SlideShare a Scribd company logo
1 of 120
Download to read offline
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
PUTRI RAHMADHANI
163110257
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Ahli Madya Keperawatan
PUTRI RAHMADHANI
163110257
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2019
ii Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini dengan judul "Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Hidrosefalus di Ruangan Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M.Djamil Padang".
Peneliti menyadari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat banyak
kesulitan, dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, peneliti bisa
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing 1 dan Ibu
Delima S. Pd, M. Kes selaku pembimbing II, yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Ns.Hj. Sila Dewi Anggreni, S.Pd,M.Kep,Sp.KMB selaku ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Padang.
5. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk penelitian Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.
6. Bapak Dr.dr.H.Yusirman Yusuf, Sp.B,Sp.BA(K)MARS selaku
Direktur RSUP DR. M Djamil Padang dan staf Rumah Sakit yang
telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
diperlukan oleh peneliti.
iii Poltekkes Kemenkes Padang
7. Kepada orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, do'a
restu dan kasih sayang.
8. Teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga
nantinya dapat membawa manfaat bagi penegmbangan ilmu keperawatan.Amin.
Padang, Mei 2019
Peneliti
iv Poltekkes Kemenkes Padang
v Poltekkes Kemenkes Padang
vi Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Agama
Status
Alamat
Nama Orang Tua
Ayah
Ibu
: Putri Rahmadhani
: Padang/ 23 Januari 1998
: Islam
: Belum Menikah
: Jl. Hang Tuah Gang Telkom no 42, Perawang
: Gusrial
: Risildani
Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tahun Lulus
1.
2.
3.
4.
5.
TK Nurul Haq
SD Islam Nurul Haq
SMP Negeri 1 Tualang
SMA Negeri 1 Tualang
Poltekkes Kemenkes RI Padang
2004
2010
2013
2016
2019
vii Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Mei 2019
Putri Rahmadhani
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hidrosefalus di IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Isi : xii + 60 Halaman + 2 Tabel + 11 Lampiran
ABSTRAK
Hidrosefalus dapat terjadi secara kongenital atau yang didapat. Dampaknya bisa
berupa peningkatan tekanan intrakranial, gangguan penglihatan, peningkatan suhu
tubuh dan berujung akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Tahun 2018 di
RSUP Dr. M. Djamil Padang 2018 44 anak yang dirawat dengan hidrosefalus.
Tujuan penelitian adalah untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan hidrosefalus.
Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang bersifat
deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan jumlah sampel 1 anak, dimulai pada tanggal 19 Februari 2019
sampai 23 Februari 2019. Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian
sampai evaluasi. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Analisis dilakukan pada semua temuan ditahapan proses
keperawatan dengan membandingkan dengan teori dan penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian didapatkan keluhan utama pada partisipan adanya demam tinggi
disertai kejang, spastik, malas minum susu dan muntah. Diagnosis keperawatan
yang diangkat ada empat, diagnosis utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak. Dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari, beberapa masalah
keperawatan dapat diatasi sesuai dengan kriteria hasil namun intervensi masih
dilakukan dengan memonitor tekanan intra kranial (TIK) dan memonitor status
neurologis dan dilanjutkan ke perawat ruangan.
Diharapkan perawat di ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
dapat memantau status neurologis dan TIK pasien secara berkala untuk
menghindari resiko kejang berulang.
Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Hidrosefalus
Daftar pustaka: 27 (2008 - 2018)
viii Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hidrosefalus
1. Pengertian ...................................................................................... 7
2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal ................................. 8
3. Etiologi ........................................................................................... 10
4. Klasifikasi....................................................................................... 11
5. Patofisiologi ................................................................................... 14
6. WOC............................................................................................... 16
7. Manifestasi Klinis .......................................................................... 17
8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 19
9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis.............................. 19
10. Penatalaksanaan ............................................................................. 20
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus
1. Pengkajian ...................................................................................... 22
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan .......................................... 24
3. Perencanaan Keperawatan.............................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian.................................................................................. 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 34
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 34
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data............................................... 34
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data............................................. 35
F. Jenis-Jenis Data.................................................................................... 37
G. Analisa Data ......................................................................................... 37
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. DESKRIPSI KASUS
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 38
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 40
ix Poltekkes Kemenkes Padang
3. Perencanaan Keperawatan............................................................... 41
4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 44
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 45
B. PEMBAHASAN KASUS
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 46
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 49
3. Perencanaan Keperawatan............................................................... 52
4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 54
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ukuran Rata-Rata Lingkar Kepala................................................... 24
Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan ............................................................... 25
xi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
DAFTAR LAMPIRAN
Lembaran konsultasi KTI pembimbing 1
Lembaran konsultasi KTI pembimbing 2
Lembaran konsultasi proposal pembimbing 1
Lembaran konsultasi proposal pembimbing 2
Lembaran Jadwal Kegiatan Penelitian
Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Surat Izin Pengambilan Data Dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari RSUP Dr.M.Djamil
Padang
Surat Izin Penelitian Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 11 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Lampiran 12 Format Pengkajian Keperawatan Anak
Lampiran 11 Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 13 Format Denver
xii Poltekkes Kemenkes Padang
1
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut dengan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan
gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar dari pada
absorpsi, cairan serebrospinal akan terakumulasi dalam system ventrikel, dan
biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong,
2008). Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir (congenital hydrocephalus) dan dapat
juga terjadi karena didapat di kemudian hari (acquired hydrocephalus) ( Espay,
2010 ).
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe obstruksi dan usia.
Berdasarkan tipe obstruksi dibagi menjadi hidrosefalus non komunikans, yaitu
adanya obstruksi aliran CSS dan hidrosefalus komunikans yaitu gangguan
penyerapan CSS. Berdasarkan usia dibagi menjadi hidrosefalus infantil
(kongenital) pada bayi dan hidrosefalus juventil pada orang dewasa (Ayu, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan
bahwa setiap hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya
(98%) terjadi di negara berpendapatan rendah hingga sedang. WHO juga mencatat
(40%) kasus angka lahir mati disebabkan karena kelainan kongenital (labioskizis
dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, atresia ani, atresia doudenum,
hirschprung, omfakokel, hidrosefalus).
Menurut penelitian Bott (2014) jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi.
Amerika kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5 per 1000 kelahiran hidup.
Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi
pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat
1
1
Poltekkes Kemenkes Padang
2
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
Penelitian Rahmayani (2017) tentang Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus
komunikans dan non komunikans pada anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
diperoleh 80 data pasien yang menderita hidrosefalus dengan 33 orang menderita
hidrosefalus komunikans dan 47 orang menderita hidrosefalus non komunikans.
Penelitian Arma (2011) penyebab kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat
adalah asfiksia (65,3%), kelainan kongenital (11,8%), infeksi (8,3%), diare
(6,1%), tetanus neonatorum (1,4%), dan faktor lain-lain (7,1%). Berdasarkan data
dari Dinkes Kota Padang (2015), keadaan bayi saat lahir, 17.767 orang lahir hidup
dan kematian neonatal sebanyak 73 orang, kasus 16 orang BBLR, 25 orang
asfiksia, 6 orang infeksi dan 26 orang lain-lainnya (mengalami hipotermi, ,aspirasi
jalan nafas, premature, hidrosefalus).
Hasil penelitian Fitriyah (2013) hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di
perkotaan. Angka kejadian kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat
bedah anak lantai III utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah
sebanyak 22 kasus. Hasil penelitian Neila (2013) di ruang anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang, kepala ruang anak menyatakan rata-rata pasien yang di rawat pada
tahun 2013 terdapat 1.200 orang pasien. Pada ruang bedah anak kasus yang sering
muncul dengan kelainan bawaan seperti, labioskhizis, hipospadia, dan
hidrosefalus. Data dari rekam medik RSUP Dr.M.Djamil pada tahun 2017 didapat
50 anak yang mengalami hidrosefalus, sedangkan pada tahun 2018 didapat 45
anak yang mengalami hidrosefalus.
Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan berdampak pada
keberlangsungan hidup mereka. Penelitian Riris (2014) anak yang mengalami
hidrosefalus umumnya tampak pembesaran di kepala (makrosefali). Perkusi pada
kepala anak memberi sensasi yang khas. Hal ini menggambarkan adanya
pelebaran sutura. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila anak
Poltekkes Kemenkes Padang
3
menangis. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas,
yaitu sunset phenomena (skelera yang tampak diatas iris ). Pada masa neonatus
gejala klinis belum tampak jelas, gejala yang paling umum dijumpai adalah
iritabilitas dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai penurunan kesadaran kearah
letargi. Balita umumnya mengeluh nyeri kepala (peningkatan TIK) dengan lokasi
nyeri yang tidak khas dan muntah.
Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat
dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran
pada lingkar kepala bayi yang masih dalam masa pertumbuhan. Penumpukan CSS
pada rongga kepala dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial
dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental,
dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Penatalaksanaan bagi anak yang mengalami hidrosefalus dapat dilakukan dengan
terapi sementara yaitu berguna untuk mengurangi cairan pleksus khoroid dan
hanya bisa diberikan sementara saja karena menyebabkan gangguan metabolik.
Operasi shunting, tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor
dengan kavitas drainase. Komplikasi operasi ini dapat berupa, infeksi, kegagalan
mekanis, dan kegagalan funsional. Endoscopic third ventriculostomy (ETV)
merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif (Apriyanto, 2013).
Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini, memberikan asuhan
keperawatan dengan penanganan yang cepat pada anak yang mengalami
hidrosefalus, dan berkolaborasi dengan semua tim layanan kesehatan,
memberikan informasi yang akurat dalam melakukan penilaian terhadap penyakit
anak, melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital
yang akurat, dan memantau peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya
memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan
jenis, etiologi penyakit, dan penanganan yang akan dilakukan kepada anak,
sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang diberikan seperti
pemasangan shunt . Peran perawat setelah dilakukan prosedur pemasangan shunt
Poltekkes Kemenkes Padang
4
adalah untuk menjaga kepala bayi agar tidak mudah bertukar posisi, memeriksa
pembalut atau perban yang membalut kepala bayi, mencegah infeksi dengan
perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan memberikan pelayanan
dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan melakukan
permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak.
Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal
13 Desember 2018, berdasarkan data dari tiga bulan terakhir terdapat 44 orang
anak yang mengalami penyakit hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Saat
peneliti melakukan survei awal tanggal 18 Desember 2018 di dapatkan anak yang
mengalami penyakit hidrosefalus nonkomunikans sebanyak 1 orang anak,
diagnosa yang di dapat adalah risiko infeksi, tindakan yang dilakukan monitor
TTV, teknik isolasi dan pemberian antibiotik sesuai terapi. Evaluasi yang di dapat
anak tampak lemah, kepala membesar, sutura cekung, sunset phenomena pada
mata dan papilla edema, adanya bekas luka operasi pada area kepala.
Pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan perawat diruangan
ditemukan bahwa pendokumentasian mengacu pada shift sebelumnya. Padahal
pendokumentasian merupakan salah satu komponen penting yang dapat
memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam pertanggung jawab dan
pertanggung gugat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan
judul "Asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus di RSUP Dr.M.
Djamil Padang tahun 2019".
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah "Bagaimana Penerapan Asuhan
Keperawatan Anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun
2019".
Poltekkes Kemenkes Padang
5
C. Tujuan penelitian
1.
2.
Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus
hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang.
Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang.
D. Manfaat penelitian
1. Aplikasi
a. Bagi peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus.
b. Bagi rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus.
c. Institusi pendidikan
Poltekkes Kemenkes Padang
6
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi
mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu
2.
pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus.
Pengembangan keilmuan
a. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai referensi sehingga dapat meningkatkan keilmuan
dalam bidang keperawatan anak khususnya pada klien dengan hidrosefalus
b. Bagi mahasiswa
Dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun
pengaplikasian asuhan keperawatan.
Poltekkes Kemenkes Padang
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Penyakit Hidrosefalus
1. Pengertian
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin " hydro" berarti air dan "cepalus" berarti
kepala, secara singkat artinya " air didalam kepala". Hidrosefalus pertama kali
dijelaskan oleh ilmuan dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus
memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak
serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang
berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).
Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang
ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak
seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis (Afdhalurrahman,
2013).Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang disebakan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid
didalam ventrikel otak (Ayu, 2016).
Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di
subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui
ventrikel dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar otak.
Cairan tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa hasil
metabolisme dari otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus disebabkan
oleh masalah tersebut, penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya produksi
berlebihan CSS (cairan otak) karena kelainan sejak lahir atau juga karena adanya
benturan dan infeksi pada kepala (Marmi, 2015).
6
7
Poltekkes Kemenkes Padang
8
2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal
Afdhalurrahman (2013) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal,
yaitu :
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima masa
embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak
dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang
dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang
subarakhnoid adalah melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV
Gambar 2.1 Sirkulasi Cairan Serebrospinal
Sumber : Afdhalurrahman (2013)
Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke
foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke
ventrikel IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen
luschka menuju sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial
maupun spinal.
Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena
sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan
serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
Poltekkes Kemenkes Padang
9
dinamakan vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari
ruang subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak.
Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 mlRata-
rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu.
Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan
absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
CSS mempunyai fungsi:
a. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok
pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi
mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem
saraf
b. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam
tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari
keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
c. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai
sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah,
bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan
dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
d. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari
lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral
e. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat
pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus,
atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai
kemampuan mengembang sekitar 30%.
Poltekkes Kemenkes Padang
10
3. Etiologi
Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah:
1.
2.
3.
4.
faktor keturunan
Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau enchefalokel
(hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).
Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis,
tumor, cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)
Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinalis.
Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat
pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan bawaan atau kongenital
1)) Stenosis aquaduktus sylvii
2)) Spina bifida dan kraniom bifida
3)) Sindrom dandy-walker
4)) Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis dan
daerah lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kranio faringioma.
Poltekkes Kemenkes Padang
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
4. Klasifikasi
11
Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara
lain:
1) Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS
1) Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem
ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis
akuaduktus sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Jatang
ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker,
atresia foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang
(eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma (hematoma subdural).
Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar,
tumor fossa posterior).
2) Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel).
3) Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid.
4) Radang meningeal
5) Kongenital:
1)) Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan pembentukan
2)) Gangguan pembentukan vili arachnoid 3))
Papilloma plexus choroideus.
2) Berdasarkan etiologi
Tipe obstruksi
1) Kongenital
Poltekkes Kemenkes Padang
12
1)) Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab, kebanyakan disebakan oleh infeksi
atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati
adalah sangat jarang, (Toxoplasma/T.gondii, rubella, X-linked
hidrosefalus)
2)) Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik
ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang
terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan
rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil
pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam 3
bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan
anomali lainnya seperti agenesi korpus kolosum,
labiopatalatoskhisis, anomali okulet, anomali jantung, dan
sebagainya.
3)) Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang
otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan
menonjol keluar menuju canalis spinalis.
4)) Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara
normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusisa beberapa bulan.
Hal ini terjadi karena vena galen mengalir di atas akuaduktus sylvii,
menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali
menyebabkan hidrosefalus.
5)) Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan
kantong CSS.
2) Didapat (acquired)
1)) Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan) infeksi
oleh bakteri meningitis, menyebabkan radang pada selaput
Poltekkes Kemenkes Padang
13
(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang
ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran css
dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem
ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam vili arachnoid.
2)) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
3)) Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan
darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan
perubahan neurologis. Kemungkian hidrosefalus berkembang
disebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak
untuk menyerap CSS.
4)) Tumor (Ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10
tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belaknag otak yang dapat
menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus
yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk
papiloma dan carsinoma). Tumor ini yang berada di bagian belkang
otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari
ventrikel IV.
Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang
berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyabab
sumbatan.
5)) Abses/granuloma
6)) Neoplasma
7)) Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan.
Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi
dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan
pada anak-anak dan berada di ventrikel otak atau pada ruang
subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebakan hidrosefalus
non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel
khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista, dengan
Poltekkes Kemenkes Padang
14
mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang
tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter memsangkan shunt
untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan
menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
3) Berdasarkan usia
1)) Hidrosefalus tipe kongenital / infantil (bayi)
2)) Hidrosefalus tipe juventile / adult (anak-anak/ dewasa)
Selaian pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat
juga hidrosefalus tekanan normal, sasuai konversi, sindroma
hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peningkatan TI, seperti
kepala yang besar dengan penonjalan fontanel. Akhir-akhir ini,
dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan
peningkatan TIK. Seseorang bisa didiagnosa mengalami hidrosefalus
tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi
hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam ventrikel.
Biasanya dialami oleh pasien lanjut usia, dan sebagain besar
disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak yang
tidak normal.
5. Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum
dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana
akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda
beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari :
a. Kompensasi sistem serebrovascular
Poltekkes Kemenkes Padang
15
b. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya
dalam susunan sistem saraf pusat.
c. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
d. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
e. Hilangnya jaringan otak
f. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat
hipervitaminosis.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).
Poltekkes Kemenkes Padang
li
6. WOC
i l
16
i l
Radang jaringan HIDROSEPALUS i il i
l otak
i l
i
Hidrosepalus
nonkomunikas
li
l i l
i
i
i
j l
i l
Ti
l i l
i
i
i
Pembuluh darah tertekan kejang Mual muntah Saraf pusat semakin tertekan
Aliran darah menurun Risiko cedera Penurunan BB Kesadaran menurun Sakit kepala
i Nyeri akut
li i
Bagan 2.1
Nuzul, 2012, https://id.scribd.coom/doc/106905461/pathway-hydrocephalus Poltekkes Kemenkes Padang
17
7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang menyebabkan
hipotrofi otak.
Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun)
didaptkan gambaran : a.
Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala: "cracked pot sign" atau seperti semangka masak
g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
h. Terdapat cracked pot sign
i. Mudah terstimulasi
j. Rewel k.
Lemah
l. Kemampuan makan kurang
m. Perubahan kesadaran
n. Opisthonus
o. Spastik pada ekstremitas bawah
p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami kesulitan
menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak ada
reflek muntah.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :
a. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara tinggi,
peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi - stupor
Poltekkes Kemenkes Padang
18
b. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar, CSS
denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS normal atau
menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap
c. Peningkatan tonus otot ekstremitas.
Tanda - tanda fisik lainnya:
a. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh - pembuluh darah
terlihat jelas
b. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah - olah di atas
iris
c. Anak/bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi generalpada
umumnya seperti demam, mungkin juga didapatinya tanda kernig dan tanda
brudzinski.
Gejala pada anak-anak:
a. Sakit kepala
b. Kesadaran menurun
c. Gelisah
d. Mual, muntah
e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila
Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas
fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang
sering dijumpai seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian
tidak mampu merencanakan aktivitasnya (Ayu, 2016).
Poltekkes Kemenkes Padang
19
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain:
1 CT-scan
2 Tap ventrikuler
3 Magnetic resonance imaging (MRI)
9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Menurut Marni (2015) respon tubuh terhadap perubahan fisiologis adalah :
a. Peningkatan Tekanan intrakranial
Respon tubuh anak karena adanya pengumpulan cairan serebrospinal
