNA (putih mutiara/putih keruh/putih
kelabu), BAU (bunga Akasia), Ph (7,2 – 8,0), KEKENTALAN (3
– 5 x air), VOLUME (1-6 cc), LIKUIFAKSI (30 menit)
MIKROSKOPIS: BENTUK, VOLUM PER EJAKULAT,
KECE PATAN, MOTILITAS
KEDUA MAKROSKOPIS & MIKROSKOPIS HARUS
MEME- NUHI SYARAF
KALAU TDK MEMENUHI SYARAT DIANGGAP
KUALITAS SEMEN PRIA TDK BAIK/MUTU BURUK
13. REPRODUKSI WANITA
TERDIRI DARI:
KLITORIS TERLETAK PALING ATAS EKIVALEN
DGN PENIS DPT MENGALAMI EREKSI TAPI
TERTA- RIK KE DALAM SEHINGGA TDK TERLIHAT
TUDUNG KLITORIS DI KHITAN (DI TOREH) UNTUK
MEM- PERKECIL BANYAKNYA CAIRAN KELUAR PADA
SAAT DI RANGSANG KETIKA DEWASA (MENIKAH)
DI BAWAH KLITORIS TERDAPAT LUBANG TEMPAT
KELUARNYA URINE
VAGINA TEMPAT COITUS & MELAHIRKAN BAYI
KELENJAR ASESORIS WANITA SEPASANG KELEN-
JAR BARTHOLIN YG BERHUBUNGAN ERAT DGN
STIMULI KLITORIS
14. LANJUTAN REPRODUKSI
WANITA
ADANYA LABIUM (BIBIR) MINOR (KECIL)
SEPASANG OVARI DI KIRI KANAN RONGGA PERUT
SEBESAR KENARI DAN DILINDUNGI SELAPUT MESOVARIUM
DI DALAM OVARIUM TERDAPAT BAKAL TELUR (OOGONIUM) YG
SDH JENUH PD SAAT BAYI WANITA DI LAHIRKAN JUMLAH
ANTARA 100.000 – 450.000
MAKIN CEPAT MENDAPAT HAID MAKIN LAMBAT MENO-PAUSE;
MAKIN LAMBAT MENDAPAT HAID MAKIN CEPAT MENOPAUSE
SEPASANG SALURAN TELUR (OVIDUCT) TEMPAT MASUKNYA
TELUR
RAHIM, TERDIRI DARI MULUT RAHIM & ENDOMETRIUM
TEMPAT IMPLANTASI TELUR YG SDH DIBUAHI SPERMA
15. LANJUTAN REPRODUKSI
WANITA
SELAPUT DARA (HYMEN) tdd 4 TIPE:
1. KRIBIFORMIS (RINGKIH) ASIA termasuk INDONESIA
MEMPUNYAI PORI-2 SPT SARINGAN KELAPA (kecil 7 hr; besar 3
hr; kombinasi 5 hr)
SEMILUNARIS (ASIA SELATAN INDIA, ARAB & EROPA)
ELASTIS
SEPTALIS (AFRIKA, NEGRO, AMERIKA LATIN, INDIAN)
SANGAT ELASTIS
IMPERFORATA JUSTRU TDK MEMPUNYAI PORI-2 SEHINGGA
DARAH HAID TIDAK PERNAH KELUAR MENGUMPUL MULAI
DI VAGINA, RAHIM SAMPAI SALURAN TELUR DI
PECAHKAN/DI ROBEK SHG DARAH HAID KELUAR
16. FERTILISASI (PEMBUAHAN)
PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA TERJADI DI
SEPERTIGA SALURAN TELUR (TUBA FALOPII) FERTILISASI
HASIL PERTEMUAN SEL TELUR DGN SEL SPERMA ZIGOTE
PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL SPERMA DI STIMULI
OLEH HORMON ESTROGEN
PENGHAMBATAN PERTEMUAN ANTARA SEL TELUR DGN SEL
SPERMA PADA DUAPERTIGA BAGIAN ATAU TIGAPERTIGA
BAGIAN DARI SALURAN TELUR DILAKUKAN OLEH HORMON
PROGESTERON
TELUR DI OVULASI MELALUI OVARI MASUK KE SALUR-AN
MELALUI JARINGAN FIMBRIAE
17. PREGNANSI (KEHAMILAN)
DIMULAI DGN TERBENTUKNYA ZIGOTE INTI SEL
TELUR KETEMU DGN INTI SEL SPERMA
SEL SPERMA AKAN MENGELUARKAN 3 ENZIM
UTAMA YAITU: CPE (CORONA PENETRATING
ENZYME), AKROSIN & HIALURONIDASE
SETELAH SEL SPERMA SATU MASUK, MAKA SEL TE-
LUR AKAN MEMBENTUK MEMBRAN (SELAPUT)
PROTEKSI (PERLINDUNGAN) AGAR SPERMA-2
BERIKUT TDK DPT MENEMBUS SEL TELUR
PERSAINGAN (KOMPETISI) SANGAT SPORTIF 40 %
MATI, 30 % ABNORMAL, 30 % BERSAING ANTARA 15 %
KE KANAN/KIRI AKHIRNYA TINGGAL 2,5 %
DIBUTUHKAN HANYA 1 SPERMA UNTUK MEMBUAHI
18. LANJUTAN PREGNANSI
(KEHAMILAN)
PERHATIKAN GAMBAR MULAI TERJADINYA IMPLANTASI JANIN
PADA RAHIM
GAMBAR 1 S/D 14 MEMPERLIHATKAN PERTIMBUHAN JANIN
PADA IMPLANTASI JANIN, KEHAMILAN MULAI DARI 40 HARI S/D
MINGGU KE 40 (JANIN USIA 9 BLN, 2 MINGGU)
KEHAMILAN 6 MINGGU (JANIN 4 MINGGU) PANJANG BARU
1,25 CM (O,5 INCI)
KEHAMILAN 8 MINGGU (JANIN 6 MINGGU) PANJANG 2,5 CM (1
INCI)
KEHAMILAN 10 MINGGU (JANIN 8 MINGGU) 7 CM
22. KELAHIRAN (NATALIA)
DIMULAI DGN DATANGNYA MULES-MULES YG TERA-TUR
SETIAP 3 JAM SEKALI, 2,5 JAM, 2 JAM, 1,5 JAM, 1 JAM, ½ JAM, 15
MENIT, 10 MENIT SEKALI MULESNYA HANYA SEKIAN DETIK
PECAHNYA SELAPUT AMNION (KETUBAN) CAIRAN KETUBAN
KELUAR BAYI DGN SEGERA AKAN DILAHIRKAN
UMUMNYA KALAU KEPALA BAYI SUDAH KELUAR, BAGIAN LAIN
AKAN MENNGIKUTI DGN MUDAH
ARI-2 ANTARA INDUK DGN BAYI DIIKAT, KEMUDIAN
DIPOTONG
SECARA ALAMIAH PLACENTA & ARI-2 AKAN KELUAR DIJAHIT
KARENA PERINEUM & VAGINA SDKT ROBEK TERGANTUNG
BESARAN BAYI
23. SETELAH KELAHIRAN (POST
NATAL)
SELAMA DLM KANDUNGAN SEMUA DILAKUKAN
BAIK SIRKULASI, RESPIRASI & MAKAN MELALUI ARI-2
(ARTERI UMBILICALIS & VENA UMBILICALIS)
SETELAH KELAHIRAN SEMUA HARUS DILAKUKAN
OLEH BAYI SENDIRI SEPERTI ORANG DEWASA
SIRKULASI DARAH SDH LANCAR, SEKAT SEMPURNA;
RESPIRASI OKSIGEN SECARA TIBA-2 MASUK KE
DALAM PARU-2 MENYEBABKAN BAYI SAKIT
NANGIS (KELAHIRAN SEPONTAN); BILA TIDAK,
BIASA-NYA DOKTER AKAN MENGANGKAT KAKI
BAYI KE ATAS ATAU MENEPUK BOKONG (PANTAT)
BAYI SHG MEREKA AKAN NANGIS KRN OKSIGEN
SECARA TIBA-2 MASUK PARU-2 (KELAHIRAN TDK
SPONTAN)
24. LANJUTAN SETELAH KELAHIRAN (POST
NATAL)
YG TDK BISA DILAKUKAN OLEH BAYI ADALAH
MAKAN
PEMBERIAN ASI HARI 1-3 KOLUSTRUM 80%
ANTIBODI, 20 % MINERAL, VITAMIN, HORMON
HARI KE 4-10 ASI PERALIHAN 60 % ANTIBODI,
40% MINERAL, VITAMIN, HORMON
HARI KE 11-730 MATANG 40% ANTIBODI, 60%
MINERAL, VITAMIN, HORMON YG MENURUN
3-6 BLN BERTURUT-TURUT TANPA MAKANAN
TAMBAH-AN ASI EKSKLUSIF
PENYAPIHAN SETELAH 6 BLN SARI BUAH TOMAT,
JERUK, PISANG, BUBUR SUSU LBH BAIK DICAMPUR
DGN SDKT MADU
25. KELAHIRAN KEMBAR
HERIDITAS ATAU MAKANAN
TWINS, TRIPLETS, QUADRIPLETS, QUINTIPLTS (PENTAPLETS),
HEKSAPLETS, HEPTAPLETS, OKTAPLETS, NONAPLETS,
DEKAPLETS
MONOZIGOTIK, DIZIGOTIK, TRIZIGOTIK, TETRAZIGOTIK
MONOZIGOTIK TWINS DIZIGOTIK TRIPLETS
TRIZIGOTIK QUADRIPLETS
KELAHIRAN NORMAL
KELAHIRAN DIBANTU CAESAR, VACCUM, TANG
MAKIN BANYAK ANAK YG DIKANDUNG (KEMBAR), MAKIN
KECIL BERAT & UKURAN BAYI
MENGIKUTI HUKUM TABLET
30. GENITALIA EKSTERNA
• SKROTUM
• Kantung yang berisi testis
• Terdiri dari lapisan luar kulit
yang tebal dengan sejumlah
kelenjar lemak dan keringat
• Fungsi :
• sebagai penyangga bagi
testis
• Regulasi temperatur
31. • PENIS
• Organ untuk kopulasi
• Terdiri dari 2 corpus cavernosum dan corpus
spongiosum
• Corpus cavernosum penis : disebelah
dorsal,dibungkus t.albugenia tebal ± 0,5 mm,
ketika ereksi tersusun o/ serabut kolagen
sirkuler (sblh dlm) dan longitudinale (luar)
• Corpus spongiosum penis : disebelah
ventral,dilapisi t.albugenia,cavernae lebih padat
& kecil2,bgn tengah ditembus o/ urethra
34. Genitalia Masculina
1. Eksterna : - Penis
- Scrotum
2. Interna : - Testis dan epididimis
- Saluran keluar testis
- Kelenjar aksesoris
35. A. TESTIS dan EPIDIDYMIS
TESTIS
• Organ primer untuk reproduksi pria
• Mengalami penurunan dari daerah asalnya, melalui kanalis inguinalis
ke dalam skrotum
• Fungsi & struktur diatur o/ hormon gonadotropin
• Fungsi :
• Kelenjar endokrin : hormon testosteron
• Kelenjar eksokrin : penghasil sel sperma
• Tidak terdapat dalam tubuh
• Struktur : alat ini tersusun atas kerangka bungkus & Struktur dalam
GENITALIA INTERNA
36.
37. Bungkus luar :
A. Tunika vaginalis : 2 lapis sbg kantong
→mesothelium,melapisi permukaan testis bgn anterior
B. Tunika albugenia : jar. Ikat padat fibrosa mrpk kapsula yg
lbh tebal sepanjang permukaan posterior → mediastinum
testis
C. Tunika vasculosa : sangat tipis
Struktur Dalam:
A. Septa : mrpk perluasan T. albugenia,membagi testis mjd ±
250 lobulus
B. Lobulus : t.d 1-4 tubulus seminiferus → eksokrin dan
jaringan ikat longgar diantara tubulus tdpt endocrynocytus
interstitialis ( Leydig) → endokrin
38.
39.
40. Epididymis
• Saluran transport sperma pertama
• caput, corpus and the cauda
• Mempunyai 4 fungsi :
• 1) Transpor sperma Transport
• 2) konsentrasi sperma
• 3) Penyimpanan sperma
• 4) Maturasi/pematangan sperma
(khususnya di daerah cauda)
41.
