SlideShare a Scribd company logo
1 of 65
Download to read offline
i
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS
INJEL NAPOLEON
Pomacanthus xanthometopon
MAULI KASMI
PENERBIT CV. PENA PERSADA
ii
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
Penulis:
Mauli Kasmi
ISBN :
9786233153768
Editor:
Wiwit Kurniawan
Design Cover :
Retnani Nur Briliant
Layout :
Eka Safitry
Penerbit CV. Pena Persada
Redaksi :
Jl. Gerilya No. 292 Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas
Jawa Tengah
Email : penerbit.penapersada@gmail.com
Website:penapersada.com Phone:(0281)7771388
Anggota IKAPI
All right reserved
Cetakanpertama:2020
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa
izin penerbit
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Swt,
atas segala rahmat dan karunianya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan buku yang berjudul “PENGELOLAAN
SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS
INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon”. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca.
Dalam buku ini membahas mengenai: 1) kondisi habitat dan
kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan, 2)
status pemanfaatan ikan injel napolen unuk keberlanjutan stok di
Perairan Sulawesi Selatan. Hasil kajian dalam buku ini
menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi
menunjukkan kategori sedang sampai baik. Kajian ini
menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi
positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang
hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk
pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang,
submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang
tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan guna penyempurnaan buku ini. Akhir kata
saya berharap Allah Swt berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................1
A. Produk Perikanan Indonesia.................................................1
B. Jenis IkanInjel Napoleon ......................................................3
BAB II ASPEK BIO-EKOLOGI IKAN HIAS INJEL NAPOLEON . 5
A. Biologidan Taksonomi ..........................................................5
B. Distribusi Geografi dan Habitat............................................6
C. Kebiasaan Makan...................................................................8
D. Reproduksi .............................................................................9
E. Umur dan Pertumbuhan .....................................................11
F. Mortalitas dan Rekruitmen .................................................16
BAB III STATUS PEMANFAATAN SUMBERDAYA
PERIKANAN..............................................................................19
A. Produksi dan Fungsi Produksi............................................19
B. Produksi Surplus..................................................................22
C. STATUS PEMANFAATAN IKAN INJEL Napoleon
Pomacanthus Xanthometopon Di Perairan Sulawesi
Selatan23 BAB IV TREND PERMINTAAN ..................................27
A. Definisi Permintaan.............................................................27
B. Sistem Distribusi..................................................................33
C. Permintaan Ikan Injel Napoleon.........................................34
BAB V TREND PENAWARAN .................................................. 35
A. Definisi Penawaran..............................................................35
B. Sisi Penawaran Ikan Injel Napoleon...................................42
DAFTAR PUSTAKA........................................................................48
TENTANG PENULIS......................................................................60
1
A. Produk Perikanan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri
dari 13.466 pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas
perairan 3.257.483 km2. Indonesia terletak dalam kawasan
segitiga terumbu karang (coral triangle) dunia yang
merupakan pusat keragaman biota laut tertinggi terutama
spesies karang dan ikan hias yang sangat tinggi sehingga
menjadikan Indonesia dipertimbangkan sebagai pusat
keanekaragaman terumbu karang dunia. Sebanyak sekitar 569
jenis karang yang termasuk dalam 82 genus karang dijumpai
di Indonesia.
Meskipun terumbu karang memiliki nilai ekonomi
yang tinggi bagi Indonesia, Sayangnya, terumbu karang
sangat rentan terhadap kerusakan, terutama oleh tekanan
manusia. Penurunan terumbu karang di Indonesia
disebabkan oleh berbagai macam hal, antara lain sedimentasi,
pencemaran yang berasal dari daratan seperti pembuangan
limbah industry maupun domestik, penambangan karang
untuk bahan bangunan ataupun kerusakan-kerusakan fisik
lainnya seperti eksploitasi berlebih sumberdaya laut, dan
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti
penggunaan bahan peledak dan racun seperti potassium
Ikan hias dan karang hias merupakan salah satu
komoditas perdagangan ikan internasional utama Indonesia.
Komoditas ikan hias dan karang hias selama ini ikan hias
banyak dipandang sebelah mata, baik oleh para pelaku bisnis
maupun pemerintah. Perspektif pelaku usaha dan pemerintah
produk ikan hias Indonesia selama ini kalah bersaing dengan
produk ikan hias dari negara Singapore. Namun demikian
dalam beberapa tahun terakhir kontribusi Singapore dalam
BAB I
PENDAHULUAN
2
perdagangan ikan hias dunia terus mengalami penurunan.
Menurunnya kontribusi Singapore dalam perdagangan ikan
hias dunia, telah membawa berkah bagi para eksportir ikan
hias di Indonesia. Pelaku usaha dan penentu kebijakan sudah
saatna menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar
eksportir ikan hias dunia dengan asset hemparan perairan
yang sangat luas dengan terumbu karangnya yang dihuni
oleh banyaknya jenis biota sehingga menjadi eksotis.
Perdagangan ikan hias Indonesia dalam periode 2000 –
2013 terus mengalami peningkatan. Bahkan puncaknya pada
tahun 2013 Indonesia dapat mengalahkan Singapore dalam
posisi lima besar eksportir ikan hias dunia. Dalam Periode
2000 – 2013 nilai ekspor ikan hias (HS 030110) mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 8,40 persen pertahun.
Pertumbuhan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan nilai ekspor rata-rata untuk total ekspor ikan
dan produk perikanan (HS 03) dalam periode yang sama
yang hanya mencapai 5,43 persen pertahun. Ikan hias
merupakan salah satu komoditas ikan hidup utama yang
diperdagangkan dipasar Internasional. Data International
Trade Center (2017) menunjukan bahwa dalam periode 2001-
2015 rata-rata nilai ekspor ikan hias dunia (ikan hias air tawar
dan air laut) mencapai 298,06 Juta US $, dengan pertumbuhan
ekspor mencapai 4,26 persen pertahun.
Sementara itu terkait dengan negara tujuan ekspor ikan
hias Indonesia dalam lima tahun terakhir, khususnya pasca
pemberlakuan perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA)
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Data UN-
Comtrade (2014) menunjukan bahwa negara tujuan ekspor
ikan hias Indonesia tahun 2009 (Sebelum CAFTA) lebih
dominan ditujukan ke negara Singapore (16,598 %), Jepang
(13,791 %), USA (13,764 %) dan Malaysia (10,919 %).
Sementara itu pada tahun 2013 (sesudah CAFTA) sampai saat
ini negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia berubah menjadi
China (20,739 %), Hongkong (12,788 %), USA (11,430%) dan
Jepang (8,83 %). Sementara itu nilai ekspor ikan hias
3
Indonesia ke Singapore mengalami penurunan drastis, pada
tahun 2013 share nilai ekspor ikan hias Indonesia ke
Singapore hanya sebesar 6,610 %). Pada tahun 2015 negara
tujuan ekspor ikan hias air tawar juga masih didominasi ke
wilayah China. Sementara itu, Amerika Serikat mampu
menyerap sekitar 70% dari total impor ikan hias dunia,
sedangkan Indonesia baru memenuhi 15% ekspor atau
permintaan dunia dari keseluruhan eksportir ikan hias
seluruh dunia.
Sulawesi Selatan terdapat sekitar 200 sampai 400
nelayan yang pekerjaan utamanya adalah nelayan ikan hias
dan 20 sampai 50 pengumpul ikan hias. ikan hias laut hampir
semuanya berasal dari hasil penangkapan di alam. Ikan hias
laut termasuk karang hias, invertebrata lainnya diambil dari
daerah terumbu karang dan habitat lain di sekitarnya. Oleh
sebab itu, perdagangan ikan hias dapat mengancam
kelestarian ekosistem terumbu karang jika penangkapannya
tidak berwawasan lingkungan (AKIS, 2019).
Berbagai macam model pengelolaan yang dapat
dilakukan seperti pengaturan jumlah tangkapan, ukuran dan
jenis alat tangkap, pembentukan Daerah Perlindungan Laut
dan sertifikasi melalui ecolabelling sangat penting untuk
diterapkan. Namun demikian, informasi mengenai aspek
tingkat produksi, ketersediaan stok dan sistem reproduksi
ikan hias ini masih sangat sedikit diketahui.
B. Jenis Ikan Injel Napoleon
Salah satu jenis ikan hias laut yang banyak diminati
pecinta ikan hias adalah jenis ikan injel napoleon
Pomacanthus xanthometopon . Jenis ikan ini merupakan
primadona bagi kolektor pecinta akuarium air laut dan
merupakan salah satu komoditas ekspor disektor perikanan.
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi yang penting diperhatikan karena
kapasitas suplai yang besar dan permintaan yang terus
meningkat. Tingginya permintaan terutama berasal dari
4
negara- negara berkembang dan maju dengan meningkatnya
jumlah penduduk (Choir, 2007). Oleh sebab itu, upaya
penangkapannya semakin digalakkan seiring dengan
meningkatnya permintaan akan ikan injel napoleon.
Perairan Sulawesi Selatan cukup potensial bagi
penangkapan ikan injel napoleon. Hal ini terlihat dengan
banyaknya nelayan yang melakukan penangkapan ikan
tersebut secara intensif. Dengan demikian, dikhawatirkan
populasi ikan tersebut mengalami penurunan.
5
A. Biologi dan Taksonomi
Allen (2000) mengemukakan bahwa secara taksonomi
ikan hias injel napoleon diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chordata, Class: Pisces,Ordo : Perciformes, Famili :
Pomacanthidae, Genus : Pomachantus, Spesies : Pomachantus
xanthometapon. Ikan injel napoleon sangat menarik dengan
kombinasi berbagai warna yang dominan, seluruh badannya
kaya akan warna, itulah sebabnya ikan ini dijuluki bidadari
bercadar.
Ikan injel napoleon dalam bahasa perdagangan, ikan ini
dikenal dengan nama blue face angelfish (Kuiter dan Takana,
2001). Ikan ini merupakan spesies termahal dari kelompok
ikan angel dan mempunyai nilai tawar dalam memasarkan
jenis ikan hias lainnya.
Ikan injel napoleon bernilai ekonomi tinggi, panjang
badannya bisa mencapai 40 cm, sirip punggung, sirip dada,
dan sirip ekor berwarna kuning. Sirip punggung berjari jari
lemah dan pada bagian belakang terdapat sebuah titik hitam,
sirip ekor berbentuk bundar atau membundar dengan tepian
warna biru. Sirip perut dan sirip dubur berwarna putih
dengan tepi biru. Sirip punggung mempunyai 13–14 jari-jari
keras dan 16–18 jari- jari lemah, sedangkan sirip dubur
mempunyai 3 jari-jari keras dan 16–18 jari-jari lemah (Balai
Riset Perikanan Laut, 2006)( Gambar 1).
BAB II
ASPEK BIO-EKOLOGI IKAN HIAS INJEL
NAPOLEON
6
Gambar 1 Morphologi ikan injel napoleon Pomachantus
xanthometapon
Pomachantidae termasuk ikan yang mempunyai daya
tarik bila diamati secara seksama, badannya bulat, panjang,
dan pipih. Sisik berukuran kecil, keras, stenoid dengan striae
longitudinal dan berkerut kerut. Pada bagian kepala, sisik
berukuran lebih kecil dan gurat sisi melengkung sampai dasar
ekor serta pre-orbitalnya berpinggiran halus dan bergerigi
atau berduri (Balai Riset Perikanan Laut, 2006).
B. Distribusi Geografi dan Habitat
Ikan-ikan dari famili Pomacanthidae ditemukan di
seluruh laut Tropis, terutama di pantai karang. Makanannya
adalah organisme yang menempel di karang dan batu. Di
Indonesia ikan ini banyak tersebar di Perairan Aceh,
pelabuhan Ratu, Labuan, Ujung Genteng, Sibolga, Lampung,
Binungaeun, Perairan Sulawesi dan Kalimantan (Balai Riset
Perikanan Laut, 2006).
Pomacanthidae ada 8 genus dan 82 spesies di seluruh
dunia dan penyebarannya sangat luas terutama di daerah
Perairan Indo-Pasifik Barat, Laut Merah, Afrika Timur,
7
Samoa, Jepang Selatan, Australia, dan Indonesia (Nelson,
2006). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan injel napoleon
P.xanthometopon, menghabiskan seluruh hidupnya dalam
bongkahan dan lereng luar terumbu karang.
Famili Pomancanthidae (Angel Fish) mempunyai
bentuk yang menarik seperti bidadari. Hidup di terumbu
karang di Perairan Tropis,soliter,dan terkadang berpasangan.
Hidup pada kedalaman 1-50 meter seperti marga Centropype
dan Genicanthus. Penyebaran ikan injel di Perairan Indo
Pasifik adalah Australia (23 jenis), Papua Nugini (22 jenis),
Indonesia (21 jenis), Taiwan (20 jenis) dan Philipina (19 jenis).
Kelompok ikan dari suku Pomacanthidae tersebar
di seluruh Perairan Tropik dengan jumlah terbesar di wilayah
Indo Pasifik bagian barat, yaitu mencapai 80% dari jumlah
total jenis suku tersebut di dunia (Allen, 1979). Sebagai
anggota suku Pomacanthidae, anglefish umumnya hidup
pada kedalaman 10–20 m di daerah yang mempunyai
tempat berlindung, di dalam bentukan batu-batuan yang
besar, di gua-gua atau lubang-lubang dan celah-celah karang.
Jenis ikan ini jarang didapatkan di daerah bentangan pasir
yang luas atau wilayah-wilayah lain yang mempunyai
permukaan yang landai dan hampir sepanjang hidupnya
Pomacanthidae dilewatkan di dasar perairan untuk mencari
makan. Ketika masih berusia muda, angelfish banyak
terdapat di daerah yang dangkal (kurang dari 3 m),
sedangkan pada masa dewasa lebih sering dijumpai pada
daerah yang lebih dalam (3–10 m). Jenis ikan ini
(Hutoma dkk, 1985). kebanyakan mempunyai wilayah-
wilayah tertentu dan menghabiskan waktu di dekat dasar
untuk mencari makanan, dan secara periodik
menyembunyikan diri dari lubang- lubang persembunyian di
dalam karang.
Pada saat remaja jenis ikan injel napoleon menetap di
gua gua terumbu karang yang ditumbuhi spong dan alga
pada kedalam 5 sampai 25 meter. Warna seperti pelangi,
terjadi perubahan warna selama fase pertumbuhan, hidup
8
soliter dan berpasangan, di bawah tutup insang ada duri,
makanannya adalah alga dan spong. Pomacanthidae pada
saat juvenile biasanya hidup di celah - celah ganggang yang
padat sekitar kedalaman 1 atau 2 m, sedangkan pada saat
dewasa lebih memilih terumbu karang di sekitar pantai untuk
tempat persembunyiannya (Nelson, 2006).).
Distribusi dan jumlah ikan karang sangat dipengaruhi
juga oleh faktor biologi dan fisik di daerah terumbu karang,
seperti gelombang, arus, cuaca, sedimentasi, kedalaman
perairan, fisiografi dan kompleksitas terumbu karang. Oleh
sebab itu, tidak ada proses tunggal yang mempengaruhi
struktur komunitas ikan karang (Jennings dan Polunin, 1996).
Secara umum dapat dinyatakan bahwa keanekaragaman dan
kepadatan ikan karang sangat berkaitan dengan kompleksitas
dan kesehatan terumbu karang sebagai habitat. Distribusi
ruang (spatial distribution) berbagai jenis ikan karang
bervariasi menurut kondisi dasar perairan. Perbedaan habitat
terumbu karang menyebabkan adanya perbedaan kumpulan
ikan-ikan. Dengan kata lain, interaksi intra dan inter jenis
berperan penting dalam penentuan pewilayahan (spacing).
Setiap kumpulan ikan mempunyai kesukaan (preferensi)
terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing kumpulan
ikan menghuni wilayah yang berbeda.
Hampir seluruh ikan yang hidup di terumbu karang
mempunyai ketergantungan yang tinggi, baik dalam hal
perlindungan maupun makanan, terhadap karang. Oleh
karenanya jumlah individu, jumlah spesies dan komposisi
jenisnya dipengaruhi oleh kondisi setempat. Telah banyak
penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara
kompleksitas topografi terumbu karang dengan distribusi dan
kelimpahan ikan-ikan karang (Sutton, 1983).
C. Kebiasaan Makan
Pomacanthus yang berukuran besar adalah umumnya
kebiasaan memakan spons, ditambah alga sebagai makanan
pelengkap, sedangkan ikan ukuran kecil biasanya memakan
9
zoantharia, tunicata,gorgonia, telur ikan, hydroid dan
spermatophyta (termasuk lamun). ikan injel Kambing
merupakan ikan omnivora (pemakan segala). Ikan injel
yang berukuran kecil dengan panjang total kurang dari 20 cm