dikepala akan terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala anak akan
muntah, TTV menjadi kacau, nyeri hebat, suhu tubuh meningkat dan
kepala akan bertambah besar serta akan mengalami penurunan
kesadaran.
b. Gangguan cairan dan elektrolit
Penyumbatan cairan serebrospinal menyebabkan tekanan pada
intrakranial.akibatnya akan terjadi mual muntah, yang dapat
mengganggu cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan suhu tubuh
akan meningkat.
c. Sistem integument
Cairan serebrospinal yang tersumbat akan berdampak pada ukuran
kepala yang abnormal, kulit kepala akan merenggang dan tipis sehingga
akan berisiko terjadinya kerusakan pada integritas kulit.
d. Mobilitas fisik
Anak yang menderita penyakit hidrosefalus mengalami kelemahan dan
ketidakseimbangan akibat pembesaran pada daerah kepala. Hal tersebut
mengakibatkan anak tidak bisa beraktifitas dan tejadi kelemahan pada
fisik.
e. Tumbuh dan kembang
Anak dengan Hidrosefalus mengalami gangguan tumbuh kembang
akibat desakan pada medula oblongata sehingga mengalami anoreksia
Poltekkes Kemenkes Padang
20
dan menyebabkan anak kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh.
f. Sistem persyarafan
Respon sistem saraf akibat penekanan pada jaringan dan syaraf otak adalah
terjadinya sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah,
hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak, ketajaman penglihatan
akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi
atrofi pada papila N.II.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyumbatan cairan serebropsinal (CSS) diotak menyebabkan terjadinya
pembesaran ukuran kepala anak, sehingga tulang tengkorak anak akan
terlihat membesar.
h. Sistem imunitas
Salah satu tindakan pengobatan hidrosefalus yaitudilakukan pembedahan
shunt, pembedahan ini akan menyebabkan risiko infeksi pada anak yang
berisiko dapat mengganggu pada sistem imun tubuh anak.
i. Sistem endokrin
Cairan serebrospinal (CSS) yang tersumbat akan menekan jaringan dan
syaraf otak, yang menyebabkan kerusakan pada bagian otak anak, salah
satunya terjadi kerusakan Hipotalamus yang dapat mengganggu proses
metabolisme tertentu dan kegiatan lain dari sistem saraf otonom,
kerusakan ini menyebabkan suhu tubuh yang tidak terkontrol, respon
emosional yang tidak baik, serta tidak dapatmengontrol asupan makanan
dan air seperti merasakan lapar dan haus.
10. Penatalaksanaan
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015):
a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak
memuaskan.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya,
Poltekkes Kemenkes Padang
21
ventrikulor-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak
hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absrobsi.
c. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial
Menurut Ayu ( 2016) penatalaksanaan untuk anak penderita hidrosefalus adalah:
1. Terapi
a. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat
kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada.
Obat yang sering digunakan adalah :
1) Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3x125mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari.
2) Furosemid
Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6
mg/kgBB/hari. Bila tidak adamperubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
2. Lumbal pungsi (LP) berulang
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan
absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi.
Poltekkes Kemenkes Padang
22
3. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per
infus 0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
a. Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari
ventrikel III dapat mengalami keluar.
b. Operasi pintas / Shunting
Ada 2 macam :
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
2) Internal
c. Lumbo peritoneal shunt
CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara perkutan
Komplikasi shunting;
a. Infeksi
b. Hematoma subdural
c. Obstruksi
d. Keadaan CSS yang rendah
e. Asites
f. Kraniosinostosi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus
1. Pengkajian
a. Biodata
Dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun sering pada bayi ( kongenital)
diketahui setelah usia 4-6 bulan. Sering dijumpai pada bayi dengan usia ibu
sangat muda, ekonomi rendah, dan status gizi.
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Keluhan utama
1) Pada bayi kepala lebih besar dari pada bayi seusia.
2) Anak mual dan muntah
3) Nyeri
4) Kesadaran menurun
5) Menangis
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
23
Adanya riwayat infeksi meningen, riwayat terjadi trauma saat hamil,
penggunaan obat, radiasi, penyakit infeksi, kurang gizi, kelainan bawaan,
neoplasma, dan trauma.
6) Riwayat kesehatan sekarang
Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang
mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan
penglihatan, kejang, mual dan muntah, menangis, serta penurunan
kesadaran.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus atau bakteri, seperti TORCH.
Keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hidrosefalus.
d. Data psikologi
1) Ibu
Orang tua bayi biasanya mengalami:
a) Depresi
b) Merasa bersalah
c) Menarik diri
d) Perselisihan keluarga
e. Tumbuh kembang
1. Tumbuh kembang lebih rendah dari bayi atau anak yang seusianya
2. Tidak dapat berbicara
3. Tidak mampu berjalan, IQ di bawah normal: khususnya bagi bayi yang
terlambat memperoleh pertolongan
f. Pemeriksaan fisik
Poltekkes Kemenkes Padang
24
1. Kedaan umum
a) Terjadinya penurunan kesadaran
b) Perubahan tanda-tanda vital (TTV)
2. Kepala
a) Adanya pembesaran tengkorak
Tabel 2.1
Ukuran rata-rata lingkar kepala
Lahir
Umur 3 bulan
Umur 6 bulan
Umur 9 bulan
Umur 12 bulan
Umur 18 bulan
35cm
41cm
44cm
46cm
47cm
48,5 cm
b) Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto oksipital
yang makin membesar
c) Sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang
d) Vena kulit kepala sering terlihat menonjol
e) Sunset Phenomena
f) Pada perkusi kepala, bunyi seperti pot kembang yang retak (cracked pot
sign).
3. Mata
a) Terdapat papila edema
b) Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan penipisan tulang supraorbital
c) Skelera tampak diatas iris
d) Pergerakan bola mata tidak teratur
4. Sistem gastrointestinal
5. Mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) 6.
Ekstremitas
Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan.
Poltekkes Kemenkes Padang
25
2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), Nanda (2015)
diagnosa yang mungkin muncul:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
embolisme (SDKI, 2017)
Risiko cedera berhubungan dengan kejang (Nanda, 2015)
Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (SDKI, 2017)
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan
TIK) (Nanda, 2015)
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi
(SDKI, 2017)
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
(SDKI, 2017)
Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (SDKI, 2017)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
(Nanda, 2015)
Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetik atau kongenital
(hidrosefalus) (SDKI, 2017).
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.2
Perencanaan keperawatan
NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN NOC NIC
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital
jaringan serebral tidak keperawatan diharapkan risiko 1. Monitor tekanan darah,
efektif b.d embolisme perfusi jaringan serebral tidak nadi, suhu, dan
efektif teratasi dengan kriteria hasil: pernapasan
Definisi: Berisiko a. Status sirkulasi 2. Monitor kualitas dari
mengalami penurunan kriteria hasil : nadi
sirkulasi darah ke a. Tekanan sistole dan diastole 3. Monitor frekuensi dan
otak. dalam rentang yang diharapkan irama pernapasan
b. Tidak ada orthostatik hipertensi 4. Monitor pola
Faktor risiko: c. Tidak ada tanda-tanda pernapasan abnormal
1. Embolisme peningkatan TIK 5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
b. Perfusi jaringan otak 6. Monitor sianosis perifer
Kriteria hasil: 7. Identifikasi penyebab
Poltekkes Kemenkes Padang
26
a. Berkomunikasi dengan jelas dari perubahan tanda-
sesuai dengan kemampuan tanda vital
b. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi. Monitor neurologi
c. Memproses informasi 1. Pantau ukuran pupil,
d. Menunjukkan fungsi motorik bentuk, kesimetrisan
dan sensorik kranial yang utuh dan reaktivitas
(tingkat kesadaran membaik, 2. Monitor refleks kornea
tidak ada gerakan involunter). 3. Monitor tingkat
kesadaran
4. Monitor kekuatan
pegangan
5. Hindari kegiatan yang
bisa meningkatkan TIK
6. Monitor tanda-tanda
vital : suhu, tekanan
darah, denyut nadi dan
respirasi
2. Risiko cedera b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Kejang
kejang keperawatan diharapkan risiko 1. Sediakan tempat tidur
cedera pada pasien teratasi dengan yang rendah, dengan
Definisi: Berisiko kriteria hasil : tepat
mengalami bahaya a. Kontol risiko 2. Monitor pengelolaan
atau kerusakan fisik Kriteria hasil: obat
yang menyebabkan a. Klien terbebas dari cedera 3. Instruksikan keluarga
seseorang tidak lagi b. keluarga mampu menjelaskan untuk memberikan
sepenuhnya sehat cara/metode untuk mencegah pertologan pertama saat
dalam kondisi baik. injury cedera kejang
c. keluarga mampu menjelaskan 4. Singkirkan obyek
Faktor risiko: faktor risiko dari lingkungan / potensial yang
1. Hipoksia jaringan prilaku personal membahayakan yang
2. Kegagalan b. Kontrol kejang ada di lingkungan
mekanisme Kriteria Hasil : 5. Gunakan penghalang
pertahanan tubuh a. keluarga mampu tempat tidur yang lunak
3. Perubahan fungsi menggambarkan faktor-faktor 6. Instruksikan keluarga
kognitif. yang memicu kejang untuk melapor ke
b. keluarga menggunakan obat- petugas kesehatan saata
obat yang sesuai dengan resep ada tanda kejang
dokter dirasakan.
c. keluarga mampu mencegah
faktor risiko / pemicu kejang. Manajer lingkungan
1. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
Poltekkes Kemenkes Padang
27
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3. Hindari lingkungan yang
berbahaya
4. Pasang side rail tempat
tidur
5. Sediakan tempat tidur
yang nyamam dan bersih
6. Batasi pengunjung
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani pasien
8. Kontrol lingkungan dari
kebisingan
memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
9. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
efek prosedur invasif keperawatan diharapkan risiko 1. Bersihkan lingkungan
infeksi pada pasien teratasi dengan setelah dipakai pasien
Definisi: kriteria hasil : yang lain
Berisiko mengalami 2. Pertahankan teknik
peningkatan terserang a. Status imun isolasi
organisme patogenik. Kriteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum
a. Menunjukkan perilaku dan sesudah
Faktor risiko: hidup sehat melakukan tindakan
1. Efek prosedur b. Suhu tubuh dalam batas normal keperawatan
invasif c. Jumlah sel darah putih normal. 4. Pertahankan
2. Peningkatan d. lingkungan aseptik
paparan organisme b. Pengetahuan kontrol infeksi selama pemasangan
patogen luar Kriteria hasil: alat
3. Ketidakadekuatan a. Klien bebas dari tanda dan 5. Tingkatkan intake
pertahan tubuh gejala infeksi nutrisi
primer: kerusakan b. Menunjukkan kemampuan 6. Berikan terapi
integritas kulit untuk mencegah timbul nya antibiotik bila perlu
4. Ketidakadekuatan infeksi 7. Monitor, hitung
pertahanan tubuh c. Pasien mampu granulosit, WBC
sekunder. mengidentifikasi tanda dan 8. Monitor kerentanan
gejala infeksi terhadap infeksi
d. Melakukan imunisasi 9. Inspeksi kulit dan
yang direkomendasikan membran mukosa
e. Pasien mengetahui terhadap kemerahan
Poltekkes Kemenkes Padang
28
konsekuensi terkait infeksi. dan drainase
10. Dorong masukan
cairan
11. Ajarkan keluarga tanda
dan gejala infeksi
12. Laporkan jika ada
kecurigaan infeksi.
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri akut 1. Lakukan pengkajian
agen pencedara pada pasien teratasi dengan kriteria nyeri secara
fisiologi (peningkatan hasil : komprehensif yang
TIK) meliputi lokasi,
Definisi: a.Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi
Pengalaman sensorik Kriteria hasil : durasi, kualitas,
atau emosional yang a. Mengerang dan menangis tidak intensitas atau beratnya
berkaitan dengan ada nyeri
kerusakan jaringan b. Tidak ada ekspresi nyeri pada 2. Observasi adanya
aktual atau wajah petunjuk nonverbal
fungsional, dengan mengenai
onset mendadak atau ketidaknyamanan
lambat dan terutama pada mereka
berintesitas ringan yang tidak dapat
hingga berat yang berkomunikasi secara
berlangsung kurang efektif
dari 3 bulan. 3. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
Gejala dan tanda untuk mengetahui
mayor pengalaman nyeri dan
Subjektif sampaikan penerimaan
a. Mengeluh nyeri pasien terhadap nyeri
b. Merasa depresi 4. Berikan individu
Objetif : penurunan nyeri yang
a. Tampak meringis optimal dengan
b. Gelisah persepsi analgesik
c. Tidak mampu 5. Dukung pasien untuk
menuntaskan istirahat adekuat untuk
aktivitas. menurunkan rasa nyeri
6. Monitor kepuasan
Gejala dan tanda
minor:
Subjektif
a. takut mengalami
cidera berulang
terhadap manajemen
nyeri dalam interval
spesifik
Pemberian analgesik
Objetif : 1. Tentukan lokasi,
a. Bersikap protektif karakteristik, kualitas b.
Waspada dan keparahan nyeri
c. Sikap tubuh sebelum mengobati
Poltekkes Kemenkes Padang
29
berubah pasien
d. Anoreksia 2. Cek perintah
e. Fokus menyempit pengobatan meliputi
Berfokus pada diri obat, dosis, dan
sendiri frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat
alergi obat
4. Tentukan pilihan obat
analgesik berdasarkan
tipe dan keparahan
nyeri
5. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah memberikan
analgesik
6. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktifitas lain yang dapat
membantu
untuk
nyeri
7. Berikan
sesuai
relaksasi
memfasilitasi
analgesik
waktunya,
terutama pada nyeri
yang berat
Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi
kulit berhubungan keperawatan diharapkan gangguan 1. Monitor adanya tanda
dengan imobilisasi integritas kulit pada pasien teratasi dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil : sistemik dan lokal
Definisi: Kerusakan 2. Monitor kerentanan
kulit (dermis dan/atau a. Integritas jaringan: kulit terhadap infeksi
epidermis) atau Kriteria hasil: 3. Batasi jumlah
jaringan (membran a. Lesi pada kulit tidak ada pengunjung
mukosa, kornea, b. Suhu kulit tidak terganggu 4. Pertahankan asepsi
fasia, otot, tendon, c. Integritas kulit tidak terganggu untuk pasien berisiko
tulang, kartilago, d. Perfusi jaringan tidak terganggu 5. Berikan perawatan
kapsul sendi dan/atau e. Pengelupasan tidak ada. kulit yang tepat
ligamen). 6. Tingkatkan
asupan
Batasan b. Keparahan infesi nutrisi yang cukup
karakteristik: Kriteria hasil: 7. Ajarkan anggota
a. Kerusakan integritas a. Kemerahan tidak keluarga bagaimana
kulit b. Demam tidak ada cara menghindari
Poltekkes Kemenkes Padang
30
Faktor c. Nyeri tidak ada infeksi.
berhubungan: d. Hilang nafsu makan tidak
a. Faktor mekanik terganggu
(tekanan, e. Hipotermia tidak ada. Perawatan luka
mobilitas fisik)
b. Gangguan turgor
kulit
c. Gangguan sensasi
1. Bersihkan dengan
pembersih yang tepat
2. Oleskan salep yang
sesuai dengan kulit/lesi
3. Periksa luka sesaui
balutan luka
4. Dorong cairan yang
sesuai
5. Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran dan
tampilan
6. Berikan balutan sesuai
dengan luka
7. Tempatkan area yang
terkena pada air yang
mengalir
66 6. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan Monitor neurologi
sensori berhubungan keperawatan diharapak gangguan 1. Pantau ukuran pupil,
dengan gangguan persepsi sensori pada pasien teratasi bentuk, kesimetrisan,
penglihatan dengan kriteria hasil: dan reaktivitas
2. Monitor refleks
Definisi: Perubahan a. Status neurologi: sensori kranial / kornea
persepsi terhadap fungsi motorik 3. Monitor tingkat
stimulus baik internal kesadaran
maupun eksternal a. Pasien mampu mempertahankan 4. Monitor kekuatan
yang disertai dengan fungsi optimal indera pegangan
respon yang b. Menunjukkan tanda dan gejala 5. Hindari kegiatan yang
berkurang, berlebihan
atau terdistorsi.
Gejala dan tanda
mayor
persepsi sensori, penglihatan,
pendengaran, makan dan minun
dengan baik
c. Mampu mengungkapkan fungsi
persepsi dan sensori dengan
bisa meningkatkan TIK
6. Monitor tanda-tanda
vital: suhu, tekanan
darah, denyut nadi dan
respirasi.
1. Respons tidak tepat.
sesuai
2. Distorsi sensori
Gejala dan tanda
minor
1. Curiga
2. Konsentrasi
waktu
b. Fungsi sensori: penglihatan
a. Ketajaman pandangan di garis
tengah (kiri) tidak terganggu
b. Ketajaman pandangan di garis
tengah (kanan) tidak terganggu
c. Ketajaman pandangan perifer
(kiri) tidak terganggu
d. Ketajaman pandangan perifer
(kanan) tidak terganggu
e. Lapangan pandang pusat tidak
Poltekkes Kemenkes Padang
31
terganggu.
7. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Perawatan demam
berhubungan dengan keperawatan diharapkan hipertermi 1. Pantau suhu dan tanda
proses
(infeksi)
penyakit pada pasien teratasi dengan kriteria
hasil :
a. Keparahan infeksi
Kriteria hasil:
a. Tidak ada kemerahan pada kulit
b. Suhu tubuh dala rentang normal
c. Mengidentifikasi tanda dan
gejala hipertermi.
b. Kontrol risiko: hipertermi
Kriteria hasil:
a. Melakukan tindakan mandiri
untuk mengontrol suhu tubuh
b. Monitor lingkungan terkait
faktor yang meningkatkan suhu
tubuh
vital lainnya
2. Monitor warna kulit
dan suhu
3. Monitor asupan dan
keluaran, sadari
perubahan kehilangan
cairan yang tak
dirasakan
4. Fasilitasi istirahat,
terakan pembatasan
aktivitas.
5. Pastikan tanda laian
dari infeksi yang
terpantau oleh orang
tua
6. Lembabkan bibir dan
mukosa yang kering.
Pengaturan suhu
1. Monitor suhu paling
tidak tiap 2 jam, sesuai
kebutuhan
2. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi,
sesuai kebutuhan
3. Monitor dan laporkan
jika ada tanda dan
gejala hipertermi
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi yang
adekuat
5. Berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
8. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan gangguan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan makanan
berhubungan dengan tubuh pada pasien teratasi dengan 2. Kolaborasi dengan ahli
anoreksia kriteria hasil:
a. Status nutrisi
Kriteria hasil:
a. Asupan gizi dalam batas
gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
pasien
3. Berikan makanan yang
Poltekkes Kemenkes Padang
32
normal terpilih (udah
b. Asupan makanan dalam batas
normal
c. Asupan cairan dalam batas
normal
d. Energi dalam batas normal
e. Rasio berat badan dalam batas
normal
b. Nafsu makan
Kriteria hasil:
a. Hasrat/ keinginan untuk makan
tidak terganggu
b. Energi untuk makan tidak
terganggu
c. Intake nutrisi tidak terganggu
d. Adanya rangsangan untuk
makan
4.
5.
6.
7.
8.
dikonsulkan dengan
ahli gizi)
Monitor turgor kulit
pasien
Monitor adanya mual
dan muntah
Identifikasi perubahan
nafsu makan akhir-
akhir ini
Identifikasi adanya
ketidaknormalan dalm
rongga mulut
Monitor diet dan supan
kalori.
9. Gangguan tumbuh dan Setelah dilakukan asuhan Peningkatan
kembang kperawatan diharapkan gangguan perkembangan anak:
berhubungan dengan tumbuh kembang pada pasien 1. Bangun hubungan
kelainan
(hidrosefalus)
genetik teratasi dengan kriteria hasil:
a. Pertumbuhan dan perkembangan
yang tertunda
Kriteria hasil:
a. Anak berfungsi optimal sesuai
tingkatannya
b. Keluarga dan anak mampu
melakukan koping terhadap
tantangan karena adanya
kemampuan
c. Keluarga mampu mendapatkan
sumber-sumber saran
komunitas
d. Kematangan fsik wanita:
perubahan fisik normal pada
wanita yang terjadi transisi
dari masa kanak-kanak ke
dewasa
e. Status nutrisi seimbang f.
Berat badan normal.
saling percaya dengan
anak
2. Lakukan interaksi
personal dengan anak
3. Bangun hubungan
saling percaya dengan
orang tua
4. Ajarkan orang tua
mengenal tingkat
perkembangan normal
diri anak dan perilaku
yang berhubungan
5. Bangun suasan yang
nyaman bagi anak
untuk mencari bantuan
dari orang lain ketika
anak memang
memerlukan bantuan
6. Dengan dan diskusikan
tentang musik
7. Dampingi aktifitas
menggunting,
memmotong berbagai
bentuk dan mengelem
8. Ajarkan anak untuk
mengenali dan
Poltekkes Kemenkes Padang
Sumber: SDKI, NANDA International (2015-2017), NIC-NOC (2016)
33
memanipulasi bentuk
9. Ceritakan atau bacakan
cerita bagi anak
10. Bantu untuk mengenal
bentuk dan ruang
11. Berikan kesempatan
dan mendukung
aktifitas motorik
12. Sediakan kesempatan
untuk bermain di area
bermain
13. Berjalan-jalan bersama
anak
14. Yakinkan bahwa tes
medis dan perawatan
dilakukan pada waktu
yang tepat sesuai
dengan aktifitas anak.
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi
anak dan kemampuan
anak untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
2. Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
3. Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
4. Ciptakan lingkungan
yang optimal saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya
bersantai)
5. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
Poltekkes Kemenkes Padang
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana Penerapan asuhan keperawatan pada
anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019
(Nursalam, 2015).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di ruangan akut anak IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan selama 5 hari, yaitu
pada tanggal 19 sampai 23 Februari 2019
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua anak yang mengalami penyakit
hidrosefalus di IRNA kebidanan dan anak serta ruang akut anak IRNA
Kebidanan dan Ank RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah populasi satu
anak.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah satu orang anak yang mengalami penyakit
hidrosefalus yang berada di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu, keluarga bersedia anaknya jadi
responden dan pasien yang lama rawat minimal 5 hari.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah format pengkajian asuhan
keperawatan anak, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik
34
34
Poltekkes Kemenkes Padang
35
yang terdiri dari termometer, timbangan, penlight, stetoskop, reflek hammer,
mikrotoa, dan meteran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,
pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi.
E. Teknik dan prosedur pengumpulan data
1. Teknik pengumpulan data
a. Pengamatan (observasi)
Dalam penelitian ini, pengamatan yang digunakan peneliti yaitu
mengobservasi atau melihat kondisi anak, yang sesuai dengan kriteria
atau manifestasi klinis dari penyakit, seperti keadaan umum, tingkat
kesadaran, ciri-ciri peningkatan intrakranial, kelemahan fisik dan
bentuk kepala.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan yaitu
wawancara bebas terpimpin, dimana wawancara ini merupakan
kombinasi dari wawancara terpimpin dan wawancara tidak terpimpin.
Wawancara jenis ini mempunyai ciri fleksibilitas (keluwesan) tetapi
arahnya jelas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
dengan perawat dan orang tua untuk mengetahui kondisi anak secara
jelas dan untuk mendapatkan data primer dengan tepat, seperti riwayat
kesehatan dahulu ( penyakit infeksi, kurang gizi, trauma) , riwayat
kesehatan keluarga (keluarga yang mempunyai penyakit infeksi atau
menular, tumor atau kanker), riwayat kesehatan ibu selama hamil
(terkontaminasi oleh virus dan bakteri seperti kuman TBC, strococus,
toxoplasma),activity daily living.
c. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik ini peneliti melakukan pemeriksaan meliputi,
kondisi umum, suhu tubuh, menghitung frekuensi pernafasan, frekuensi
nadi, balance cairan, tingkat kesadaran, pemeriksaan nervous,
pengukuran besar lingkar kepala, BB (berat badan), TB (tinggi badan)
d. Dokumentasi
Poltekkes Kemenkes Padang
36
Dokumentasi keperawatan berisi tentang hasil data pengkajian,
diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi yang telah di tetapkan,
implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang telah dibuat, hasil
pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal punksi (cairan
serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan pemeriksaan
diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan kepala, X foto
kepala, dan USG).
2. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti adalah :
a. Prosedur administrasi :
1) Peneliti mengurus surat rekomendasi pengambilan data dan surat
izin pengambilan data dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes
Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang.
2) Peneliti menyerahkan surat izin pengambilan data dari institusi untuk
mendapatkan surat izin melakukan survey awal di RSUP Dr.M.
Djamil Padang.
3) Peneliti berkoordinasi dengan perawat tentang data pasien kunjungan
hidrosefalus dalam 3 bulan terakhir.
4) Peneliti mengurus surat izin penelitian dari institusi pendidikan
Poltekkes Kemenkes Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang
5) Peneliti mendapatkan surat izin melakukan penelitian di ruang akut
anak RSUP Dr.M. Djamil Padang
b. Prosedur asuhan keperawatan
1) Peneliti memilih anak dengan hidrosefalus sebagai pasien
2) Peneliti memberikan Informed consent kepada keluarga responden
dengan memberikan keterangan sebelumnya
3) Peneliti menanyakan ketersediaan waktu responden untuk
melakukan pengkajian menggunakan format pengkajian asuhan
keperawatan anak dan wawancara menggunakan kuisioner
4) Peneliti melakukan pemeriksaan fisik pada anak dengan metode
head to toe
Poltekkes Kemenkes Padang
37
5) Peneliti melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi, dan
terminasi pada anak
F. Jenis-jenis Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden,
meliputi: identitas pasien dan keluarga, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, data psikososial pasien, dan data
pemeriksaan fisik.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekan medis di RSUP dr.M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya
berupa hasil data pengkajian, diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi
yang telah di tetapkan, implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang
telah dibuat, hasil pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal
punksi (cairan serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan
pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan
kepala, X foto kepala, dan USG).
G. Analisis Data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasien hidrosefalus. Data yang didapat dari hasil melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan
tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan
dinarasikan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada
kesesuaian antara data yang ditemukan pasien kelolaan dengan teori dan
penelitian terdahulu.
Poltekkes Kemenkes Padang
38
BABIV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada 1 orang partisipan yaitu An.M berumur 11 bulan
(Perempuan) dengan hidrosefalus komunikans. Pengkajian keperawatan
dilakukan pada tanggal 19 sampai 25 Februari 2019 di ruang akut anak,
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari
2019 melalui rujukan RS Adnan WD Payakumbuh. Pasien masuk dengan
keluhan demam tinggi, kejang 5-7x/hari, spastik atau tegang otot, ibu juga
mengatakan anak malas menyusu, muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Selama dirawat di RS Adnan Payakumbuh anak telah diberikan terapi IVFD
kaen IB 30 tetes/i, paracetamol infus 4x100 mg, ceftriaxone 2x400 mg iv,
Hasil wawancara yang didapatkan pada Selasa, 19 Februari 2019 pukul 13.00
wib didapatkan Ibu mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD
Payakumbuh, karena demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di
Payakumbuh An. M Ibu mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan
masih kejang lalu di rujuk ke RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M
telah dilakukan pemasangan VP shunting pada tanggal 2 Februari pada jam
12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan anak masih demam, kejang sudah tidak
ada, spastik masih ada, terkadang muntah saat diberikan susu, bibir pucat dan
kering, terdapat luka dimata kaki karena terkena cairan KCL, luka menghitam
belum dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas
jahitan bekas longline yang belum mengering.
An.M merupakan anak keempat dari 4 bersaudara, tidak ada anggota keluarga
yang mememiliki penyakit yang sama seperti An. M dan tidak ada juga
riwayat penyakit keturunan di keluarga.An.M sebelumnya sudah melakukan
operasi untung pemasangan VP shunting pada tanggal di RSUP Dr. M. 41
Djamil Padang. Ibu pasien mengatakan anak lahir normal di rumah bidan
38
38
Poltekkes Kemenkes Padang
39
dengan usia kehamilan 9 bulan. Ibu mengatakan sejak dilahirkan sampai usia
7 bulan anak sehat tidak pernah sakit.
Ibu mengatakan anak nya sudah 2 kali masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang,
masuk pertama pada bulan Desember 2018 saat usia 8 bulan, anak mengalami
demam tinggi disertai kejang, dan anak didiagnosa meningitis. Anak
menderita penyakit hidrosefalus sejak usia 10 bulan. Ibu mengatakan