42. B. Saluran Keluar Testis
Komponen :
a. Tubulus semineferus convolutus
spermatogenesis
b. Tubulus semiferus rectus
c. Rete Testis
d. Duktuli Efferentes
e. Duktus Epididymidis pematangan sperma
f. Duktus Deferen (Vas deferen)
g. Duktus Ejaculatorius
45. Fungsi-Fungsi Kelenjar Aksesoris
1. Sekret Vesikula Seminalis
fruktosa (sumber energi spermatozoa) untuk motilitas
dan Flavin (forensik) mendeteksi adanya semen
2. Sekret Glandula Prostata
asam sitrat (proses likuifikasi ejakulat dan memelihara
keseimbangan osmotik plasma semen),
spermin,spermidin, IgA dan IgG (menstimulasi
kehidupan spermatozoa)
3. Kelenjar Bulbouretra ( Kelenjar Cowperi) dan
4. Kelenjar Littre ( kelenjar uretra) : membasahi bagian
pangkal uretra.
46. SPERMATOGENESIS
1. Fase proliferasi : saat pubertas sel primordial
mitosis menghasilkan spermatogonia
2. Fase Pertumbuhan : spermatogonia menjadi
spermatocytus primarius
3. Fase Pematangan : spermatocytus primarius
bermeiosis I menjadi secundaris, bermeiosis ke
II menjadi spermatidium kromosom (haploid)
23, XY atau XX
4. Fase Transformasi : spermatid menjadi
spermatozoon Spermiogenesis
47.
48. TESTOSTERON:
1.diperlukan dalam proses pembentukan sperma
(spermatogenesis)
2. Turut menentukan pematangan organ reproduksi dan sifat
seks sekunder : kumis, jenggot, rambut dada, suara dan
libido
Air mani sperma dan plasma semen.
sperma : kecebong, panjang 50 mikron, 20 juta/ml, bergerak
aktif 8-24 jam
semen : 2-6 ml, bau bunga akasia, warna putih keruh
49.
50.
51. Ereksi, kenapa bisa terjadi ?
Adanya enzim cGMP otot polos menjadi rilex aliran darah semakin
cepat tabung-tabung mengembang
PDE5 sebagai penghancur pesta ereksi, yang memecah cGMP
Fase ereksi :
Fase lemas (flasid)
Fase pengisian darah
Fase Tumesensi (pembesaran)
Fase ereksi
Fase Rigid
Fase detumesensi
52.
53. Perbedaan oogenesis dan
spermatogenesis
1.Spermatogenesis berlangsung setelah akil balig
sampai seumur hidup sedangkan oogenesis
dimulai semenjak embrio, terhenti sebagian waktu
lahir dan dilanjutkan sampai akil balig sampai
menopause
2. Spermatogenesis tidak memiliki siklus sedangkan
oogenesis memiliki siklus (menstruasi)
61. Pria
• Penis tidak rentan
terhadap infeksi dan
iritasi karena dilapisi
kulit yang cukup tebal
• Testis sensitif
terhadap luka
•Vagina dapat membersihkan bagian
dalamnya sendiri
•Kesehatan dipengaruhi oleh estrogen
dan bakteri laktobacillus
Ph normal vagina : 3,5 – 4,2
Wanita
62. TIPS (Pria)
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air kecil
• Cuci penis dengan air sabun min 1 x sehari
• Jika tidak disunat, lebih teliti membersihkan
• Mengeringkan dengan handuk
• Hindari alkohol dan merokok karena dapat menyebabkan impoten.
Memilih Celana Dalam
•Terbuat dari katun
• Tidak ketat
63. Pemeriksaan
• Sebelum memeriksa, mandilah
dengan air hangat agar kulit
stroktum relaks dan lunak
• Kenali bentuk, ukuran dan
berat testis.
• Periksa dengan teliti
• Kenali epididymis ( struktur
berbentuk seperti tali tambang
diatas / belakang testis)
WASPADAI!
• satu testis terasa lebih berat,
buah testis membesar, lunak.
•Timbul luka yang tak kunjung sembuh,
pembenjolan pada testis.
• Terdapat lecet, kutil
• Terasa gatal terus menerus
• Uretra mengeluarkan cairan yang tidak biasa
SEGERA KE DOKTER!
64. SUNAT
• Operasi kecil membuang kulup penis
• Kebersihan & Faktor agama
• Dapat mengurangi resiko infeksi saluran
kencing, kanker penis, PMS ( Penyakit
menular seksual), HIV/AIDS.
66. TIPS(Wanita)
•teratur membasuh bibir vagina dengan
air bersih & sabun lembut.
• Membasuh dari bagian depan ke bagian
belakang
•Keringkan
•Hindari menggunakan deodoran, sabun
antiseptik, parfum
•Ganti pembalut 4-5 x dalam sehari jika
menstruasi
•Pakai pembalut :lembut, tdk bergel/
parfum,
merekat dengan baik dicelana
•Jgn memberi bedak krn dpt
menyebabkan kanker
•CD terbuat dari katun dan
tidak terlalu ketat
69. 16
6. Mulut vagina
1. Indung telur
(ovarium)
3. Rahim (uterus)
4. Leher Rahim
(cervix)
8.Anus
5. Liang Kemaluan
(vagina)
Organ Reproduksi Bagian Luar
Organ Reproduksi Perempuan
Organ Reproduksi Bagian Dalam
2. Saluran telur (tubafalopi)
7.Klentit
(clitoris)
70. 17
1. Indung telur (ovarium), yaitu gumpalan sebesar
telur ayam yang terdiri dari sel-sel telur (ovum).
2. Saluran telur (tuba falopi), yang terletak di sebelah
kiri dan kanan rahim, yaitu saluran untuk dilalui sel
telur menuju rahim.
3. Rahim (uterus), sebuah rongga sebesar buah
alpukat atau sebesar genggaman tangan orang
dewasa, terbuat dari otot-otot yang kuat untuk
membesarkan bayi selama 9bulan.
4. Leher rahim (cervix), lubang kecil di bawah rahim
yang bisa membesar ketika bayi ke luar dari
rahim.
5. Liang kemaluan (vagina), adalah jalan atau sa-
luran antara rahim (organ seks di dalam tubuh
perempuan) dengan organ seks bagian luar. Dari
vaginalah bayi keluar waktu dilahirkan.
6. Mulut Vagina, yaitu bagian luar dari vagina yang
merupakan sebuah rongga penghubung antara
rahim dengan bagian luar tubuh. Lubang vagina
ini ditutupi oleh selaput dara yang dapat pecah
karena senggama atau karena sebab lain (jatuh,
kecelakaan, dll).
7. Klentit (clitoris), adalah benjolan daging kecil di
sekitar mulut vagina yang berisi banyak pembuluh
darah dan syaraf sehingga merupakan bagian
yang peka.
8. Anus, lubang untuk mengeluarkan kotoran sisa
makanan. Karena dilalui oleh kotoran (bisa me-
ngandung kuman penyakit) maka harus selalu
dibersihkan dengan benar.
71. 18
6. Batang
kemaluan
(penis)
3. Saluran sperma
(vas deferens)
4. Prostat
2. Buah zakar
(testis)
7.Kepala
penis
(glans)
Organ Reproduksi Laki-laki
5. Saluran
kemih
(uretra)
1. Kantung zakar
(scrotum)
72. 19
1. Kantung zakar (scrotum), kantung lembut yang
menahan dua buah testis berbentuk bolakecil.
2. Buah zakar (testis), dua bola kecil berisi sel-sel
kecil yang disebut sperma (mulai dihasilkan waktu
remaja). Sperma bisa keluar pada waktu remaja
laki-laki mengalami “mimpi basah”.
3. Saluran sperma (vas deferens), adalah sebuah
saluran bagi sperma dari testis menujuprostat.
4. Prostat, berfungsi menghasilkan cairan mani
yaitu cairan lengket yang akan bercampur dengan
sperma ketika keluar dari penis saatejakulasi.
5. Saluran kemih (uretra), saluran untuk dilalui oleh
cairan mani yang mengandung sperma, dan juga
saluran air kencing. Air kencing dan mani tidak
akan keluar bersama-sama.
6. Batang kemaluan (penis), terbuat dari otot dan
merupakan saluran untuk keluarnya air kencing
maupun saluran keluarnya sperma. Ujung penis
sangat peka karena mengandung banyak syaraf,
sehingga bila diraba memberi rangsangan.
7. Kepala penis (glans), adalah bagian paling depan
dari batang kemaluan atau penis yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah. Ujung
penis ini tertutup kulit yang biasanya dibuang
(dikhitan atau disunat). Sunat dianjurkan karena
memudahkan pembersihan penis sehingga
mengurangi kemungkinan terkena infeksi atau
penyakit lain.
74. 21
Antara usia 10 – 15 tahun tubuh anak-anak mulai
berubah. Badan menjadi tinggi, tumbuh rambut
di ketiak dan sekitar alat kelamin, muncul jerawat,
wajah berminyak. Khusus pada perempuan:
payudara membesar, kadang ada rasa nyeri. Pada
laki-laki: suara membesar dan tumbuh jakun.
Masa remaja ini disebut masa PUBERTAS atau
akil-balik yaitu menjadi dewasa (tapi belum
dewasa lho). Lamanya bisa beberapa tahun dan
bisa berbeda-beda pada setiap anak/remaja.
Dalam masa pubertas ini, perubahan juga terjadi
pada pikiran, perasaan, hubungan pertemanan,
tanggungjawab (ini disebut perubahan psikologis).
Kadang-kadang remaja mengalami masalah dan
kesulitan ketika mengalami perubahan-perubahan
itu. Ada rasa bingung, kesal, malu, benci, bosan,
dan stres. Semua masalah itu terjadi karena
remaja belum terbiasa dengan perubahan-
perubahan itu. Kalau semua perasaan negatif itu
dibiarkan, maka kita akan dipengaruhi dan diatur
oleh perasaan-perasaan negatif itu sehingga tidak
bisa lagi mengerjakan hal-hal lain dengan baik,
bahkan kita bisa sakit.
75. 22
Nah pada masa-masa sulit seperti itulah diperlukan
kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi, baik masalah yang disebabkan
perubahan dalam diri sendiri maupun dalam
hubungan dengan orang-orang lain. Banyak cara
yang bisa dilakukan, antara lain berbicara secara
Pertumbuhan manusia (laki-laki)
76. 23
Pertumbuhan manusia (perempuan)
terbuka (komunikasi efektif) dengan orang-orang
yang kita percaya seperti teman, kakak, orang
tua, dan guru. Kita juga bisa membaca buku-buku
tentang pertumbuhan remaja dan pubertas agar
kita tahu bahwa remaja lain di seluruh dunia juga
mengalami hal yang sama.
78. 25
Perubahan fisik dan psikologis disebabkan be-
kerjanya hormon-hormon. Hormon adalah zat-
zat kimia yang dihasilkan bagian-bagian tertentu
dalam tubuh. Dari bagian-bagian tubuh itu,
hormon mengalir melalui darah ke bagian-bagian
tubuh lain dimana hormon itu harus bekerja dan
melakukan perubahan-perubahan pada tubuh kita.
Ada banyak jenis hormon dalamtubuh.
Pada masa PUBERTAS, hormon-hormon tertentu
di otak mengirim berita/perintah pada organ-
organ reproduksi (organ seks) laki/perempuan
untuk membuat hormon-hormon seks. Organ seks
perempuan (indung telur) membuat hormon seks
yang disebut estrogen dan progesteron. Organ
seks laki-laki (testis) menghasilkan hormon seks
yang disebut testosteron. Hormon seks perempuan
memerintahkan indung telur untuk mengeluarkan
satu sel telur setiap bulan, sedangkan hormon seks
laki-laki memerintahkan testis untuk menghasilkan
sperma. Bila sperma laki-laki bertemu dengan sel
telur perempuan maka keduanya bersatu dan bisa
tumbuh menjadi bayi di dalam tubuh perempuan.
Artinya, waktu tubuh kita sudah menghasilkan
hormon-hormon seks, maka laki dan perempuan
sudah bisa menghasilkan keturunan/anak.