memanfaatkan rumput laut (alga) sebagai makanan utama,
sedangakan ikan yang lebih besar dengan panjang total di
atas 23 cm memanfaatkan spons sebagai makanan
utamanya. UmumnyaPomacanthidae hidup soliter atau
berpasang pasangan dan biasanya memakan spong, tunicates
dan ganggang (Sommer dkk., 1996).
D. Reproduksi
Pulungan (2004), menyatakan gonad ikan adalah
sebagai kelenjar biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan
gonad ikan jantan dinamakan testes. Ovari dan testes ikan
dewasa biasanya terdapat pada individu yang terpisah,
kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan
betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes). Tingkat
kematangan gonad adalah tahap tertentu gonad sebelum dan
sesudah ikan itu memijah. Tahapan perubahan
perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat
penting. Data perkembangan gonad dapat dibandingkan
antara ikan yang belum dan yang sudah dewasa, antara ikan
yang sudah matang gonad dan yang belum, antara yang
akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta
dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies
ikan itu pertama kali mengalami matang gonad dan
memijah.Kematangan gonad dari suatu spesies ikan ada
kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor
lingkungan.
Berdasarkan aspek reproduksi, jenis ikan injel kambing
(P. annularis) bersifat hermaprodit protogini, yaitu ikan yang
dalam daur hidupnya mengalami perubahan kelamin dari
betina menjadi jantan, umumnya ikan-ikan angelfish bersifat
hermaprodit protogini dan hidupnya selalu berpasangan.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti pada umur dan
10
ukuran berapa kelompok ikan ini mengalami pembalikan
seksual atau pergantian sel kelamin. Berdasarkan hasil
penelitian studi injel kambing yang dilakukan Burhanuddin
(1997), pada umumnya ikan betina menjadi jantan setelah
mencapai ukuran di atas 28 cm dan bobot di atas 948 g.
Berdasarkan hasil penelitian Moyer dan Nakazono
dalam Allen (1979), waktu pemijahan ikan tersebut
berlangsung antara bulan Mei sampai Oktober dengan
kisaran suhu optimal 25–28OC. Pemijahan sebagian besar
terjadi 10 menit sebelum matahari terbenam sampai 5 menit
setelah matahari terbenam. Pada keadaan cuaca yang
mendung dan berawan, aktivitas pemijahannya berlangsung
lebih dari waktu tersebut. Untuk waktu penetasan telur
menjadi larva ikan antara 18 sampai 30 jam. Selanjutnya
Olivotto, dkk (2006), juga mengemukakan bahwa ikan
angelfish mengeluarkan sel telurnya di permukaan perairan
dan mengambang dengan bentuk seperti rakit, sementara
larva ikan ini bersifat planktonik sewaktu berumur antara 3
sampai 5 minggu.
Hasil penelitian Leu dkk, (2009)
menunjukkan bahwa P. semicirculatus sudah dapat memijah
dengan ukuran 40,2 cm panjang total (TL) untuk jantan dan
36,0 cm panjang total (TL) untuk betina. Sedangkan ciri-ciri
betina dewasa perut bengkak, warna normal sedangkan
jantan warna agak pucat, tubuh ramping atau lebih
memanjang. Jenis ikan ini memijah secara alami sekitar bulan
September sampai oktober, Fekunditas harian untuk 22 hari
dan memijah berkisar antara 2.500 dan 20.100 telur per ekor
(rata - rata 10.455 butir).Secara alami dalam pemeliharaan
larva P. Semicirculatus masih mempunyai beberapa kendala
diantaranya adalah kelangsungan hidup pada larva sering
gagal hidup dan hanya berlangsung tidak lebih dari dua
minggu.
11
E. Umur dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat
yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang
merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan
makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme
perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan di
mana organisme tersebut berada serta ketersediaan pakan
yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan
hidup dan pertumbuhan (Nikolsky, 1969).
Menurut Fahmi, (1997),P. annularis mengalami
pertumbuhan di alam dengan perubahan warna yang
mencolok dari stadia juvenile sampai dewasa. Pada stadia
juvenile, ikan ini mempunyai warna agak putih dengan garis
biru kehitaman yang melingkar sepanjang sisi tubuhnya dan
ukuran panjang sekitar 2,75 inci (± 7 cm). Pada stadia dewasa,
ikan ini mengalami perubahan corak dan warna tubuh, yaitu
tubuh berwarna orange kecoklatan dengan garis-garis
melintang berwarna biru sepanjang tubuhnya dengan
panjang tubuh dapat mencapai 12 inci (± 30,5 cm).
Berdasarkan hasil penelitian Burhanuddin (1997) dan
Fahmi (1997), pada bulan September sampai Oktober 1996 di
perairan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat,
menunjukkan pola pertumbuhan ikan injel kambing di
perairan tersebut bersifat allometrik yaitu kondisi di mana
pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan
panjang tubuh.
Pertumbuhan sering didefinisikan dalam dinamika
populasi sebagai perubahan panjang atau berat dari suatu
organisme selama waktu tertentu.Pertumbuhan juga
didefinisikan sebagai peningkatan biomas suatu populasi
yang dihasilkan oleh asimilasi bahan-bahan dari dalam
lingkungannya (Beverton dan Holt, 1957). Selanjutnya
dikatakan bahwa pertumbuhan ikan merupakan suatu pola
kejadian yang kompleks yang melibatkan banyak faktor yang
berbeda, termasuk di dalamnya: (i) temperatur dan kualitas
air, (ii) ukuran, kualitas, dan ketersediaan organisme
12
makanan, (iii) ukuran, umur, dan jenis kelamin ikan itu
sendiri, dan (iv) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan
sumber-sumber yang sama.
Jones (1992), meneliti otoliths sagital dari 398 ekorikan
angelfish abu-abu (P. arcuatus) yang dikumpulkan dari
Florida Keys antara bulan September 2000 dan September
2003 didapatkan ikan berukuran panjang total (TL) 78 - 442
mm. Ikan jantan memiliki panjang total rata-rata 329 mm (n =
192) dan betina rata-rata 308 mm (n = 166). Hubungan antara
TL dan usia digambarkan oleh pertumbuhan von Bertalanffy
equation Lt = 325,1 [1 - exp (-0,0601 (t + 0,828))] untuk betina
dan Lt = 388,5 [1 - exp (-0,383 (t + 0,923))] untuk jantan. Ikan
betina dan jantan tumbuh pesat selama 5 tahun pertama
hidup dan akhirnya mencapai panjang asimtotik 325 dan 388
mm dengan usia diperkirakan mencapai 24 tahun. Parameter
morfometrik digunakan untuk mengevaluasi
pertumbuhan model angelfish termasuk panjang ikan dan
bobot tubuh dan panjang otolith, lebar, ketebalan, dan berat.
Seperti halnya dengan panjang ikan, berat badan seiring
dengan otolith meningkat sepanjang kehidupan ikan, namun
tingkat kenaikan lambat dengan bertambahnya usia. Hanya
ketebalan otolith yang linier dengan usia ikan. Regresi
stepwise maju menghasilkan persamaan berikut: ln (usia + 1)
= 1,157 + 2,542 × ln (otolith ketebalan) yang menunjukkan
bahwa ketebalan otolith, yang menjelaskan 89% dari variasi,
adalah prediktor terbaik dari umur.
Variabel tambahan tidak meningkatkan regresi, juga
tidak membagi data menjadi himpunan bagian berdasarkan
tingkat pertumbuhan. Setelah hubungan ketebalan usia
otolith terbentuk, proses sederhana untuk mengukur
ketebalan otolith adalah efektif untuk menentukan usia
angelfish abu-abu. Penggunaan model serupa pada spesies
lain, bersama validasi periodik untuk memastikan bahwa
terdapat hubungan parameter usia otolith yang belum
berubah dari waktu ke waktu, dapat menyederhanakan lama
pengumpulan data untuk model populasi. Hal ini,
13
memungkinkan perikanan dikelola lebih baik dengan biaya
yang jauh berkurang.
Untuk menentukan laju pertumbuhan ikan dapat
digunakan tiga cara yaitu: (i) interpretasi penyebaran
frekuensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara periodik,
dimana dibuat kurva frekuensi panjang untuk mencari jejak
modus kelas tahun melalui populasi, (ii) interpretasi data
“tagging and release” yaitu menandai dan melepaskan
individu-individu yang sebelumnya ditentukan umur dan
ukurannya untuk penangkapan berikutnya, dan (iii) analisis
tanda umur pada bagian yang keras yaitu menghitung
pertumbuhan sebelumnya dengan menganalisis laju
pertumbuhan skala-skala annuli atau struktur tulang lainnya.
Dasar pokok penentuan umur ada dua cara yaitu: 1) Metode
tidak langsung, didasarkan pada analisis data frekuensi
panjang musiman, dimana penerapannya akan baik
digunakan pada spesies-spesies yang mempunyai siklus
pemijahan pendek dan struktur populasi tidak mengalami
perubahan selama proses pemijahan. Mempelajari umur
dengan menggunakan metode frekuensi panjang bergantung
pada sifat-sifat reproduksi dan pertumbuhan. Ikan-ikan
perairan tropis umumnya mengadakan pemijahan setahun
sekali dalam jangka waktu yang relatif pendek sehingga
mempunyai pertumbuhan yang hampir seragam. Oleh sebab
itu, penekanan metode ini adalah mencari distribusi
normalnya karena terdapat individu yang berumur tua
namun pertumbuhannya lambat bila dibanding dengan
individu muda, dan 2) Metode langsung didasarkan pada
pencatatan lingkaran pertumbuhan pada bagian tubuh yang
keras seperti pada otolith (Effendie, 1997).
Bentuk otolith biasanya oval yang merupakan hasil
pengendapan atau konkresi bahan kapur yang terbentuk
menjadi lapisan-lapisan konsentris dan prosesnya terjadi
sepanjang waktu sejalan dengan pertumbuhannya. Akibat
faktor-faktor yang tidak diketahui yang kemungkinan
berhubungan dengan ketersediaan pakan atau musim
14
menghasilkan lapisan-lapisan tertentu pada beberapa spesies
(Jones, 1992). Selanjutnya dikatakan bentuk otolith mengalami
perubahan dan pertambahan ukuran sejalan dengan
pertumbuhannya. Juvenile bentuknya relatif lebih ramping
dan oval kemudian menjadi besar dan tebal selama
tumbuh,pada individu dewasa tidak mengalami perubahan
lebih lanjut.
Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan ikan
merupakan parameter populasi yang mempunyai peranan
sangat penting dalam pengkajian stok perikanan.
Pengetahuan meliputi aspek umur dan pertumbuhan dari
stok yang sedang dieksploitasi mutlak perlu diteliti, agar
dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan
utama dalam tindakan pengelolaan stok yang bijaksana (FAO,
1998).
Tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan
pertumbuhan ikan adalah: 1). Mengetahui sebaran kelompok
umur yang menunjang produksi sektor perikanan yang
bersangkutan, 2). Menduga laju mortalitas (alami dan
penangkapan) yang mempengaruhi stok serta menduga
tingkat pengusahaannya, 3). Menilai tingkat “potensial
yield”stok tersebut. Oleh sebab itu, semua metode-metode
pengkajian stok pada intinya bekerja dengan data komposisi
umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi umur
diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran-
lingkaran tahunan pada bagian-bagian yang keras seperti
sisik dan otolith pada ikan. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk
oleh karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai
kondisi lingkungan dari musim panas ke musim dingin dan
sebaliknya. Di daerah tropis, perubahan drastis seperti itu
tidak terjadi sehingga penghitungan didasarkan kepada
lingkaran yang terbentuk secara harian (Sparre dkk., 1987).
Pertumbuhan ikan didefinisikan sebagai perubahan
massa tubuh (berat tubuh) berdasarkan satuan waktu yang
merupakan hasil akhir dari dua proses yang mempunyai cara
kerja berlawanan, yang pertama membentuk massa tubuh
15
(anabolisme) dan satu lagi memecahkan massa tubuh yang
terbentuk tadi (katabolisme) (Von Bertalanffy, 1957):
dW/dT = H. Wd – k. We (1)
dimana:
dW/dT : perubahan berat tubuh ikan per satuan
waktu
H : koefisien anabolisme, dan
k : koefisien katabolisme
Prosesanabolisme berbanding lurus (proportional)
dengan nilai perpangkatan ”d” dari bobot tubuh (W),
sedangkan katabolisme sendiri berbanding lurus dengan
berat tubuh (W) (Pauly, 1981).
Ikan tropis biasanya memijah secara bertahap
sepanjang musim yang sangat lama. Hal ini, menimbulkan
kesukaran dalam interpretasi sebaran frekuensi panjang yang
sifatnya ”multinormal”, sebagai akibat dari pulsa
penambahan baru (recruitment) lebih dari satu kali sepanjang
tahun hasil pemijahan tadi. Pemisahan sebaran
”multinormal” dapat diatasi dengan baik melalui
pendekatan komputer maupun pendekatan grafik (Tanaka,
1960) akan tetapi hasil yang diperoleh belum memuaskan
dikarenakan teknik ”Model Class Progression Analysis”
masih subyektif sehingga dapat menimbulkan kesulitan dan
keraguan dalam menghubungkan modus frekuensi panjang
antar sampel tadi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pauly
danCaddy
(1985), mengajukan suatu metode yang sifatnya lebih
obyektif, yaitu dengan mencocokkan (fitting) satu deretan
kombinasi kurva pertumbuhan VBGF yang mungkin dari
hasil pergeseran ukuran sampel ikan tersedia, kemudian
dipilih kurva VBGF yang dapat melewati modus ukuran
terbanyak dari sampel yang tersedia. Kombinasi parameter
VBGF yang diperoleh diharapkan dapat menggambarkan
pola pertumbuhan umum dari ikan yang diteliti tadi.
16
F. Mortalitas dan Rekruitmen
Informasi mengenai laju mortalitas dari stok ikan yang
dieksploitasi, mempunyai peranan yang penting dalam
tindakan pengelolaan stok perikanan yang rasional. Dengan
diketahuinya laju mortalitas (alami dan penangkapan) stok
ikan tersebut, maka dapat diduga tingkat pengusahaan stok
ikan yang sedang dieksploitasi dan selanjutnya menduga
”potential yield” stok tersebut berdasarkan penerapan
berbagai model pengelolaan yang tersedia saat ini (Beverton
dan Holt, 1957).
Sebagaimana kebanyakan organisme laut, siklus hidup
ikan karang dibagi atas 2 fase, yaitu fase sedentari (menetap)
yang berasosiasi dengan pasang surut, dan fase pelagis yang
bergerak dan menyebar (Cushing, 1968). Ada 2 konsekuensi
langsung yang berkenaan dengan siklus hidup yang
kompleks tersebut, yaitu 1) individu harus mampu
beradaptasi dengan segala resiko dari dua lingkungan yang
sangat berbeda, dimana bertambah sejumlah faktor potensil
membatasi ukuran populasi. 2) populasi organisme laut
umumnya terorganisir dalam metapopulasi dimana populasi
sedentari dewasa berhubungan dengan fluktuasi larva.
Rekrutmen dianggap sebagai settlement yaitu saat
dimana larva ikan telah berasosiasi dengan substrat atau
suatu periode biologis yang sudah terdefinisikan dengan jelas
(Fraschetti dkk, 2003).
Geografis asal dari ikan rekruit dapat menentukan
skala kapan bisa dikatakan berdekatan secara demografis
(self-replenishing). Keterkaitan antara daerah geografis
merupakan persoalan besar dalam pengelolaan perikanan,
begitu pula dalam program-program konservasi, dan karena
penyebaran populasi ikan menjadi issu sentral dalam ekologi
terumbu karang. Penyebaran ikan karang diketahui terbatas,
dimana komposisi spesies tidak sama disemua tempat dan
sering spesies khas atau luas batasan geografisnya dapat
diamati (Cappo danKelley, 2001).
17
Terumbu-terumbu karang yang tidak dipisahkan oleh
perairan terbuka yang luas dianggap saling berhubungan
melalui larva dengan frekuensi yang tinggi. Paradigma ini
diragukan dalam tulisan Roberts (1997), yang mengemukakan
bahwa hanya dengan aliran arus dan durasi larva saja sudah
dapat mendeteksi laju perubahan larva dari terumbu hulu ke
terumbu hilir.
Mortalitas total stok ikan di alam didefinisikan sebagai
laju penurunan kepadatan individual ikan dengan
berdasarkan waktu secara eksponensial. Mortalitas total ikan
dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan hubungan
yakni Z = M + F dimana F = Fishing Mortality dan M =
Natural Mortality (Beverton and Holt, 1957).
Mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan strategi
daur hidup (life history strategy), yang dikenal sebagai ”r and
k selection” yang sangat beragam antar kelompok ikan baik
secara interspesifik maupun intraspesifik (Gunderson dan
Dygert, 1988). Para ahli biologi perikanan menunjukkan
bahwa mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan
parameter pertumbuhan K (Model VBGF) dan umur
maksimum (longevity atau life span) (Cushing, 1968).
Pauly (1981) mengemukakan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara mortalitas alami ikan (M)
parameter pertumbuhan VBGF dan suhu lingkungan perairan
dimana stok ikan tersebut berada sepanjang tahun. Rumus
empiris mengenai hubungan antara laju mortalitas alami (M)
dengan parameter tersebut di atas yang ditentukan
berdasarkan data yang berasal dari 175 stok ikan mewakili 75