imunisasi anak lengkap, imunisasi campak tidak didaptkan karena anak sakit.
Sebelum sakit anak sudah bisa bediri dan berjalan dengan memegang dinding
atau dibantu, saat sakit anak hanya bisa terbaring di kasur dan menangis.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien nampak lemah, berat
badan 8.5 kg dengan tinggi badan 75 cm. Hasil pengukuran tekanan darah:
90/60 mmHg, suhu 38,3 ºc, nadi 98 x/menit.Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan kepala membesar, lingkar kepala 60 cm, dahi menonjol, saat
diperkusi terdengar bunyi cracked pt sign, sutura melebar dan mencekung.
Konjungtiva tidak anemis, skelera tidak ikterik, pupil isokor, iris mata
normal, mata Cortical Visual Impairment (CVI). Tidak ada pernapasan
cuping hidung, mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis disekitar mulut, tidak
ada pembengkakan dan pembesaran kelenjer getah bening di leher.
Pemeriksaan thoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada,
pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi sama, fremitus teraba
sama kiri dan kanan, saat diauskultasi suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus
kordis teraba 2 jari mid clavicula RIC IV sinistra, suara jantung terdengar
reguler, irama jantung teratur. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi
abdomen, bising usus normal, hepar dan ginjal tidak teraba, saat diperkusi
terdengar timpani. Pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, teraba hangat,
warna kulit putih, tidak ada sianosis dan tidak ada perdarahan dibawah kulit.
Pemeriksaan ekstremitas atas, akral teraba hangat, CRT kecil dari 2 detik.
Pada ekstremitas bagian bawah akral teraba hangat, terdapat luka di mata kaki
sbelah kanan terkena cairan KCL.
Poltekkes Kemenkes Padang
40
An.M memiliki kebiasaan minum susu formula jenis soya 3 kali sehari,
sebanyak 450 cc pertiap pemberian. Susu dimasukkan melalui OGT. Ibu
mengatakan jika dimasukkan kedalam OGT susu yang diberikan habis.
Pola tidur siang anak teratur dengan jam tidur lebih kurang 3 atau 4 jam.
Sedangkan pola tidur malam anak juga teratur dengan jam tidur lebih kurang
8-12 jam, kadang anak terbangun saat tidur malam karena menangis.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 Februari 2019 ditemukan
hemoglobin 10,1 g/dl, leukosit 10.650/mm3, trombosit 537.000/mm3,
hemtokrit 33%, ureum darah 11 mg/dl, kreatinin darah 0.3 mg/dl, kalsium 9,3
mg/dl, natrium 134 Mmol/L, kalium 4.4 Mmol/L, total protein 6.1 g/dl.
An.m mendapatkan terapi medis Luminal 2 x 18 mg, diazepam 3 x 0.5 mg,
cefotaxime 2 x 4 mg, dan fusilex(cream), paracetamol 3 x 150 mg, dan
dexametason 4 x 0,75 mg.
2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang bisa
ditegakkan, yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko
embolisme yang ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan anak
pernah kejang, ibu mengatakan anak demam, sedangkan data objektif
akral anak teraba dingin, GCS 11, anak mengalami spastik atau kejang
otot.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Hidrosefalus) yang
disebabkan oleh kejang, dengan data subjektif didapatkan Ibu
mengatakan sudah 3 hari anak demam, kulit anak teraba panas,
sedangkan data objektif didapatkan suhu: 38,3ºc, kulit teraba panas, anak
tampak rewel dan malas menyusui. Klien mendapatkan obat paracetamol 3
x 150 mg.
Poltekkes Kemenkes Padang
41
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit
yang disebabkan oleh cairan KCL dan bekas jahitan longline yang masih
basah, dengan data subjektif didapatkan Ibu mengatakan terdapat luka
akibat terkena air KCL, Ibu mengatakan bekas luka jahitan longline
belum mengering, sedangkan data objektif didapatkan luka menghitam di
mata kaki sebelah kanan, luka bekas jahitan longline tampak belum
mengering diketiak sebelah kanan. Klien mendapatkan terapi pengobatan
fusilex (cream).
d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan faktor risiko infeksi yang
ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan pada usia 7 bulan anak
sudah bisa berdiri dengan memegang dinding, tetapi semenjak sakit anak
tidak bisa apa-apa, ibu mengatakan anak mengalami kejang otot / spastic,
sedangkan data objektif didapatkan kepala anak tampak membesar,
lingkar kepala 60 cm, dan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan dilakukan dengan menetukan kriteria hasil dan
rencvana kegiatan yang dilakukan. Rencana keperawatan dari masing-masing
diagnosis keperawatan sebagai berikut :
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil :
tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada
orthostatik hipertensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK,
menunjukkan fungsi motorik dan sensorik kranial yang utuh (tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter).
Rencana tindakan tersebut diantara nya:
1) Monitor tanda-tanda vital dengan indikator : memonitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan pernapasan, memonitor kualitas dari nadi, memonitor
frekuensi dan irama pernapasan, memonitor pola pernapasan abnormal,
memonitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, memonitor sianosis
perifer, identifikasi penyebab dari perubahan tanda-tanda vital.
2) Monitor tekanan intra kranial (TIK) dengan indikator : monitor status
neurologis, monitor suhu, monitor jumlah, nilai dan karakteristik
Poltekkes Kemenkes Padang
42
pengeluaran cairan serebrospinal, berikan antibiotik, periksa pasien
terkait adanya gejala kaku kuduk.
3) Monitor neurologi dengan indikator : monitor refleks kornea, monitor
tingkat kesadaran, monitor kekuatan pegangan, hindari kegiatan yang
bisa meningkatkan TIK, monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
denyut nadi dan respirasi.
b. Hipertermi dengan kriteria hasil : tidak ada peningkatan suhu kulit, tidak
terjadi dehihdrasi, tidak terjadi hipertermi, tidak berkeringat saat panas,
intake makanan tidak terganggu, intake cairan tidak terganggu, suhu
tubuh kembali normal.
Rencana tindakan tersebut diantaranya
1) Pengaturan suhu dengan indikator : Monitor suhu paling tidak setiap 2
jam sesuai kebutuhan, monitor suhu dan warna kulit, sesuaikan suhu
lingkungan untuk kebutuhan pasien, tingkatkan intake cairan dan nutrisi
adekuat, berikan pengobatann antipiretik, sesuai kebutuhan.
2) Perawatan demam dengan indikator : Pantau suhu dan tanda tanda-tanda
vital lainnya, monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan
cairan yang tak dirasakan, dorong konsumsi cairan, pantau komplikasi-
komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala
kondisi penyebab demam (misalnya: kejang, penurunan tingkat
kesadaran).
3) Manajemen kejang dengan indikator : pertahankan jalan nafas, balikkan
bada klien kesatu sisi, pandu gerakan klien untuk mencegah terjadinya
cedera, monitor arah kepala dan mata selama kejang, longgarkan
pakaian, monitir status neurologis, monitor tanda-tanda vital, catat lama
kejang, berikan obat anti kejang dengan benar.
c. Kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil : integritas kulit yang
baik bida dipertahankan, perfusi jaringan baik, faktor risiko
teridentifikasi, faktor risiko personal termonitor, faktor risiko lingkungan
termonitor.
Poltekkes Kemenkes Padang
43
Rencana tindakan tersebut diantaranya:
1) Perawatan luka dengan indikator : monitor karakteristik luka, bersihkan
luka dengan normal saline, oleskan salep yang sesuai dengan kulit,
berikan balitan yang sesuia dengan jenis luka, periksa luka setiap kali
perubahan balutan, dorong cairan yang sesuai,pertahankan teknik balutan
steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat.
2) Nutritional management (manajemen nutrisi) dengan indikator : tentukan
status gizi anak dan kemampuan anak untuk memnuhi kebutuhan gizi,
identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien,
ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih, dan bebas bau), monitor kalori dan asupan makanan.
3) Manajemen cairan dengan indikator : monitor berat badan, pertahankan
catatan intake dan output yang akurat, dorong masukan oral, monitor
status hidrasi ( kelembapan membran mukosa, nadi adekuat), berikan
cairan sesuai dnegan keutuhan.
d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan kriteria hasil : anak
berfungsi optimal sesuai tingkatannya, keluarga dan anak melakukan
koping terhadap tantangb karena adanya ketidakmampuan, keluarga
mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas, kematangan
fisik: wanita: perubahn fisik normal yang terjadi transisi dari masa
kanak-kanak ke dewasa, status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana tindakan tersebut diantaranya :
1) Peningkatan perkembangan anak dengan indikator : bangun hubungan
saling percaya dengan orang tua, ajarkan orang tua mengenal tingkat
perkembangan normal dari anak dan perilaku yang berhubungan, bangun
suasana yang nyaman bagi anak, berikan kesempatan dan mendukun
aktifitas motorik, sediakan kesempatan untuk bermain di area bermain
terapeutik.
Poltekkes Kemenkes Padang
44
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada klien sesuai dengan asuhan keperawatan
adalah sebagai berikut :
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tindakan keperawatan
yang telah dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan pada pupil mata,
melakukan pemeriksaan GCS, melakukan pemeriksaan rangsangan
meningeal, melakukan pemeriksaan TIK (kaku kuduk, adanya muntah
yang menyemprot, ubun-ubun yang cembung), pantau kondisi apakah
anak ada menangis menjerit dan pantau keaktifan anak minum susu,
melakukan pemeriksaan lingkar kepala, melakukan vital sign,
memberikan obat cefotaxim 2x4 mg dan obat dexametason 4x0,75 mg
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) tindakan
keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengukur suhu anak setiap 2
jam, menganjurkan ibu untuk memberikan susu ke anak nya agar tidak
dehidrasi, memantau komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk
mengompres anak dengan air hangat dibgaian lipatan tubuh, memebrikan
obat PCT 3x150 mg, dan diazepam 3x0,5 mg.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit
tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu monitor adanya
kerusakan kulit anak, menjaga kulit anak tetap bersih, menjaga agar
lingkungan anak tetap bersih, membersihkan luka dengan tekhnik steril,
memberikan susu untuk mendorong asupan nutrisi, memberikan obat
fusilex (cream).
d. Risiko keterlambatan perkembangan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan yaitu membina hubungan saling percaya dengan orang tua dan
anak, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang terapi
bermain yang sesuai dengan umur anak, seperti perlihatkan buku yang
bergambar, kenalkan suara binatang, rangsang anak dengan memberi
makanan ditangan nya, bermain bersama dengan anak dengan
mendengarkan suara-suara binatang.
Poltekkes Kemenkes Padang
45
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ibu mengatakan pda hari pertama
anak masih mengalami kejang, hari kedua sampai hari kelima anak sudah
tidak mengalami kejang, demam masih ada, anak tampak masih
mengalami spastik, anak sudah mau minum susu dan dihari kelima susu
yang diberikan habis diminum,dan terlihat lemah, nadi 90x/m. Masalah
belum teratasi intervensi masih dilanjutkan yaitu dengan memonitor
tanda-tanda vital dan melakukan pemebrian obat cefotaxim 2x4 mg dan
dexametason 4x0,75 mg, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal.
b. Hipertermi
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) pada hari pertama
ibu mengatakan badan anak masih teraba panas, anak tidak mau minum
susu, saat dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap 2 jam, jam
09.00 suhu anak 38,3 ºc dan pada jam 11.00 suhu anak turun menjadi
38,0 ºc, anak juga diberikan obat demam paracetamol 3x150 mg, dan
obat anti kejang diazepam 3x0,5 mg, pada hari pertama, kedua, dan
ketiga masalah ini belum teratasi. Saat hari keempat ibu mengatakan
badan anak sudah tidak teraba panas, anak sudah mau minum susu, saat
diukur suhu anak sudah turun menjadi 36,7 ºc dan pemberian obat
dihentikan.
c. Kerusakan integritas kulit
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit pada hari pertama ibu
mengatakan luka dimata kaki masih menghitam dan belum dibersihkan.
Hanya diberi obat cream yaitu fusilex. Saat hari kedua luka sudah
Poltekkes Kemenkes Padang
46
dibersihkan dan dibalut dengan kassa. Dihari ketiga, keempat dan kelima
luka masih basah, masalah belum teratasi , intervensi dilanjutkan yaitu
dilakukan perawatan luka dan diberi obat fusilex
d. Risiko keterlambatan perkembangan
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
keterlambatan perkembangan yaitu ibu mengatakan anak hanya bisa
berbaring, anak tampak lemah, tidak berespon saat diajak tertawa.
Masalah belum teratasi, intervensi masih dilanjutkan dengan
menyarankan keluarga untuk bermain terapeutik dengan merangsang
motorik halus dan kasar anak.
B. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara
teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan pada anak dengan
hidrosefalus yang telah dilakukan sejak tanggal 19 Februari 2019 sampai
tanggal 23 Februari 2019 di ruang rawat akut anak IRNA kebidana dan anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dimana pembahasan ini sesuai dengan tahapan
asuhan keperawatan yaitu dimulai dari tahap pengkajian, merumuskan
diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, mendeskripsikan
implementasi dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. M (10 bulan 27
hari) didapatkan keluhan demam tinggi disertai kejang, spastik atau tegang
otot, malas untuk minum susu dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Hal ini sesuai dengan penelitian Khailullah (2011) mengatakan
hidrosefalus dapat memberi gejala neurologis berupa gangguan kesadaran,
kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital.
Poltekkes Kemenkes Padang
47
Menurut analisa peneliti keluhan yang terjadi pada anak sesuai denga teori
yang ada, umumnya anak yang menderita hidrosefalus mengalami kejang
dan disertai demam tinggi. Adanya penyumbatan aliran cairan
serebrospinal sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga
menekan saraf diotak. Sehingga anak muntah dan malas untuk minum
susu.
Hasil pengkajian pada An. M ditemukan demam yang tidak turun-turun,
post pemasangan VP shunting, mengalami spastik, muntah saat diberikan
susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka yang menghitam di mata kaki
karena terkena cairan KCL. Ibu mengatakan pada usia 9 bulan anak pernah
dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan demam yang
disertai kejang dan diagnosa meningitis.
Menurut Dwi (2017) hidrosefalus adanya hubungan antara hodrosefalus
dengan meningitis, infeksi dari meningitis menyebabkan bakteri
menyumbat aliran cairan serebrospinal, sehingga aliran tersebut menjadi
tersumbat maka menyebabkan hidrosefalus. Akibat dari infeksi tersebut
anak juga mengalami demam tinggi disertai dengan kejang. Adanya
tekanan yang menyumbat ruang sub arachnoid sehingga menyebabkan
anak menjadi muntah dan anak malas untuk minum susu, sehingga anak
terlihat pucat dan lemah. Menurut Apriyanti (2013) hidrosefalus tidak
hanya penyakit kelainan kongenital, tatapi dapat juga didapat setelah
kelahiran biasanya penyebab nya merupakan infeksi salah satu nya bakteri
dari penyakit meningitis.
Menurut analisa peneliti keluhan yang didapat seperti demam, malas
minum susu dan muntah sesuai dengan teori yang ada. Demam terjadi
karena adanya infeksi yang menyerang otak sehingga tubuh berespon
terjadi peningkatan suhu, dan akibta dari infeksi tersebut juga membuat
aliran cairan serebspinal terhambat dan membuat adanya tekanan di otak
Poltekkes Kemenkes Padang
48
sehingga membuat anak menjadi muntah dan malas untuk minum susu,
sehingga anak tampak pucat dan lemah.
Hasil pemeriksaan fisik pada An. M ditemukan keadaan umum tampak
lemah, konjungtifa anemis, terdapat gangguan penglihatan berupa cortical
visual impairment, kepala membesar, lingkar kepala 60 cm (normal 43-49
cm), sutura melebar, terdapat chracked pot sign pada dahi, anak
mengalami penurunan kesdaran dengan GCS 11, terdapat luka bakar
akibat terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan.
Menurut Dewi (2016) manifestasi klinis penyakit hidrosefalus adalah
kepala membesar karena adanya absorbsi cairan serebrospinal sehingga
menyebabkanSutura melebar, Fontanella anterior makin menonjol, tegang,
keras, perkusi kepala: "carcked pot sign" atau seperti semangka masak,
vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat anak menangis. Anak
mudah terstimulasi, rewel dan lemah, kemampuan makan kurang,
perubahan kesadaran akibat penekanan pada saraf otak, Opisthotonus,
spastik pada ekstremitas bawah. Hasil penelitian Khalilullah (2011)
mengatakan gejala klinis yang tampak pada anak dengan hidrosefalus
berupa peningkatan tekanan intrakranial yang meninggi, pembesaran
abnormal yang progresif dan ukuran kepala.
Menurut analisa peneliti gejala yang terjadi pada anak sesuai dengan teori
yang ada, pembesaran pada kepala anak disebabkan oleh penyumbatan
cairan serebrospnial yang menyebabkan pembesaran ventrikel sehingga
tulang tengkorak tampak membesar. Keluhan lain yang sering muncul
yaitu sutura melebar, terjadinya peningkatan intrakranial, kejang, muntah,
dan strabismus. Peningkatan tekanan intrakranial mengakibatkan
kerusakan pada nervus yang menyebabkan mata anak mengalami
gangguan yaitu cortical visuual impairment.
Poltekkes Kemenkes Padang
49
Menurut Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala,
kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan
tonus anggota gerak, gangguan perkembangan fisik dan mental dan
papilaedema. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
(2012) bahwa terganggunya respon pada anak tidak selalu disertai
gangguan kesadaran, bayi yang tidak dapat menggerakkan ekstremitas atau
kelopak mata dalam merespon setiap rangsangan, bayi terlihat koma
padahal dia sadar penuh, penilaian tingkat kesadaran dapat dinilai selain
dengan skala numerik, juga dapat dinilai secara kualitatif seperti kompos
mentis, apatis, letargi, stupor dan koma.
Menurut analisa peneliti, anak yang mengalami hidrosefalus akan terjadi
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disebabkan oleh adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan anak
mengalami gangguan perkembangan motorik halus dan motorik kasar.
Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa menyebabkan adanya
kerusakan nervus pada anak seperti nervus occulomotorius,nervus
assesorius, nervus vagus dan nervus medianus.
2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pemgakajian menunjukkan bahwa diagnosis yang muncul pada An.
M adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko keterlambatan
perkembangan.
Berdasarkan diagnosis keperawatan Nanda (2015 - 2017) dan SDKI
(2017) terdapat sembilan diagnosis yang mungkin muncul antara lain:
risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan tumor
otak, neoplasma otak, cedera kepala, risiko cedera berhubungan dengan
kejang, risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive, nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (peningkatan TIK),
Poltekkes Kemenkes Padang
50
gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, gangguan
persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan, hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), ketidakseimbangan nutrsi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, gangguan
tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan genetik atau
kongenital.
Berdasarkan kasus yang peneliti temukan diagnosa utama yang peneliti
angkat untuk An. M yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
yang ditandai dengan Ibu mengatakan anak pernah kejang dan demam,
muntah saat diberikan susu, GCS 11, tampak mengalami spastik.
Hasil penelitian Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala,
kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan
tonus anggota gerak , ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih
lanjut akan mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
Menurut analisa peneliti, tegaknya diagnosis keperawatan risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sesuai dengan teori yang ada
karena pelebaran ventrikel otak akibat infeksi dari meningitis sehingga
terjadi penyumbatan aliran cairan serebrospinal dan terjadi pembesaran di
kepala. Ini ditandai dengan anak malas untu minum susu, muntah,
kesadaran menurun.
Diagnosis keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit ditandai dengan ibu mengatakan anak sudah demam semenjak
masuk rumah sakit, suhu 38,3oc, leukosit 10.650/mm3, anak rewel dan
malas untuk minum susu.
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel
host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan "set poin". Demam terjadi
karena adanya gangguan pada "set poin". Mekanisme tubuh secara
Poltekkes Kemenkes Padang
51
fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer
sehingga suhu tubuh meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Menurut analisa peneliti tegaknya diagnosis keperawatan hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit karena demam merupakan respon
tubuh terhadap kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh.
Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih
dalam tubuh memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke
otak untuk memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu
di otak) agar menaikkan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena dengan suhu
tubuh yang tinggi, sistem pertahanan tubuh akan meningkat dan lebih
mampu memerangi infeksi.
Diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
cedera kimiawi kulit ditandai dengan ibu mengatakan saat dirawat HCU
anak, An.M terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan, luka
menghitam.
Diagnosis keperawatan risiko keterlamabatan perkembangan ditandai
dengan ibu mengatakan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur, saat
dilakukan pemeriksaan denver II anak mengalami keterlamatan di 4 sektor
yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sosial, kepala
tampak membesar.
Menurut Marmi (2015) Pada bayi khususnya dibawah usia 1 tahun,
terjadinya hidrosefalus di tandai dengan membesarnya kepala karena
tulang tengkorak bayi sebelum satu tahun belum menyatu, selain itu diikuti
dengan tanda-tanda perkembangan motorik terlambat, Perkembangan
mental terlambat, tonus otot meningkat, hiperrefleksi (reflek lutut atau
akiles).
Poltekkes Kemenkes Padang
52
Menurut asumsi peneliti masalah keperawatan berdasarkan data yang
diperoleh saat penelitian pada An. M ditegakkan diagnosa keperawatan
gangguan tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan kongenital
(hidrosefalus) sesuai dengan teori, pembesaran pada kepala membuat anak
tidak dapat beraktifitas, kelebihan berat kepala dan berat tubuh yang tidak
seimbang menyebabkan anak tidak bisa mengangkat kepala sehingga anak
tidak dapat beraktifitas secara normal dan perkembangan motorik anak
terlambat. Penyempitan pada saraf otak juga dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan motorik halus dan kasar anak.
Diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan
patologis dan fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat dari proses
penyakit yang setiap orang akan mengalami suatu perubahan yang berbeda
sehingga kesenjangan antara teori dan studi kasus dapat terjadi.
3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan
yang muncul pada An. M, berdasarkan kasus tindakan yang dilakukan
selama 5 hari seusuai dengan intervensi yang telah peneliti susun.
Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko
ketidakefektifan perusi jaringan otak intervensi yang dilakukan yaitu
monitor tanda-tanda vital, yaitu memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan, monitor frekuensi dan irama pernafasan.
Rilantono (2013) melakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital untuk
mengetahui kondisi pasien dari tekanan darah, pernafasan, nadi dann suhu
yang dialami pasien. Fitriyah (2013) Tipe dari pola pernapasan merupakan
tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang
terkena. Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
Poltekkes Kemenkes Padang
53
Menurut analisa peneliti intervensi pemantauan tanda-tanda vital sangat
perlu dilakukan pada anak yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi
otak agar dapat mengetahui perfusi otak atau aliran darah ke otak.
Rencana tindakan selanjutnya monitor tekanan intra kranial (TIK)
intervensi yang dilakukan adalah kolaborasi dalam pemberian antibiotik,
memonitor suhu, periksa tanda dan gejal kaku kuduk.
Menurut penelitian Fitriyah (2013) Pengkajian kecenderungan adanya
perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat
berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan
dari kerusakan serebral.
Menurut analisa peneliti memonitor TIK perlu juga dilakukan pada anak
yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi otak. Memantau tanda
gejala kaku kuduk merupakan salah satu tindakan untuk memantau TIK,
terjadi nya kaku kuduk menadakan adanya hambatan aliran darah akibat
tekanan di ventrikel otak. Kolaborasi pemberian antibiotik juga dilakukan
untuk menekan jumlah bakteri yang menyerang otak.
Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan hipertermi
yaitu pengaturan suhu intervensi yang dilakukan adalah memonitor suhu
setiap 2 jam, meningkatkan intake cairan dan nutrisi, kolaborasi dalam
pemberian obat antipiretik.
Memonitor suhu setiap 2 jam dilakukan untuk memantau suhu apakah ada
kenaikan atau penurunan suhu setiap 2 jam sekali. Rencanan
meningkatkan intake cairan dan nutrisi sangat perlu agar ank tidak
mengalami dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh. rencan kolaborasi
pemberian obat antipiretik juga sangat perlu, karean suhu tubuh yang
tinggi tidak dapat diturunkan hanya dengan mengompres saja, tetapi juga
diperlukan bantuan dari obat-obatan.
Poltekkes Kemenkes Padang
54
Rencana tindakan selanjutnya yaitu perawatan demam intervensi yaitu
pantau suhu dan tanda-tanda vital, menganjurakn untuk mengompres.
rencana mengompres dilakukan untuk memindahkan suhu badan ke suhu
lingkungan.
Rencana tindakan selanjutnya yaitu manajeman kejang intervensi nya yaitu
mempertahankan jalan nafas, dan melakukan manajemen kejang apabila
anak mengakami kejang. rencana manajemen kejang dilakuakn karena
anak memiliki riwayat kejang dan meminimalisir terjadinya kejang
berulang.
Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu
kerusakan integritas kulit intervensinya yaitu perawatan luka, monitor
tekanan, manajemen nutrisi dan cairan.
Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko
keterlambatan perkembangan intervensinya yaitu peningkatan
perkembangan anak. Rencana keperawatan ini dilakukan untuk
menstimulasi perkembangan anak, karena anak mengalami keterlambatan
perkembangan.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan risiko
ketidakefektifan perfusi otak yaitu melakukan pemeriksaan pupil mata,
GCS, melakuakan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK,
melakukan pengukuran lingkar kepala, memberikan obat cefotaxim 2 x 4
mg dan dexametason 4 x 0,75 mg
Menurut penelitian Fitriyah (2013) perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan
Poltekkes Kemenkes Padang
55
tindakan untuk memeriksa apakah ada tanda peningkatan TIK seperti kaku
kuduk dan muntah yang menyemprot.
Menurut analisa peneliti pelaksanaan intervensi pada diagnosis ini penting
untuk melihat adanya gangua perfusi di dalam otak. Seperti pemantauan
tanda peningkatan TIK, pmeriksaan GCS, pengukuran lingkar kepala dan
pemberian obat.
Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit yaitu mengukur suhu anak setiap 2
jam, menganjurkan ibu untuk memberikan anak susu, memantau
komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk mengompres hangat
anak, memberikan obat PCT 2x150 mg dan diazepam 3x0,5 mg sesuai
terapi medis
Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan untuk menurunkan
demam dengan menggunakan cairan yang hangat menggunakan handuk
atau kain atau sesuatu yang dapat digunakan untuk media yang diberikan
terhadap tubuh yang memerlukan (Asmadi, 2008). Menurut penelitian
tentang kompres hangat yang dilakukan oleh Mohamad (2012), pada
penanganan hipertermi anak diusahakan agar tidak menggunakan obat-
obatan terlebih dahulu kecuali suhu tubuh anak diatas 38oc karena
berdampak buruk efek toksik pada si anak. Pada pemberian kompres
hangat terdapat mekanisme tubuh terhadap kompreshangat tersebut,
dengan pemberian kompres hangat maka tubuh akan memberikan sinyal
kepada hipotalamus melalui sumsum tulang belakang dan akan
merangsang pusat pengaturan panas
Pada kasus hidrosefalus demam yang dialami anak merupakan respon
tubuh dari infeksi yang mnyerang tubuh, pemantauan suhu dilakukan
untuk mengukur adanya peningktan atau penurunan suhu tubuh anak.
Memberikan susu bertujuan untuk menghindari terjadi nya dehidrasi
Poltekkes Kemenkes Padang
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf
makalah hidrosefalus.pdf