79. 26
PUBERTAS PADA PEREMPUAN
Perjalanan sel telur
Pada masa pubertas (sekitar usia 11 – 12) , hormon
tertentu di otak mengirim berita pada indung telur
untuk memproduksi hormon seks estrogen dan
progesteron. Estrogen memberitahu sel telur
untuk berkembang/matang. Biasanya sel telur
matang satu per satu. Sekitar satu bulan satu kali
indung telur melepas satu sel telur yang ‘matang”
(disebut ovulasi). Sel telur atau ovum berjalan ke
saluran indung telur (falopi) dan terus sampai ke
rahim. Di saluran ini sel telur bisa bertemu dan
bersatu dengan sperma yang masuk melalui
vagina kalau terjadi hubungan seksual antara laki
dan perempuan. Hubungan seksual adalah
pertemuan organ seks laki-laki dan perempuan
sampai sperma laki-laki masuk melalui vagina
perempuan dan bersatu dengan sel telur. Telur
yang sudah dibuahi sperma pelan-pelan akan
melekat pada dinding rahim dan tumbuh menjadi
bayi selama 9 bulan.
81. 28
Setiap bulan sel
telur yang masak
menempel di dinding
rahim yang menebal
Dinding rahim
semakin menebal
Apabila tidak dibuahi
oleh sperma, sel
telur akan rontok dan
keluar dari tubuh
melalui vagina
Bila sel telur tidak bersatu dengan sperma setelah
meninggalkan indung telurnya, maka tidak akan
terbentuk bayi. Sel telur akan pecah dan bersama
sebagian dinding rahim dimana sel telur itu
bersarang akan luruh / keluar melalui vagina dalam
bentuk darah. Inilah yang disebut menstruasi atau
haid.
Jangan kuatir, semua itu normal !
82. 29
Pada waktu haid pakailah pembalut untuk haid
(softex, tampon, dll) yang harus diganti beberapa
kali sehari. Selain itu, pada masa haid cucilah
vagina dengan air bersih. Salah satu keterampilan
hidup adalah kemampuan merawat kesehatan
dan kebersihan organ reproduksi kita dengan
benar.
Menstruasi atau haid terjadi setiap bulan selama
beberapa hari. Haid kadang-kadang disertai rasa
sakit/mules, bau badan, kesal, cepat marah, dll.
Berusahalah mengerti perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri kita (mengenal diri) agar
kita siap dan bisa mencari cara yang tepat untuk
menghadapinya. Ketika mengalami haid, dan ada
yang tidak kamu mengerti, maka janganlah ragu
untuk bertanya pada orang dewasa. Pada saat
seperti ini kemampuan untuk berbicara dan
bertanya (berkomunikasi) secara terbuka dengan
orang lain sangat penting karena hal itu bisa
membantu kita mengatasi rasa cemas, khawatir
atau takut.
83. 30
PUBERTAS PADA LAKI-LAKI
Perjalanan sperma
Pada masa pubertas, salah satu hormon di otak
mengirim berita pada testis untuk memproduksi
hormon testosteron. Salah satu sel penting yang
diproduksi testis adalah sperma (100–300 juta
sperma per hari) berbentuk cacing atau kecebong
yang sangat kecil.
Sperma bersatu dengan telur
telur perempuan
sperma laki-laki
Jutaan sperma laki-laki mendekat sel telur perempuan
84. 31
Sperma berenang melalui saluran sperma (vas
deferens) yang mengeluarkan cairan khusus.
Campuran sperma dan cairan ini disebut air mani
yang terkumpul sangat cepat. Bila penampung
cairan ini penuh, maka ia bisa keluar (ejakulasi)
melalui penis yang tegang (ereksi) secara spontan
dalam mimpi. Kejadian ini disebut mimpi basah.
Ketika laki-laki sudah bisa menghasilkan sperma,
maka hanya dengan satu saja sperma yang
bertemu/bersatu dengan sel telur perempuan
yang matang (melalui hubungan seks), maka
perempuan bisa hamil dan sel telurnya bisa
berkembang menjadi bayi.
Karena kita sekarang
mulai mengerti sebab-sebab
terjadinya perubahan dalam diri kita dan
juga mengerti akibat dari perubahan-
perubahan itu (berpikir kritis), maka
sudah saatnya kita lebih berhati-hati
dan bertanggungjawab
dalam menggunakan organ-organ
reproduksi kita.
86. 33
Perasaan sayang dan cinta tidak harus dibuktikan
dengan hubungan seks. Sayang dan cinta pada
masa remaja bisa dibuktikan dengan banyak
cara: bertatapan, berbicara, berjalan-jalan, dsb.
Hubungan antar teman atau dengan pacar
haruslah hubungan yang sehat, bukan hubungan
yang merugikan. Kamu berhak atas tubuh kamu
sendiri dan “berhak” berkata “tidak” (untuk
sentuhan atau hubungan seks yang tidak kamu
inginkan).
Remaja dan kita semua perlu ingat bahwa perilaku
seks yang tidak aman bisa mengakibatkan banyak
risiko yang dapat mengganggu masa depan dan
menghalangi kita untuk mencapai cita-cita.
Risiko-risiko tersebut antara lain:
1. Kehamilan
Hubungan seks satu kali saja bisa menghasilkan
kehamilan yang tak diharapkan. Kehamilan bisa
terjadi karena organ reproduksi sudah matang.
Tetapi tidak berarti remaja
melahirkan, dan mengasuh
banyak persoalan muncul
siap mengandung,
bayi. Justru akan
baik secara fisik
(pendarahan, keguguran, kematian), secara psi-
kologis (takut, rasa salah, malu) maupun secara
87. 34
sosial (dikucilkan, menjadi bahan gunjingan,
dikeluarkan dari sekolah, dll). Remaja laki-laki
yang harus menjadi ayah juga menghadapi
banyak masalah baru.
Beberapa persoalan dihadapi remaja
bila menjalani kehamilan yang tidak
diinginkan.
88. 35
Mari kita berpikir kritis bersama-sama:
- Coba sekarang bayangkan kita mempunyai
bayi pada masa remaja ini.
- Bayangkan juga kesulitan dan masalah apa
saja yang bisa kita alami.
- Setelah membayangkan, pikirkan apa saja
yang harus kita lakukan untuk mencegah dan
menghindari masalah dan kesulitanitu.
Kalau sampai terjadi kehamilan pada masa remaja,
maka remaja bisa kehilangan banyak kesempatan
untuk mencapai cita-citanya. Agar terhindar dari
masalah-masalah yang bisa mengacaukan masa
depan itu, remaja harus bisa bersikap tegas dan
mengambil keputusan untuk tidak melakukan
hubungan seks sebelum waktunya. Kita tidak
hanya harus menghargai diri dan hidup kita sendiri
tetapi juga diri dan hidup oranglain!
2. Aborsi
Karena mengalami kehamilan yang tak
direncanakan dan tak diinginkan, banyak re-
maja melakukan pengguguran kandungan atau
aborsi. Karena takut, malu, atau cemas, biasanya
mereka melakukan aborsi dengan cara-cara tidak
89. 36
Pijatan di rahim
atau melakukan
gerakan-gerakan keras
aman sehingga sangat berbahaya bagi fisik
karena bisa menyebabkan perdarahan, cacat,
bahkan kematian. Selain itu usaha aborsi bisa
mengganggu perasaan dan pikiran misalnya ka-
rena rasa bersalah atau takut. Gangguan ini bisa
berlangsung lama sekali. Aborsi yang aman hanya
bila dilakukan oleh dokter ahli. Namun demikian,
aborsi tidak diperbolehkan di Indonesia.
Cara-cara aborsi yang tidakaman:
Penggunaan ramuan,
jamu-jamu,
obat peluntur, dll
90. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/291229703
EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA
Article · November 2015
CITATIONS
0
READS
4,608
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Research-‐based on Herbs Exploration and Use of Animal Models : Nature Materials Towards Supporting Evidence Based Medicine View project
Muslim Akmal
28 PUBLICATIONS 19CITATIONS
SEE PROFILE
Hafizuddin Hafizuddin
Syiah Kuala University
11 PUBLICATIONS 7CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Hafizuddin Hafizuddin on 20 January 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
91. 1
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
EPIDIDIMIS DAN PERANNYA PADA PEMATANGAN SPERMATOZOA
Muslim Akmal1
, Dian Masyitah1
, Hafizuddin2
, Fitriani1
1
Laboratorium Embriologi dan Histologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Email : muslim_akmal70@yahoo.com
2
Laboratorium Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Diterima 18 Maret 2015/Disetujui 18 Agustus 2015
ABSTRAK
Epididimis merupakan organ yang berperan penting dalam sistem reproduksi pria dan berfungsi sebagai tempat
transportasi, pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Spermatozoa yang berasal dari testis merupakan
spermatozoa yang belum matang. Pematangan spermatozoa di dalam epididimis dibantu dengan adanya
sejumlah protein yang disintesis dan disekresikan oleh epithel epididimis. Tulisan ini bertujuan mengetahui
peran epididimis dalam menghasilkan sejumlah protein atau molekul yang berperan penting pada pematangan
spermatozoa.
Kata Kunci : Epididimis, spermatogenesis, protein
ABSTRACT
Epididymis is the important organ in male reproductive system. Functions of epididymis are as transportation,
maturation, and storage of sperm. Sperm of testikular are non-functional gamets, and only during transit
through the epididymis, the sperm will become functional gamets. Synthesis and secretion of some proteins by
epididymis epithelium are very important for maturation of sperm in epididymis. The objective is to know the
important role of epididymis in secretion of some proteins or molecule and its function for sperm maturation.
Keywords : Epididymis, spermatogenesis, protein
PENDAHULUAN
Spermatogenesis pada mamalia merupakan
program perkembangan yang kompleks. Program
tersebut melibatkan perubahan bentuk sel germinal
progenitor diploid menjadi spermatozoa (Keber et al.,
2013). Spermatogenesis berlangsung di dalam
epithelium seminiferus testis mamalia yang
menghasilkan sekitar 256 spermatid (haploid, 1n)
yang berasal dari spermatogonium tipa A1 (diploid,
2n) (Siu & Cheng 2004). Satu spermatogonium
(diploid, 2n) akan menghasilkan delapan spermatid
(haploid, 1n) selama spermatogenesis (Lui et al.,
2003). Spermatogenesis dimulai ketika spermatogonia
mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi
spermatosit primer, yang selanjutnya diikuti oleh
meiosis yang menghasilkan round spermatid haploid.
Round spermatid mengalami perubahan morfologi
yang dramatis hingga menjadi spermatozoa yang
matang (Wang et al., 2012).
Spermatozoa pada mamalia akan mengalami
diferensiasi ketika mereka meninggalkan testis
menuju epididimis (Moore, 1998). Epididimis
merupakan komponen traktus reproduksi pria dengan
tingkat spesialisasi yang tinggi dan berfungsi sebagai
tempat transportasi, pematangan, dan penyimpanan
spermatozoa. Dalam fungsinya sebagai tempat sekresi
dan absorbsi, epithelium epididimis menyediakan
suatu lingkungan yang potensial untuk pematangan
spermatozoa (Blaquier et al., 1988). Menurut Jones
(2004), epididimis mamalia mempunyai 2 fungsi
utama, yaitu, 1) menyediakan suatu lingkungan mikro
yang unik di dalam lumen duktus yang berfungsi
membantu spermatozoa dari testikular yang masih
belum matang menjadi sel-sel yang sepenuhnya fertil;
2) menyimpan spermatozoa yang sudah fertil dan
poten di dalam kauda epididimis/vas deferen hingga
spermatozoa diejakulasikan.
Spermatozoa meninggalkan testis dan
selanjutnya memasuki epididimis sebagai gamet yang
belum fungsional. Ketika spermatozoa mengalami
transit disepanjang epididimis, maka spermatozoa
akan mengalami pematangan yang sangat dibutuhkan
untuk menginduksi motilitas progresif dan
92. ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
kemampuan membuahi sel telur (ova). Pematangan
spermatozoa di dalam epididimis melibatkan adanya
interaksi antara spermatozoa dengan protein-protein
yang disintesis dan disekresikan oleh epithelium
epididimis. Meskipun sejumlah penelitian sudah
dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui peristiwa
molekular dan biokimia pematangan spermatozoa di
dalam epididimis, namun hingga saat ini proses
tersebut belum dapat diketahui secara pasti (Cornwall,
2009).