famili.
Rikhter dan Efanov (1976) mengemukakan bahwa laju
mortalitas alami (M) ikan mempunyai hubungan negatif
dengan umur pertama kali matang gonad (age at first
maturity: tm). Laju mortalitas total (Z) ikan umumnya
ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang umur dan
pertumbuhan dari stok yang diteliti. Pendugaan mortalitas
total ikan tropis umumnya sukar ditentukan berhubung umur
18
individu ikan tidak dapat ditentukan secara langsung.
Walaupun demikian, masalah tersebut dapat diatasi dengan
pendekatan hasil analisis data frekuensi panjang ikan contoh.
Berbagai metode analisis yang dikemukakan, salah satunya
khusus untuk pendugaan laju mortalitas total ikan adalah
dengan Metode
”Length-Converted Catch Curve” (Pauly, 1983).
Rekruitmen secara khusus didefinisikan sebagai penambahan
anggota-anggota baru pada suatu kelompok populasi. Bagi
eksploitor, rekruitmen adalah pemasukan ikan yang masih
muda ke dalam suatu populasi yang terbuka untuk
dieksploitasi.Ada tiga macam rekrutmen yang dapat
dibedakan yaitu: (i) rekrutmen ke suatu stok, (ii) rekrutmen
ke suatu stok yang dapat ditangkap, dan (iii) rekrutmen ke
suatu stok matang yang menghasilkan telur. Banyaknya
sudut pandang terhadap rekrutmen yang ke (iii) sering
memerlukan bagi manajemen yang efektif, terutama untuk
menghindari eksploitasi berlebihan terhadap ikan yang belum
matang dan penurunan hasil akibat proteksi yang tidak perlu
terhadap stok-stok yang matang. Rekruitmen berhubungan
dengan besarnya stok dan kondisi lingkungan, dimana
merupakan hal yang sulit tetapi penting bagi pengelola
perikanan. Sebagai penambahan tahunan ke suatu stok,
rekrutmen merupakan dasar untuk kesinambungan suatu
populasi (Nikolsky, 1969).
19
A. Produksi dan Fungsi Produksi
Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu
perairan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana tersebut
merupakan faktor input, yang merupakan sebagai upaya atau
effort. Sedangkan definisi umum yang dipakai mengenai
upaya adalah indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja,
kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya, yang dibutuhkan
untuk suatu aktivitas penangkapan. Dengan pengertian
mengenai upaya ini, produksi (h) atau aktivitas penangkapan
ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari upaya (E) dan stok
ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional tersebut
ditulis sebagai berikut:
h = f(x,E) (2)
Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin
banyak biomas ikan (stok), dan semakin banyak faktor input
(upaya), produksi semakin meningkat. Dengan kata lain,
keturunan parsial dari kedua variabel input terhadap
produksi (h) adalah positif, atau ∂h / ∂x > 0 dan ∂h / ∂E >0.
Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah:
h = qxE (3)
dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan
tangkap atau cathability coefficient yang sering diartikan
sebagai proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu
unit upaya. Secara teoritis fungsi tersebut tidak realistis
BAB III
STATUS PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PERIKANAN
20
karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return”
(kenaikan hasil yang semakin berkurang) dari upaya yang
merupakan sifat dari fungsi produksi (Fauzi, 2006).
Dari tampilan Gambar 2. Menunjukkan bahwa jika
tidak ada aktivitas perikanan (upaya=0), produksi juga akan
nol. Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan
diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik ini
disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Karena sifat
dari kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan
upaya yang terus menerus setelah melewati titik EMSY tidak
dibarengi dengan peningkatan produksi lestari maka sudah
terjadi overexploitasi (penangkapan berlebihan) (Fauzi, 2006).
Gambar 2 Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve)
Apabila suatu ketika disuatu perairan terjadi gejala
penurunan produksi perikanan tangkap, dengan asumsi
input digunakan sama atau lebih tinggi dari periode
sebelumnya, maka biasanya kita menduga bahwa telah terjadi
overfishing, namun tidak jelas overfishing apa yang terjadi,
apakah Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment
overfishing, atau economical overfishing (Indra, 2007).
Akibat kelebihan permintaan (excess demand) terhadap
ikan napoleon dan harganya yang cenderung tinggi
dibandingkan ikan hias yang lain dapat berakibat pada
21
meningkatnya aktivitas nelayan untuk terus melakukan
penangkapan ikan injel napoleon. Minat yang tinggi terhadap
ikan hias juga ditunjukkan dengan dijadikannya ikan ini
sebagai nilai tawar bagi pemasok ikan untuk mengikutkan
jualan ikan hias jenis lain. Hal ini akan berakibat pada
populasi ikan napoleon yang akan terus menurun di masa
sekarang dan masa mendatang karena tekanan eksploitasi
yang tinggi. Hal tersebut menyebaban terjadinya kurva
penawaran yang mempunyai slope negative (Gambar 3), yaitu
dimana terjadi peningkatan supplay, kemudian terjadi supplay
semakin menurun.
Gambar 3 Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon
Fenomena ikan injel napoleon pada gambar 3
menunjukkan bahwa keberadaan populasi ikan injel napoleon
kecendrungannya memang sudah mengalami penurunan,
seiring dengan hasil frekuensi produksi ikan injel napoleon
setiap tahunnya mengalami penurunan. Ikan hias jenis ini
merupakan ikan hias eksotis dipasaran nasional maupun
global sehingga permintaan meningkat yang membuat upaya
penangkapan meningkat. Kurva penawaran injel napoleon
melengkung membalik (backward bending supply curve)
menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun
harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
22
B. Produksi Surplus
Tujuan penggunaan produksi surplus adalah untuk
menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang
dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari
tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka
panjang (Maximum Sustainable Yield/ MSY). Oleh karena
model-model holistik sangat sederhana bila dibandingkan
dengan model analitik, maka data yang diperlukan juga
menjadi sedikit. Sebagai contoh, model-model ini tidak perlu
menentukan kelas umur, sehingga dengan demikian tidak
perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa model produksi surplus banyak digunakan di
dalam estimasi stok ikan di perairan Tropis. Model ini dapat
diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil
tangkapan total (berdasarkan spesies) dan hasil tangkapan
per unit upaya (CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan
spesies dan upaya penangkapan dalam beberapa tahun (FAO,
1998).
Dalam surplus produksi, dinamika dari biomas
digambarkan sebagai selisih antara produksi dan mortalitas
alami (Biomas pada t + 1 = biomas pada t + produksi–ortalitas
alami) artinya, jika produksi melebihi mortalitas alami, maka
biomas akan meningkat.Sebaliknya jika mortalitas alami lebih
tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun.
Istilah surplus produksi sendiri menggambarkan perbedaan
atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di atas. Hal
ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hilborn
dan Walter (1992 dalam Anna 2003) bahwa surplus
produksi menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan
dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan atau dengan
kata lain jumlah yang bisa ditangkap, jika biomas
dipertahankan dalam tingkat yang tetap.
Pengelolaan sumberdaya perikanan banyak
dipergunakan dengan pendekatan pencegahan. Menurut
Charles(2001) dalam rangka mendukung implementasi
pendekatan pencegahan dalam manajemen perikanan, maka
23
kegiatan penelitian perlu mengadopsi pada kebutuhan baru
dan harus memenuhi kriteria. Kekurangan informasi
penelitian jangan dijadikan alasan untuk menunda
pengukuran biaya efektif untuk mencegah penurunan
kualitas lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan informasi
minimum dalam memulai dan melanjutkan kegiatan usaha
perikanan dan perluasan kisaran penggunaan model-model
perikanan (seperti model bioekonomi, multi spesis, ekosistim
dan tingkah laku, dan pertimbangan- pertimbangan antara
lain: (a) dampak lingkungan, (b) interaksi spesies dan
teknologi, dan (c) tingkah laku sosial masyarakat nelayan.
C. STATUS PEMANFAATAN IKAN INJEL Napoleon
Pomacanthus Xanthometopon Di Perairan Sulawesi
Selatan
Upaya penangkapan (effort) untuk ikan injel napoleon
tahun 2011-2019 berfluktuasi dengan kecenderungan
meningkat (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa
walaupun penambahan jumlah nelayan (upaya) pertahunnya
13 orang. Upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun
2013 dan 2014 sebesar 195 orang nelayan, sedangkan upaya
penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar 234
orang nelayan.
Gambar 4 Trend total tangkapan, upaya, dan CPUE ikan injel
napoleon
24
Penambahan upaya yang merupakan salah satu
alternatif untuk meningkatkan produksi tidak menunjukkan
hubungan positif, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2013 -
2019. Produksi pada tahun 2013 mengalami penurunan dari
5.512 ekor menjadi 3.166 ekor di tahun 2019, meskipun
upayanya bertambah dari 195 orang nelayan di tahun 2013
menjadi 234 orang nelayan di tahun 2010.
Berdasarkan kondisi ini dapat dinyatakan bahwa pada
batas-batas tertentu dengan peningkatan upaya penangkapan
akan menurunkan produksi hasil tangkapan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi potensi sumberdaya yang telah
dimanfaatkan secara intensif yang menjadi salah satu
indikator kondisi overfishing (tangkap lebih) terhadap ikan
injel napoleon di Perairan Pangkep dan Selayar.
Penurunan hasil tangkapan tersebut dengan
peningkatan jumlah upaya penangkapan dapat menjadi
indikasi over eksploitasi. Ukuran ikan injel napoleon yang
tertangkappun pada umumnya berukuran kecil dengan umur
sampel tidak lebih dari 2 tahun dan belum ditemukan induk
yang matang gonad. Hasil total tangkapan dan upaya
penangkapan injel napoleon sepanjang tahun 2013– 2019
menunjukkan grafik yang menurun (Gambar 4).
Gambar 5 Hubungan antara total hasil tangkapan dan upaya
penangkapan 2011 – 2019
25
Grafik yang diperlihatkan pada gambar di atas
menunjukkan bahwa walaupun upaya ditingkatkan tetapi
hasil tangkapan tetap menurun. Hal ini diduga berkaitan
dengan kondisi sumberdaya yang menjadi target
penangkapan. Status penangkapan ikan injel napoleon yang
dilakukan dalam kurun waktu tersebut diduga telah melewati
titik optimum atau sudah melampaui MSY, dimana
peningkatan effort tidak dapat meningkatkan produksi tetapi
hasil tangkapan tetap menurun. Dengan demikian,kondisi
tersebut berada pada posisi overfishing seperti yang
diilustrasikan pada kurva MSY. Hal ini sejalan dengan
pendapat Fauzi (2006),yang menunjukkan bahwa jika tidak
ada aktivitas perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol.
Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan diperoleh
produksi yang maksimum. Produksi pada titik ini disebut
sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Oleh karena sifat dari
kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan
upaya yang terus menerus setelah melewati titik EMSY tidak
dibarengi dengan peningkatan produksi lestari maka sudah
terjadi overfishing (penangkapan berlebihan).
Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon
tahun 2011 ke 2014 sebesar 12%, dari tahun 2014 ke 2015
penurunannya derastis yaitu 30%, bahkan terlihat dari tahun
tahun 2011 sampai 2019 mengalami kecendrungan
penurunan dari di Perairan Sulawesi Selatan (Gambar 5). Hal
tersebut menunjukkan bahwa keberadaan populasi ikan injel
napoleon kecendrungannya memang sudah mengalami
penurunan, seiring dengan hasil frekuensi produksi ikan injel
napoleon setiap tahunnya mengalami penurunan.
26
Gambar 6 Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon
di Perairan Sulawesi Selatan
Trend hasil produksi ikan injel napoleon di Perairan
Sulawesi Selatan setiap tahun mengalami penurunan
(Gambar 5). Produksi dipengaruhi atas besarnya tingkat
upaya pemanfaatan terhadap target produksi itu sendiri.
Semakin besar target produksi, maka tingkat pengupayaan
terhadap target tersebut juga diintensifkan. Dalam perikanan,
hal semacam ini tidak selalu memberikan hasil positif karena
banyaknya faktor yang mempengaruhinya, terutama
keberadaan sumberdaya perikanan itu sendiri, kemampuan
armada penangkapan dan kondisi oceanografis.
Prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan ikan injel
napoleon yang ada di Perairan Pangkep dan Selayar sudah
seharusnya diterapkan dengan segera karena jika tidak
dilakukan pengelolaan yang bijaksana, maka sumberdaya
perikanan yang ada akan punah. Bentuk pengelolaan tersebut
dapat berupa pengendalian jumlah upaya penangkapan dan
ukuran terkecil pertama kali tertangkap atau sistem
pemberian kuota tangkap untuk setiap tahunnya.
27
A. Definisi Permintaan
Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan
hias laut yang sangat besar jumlahnya serta memiliki
nilai ekonomis tinggi. Beragam jenis ikan hias
tersebut tersebar di berbagai perairan terutama
menghuni habitat sekitar terumbu karang. Sebagian
besar ikan hias hasil tangkapan dari perairan
Indonesia itu, selain memenuhi permintaan
konsumen lokal juga diekspor ke luar negeri dan
menjadi sumber devisa negara yang potensial.
Terjadinya peningkatan trend permintaan akan
ikan hias laut seiring dengan terjadinya peningkatan
kebutuhan masyarakat akan hiburan, sebagai
penawar kepenatan setelah menjalani aktivitas sehari-
hari. Kehadiran ikan hias laut yang beraneka ragam
bentuk dan warnanya di akuarium ruang keluarga,
bagi sebagian orang telah menjadi kebutuhan yang
harus dipenuhi. Di sisi lain, manfaat ekonomi dari
bisnis ikan hias air laut yang melibatkan ribuan
tenaga kerja, secara keseluruhan terbukti mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Permintaan adalah keinginan konsumen
membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga
selama periode waktu tertentu (Rahardja Dan
Manurung, 2002). Untuk lebih akurat maka dalam
pengertian tersebut perlu ditambahkan dimensi
geografis, misalnya kita berbicara tentang berapa
jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai
tingkat harga dalam satu periode waktu tertentu
yakni per bulan atau per tahun di Jakarta. Teori
permintaan menerangkan tentang ciri hubungan
BAB IV TREND
PERMINTAAN
28
antara jumlah permintaan dan harga (Sukirno, 2003).
Teori permintaan ini juga menerangkan tentang sifat
permintaan para pembeli terhadap suatu barang.
Permintaan mempunyai dua pengertian, yaitu
permintaan efektif (permintaan yang didukung oleh
kekuatan daya beli) dan permintaan absolut atau
potensial (permintaan yang hanya didasarkan atas
kebutuhan saja). Lebih jauh, Sudarsono (1995)
mengemukakan bahwa tenaga beli seseorang
tergantung atas dua unsur pokok, yaitu pendapatan
yang dapat dibelanjakan dan harga barang yang
dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat
dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah
barang yang diminta juga akan berubah. Demikian
pula halnya harga barang yang dikehendaki juga
berubah.
Produksi ikan hias Indonesia dalam kurun waktu 2009
– 2015 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 16,62 persen
pertahun. Produksi ikan hias pada tahun 2009 mencapai 0,57
milyar ekor dan pada tahun 2015 meningkat tajam menjadi
1,31 milyar ekor. Peningkatan produksi ikan hias tersebut
hendaknya terus dijaga dan lebih dioptimalkan lagi guna
mendukung peningkatan perdagangan ikan hias Indonesia.
Secara grafis perkembangan produksi ikan hias dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
29
Gambar 7 Perkembangan Produksi Ikan Hias Indonesia
Periode Tahun 2009 – 2015
Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku,
yaitu kalau harga suatu barang naik justru
permintaan terhadap barang tersebut meningkat.
Paling tidak ada tiga kelompok barang dimana
hukum permintaan tidak berlaku, yaitu:
1. Barang yang memiliki unsur spekulasi
Produksi hasil perikanan sering terjadi
upaya untuk melakukan unsur spekulasi,