More Related Content

What's hot

Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit
Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakitAnalisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit
Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakitRahayoe Ningtyas
 
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdhaPembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdhaMahzar Wahyudi
 
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)Fransiska Oktafiani
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemikgustians
 
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)Bella Citra H
 
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod l...
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod  l...Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod  l...
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod l...Operator Warnet Vast Raha
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareIrene Susilo
 
Renpra komunitas
Renpra komunitasRenpra komunitas
Renpra komunitasAbi Muhlies
 
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan KesehatanPelayanan Kesehatan
Pelayanan KesehatanCsii M'py
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep MastoiditisSri Nala
 
Sistem informasi keperawatan
Sistem informasi keperawatanSistem informasi keperawatan
Sistem informasi keperawatanFand1 Ant4
 
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluargaRuang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluargaayu rahmadani
 
Roadmap penelitian prodi d iii
Roadmap penelitian prodi d iiiRoadmap penelitian prodi d iii
Roadmap penelitian prodi d iiiadeputra93
 
Falsafah keperawatan
Falsafah keperawatanFalsafah keperawatan
Falsafah keperawatanCahya
 

What's hot (20)

Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit
Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakitAnalisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit
Analisa kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit
 
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdhaPembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha
Pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha
 
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)
Alat Ukur Pengkajain Manula Short Portable Mental Questionneire (SPMSQ)
 
Makalah kesehatan masyarakat
Makalah kesehatan masyarakatMakalah kesehatan masyarakat
Makalah kesehatan masyarakat
 
141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemik
 
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)
Trend dan Issue dalam SIK (telenursing)
 
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod l...
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod  l...Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod  l...
Kti asuhan keperawatan pada klien ny. r dengan post op sectio caesarea pod l...
 