Spermatozoa membutuhkan gerakan motilitas
progresif (forward motility) dan kemampuan
memfertilisasi sel telur selama mereka melewati
epididimis. Proses pematangan melibatkan modifikasi
permukaan spermatozoa dengan adanya sekresi
protein-protein (molekul) yang berbeda oleh
serangkaian bagian yang sudah mengalami spesialisasi
di dalam epithelium epididimis (Zhan et al., 2012).
Performans epididimis berperan penting pada
pematangan spermatozoa (Cornwall, 2009).
Epididimis merupakan saluran yang sangat melingkar
yang menghubungkan saluran eferen ke vas deferen.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya peran
epididimis pada pematangan, konsentrasi, dan
penyimpanan spermatozoa (Zhen et al., 2009). Para
ahli sependapat bahwa spermatozoa baru dapat
berfungsi menjadi matang setelah berada di dalam
epididimis (Rutllant et al., 2001). Selain itu, potensi
motilitas progresif dan kapasitas fertilisasi
spermatozoa terhadap sel telur hanya dapat terjadi
setelah spermatozoa mengalami pematangan di dalam
epididimis (Zanich et al., 2003).
Setiap bagian dari epididimis mengekspresikan
protein-protein yang spesifik dengan fungsi yang
khusus, yang selanjutnya berperan penting dalam
penyediaan lingkungan yang esensial bagi pematangan
spermatozoa (Li et al., 2008). Sebagai contoh,
perkembangan motilitas spermatozoa terjadi di bagian
kaput, ikatan zona (zona binding) di dalam korpus,
dan fusi oolemma terjadi di dalam kauda epididimis
setelah mereka diproduksi di dalam testis (Gatti et al.,
2004). Secara klinik, pematangan spermatozoa di
dalam epididimis berkaitan erat dengan tingkat
persentase dari infertilitas pria sebagai akibat dari
terjadinya gangguan fungsi epididimis (Khole, 2003).
Secara teori, epididimis merupakan target kontrasepsi
pria yang ideal karena di dalam epididimis tidak
terjadi efek samping hormon (no hormone side effect)
dan tidak terjadi efek samping genetik (no side effect
genetic) serta efek samping lainnya (Reyes &
Chavarria, 1981).
Menurut Feeder et al. (2007), pentingnya
pengetahuan tentang fungsi epididimis dan
pematangan spermatozoa disebabkan adanya fakta
bahwa lebih dari 40% dari pria infertil menunjukkan
infertilitas idiopatik yang mengindikasikan adanya
gangguan pematangan spermatozoa. Akan tetapi
sayangnya, kondisi ini sukar untuk diterapi sehingga
pasien disarankan untuk
reproductive techniques
menjalani
(ART),
assisted
seperti
intracytoplasmic sperm injection (ICSI). Meskipun
teknik tersebut efektif untuk menginduksi kehamilan,
namun fakta menunjukkan bahwa teknik ICSI dapat
meningkatkan resiko gangguan genetik yang dapat
diturunkan kepada anak yang dilahirkan (Cox et al.,
2002).
Perkembangan Struktur dan Fungsi Sel
Epididimis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesifitas
regional dari ekspresi gen di dalam sel-sel epithel
berperan penting dalam menjaga establishnya cairan
luminal lingkungan mikro di dalam epididimis.
Perubahan spasial dan temporal ekspresi gen di dalam
epididimis adalah sangat penting dalam menjaga
fungsi dan perkembangan epididimis (Zhen et al.,
2009).
Berdasarkan perbedaan histologis dan
ultrastruktural, epididimis dapat dibagi ke dalam 3
(tiga) bagian, yaitu bagian kaput (kepala), bagian
korpus (badan), dan bagian kauda (ekor). Setiap
bagian epididimis mempunyai fungsi yang spesifik.
Kaput dan korpus epididimis berfungsi sebagai tempat
pematangan awal dan akhir spermatozoa, sedangkan
bagian kauda berfungsi utama sebagai tempat
penyimpanan spermatozoa yang matang (Cornwall,
2009). Skema bagian-bagian dari epididimis disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1 Skematik bagian-bagian epididymis
(Sumber: Li et al., 2008).
Epididimis merupakan derivat dari duktus
Wolffian dan ketika pada saat dilahirkan epididimis
didominasi oleh jaringan mesenkim. Selain itu,
epididimis mengalami perubahan termasuk
perpanjangan dan konvolusi duktus. Pada saat
pubertas, epididimis mengalami diferensiasi yang
maksimal termasuk diantaranya pertumbuhan sel-sel
epitel disepanjang tubulus. Perkembangan dan
diferensiasi epitelium tergantung bukan hanya pada
level androgen tetapi juga dibutuhkan pengaruh
faktor-faktor luminal dari testis (Rodriguez et al.,
2007). Meskipun hasil penelitian menunjukkan adanya
sirkulasi androgen dan faktor-faktor luminal yang
berperan penting pada perkembangan epididimis,
namun masih sedikit diketahui faktor-faktor lain yang
terlibat dalam sejumlah peristiwa morfogenik yang
2
93. merefleksikan status androgen ketika pada masa
dalam epididimis terdapat famili gen proteinase dan
3
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
menyebabkan pembentukan epididimis dewasa
(Zhang et al., 2004).
Epididimis pada hewan dewasa terdiri dari
epitel semu berlapis dari sejumlah tipe sel, seperti tipe
sel prinsipal, sel basal, clear cell, sel narrow, sel
apikal, sel halo. Sel-sel primer epididimis terdapat
disepanjang tubulus yang meliputi hampir 80%
epithelium. Akan tetapi, sampai saat ini, masih sedikit
diketahui tentang fungsi sel-sel epididimis tersebut,
meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa sel
narrow, apikal dan clear cell mengandung vacuolar
H+
-ATPase yang berperan penting mensekresikan
proton-proton ke dalam lumen epididimis (Kujala et
al., 2007). Clear cell diketahui sebagai sel endositik
(endocytic cells) yang bertanggung jawab terhadap
pembersihan protein-protein di dalam lumen
epididimis, sedangkan sel-sel basal berkaitan erat
dengan sel-sel prinsipal dan meregulasi fungsi sel-sel
tersebut (Seiler et al., 1999). Sel-sel halo nampaknya
merupakan sel-sel imun primer yang terdapat di dalam
epididimis, sedangkan sel-sel apikal nampaknya
merupakan komponen dari endositose luminal
(Cornwal, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel-sel
basal meregulasi transpor elektrolit sel prinsipal
dengan melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) (Cheung
et al., 2005). Interaksi antar sel di dalam epithelium
dapat secara langsung memengaruhi lingkungan
luminal dan pematangan spermatozoa. Sel-sel
prinsipal juga membentuk tight junctions antara satu
dengan yang lainnya sehingga membentuk blood-
epididymis barrier (barier darah-epididimis). Barier
tersebut membentuk pola imunoprotektif di dalam
lumen epididimis yang diperlukan untuk pematangan
spermatozoa. Selain itu, sejumlah androgen-
dependent transmembrane protein termasuk
diantaranya occludin dan claudin berperan dalam
membentuk sejumlah tight junctions (Cyr et al.,
2007), sedangkan gap junctions dibentuk oleh suatu
famili protein-protein integral yang dikenal sebagai
connexin (Cornwal, 2009).
Struktur dan Fungsi Epididimis Manusia
Epididimis manusia berbeda dengan spesies
lainnya. Sebagai contoh, bagian kaputnya lebih lebar
bila dibandingkan dengan bagian kauda sehingga
memengaruhi resevoir spermatozoa (Bedford, 1994).
Transit spermatozoa di dalam epididimis manusia
adalah sekitar 2-6 hari (Amann & Howards, 1980),
sedangkan pada tikus transit spermatozoa memakan
waktu sekitar 10-13 hari. Pematangan spermatozoa di
dalam epididimis manusia juga terjadi lebih cepat
sehingga penyimpanan spermatozoa tidak
membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, bila
dibandingkan dengan spesies lain, proses pematangan
spermatozoa manusia relatif lebih sederhana
(Cornwall, 2009).
Secara fungsional, fungsi epididimis manusia
sama dengan spesies mamalia lainnya. Duktus eferen
dan epididimis nampaknya berperan dalam
embrio dan pubertas (De Miguel et al., 1998).
Mikrovaskulatur epididimis manusia juga
menunjukkan pola yang sama dengan epididimis
mamalia lainnya (Kormano & Reijonen, 1976). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa selama transit
spermatozoa di dalam epididimis terlihat adanya
kaitan pematangan spermatozoa dengan perubahan
motilitas, fertilitas, dan morfologi (Soler et al., 2000).
Selain itu, epididimis manusia mensekresikan
epididimosome. Hal inilah yang membedakan antara
epididimis manusia dengan epididimis pada hewan
model lainnya (Thimon et al., 2008).
Pematangan Spermatozoa Di Dalam Epididimis
Ketika spermatozoa yang sedang mengalami
pematangan meninggalkan testis, mereka masih
bersifat non-motil dan belum mampu melakukan
fertilisasi sel telur secara in vivo. Spermatozoa baru
akan mengalami pematangan yang sempurna ketika
mereka mengalami perjalanan di dalam epididimis.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses
pematangan spermatozoa disebabkan oleh adanya
perubahan konsentrasi ion luminal dan protein-protein
yang disekresikan ke dalam lumen oleh epithelium
epididimis.
Pematangan spermatozoa manusia meliputi
peningkatan motilitas progresif, perubahan pola
gerakan misalnya gerakan sirkular pada spermatozoa
tikus atau gerakan dengan getaran pada spermatozoa
manusia menjadi gerakan ke depan yang cepat. Flagel
spermatozoa menjadi kaku dan daerah leher kurang
fleksibel sehingga memungkinkan gerakan
spermatozoa menjadi lebih kaku. Selain itu, terjadi
pula transit bagian droplet sitoplasmik dari dasar
kepala spermatozoa menuju bagian akhir dari
midpiece flagelum (Cooper & Yeung, 2003).
Selama spermatozoa mengalami transit di
dalam epididimis, mereka juga mengalami perubahan
ukuran, ketajaman, dan struktur internal akrosom
(Olson et al., 2002). Selain itu, membran spermatozoa
mengalami remodeling yang konstan dengan
perubahan sejumlah molekul (Jones, 2002). Sampai
saat ini diketahui bahwa faktor-faktor yang terlibat di
dalam fusi spermatozoa-sel telur diproduksi di dalam
epididimis bagian proksimal, sedangkan protein-
protein yang terlibat di dalam ikatan spermatozoa-sel
telur diproduksi dibagian distal epididimis (Cooper,
1999).
Epididimis Sebagai Sumber Molekul-Molekul
Penting
Epididmis merupakan organ yang kaya dengan
sejumlah protein atau molekul. Pematangan
spermatozoa di dalam epididimis tergantung pada
sejumlah molekul yang disekresikan oleh epithelium
(Dube et al., 2008). Molekul-molekul tersebut
memegang peranan penting dalam meregulasi
pematangan spermatozoa. Molekul-molekul tersebut
adalah CRISP1, SPAG11e, DEFB126, carbonyl
reductase P34H, CD52, and GPR64. Selain itu, di
94. ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
protease inhibitor baru yang berperan penting dalam
mengatur regulasi proses pematangan spermatozoa
(Sipillä et al., 2009).
Molekul CRISP
Famili protein CRISP terdiri dari 4 (empat)
anggota, yaitu Crisp 1 (dikenal juga sebagai DE),
Crisp2 (dikenal juga sebagai Tpx1), Crisp3 dan
Crisp4. Pada tikus (mouse) Crisp1 dan Crisp4
terekspresi di dalam epididimis (Jalkanen et al., 2005),
Crisp2 terekspresi di dalam spermatosit yang sedang
berkembang (Mizuki et al., 1992) dan Crisp3
terekspresi secara nyata di dalam kelenjar salivaris,
pancreas, dan prostat (Haendler et al., 1993). Pada
manusia, diketahui adanya ekspresi Crisp2, 3, dan 4
(Kratzsmar et al., 1996). Selain itu, juga telah
diketahui bahwa CRISP3 terekspresi secara nyata di
dalam kauda epididimis dan ampula vas deferens
manusia (Udby et al., 2005). Pada manusia dan tikus
diketahui bahwa protein CRISP1 disekresikan ke
dalam lumen epididimis dan diketahui juga terekspresi
pada permukaan spermatozoa di dalam epididimis.