misalnya ikan hias, sebelum musim barat
tiba biasanya nelayan melakukan
penangkapan besar-besaran dan selanjutnya
ditampung karena ada unsur spekulasi., pada
saat di pasaran sudah mulai berkurang,mereka
mengharapkan harga akan naik, dengan
demikian mereka mengharapkan akan
memperoleh keuntungan.
2. Barang prestise
Barang-barang yang dapat menambah
prestise seseorang yang umumnya memiliki
harga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik
harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan
terhadap barang itu meningkat, karena bagi
30
orang yang membeli berarti gengsinya naik.
Misalnya adalah ikan injel napoleon, ikan ini
merupakan ikan yang paling mahal di kelasnya
di samping karena cantik dan indah, juga
keberadaannya di alam sudah mulai berkurang.
3. Barang given
Untuk barang given (given goods), apabila
harganya turun menyebabkan jumlah barang
yang diminta akan berkurang. Hal ini disebabkan
efek pendapatan yang negatif dari barang given
lebih besar dari pada naiknya jumlah barang
yang diminta karena berlakunya efek substitusi
yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu
barang harganya turun, ceteris paribus, maka
pendapatan nyata (real income) konsumen
bertambah. Untuk kasus barang given, kenaikan
pendapatan nyata konsumen justru
mengakibatkan permintaan terhadap barang
tersebut menjadi berkurang (pendapatan nyata
adalah pendapatan yang berdasarkan daya beli,
artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan
atau penurunan harga. Pendapatan yang belum
memperhatikan faktor perubahan harga
dinamakan pendapatan nominal atau money
income).
Terus meningkatnya nilai ekspor ikan hias tersebut,
pada tahun 2018 Indonesia tercatat sebagai negara dengan
neraca perdagangan ikan hias terbesar di dunia, walaupun
Indonesia belum menjadi eksportir terbesar dunia. Tahun
2018 Indonesia tercatat sebagai negara keempat terbesar
eksportir ikan hias dunia setelah Japan, Singapore, dan Spain.
Tahun 2018 neraca perdagangan ikan hias Indonesia tercatat
sebesar USD 30.384 Ribu.
Berdasarkan data International Trade Centre (2020)
terlihat bahwa membaiknya kinerja neraca perdagangan ikan
hias Indonesia selain disebabkan terus membaiknya kinerja
ekspor ikan hias nasional, juga didorong oleh terus
31
menurunnya kinerja ekspor ikan hias negara lainnya,
khususnya Singapore dan Spain. Dalam periode 2010-2018
nilai ekspor ikan hias Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 7 %
pertahun, sementara nilai ekspor Singapore dalam periode
yang sama rata-rata turun sebesar 4,61 %. Nilai ekspor ikan
Hias Spain dalam periode yang sama rata-rata tumbuh 3,26
%.
Data BPS (2020) menunjukan bahwa nilai ekspor
ikan hias pada triwulan 1 dan 2 tahun 2020 mencapai USD
6,41 Juta dan USD 7,34 Juta atau turun sebesar 24,77% dan
8,35% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Sementara pada triwulan 3 2020, nilai ekspor ikan hias
mencapai USD 8,88 Juta atau naik sebesar 11,59 %
dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Namun
demikian jika dibandingkan antar triwulan (Q to Q),
terlihat bahwa sejak triwulan ke 2 tahun 2020 nilai ekspor
ikan hias terus mengalami peningkatan.
Gambar 8 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan (Q To Q)
Nilai Ekspor Ikan Hias Periode 2019-2020
(Sumber : Analisis 2020) www.trademap.org, diakses
26/01/2020, Diolah Suhana)
Berdasarkan Catatan BPS (2020) terlihat bahwa
negara tujuan ekspor ikan hias terbesar dari Indonesia
adalah China, Japan, Amerika Serikat, Singapore, Australia
dan United Kingdom. Pada triwulan 3 2020, total share
nilai ekspor ke lima negara tersebut mencapai 58,47% dari
total nilai ekspor ikan hias Indonesia. Pada triwulan ke 3
32
tahun 2020 share nilai ekspor ikan hias Indonesia ke China
mencapai 27,95% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia.
Sementara itu share nilai ekspor ikan hias ke Japan dan
USA pada triwulan ke 3 tahun 2020 mencapat 11,05% dan
9,28% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia.
Kinerja perdagangan ikan hias dalam kurun waktu
tahun 2012 sampai semester 1 tahun 2019 terlihat terus
mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya
kontribusi nilai ekspor ikan hias terhadap total ekspor
perikanan Indonesia. Selain itu juga terlihat bahwa
pertumbuhan nilai ekspor ikan hias jauh diatas pertumbuhan
nilai ekspor total perikanan nasional.
Data BPS (2019) menunjukkan bahwa nilai ekspor ikan
hias tahun 2012 mencapai USD 21,01 juta, sementara tahun
2018 mencapai USD 32,23 Juta. Bahkan pada semester 1 2019
nilai ekspor ikan hias sudah mencapai USD 16,54 Juta atau
tumbuh sebesar 2,56% dibandingkan semester 1 2018.
Berdasarkan data-data periode sebelumnya terlihat bahwa
nilai ekspor ikan hias cenderung akan meningkat pada
periode semester 2 setiap tahunnya. Oleh sebab itu
diharapkan kinerja ekspor ikan hias tahun 2019 akan jauh
lebih besar dari periode sebelumnya. Realisasi ekspor ikan
hias dalam periode 2012-2018 nilai ekspor ikan hias rata-rata
tumbuh sebesar 8,28 % pertahun. Pada periode yang sama,
nilai ekspor perikanan rata-rata hanya tumbuh sebesar 4,28%
pertahun. Bahkan Tahun 2016 nilai ekspor ikan hias
mengalami pertumbuhan sebesar 25,28 % dibandingkan
dengan tahun 2015. Meningkatnya nilai ekspor ikan hias
tersebut turut meningkatkan kontribusi ikan hias terhadap
total nilai ekspor perikanan Indonesia. Tahun 2012 kontribusi
ikan hias terhadap total ekspor perikanan Indonesia mencapai
0,54%, sementara tahun 2018 meningkat menjadi 0,66%.
Value Ekspor ikan hias dari waktu ke waktu, bahkan pada
Juni 2019 rata-rata unit value ekspor ikan hias mencapai 21,78
USD/ekor.
33
B. Sistem Distribusi
Sistem distribusi untuk ikan hias di Indonesia
dikembangkan dengan sangat baik. Secara umum, sistem
distribusi penjualan ikan hias di Indonesia adalah sebagai
berikut:
Gambar 9 Sistem Distribusi Ikan Hias di Indonesia
Petani pembudidaya ikan (yang membesarkan ikan
muda untuk ukuran pasar) atau peternak (yang
mengkhususkan diri dalam breeding varietas dan spesies baru)
biasanya menjual ikan ke grosir, yang juga bisa menjadi
importir khusus dalam membeli ikan dari peternakan di luar
negeri khususnya kawasan.
Untuk bibit dan ikan baru nelayan/peternak biasanya
membeli dari importir (baik grosir atau importir/ eksportir)
atau khusus ikan hias laut diperoleh dari hasil tangkapan
nelayan untuk dipelihara sampai ukuran layak ekspor.
Pedagang grosir biasanya membeli dalam jumlah besar dan
mendistribusikan ikan ke eksportir atau pengecer lokal.
Eksportir juga dapat mengimpor sendiri karena umumnya
terkait dengan perijinan/legalitas usaha, yang pada
gilirannya menjual ikan untuk importir luar negeri.
Petani/ peternak ada juga Sebagian menjual ikan hias
mereka kepada eksportir atau mengekspor langsung sendiri
dengan meminta bantuan jasa ekspotir untuk perijinan
34
pengiriman. Beberapa eksportir juga telah beralih sebagai
peternak atau mempunyai nelayan tersendiri untuk menjamin
pasokan yang lebih stabil untuk diri mereka sendiri.
C. Permintaan Ikan Injel Napoleon
Dari sisi permintaan (demand), ikan injel napoleon
termasuk ikan hias yang sangat diminati. Dari penelusuran
penulis di lapangan tidak diperoleh berapa angka pasti
sebenarnya dari permintaan terhadap ikan napoleon. Hanya
saja di Sulawesi Selatan diperoleh informasi bahwa
berapapun yang mampu dihasilkan atau ditangkap oleh
nelayan akan diserap semua oleh pasar. Menurut Kasmi dkk,
(2010) ikan hias laut yang paling diminati oleh pasar global
adalah ikan jenis injel, khususnya ikan injel napoleon dan
pyama.Kedua jenis ikan ini berapapun yang tertangkap
langsung habis dan bahkan ikan hias jenis lainnya bisa ikut
terjual sehingga jenis ikan ini merupakan incaran oleh
eksportir, hanya saja keberadaan kedua jenis ikan tersebut di
daerah tertentu sehingga stok di farm (tempat pemeliharan
ikan hias) jarang ada.
Bila melihat harga ikan injel napoleon yang cenderung
meningkat sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 11,
maka berdasarkan hukum permintaan seharusnya
permintaan terhadap ikan hias ini juga akan menurun.
Sebagaimana hukum permintaan, peningkatan harga akan
mengakibatkan adanya penurunan permintaan dan
sebaliknya penurunan harga akan mengakibatkan
peningkatan permintaan dengan asumsi ceteris paribus. Oleh
karena ikan hias dapat digolongkan sebagai barang prestise
yang dapat menambah prestise seseorang untuk memilikinya
dan barang yang unik, sehingga mendapat pengecualian
dalam hukum permintaan. Pengecualian terhadap hukum
permintaan tersebut dimana semakin sedikit barang dalam
hal ini adalah ikan injel napoleon yang ditawarkan pasar
maka semakin besar keinginan konsumen untuk memilikinya
dan hal ini kemudian mendorong harganya semakin
meningkat.
35
A. Definisi Penawaran
Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang
diinginkan dan dapat ditawarkan produsen pada berbagai
tingkat harga. Penawaran mencerminkan hubungan langsung
antara harga dan kuantitas (jumlah barang fisik), dimana
hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga naik,
produsen menawarkan lebih banyak barang (output) ke pasar
(Downey dan Erickson, 1992).
Menurut Soekartawi (1993), fungsi penawaran adalah
suatu fungsi yang menyatakan hubungan antara produksi
atau jumlah produksi yang ditawarkan dengan harga,
menganggap faktor lain sebagai teknologi dan harga input
yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah
penawaran yang disediakan oleh individu produsen,
diperoleh dari produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah
produksi yang ditawarkan ini akan sama dengan jumlah
permintaan, sedangkan penawaran agregat merupakan
penjumlahan dari penawaran individu.
Kurva penawaran memperlihatkan apa yang
ter komoditas perikanan yang ditawarkan oleh produsen
atau penjual. Sedangkan hukum penawaran pada dasarnya
menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak
jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para
produsen atau penjual. Sebaliknya, makin rendah harga
barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan
oleh para produsen/penjual, dengan anggapan factor-
faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986), penawaran
hasil perikanan bersumber dari produksi, kelebihan stok
tahun yang lalu dan impor. Dalam kaitannya dengan
BAB V TREND
PENAWARAN
36
produksi, perubahan produksi perikanan dipengaruhi oleh
perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan mengalihkan
usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan
kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk
alternatif yang harganya lebih mantap, dan subsidi dan
dorongan pemerintah. Adanya perubahan produksi
perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam areal
(penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil
rata- rata per unit luas.
Salah satu sifat penawaran hasil-hasil perikanan adalah
produksi sangat tergantung dari alam yaitu keberadaan dan
musim penangkapan, seperti ikan hias laut. Ikan hias laut
pada musim barat produksi ikan hias umumnya sedikit
karena nelayan tidak bisa mencari disebabkan cuaca yang
ekstrim sehingga penawaran akan menurun. Umumnya bila
stok ikan hias kurang biasanya diiringi kenaikan harga di
pasar, akan tetapi tidak dapat diikuti dengan naiknya
penawaran yang berarti tingkat elastisitas adalah inelastis
dalam jangka pendek (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).
Selanjutnya Hanafiah dan Saefuddin (1986) menambahkan
bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara
penawaran hasil industri dengan penawaran hasil perikanan,
dimana penawaran hasil perikanan sangat tergantung dengan
alam. Banyak atau sedikitnya jumlah penawaran produsen
juga ditentukan oleh produksi di alam.
37
Tabel 1 Perbedaan penawaran hasil industri dan hasil
perikanan
Penawaran hasil industry Penawaran hasil perikanan
Penawaran biasanya dapat
diperbesar atau diperkecil
dengan cepat. Jika terjadi
kelebihan
penawaran akan dapat
ditahan di pasar sampai
kondisi membaik
Penawaran tidak dapat
ditambahkan atau dikurangi
dengan cepat. Karena sifatnya
yang “perishable” maka tidak
dapat
ditahan lebih lama di pasar
Peningkatan
produ
ksi sering
memperkecil biaya per-unit
Perluasan atau peningkatan
produksi sering mengarah
kepada kenaikan ongkos per-
unit
Output dari industry dapat
disesuaikan dengan harga.
Apabila harga rendah, output
dapat diperkecil dan apabila
harga naik
output dapat diperbesar
Output sukar disesuaikan
dengan harga. Apabila
produksi tinggi, harga relative
rendah dan apabila produksi
rendah, harga relative
tinggi
Produksi dapat dikatakan
tidak
tergantung kepada alam
Produksi sangat tergantung
dari
alam
Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (2006).
Faktor di luar harga yang mempengaruhi kurva
penawaran meliputi faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan.
Nelayan dalam mencari produksi hasil-hasil perikanan
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dalam keputusan
produksi hasil perikanan sehari-hari. Suatu kenaikan
produksi dapat disebabkan oleh salah satu dari dua faktor
yaitu jauhnya daerah penangkapan ikan sehingga penting
dalam menentukan daerah penangkapan ikan dan hasil yang
dicapai yang dapat mengurangi biaya produksi (Mubyarto,
1995).
38
Gambar 10 Backward Bending Supply Curve ( Friedman,
2000).
Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran
yang mempunyai slope negatif. Misalnya yang sering kita
jumpai adalah backward bending supply curve (Friedman,
2000). Seperti terlihat pada Gambar 7. Fenomena ini juga
terjadi pada hasil-hasil perikanan, yaitu awalnya terjadi
peningkatan supply kemudian terjadi penurunan
supply walaupun permintaan meningkat, hal ini diduga
disebabkan keberadaan stok di alam sudah mengalami
penurunan.
Pendekatan model Copes berdasarkan optimalisasi
kesejahteraan (welfare optimization) dengan menggunkan
analisis surplus konsumen, surplus produsen, dan rente
sumberdaya. Dalam model Copes yakni harga per unit output
mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan yang
negatif sehingga pengukuran surplus konsumen
dimungkinkan. Pada penampilan (Gambar 7). Axis horizontal
menunjukkan tingkat produksi ikan yang merupakan unit
output, sedangkan pada axis vertical menggambarkan
beberapa parameter ekonomi seperti harga dan biaya. Pada
prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan
perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi
penawaran (supply side). Permintaan terhadap ikan
39
ditentukan oleh kurva supplai yang melengkung ke belakang
pada tingkat output h MSY. Dalam kondisi akses terbuka,
keseimbangan penawaran dan permintaan ditentukan pada
titik N dengan tingkat panen atau output sebesar M, dimana
kurva permintaan yang menggambarkan penerimaan rata-
rata bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata. Secara
grafik penawaran akan terlihat mengalami pergeseran slope
ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter clockwise)
atau dengan kata lain slope atau kemiringan yang makin
tajam disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan.
Gambar 11 Kurva optimasi perikanan model Copes (Fauzi,
2006)
Dari Gambar 8. terlihat bahwa optimasi perikanan
dalam keadaan akses terbuka (N) akan menghasilkan
surplus konsumen sebesar daerah DNP dan surplus
produsen sebesar AND. Titik optimal secara social akan
dihasilkan output sebesar OL dan dengan manfaat bersih
yang maksimum, dimana akan menghasilkan surplus
konsumen sebesar EHP, dan rente ekonomi (yang di
dalamnya tercakup surplus produsen sebesar ICEH).
Model ini terdiri dari sebuah backward-bending
supply function dan sebuah fungsi permintaan tradisional.
Mengikuti Clark (1990), fungsi suplai keseimbangan
sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka dapat
disimpulkan berdasarkan pada model Schaefer dalam
Rumus (4).
40
Dimana S menandakan stok, t adalah waktu, r adalah
tingkat perkembangan intrinsik dari stok, SK adalah
carrying capacity dari stok, E usaha dan q koefisien daya
tangkap. Bagian pertama dari sisi kanan adalah
perkembangan stok alami absolut dan yang ke dua adalah
panenan. Kondisi- kondisi untuk bionomic equilibrium
sekarang adalah bahwa Persamaan (4) sama dengan nol,