Betty neuman
Betty neuman Betty neuman
Betty neuman
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif Care
 
Renpra komunitas
Renpra komunitasRenpra komunitas
Renpra komunitas
 
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan KesehatanPelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
 
Sistem informasi keperawatan
Sistem informasi keperawatanSistem informasi keperawatan
Sistem informasi keperawatan
 
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluargaRuang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
 
Roadmap penelitian prodi d iii
Roadmap penelitian prodi d iiiRoadmap penelitian prodi d iii
Roadmap penelitian prodi d iii
 
Lp hemodialisa
Lp hemodialisaLp hemodialisa
Lp hemodialisa
 
Keperawatan jiwa
Keperawatan jiwaKeperawatan jiwa
Keperawatan jiwa
 
Falsafah keperawatan
Falsafah keperawatanFalsafah keperawatan
Falsafah keperawatan
 
Askep diare
Askep diareAskep diare
Askep diare
 

Similar to makalah hidrosefalus.pdf

Asuhan Keperawatan pada klien Hidrocephalus
Asuhan Keperawatan pada klien HidrocephalusAsuhan Keperawatan pada klien Hidrocephalus
Asuhan Keperawatan pada klien HidrocephalusGloriaPutriMagdalena
 
KTI_ANNISA(183110163).pdf
KTI_ANNISA(183110163).pdfKTI_ANNISA(183110163).pdf
KTI_ANNISA(183110163).pdfRiskaZarif
 
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ix
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ixBuku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ix
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ixPipinYunus
 
askep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfaskep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfHadariahOk
 
Stikes presentasi akreditasi
Stikes presentasi akreditasiStikes presentasi akreditasi
Stikes presentasi akreditasiFery Mendrofa
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluanOperator Warnet Vast Raha
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluanOperator Warnet Vast Raha
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluanOperator Warnet Vast Raha
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluanOperator Warnet Vast Raha
 
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdf
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdfNDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdf
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdfnathan pratama
 
Buku Standar Nasional Pendidikan DSA (Sp1).pdf
Buku Standar Nasional Pendidikan  DSA (Sp1).pdfBuku Standar Nasional Pendidikan  DSA (Sp1).pdf
Buku Standar Nasional Pendidikan DSA (Sp1).pdfratihmega3
 
Askep typoid 2018
Askep typoid 2018Askep typoid 2018
Askep typoid 2018ratnamahmud
 
Kbk sma 12. fisika
Kbk sma 12. fisikaKbk sma 12. fisika
Kbk sma 12. fisikaJasmin Jasin
 

Similar to makalah hidrosefalus.pdf (20)

Asuhan Keperawatan pada klien Hidrocephalus
Asuhan Keperawatan pada klien HidrocephalusAsuhan Keperawatan pada klien Hidrocephalus
Asuhan Keperawatan pada klien Hidrocephalus
 
KTI_ANNISA(183110163).pdf
KTI_ANNISA(183110163).pdfKTI_ANNISA(183110163).pdf
KTI_ANNISA(183110163).pdf
 
Kasus ska
Kasus skaKasus ska
Kasus ska
 
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ix
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ixBuku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ix
Buku pedoman kerja keperawatan gawat darurat ners ix
 
askep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfaskep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdf
 
PENUMONIA.pdf
PENUMONIA.pdfPENUMONIA.pdf
PENUMONIA.pdf
 
Stikes presentasi akreditasi
Stikes presentasi akreditasiStikes presentasi akreditasi
Stikes presentasi akreditasi
 
Husnul
HusnulHusnul
Husnul
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
 
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
89948511 027-akbid-skripsi-dina-hal-pendahuluan
 
Kti nur isma
Kti nur ismaKti nur isma
Kti nur isma
 
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdf
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdfNDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdf
NDY4NDY1ZjZmYmJlMGU2ZWM2MDFhYTJkNWZjZDUyMTBiYTFjNzg5MA==.pdf
 
Kti warini
Kti wariniKti warini
Kti warini
 
Shinta pramita sari
Shinta pramita sariShinta pramita sari
Shinta pramita sari
 
Buku Standar Nasional Pendidikan DSA (Sp1).pdf
Buku Standar Nasional Pendidikan  DSA (Sp1).pdfBuku Standar Nasional Pendidikan  DSA (Sp1).pdf
Buku Standar Nasional Pendidikan DSA (Sp1).pdf
 