CRISP1 pada tikus, juga terdapat pada bagian dorsal
akrosom, sedangkan pada manusia terdapat pada
bagian post-akrosomal dari kepala spermatozoa
(Cohen et al., 2007).
Protein CRISP1 yang terdapat dalam
epididimis tikus berperan penting pada fusi gamet
melalui interaksinya dengan permukaan
komplementer pada permukaan sel telur. Berdasarkan
percobaan in vivo diketahui bahwa CRISP1 berperan
penting pada interaksi antara spermatozoa dengan
zona pelusida (ZP) sehingga menyebabkan terfusinya
kedua gamet tersebut. Pada percobaan fertilisasi in
vitro (FIV) yang juga menggunakan tikus sebagai
hewan coba diketahui bahwa pemberian anti- CRISP1
atau rat native CRISP1 (rCRISP1) selama ko-inkubasi
gamet menyebabkan terjadinya penurunan secara
signifikan persentase sel telur yang terfertilisasi
(Busso et al., 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
tikus, selama transit di dalam epididimis, CRISP1
terekspresi pada permukaan spermatozoa (Kohane et
al., 1980). Secara umum diketahui bahwa CRISP1
pada tikus terekspresi di dalam kepala spermatozoa
pada bagian dorsal yang kemudian bermigrasi menuju
segmen equatorial ketika reaksi akrosom terjadi
(Rochwerger & Cuasnicu, 1992), dan selanjutnya
memediasi fusi gamet pada suatu tempat khusus pada
permukaan sel telur (Rochwerger et al., 1992). Selain
itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa CRISP1
berperan penting bukan hanya pada fusi spermatozoa-
sel telur, namun juga berperan dalam interaksi awal
antara spermatozoa-sel telur (Busso et al., 2007).
Model peran CRISP1 dalam interaksi antara
spermatozoa-sel telur disajikan pada Gambar 2.
Molekul SPAG11e
Meskipun terdapat lebih dari 40 beta defensin
yang telah diidentifikasi di dalam epididimis tikus,
namun masih sangat sedikit informasi yang diketahui
Gambar 2 Model peran CRISP1 pada interaksi antara
spermatozoa-sel telur. (A) CRISP 1
berlokasi pada bagian dorsal kepala
spermatozoa sedang berikatan dengan zona
pelusida (ZP). (B) ZP menginduksi reaksi
akrosom spermatozoa (AR), yang
selanjutnya menyebabkan migrasi CRISP1
menuju bagian equatorial (ES). (C)
CRISP1, memediasi fusi gamet
(spermatozoa-sel telur) (Busso et al., 2007).
tentang regulasi atau kaitannya dengan infertilitas pria
(Cao et al., 2010). SPAG11e dikenal juga sebagai
Bin1b merupakan produk protein Spag11b, satu dari
b-defensin spesifik dalam kaput epididimis dan
terekspresi secara spesifik di dalam sel-sel epithel
pada bagian tengah kaput epididimis (Li et al., 2001).
Sperm-associated antigen 11 (SPAG11) pada
manusia berkaitan erat dengan beta-defensins baik
dalam struktur, ekspresi, dan fungsi. Seperti halnya
beta-defensin, SPAG11 protein secara nyata
terekspresi di dalam traktus reproduksi pria dan
berperan penting pada pertahanan hospes bawaan dan
reproduksi (Radhakrishnan et al., 2009). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa SPAG11e
menginduksi motilitas spermatozoa yang progresif
melalui peningkatan kalsium oleh spermatozoa (Zhou
et al., 2004). Disrupsi ekspresi SPAG11e
menyebabkan terganggunya motilitas spermatozoa
(Cao et al., 2010).
Molekul Carbonyl Reduktase P34H
Carbonyl Reduktase P34H pada manusia
merupakan anggota dari short chain
dehydrogenase/reductase superfamily dan terekspresi
secara nyata di dalam bagian korpus epididimis.
Selama transit di dalam epididimis, Carbonyl
Reduktase P34H berakumulasi secara progresif di
dalam bagian akrosom spermatozoa (Sullivan, 2004).
Carbonyl Reduktase P34H nampaknya terekspresi
pada kaput bagian distal, korpus epididimis bagian
proksimal, dan akrosom spermatozoa (Boue et al.,
1994).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbonyl
Reduktase P34H berperan penting dalam ikatan
spermatozoa-zona pelusida (Légaré et al., 2009). Hal
tersebut berdasarkan fakta bahwa adanya imunisasi
4
95. 5
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
dengan menggunakan anti Carbonyl Reduktase P34H
secara in vitro menyebabkan terhambatnya ikatan
antara spermatozoa-zona pelusida (Boue’ et al., 1994).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa defisiensi
atau ketiadaan Carbonyl Reduktase P34H di dalam
permukaan spermatozoa berhubungan dengan
terjadinya infertilitas idiopatik pada pria(Moskovtsev
et al., 2007).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
defisiensi Carbonyl Reduktase P34H pada
spermatozoa manusia menyebabkan turunnya
ketidakmampuan spermatozoa untuk berikatan dengan
maktriks ekstraselular oosit. Defisiensi Carbonyl
Reduktase P34H menyebabkan terjadinya infertilitas
pada pria (Boue’ dan Sulllivan, 1996). Légaré et al.
(1999) menyatakan bahwa pada manusia, Carbonyl
Reduktase P34H merupakan marker pematangan
spermatozoa di dalam epididimis.
Molekul CD52
Molekul CD52 atau HE5 mempunyai berat
molekul yang kecil. Ia terekspresi di dalam limfosit,
epididimis bagian distal, dan vas deferen (Kirchhoff,
1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CD52
terekspresi di dalam membran spermatozoa, namun
fungsi molekul tersebut di dalam membran
spermatozoa belum diketahui secara pasti (Koyama et
al., 2007).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwapada
fertilisasi in vitro, induksi dengan menggunakan
antibodi anti CD52 menyebabkan terganggunya
mobilisasi spermatozoa dan terganggunya inhibisi
antara spermatozoa-sel telur pada zona binding
(Mahony et al., 1991). Selain itu, penelitian pada tikus
jantan yang mengalami knock out (KO) atau
penghilangan fungsi gen CD52 baik secara in vivo
maupun invitro menyebabkan terjaganya fertilitas
secara baik (Yamaguchi et al., 2008).
Molekul DEFB 126
Beta-defensin 126 (DEFB126), dikenal sebagai
protein sekretori di dalam epididimis 13,2 (epididymal
secretory protein 13,2) yang berperan melapisi
seluruh permukaan spermatozoa hingga berakhirnya
proses kapasitasi (Yudin et al., 2005). Defensin
merupakan molekul antimikrobia yang berperan
penting dalam pertahanan hospes terhadap bakteri,
fungi, dan virus (Avellar et al., 2007). DEFB126
merupakan kandidat penyedia proteksi imun bagi
spermatozoa ketika berada di dalam saluran
reproduksi betina (wanita) (Yudin et al., 2005). Selain
itu, DEFB 126 juga merupakan komponen molekul
utama yang melapisi permukaan spermatozoa pada
cynomolgus macaca (Yudin et al., 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa molekul
DEFB 126 berperan penting pada fungsi reproduksi
macaca (Zhou et al., 2004). DEFB 126 berperan
penting pada penetrasi spermatozoa melewati mukus
serviks (Tollner et al., 2008), pengenalan dan ikatan
antara spermatozoa-zona pelusida (Tollner et al.,
2004), dan menyediakan proteksi imun dari antigen-
antigen spermatozoa yang lain (Tollner et al., 2003).
Hasil penelitian Yudin et al. (2005) menunjukkan
bahwa DEFB 126 melindungi seluruh permukaan
spermatozoa dari pengenalan imun ketika berada di
dalam saluran kelamin betina.
Molekul HE6/GPR64
Molekul HE6/GPR64 terekspresi di dalam
duktus eferen. Pada tikus, gangguan gen GPR64
menyebabkan terjadinya gangguan regulasi reabsorbsi
cairan di dalam duktus eferen. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi
cairan di dalam testis sehingga berdampak terhadap
stasis spermatozoa di dalam duktus eferen sehingga
menginduksi terjadinya infertilitas (Davies et al.,
2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
GPR64/HE6 berperan penting dalam proses reabsorbsi
cairan di dalam duktuli eferentes dan epididimis
(Kirchhoff et al., 2008). Selanjutnya Kirchhoff et al.,
2008 juga menemukan bahwa molekul HE6/GPR64
terekspresi secara nyata di dalam sel-sel epithel
duktuli eferentes dan proksimal epididimis. Selain itu,
hasil penelitian menunjukkan bahwa HE6/GPR64
berakumulasi pada daerah epithelial pada bagian
apikal dari sistem duktus ekskuren proksimal pria
(Davies et al., 2007).
Potensi Ekstrak Epididimis
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak epididimis pada kambing kacang
dengan dosis 1 dan 3 ml selama 13 hari berturut-turut
dapat menginduksi peningkatan berat badan dan
peningkatan kualitas spermatozoa, khususnya
peningkatan motilitas dan konsentrasi spermatozoa.
Selain itu, pemberian ekstrak epididimis juga
meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dan
estradiol (Akmal et al., 2014). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ekstrak epididimis berpotensi
dalam menginduksi spermatogenesis dan kualitas
spermatozoa.
Epididimis dan Pengembangan Kontrasepsi
Dewasa ini, penghambatan terhadap
pematangan spermatozoa atau ikatan spermatozoa-
oosit dilakukan dengan melakukan blocking terhadap
protein-protein epididimis dengan menggunakan
pendekatan imunologik (Koyama et al., 2007). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
imunologik terhadap pengembangan kontrasepsi pria
menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.
Sejauh ini, kontrasepsi yang tersedia bagi wanita
sangat efektif dan efisien. Oleh karena itu, eksplorasi
terhadap pengembangan kontrasepsi pria melalui
pendekatan imunologik perlu terus dilakukan,
misalnya saja dengan menghambat proses pematangan
spermatozoa
farmakologi
dengan
molekul
menggunakan
kecil (small
pharmacological inhibitors). Secara
inhibitor
molecule
tradisional,
inhibitor molekul kecil enzim, misalnya tirosin kinase
dan reseptor, khususnya, G-protein coupled receptors
telah berhasil dikembangkan dengan baik sebagai
96. 6
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
kandidat obat kontrasepsi (Gadek & Nicholas, 2003).
Akan tetapi, meskipun sejumlah target obat baru yang
potensial telah tersedia, namun pengembangan
kontrasepsi pria berbasis molekul epididimis masih
belum digunakan secara klinik sebelum menjalani
percobaan secara in vitro, praklinik secara in vivo pada
hewan model, dan akhirnya percobaan klinik (Sipilä et
al., 2009).
SIMPULAN
Epididimis merupakan organ tempat
transportasi, pematangan, dan penyimpanan
spermatozoa. Sejumlah protein yang dihasilkan oleh
epididimis, seperti CRISP1, SPAG11e, carbonyl
dan GPR64
pematangan
reduktase P34H, CD52, DEFB126,
mempunyai peranan penting pada
spermatozoa.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M., T.N. Siregar dan Sri Wahyuni. 2014.
Eksplorasi Potensi Ekstrak Ductus Epididimis
Sebagai Induktor Peningkatan Kualitas
Spermatozoa: Upaya Meningkatkan Populasi
dan Mutu Genetik Kambing Lokal. Laporan
Tim Penelitian Pascasarjana. Lembaga
Penelitian Universitas Syiah Kuala,
Darussalam, Banda Aceh.
Amann, R.P. (1980). Howards SS. Daily spermatozoal
production and epididymal spermatozoal
reserves of the human male. J Urol, 124:211–
215.
Avellar, M.C.W., L. Honda., K.G. Hamil., Y.
Radhakrishnan., S. Yenugu., G. Grossman., P.
Petrusz., F.S. French andS.H. Hall. 2007.
Novel Aspects of the Sperm-Associated
Antigen 11 (SPAG11) Gene Organization and
Expression in Cattle (Bos taurus). Biology of
Reproduction, 76: 1103–1116.
Bedford, J.M. (1994). The status and the state of the
human epididymis. Hum Reprod, 9:2187–2199.
Blaquier, J.A., M.S. Cameo., P.S. Cuasnicu., E.M.F.