yaitu bahwa pertumbuhan sama dengan panenan, dan
bahwa sewa sumberdaya adalah nol karena perikanan
dikarakterkan dengan akses terbuka, yaitu bahwa R = (pqs-
c)E =0 dengan R yang mewakili sewa sumberdaya, p harga
dan c biaya. Dengan menggunakan kondisi-kondisi ini dan
pengaturan ulang memberikan fungsi suplai dalam
keseimbangan, dimana hasil yang dipertahankan
diekspresikan dalam hal harga. Y = rc pq
Dimana Y adalah hasil yang dipertahankan dalam
jangka panjang (long-run sustainable yield). Dapat
ditunjukan lebih lanjut bahwa fungsi suplai adalah
meningkat sampai p = 2c/qSk dan kemudian menurun ke
arah nol jika p meningkat. Oleh karena itu, fungsi
penawaran adalah backward-bending. Puncak diketahui
sebagai hasil maksimum yang dapat dipertahankan
(maximum sustainable yield/ MSY) yang diatasnya
penangkapan pada suatu tingkat usaha melebihi tingkat
usaha yang dihubungkan dengan MSY dikarakterkan
sebagai kelebihan penangkapan secara biologis.
Kurva suplai dalam akses terbuka yang diatur dan
akses terbatas yang diatur mengikuti backward-bending
supply function(biaya rata- rata) kurva dalam akses terbuka
untuk usaha-usaha penangkapan kecil. Bagaimanapun juga,
pada usaha-usaha penangkapan yang ada di atas MSY,
sebuah kuota memberikan sebuah kurva suplai yang
vertikal, karena kuota-kuota tradisional diperkenalkan
hanya setelah stok telah menjadi terlalu banyak
dieksploitasi. Oleh karena itu, untuk p>2c/qSK, suplai-
suplai yang telah ditentukan dengan Y = Y , dimana Y
41
mewakili kuota. Fungsi permintaan dari sebuah produk
ikan dapat disimpulkan sebagai agregat dari apa yang mau
dibayarkan oleh seorang konsumen untuk produk ikan.
Yaitu, dimana kepuasan konsumen dimaksimalkan dengan
kendala anggaran. Untuk sebuah fungsi kepuasan Cobb-
Douglas dengan dua barang, Y sebagai produk ikan dan Q
sebagai produk lain (sebuah barang numeraire), kepuasan
(u) ditentukan oleh u(Y,Q) = YaQ1-a. Memaksimalkan hal
ini , dengan kendala PYY+PQQ = X, dimana X adalah
pendapatan dan 0< a < 1, menghasilkan fungsi permintaan
untuk produk ikan dalam rumus berikut ini :
ln(Y) = α1 + αY ln(Y) + αQ ln(Q) (6)
Berlawanan dengan fungsi penawaran, fungsi
permintaan untuk satu produk ikan tidak berbeda dari
fungsi permintaan untuk sebuah barang konvensional.
Fungsi permintaan menurung seiring dengan hasil.
Kurva-kurva permintaan dan penawaran dari sebuah
stok ikan ditunjukkan dalam (Gambar 9) untuk sebuah
perikanan dengan akses terbuka.
Gambar 12 Kurva permintaan dan penawaran terhadap
keberadaan stok ikan (Nielsen, 2008)
Bio-economic equilibrium ditunjukkan dimana kurva-
kurva suplai (biaya rata-rata) dan permintaan berpotongan
pada E dalam gambar tersebut, dan meskipun biaya
sumberdaya adalah nol dalam keseimbangan akses terbuka,
keberadaan perikanan masih memberikan hasil dalam
42
keuntungan-keuntungan ekonomi yang positif. Keuntungan
ini terdiri dari surplus konsumen (yang ditunjukkan sebagai
segitiga terarsir dalam Gambar 6 dan surplus produsen (yang
ditunjukkan sebagai segi empat yang terarsir). Surplus
konsumen ditentukan secara tradisi sebagai perbedaan antara
jumlah yang mau dikeluarkan oleh konsumen dan jumlah
yang benar-benar dikeluarkan oleh konsumen.
Mengikuti Copes (1970), sebuah kurva rata-rata biaya
sosial (ASC) diukur dalam hal biaya-biaya kesempatan modal
(opportunity costs of capital) dan tenaga kerja. Kurva ini
ditunjukkan dalam Gambar 6 dan adalah lebih rendah
daripada kurva rata-rata biaya (average cost curve). Surplus
produsen sekarang mewakili perbedaan antara kurva average
cost curve dan average social cost curve, yang diwakili oleh
daerah berarsir bagian bawah dalam (Gambar 7).
Surplus produsen ditentukan sebagai pendapatan
yang ditinggalkan untuk menutup biaya modal dan tenaga
kerja diatas tingkat dalam penggunaan-penggunaan
alternatif.” Yaitu, jika penutupan modal dan tenaga kerja ada
dalam tingkat yang sama seperti dalam penggunaan
alternatifnya, surplus produsen adalah nol. Jika ini adalah
positif, maka surplus ini lebih tinggi daripada penggunaan
alternatif. Oleh karena itu, penutupan biaya modal dan tenaga
kerja adalah positif dalam akses terbuka, tapi tidak lebih
tinggi daripada penggunaan alternatif, yaitu tidak lebih tinggi
daripada di industri-industri lain.
B. Sisi Penawaran Ikan Injel Napoleon
Dari sisi penawaran (supply), berdasarkan hukum
penawaran dimana semakin tinggi harga sebuah barang atau
jasa maka akan semakin tinggi pula penawaran barang atau
jasa tersebut oleh produsen. Namun dalam kenyataannya di
tingkat ekspotir ikan hias, pada kasus ini hukum tersebut
tidaklah berlaku dimana harga ikan injel napoleon cenderung
meningkat namun penawarannya justru cenderung menurun
(Gambar 10). Hal ini sesuai dengan pendapat Fauzi (2006),
43
pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan
keseimbangan perikanan dari sisi permintaan (demand side)
dan sisi penawaran (supply side).
Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva suplai
yang melengkung ke belakang pada tingkat produksi ikan
secara optimal. Kadang-kadang ditemui adanya kurva
penawaran yang mempunyai slope negatif yaitu pada kasus
yang sering kita jumpai adalah kurva penawaran akan ikan
yang berbentuk melengkung membalik (backward bending
supply curve).Hal ini merujuk pada kurva penawaran ikan
model Copes bahwa kasus yang terjadi pada hasil produksi
ikan injel napoleon awalnya terjadi peningkatan produksi,
kemudian terjadi produksi menurun terus disebabkan
tekanan eksploitasi cukup tinggi walaupun ada penambahan
upaya. Secara grafik, penawaran akan terlihat mengalami
pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam
(counter clockwise) atau dengan kata lain slope/ kemiringan
yang makin tajam disebabkan karena stok ikan mengalami
penurunan.
Dari data historis (Gambar 8), terlihat bahwa
penawaran atau produksi ikan napoleon di Perairan Sulawesi
Selatan terus menurun sementara harganya terus meningkat.
Pada tahun 2011 penawaran ikan napoleon sejumlah 8.880
ekor dengan harga perekor Rp. 150.000,-, yang kemudian
penawarannya menurun tinggal menjadi 3.166 ekor di tahun
2019 dengan harga yang meningkat menjadi Rp. 210.000,-
(AKKII dan AKIS, 2019).
Fenomena yang terjadi pada penawaran ikan napoleon
ini sejalan dengan kajian Nielsen (2008), fungsi supply
keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan
akses terbuka mengikuti stok alami dan panenan, yaitu
pertumbuhan sama dengan panenan. Lebih lanjut dikatakan,
fungsi supply akan meningkat sampai Maximum Sustainable
Yield dan kemudian menurun ke arah nol jika harga
meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah
backward-bending.Hal ini diperkuat kajian Clark (1990)
bahwa
44
kurva supply dalam akses terbuka yang diatur dan akses
terbatas yang diatur mengikuti backward-bending supply
function untuk usaha-usaha penangkapan skala kecil dan
fungsi penawaran berlawanan dengan fungsi permintaan
untuk satu produk ikan yang merupakan barang
konvensional.
Gambar 13 Kurva penawaran (supply) ikan injel napoleon
Sulawesi Selatan tahun 2002-2010
Sumber data : AKKII dan AKIS 2010
Penurunan penawaran dan penjualan ikan injel
napoleon tidak terjadi akibat turunnya permintaan terhadap
ikan ini.Akan tetapi disebabkan hasil tangkapan nelayan
memang semakin berkurang walaupun daerah
penangkapannya semakin diperluas. Hal ini sejalan dengan
Hanafiah dan Saefuddin (1986), yang menyatakan bahwa
penawaran hasil perikanan bersumber dari produksi,
kelebihan stok tahun yang lalu dan impor. Dalam kaitannya
dengan produksi, perubahan produksi perikanan dipengaruhi
oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan
mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain,
kemungkinan kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan
produk alternatif yang harganya lebih mantap, dan subsidi
dan dorongan pemerintah. Adanya perubahan produksi
perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam areal
45
(penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil
rata- rata per unit luas.
Berdasarkan data International Trade Centre (2020)
terlihat bahwa membaiknya kinerja neraca perdagangan ikan
hias Indonesia selain disebabkan terus membaiknya kinerja
ekspor ikan hias nasional, juga didorong oleh terus
menurunnya kinerja ekspor ikan hias negara lainnya,
khususnya Singapore dan Spain. Dalam periode 2010-2018
nilai ekspor ikan hias Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 7 %
pertahun, sementara nilai ekspor Singapore dalam periode
yang sama rata-rata turun sebesar 4,61 %. Nilai ekspor ikan
Hias Spain dalam periode yang sama rata-rata tumbuh 3,26
%. Peningkatan ekspor ikan hias secara umum di Indonesia
tidak seiring dengan jenis-jenis tertentu seperti ikan injel
napoleon. Negara tujuan ekspor ikan hias terbesar dari
Indonesia adalah China, Japan, Amerika Serikat, Singapore,
Australia dan United Kingdom. Pada triwulan 3 2020, total
share nilai ekspor ke lima negara tersebut mencapai 58,47%
dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia.
Trend data penjualan ikan injel napoleon di Indonesia
dari tahun 2011-2019 (Gambar 11) terlihat bahwa penawaran
atau hasil tangkapan ikan injel napoleon yang dijual di pasar
pernah mencapai 18.222 ekor yang kemudian menurun
menjadi 15.881 ekor dan selanjutnya mengalami peningkatan
produksi mulai tahun 2013 dan 2014 yaitu 22.048 dan 23.497
ekor. Selanjutnya pada tahun 2017 terjadi penurunan kembali
hingga tahun 2019. Penurunan ini menurut data yang
diperoleh dari AKKII dan AKIS (2019), bukan disebabkan
karena permintaan konsumen yang berkurang, tetapi jumlah
pasokan ikan napoleon yang berhasil ditangkap oleh nelayan
yang semakin berkurang.
Minat yang tinggi juga ditunjukkan oleh peningkatan
harga yang signifikan khususnya dalam bentuk Dollar US
yang secara rata-rata meningkat sebesar 9%, bahkan di tahun
2019 meningkat cukup tajam yaitu sebesar 17% (lihat
lampiran 11). Dari data ini dapat dikatakan atau dapat
46
diasumsikan bahwa jumlah permintaan terhadap ikan injel
napoleon ini lebih besar dibandingkan dengan penawarannya
oleh produsen.
Dari data historis (Gambar 11) terlihat bahwa
penawaran atau produksi ikan napoleon di Perairan
Indonesia pada umumnya terus mengalami penurunan,
sementara harganya terus mengalami peningkatan.
Gambar 14 Kurva penawaran (supply) ikan injel napoleon
Indonesia tahun 2003-2010
Sumber data : AKKII dan AKIS 2010
Akibat kelebihan permintaan (excess demand) terhadap
ikan napoleon dan harganya yang cenderung tinggi
dibandingkan ikan hias yang lain dapat berakibat pada
meningkatnya aktivitas nelayan untuk terus melakukan
penangkapan ikan injel napoleon. Minat yang tinggi terhadap
ikan hias juga ditunjukkan dengan dijadikannya ikan ini
sebagai nilai tawar bagi pemasok ikan untuk mengikutkan
jualan ikan hias jenis lain. Hal ini akan berakibat pada
populasi ikan napoleon yang akan terus menurun di masa
47
sekarang dan masa mendatang karena tekanan eksploitasi
yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kurva
penawaran yang mempunyai slope negative (Gambar 11), yaitu
dimana terjadi peningkatan supplay, kemudian terjadi supplay
semakin menurun.
48
DAFTAR PUSTAKA
Admodjo, E. 1987. Perbedaan Tingkat Pendapatan Usaha Nelayan
antara Nelayan Asal Irian Jaya dengan Nelayan Asal Luar
Irian Jaya Kecamatan Sorong, Kabupaten Sorong. Fakultas
Pertanian Universitas Cenderawasih, Jayapura.
AKKII dan AKIS, 2019. Laporan Realisasi Produksi Ikan Hias di
Perairan Sulawesi Selatan, Jakarta.
..........................., 2008. Pasar dan Peluang Bisnis Ekspor Ikan Hias
Laut Indonesia. Program Rehabilitasi dan pengelolaan
Terumbu Karang (Coremap II), Provinsi Sulawesi Selatan, 4-
5 Juni.
AKKII. 2001. Petunjuk Teknis Perdagangan Ikan Hias dan Coral
Indonesia. (http://www.akkii.org, di akses 21 januari 2009).
Al Rasyid, H. 2000. Teknik Penarikan Sample dan Penyusunan
Skala. Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran,
Bandung.
Allen G.R, 1979.Butterfly and Angelfishes of the World. A Wiley
Interscience Publication John Wiley and Sons. New York.
hal. 252.
.................., 2000., Marine Fishes of South-East Asia. Periples
Editions (HK) Ltd, Western Australia Museum.
Allen, G and M. Adrim. 2003. Coral Reef Fishes of Indonesia.
Zoological Studies. 42 (1). hal. 1-72.
Almany GR. 2004. Priority Effects in Coral Reef Fish Communities
of Great Barrier Reef. Ecology 85 (10). hal. 2827 - 2880.
Andrews, C. 2006. The Ornamental Fish Trade and Fish
Conservation. Journal of Fish Biology. Volume 37 Issue SA,
P. hal. 53 - 59.
Anggreani. 2006.Pengusahaan Ikan Hias Laut Secara
Berkelanjutan: studi kasus perubahan cara tangkap ikan hias
laut dari Sianida Ke Non Sianida di Desa Les, Kecamatan
Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Anna, S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi
Perikanan- Pencernaran. Disertasi Tidak Dipublikasikan.
Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
49
Aziz, M. 1993. Agroindustri Ikan Tuna dan Udang. Prospek
Pengem bangan Pada PJPT II. Bangkit, Jakarta.
Balai Riset Perikanan Laut. 2006. Ikan Hias Laut Indonesia.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Bell, I.D. and Galzin, R. 1984. Influence of Life Coral Cover on
Coral Reef- Fish Communities.Marine Ecology Progress
Series (15). hal. 256- 274.
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan
Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL-FPIK-
IPB, Bogor.
Beverton, R.J.H and S.J. Holt., 1957. On the Dynamics of Exploited
Fish Populations. Fish.Invest.Minist.Agric.Fish.Food G.B. (2
Sea Fish.). hal.19 : 533.
Brower, J.E., Zar, J.H. 1977. Field and Laboratory Methods for
General Ecology. Wm.C. Brown Company Publ. Dubuque,
Lowa. pp. 194.
Budimawan. 1997. The Early Life History of The Tropical Eel
Anguilla Marmorata (Quoy and Gaimard, 1824) From Four
Pacific Estuaries, as Revealed From Otolith
Microstructural Analysis. J Appl Ichthyol 13 : 57 - 62.
Burhanuddin. 1997. Studi Beberapa Aspek Biologi Ikan Injel
Kambing (Pocanthus annularis) di Perairan Cilamaya
Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi Fakultas
Perikanan IPB, Bogor. hal. 68.
Case, E, K dan Fair, C, R., 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Penerbit
Erlangga, Jakarta. Edisi kedelapan Jilid I.
Cappo, M. dan R. Kelley. 2001. Connectivity in The Great Barrier
Reef World Heritage Area-an Overview of Pathways and
Processes. In: E. Wolanski (Ed.), Oceanographic Processes of
Coral Reef (Physical and Biological Links in The Great Barrier
Reef). CRC press, Boca Raton, FL. hal.161 - 187.
Copes P., 1970.The backward-bending supply curve of the fishing
industry. Scottish Journal of Political Economy ;17:69–77.
Charles, A.T. 1994. Toward Sustainability: The Fishery Experience
Ecological Economics. 11 : 201 - 211.
50
......................., 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackweell
Science, London. hal. 370.
Clark, C., 1990. Mathematical bioeconomics, the optimal
management of renewable resources. 2nd ed. New York:
Wiley.
Coremap. 2010. Laporan Akhir : Review Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan Ikan Karang Hidup yang Diperdagangkan.
Coremap II, Kabupaten Pangkep. hal. 56.
Cushing, D.H., 1968. Fisheries Biology : A Study in Populatin
Dynamics. Madison, University of Eisconsin Press. hal. 200.
Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia
melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI, Jakarta.
Djalal, N. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
DKP. 2002-2009. Data Produksi Hasil Perikanan Provinsi Sulawesi
selatan. Data Statistik Dinas Kelautan Perikanan Provinsi
Sulawesi Selatan Tingkat I.
Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara,
Jakarta. Downey, J.D. dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen
Agribisnis. Erlangga, Jakarta.
Dufour, V. 1997. Pacific Island Countries and the Aquarium Fish
Market. SPC Live Reef Fish Information Bulletin, 2 May.
Duthie, I.F. dan S.M. Barlow. 1992. Dietary Lipid Exemplified by
Fish Oils and Their n-3 Fatty Acid. Food Sci. Technol. 6 : 20 -
35.
Effendie, M.I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan
Agromedia, Bogor. hal.112.
..........................,1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka
Nusatama, Yogyakarta. hlm. 163.
English, S.C. Wilkisono and V, Baker. 1997. Survey Manual For
Tripical Marine Resources, Asean-Australia Marine Science
Project.
Erdmann, M.V. and L, Pet-Soede. (1996). How Fresh is Too Fresh.
The live Reef Food Fish Trade in Eastern Indonesia. NAGA,
the ICLARM quarterly. 19 : 4 - 8.
51
Fahmi. 1997.Kebiasaan Makanan Ikan Injel Kambing
(Pomacanthus annularis) di Perairan Cilamaya Kabupaten
Karawang, Jawa Barat. Skripsi Fakultas Perikanan IPB,
Bogor.hal. 66.
FAO. 1998. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama
dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan
Bangsa- Bangsa, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Teori
dan aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fraschetti, S., A. Glangrande, A. Terlizzi and F. Boero. 2003. Pre-
and Post- Settlement Events in Benthic Community
Dynamica, Oceanol. Acts, 25 : 265 - 295.
Friedman, Jack P. 2000. Dictionary of Business Terms. Barron's
Educational Series. ISBN 978-0764112003.
Gitosudarmo. 1994. Manajemen Pemasaran. BP-UGM, Yogyakarta.
Gittinger, P. J. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek
Pertanian. UI Press, Jakarta.
Griffith, G. dan Mulen, J. 2001. Pricing to Market in NSW Rice
Export Market, TheAustralian Journal of Agricultural and
Resource Economics, Australia.
Gujarati, D. N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 1. Edisi. III.
Erlangga, Jakarta.
Gujarati, D. N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 2. Edisi. III.
Erlangga, Jakarta.
Gulland, J.A. 1983. Fish Stock Assessment; AManual of Basic
Methods. Chichester, U.K., Wiley Interscience, FAO/Wiley
Series on Food and Agriculture, vol. 1. hal. 223.
Gunderson, D.R and P.H. Dygert. 1988. Reproductive Effort as a
Predictor of Natural Mortality Rate. J.Cons.CIEM. 44:200-
209.
Hanafiah, A.M dan Saefuddin, A. M. 2006.Tataniaga Hasil
Perikanan. Universitas Indonesia, Jakarta.
Handayani, SM dan Minar F. 1999. Respon penawaran Ubi Jalar di
Kabupaten Karanganyar. FP UNS Press. Surakarta.
52
Handoko, W. dan Dian. 2008. Hubungan Tutupan Karang ( coral
reef percent cover ) Dengan Keanekaragaman Ikan Karang
pada Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau Bawean
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. IPB, Bogor. Skripsi. hal. 122.
Henderson, J.M. dan Quant, R.E. 1980.Microeconomic Theory (A
Mathematical Approach) Third Edition, McGraw-Hill, New
York. hal. 254.
Hutomo, M., Suharsono dan Martosewojo, S. 1985. Ikan Hias
Indonesia dan Kelestarian Terumbu Karang dalam :
“Perairan Indonesia : Biologi, Budidaya, Kualitas Perairan
dan Oseanografi”. Puslitbang Oseanologi, Proyek Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Laut – LIPI, Jakarta: hal. 16
– 25.
Indra. 2007. Model Bio-Ekonomi Opsi Rehabilitasi Sumberdaya
Perikanan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Disertasi.
IPB, Bogor.
Ismail, Z. 2004. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penghasilan
dan Pola Konsumsi Nelayan, Dampak Kerusakan
Lingkungan Pesisir terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Nelayan, Jakarta.
Jones, C.M. 1992.Devolepment and Application of the Otolith
Increment Technique. Old Dominion University. Norfolk,
Virginia 23529, USA.
Jones, R.J. 1997. Effects of Cyanide on Coral. SPC Live Reef Fish
Information Bulletin. 3 : 3 - 8.
Kadarsan, W. H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan
Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kahlon, D.S. and Tyagi , A.S. 1983.Agricultural Price Policy in
India, Allied Publishers Privave Limited, New Delhi.
Kasmi M, 2013. Factors Affecting Demand and Offering of
Ornamental Fish Exports Napoleon Pomacanthus
xanthometopon in South Sulawesi. Scientific Journal of
Agrokompleks (Galung Tropika), 2(3).
53
Kasmi M, Sulkifli, 2013. Relationship of habitat characteristics
with abundance of ornamental fish injection of Napoleon
(Pomacanthus xanthometopon) in the waters of Pangkep
regency, South Sulawesi. Journal of Agrokompleks Scientific
Works (Galung Tropika), 2(3):123-128.
Kasmi M, Sulkifli, 2013. Export Analysis of ornamental fish
injection napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South
Sulawesi. Journal of our earth scientific works (environment
and natural resources management), 2(11):79-94.
Kasmi, M dan Sulkifli., 2013. Status Pemanfaatan Berdasarkan
Ukuran Ikan Hias Injel Napoleon (Pomacanthus
xanthometopon) di Perairan Kabupaten Pangkep, Sulawesi
Selatan. Jurnal Karya Ilmiah Agrokompleks (Galung
Tropika), 2(1): 92 – 105.
Kasmi, M., Asriany dan Karma. 2017. The Relationship Between
Blue-Girdled Angelfish (Pomacanthus navarchus)
Exploitation and Availability for a Sustainable Fishery in
South Sulawesi, Journal of Agriculture Studies, Macrothink
Institute, 5(1): 15-24.
Kohls, R.L. dan Uhl,J.N. 1990.Marketing of Agricultural Product
(Seventh Edition), Collier Macmillan Publishing Company,
New York.
Kotler, P. dan Amstrong. 1991. Manajemen Pemasaran. Fakultas
Ekonomi UI, Jakarta.
Kuiter, R.H. and Takana, T. 2001. Pictorial Guide to : Indonesian
Reef Fishes Part II. Zoonetic, Australia.
Legendra, L. and Legendra, P. 1998. Numercial Ecology. 2nd
English Ed. Elsevier, Amasterdam.
Leu, M.Y., Chen, L.H., Wang, H.W., Yang, D.S.,and Meng, J.P.
2009. Natural Spawning, Early Development and First
Feeding of the Semicircle Angelfish (Pomacanthus
semicirculatus) in Captivity. Departement of Biology,
National
54
Museum of Marine Biology and Aquarium, Pingtung,Taiwan.
MAC. 2001. Best Practice Guidance for The Core Handling,
Husbandry and Tranport International Performance
Standard for The Marine Aquarium Trade. 16pp.
(www.aquariumcouncil.org, diakses 29 mei 2008).
........., 2009. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Hias Laut diIndonesia,
Standar Internasional Dalam Perdagangan Biota Laut Untuk
Akuarium. `www.aquariumcouncil.org.
Maharbhakti R. Harlym., 2009. Correlation between Coral Reef
Condition and Chaetodontidae Existence in Abang Islands
Waters, Batam.
IPB,Bogor.ScientificRepository.(http://repository.ipb.ac.id/
handle/12 3456789/43980, diakses 13 juni 2011).
Mankiw, N. G. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Alih bahasa oleh Drs. Haris Munandar, MA.
Mankiw, N. G. 2006. Pengantar Ekonomi. Jilid III. Erlangga,
Jakarta. Alih bahasa oleh Drs.Haris Munandar, MA.
Moeljono dan Wirzon. 1991. Ekonomi Manajerial. Kalam Mulia,
Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.
LP3ES, Jakarta.
Mulochau, T. and Durville, P. 2004. "Effects of a clove oil -Ethanol
solution on the coral Pocillopora verrucosa. Effecs d'une
solution essence de girofle - Éthanol sur le corail Pocillopora
verrucosa. 59(3): 425 - 432.
Nelson, J. S .2006. Fishes of the World, 4 th edition, John Wiley and
Sons, New York, NY, USA. hal. 601.
Nielson, M .2008. Modelling fish trade liberalisation: Does fish
trade liberalisation result inwelfare gains or
losses?Institute of Food and Resource Economics, Faculty of
Life Sciences, University of Copenhagen, Rolighedsvej 25,
1958 Frederiksberg C, Denmark.
Nikijuluw, V.P.H. 1998. Permintaan dan Penawaran ikan Segar
serta Implikasinya bagi Pembangunan Perikanan, Jurnal
Agro ekonomika, Jakarta.
55
Nikolsky, G.V. 1969. Theory offish population dynamicsas the
biological background for rational exploitation and
management of fishery resources. Oliver ang Boyd
Publidher, United Kingdom. hal. 323.
Nugroho, D. 2006. Kondisi Tend Biomassa Ikan Layang
(Decapcerus spp), di Laut Jawa dan Sekitarnya, Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, Volume XII No.13 Tahun
2006, Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Olivotto, I., Holt, S. A., Carnevali, O.and Holt, G.J. 2006. Spawning,
Early Development, and First Feeding in the Lemonpeel
Angel Fish Centrovyge flavissimus, aquaculture 253, 270.
Parwinia. 2001. Evaluasi kebijakan Perikanan Mengenai
Pengembangan Agribisnis Terpadu. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Pauly, D. and Caddy, J.F.1985. A Modification of Bhattacharya‟s
Method for the Analysis of Mixtures of Normal
Distributions. FAO Fish. Circ., (781). hal. 16.
......................................, 1981. ELEFAN I, a BASIC Program for the
Objective Extraction of Growth Parameters From Length-
Frequency Data. Meeresforschung, 28 (4). hal. 205-211.
Pauly, D. 1981. Tropical Stock Assessment Package for
Prorammable Calculators and micro-computers. ICLARM
Newsl., 4(3):10 - 13.
................., 1983. Length-Converted Cath Curves. A Powerful Tool
for Fishheries research in the Tropic. (Part I). ICLARM
Fishbite, 1(2). hal. 9 - 13.
.................., 1987. A Review of the ELEFAN System for Analysis of
Length- Frequency Data in Fish and Aquatic Invertebrates.
ICLARM Conf. Proc., (13). hal. 7 - 34.
Per Sparre dan Siebren C Venema, 1999. Introduksi Pengkajian
Stok Ikan ropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan
PerikananPerikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
PPTK, 2006. Penilain Ekosistem Spermonde.Universitas
Hasanuddin, Makassar.
56
Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Operasi, Analisis dan Studi
Kasus. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta.
Pulungan. 2004. Hand Out Kuliah Mata Kuliah Biologi Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru.
Purnamaningrum,T.K. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. LPFE
Trisakti.
Purwito, M. 1989. Potensi Sumberdaya Ikan tuna dan Prospek
Pengem bangan Perikanannya. Makalah Lo-kakarya
Perikanan Ikan tuna, Jakarta.
Putong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi
Kedua. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Rahardja, P dan Mandala, M. 2010.Teori Ekonomi Mikro (Suatu
Pengantar).Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta. Edisi keempat.
Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ricker, W.E. 1975. Computation and Interpretation of Biological
Statistics of Fish Populations. Bull.Fish.Res.Board Com.,
(191): 382.
Rikhter, V.A and Efanov, V.N. 1976. On One of the Approaches to
Estimation of Natural Mortality of Fish Populations. ICNAF
Res.Doc., 76/VI/8. hal. 12.
Roberts, C. 1997. Connectivity and Management of Caribbean
Coral Reefs. Science. hal. 1454-1457.
Rogers, G.B. 1970.Pricing System and Agricultural Marketing
Research, Agricultural Economic Research, Volume 22 No. 1
Januari 1970.
Russell, B.C., Talbot,F.H. Anderson, G.R.V. and Goldman, B. 1978.
Collection and Sampling of Reef Fishes. In: D.R. Stoddar and
R.E Johannes (eds). Coral Reef : Research Methods.UNESCO, Paris.
hal. 329 - 345.
Sale, P.F., Guy, J.A. and Steel, W.J. 1994. Ecological Structure
Assembalges of Coral Reef Fishes on Isolated Patch Reef.
Oecologia 98. hal. 83 - 99.
57
Sale, P.F. 1991. Introduction. Pages 3-15 in P.F Sale, editor. The
Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, San
Diego, California, USA.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi V. Jilid 1.Penerbit
Erlangga, Jakarta.
......................, 1996.Managerial Economics : In A Global Economics,
Third Edition, McGraw-Hill, Inc, New York.
Samuelson, P.A. 1965.Foundation of Economic Analysis. Harvard
University Press, New York.
Santoso, Singgih. 2009. Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Elex
Media Computindo, Jakarta.
Sastrawidjaya, Karyawa dan Sulistiadji, A. 1993. Studi Kasus
Indeks Biaya Operasi dan Pendapatan pada Usaha
Penangkapan Kapal Pukat Cincin Mini di Pekalongan,
Jurnal Perikanan, No. 82 Tahun 1993, Jakarta.
Setiawan, I.E., Amrullah, H. dan Mochioka, N. 2003a. Kehidupan
Awal dan Waktu Berpijah Sidat Tropik Anguilla sp. In
Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. hal. 11 - 17.
Setiawati, K.M., Kusumawati,D. dan Wardoyo. 2008. Riset
Pemantapan Teknologi Budidaya Ikan Hias Laut.
Peningkatan Produktifitas Ikan Clown (A. ocellaris) dan
Pengamatan Reproduksi Calon Induk Ikan Injel Napoleon
(Euxiphipops xanthometapon) dan Ikan Letter Six
(Paracanthurus hepatus). Laporan Hasilriset 2007. BBRPBL,
Gondol, Bali. hal. 237-247.
Sigit, S. 1998. Analisa Break Even (Ancangan Linier Secara Ringkas
dan Praktis). Edisi Ketiga. BPFE – Yogyakarta, Jakarta.
Singh, L.S. 1983. Agricultural Price Policy and Stabilitation
Measures in Indi. Capital Publishing House, New Delhi.
Soekartawi. 1993. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk
Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan
Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
58
................., 1994, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan
Analisis Fungsi Cobb-Douglas, RajaGrafindo Persada,
Jakarta
................., 2002, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan
Aplikasi, Edisi Revisi 2002, Raja-Grafindo Persada, Jakarta
.................. 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.
.................., 2001 a. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
..................., 2001 b. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sommer, C.S.W. and Poutiers, J.M. 1996. FAO Species
Identification Field Guide for Fishery Purposes The Living
Marine Resources of Somalia. FAO, Rome, Italy. hal. 376.
Sparre, P. 1987. A Method for the Estimation of Grouth, Mortality
and Gear Selection/Recruitment Parameters from
Length- Frequency Samples Weighted by Cath per Effort.
ICLARM Conf. Proc., (13). hal. 75 - 102.
Suhana.2017. Perdagangan Ikan Hias Indonesia.
http://suhana.web.id/2017/01/24/ekonomi-ikan-hias-
indonesi. (diakses 26/01/2020).
Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Revisi; LP3ES,
Jakarta. Suhartini, S.R. 2006. Fish Assemblages on Coral
Reefs of Karimun Jawa Islands, Central Jawa, Indonesia.
Coastal Marine Science 30 (1). hal. 247 - 251.
Sukirno, S. 1982.Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi
Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sunyoto dan Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis.
MedPress, Yogyakarta.
Sutton, M. 1983. Relationships Between Reef Fishes and Coral
Reefs. In: Perspectives on Coral Reefs (Ed. D. J. Barnes).
Australian Institute of Marine Sciences, Australia. hal. 248 -
255.
59
Tanaka, S. 1960. Studies on The Dynamics and The Mangement of
Fish Populations. Bull. Tokai. Reg. Fish. Res. Lab., (28): 1-200
(In Japan).
Tomek, W. G., dan Robinson, K. L. 1972.Agricultural Product
Prices Cornell University Press, Ithaca dan London.
Wabnitz, C., Taylor, M., Green, E.and Razak, T. 2003. From Ocean
to Aquarium. UNEP-WCMC, Cambridge, UK.
Wijaya, T. 2009. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS.
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
WWF. 2001. Aktivitas Perdagangan Ornamen Akuarium Laut dan
Kemungkinan Penerapan Sertifikasi Kelautan Di Indonesia.
Unpublished.
Yudiarosa, I. 2009. Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia. Magister
Ilmu Ekonomi Pertanian. PPSUB. Jurnal WACANA Vol. 12
No. 1 Januari 2009. ISSN. 1411 0199.
60
TENTANG PENULIS
Nama : Dr. Mauli Kasmi, S.Pi, M.Si
Tempat, Tanggal lahir : Sumenep, 26 Agustus
1972
Golongan/Pangkat : IVa/Pembina
Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala
Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian
Negeri Pangkep
Pendidikan Formal :
• 1995 : S1 Universitas Muslim Indonesia (UMI) Budidaya
Perairan (Perikanan)
• 2004 : S2 Universitas Hasanuddin (Unhas) Agribisnis
• 2010 : S3-Sandwich, Brement University, Germany Soscio-
Economy of Fisheries
• 2012 : S3 Universitas Hasanuddin (Unhas) Sistem-Sistem
Pertanian (Konsentrasi Perikanan)
Riwayat Jabatan/ Pengalaman Kerja :
• 2012 : Kepala UPT Kewirausahaan Politani Negeri, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep
• 2013 : Kepala UPT. Teaching Industri dan Kewirausahaan
Politani Negeri Tangkep, Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep
• 2015-2019 : Ketua Komisi B Senat Akademik, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep
• 2019-2023 : Ketua Jurusan Agribisnis Perikanan, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep.
• Ketua Gabungan Pengusaha Koral dan Ikan Hias Indonesia
(GAPEKHI)