Askep typoid 2018
Askep typoid 2018Askep typoid 2018
Askep typoid 2018
 
Kbk sma 12. fisika
Kbk sma 12. fisikaKbk sma 12. fisika
Kbk sma 12. fisika
 
SKRIPSI ISPA
 SKRIPSI ISPA SKRIPSI ISPA
SKRIPSI ISPA
 

makalah hidrosefalus.pdf

  • 1. POLTEKKES KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH PUTRI RAHMADHANI 163110257 JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2019
  • 2. POLTEKKES KEMENKES RI PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan PUTRI RAHMADHANI 163110257 JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2019
  • 4. KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul "Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Hidrosefalus di Ruangan Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang". Peneliti menyadari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat banyak kesulitan, dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, peneliti bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing 1 dan Ibu Delima S. Pd, M. Kes selaku pembimbing II, yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang. 3. Ibu Ns.Hj. Sila Dewi Anggreni, S.Pd,M.Kep,Sp.KMB selaku ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang. 4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang. 5. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk penelitian Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Bapak Dr.dr.H.Yusirman Yusuf, Sp.B,Sp.BA(K)MARS selaku Direktur RSUP DR. M Djamil Padang dan staf Rumah Sakit yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti. iii Poltekkes Kemenkes Padang
  • 5. 7. Kepada orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, do'a restu dan kasih sayang. 8. Teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi penegmbangan ilmu keperawatan.Amin. Padang, Mei 2019 Peneliti iv Poltekkes Kemenkes Padang
  • 8. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat/Tanggal Lahir Agama Status Alamat Nama Orang Tua Ayah Ibu : Putri Rahmadhani : Padang/ 23 Januari 1998 : Islam : Belum Menikah : Jl. Hang Tuah Gang Telkom no 42, Perawang : Gusrial : Risildani Riwayat Pendidikan No Pendidikan Tahun Lulus 1. 2. 3. 4. 5. TK Nurul Haq SD Islam Nurul Haq SMP Negeri 1 Tualang SMA Negeri 1 Tualang Poltekkes Kemenkes RI Padang 2004 2010 2013 2016 2019 vii Poltekkes Kemenkes Padang
  • 9. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN Karya Tulis Ilmiah, Mei 2019 Putri Rahmadhani Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Isi : xii + 60 Halaman + 2 Tabel + 11 Lampiran ABSTRAK Hidrosefalus dapat terjadi secara kongenital atau yang didapat. Dampaknya bisa berupa peningkatan tekanan intrakranial, gangguan penglihatan, peningkatan suhu tubuh dan berujung akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Tahun 2018 di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2018 44 anak yang dirawat dengan hidrosefalus. Tujuan penelitian adalah untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang bersifat deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan jumlah sampel 1 anak, dimulai pada tanggal 19 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019. Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian sampai evaluasi. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Analisis dilakukan pada semua temuan ditahapan proses keperawatan dengan membandingkan dengan teori dan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian didapatkan keluhan utama pada partisipan adanya demam tinggi disertai kejang, spastik, malas minum susu dan muntah. Diagnosis keperawatan yang diangkat ada empat, diagnosis utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari, beberapa masalah keperawatan dapat diatasi sesuai dengan kriteria hasil namun intervensi masih dilakukan dengan memonitor tekanan intra kranial (TIK) dan memonitor status neurologis dan dilanjutkan ke perawat ruangan. Diharapkan perawat di ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk dapat memantau status neurologis dan TIK pasien secara berkala untuk menghindari resiko kejang berulang. Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Hidrosefalus Daftar pustaka: 27 (2008 - 2018) viii Poltekkes Kemenkes Padang
  • 10. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii KATA PENGANTAR.................................................................................... iii LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Hidrosefalus 1. Pengertian ...................................................................................... 7 2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal ................................. 8 3. Etiologi ........................................................................................... 10 4. Klasifikasi....................................................................................... 11 5. Patofisiologi ................................................................................... 14 6. WOC............................................................................................... 16 7. Manifestasi Klinis .......................................................................... 17 8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 19 9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis.............................. 19 10. Penatalaksanaan ............................................................................. 20 B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus 1. Pengkajian ...................................................................................... 22 2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan .......................................... 24 3. Perencanaan Keperawatan.............................................................. 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian.................................................................................. 34 B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 34 C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 34 D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data............................................... 34 E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data............................................. 35 F. Jenis-Jenis Data.................................................................................... 37 G. Analisa Data ......................................................................................... 37 BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS A. DESKRIPSI KASUS 1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 38 2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 40 ix Poltekkes Kemenkes Padang
  • 11. 3. Perencanaan Keperawatan............................................................... 41 4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 44 5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 45 B. PEMBAHASAN KASUS 1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 46 2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 49 3. Perencanaan Keperawatan............................................................... 52 4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 54 5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 57 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 59 B. Saran .................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x Poltekkes Kemenkes Padang
  • 12. DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Ukuran Rata-Rata Lingkar Kepala................................................... 24 Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan ............................................................... 25 xi Poltekkes Kemenkes Padang
  • 13. Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 DAFTAR LAMPIRAN Lembaran konsultasi KTI pembimbing 1 Lembaran konsultasi KTI pembimbing 2 Lembaran konsultasi proposal pembimbing 1 Lembaran konsultasi proposal pembimbing 2 Lembaran Jadwal Kegiatan Penelitian Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent) Surat Izin Pengambilan Data Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari RSUP Dr.M.Djamil Padang Surat Izin Penelitian Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang Lampiran 11 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang Lampiran 12 Format Pengkajian Keperawatan Anak Lampiran 11 Daftar Hadir Penelitian Lampiran 13 Format Denver xii Poltekkes Kemenkes Padang
  • 14. 1 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini disebut dengan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar dari pada absorpsi, cairan serebrospinal akan terakumulasi dalam system ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong, 2008). Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir (congenital hydrocephalus) dan dapat juga terjadi karena didapat di kemudian hari (acquired hydrocephalus) ( Espay, 2010 ). Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe obstruksi dan usia. Berdasarkan tipe obstruksi dibagi menjadi hidrosefalus non komunikans, yaitu adanya obstruksi aliran CSS dan hidrosefalus komunikans yaitu gangguan penyerapan CSS. Berdasarkan usia dibagi menjadi hidrosefalus infantil (kongenital) pada bayi dan hidrosefalus juventil pada orang dewasa (Ayu, 2016). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan bahwa setiap hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya (98%) terjadi di negara berpendapatan rendah hingga sedang. WHO juga mencatat (40%) kasus angka lahir mati disebabkan karena kelainan kongenital (labioskizis dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, atresia ani, atresia doudenum, hirschprung, omfakokel, hidrosefalus). Menurut penelitian Bott (2014) jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi. Amerika kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5 per 1000 kelahiran hidup. Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat 1 1 Poltekkes Kemenkes Padang
  • 15. 2 abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Penelitian Rahmayani (2017) tentang Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus komunikans dan non komunikans pada anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya diperoleh 80 data pasien yang menderita hidrosefalus dengan 33 orang menderita hidrosefalus komunikans dan 47 orang menderita hidrosefalus non komunikans. Penelitian Arma (2011) penyebab kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat adalah asfiksia (65,3%), kelainan kongenital (11,8%), infeksi (8,3%), diare (6,1%), tetanus neonatorum (1,4%), dan faktor lain-lain (7,1%). Berdasarkan data dari Dinkes Kota Padang (2015), keadaan bayi saat lahir, 17.767 orang lahir hidup dan kematian neonatal sebanyak 73 orang, kasus 16 orang BBLR, 25 orang asfiksia, 6 orang infeksi dan 26 orang lain-lainnya (mengalami hipotermi, ,aspirasi jalan nafas, premature, hidrosefalus). Hasil penelitian Fitriyah (2013) hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Angka kejadian kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat bedah anak lantai III utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah sebanyak 22 kasus. Hasil penelitian Neila (2013) di ruang anak RSUP Dr. M. Djamil Padang, kepala ruang anak menyatakan rata-rata pasien yang di rawat pada tahun 2013 terdapat 1.200 orang pasien. Pada ruang bedah anak kasus yang sering muncul dengan kelainan bawaan seperti, labioskhizis, hipospadia, dan hidrosefalus. Data dari rekam medik RSUP Dr.M.Djamil pada tahun 2017 didapat 50 anak yang mengalami hidrosefalus, sedangkan pada tahun 2018 didapat 45 anak yang mengalami hidrosefalus. Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan berdampak pada keberlangsungan hidup mereka. Penelitian Riris (2014) anak yang mengalami hidrosefalus umumnya tampak pembesaran di kepala (makrosefali). Perkusi pada kepala anak memberi sensasi yang khas. Hal ini menggambarkan adanya pelebaran sutura. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila anak Poltekkes Kemenkes Padang
  • 16. 3 menangis. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu sunset phenomena (skelera yang tampak diatas iris ). Pada masa neonatus gejala klinis belum tampak jelas, gejala yang paling umum dijumpai adalah iritabilitas dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai penurunan kesadaran kearah letargi. Balita umumnya mengeluh nyeri kepala (peningkatan TIK) dengan lokasi nyeri yang tidak khas dan muntah. Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi pada orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran pada lingkar kepala bayi yang masih dalam masa pertumbuhan. Penumpukan CSS pada rongga kepala dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015). Penatalaksanaan bagi anak yang mengalami hidrosefalus dapat dilakukan dengan terapi sementara yaitu berguna untuk mengurangi cairan pleksus khoroid dan hanya bisa diberikan sementara saja karena menyebabkan gangguan metabolik. Operasi shunting, tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Komplikasi operasi ini dapat berupa, infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan funsional. Endoscopic third ventriculostomy (ETV) merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif (Apriyanto, 2013). Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini, memberikan asuhan keperawatan dengan penanganan yang cepat pada anak yang mengalami hidrosefalus, dan berkolaborasi dengan semua tim layanan kesehatan, memberikan informasi yang akurat dalam melakukan penilaian terhadap penyakit anak, melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital yang akurat, dan memantau peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan jenis, etiologi penyakit, dan penanganan yang akan dilakukan kepada anak, sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang diberikan seperti pemasangan shunt . Peran perawat setelah dilakukan prosedur pemasangan shunt Poltekkes Kemenkes Padang
  • 17. 4 adalah untuk menjaga kepala bayi agar tidak mudah bertukar posisi, memeriksa pembalut atau perban yang membalut kepala bayi, mencegah infeksi dengan perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan memberikan pelayanan dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan melakukan permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak. Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal 13 Desember 2018, berdasarkan data dari tiga bulan terakhir terdapat 44 orang anak yang mengalami penyakit hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Saat peneliti melakukan survei awal tanggal 18 Desember 2018 di dapatkan anak yang mengalami penyakit hidrosefalus nonkomunikans sebanyak 1 orang anak, diagnosa yang di dapat adalah risiko infeksi, tindakan yang dilakukan monitor TTV, teknik isolasi dan pemberian antibiotik sesuai terapi. Evaluasi yang di dapat anak tampak lemah, kepala membesar, sutura cekung, sunset phenomena pada mata dan papilla edema, adanya bekas luka operasi pada area kepala. Pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan perawat diruangan ditemukan bahwa pendokumentasian mengacu pada shift sebelumnya. Padahal pendokumentasian merupakan salah satu komponen penting yang dapat memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam pertanggung jawab dan pertanggung gugat dalam memberikan asuhan keperawatan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan judul "Asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2019". B. Rumusan masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah "Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2019". Poltekkes Kemenkes Padang
  • 18. 5 C. Tujuan penelitian 1. 2. Tujuan umum Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Tujuan khusus a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang. D. Manfaat penelitian 1. Aplikasi a. Bagi peneliti Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus. b. Bagi rumah sakit Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus. c. Institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 19. 6 Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu 2. pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus. Pengembangan keilmuan a. Bagi institusi Dapat digunakan sebagai referensi sehingga dapat meningkatkan keilmuan dalam bidang keperawatan anak khususnya pada klien dengan hidrosefalus b. Bagi mahasiswa Dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 20. 7 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Penyakit Hidrosefalus 1. Pengertian Hidrosefalus berasal dari bahasa latin " hydro" berarti air dan "cepalus" berarti kepala, secara singkat artinya " air didalam kepala". Hidrosefalus pertama kali dijelaskan oleh ilmuan dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015). Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis (Afdhalurrahman, 2013).Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang disebakan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam ventrikel otak (Ayu, 2016). Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui ventrikel dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar otak. Cairan tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa hasil metabolisme dari otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus disebabkan oleh masalah tersebut, penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya produksi berlebihan CSS (cairan otak) karena kelainan sejak lahir atau juga karena adanya benturan dan infeksi pada kepala (Marmi, 2015). 6 7 Poltekkes Kemenkes Padang
  • 21. 8 2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal Afdhalurrahman (2013) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal, yaitu : Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subarakhnoid adalah melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV Gambar 2.1 Sirkulasi Cairan Serebrospinal Sumber : Afdhalurrahman (2013) Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke ventrikel IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen luschka menuju sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun spinal. Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang Poltekkes Kemenkes Padang
  • 22. 9 dinamakan vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak. Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 mlRata- rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. CSS mempunyai fungsi: a. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf b. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak c. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid. d. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral e. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 23. 10 3. Etiologi Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah: 1. 2. 3. 4. faktor keturunan Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau enchefalokel (hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala). Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis, tumor, cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid) Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan serebrospinalis. Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah: 1) Kelainan bawaan atau kongenital 1)) Stenosis aquaduktus sylvii 2)) Spina bifida dan kraniom bifida 3)) Sindrom dandy-walker 4)) Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah 2) Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis dan daerah lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis. 3) Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kranio faringioma. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 24. 4. Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. 4. Klasifikasi 11 Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain: 1) Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS 1) Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis akuaduktus sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Jatang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, atresia foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang (eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar, tumor fossa posterior). 2) Hidrosefalus tipe komunikans Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel). 3) Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan blokade villi arachnoid. 4) Radang meningeal 5) Kongenital: 1)) Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan pembentukan 2)) Gangguan pembentukan vili arachnoid 3)) Papilloma plexus choroideus. 2) Berdasarkan etiologi Tipe obstruksi 1) Kongenital Poltekkes Kemenkes Padang
  • 25. 12 1)) Stenosis akuaduktus serebri Mempunyai berbagai penyebab, kebanyakan disebakan oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah sangat jarang, (Toxoplasma/T.gondii, rubella, X-linked hidrosefalus) 2)) Sindrom Dandy-Walker Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesi korpus kolosum, labiopatalatoskhisis, anomali okulet, anomali jantung, dan sebagainya. 3)) Malformasi Arnold-Chiari Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis. 4)) Aneurisma vena Galeni Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusisa beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena galen mengalir di atas akuaduktus sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus. 5)) Hidrancephaly Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong CSS. 2) Didapat (acquired) 1)) Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan) infeksi oleh bakteri meningitis, menyebabkan radang pada selaput Poltekkes Kemenkes Padang
  • 26. 13 (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran css dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam vili arachnoid. 2)) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial 3)) Hematoma intraventrikuler Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkian hidrosefalus berkembang disebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS. 4)) Tumor (Ventrikel, regio vinialis, fosa posterior) Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belaknag otak yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor ini yang berada di bagian belkang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyabab sumbatan. 5)) Abses/granuloma 6)) Neoplasma 7)) Kista arakhnoid Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada di ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebakan hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista, dengan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 27. 14 mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter memsangkan shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak. 3) Berdasarkan usia 1)) Hidrosefalus tipe kongenital / infantil (bayi) 2)) Hidrosefalus tipe juventile / adult (anak-anak/ dewasa) Selaian pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat juga hidrosefalus tekanan normal, sasuai konversi, sindroma hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peningkatan TI, seperti kepala yang besar dengan penonjalan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan peningkatan TIK. Seseorang bisa didiagnosa mengalami hidrosefalus tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam ventrikel. Biasanya dialami oleh pasien lanjut usia, dan sebagain besar disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak yang tidak normal. 5. Patofisiologi Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : a. Kompensasi sistem serebrovascular Poltekkes Kemenkes Padang
  • 28. 15 b. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya dalam susunan sistem saraf pusat. c. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak) d. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan) e. Hilangnya jaringan otak f. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal pada sutura cranial. Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis. Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis (Khalilullah, 2011). Poltekkes Kemenkes Padang
  • 29. li 6. WOC i l 16 i l Radang jaringan HIDROSEPALUS i il i l otak i l i Hidrosepalus nonkomunikas li l i l i i i j l i l Ti l i l i i i Pembuluh darah tertekan kejang Mual muntah Saraf pusat semakin tertekan Aliran darah menurun Risiko cedera Penurunan BB Kesadaran menurun Sakit kepala i Nyeri akut li i Bagan 2.1 Nuzul, 2012, https://id.scribd.coom/doc/106905461/pathway-hydrocephalus Poltekkes Kemenkes Padang
  • 30. 17 7. Manifestasi Klinis Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang menyebabkan hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun) didaptkan gambaran : a. Kepala membesar b. Sutura melebar c. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak d. Mata kearah bawah (sunset phenomena) e. Nistagmus horizontal f. Perkusi kepala: "cracked pot sign" atau seperti semangka masak g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis h. Terdapat cracked pot sign i. Mudah terstimulasi j. Rewel k. Lemah l. Kemampuan makan kurang m. Perubahan kesadaran n. Opisthonus o. Spastik pada ekstremitas bawah p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak ada reflek muntah. Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti : a. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara tinggi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi - stupor Poltekkes Kemenkes Padang
  • 31. 18 b. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar, CSS denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS normal atau menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap c. Peningkatan tonus otot ekstremitas. Tanda - tanda fisik lainnya: a. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh - pembuluh darah terlihat jelas b. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah - olah di atas iris c. Anak/bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi generalpada umumnya seperti demam, mungkin juga didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski. Gejala pada anak-anak: a. Sakit kepala b. Kesadaran menurun c. Gelisah d. Mual, muntah e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak f. Gangguan perkembangan fisik dan mental g. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan aktivitasnya (Ayu, 2016). Poltekkes Kemenkes Padang
  • 32. 19 8. Pemeriksaan Penunjang Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain: 1 CT-scan 2 Tap ventrikuler 3 Magnetic resonance imaging (MRI) 9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis Menurut Marni (2015) respon tubuh terhadap perubahan fisiologis adalah : a. Peningkatan Tekanan intrakranial Respon tubuh anak karena adanya pengumpulan cairan serebrospinal dikepala akan terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala anak akan muntah, TTV menjadi kacau, nyeri hebat, suhu tubuh meningkat dan kepala akan bertambah besar serta akan mengalami penurunan kesadaran. b. Gangguan cairan dan elektrolit Penyumbatan cairan serebrospinal menyebabkan tekanan pada intrakranial.akibatnya akan terjadi mual muntah, yang dapat mengganggu cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan suhu tubuh akan meningkat. c. Sistem integument Cairan serebrospinal yang tersumbat akan berdampak pada ukuran kepala yang abnormal, kulit kepala akan merenggang dan tipis sehingga akan berisiko terjadinya kerusakan pada integritas kulit. d. Mobilitas fisik Anak yang menderita penyakit hidrosefalus mengalami kelemahan dan ketidakseimbangan akibat pembesaran pada daerah kepala. Hal tersebut mengakibatkan anak tidak bisa beraktifitas dan tejadi kelemahan pada fisik. e. Tumbuh dan kembang Anak dengan Hidrosefalus mengalami gangguan tumbuh kembang akibat desakan pada medula oblongata sehingga mengalami anoreksia Poltekkes Kemenkes Padang