Gonzalez., L. Pineiro and J.G. Tezon. (1988).
The role of epididymal factors in human sperm
fertilizing ability. Ann N Y Acad Sci, 541:292–
296.
Boue´ F., B. Be´rube´., E. De Lamirande., C. Gagnon
and R. Sullivan. (1994). Human sperm-zona
pellucida interaction is inhibited by an antibody
against a hamster sperm protein. Biology of
Reproduction, 51 577–587.
Boue´, F and R. Sullivan. (1996). Cases of human
infertility are associated with the absence of
P34H, and epididymal sperm antigen. Biology
of Reproduction, 54:1018–1024.
Busso, D., D.J. Cohen., J.A. Maldera., A. Dematteis
dan P.S. Cuasnicu. (2007). A novel function
for CRISP1 in rodent fertilization: involvement
in sperm–zona pellucida interaction. Biology of
Reproduction, 77 848–854.
Cao, D., L. Yidong., R. Yang., Y. Wang., Y. Zhou., H.
Diao., Y. Zhao., Y. Zhang and J. Lu. (2010).
Lipopolysaccharide-Induced Epididymitis
Disrupts Epididymal Beta-Defensin Expression
and Inhibits Sperm Motility in Rats. Biology of
Reproduction, 83:1064–1070.
Cheung, K.H., G.P. Leung., M.C. Leung., W.W.
Shum., W.L. Zhou and P.Y. Wong. (2005).
Cell–cell interaction underlies formation of
fluid in the male reproductive tract of the rat. J
Gen Physiol,125:443–454.
Cohen, D.J., V.G. Da Ros., D. Busso., D.A. Ellerman.,
J.A. Maldera., N. Goldweic and P.S. Cuasnicu.
(2007). Participation of epididymal cysteine-
rich secretory proteins in sperm–egg fusion and
their potential use for male fertility regulation.
Asian Journal of Andrology, 9 528–532.
Cooper, T.G. (1999). Epididymis. In Encyclopedia of
Reproduction, pp 1–17. Eds E Knobil & J
Neill. San Diego, CA: Academic Press.
Cooper, T.G and C.H. Yeung. (2003). Acquisition of
volume regulatory response of sperm upon
maturation in the epididymis and the role of the
cytoplasmic droplet. Microsc Res Tech
2003;61:28–38.
Cornwall, G.A. (2009). New insights into epididymal
biology and function. Human Reproduction
Update, 15(2) pp. 213–227.
Cox, G.F., J. Burger., V. Lip., U.A. Mau., K.
Sperling., B.L. Wu and B. Horsthemke. (2002).
Intracytoplasmic sperm injection may increase
the risk of imprinting defects. Am J Hum
Genet, 71:162–164.
Cyr, D.G., M. Gregory., E. Dube., J. Dufresne., P.T.
Chan and L. Hermo. (2007). Orchestration of
occludins, claudins, catenins and cadherins as
players involved in maintenance of the blood-
epididymal barrier in animals and humans.
Asian J Androl, 9:463–475.
De Miguel, M.P., J.M. Marino., F. Martinez-Garcia.,
97. 7
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
M. Nistal., R. Paniagua and J. Regadera.
(1988). Pre- and post-natal growth of the
human ductus epididymidis—a morphometric
study. Reprod Fertil Dev, 10:271–277.
Dube, E., L. Hermo., P.T. Chan and D.G. Cyr. (2008).
Alterations in gene expression in the caput
epididymides of nonobstructive azoospermic
men. Biol Reprod,78:342–351.
Fedder, J., A. Gabrielsen., P. Humaidan., K. Erb., E.
Ernst and A. Loft. (2007). Malformation rate
and sex ratio in 412 children conceived with
epididymal or testicular sperm. Hum Reprod,
22:1080–1085.
Gadek, T.R. and J.B. Nicholas. (2003). Small
molecule antagonists of proteins. Biochemical
Pharmacology 65 1–8.
Gatti, J.L., S. Castella., F. Dacheux., H. Ecroyd., S.
Metayer., V. Thimon and J.L. Dacheux.
(2004). Post-testicular sperm environment and
fertility. Anim Reprod Sci, 82:321−339.
Haendler B., J. Kratzschmar., F. Theuring and W.D.
Schleuning. (1993). Transcripts for cysteine-
rich secretory protein-1 (CRISP-1; DE/AEG)
and the novel related CRISP-3 are expressed
under androgen control in the mouse salivary
gland. Endocrinology, 133 192–198.
Jalkanen J., I. Huhtaniemi and M. Poutanen. (2005).
Mouse cysteine-rich secretory protein 4
(CRISP4): a member of the Crisp family
exclusively expressed in the epididymis in an
androgen-dependent manner. Biology of
Reproduction, 72 1268–1274.
Jones, R. (2002). Plasma membrane composition and
organization during maturation of spermatozoa
in the epididymis. In The Epididymis: From
Molecules to Clinical Practice, pp 405–416.
Eds B Robaire & BT Hinton. Kluwer
Academic/Plenum Publishers: New York.
Jones, R. (2004). Sperm Survival Versus Degradation
in the Mammalian Epididymis: A Hypothesis.
Biology of Reproduction, 71:1405–1411.
Keber, R., D. Rozman and S. Horvat. (2013). Sterols
in spermatogenesis and sperm maturation.
Journal of Lipid Research, 54:20-33.
Khole, V. (2003). Epididymis as a target for
contraception. Indian J Exp Biol, 41: 764−772.
Kirchhoff, C. (1999). Gene expression in the
epididymis. International Review of Cytology
188:133–202.
Kirchhoff, C., C. and A. Samalecos. (2008).
HE6/GPR64 adhesion receptor co-localizes
with apical and subapical F-actin scaffold in
male excurrent duct epithelia. Reproduction,
136:235–245.
Kohane, A.C., M.S. Cameo., L. Pin˜eiro., J.C. Garberi
and J.A. Blaquier. (1980). Distribution and site
of production of specific proteins in the rat
epididymis. Biol Reprod, 23:181–187.
Kormano, M and K. Reijonen. (1976). Microvascular
structure of the human epididymis. Am J Anat,
145:23–27.
Kratzschmar, J., B. Haendler., U. Eberspaecher., D.
Roosterman., P. Donner & W.D. Schleuning.
(1996). The human cysteine-rich secretory
protein (CRISP) family. Primary structure and
tissue distribution of CRISP-1, CRISP-2 and
CRISP-3. European Journal of Biochemistry,
236 827–836.
Koyama, K., K. Ito and A. Hasegawa. (2007). Role of
male reproductive tract CD52 (mrt-CD52) in
reproduction. Society of Reproduction and
Fertility, 63:103–110.
Kujala, M., S. Hihnala., J. Tienari., K. Kaunisto., J.
Hastbacka., C. Holmberg.,J. Kere and P.
Hoglund. (2007). Expression of ion transport-
associated proteins in human efferent and
epididymal ducts. Reproduction, 133: 775–784.
Légaré, C., C. Gaudreault., S. ST-Jacques, and R.
Sullivan. (1999). P34H Sperm Protein Is
Preferentially Expressed by the Human Corpus
Epididymidis. Endocrynology, 140(7):3318-
3327.
Li P., H.C. Chan., B. He., S.C. So., Y.W. Chung., Q.
Shang., Y.D. Zhang and Y.L. Zhang . (2001).
An antimicrobial peptide gene found in the
male reproductive system of rats. Science,
291:1783–1785.
Li, X., Q. Liu., S. Liu., J. Zhang and Y. Zhang. 2008.
New member of the guanosine triphosphatase
activating protein family in the human
epididymis. Acta Biochim Biophys Sin,
40(10):855-863.
Lui, W.Y., W.M. Lee and C.Y. Cheng. (2003).
Sertoli-germ cell adherens junction dynamics
in the testis are regulated by RhoB GTPase via
the ROCK/LIMK signaling pathway. Biol
Reprod, 68:2189–2206.
Mahony, M.C., D.L. Fulgham., P.F. Blackmore and
N.J. Alexander. (1991). Evaluation of human
98. T.G. Cooper. (2000). Objective evaluation of M. Ikawa and M. Okabe. (2008). Cd52, known
8
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
sperm–zona pellucida tight binding by
presence of monoclonal antibodies to sperm
antigens. Journal of Reproductive Immunology,
19 269–285.
Mizuki, N., D.E. Sarapata., J.A. Garcia-Sanz and M.
Kasahara. (1992). The mouse male germ cell-
specific gene Tpx-1: molecular structure, mode
of expression in spermatogenesis, and sequence
similarity to two nonmammalian genes.
Mammalian, Genome, 3:274–280.
Moore, H.D. (1998). Contribution of epididymal
factors to sperm maturation and storage.
Andrologia, 30:233–239.
Moskovtsev, S.I., K. Jarvi., C. Le´gare´., R. Sullivan
and J.B.M. Mullen. (2007). Epididymal P34H
protein deficiency in men evaluated for
infertility. Fertility and Sterility, 88:1455–
1457.
Reyes, A and M.E. Chavarria. (1981). Interference
with epididymal physiology as possible site of
male contraception. Arch Androl, 7:159−168.
Radhakrishnan, Y., K.G. Hamil., J. Tan., G.
Grossman., P.P. Susan., H. Hall and F.S.
French. Biology of Reproduction, 81:647–656.
Rochwerger, L and P.S. Cuasnicu. (19912).
Redistribution of a rat sperm epididymal
glycoprotein after in vivo and in vitro
capacitation. Mol Reprod Dev, 31:34–41.
Rochwerger, L., D.J. Cohen and P.S. Cuasnicu´.
(1992). Mammalian sperm-egg fusion: the rat
egg has complementary sites for a sperm
protein that mediates gamete fusion. Dev Biol,
153:83–90.
Rodriguez, C.I and C.L. Stewart. (2007). Disruption
of the ubiquitin ligase HERC4 causes defects
in spermatozoon maturation and impaired
fertility. Dev Biol, 312:501–508.
Rutllant, J and S.A. Meyers. (2001). Posttranslational
Processing of PH-20 During Epididymal
Sperm Maturation in the Horse. Biology of
Reproduction, 65: 1324–1331.
Seiler P., T.G. Cooper., C.H. Yeung and E. Nieschlag.
(1999). Regional variation in macrophage
antigen expression by murine epididymal basal
cells and their regulation by testicular factors. J
Androl, 20: 738–746.
Soler, C., F. Perez-Sanchez., H. Schulze., M.
Bergmann., F. Oberpenning., C. Yeung and
the morphology of human epididymal sperm
heads. Int J Androl, 23:77–84.
Sipilä, P., J Jalkanen., I.T. Huhtaniemi and M.
Poutanen. (2009). Novel epididymal proteins
as targets for the development of post-testicular
male contraception. Reproduction, 137:379–
389.
Siu, M.K.Y and C. Y. Cheng. (2004). Extracellular
Matrix: Recent Advances on Its Role in
Junction Dynamics in the Seminiferous
Epithelium During Spermatogenesis. Biology
of Reproduction, 71:375–391.
Sullivan, R. (2004) Male fertility markers, myth or
reality. Animal Reproduction Science, 82–83
341–347.
Thimon, V., G. Frenette., F. Saez., M. Thabet and R.
Sullivan. (2008). Protein composition of
human epididymosomes collected during
surgical vasectomy reversal: a proteomic and
genomic approach. Hum Reprod, 23: 1698–
1707.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., G.N. Cherr and J.W.
Overstreet. (2003). Real-time observations of
individual macaque sperm undergoing tight
binding and the acrosome reaction on the zona
pellucida. Biol Reprod, 68:664–672.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2004). Macaque
sperm release ESP13.2 and PSP94 during
capacitation: the absence of ESP13.2 is linked
to sperm–zona recognition and binding.
Molecular Reproduction and Development, 69
325–337.
Tollner, T.L., A.I. Yudin., C.A. Treece., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2008). Macaque
sperm coating protein DEFB126 facilitates
sperm penetration of cervical mucus. Human
Reproduction, 23 2523–2534.
Udby, L., A. Bjartell., J. Malm., A. Egesten., A.
Lundwall., J.B. Cowland, N. Borregaard and L.
Kjeldsen. (2005). Characterization and
localization of cysteine-rich secretory protein 3
(CRISP-3) in the human male reproductive
tract. Journal of Andrology, 26 333–342.
Wang, J., H. Gu., H. Lin and T. Chi. (2012). Essential
Roles of the Chromatin Remodeling Factor
Brg1 in Spermatogenesis in Mice. Biology of
Reproduction, 86(6):186, 1–10.
Yamaguchi, R., K. Yamagata., H. Hasuwa., E. Inano.,
99. 9
ISSN: 2302-1705
JESBIO Vol. IV No. 2, November 2015
as a major maturation-associated sperm
membrane antigen secreted from the
epididymis, is not required for fertilization in
the mouse. Genes to Cells, 13:851–861.
Yudin, A.I., T.L. Tollner., M.W. Li., C.A. Treece.,
J.W. Overstreet and G.N. Cherr. (2003).
ESP13.2, a member of the beta-defensin
family, is a macaque sperm surface-coating
protein involved in the capacitation process.
Biol Reprod, 69:1118–1128.
Yudin, A.I., C.A. Treece., T.L. Tollner., J.W.
Overstreet and G.N. Cherr. (2005). The
carbohydrate structure of DEFB126, the major
component of the cynomolgus Macaque sperm
plasma membrane glycocalyx. J Membr Biol,
207:119–129.
Zanich, A., J.C. Pascall and R. Jones. (2003). Secreted
Epididymal Glycoprotein 2D6 That Binds to
the Sperm’s Plasma Membrane Is a Member of
the b-Defensin Superfamily of Pore-Forming
Glycopeptides. Biology of Reproduction,
69:1831–1842.
Zhan, X., C. Wang., A. Liu., Q. Liu and Y. Zhang.
(2012). Region-specific localization of IMDS-
60 protein in mouse epididymis and its
relationship with sperm maturation. Acta
Biochim Biophys Sin, 44(11):924-930.
Zhang, F.P., T. Pakarainen., F. Zhu., M. Poutanen and
I. Huhtaniemi. (2004). Molecular
characterization of postnatal development of
testicular steroidogenesis in
hormone receptor knockout
luteinizing
mice.
Endocrinology, 145:1453–1463.
Zhen, W., P. Li., B. He., J. Guo and Z. Yong-Lian.
(2009). The Novel Epididymis-Specific Beta-
Galactosidase-Like Gene Glb1l4 Is Essential in
Epididymal Development and Sperm
Maturation in Rats. Biology of Reproduction,
80: 696–706.
Zhou, C.X., Y.L. Zhang., L. Xiao., M. Zheng., K.M.
Leung., M.Y. Chan., P.S. Lo., L.L. Tsang.,
H.Y.
Wong., L.S. Ho., Y.W. Chung and H.C. Chan. (2004).
An epididymisspecific beta-defensin is
important for the initiation of sperm
maturation. Nat Cell Biol, 6:458–464.
View publication stats
105. 105
FOLIKEL OVARII
• BANGUNAN BULAT DALAM STROMA CORTEX OVARII
YANG MENGANDUNG OOCYT
• JUMLAH:
– PADA WANITA UMUR MUDA, MEMENUHI CORTEX
– WANITA DEWASA DALAM 2 OVARIUM: 400 000 BUAH
– MAKIN TUA UMURNYA, MAKIN KURANG JUMLAHNYA
– DARI JUMLAH INI HANYA DILEPASKAN < 500 OOCYT
SELAMA HIDUP
• UKURAN
– BERVARIASI, TERGANTUNG PADA TAHAP PERTUMBUHAN-
NYA
• DALAM SETIAP SIKLUS HAID:
– 5 SAMPAI 15 FOLIKEL MENGALAMI PERTUMBUHAN
– DARI PERTUMBUHAN TERSEBUT HANYA 1 OOCYT LEPAS
– SISANYA MENGALAMI DEGENERASI: ATRESIA FOLIKULER
– PELEPASAN OVUM DISEBUT OVULASI
106. 106
PERTUMBUHAN FOLIKEL OVARIUM
• WAKTU:
– BERLANSUNG SEJAK BAYI SAMPAI MENOPAUSE
• KETERLIBATAN KOMPONEN OVARIUM:
– STROMA, SEL-SEL FOLIKEL DAN OOSIT
• PERUBAHAN SELAMA PERTUMBUHAN:
– UKURAN SEMAKIN BESAR
– TERLETAK SEMAKIN MENDALAM DI CORTEX
• 3 JENIS FOLIKEL SELAMA PERTUMBUHAN :
– FOLIKEL PRIMORDIA
• SEJAK LAHIR SAMPAI SEBELUM AKIL BALIK
• SEBUAH OOSIT DISELUBUNGI OLEH SELAPIS SEL FOLIKEL GEPENG
– OOSIT BERUKURAN 40 m, INTI TERLETAK EKSENTRIK
– FOLIKEL SEDANG TUMBUH
• FOLIKEL PRIMER
• FOLIKEL SEKUNDER
• FOLIKEL TERTIER/VESIKULER
– FOLIKEL MATANG
107. 107
FOLIKEL PRIMER
PERUBAHAN SEL MULAI DARI FOLIKEL PRIMORDIAL
– OOSIT :
• MEMBESAR: 80 m,
• MIKROVILI PADA PERMUKAAN SEL YANG TERPERANGKAP
DALAM ZONA PELLUCIDA
• ORGANELA BERGERAK MENYEBAR
• ENDOPLASMIC RETICULUM MAKIN BERKEMBANG
• KOMPLEKS GOLGI BERLIPAT JUMLAHNYA
• MITOKHONDRIA MAKIN BANYAK
– SEL-SEL GRANULOSA :
• MENJADI KUBOID/KOLUMNER PENDEK
• SELAPIS SEL GRANULOSA
• MULAI MENGHASILKAN ZONA PELLUCIDA YANG MEMISAHKAN
DENGAN OOSIT
– SEL STROMA OVARII
• SEL STROMA BERBENTUK SEPERTI FIBROBLAS SEKELILING
FOLIKEL TERATUR KONSENTRIS
109. 109
FOLIKEL SEKUNDER
CIRI-CIRI:
– DIAMETER MENCAPAI 0,2 mm, BERBENTUK OVOID
– OOSIT
• MEMBESAR, BERUKURAN: 125 m - 150 m ,
• INTI BERKEDUDUKAN EKSENTRIK,
– SEL-SEL FOLIKEL = SEL GRANULOSA:
• MULTILAMELER,
– BERLAPIS: 6 - 12
– BERTUMPU PADA MEMBRANA LIMITANS EXTERNA
– ZONA PELLUCIDA MULAI TAMPAK KETIKA OOSIT BERDIAMETER 80 m
– MIKROVILI OOSIT TERPENDAM DALAM ZONA PELLUCIDA
– SEL STROMA
• BERDIFERENSIASI MENJADI THECA FOLLICULI
– THECA INTERNA: MULA-MULA FUSIFORM MENJADI KUBOID YANG
BERFUNGSI SEBAGAI SEL ENDOKRIN, BANYAK ANYAMAN PEMBULUH
DARAH
– THECA EXTERNA: JARINGAN PENGIKAT
110. 9/20/04 110
FOLIKEL TERTIER/VESIKULER
CIRI-CIRI:
– OOSIT
• APABILA TELAH MULAI TERBENTUK ANTRUM, OOSIT TIDAK
MEMBESAR LAGI
– SEL-SEL GRANULOSA:
• CELAH-CELAH TAK TERATUR ANTARA SEL GRANULOSA
• LIQUOR FOLLICULI MENGISI CELAH-CELAH
• TERBENTUK ANTRUM FOLLICULI
– PENYATUAN CELAH-CELAH
– ANTRUM DIBATASI OLEH SEL-SEL GRANULOSA BERLAPIS
– TERBENTUK CALL EXNER BODY
• CORONA RADIATA :
– SEL-SEL GRANULOSA KUBOID SEKELILING OOSIT
• CUMULUS OOPHORUS:
– PENEBALAN SETEMPAT LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA
– SEL STROMA
• THECA INTERNA DAN THECA EXTERNA MAKIN JELAS
PERBEDAANNYA
112. 112
FOLIKEL DE GRAAF
• DICAPAI SETELAH 10 - 14 HARI
– UKURAN DIAMETER: 1 cm
– MENEMPATI CORTEX MENONJOLKAN PERMUKAAN
OVARIUM
• OOCYT
– BERHENTI TUMBUH
• SEL GRANULOSA
– PROLIFERASI TIDAK SEIMBANG DENGAN PERTAMBAHAN LIQUOR
FOLLICULI
• HINGGA LAPISAN SEL-SEL GRANULOSA MENIPIS
• CUMULUS OOPHORUS : HUBUNGAN LAPISAN SEL GRANULOSA DGN OOCYT
MERENGGANG
• CORONA RADIATA : LAPISAN SEL GRANULOSA SEKITAR OOCYT
• SEL STROMA
– THECA INTRERNA: SEL-SEL MEMBESAR/POLIHEDRAL
• BANYAK ANYAMAN PEMBULUH DARAH
– THECA EXTERNA: SEL-SEL FUSIFORM DAN SERABUT KONSENTRIS
113. 9/20/04 113
OVULASI
– OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA MELEPASKAN DIRI DARI
DINDING FOLIKEL
– OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERAPUNG-APUNG
– FOLIKEL MATANG SOBEK
• KARENA TEKANAN FOLIKEL, CORTEX OVARII ISCHEMIA
• BAGIAN CORTEX ANTARA PERMUKAAN DAN FOLIKEL MENJADI
LEMAH
• LIQUOR FOLLICULI TUMPAH
– PELEPASAN OOCYT DARI OVARIUM
• OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA TERLEPAS DARI OVARIUM
– HARI KE 14 SIKLUS HAID
– CORPUS RUBRUM:
• TERBENTUK OLEH PECAHNYA PEMBULUH DARAH, SEHINGGA
SISA-SISA FOLIKEL TERISI OLEH BEKUAN DARAH
114. 114
PERUBAHAN FOLIKEL SETELAH OVULASI
CORPUS LUTEUM
– PERKEMBANGAN DARI CORPUS RUBRUM PADA CORTEKS
– JARINGAN SEL-SEL LUTEIN MENGELILINGI JARINGAN
PENGIKAT LONGGAR DITENGAHNYA
– FUNGSI:
• KELENJAR D AN ESTROGEN
– PROSES:
• JARINGAN PENGIKAT DARI STROMA OVARII MENGISI BEKUAN
DARAH (KEBANYAKAN MENEMPATI BAGIAN TENGAH)
• SEL GRANULOSA BERTAMBAH BESAR, BERHENTI MITOSIS
– BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN GRANULOSA, SEL
ENDOKRIN PENGHASIL STEROID
– SITOPLASMA MENGANDUNG LIPID DAN BUTIR-BUTIR
LIPOKROM
• SEL THECA INTERNA:
– BERUBAH MENJADI SEL LUTEIN THECA ENDOKRIN
117. 117
PERUBAHAN CORPUS LUTEUM
• PROSES:
– UMUR CORPUS LUTEUM:
• 10 - 14 HARI, TIDAK ADA FERTILISASI: CORPUS LUTEUM SPURIUM
• SELAMA KEHAMILAN: CORPUS LUTEUM GRAVIDARUM
– DIAMETER 5 cm, LEBIH BESAR D/P CORPUS LUTEUM SPURIUM
– TERBENTUK CORPUS ALBICANS MELALUI DEGENERASI SEL-
SEL CORPUS LUTEUM
• AUTOLISIS, SEL-SEL LUTEIN MENGHILANG
• SISA-SISA SEL DIFAGOSITOSIS OLEH SEL MAKROFAG
– TERBENTUK JARINGAN PARUT:
• JARINGAN PENGIKAT
• PERUBAHAN CORPUS ALBICANS :