  • 33. 20 dan menyebabkan anak kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. f. Sistem persyarafan Respon sistem saraf akibat penekanan pada jaringan dan syaraf otak adalah terjadinya sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi pada papila N.II. g. Sistem muskuloskeletal Penyumbatan cairan serebropsinal (CSS) diotak menyebabkan terjadinya pembesaran ukuran kepala anak, sehingga tulang tengkorak anak akan terlihat membesar. h. Sistem imunitas Salah satu tindakan pengobatan hidrosefalus yaitudilakukan pembedahan shunt, pembedahan ini akan menyebabkan risiko infeksi pada anak yang berisiko dapat mengganggu pada sistem imun tubuh anak. i. Sistem endokrin Cairan serebrospinal (CSS) yang tersumbat akan menekan jaringan dan syaraf otak, yang menyebabkan kerusakan pada bagian otak anak, salah satunya terjadi kerusakan Hipotalamus yang dapat mengganggu proses metabolisme tertentu dan kegiatan lain dari sistem saraf otonom, kerusakan ini menyebabkan suhu tubuh yang tidak terkontrol, respon emosional yang tidak baik, serta tidak dapatmengontrol asupan makanan dan air seperti merasakan lapar dan haus. 10. Penatalaksanaan Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015): a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya, Poltekkes Kemenkes Padang
  • 34. 21 ventrikulor-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absrobsi. c. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial Menurut Ayu ( 2016) penatalaksanaan untuk anak penderita hidrosefalus adalah: 1. Terapi a. Terapi medikamentosa Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan adalah : 1) Asetasolamid Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3x125mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari. 2) Furosemid Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak adamperubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi. 2. Lumbal pungsi (LP) berulang Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah. Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular- intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi herniasi. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 35. 22 3. Terapi operasi Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per infus 0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit. a. Third ventrikulostomi / ventrikel III Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari ventrikel III dapat mengalami keluar. b. Operasi pintas / Shunting Ada 2 macam : 1) Eksternal CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal. 2) Internal c. Lumbo peritoneal shunt CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara perkutan Komplikasi shunting; a. Infeksi b. Hematoma subdural c. Obstruksi d. Keadaan CSS yang rendah e. Asites f. Kraniosinostosi. B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus 1. Pengkajian a. Biodata Dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun sering pada bayi ( kongenital) diketahui setelah usia 4-6 bulan. Sering dijumpai pada bayi dengan usia ibu sangat muda, ekonomi rendah, dan status gizi. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 36. b. Keluhan utama 1) Pada bayi kepala lebih besar dari pada bayi seusia. 2) Anak mual dan muntah 3) Nyeri 4) Kesadaran menurun 5) Menangis c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu 23 Adanya riwayat infeksi meningen, riwayat terjadi trauma saat hamil, penggunaan obat, radiasi, penyakit infeksi, kurang gizi, kelainan bawaan, neoplasma, dan trauma. 6) Riwayat kesehatan sekarang Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan penglihatan, kejang, mual dan muntah, menangis, serta penurunan kesadaran. 7) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus atau bakteri, seperti TORCH. Keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hidrosefalus. d. Data psikologi 1) Ibu Orang tua bayi biasanya mengalami: a) Depresi b) Merasa bersalah c) Menarik diri d) Perselisihan keluarga e. Tumbuh kembang 1. Tumbuh kembang lebih rendah dari bayi atau anak yang seusianya 2. Tidak dapat berbicara 3. Tidak mampu berjalan, IQ di bawah normal: khususnya bagi bayi yang terlambat memperoleh pertolongan f. Pemeriksaan fisik Poltekkes Kemenkes Padang
  • 37. 24 1. Kedaan umum a) Terjadinya penurunan kesadaran b) Perubahan tanda-tanda vital (TTV) 2. Kepala a) Adanya pembesaran tengkorak Tabel 2.1 Ukuran rata-rata lingkar kepala Lahir Umur 3 bulan Umur 6 bulan Umur 9 bulan Umur 12 bulan Umur 18 bulan 35cm 41cm 44cm 46cm 47cm 48,5 cm b) Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto oksipital yang makin membesar c) Sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang d) Vena kulit kepala sering terlihat menonjol e) Sunset Phenomena f) Pada perkusi kepala, bunyi seperti pot kembang yang retak (cracked pot sign). 3. Mata a) Terdapat papila edema b) Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan penipisan tulang supraorbital c) Skelera tampak diatas iris d) Pergerakan bola mata tidak teratur 4. Sistem gastrointestinal 5. Mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) 6. Ekstremitas Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 38. 25 2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), Nanda (2015) diagnosa yang mungkin muncul: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme (SDKI, 2017) Risiko cedera berhubungan dengan kejang (Nanda, 2015) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (SDKI, 2017) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan TIK) (Nanda, 2015) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi (SDKI, 2017) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan (SDKI, 2017) Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (SDKI, 2017) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia (Nanda, 2015) Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetik atau kongenital (hidrosefalus) (SDKI, 2017). 3. Perencanaan Keperawatan Tabel 2.2 Perencanaan keperawatan NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN NOC NIC 1. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital jaringan serebral tidak keperawatan diharapkan risiko 1. Monitor tekanan darah, efektif b.d embolisme perfusi jaringan serebral tidak nadi, suhu, dan efektif teratasi dengan kriteria hasil: pernapasan Definisi: Berisiko a. Status sirkulasi 2. Monitor kualitas dari mengalami penurunan kriteria hasil : nadi sirkulasi darah ke a. Tekanan sistole dan diastole 3. Monitor frekuensi dan otak. dalam rentang yang diharapkan irama pernapasan b. Tidak ada orthostatik hipertensi 4. Monitor pola Faktor risiko: c. Tidak ada tanda-tanda pernapasan abnormal 1. Embolisme peningkatan TIK 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit b. Perfusi jaringan otak 6. Monitor sianosis perifer Kriteria hasil: 7. Identifikasi penyebab Poltekkes Kemenkes Padang
  • 39. 26 a. Berkomunikasi dengan jelas dari perubahan tanda- sesuai dengan kemampuan tanda vital b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi. Monitor neurologi c. Memproses informasi 1. Pantau ukuran pupil, d. Menunjukkan fungsi motorik bentuk, kesimetrisan dan sensorik kranial yang utuh dan reaktivitas (tingkat kesadaran membaik, 2. Monitor refleks kornea tidak ada gerakan involunter). 3. Monitor tingkat kesadaran 4. Monitor kekuatan pegangan 5. Hindari kegiatan yang bisa meningkatkan TIK 6. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah, denyut nadi dan respirasi 2. Risiko cedera b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Kejang kejang keperawatan diharapkan risiko 1. Sediakan tempat tidur cedera pada pasien teratasi dengan yang rendah, dengan Definisi: Berisiko kriteria hasil : tepat mengalami bahaya a. Kontol risiko 2. Monitor pengelolaan atau kerusakan fisik Kriteria hasil: obat yang menyebabkan a. Klien terbebas dari cedera 3. Instruksikan keluarga seseorang tidak lagi b. keluarga mampu menjelaskan untuk memberikan sepenuhnya sehat cara/metode untuk mencegah pertologan pertama saat dalam kondisi baik. injury cedera kejang c. keluarga mampu menjelaskan 4. Singkirkan obyek Faktor risiko: faktor risiko dari lingkungan / potensial yang 1. Hipoksia jaringan prilaku personal membahayakan yang 2. Kegagalan b. Kontrol kejang ada di lingkungan mekanisme Kriteria Hasil : 5. Gunakan penghalang pertahanan tubuh a. keluarga mampu tempat tidur yang lunak 3. Perubahan fungsi menggambarkan faktor-faktor 6. Instruksikan keluarga kognitif. yang memicu kejang untuk melapor ke b. keluarga menggunakan obat- petugas kesehatan saata obat yang sesuai dengan resep ada tanda kejang dokter dirasakan. c. keluarga mampu mencegah faktor risiko / pemicu kejang. Manajer lingkungan 1. Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 40. 27 fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3. Hindari lingkungan yang berbahaya 4. Pasang side rail tempat tidur 5. Sediakan tempat tidur yang nyamam dan bersih 6. Batasi pengunjung 7. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien 8. Kontrol lingkungan dari kebisingan memindahkan barang- barang yang dapat membahayakan 9. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. 3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi efek prosedur invasif keperawatan diharapkan risiko 1. Bersihkan lingkungan infeksi pada pasien teratasi dengan setelah dipakai pasien Definisi: kriteria hasil : yang lain Berisiko mengalami 2. Pertahankan teknik peningkatan terserang a. Status imun isolasi organisme patogenik. Kriteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum a. Menunjukkan perilaku dan sesudah Faktor risiko: hidup sehat melakukan tindakan 1. Efek prosedur b. Suhu tubuh dalam batas normal keperawatan invasif c. Jumlah sel darah putih normal. 4. Pertahankan 2. Peningkatan d. lingkungan aseptik paparan organisme b. Pengetahuan kontrol infeksi selama pemasangan patogen luar Kriteria hasil: alat 3. Ketidakadekuatan a. Klien bebas dari tanda dan 5. Tingkatkan intake pertahan tubuh gejala infeksi nutrisi primer: kerusakan b. Menunjukkan kemampuan 6. Berikan terapi integritas kulit untuk mencegah timbul nya antibiotik bila perlu 4. Ketidakadekuatan infeksi 7. Monitor, hitung pertahanan tubuh c. Pasien mampu granulosit, WBC sekunder. mengidentifikasi tanda dan 8. Monitor kerentanan gejala infeksi terhadap infeksi d. Melakukan imunisasi 9. Inspeksi kulit dan yang direkomendasikan membran mukosa e. Pasien mengetahui terhadap kemerahan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 41. 28 konsekuensi terkait infeksi. dan drainase 10. Dorong masukan cairan 11. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi 12. Laporkan jika ada kecurigaan infeksi. 4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri akut 1. Lakukan pengkajian agen pencedara pada pasien teratasi dengan kriteria nyeri secara fisiologi (peningkatan hasil : komprehensif yang TIK) meliputi lokasi, Definisi: a.Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi Pengalaman sensorik Kriteria hasil : durasi, kualitas, atau emosional yang a. Mengerang dan menangis tidak intensitas atau beratnya berkaitan dengan ada nyeri kerusakan jaringan b. Tidak ada ekspresi nyeri pada 2. Observasi adanya aktual atau wajah petunjuk nonverbal fungsional, dengan mengenai onset mendadak atau ketidaknyamanan lambat dan terutama pada mereka berintesitas ringan yang tidak dapat hingga berat yang berkomunikasi secara berlangsung kurang efektif dari 3 bulan. 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik Gejala dan tanda untuk mengetahui mayor pengalaman nyeri dan Subjektif sampaikan penerimaan a. Mengeluh nyeri pasien terhadap nyeri b. Merasa depresi 4. Berikan individu Objetif : penurunan nyeri yang a. Tampak meringis optimal dengan b. Gelisah persepsi analgesik c. Tidak mampu 5. Dukung pasien untuk menuntaskan istirahat adekuat untuk aktivitas. menurunkan rasa nyeri 6. Monitor kepuasan Gejala dan tanda minor: Subjektif a. takut mengalami cidera berulang terhadap manajemen nyeri dalam interval spesifik Pemberian analgesik Objetif : 1. Tentukan lokasi, a. Bersikap protektif karakteristik, kualitas b. Waspada dan keparahan nyeri c. Sikap tubuh sebelum mengobati Poltekkes Kemenkes Padang
  • 42. 29 berubah pasien d. Anoreksia 2. Cek perintah e. Fokus menyempit pengobatan meliputi Berfokus pada diri obat, dosis, dan sendiri frekuensi obat analgesik yang diresepkan 3. Cek adanya riwayat alergi obat 4. Tentukan pilihan obat analgesik berdasarkan tipe dan keparahan nyeri 5. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberikan analgesik 6. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktifitas lain yang dapat membantu untuk nyeri 7. Berikan sesuai relaksasi memfasilitasi analgesik waktunya, terutama pada nyeri yang berat Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek samping. 5. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi kulit berhubungan keperawatan diharapkan gangguan 1. Monitor adanya tanda dengan imobilisasi integritas kulit pada pasien teratasi dan gejala infeksi dengan kriteria hasil : sistemik dan lokal Definisi: Kerusakan 2. Monitor kerentanan kulit (dermis dan/atau a. Integritas jaringan: kulit terhadap infeksi epidermis) atau Kriteria hasil: 3. Batasi jumlah jaringan (membran a. Lesi pada kulit tidak ada pengunjung mukosa, kornea, b. Suhu kulit tidak terganggu 4. Pertahankan asepsi fasia, otot, tendon, c. Integritas kulit tidak terganggu untuk pasien berisiko tulang, kartilago, d. Perfusi jaringan tidak terganggu 5. Berikan perawatan kapsul sendi dan/atau e. Pengelupasan tidak ada. kulit yang tepat ligamen). 6. Tingkatkan asupan Batasan b. Keparahan infesi nutrisi yang cukup karakteristik: Kriteria hasil: 7. Ajarkan anggota a. Kerusakan integritas a. Kemerahan tidak keluarga bagaimana kulit b. Demam tidak ada cara menghindari Poltekkes Kemenkes Padang
  • 43. 30 Faktor c. Nyeri tidak ada infeksi. berhubungan: d. Hilang nafsu makan tidak a. Faktor mekanik terganggu (tekanan, e. Hipotermia tidak ada. Perawatan luka mobilitas fisik) b. Gangguan turgor kulit c. Gangguan sensasi 1. Bersihkan dengan pembersih yang tepat 2. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi 3. Periksa luka sesaui balutan luka 4. Dorong cairan yang sesuai 5. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan tampilan 6. Berikan balutan sesuai dengan luka 7. Tempatkan area yang terkena pada air yang mengalir 66 6. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan Monitor neurologi sensori berhubungan keperawatan diharapak gangguan 1. Pantau ukuran pupil, dengan gangguan persepsi sensori pada pasien teratasi bentuk, kesimetrisan, penglihatan dengan kriteria hasil: dan reaktivitas 2. Monitor refleks Definisi: Perubahan a. Status neurologi: sensori kranial / kornea persepsi terhadap fungsi motorik 3. Monitor tingkat stimulus baik internal kesadaran maupun eksternal a. Pasien mampu mempertahankan 4. Monitor kekuatan yang disertai dengan fungsi optimal indera pegangan respon yang b. Menunjukkan tanda dan gejala 5. Hindari kegiatan yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi. Gejala dan tanda mayor persepsi sensori, penglihatan, pendengaran, makan dan minun dengan baik c. Mampu mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan bisa meningkatkan TIK 6. Monitor tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, denyut nadi dan respirasi. 1. Respons tidak tepat. sesuai 2. Distorsi sensori Gejala dan tanda minor 1. Curiga 2. Konsentrasi waktu b. Fungsi sensori: penglihatan a. Ketajaman pandangan di garis tengah (kiri) tidak terganggu b. Ketajaman pandangan di garis tengah (kanan) tidak terganggu c. Ketajaman pandangan perifer (kiri) tidak terganggu d. Ketajaman pandangan perifer (kanan) tidak terganggu e. Lapangan pandang pusat tidak Poltekkes Kemenkes Padang
  • 44. 31 terganggu. 7. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Perawatan demam berhubungan dengan keperawatan diharapkan hipertermi 1. Pantau suhu dan tanda proses (infeksi) penyakit pada pasien teratasi dengan kriteria hasil : a. Keparahan infeksi Kriteria hasil: a. Tidak ada kemerahan pada kulit b. Suhu tubuh dala rentang normal c. Mengidentifikasi tanda dan gejala hipertermi. b. Kontrol risiko: hipertermi Kriteria hasil: a. Melakukan tindakan mandiri untuk mengontrol suhu tubuh b. Monitor lingkungan terkait faktor yang meningkatkan suhu tubuh vital lainnya 2. Monitor warna kulit dan suhu 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan 4. Fasilitasi istirahat, terakan pembatasan aktivitas. 5. Pastikan tanda laian dari infeksi yang terpantau oleh orang tua 6. Lembabkan bibir dan mukosa yang kering. Pengaturan suhu 1. Monitor suhu paling tidak tiap 2 jam, sesuai kebutuhan 2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan 3. Monitor dan laporkan jika ada tanda dan gejala hipertermi 4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat 5. Berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan. 8. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan gangguan 1. Kaji adanya alergi kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan makanan berhubungan dengan tubuh pada pasien teratasi dengan 2. Kolaborasi dengan ahli anoreksia kriteria hasil: a. Status nutrisi Kriteria hasil: a. Asupan gizi dalam batas gizi untuk menetukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Berikan makanan yang Poltekkes Kemenkes Padang
  • 45. 32 normal terpilih (udah b. Asupan makanan dalam batas normal c. Asupan cairan dalam batas normal d. Energi dalam batas normal e. Rasio berat badan dalam batas normal b. Nafsu makan Kriteria hasil: a. Hasrat/ keinginan untuk makan tidak terganggu b. Energi untuk makan tidak terganggu c. Intake nutrisi tidak terganggu d. Adanya rangsangan untuk makan 4. 5. 6. 7. 8. dikonsulkan dengan ahli gizi) Monitor turgor kulit pasien Monitor adanya mual dan muntah Identifikasi perubahan nafsu makan akhir- akhir ini Identifikasi adanya ketidaknormalan dalm rongga mulut Monitor diet dan supan kalori. 9. Gangguan tumbuh dan Setelah dilakukan asuhan Peningkatan kembang kperawatan diharapkan gangguan perkembangan anak: berhubungan dengan tumbuh kembang pada pasien 1. Bangun hubungan kelainan (hidrosefalus) genetik teratasi dengan kriteria hasil: a. Pertumbuhan dan perkembangan yang tertunda Kriteria hasil: a. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya b. Keluarga dan anak mampu melakukan koping terhadap tantangan karena adanya kemampuan c. Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber saran komunitas d. Kematangan fsik wanita: perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa e. Status nutrisi seimbang f. Berat badan normal. saling percaya dengan anak 2. Lakukan interaksi personal dengan anak 3. Bangun hubungan saling percaya dengan orang tua 4. Ajarkan orang tua mengenal tingkat perkembangan normal diri anak dan perilaku yang berhubungan 5. Bangun suasan yang nyaman bagi anak untuk mencari bantuan dari orang lain ketika anak memang memerlukan bantuan 6. Dengan dan diskusikan tentang musik 7. Dampingi aktifitas menggunting, memmotong berbagai bentuk dan mengelem 8. Ajarkan anak untuk mengenali dan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 46. Sumber: SDKI, NANDA International (2015-2017), NIC-NOC (2016) 33 memanipulasi bentuk 9. Ceritakan atau bacakan cerita bagi anak 10. Bantu untuk mengenal bentuk dan ruang 11. Berikan kesempatan dan mendukung aktifitas motorik 12. Sediakan kesempatan untuk bermain di area bermain 13. Berjalan-jalan bersama anak 14. Yakinkan bahwa tes medis dan perawatan dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan aktifitas anak. Manajemen nutrisi 1. Tentukan status gizi anak dan kemampuan anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi 2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien 3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan 4. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan (misalnya bersantai) 5. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 47. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana Penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019 (Nursalam, 2015). B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di ruangan akut anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan selama 5 hari, yaitu pada tanggal 19 sampai 23 Februari 2019 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah semua anak yang mengalami penyakit hidrosefalus di IRNA kebidanan dan anak serta ruang akut anak IRNA Kebidanan dan Ank RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah populasi satu anak. 2. Sampel Sampel penelitian ini adalah satu orang anak yang mengalami penyakit hidrosefalus yang berada di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu, keluarga bersedia anaknya jadi responden dan pasien yang lama rawat minimal 5 hari. D. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah format pengkajian asuhan keperawatan anak, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik 34 34 Poltekkes Kemenkes Padang
  • 48. 35 yang terdiri dari termometer, timbangan, penlight, stetoskop, reflek hammer, mikrotoa, dan meteran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi. E. Teknik dan prosedur pengumpulan data 1. Teknik pengumpulan data a. Pengamatan (observasi) Dalam penelitian ini, pengamatan yang digunakan peneliti yaitu mengobservasi atau melihat kondisi anak, yang sesuai dengan kriteria atau manifestasi klinis dari penyakit, seperti keadaan umum, tingkat kesadaran, ciri-ciri peningkatan intrakranial, kelemahan fisik dan bentuk kepala. b. Wawancara Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara bebas terpimpin, dimana wawancara ini merupakan kombinasi dari wawancara terpimpin dan wawancara tidak terpimpin. Wawancara jenis ini mempunyai ciri fleksibilitas (keluwesan) tetapi arahnya jelas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan perawat dan orang tua untuk mengetahui kondisi anak secara jelas dan untuk mendapatkan data primer dengan tepat, seperti riwayat kesehatan dahulu ( penyakit infeksi, kurang gizi, trauma) , riwayat kesehatan keluarga (keluarga yang mempunyai penyakit infeksi atau menular, tumor atau kanker), riwayat kesehatan ibu selama hamil (terkontaminasi oleh virus dan bakteri seperti kuman TBC, strococus, toxoplasma),activity daily living. c. Pemeriksaan fisik Dalam pemeriksaan fisik ini peneliti melakukan pemeriksaan meliputi, kondisi umum, suhu tubuh, menghitung frekuensi pernafasan, frekuensi nadi, balance cairan, tingkat kesadaran, pemeriksaan nervous, pengukuran besar lingkar kepala, BB (berat badan), TB (tinggi badan) d. Dokumentasi Poltekkes Kemenkes Padang
  • 49. 36 Dokumentasi keperawatan berisi tentang hasil data pengkajian, diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi yang telah di tetapkan, implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang telah dibuat, hasil pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal punksi (cairan serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan kepala, X foto kepala, dan USG). 2. Prosedur Pengumpulan Data Adapun langkah-langkah prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah : a. Prosedur administrasi : 1) Peneliti mengurus surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin pengambilan data dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang. 2) Peneliti menyerahkan surat izin pengambilan data dari institusi untuk mendapatkan surat izin melakukan survey awal di RSUP Dr.M. Djamil Padang. 3) Peneliti berkoordinasi dengan perawat tentang data pasien kunjungan hidrosefalus dalam 3 bulan terakhir. 4) Peneliti mengurus surat izin penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang 5) Peneliti mendapatkan surat izin melakukan penelitian di ruang akut anak RSUP Dr.M. Djamil Padang b. Prosedur asuhan keperawatan 1) Peneliti memilih anak dengan hidrosefalus sebagai pasien 2) Peneliti memberikan Informed consent kepada keluarga responden dengan memberikan keterangan sebelumnya 3) Peneliti menanyakan ketersediaan waktu responden untuk melakukan pengkajian menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan anak dan wawancara menggunakan kuisioner 4) Peneliti melakukan pemeriksaan fisik pada anak dengan metode head to toe Poltekkes Kemenkes Padang
  • 50. 37 5) Peneliti melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi, dan terminasi pada anak F. Jenis-jenis Data a. Jenis Data 1) Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden, meliputi: identitas pasien dan keluarga, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, data psikososial pasien, dan data pemeriksaan fisik. 2) Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari rekan medis di RSUP dr.M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa hasil data pengkajian, diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi yang telah di tetapkan, implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang telah dibuat, hasil pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal punksi (cairan serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan kepala, X foto kepala, dan USG). G. Analisis Data Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien hidrosefalus. Data yang didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara data yang ditemukan pasien kelolaan dengan teori dan penelitian terdahulu. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 51. 38 BABIV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS A. Deskripsi Kasus 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian dilakukan pada 1 orang partisipan yaitu An.M berumur 11 bulan (Perempuan) dengan hidrosefalus komunikans. Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 19 sampai 25 Februari 2019 di ruang akut anak, IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari 2019 melalui rujukan RS Adnan WD Payakumbuh. Pasien masuk dengan keluhan demam tinggi, kejang 5-7x/hari, spastik atau tegang otot, ibu juga mengatakan anak malas menyusu, muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Selama dirawat di RS Adnan Payakumbuh anak telah diberikan terapi IVFD kaen IB 30 tetes/i, paracetamol infus 4x100 mg, ceftriaxone 2x400 mg iv, Hasil wawancara yang didapatkan pada Selasa, 19 Februari 2019 pukul 13.00 wib didapatkan Ibu mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD Payakumbuh, karena demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di Payakumbuh An. M Ibu mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan masih kejang lalu di rujuk ke RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M telah dilakukan pemasangan VP shunting pada tanggal 2 Februari pada jam 12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan anak masih demam, kejang sudah tidak ada, spastik masih ada, terkadang muntah saat diberikan susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka dimata kaki karena terkena cairan KCL, luka menghitam belum dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas jahitan bekas longline yang belum mengering. An.M merupakan anak keempat dari 4 bersaudara, tidak ada anggota keluarga yang mememiliki penyakit yang sama seperti An. M dan tidak ada juga riwayat penyakit keturunan di keluarga.An.M sebelumnya sudah melakukan operasi untung pemasangan VP shunting pada tanggal di RSUP Dr. M. 41 Djamil Padang. Ibu pasien mengatakan anak lahir normal di rumah bidan 38 38 Poltekkes Kemenkes Padang