– LETAKNYA BERGESER KE DALAM OVARIUM
– PROSES
• ABSORBSI JARINGAN PENGIKAT
• DIGANTI OLEH STROMA OVARII
• BERLNGSUNG SELAMA BULANAN SAMPAI TAHUNAN
118. 118
ATRESIA FOLLICULI
• DIFINISI:
– PROSES DEGENERASI JARINGAN FOLIKEL DALAM OVARIUM
YANG DIDAHULUI OLEH BERHENTINYA MITOSIS SEL-SEL
GRANULOSA DAN MATINYA OOCYT
• WAKTU:
– BERLANGSUNG SEJAK LAHIR SAMPAI BEBERAPA SAAT
SETELAH MENOPAUSE
• PALING BANYAK APABILA TERJADI PERUBAHAN HORMONAL:
– SETELAH LAHIR (PERUBAHAN HORMON MATERNAL)
» 99 % OOCYT PADA WAKTU LAHIR SUDAH DEGENERASI
– UMUR AKIL BALIK
– KEHAMILAN
• FOLIKEL YANG MENGALAMI ATRESIA:
– SETIAP TAHAP PERKEMBANGAN FOLIKEL, MULAI FOLIKEL
PRIMORDIA, FOLIKEL SEDANG BERKEMBANG SAMPAI
FOLIKEL MATANG, DAPAT MENGALAMI ATRESIA
120. 120
JARINGAN INTERSTITIAL OVARIUM
• CORTEX OVARII
– STROMA TERDIRI ATAS:
• SEL-SEL BERBENTUK SEBAGAI
KUMPARAN (FUSIFORM)
• SEL MIRIP OTOT POLOS TANPA
MIOFILAMEN
• ANYAMAN SERABUT RETIKULER
• MEDULLA DAN HILUS OVARII
– JARINGAN PENGIKAT LONGGAR:
• SEL FIBROBLAS
• SEL-SEL OTOT POLOS
• SERABUT KOLAGEN
121. 121
TUBA UTERINA FALLOPII
• DUA PIPA SALURAN MENGANDUNG OTOT POLOS YANG
BERPANGKAL PADA UTERUS DAN BERAKHIR TERBUKA
SEBAGAI INFUNDIBULUM DALAM CAVUM PERITONEI
– RUANGANNYA BERMUARA DALAM CAVUM UTERI
• PANJANG: 14 - 20 cm
• DIAMETER: TIDAK SAMA
• PENGGAL:
– INFUNDIBULUM
• TERBUKA SEBAGAI CORONG YANG DIKELILINGI JUMBAI-
JUMBAI = FIMBRIAE, YANG MENCAPAI OVARIUM: FIMBRIA
OVARICA
– AMPULLA
• BAGIAN DEKAT INFUNDIBULUM YANG MELEBAR
– ISTHMUS
• 1/3 BAGIAN TENGAH YANG MENYEMPIT
– PARS INTERSTITIALIS
• BAGIAN YANG MENEMBUS DINDING UTERUS
122. 122
• MEMBRANA MUCOSA
– KETEBALAN:
• PALING TEBAL DAERAH AMPULLA, BENTUK LUMEN SEPERTI
LABIRIN
– LIPATAN-LIPATAN MEMANJANG BERCABANG
• MULA-MULA PANJANG, MAKIN MENDEKATI UTERUS MEMENDEK
– EPITEL
• EPITEL KOLUMNER SELAPIS PALING TINGGI DAERAH AMPULLA
• MENDEKAT UTERUS MAKIN PENDEK
– SEL SILINDRIS BERSILIA (PALING BANYAK: FIMBRIA DAN AMPULLA)
– SEL SEKRETORI TANPA SILIA
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT TANPA KELENJAR
• TUNICA MUSCULARIS (OTOT POLOS)
– STRATUM CIRCULARE (SEBELAH DALAM)
– STRATUM LONGITUDINALE
• TUNICA SEROSA
– LANJUTAN DARI PERITONEUM VISCERALE
STRUKTUR DINDING TUBA UTERINA
125. 125
UTERUS
• BENTUK: SEBAGAI BUAH PEER
• KEDUDUKAN:
– ANTEFLEXIO/ RETROFLEXIO
• UKURAN:
– TERGANTUNG HAMIL ATAU TIDAK HAMIL
• 7 - 8 cm X 24 - 30 mm X 43 - 50 mm (TIDAK HAMIL)
• LETAK:
– DALAM CAVUM PELVIS
• FACIES VESICALIS, DATAR, DIBELAKANG VESICA URINARIA
• FACIES RECTALIS, KONVEKS, DI DEPAN RECTUM
• BAGIAN-BAGIAN:
– FUNDUS UTERI
– CORPUS UTERI
– CERVIX UTERI : 3 cm
– PORTIO VAGINALIS UTERI
• FUNGSI:
– MENUMBUHKAN EMBRIO HASIL FERTILISASI
126. 126
DINDING UTERUS
• LAPISAN DARI DALAM KE LUAR:
– ENDOMETRIUM
• MERUPAKAN MEMBRANA MUCOSA
• MENGANDUNG GLANDULA UTERINA
• KETEBALAN DAN STRUKTUR TERGANTUNG:
– DAERAH YANG DILAPISI
– PERIODE YANG TERKAIT DENGAN SIKLUS MENSTRUASI
• LAPISAN:
– STRATUM FUNCTIONALE
– STRATUM BASALE
– MYOMETRIUM
• MERUPAKAN LAPISAN DINDING YANG PALING TEBAL
• OTOT POLOS
• BERUBAH APABILA DALAM KEADAAN HAMIL
– PERIMETRIUM
• DAERAH FUNDUS : DITUTUPI OLEH PERITONEUM VISCERALE
SEHINGGA MERUPAKAN TUNICA SEROSA
• DAERAH LAIN : MERUPAKAN TUNICA ADVENTITIA
127. 127
BAGIAN-BAGIAN UTERUS
• CORPUS UTERI:
– CAVUM UTERI
• PALING LEBAR, TERUTAMA DI ANTARA MUARA 2 TUBA
UTERINA
• KEARAH BAWAH: UKURAN MAKIN MENYEMPIT
• ISTHMUS
– BATAS CORPUS UTERI DAN CERVIX UTERI
– ORIFICIUM INTERNUM UTERI
• CERVIX UTERI
– CANALIS CERVICIS
• PORTIO VAGINALIS UTERI
– CANALIS CERVICIS BERAKHIR SEBAGAI ORIFICIUM
EXTERNUM UTERI = ORIFICIUM EXTERNUM CANALIS
CERVICIS
• BERMUARA DALAM VAGINA
128. 128
STRUKTUR ENDOMETRIUM
CORPUS UTERI
• STRATUM BASALE
• STRATUM FUNCTIONALE (DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI)
– FUNGSI:
• MEMPERSIAPKAN INPLANTASI HASIL FERTILISASI
• DALAM KEADAAN TIDAK HAMIL MENGALAMI PERUBAHAN
STRUKTUR DAN FUNGSI SECARA PERIODIK:
– SIKLUS MENSTRUASI (HAID)
– EPITEL SILINDRIS SELAPIS
• SEL BERSILIA
• SEL SEKRETORI
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT
• MENYERUPAI JARINGAN MESENKHIM
• BANYAK MENGANDUNG SEL DAN SUBSTANSI AMORF
• MENGANDUNG GLANDULA UTERINA YANG BERBENTUK
TUBULER KADANG-KADANG BERCABANG
129. 129
CERVIX UTERI
• BAGIAN-BAGIAN:
– DILUAR VAGINA
– BAGIAN YANG TERDAPAT
DALAM VAGINA
• PORTIO VAGINALIS UTERI
• RUANGAN:
– CANALIS CERVICIS UTERI
• LANJUTAN CAVUM UTERI
– BATAS ATAS:
• ORIFICIUM INTERNUM
UTERI
– BATAS BAWAH :
• ORIFICIUM EXTERNUM
UTERI
130. 130
STRUKTUR DINDING CERVIX UTERI
• MEMBRANA MUCOSA
– BERBEDA DENGAN DAERAH LAIN DARI UTERUS
• LIPATAN-LIPATAN BERCABANG = PLICAE PALMATAE
• TIPIS: 3 mm
• TIDAK DILEPASKAN SAAT MENSTRUASI
– EPITEL SILINDRIS SELAPIS
• BEBERAPA SEL BERSILIA
• SEL SEKRETORIS
– EPITEL GEPENG BERLAPIS
• PADA PERMUKAAN LUAR PORTIO VAGINALIS:
– LAMINA PROPRIA
• JARINGAN PENGIKAT PADAT BANYAK SERABUT KOLAGEN
• 15 % SEL-SEL OTOT POLOS
• MENGANDUNG KELENJAR BESAR: GLANDULA CERVICALIS UTERI
YANG BERSIFAT MUKOSA
• MENGALAMI SEDIKIT PERUBAHAN SELAMA SIKLUS MENSTRUASI
131. 131
TAHAP PERUBAHAN PERIODIK ENDOMETRIUM
DALAM SATU SIKLUS MENSTRUASI (28 HARI)
• FASE PROLIFERATIF/FOLIKULER
• FASE SEKRETORI/LUTEAL
• FASE MENSTRUASI
132. 132
PERUBAHAN STRUKTUR ENDOMETRIUM PADA
FASE SEKRETORI/LUTEAL
• WAKTU:
– SESUDAH OVULASI ( M-15) SAMPAI M-28 (HILANGNYA C. LUT)
• PERUBAHAN:
– BERTAMBAH TEBAL (5 mm)
• KARENA OEDEM STROMA DAN PENIMBUNAN SEKRIT KELENJAR
– KELENJAR:
• BERTAMBAH PANJANG
• BERKELOK-KELOK
• LUMEN MEMBESAR (MENGGEMBUNG)
• INTI SEL EPITEL TERDESAK KEPERMUKAAN OLEH GLIKOGEN
– STROMA:
• OEDEM
– ARTERI:
• BERTAMBAH PANJANG DAN LEBIH BERKELOK-KELOK
• MENCAPAI PERMUKAAN
138. 138
PERJALANAN OOCYT
OVULASI
– CAVUM PERITONEI:
• OOCYT BERSAMA CORONA RADIATA
• DIBANTU DENGAN FIMBRIA OVARICA MASUK KE:
– TUBA UTERINA
• INFUNDIBULUM
– DIDORONG KE ARAH UTERUS
• AMPULLA
JIKA ADA FERTILISASI
• ISTHMUS
– PERTEMUAN DENGAN SPERMATOZOA
– HUBUNGAN SEL-SEL CORONA RADIATA RENGGANG KARENA
ENZIM DARI AKROSOMA
– LISIS ZONA PELLUCIDA
– PROSES MEIOSIS OOSIT DISELESAIKAN
– CAPUT SPERMATOZOA MASUK SITOPLASMA OOSIT
– PELEBURAN BAHAN INTI OOCYT DAN SPERMATOZOON
– TERJADI ZIGOT
– JIKA TIDAK ADA FERTILISASI, OOCYT MATI DAN DIABSORBSI
141. 141
PLACENTA
• PLACENTA ADALAH ORGAN YANG TERDIRI ATAS JARINGAN
YANG BERASAL DARI SUMBER BERBEDA
• PARS FOETALIS:
– LEMPENG CHORION:
• VILLI PLACENTAE:
– JARINGAN PENGIKAT MESENKHIM DAN KAPILER DARAH
– CYTOTROPHOBLAST
– SYNCYTIOTROPHOBLAST
• PARS MATERNALIS:
– DECIDUA BASALIS:
• MEMBERIKAN DARAH ARTERIEL DALAM LACUNAYANG
MENGGENANGI RUANG ANTAR VILLI
• DAERAH PINGGIRAN PLACENTA, DECIDUA BASALIS MENYATU ERAT
DENGAN CHORION PADA ZONA MARGINALIS
• SEPTUM PLACENTAE MEMBAGI PLACENTA MENJADI COTYLEDON
143. 143
STRUKTUR DINDING VAGINA
• MEMBRANA MUCOSA:
– EPITEL GEPENG BERLAPIS (TEBAL 150 - 200 m),
• SEL-SEL EPITEL SEDIKIT MENGANDUNG BUTIR2 KERATOHIALIN
– LAMINA PROPRIA ,
• JARINGAN PENGIKAT LONGGAR BANYAK SERABUT ELASTIS
• ANYAMAN PEMBULUH DARAH
• TUNICA MUSCULARIS:
– STRATUM LONGITUDINALE,
• OTOT POLOS YANG MEMANJANG TERUTAMA MEMBENTUK
LAPISAN LUAR
– STRATUM CIRCULARE
• LAPISAN DALAM, LEBIH TIPIS
• TUNICA ADVENTITIA:
– JARINGAN PENGIKAT PADAT TIPIS
• MENGANDUNG BANYAK ANYAMAN PEMBULUH VENA, SER. ELAS.
• SERABUT SARAF