  • 52. 39 dengan usia kehamilan 9 bulan. Ibu mengatakan sejak dilahirkan sampai usia 7 bulan anak sehat tidak pernah sakit. Ibu mengatakan anak nya sudah 2 kali masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang, masuk pertama pada bulan Desember 2018 saat usia 8 bulan, anak mengalami demam tinggi disertai kejang, dan anak didiagnosa meningitis. Anak menderita penyakit hidrosefalus sejak usia 10 bulan. Ibu mengatakan imunisasi anak lengkap, imunisasi campak tidak didaptkan karena anak sakit. Sebelum sakit anak sudah bisa bediri dan berjalan dengan memegang dinding atau dibantu, saat sakit anak hanya bisa terbaring di kasur dan menangis. Saat dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien nampak lemah, berat badan 8.5 kg dengan tinggi badan 75 cm. Hasil pengukuran tekanan darah: 90/60 mmHg, suhu 38,3 ºc, nadi 98 x/menit.Hasil pemeriksaan fisik ditemukan kepala membesar, lingkar kepala 60 cm, dahi menonjol, saat diperkusi terdengar bunyi cracked pt sign, sutura melebar dan mencekung. Konjungtiva tidak anemis, skelera tidak ikterik, pupil isokor, iris mata normal, mata Cortical Visual Impairment (CVI). Tidak ada pernapasan cuping hidung, mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis disekitar mulut, tidak ada pembengkakan dan pembesaran kelenjer getah bening di leher. Pemeriksaan thoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada, pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi sama, fremitus teraba sama kiri dan kanan, saat diauskultasi suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis teraba 2 jari mid clavicula RIC IV sinistra, suara jantung terdengar reguler, irama jantung teratur. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi abdomen, bising usus normal, hepar dan ginjal tidak teraba, saat diperkusi terdengar timpani. Pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, teraba hangat, warna kulit putih, tidak ada sianosis dan tidak ada perdarahan dibawah kulit. Pemeriksaan ekstremitas atas, akral teraba hangat, CRT kecil dari 2 detik. Pada ekstremitas bagian bawah akral teraba hangat, terdapat luka di mata kaki sbelah kanan terkena cairan KCL. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 53. 40 An.M memiliki kebiasaan minum susu formula jenis soya 3 kali sehari, sebanyak 450 cc pertiap pemberian. Susu dimasukkan melalui OGT. Ibu mengatakan jika dimasukkan kedalam OGT susu yang diberikan habis. Pola tidur siang anak teratur dengan jam tidur lebih kurang 3 atau 4 jam. Sedangkan pola tidur malam anak juga teratur dengan jam tidur lebih kurang 8-12 jam, kadang anak terbangun saat tidur malam karena menangis. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 Februari 2019 ditemukan hemoglobin 10,1 g/dl, leukosit 10.650/mm3, trombosit 537.000/mm3, hemtokrit 33%, ureum darah 11 mg/dl, kreatinin darah 0.3 mg/dl, kalsium 9,3 mg/dl, natrium 134 Mmol/L, kalium 4.4 Mmol/L, total protein 6.1 g/dl. An.m mendapatkan terapi medis Luminal 2 x 18 mg, diazepam 3 x 0.5 mg, cefotaxime 2 x 4 mg, dan fusilex(cream), paracetamol 3 x 150 mg, dan dexametason 4 x 0,75 mg. 2. Diagnosis Keperawatan Hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang bisa ditegakkan, yaitu: a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko embolisme yang ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan anak pernah kejang, ibu mengatakan anak demam, sedangkan data objektif akral anak teraba dingin, GCS 11, anak mengalami spastik atau kejang otot. b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Hidrosefalus) yang disebabkan oleh kejang, dengan data subjektif didapatkan Ibu mengatakan sudah 3 hari anak demam, kulit anak teraba panas, sedangkan data objektif didapatkan suhu: 38,3ºc, kulit teraba panas, anak tampak rewel dan malas menyusui. Klien mendapatkan obat paracetamol 3 x 150 mg. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 54. 41 c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit yang disebabkan oleh cairan KCL dan bekas jahitan longline yang masih basah, dengan data subjektif didapatkan Ibu mengatakan terdapat luka akibat terkena air KCL, Ibu mengatakan bekas luka jahitan longline belum mengering, sedangkan data objektif didapatkan luka menghitam di mata kaki sebelah kanan, luka bekas jahitan longline tampak belum mengering diketiak sebelah kanan. Klien mendapatkan terapi pengobatan fusilex (cream). d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan faktor risiko infeksi yang ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan pada usia 7 bulan anak sudah bisa berdiri dengan memegang dinding, tetapi semenjak sakit anak tidak bisa apa-apa, ibu mengatakan anak mengalami kejang otot / spastic, sedangkan data objektif didapatkan kepala anak tampak membesar, lingkar kepala 60 cm, dan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur. 3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan keperawatan dilakukan dengan menetukan kriteria hasil dan rencvana kegiatan yang dilakukan. Rencana keperawatan dari masing-masing diagnosis keperawatan sebagai berikut : a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil : tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada orthostatik hipertensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, menunjukkan fungsi motorik dan sensorik kranial yang utuh (tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter). Rencana tindakan tersebut diantara nya: 1) Monitor tanda-tanda vital dengan indikator : memonitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan, memonitor kualitas dari nadi, memonitor frekuensi dan irama pernapasan, memonitor pola pernapasan abnormal, memonitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, memonitor sianosis perifer, identifikasi penyebab dari perubahan tanda-tanda vital. 2) Monitor tekanan intra kranial (TIK) dengan indikator : monitor status neurologis, monitor suhu, monitor jumlah, nilai dan karakteristik Poltekkes Kemenkes Padang
  • 55. 42 pengeluaran cairan serebrospinal, berikan antibiotik, periksa pasien terkait adanya gejala kaku kuduk. 3) Monitor neurologi dengan indikator : monitor refleks kornea, monitor tingkat kesadaran, monitor kekuatan pegangan, hindari kegiatan yang bisa meningkatkan TIK, monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah, denyut nadi dan respirasi. b. Hipertermi dengan kriteria hasil : tidak ada peningkatan suhu kulit, tidak terjadi dehihdrasi, tidak terjadi hipertermi, tidak berkeringat saat panas, intake makanan tidak terganggu, intake cairan tidak terganggu, suhu tubuh kembali normal. Rencana tindakan tersebut diantaranya 1) Pengaturan suhu dengan indikator : Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan, monitor suhu dan warna kulit, sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien, tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat, berikan pengobatann antipiretik, sesuai kebutuhan. 2) Perawatan demam dengan indikator : Pantau suhu dan tanda tanda-tanda vital lainnya, monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan, dorong konsumsi cairan, pantau komplikasi- komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam (misalnya: kejang, penurunan tingkat kesadaran). 3) Manajemen kejang dengan indikator : pertahankan jalan nafas, balikkan bada klien kesatu sisi, pandu gerakan klien untuk mencegah terjadinya cedera, monitor arah kepala dan mata selama kejang, longgarkan pakaian, monitir status neurologis, monitor tanda-tanda vital, catat lama kejang, berikan obat anti kejang dengan benar. c. Kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil : integritas kulit yang baik bida dipertahankan, perfusi jaringan baik, faktor risiko teridentifikasi, faktor risiko personal termonitor, faktor risiko lingkungan termonitor. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 56. 43 Rencana tindakan tersebut diantaranya: 1) Perawatan luka dengan indikator : monitor karakteristik luka, bersihkan luka dengan normal saline, oleskan salep yang sesuai dengan kulit, berikan balitan yang sesuia dengan jenis luka, periksa luka setiap kali perubahan balutan, dorong cairan yang sesuai,pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat. 2) Nutritional management (manajemen nutrisi) dengan indikator : tentukan status gizi anak dan kemampuan anak untuk memnuhi kebutuhan gizi, identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien, ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan (misalnya: bersih, dan bebas bau), monitor kalori dan asupan makanan. 3) Manajemen cairan dengan indikator : monitor berat badan, pertahankan catatan intake dan output yang akurat, dorong masukan oral, monitor status hidrasi ( kelembapan membran mukosa, nadi adekuat), berikan cairan sesuai dnegan keutuhan. d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan kriteria hasil : anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya, keluarga dan anak melakukan koping terhadap tantangb karena adanya ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas, kematangan fisik: wanita: perubahn fisik normal yang terjadi transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa, status nutrisi seimbang, berat badan normal. Rencana tindakan tersebut diantaranya : 1) Peningkatan perkembangan anak dengan indikator : bangun hubungan saling percaya dengan orang tua, ajarkan orang tua mengenal tingkat perkembangan normal dari anak dan perilaku yang berhubungan, bangun suasana yang nyaman bagi anak, berikan kesempatan dan mendukun aktifitas motorik, sediakan kesempatan untuk bermain di area bermain terapeutik. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 57. 44 4. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan pada klien sesuai dengan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut : a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan pada pupil mata, melakukan pemeriksaan GCS, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal, melakukan pemeriksaan TIK (kaku kuduk, adanya muntah yang menyemprot, ubun-ubun yang cembung), pantau kondisi apakah anak ada menangis menjerit dan pantau keaktifan anak minum susu, melakukan pemeriksaan lingkar kepala, melakukan vital sign, memberikan obat cefotaxim 2x4 mg dan obat dexametason 4x0,75 mg b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengukur suhu anak setiap 2 jam, menganjurkan ibu untuk memberikan susu ke anak nya agar tidak dehidrasi, memantau komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk mengompres anak dengan air hangat dibgaian lipatan tubuh, memebrikan obat PCT 3x150 mg, dan diazepam 3x0,5 mg. c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu monitor adanya kerusakan kulit anak, menjaga kulit anak tetap bersih, menjaga agar lingkungan anak tetap bersih, membersihkan luka dengan tekhnik steril, memberikan susu untuk mendorong asupan nutrisi, memberikan obat fusilex (cream). d. Risiko keterlambatan perkembangan tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu membina hubungan saling percaya dengan orang tua dan anak, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang terapi bermain yang sesuai dengan umur anak, seperti perlihatkan buku yang bergambar, kenalkan suara binatang, rangsang anak dengan memberi makanan ditangan nya, bermain bersama dengan anak dengan mendengarkan suara-suara binatang. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 58. 45 5. Evaluasi Keperawatan Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari yaitu: a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ibu mengatakan pda hari pertama anak masih mengalami kejang, hari kedua sampai hari kelima anak sudah tidak mengalami kejang, demam masih ada, anak tampak masih mengalami spastik, anak sudah mau minum susu dan dihari kelima susu yang diberikan habis diminum,dan terlihat lemah, nadi 90x/m. Masalah belum teratasi intervensi masih dilanjutkan yaitu dengan memonitor tanda-tanda vital dan melakukan pemebrian obat cefotaxim 2x4 mg dan dexametason 4x0,75 mg, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal. b. Hipertermi Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) pada hari pertama ibu mengatakan badan anak masih teraba panas, anak tidak mau minum susu, saat dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap 2 jam, jam 09.00 suhu anak 38,3 ºc dan pada jam 11.00 suhu anak turun menjadi 38,0 ºc, anak juga diberikan obat demam paracetamol 3x150 mg, dan obat anti kejang diazepam 3x0,5 mg, pada hari pertama, kedua, dan ketiga masalah ini belum teratasi. Saat hari keempat ibu mengatakan badan anak sudah tidak teraba panas, anak sudah mau minum susu, saat diukur suhu anak sudah turun menjadi 36,7 ºc dan pemberian obat dihentikan. c. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit pada hari pertama ibu mengatakan luka dimata kaki masih menghitam dan belum dibersihkan. Hanya diberi obat cream yaitu fusilex. Saat hari kedua luka sudah Poltekkes Kemenkes Padang
  • 59. 46 dibersihkan dan dibalut dengan kassa. Dihari ketiga, keempat dan kelima luka masih basah, masalah belum teratasi , intervensi dilanjutkan yaitu dilakukan perawatan luka dan diberi obat fusilex d. Risiko keterlambatan perkembangan Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko keterlambatan perkembangan yaitu ibu mengatakan anak hanya bisa berbaring, anak tampak lemah, tidak berespon saat diajak tertawa. Masalah belum teratasi, intervensi masih dilanjutkan dengan menyarankan keluarga untuk bermain terapeutik dengan merangsang motorik halus dan kasar anak. B. Pembahasan Kasus Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus yang telah dilakukan sejak tanggal 19 Februari 2019 sampai tanggal 23 Februari 2019 di ruang rawat akut anak IRNA kebidana dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dimana pembahasan ini sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yaitu dimulai dari tahap pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, mendeskripsikan implementasi dan evaluasi keperawatan. 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. M (10 bulan 27 hari) didapatkan keluhan demam tinggi disertai kejang, spastik atau tegang otot, malas untuk minum susu dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan penelitian Khailullah (2011) mengatakan hidrosefalus dapat memberi gejala neurologis berupa gangguan kesadaran, kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 60. 47 Menurut analisa peneliti keluhan yang terjadi pada anak sesuai denga teori yang ada, umumnya anak yang menderita hidrosefalus mengalami kejang dan disertai demam tinggi. Adanya penyumbatan aliran cairan serebrospinal sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga menekan saraf diotak. Sehingga anak muntah dan malas untuk minum susu. Hasil pengkajian pada An. M ditemukan demam yang tidak turun-turun, post pemasangan VP shunting, mengalami spastik, muntah saat diberikan susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka yang menghitam di mata kaki karena terkena cairan KCL. Ibu mengatakan pada usia 9 bulan anak pernah dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan demam yang disertai kejang dan diagnosa meningitis. Menurut Dwi (2017) hidrosefalus adanya hubungan antara hodrosefalus dengan meningitis, infeksi dari meningitis menyebabkan bakteri menyumbat aliran cairan serebrospinal, sehingga aliran tersebut menjadi tersumbat maka menyebabkan hidrosefalus. Akibat dari infeksi tersebut anak juga mengalami demam tinggi disertai dengan kejang. Adanya tekanan yang menyumbat ruang sub arachnoid sehingga menyebabkan anak menjadi muntah dan anak malas untuk minum susu, sehingga anak terlihat pucat dan lemah. Menurut Apriyanti (2013) hidrosefalus tidak hanya penyakit kelainan kongenital, tatapi dapat juga didapat setelah kelahiran biasanya penyebab nya merupakan infeksi salah satu nya bakteri dari penyakit meningitis. Menurut analisa peneliti keluhan yang didapat seperti demam, malas minum susu dan muntah sesuai dengan teori yang ada. Demam terjadi karena adanya infeksi yang menyerang otak sehingga tubuh berespon terjadi peningkatan suhu, dan akibta dari infeksi tersebut juga membuat aliran cairan serebspinal terhambat dan membuat adanya tekanan di otak Poltekkes Kemenkes Padang
  • 61. 48 sehingga membuat anak menjadi muntah dan malas untuk minum susu, sehingga anak tampak pucat dan lemah. Hasil pemeriksaan fisik pada An. M ditemukan keadaan umum tampak lemah, konjungtifa anemis, terdapat gangguan penglihatan berupa cortical visual impairment, kepala membesar, lingkar kepala 60 cm (normal 43-49 cm), sutura melebar, terdapat chracked pot sign pada dahi, anak mengalami penurunan kesdaran dengan GCS 11, terdapat luka bakar akibat terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan. Menurut Dewi (2016) manifestasi klinis penyakit hidrosefalus adalah kepala membesar karena adanya absorbsi cairan serebrospinal sehingga menyebabkanSutura melebar, Fontanella anterior makin menonjol, tegang, keras, perkusi kepala: "carcked pot sign" atau seperti semangka masak, vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat anak menangis. Anak mudah terstimulasi, rewel dan lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran akibat penekanan pada saraf otak, Opisthotonus, spastik pada ekstremitas bawah. Hasil penelitian Khalilullah (2011) mengatakan gejala klinis yang tampak pada anak dengan hidrosefalus berupa peningkatan tekanan intrakranial yang meninggi, pembesaran abnormal yang progresif dan ukuran kepala. Menurut analisa peneliti gejala yang terjadi pada anak sesuai dengan teori yang ada, pembesaran pada kepala anak disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospnial yang menyebabkan pembesaran ventrikel sehingga tulang tengkorak tampak membesar. Keluhan lain yang sering muncul yaitu sutura melebar, terjadinya peningkatan intrakranial, kejang, muntah, dan strabismus. Peningkatan tekanan intrakranial mengakibatkan kerusakan pada nervus yang menyebabkan mata anak mengalami gangguan yaitu cortical visuual impairment. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 62. 49 Menurut Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak, gangguan perkembangan fisik dan mental dan papilaedema. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM (2012) bahwa terganggunya respon pada anak tidak selalu disertai gangguan kesadaran, bayi yang tidak dapat menggerakkan ekstremitas atau kelopak mata dalam merespon setiap rangsangan, bayi terlihat koma padahal dia sadar penuh, penilaian tingkat kesadaran dapat dinilai selain dengan skala numerik, juga dapat dinilai secara kualitatif seperti kompos mentis, apatis, letargi, stupor dan koma. Menurut analisa peneliti, anak yang mengalami hidrosefalus akan terjadi penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa menyebabkan adanya kerusakan nervus pada anak seperti nervus occulomotorius,nervus assesorius, nervus vagus dan nervus medianus. 2. Diagnosis Keperawatan Hasil pemgakajian menunjukkan bahwa diagnosis yang muncul pada An. M adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko keterlambatan perkembangan. Berdasarkan diagnosis keperawatan Nanda (2015 - 2017) dan SDKI (2017) terdapat sembilan diagnosis yang mungkin muncul antara lain: risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan tumor otak, neoplasma otak, cedera kepala, risiko cedera berhubungan dengan kejang, risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (peningkatan TIK), Poltekkes Kemenkes Padang
  • 63. 50 gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, gangguan tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan genetik atau kongenital. Berdasarkan kasus yang peneliti temukan diagnosa utama yang peneliti angkat untuk An. M yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang ditandai dengan Ibu mengatakan anak pernah kejang dan demam, muntah saat diberikan susu, GCS 11, tampak mengalami spastik. Hasil penelitian Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak , ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut akan mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II. Menurut analisa peneliti, tegaknya diagnosis keperawatan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sesuai dengan teori yang ada karena pelebaran ventrikel otak akibat infeksi dari meningitis sehingga terjadi penyumbatan aliran cairan serebrospinal dan terjadi pembesaran di kepala. Ini ditandai dengan anak malas untu minum susu, muntah, kesadaran menurun. Diagnosis keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan ibu mengatakan anak sudah demam semenjak masuk rumah sakit, suhu 38,3oc, leukosit 10.650/mm3, anak rewel dan malas untuk minum susu. Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan "set poin". Demam terjadi karena adanya gangguan pada "set poin". Mekanisme tubuh secara Poltekkes Kemenkes Padang
  • 64. 51 fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010). Menurut analisa peneliti tegaknya diagnosis keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit karena demam merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih dalam tubuh memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke otak untuk memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu di otak) agar menaikkan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena dengan suhu tubuh yang tinggi, sistem pertahanan tubuh akan meningkat dan lebih mampu memerangi infeksi. Diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit ditandai dengan ibu mengatakan saat dirawat HCU anak, An.M terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan, luka menghitam. Diagnosis keperawatan risiko keterlamabatan perkembangan ditandai dengan ibu mengatakan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur, saat dilakukan pemeriksaan denver II anak mengalami keterlamatan di 4 sektor yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sosial, kepala tampak membesar. Menurut Marmi (2015) Pada bayi khususnya dibawah usia 1 tahun, terjadinya hidrosefalus di tandai dengan membesarnya kepala karena tulang tengkorak bayi sebelum satu tahun belum menyatu, selain itu diikuti dengan tanda-tanda perkembangan motorik terlambat, Perkembangan mental terlambat, tonus otot meningkat, hiperrefleksi (reflek lutut atau akiles). Poltekkes Kemenkes Padang
  • 65. 52 Menurut asumsi peneliti masalah keperawatan berdasarkan data yang diperoleh saat penelitian pada An. M ditegakkan diagnosa keperawatan gangguan tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan kongenital (hidrosefalus) sesuai dengan teori, pembesaran pada kepala membuat anak tidak dapat beraktifitas, kelebihan berat kepala dan berat tubuh yang tidak seimbang menyebabkan anak tidak bisa mengangkat kepala sehingga anak tidak dapat beraktifitas secara normal dan perkembangan motorik anak terlambat. Penyempitan pada saraf otak juga dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan motorik halus dan kasar anak. Diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan patologis dan fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat dari proses penyakit yang setiap orang akan mengalami suatu perubahan yang berbeda sehingga kesenjangan antara teori dan studi kasus dapat terjadi. 3. Perencanaan keperawatan Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan yang muncul pada An. M, berdasarkan kasus tindakan yang dilakukan selama 5 hari seusuai dengan intervensi yang telah peneliti susun. Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko ketidakefektifan perusi jaringan otak intervensi yang dilakukan yaitu monitor tanda-tanda vital, yaitu memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan, monitor frekuensi dan irama pernafasan. Rilantono (2013) melakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi pasien dari tekanan darah, pernafasan, nadi dann suhu yang dialami pasien. Fitriyah (2013) Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena. Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 66. 53 Menurut analisa peneliti intervensi pemantauan tanda-tanda vital sangat perlu dilakukan pada anak yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi otak agar dapat mengetahui perfusi otak atau aliran darah ke otak. Rencana tindakan selanjutnya monitor tekanan intra kranial (TIK) intervensi yang dilakukan adalah kolaborasi dalam pemberian antibiotik, memonitor suhu, periksa tanda dan gejal kaku kuduk. Menurut penelitian Fitriyah (2013) Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral. Menurut analisa peneliti memonitor TIK perlu juga dilakukan pada anak yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi otak. Memantau tanda gejala kaku kuduk merupakan salah satu tindakan untuk memantau TIK, terjadi nya kaku kuduk menadakan adanya hambatan aliran darah akibat tekanan di ventrikel otak. Kolaborasi pemberian antibiotik juga dilakukan untuk menekan jumlah bakteri yang menyerang otak. Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan hipertermi yaitu pengaturan suhu intervensi yang dilakukan adalah memonitor suhu setiap 2 jam, meningkatkan intake cairan dan nutrisi, kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik. Memonitor suhu setiap 2 jam dilakukan untuk memantau suhu apakah ada kenaikan atau penurunan suhu setiap 2 jam sekali. Rencanan meningkatkan intake cairan dan nutrisi sangat perlu agar ank tidak mengalami dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh. rencan kolaborasi pemberian obat antipiretik juga sangat perlu, karean suhu tubuh yang tinggi tidak dapat diturunkan hanya dengan mengompres saja, tetapi juga diperlukan bantuan dari obat-obatan. Poltekkes Kemenkes Padang
  • 67. 54 Rencana tindakan selanjutnya yaitu perawatan demam intervensi yaitu pantau suhu dan tanda-tanda vital, menganjurakn untuk mengompres. rencana mengompres dilakukan untuk memindahkan suhu badan ke suhu lingkungan. Rencana tindakan selanjutnya yaitu manajeman kejang intervensi nya yaitu mempertahankan jalan nafas, dan melakukan manajemen kejang apabila anak mengakami kejang. rencana manajemen kejang dilakuakn karena anak memiliki riwayat kejang dan meminimalisir terjadinya kejang berulang. Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu kerusakan integritas kulit intervensinya yaitu perawatan luka, monitor tekanan, manajemen nutrisi dan cairan. Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko keterlambatan perkembangan intervensinya yaitu peningkatan perkembangan anak. Rencana keperawatan ini dilakukan untuk menstimulasi perkembangan anak, karena anak mengalami keterlambatan perkembangan. 4. Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan risiko ketidakefektifan perfusi otak yaitu melakukan pemeriksaan pupil mata, GCS, melakuakan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK, melakukan pengukuran lingkar kepala, memberikan obat cefotaxim 2 x 4 mg dan dexametason 4 x 0,75 mg Menurut penelitian Fitriyah (2013) perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan Poltekkes Kemenkes Padang
  • 68. 55 tindakan untuk memeriksa apakah ada tanda peningkatan TIK seperti kaku kuduk dan muntah yang menyemprot. Menurut analisa peneliti pelaksanaan intervensi pada diagnosis ini penting untuk melihat adanya gangua perfusi di dalam otak. Seperti pemantauan tanda peningkatan TIK, pmeriksaan GCS, pengukuran lingkar kepala dan pemberian obat. Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit yaitu mengukur suhu anak setiap 2 jam, menganjurkan ibu untuk memberikan anak susu, memantau komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk mengompres hangat anak, memberikan obat PCT 2x150 mg dan diazepam 3x0,5 mg sesuai terapi medis Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan untuk menurunkan demam dengan menggunakan cairan yang hangat menggunakan handuk atau kain atau sesuatu yang dapat digunakan untuk media yang diberikan terhadap tubuh yang memerlukan (Asmadi, 2008). Menurut penelitian tentang kompres hangat yang dilakukan oleh Mohamad (2012), pada penanganan hipertermi anak diusahakan agar tidak menggunakan obat- obatan terlebih dahulu kecuali suhu tubuh anak diatas 38oc karena berdampak buruk efek toksik pada si anak. Pada pemberian kompres hangat terdapat mekanisme tubuh terhadap kompreshangat tersebut, dengan pemberian kompres hangat maka tubuh akan memberikan sinyal kepada hipotalamus melalui sumsum tulang belakang dan akan merangsang pusat pengaturan panas Pada kasus hidrosefalus demam yang dialami anak merupakan respon tubuh dari infeksi yang mnyerang tubuh, pemantauan suhu dilakukan untuk mengukur adanya peningktan atau penurunan suhu tubuh anak. Memberikan susu bertujuan untuk menghindari terjadi nya dehidrasi Poltekkes Kemenkes Padang