More Related Content

Similar to IKAN HIAS INJEL NAPOLEON

Jurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogorJurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogorAsep Walandra
 
Jurnal penyuluhan perikanan
Jurnal penyuluhan perikanan Jurnal penyuluhan perikanan
Jurnal penyuluhan perikanan Asep Walandra
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
 
goo1 bl01102
goo1 bl01102goo1 bl01102
goo1 bl01102Rfie Lei
 
20140109095303 contoh-proposal
20140109095303 contoh-proposal20140109095303 contoh-proposal
20140109095303 contoh-proposalEdy Santoso
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...Analyst of Water Resources Management
 
Final report eafm_alor_fix 1
Final report eafm_alor_fix 1Final report eafm_alor_fix 1
Final report eafm_alor_fix 1Ed Plaimo
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisirAchmad Ridha
 
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...Hendra UzuMakhi
 
52163807 makalah-ikan-hias
52163807 makalah-ikan-hias52163807 makalah-ikan-hias
52163807 makalah-ikan-hiasSanto Nezz
 
TERIPANG.pdf
TERIPANG.pdfTERIPANG.pdf
TERIPANG.pdfMZakir7
 
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.pptRizkyFadillaAgustinR1
 
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdf
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdfEkonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdf
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdfismunandarsaebani1
 
Presentasi budidaya ikan lele
Presentasi budidaya ikan lelePresentasi budidaya ikan lele
Presentasi budidaya ikan leleArdyen Saputra
 
Proposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixProposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixAlbab Ulil
 

Similar to IKAN HIAS INJEL NAPOLEON (20)

Jurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogorJurnal penyuluhan ikan bogor
Jurnal penyuluhan ikan bogor
 
Jurnal penyuluhan perikanan
Jurnal penyuluhan perikanan Jurnal penyuluhan perikanan
Jurnal penyuluhan perikanan
 
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautBab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya laut
 
goo1 bl01102
goo1 bl01102goo1 bl01102
goo1 bl01102
 
20140109095303 contoh-proposal
20140109095303 contoh-proposal20140109095303 contoh-proposal
20140109095303 contoh-proposal
 
Makalah budidaya ikan nila
Makalah budidaya ikan nilaMakalah budidaya ikan nila
Makalah budidaya ikan nila
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
 
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
 
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
24932925 budidaya-menjadi-primadona-perikanan
 
Final report eafm_alor_fix 1
Final report eafm_alor_fix 1Final report eafm_alor_fix 1
Final report eafm_alor_fix 1
 
Cindy group2
Cindy group2Cindy group2
Cindy group2
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
 
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...
IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMB...
 
52163807 makalah-ikan-hias
52163807 makalah-ikan-hias52163807 makalah-ikan-hias
52163807 makalah-ikan-hias
 
TERIPANG.pdf
TERIPANG.pdfTERIPANG.pdf
TERIPANG.pdf
 
Bandeng
BandengBandeng
Bandeng
 
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt
1. PENDAHULUAN DDA_Rizky Fadilla Agustin Rangkuti.ppt
 
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdf
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdfEkonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdf
Ekonomi_Biru_Sumber_Daya_Pesisir.pdf
 
Presentasi budidaya ikan lele
Presentasi budidaya ikan lelePresentasi budidaya ikan lele
Presentasi budidaya ikan lele
 
Proposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fixProposal pertamina sobat bumi fix
Proposal pertamina sobat bumi fix
 

Recently uploaded

Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 

Recently uploaded (9)

Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 

IKAN HIAS INJEL NAPOLEON

  • 1.
  • 2. i PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon MAULI KASMI PENERBIT CV. PENA PERSADA
  • 3. ii PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon Penulis: Mauli Kasmi ISBN : 9786233153768 Editor: Wiwit Kurniawan Design Cover : Retnani Nur Briliant Layout : Eka Safitry Penerbit CV. Pena Persada Redaksi : Jl. Gerilya No. 292 Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas Jawa Tengah Email : penerbit.penapersada@gmail.com Website:penapersada.com Phone:(0281)7771388 Anggota IKAPI All right reserved Cetakanpertama:2020 Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin penerbit
  • 4. iii KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat dan karunianya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku yang berjudul “PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN HIAS EKSOTIS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon”. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca. Dalam buku ini membahas mengenai: 1) kondisi habitat dan kelimpahan ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan, 2) status pemanfaatan ikan injel napolen unuk keberlanjutan stok di Perairan Sulawesi Selatan. Hasil kajian dalam buku ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Kajian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna penyempurnaan buku ini. Akhir kata saya berharap Allah Swt berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu Penulis
  • 5. iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................iii DAFTAR ISI .................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ..............................................................1 A. Produk Perikanan Indonesia.................................................1 B. Jenis IkanInjel Napoleon ......................................................3 BAB II ASPEK BIO-EKOLOGI IKAN HIAS INJEL NAPOLEON . 5 A. Biologidan Taksonomi ..........................................................5 B. Distribusi Geografi dan Habitat............................................6 C. Kebiasaan Makan...................................................................8 D. Reproduksi .............................................................................9 E. Umur dan Pertumbuhan .....................................................11 F. Mortalitas dan Rekruitmen .................................................16 BAB III STATUS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN..............................................................................19 A. Produksi dan Fungsi Produksi............................................19 B. Produksi Surplus..................................................................22 C. STATUS PEMANFAATAN IKAN INJEL Napoleon Pomacanthus Xanthometopon Di Perairan Sulawesi Selatan23 BAB IV TREND PERMINTAAN ..................................27 A. Definisi Permintaan.............................................................27 B. Sistem Distribusi..................................................................33 C. Permintaan Ikan Injel Napoleon.........................................34 BAB V TREND PENAWARAN .................................................. 35 A. Definisi Penawaran..............................................................35 B. Sisi Penawaran Ikan Injel Napoleon...................................42 DAFTAR PUSTAKA........................................................................48 TENTANG PENULIS......................................................................60
  • 6. 1 A. Produk Perikanan Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.466 pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Indonesia terletak dalam kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle) dunia yang merupakan pusat keragaman biota laut tertinggi terutama spesies karang dan ikan hias yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia dipertimbangkan sebagai pusat keanekaragaman terumbu karang dunia. Sebanyak sekitar 569 jenis karang yang termasuk dalam 82 genus karang dijumpai di Indonesia. Meskipun terumbu karang memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi Indonesia, Sayangnya, terumbu karang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama oleh tekanan manusia. Penurunan terumbu karang di Indonesia disebabkan oleh berbagai macam hal, antara lain sedimentasi, pencemaran yang berasal dari daratan seperti pembuangan limbah industry maupun domestik, penambangan karang untuk bahan bangunan ataupun kerusakan-kerusakan fisik lainnya seperti eksploitasi berlebih sumberdaya laut, dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan racun seperti potassium Ikan hias dan karang hias merupakan salah satu komoditas perdagangan ikan internasional utama Indonesia. Komoditas ikan hias dan karang hias selama ini ikan hias banyak dipandang sebelah mata, baik oleh para pelaku bisnis maupun pemerintah. Perspektif pelaku usaha dan pemerintah produk ikan hias Indonesia selama ini kalah bersaing dengan produk ikan hias dari negara Singapore. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir kontribusi Singapore dalam BAB I PENDAHULUAN
  • 7. 2 perdagangan ikan hias dunia terus mengalami penurunan. Menurunnya kontribusi Singapore dalam perdagangan ikan hias dunia, telah membawa berkah bagi para eksportir ikan hias di Indonesia. Pelaku usaha dan penentu kebijakan sudah saatna menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar eksportir ikan hias dunia dengan asset hemparan perairan yang sangat luas dengan terumbu karangnya yang dihuni oleh banyaknya jenis biota sehingga menjadi eksotis. Perdagangan ikan hias Indonesia dalam periode 2000 – 2013 terus mengalami peningkatan. Bahkan puncaknya pada tahun 2013 Indonesia dapat mengalahkan Singapore dalam posisi lima besar eksportir ikan hias dunia. Dalam Periode 2000 – 2013 nilai ekspor ikan hias (HS 030110) mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,40 persen pertahun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan nilai ekspor rata-rata untuk total ekspor ikan dan produk perikanan (HS 03) dalam periode yang sama yang hanya mencapai 5,43 persen pertahun. Ikan hias merupakan salah satu komoditas ikan hidup utama yang diperdagangkan dipasar Internasional. Data International Trade Center (2017) menunjukan bahwa dalam periode 2001- 2015 rata-rata nilai ekspor ikan hias dunia (ikan hias air tawar dan air laut) mencapai 298,06 Juta US $, dengan pertumbuhan ekspor mencapai 4,26 persen pertahun. Sementara itu terkait dengan negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia dalam lima tahun terakhir, khususnya pasca pemberlakuan perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA) mengalami perubahan yang sangat signifikan. Data UN- Comtrade (2014) menunjukan bahwa negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia tahun 2009 (Sebelum CAFTA) lebih dominan ditujukan ke negara Singapore (16,598 %), Jepang (13,791 %), USA (13,764 %) dan Malaysia (10,919 %). Sementara itu pada tahun 2013 (sesudah CAFTA) sampai saat ini negara tujuan ekspor ikan hias Indonesia berubah menjadi China (20,739 %), Hongkong (12,788 %), USA (11,430%) dan Jepang (8,83 %). Sementara itu nilai ekspor ikan hias
  • 8. 3 Indonesia ke Singapore mengalami penurunan drastis, pada tahun 2013 share nilai ekspor ikan hias Indonesia ke Singapore hanya sebesar 6,610 %). Pada tahun 2015 negara tujuan ekspor ikan hias air tawar juga masih didominasi ke wilayah China. Sementara itu, Amerika Serikat mampu menyerap sekitar 70% dari total impor ikan hias dunia, sedangkan Indonesia baru memenuhi 15% ekspor atau permintaan dunia dari keseluruhan eksportir ikan hias seluruh dunia. Sulawesi Selatan terdapat sekitar 200 sampai 400 nelayan yang pekerjaan utamanya adalah nelayan ikan hias dan 20 sampai 50 pengumpul ikan hias. ikan hias laut hampir semuanya berasal dari hasil penangkapan di alam. Ikan hias laut termasuk karang hias, invertebrata lainnya diambil dari daerah terumbu karang dan habitat lain di sekitarnya. Oleh sebab itu, perdagangan ikan hias dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang jika penangkapannya tidak berwawasan lingkungan (AKIS, 2019). Berbagai macam model pengelolaan yang dapat dilakukan seperti pengaturan jumlah tangkapan, ukuran dan jenis alat tangkap, pembentukan Daerah Perlindungan Laut dan sertifikasi melalui ecolabelling sangat penting untuk diterapkan. Namun demikian, informasi mengenai aspek tingkat produksi, ketersediaan stok dan sistem reproduksi ikan hias ini masih sangat sedikit diketahui. B. Jenis Ikan Injel Napoleon Salah satu jenis ikan hias laut yang banyak diminati pecinta ikan hias adalah jenis ikan injel napoleon Pomacanthus xanthometopon . Jenis ikan ini merupakan primadona bagi kolektor pecinta akuarium air laut dan merupakan salah satu komoditas ekspor disektor perikanan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang penting diperhatikan karena kapasitas suplai yang besar dan permintaan yang terus meningkat. Tingginya permintaan terutama berasal dari
  • 9. 4 negara- negara berkembang dan maju dengan meningkatnya jumlah penduduk (Choir, 2007). Oleh sebab itu, upaya penangkapannya semakin digalakkan seiring dengan meningkatnya permintaan akan ikan injel napoleon. Perairan Sulawesi Selatan cukup potensial bagi penangkapan ikan injel napoleon. Hal ini terlihat dengan banyaknya nelayan yang melakukan penangkapan ikan tersebut secara intensif. Dengan demikian, dikhawatirkan populasi ikan tersebut mengalami penurunan.
  • 10. 5 A. Biologi dan Taksonomi Allen (2000) mengemukakan bahwa secara taksonomi ikan hias injel napoleon diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Chordata, Class: Pisces,Ordo : Perciformes, Famili : Pomacanthidae, Genus : Pomachantus, Spesies : Pomachantus xanthometapon. Ikan injel napoleon sangat menarik dengan kombinasi berbagai warna yang dominan, seluruh badannya kaya akan warna, itulah sebabnya ikan ini dijuluki bidadari bercadar. Ikan injel napoleon dalam bahasa perdagangan, ikan ini dikenal dengan nama blue face angelfish (Kuiter dan Takana, 2001). Ikan ini merupakan spesies termahal dari kelompok ikan angel dan mempunyai nilai tawar dalam memasarkan jenis ikan hias lainnya. Ikan injel napoleon bernilai ekonomi tinggi, panjang badannya bisa mencapai 40 cm, sirip punggung, sirip dada, dan sirip ekor berwarna kuning. Sirip punggung berjari jari lemah dan pada bagian belakang terdapat sebuah titik hitam, sirip ekor berbentuk bundar atau membundar dengan tepian warna biru. Sirip perut dan sirip dubur berwarna putih dengan tepi biru. Sirip punggung mempunyai 13–14 jari-jari keras dan 16–18 jari- jari lemah, sedangkan sirip dubur mempunyai 3 jari-jari keras dan 16–18 jari-jari lemah (Balai Riset Perikanan Laut, 2006)( Gambar 1). BAB II ASPEK BIO-EKOLOGI IKAN HIAS INJEL NAPOLEON
  • 11. 6 Gambar 1 Morphologi ikan injel napoleon Pomachantus xanthometapon Pomachantidae termasuk ikan yang mempunyai daya tarik bila diamati secara seksama, badannya bulat, panjang, dan pipih. Sisik berukuran kecil, keras, stenoid dengan striae longitudinal dan berkerut kerut. Pada bagian kepala, sisik berukuran lebih kecil dan gurat sisi melengkung sampai dasar ekor serta pre-orbitalnya berpinggiran halus dan bergerigi atau berduri (Balai Riset Perikanan Laut, 2006). B. Distribusi Geografi dan Habitat Ikan-ikan dari famili Pomacanthidae ditemukan di seluruh laut Tropis, terutama di pantai karang. Makanannya adalah organisme yang menempel di karang dan batu. Di Indonesia ikan ini banyak tersebar di Perairan Aceh, pelabuhan Ratu, Labuan, Ujung Genteng, Sibolga, Lampung, Binungaeun, Perairan Sulawesi dan Kalimantan (Balai Riset Perikanan Laut, 2006). Pomacanthidae ada 8 genus dan 82 spesies di seluruh dunia dan penyebarannya sangat luas terutama di daerah Perairan Indo-Pasifik Barat, Laut Merah, Afrika Timur,
  • 12. 7 Samoa, Jepang Selatan, Australia, dan Indonesia (Nelson, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan injel napoleon P.xanthometopon, menghabiskan seluruh hidupnya dalam bongkahan dan lereng luar terumbu karang. Famili Pomancanthidae (Angel Fish) mempunyai bentuk yang menarik seperti bidadari. Hidup di terumbu karang di Perairan Tropis,soliter,dan terkadang berpasangan. Hidup pada kedalaman 1-50 meter seperti marga Centropype dan Genicanthus. Penyebaran ikan injel di Perairan Indo Pasifik adalah Australia (23 jenis), Papua Nugini (22 jenis), Indonesia (21 jenis), Taiwan (20 jenis) dan Philipina (19 jenis). Kelompok ikan dari suku Pomacanthidae tersebar di seluruh Perairan Tropik dengan jumlah terbesar di wilayah Indo Pasifik bagian barat, yaitu mencapai 80% dari jumlah total jenis suku tersebut di dunia (Allen, 1979). Sebagai anggota suku Pomacanthidae, anglefish umumnya hidup pada kedalaman 10–20 m di daerah yang mempunyai tempat berlindung, di dalam bentukan batu-batuan yang besar, di gua-gua atau lubang-lubang dan celah-celah karang. Jenis ikan ini jarang didapatkan di daerah bentangan pasir yang luas atau wilayah-wilayah lain yang mempunyai permukaan yang landai dan hampir sepanjang hidupnya Pomacanthidae dilewatkan di dasar perairan untuk mencari makan. Ketika masih berusia muda, angelfish banyak terdapat di daerah yang dangkal (kurang dari 3 m), sedangkan pada masa dewasa lebih sering dijumpai pada daerah yang lebih dalam (3–10 m). Jenis ikan ini (Hutoma dkk, 1985). kebanyakan mempunyai wilayah- wilayah tertentu dan menghabiskan waktu di dekat dasar untuk mencari makanan, dan secara periodik menyembunyikan diri dari lubang- lubang persembunyian di dalam karang. Pada saat remaja jenis ikan injel napoleon menetap di gua gua terumbu karang yang ditumbuhi spong dan alga pada kedalam 5 sampai 25 meter. Warna seperti pelangi, terjadi perubahan warna selama fase pertumbuhan, hidup
  • 13. 8 soliter dan berpasangan, di bawah tutup insang ada duri, makanannya adalah alga dan spong. Pomacanthidae pada saat juvenile biasanya hidup di celah - celah ganggang yang padat sekitar kedalaman 1 atau 2 m, sedangkan pada saat dewasa lebih memilih terumbu karang di sekitar pantai untuk tempat persembunyiannya (Nelson, 2006).). Distribusi dan jumlah ikan karang sangat dipengaruhi juga oleh faktor biologi dan fisik di daerah terumbu karang, seperti gelombang, arus, cuaca, sedimentasi, kedalaman perairan, fisiografi dan kompleksitas terumbu karang. Oleh sebab itu, tidak ada proses tunggal yang mempengaruhi struktur komunitas ikan karang (Jennings dan Polunin, 1996). Secara umum dapat dinyatakan bahwa keanekaragaman dan kepadatan ikan karang sangat berkaitan dengan kompleksitas dan kesehatan terumbu karang sebagai habitat. Distribusi ruang (spatial distribution) berbagai jenis ikan karang bervariasi menurut kondisi dasar perairan. Perbedaan habitat terumbu karang menyebabkan adanya perbedaan kumpulan ikan-ikan. Dengan kata lain, interaksi intra dan inter jenis berperan penting dalam penentuan pewilayahan (spacing). Setiap kumpulan ikan mempunyai kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu, sehingga masing-masing kumpulan ikan menghuni wilayah yang berbeda. Hampir seluruh ikan yang hidup di terumbu karang mempunyai ketergantungan yang tinggi, baik dalam hal perlindungan maupun makanan, terhadap karang. Oleh karenanya jumlah individu, jumlah spesies dan komposisi jenisnya dipengaruhi oleh kondisi setempat. Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara kompleksitas topografi terumbu karang dengan distribusi dan kelimpahan ikan-ikan karang (Sutton, 1983). C. Kebiasaan Makan Pomacanthus yang berukuran besar adalah umumnya kebiasaan memakan spons, ditambah alga sebagai makanan pelengkap, sedangkan ikan ukuran kecil biasanya memakan
  • 14. 9 zoantharia, tunicata,gorgonia, telur ikan, hydroid dan spermatophyta (termasuk lamun). ikan injel Kambing merupakan ikan omnivora (pemakan segala). Ikan injel yang berukuran kecil dengan panjang total kurang dari 20 cm memanfaatkan rumput laut (alga) sebagai makanan utama, sedangakan ikan yang lebih besar dengan panjang total di atas 23 cm memanfaatkan spons sebagai makanan utamanya. UmumnyaPomacanthidae hidup soliter atau berpasang pasangan dan biasanya memakan spong, tunicates dan ganggang (Sommer dkk., 1996). D. Reproduksi Pulungan (2004), menyatakan gonad ikan adalah sebagai kelenjar biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan gonad ikan jantan dinamakan testes. Ovari dan testes ikan dewasa biasanya terdapat pada individu yang terpisah, kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes). Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Tahapan perubahan perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat penting. Data perkembangan gonad dapat dibandingkan antara ikan yang belum dan yang sudah dewasa, antara ikan yang sudah matang gonad dan yang belum, antara yang akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama kali mengalami matang gonad dan memijah.Kematangan gonad dari suatu spesies ikan ada kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor lingkungan. Berdasarkan aspek reproduksi, jenis ikan injel kambing (P. annularis) bersifat hermaprodit protogini, yaitu ikan yang dalam daur hidupnya mengalami perubahan kelamin dari betina menjadi jantan, umumnya ikan-ikan angelfish bersifat hermaprodit protogini dan hidupnya selalu berpasangan. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti pada umur dan
  • 15. 10 ukuran berapa kelompok ikan ini mengalami pembalikan seksual atau pergantian sel kelamin. Berdasarkan hasil penelitian studi injel kambing yang dilakukan Burhanuddin (1997), pada umumnya ikan betina menjadi jantan setelah mencapai ukuran di atas 28 cm dan bobot di atas 948 g. Berdasarkan hasil penelitian Moyer dan Nakazono dalam Allen (1979), waktu pemijahan ikan tersebut berlangsung antara bulan Mei sampai Oktober dengan kisaran suhu optimal 25–28OC. Pemijahan sebagian besar terjadi 10 menit sebelum matahari terbenam sampai 5 menit setelah matahari terbenam. Pada keadaan cuaca yang mendung dan berawan, aktivitas pemijahannya berlangsung lebih dari waktu tersebut. Untuk waktu penetasan telur menjadi larva ikan antara 18 sampai 30 jam. Selanjutnya Olivotto, dkk (2006), juga mengemukakan bahwa ikan angelfish mengeluarkan sel telurnya di permukaan perairan dan mengambang dengan bentuk seperti rakit, sementara larva ikan ini bersifat planktonik sewaktu berumur antara 3 sampai 5 minggu. Hasil penelitian Leu dkk, (2009) menunjukkan bahwa P. semicirculatus sudah dapat memijah dengan ukuran 40,2 cm panjang total (TL) untuk jantan dan 36,0 cm panjang total (TL) untuk betina. Sedangkan ciri-ciri betina dewasa perut bengkak, warna normal sedangkan jantan warna agak pucat, tubuh ramping atau lebih memanjang. Jenis ikan ini memijah secara alami sekitar bulan September sampai oktober, Fekunditas harian untuk 22 hari dan memijah berkisar antara 2.500 dan 20.100 telur per ekor (rata - rata 10.455 butir).Secara alami dalam pemeliharaan larva P. Semicirculatus masih mempunyai beberapa kendala diantaranya adalah kelangsungan hidup pada larva sering gagal hidup dan hanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu.
  • 16. 11 E. Umur dan Pertumbuhan Pertumbuhan adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan makanan yang tersedia. Laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan di mana organisme tersebut berada serta ketersediaan pakan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Nikolsky, 1969). Menurut Fahmi, (1997),P. annularis mengalami pertumbuhan di alam dengan perubahan warna yang mencolok dari stadia juvenile sampai dewasa. Pada stadia juvenile, ikan ini mempunyai warna agak putih dengan garis biru kehitaman yang melingkar sepanjang sisi tubuhnya dan ukuran panjang sekitar 2,75 inci (± 7 cm). Pada stadia dewasa, ikan ini mengalami perubahan corak dan warna tubuh, yaitu tubuh berwarna orange kecoklatan dengan garis-garis melintang berwarna biru sepanjang tubuhnya dengan panjang tubuh dapat mencapai 12 inci (± 30,5 cm). Berdasarkan hasil penelitian Burhanuddin (1997) dan Fahmi (1997), pada bulan September sampai Oktober 1996 di perairan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menunjukkan pola pertumbuhan ikan injel kambing di perairan tersebut bersifat allometrik yaitu kondisi di mana pertambahan berat ikan lebih cepat dari pada pertambahan panjang tubuh. Pertumbuhan sering didefinisikan dalam dinamika populasi sebagai perubahan panjang atau berat dari suatu organisme selama waktu tertentu.Pertumbuhan juga didefinisikan sebagai peningkatan biomas suatu populasi yang dihasilkan oleh asimilasi bahan-bahan dari dalam lingkungannya (Beverton dan Holt, 1957). Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks yang melibatkan banyak faktor yang berbeda, termasuk di dalamnya: (i) temperatur dan kualitas air, (ii) ukuran, kualitas, dan ketersediaan organisme
  • 17. 12 makanan, (iii) ukuran, umur, dan jenis kelamin ikan itu sendiri, dan (iv) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber-sumber yang sama. Jones (1992), meneliti otoliths sagital dari 398 ekorikan angelfish abu-abu (P. arcuatus) yang dikumpulkan dari Florida Keys antara bulan September 2000 dan September 2003 didapatkan ikan berukuran panjang total (TL) 78 - 442 mm. Ikan jantan memiliki panjang total rata-rata 329 mm (n = 192) dan betina rata-rata 308 mm (n = 166). Hubungan antara TL dan usia digambarkan oleh pertumbuhan von Bertalanffy equation Lt = 325,1 [1 - exp (-0,0601 (t + 0,828))] untuk betina dan Lt = 388,5 [1 - exp (-0,383 (t + 0,923))] untuk jantan. Ikan betina dan jantan tumbuh pesat selama 5 tahun pertama hidup dan akhirnya mencapai panjang asimtotik 325 dan 388 mm dengan usia diperkirakan mencapai 24 tahun. Parameter morfometrik digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan model angelfish termasuk panjang ikan dan bobot tubuh dan panjang otolith, lebar, ketebalan, dan berat. Seperti halnya dengan panjang ikan, berat badan seiring dengan otolith meningkat sepanjang kehidupan ikan, namun tingkat kenaikan lambat dengan bertambahnya usia. Hanya ketebalan otolith yang linier dengan usia ikan. Regresi stepwise maju menghasilkan persamaan berikut: ln (usia + 1) = 1,157 + 2,542 × ln (otolith ketebalan) yang menunjukkan bahwa ketebalan otolith, yang menjelaskan 89% dari variasi, adalah prediktor terbaik dari umur. Variabel tambahan tidak meningkatkan regresi, juga tidak membagi data menjadi himpunan bagian berdasarkan tingkat pertumbuhan. Setelah hubungan ketebalan usia otolith terbentuk, proses sederhana untuk mengukur ketebalan otolith adalah efektif untuk menentukan usia angelfish abu-abu. Penggunaan model serupa pada spesies lain, bersama validasi periodik untuk memastikan bahwa terdapat hubungan parameter usia otolith yang belum berubah dari waktu ke waktu, dapat menyederhanakan lama pengumpulan data untuk model populasi. Hal ini,
  • 18. 13 memungkinkan perikanan dikelola lebih baik dengan biaya yang jauh berkurang. Untuk menentukan laju pertumbuhan ikan dapat digunakan tiga cara yaitu: (i) interpretasi penyebaran frekuensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara periodik, dimana dibuat kurva frekuensi panjang untuk mencari jejak modus kelas tahun melalui populasi, (ii) interpretasi data “tagging and release” yaitu menandai dan melepaskan individu-individu yang sebelumnya ditentukan umur dan ukurannya untuk penangkapan berikutnya, dan (iii) analisis tanda umur pada bagian yang keras yaitu menghitung pertumbuhan sebelumnya dengan menganalisis laju pertumbuhan skala-skala annuli atau struktur tulang lainnya. Dasar pokok penentuan umur ada dua cara yaitu: 1) Metode tidak langsung, didasarkan pada analisis data frekuensi panjang musiman, dimana penerapannya akan baik digunakan pada spesies-spesies yang mempunyai siklus pemijahan pendek dan struktur populasi tidak mengalami perubahan selama proses pemijahan. Mempelajari umur dengan menggunakan metode frekuensi panjang bergantung pada sifat-sifat reproduksi dan pertumbuhan. Ikan-ikan perairan tropis umumnya mengadakan pemijahan setahun sekali dalam jangka waktu yang relatif pendek sehingga mempunyai pertumbuhan yang hampir seragam. Oleh sebab itu, penekanan metode ini adalah mencari distribusi normalnya karena terdapat individu yang berumur tua namun pertumbuhannya lambat bila dibanding dengan individu muda, dan 2) Metode langsung didasarkan pada pencatatan lingkaran pertumbuhan pada bagian tubuh yang keras seperti pada otolith (Effendie, 1997). Bentuk otolith biasanya oval yang merupakan hasil pengendapan atau konkresi bahan kapur yang terbentuk menjadi lapisan-lapisan konsentris dan prosesnya terjadi sepanjang waktu sejalan dengan pertumbuhannya. Akibat faktor-faktor yang tidak diketahui yang kemungkinan berhubungan dengan ketersediaan pakan atau musim
  • 19. 14 menghasilkan lapisan-lapisan tertentu pada beberapa spesies (Jones, 1992). Selanjutnya dikatakan bentuk otolith mengalami perubahan dan pertambahan ukuran sejalan dengan pertumbuhannya. Juvenile bentuknya relatif lebih ramping dan oval kemudian menjadi besar dan tebal selama tumbuh,pada individu dewasa tidak mengalami perubahan lebih lanjut. Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan ikan merupakan parameter populasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam pengkajian stok perikanan. Pengetahuan meliputi aspek umur dan pertumbuhan dari stok yang sedang dieksploitasi mutlak perlu diteliti, agar dapat digunakan sebagai salah satu landasan pertimbangan utama dalam tindakan pengelolaan stok yang bijaksana (FAO, 1998). Tujuan utama dalam mengkaji aspek umur dan pertumbuhan ikan adalah: 1). Mengetahui sebaran kelompok umur yang menunjang produksi sektor perikanan yang bersangkutan, 2). Menduga laju mortalitas (alami dan penangkapan) yang mempengaruhi stok serta menduga tingkat pengusahaannya, 3). Menilai tingkat “potensial yield”stok tersebut. Oleh sebab itu, semua metode-metode pengkajian stok pada intinya bekerja dengan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi umur diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran- lingkaran tahunan pada bagian-bagian yang keras seperti sisik dan otolith pada ikan. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk oleh karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim dingin dan sebaliknya. Di daerah tropis, perubahan drastis seperti itu tidak terjadi sehingga penghitungan didasarkan kepada lingkaran yang terbentuk secara harian (Sparre dkk., 1987). Pertumbuhan ikan didefinisikan sebagai perubahan massa tubuh (berat tubuh) berdasarkan satuan waktu yang merupakan hasil akhir dari dua proses yang mempunyai cara kerja berlawanan, yang pertama membentuk massa tubuh
  • 20. 15 (anabolisme) dan satu lagi memecahkan massa tubuh yang terbentuk tadi (katabolisme) (Von Bertalanffy, 1957): dW/dT = H. Wd – k. We (1) dimana: dW/dT : perubahan berat tubuh ikan per satuan waktu H : koefisien anabolisme, dan k : koefisien katabolisme Prosesanabolisme berbanding lurus (proportional) dengan nilai perpangkatan ”d” dari bobot tubuh (W), sedangkan katabolisme sendiri berbanding lurus dengan berat tubuh (W) (Pauly, 1981). Ikan tropis biasanya memijah secara bertahap sepanjang musim yang sangat lama. Hal ini, menimbulkan kesukaran dalam interpretasi sebaran frekuensi panjang yang sifatnya ”multinormal”, sebagai akibat dari pulsa penambahan baru (recruitment) lebih dari satu kali sepanjang tahun hasil pemijahan tadi. Pemisahan sebaran ”multinormal” dapat diatasi dengan baik melalui pendekatan komputer maupun pendekatan grafik (Tanaka, 1960) akan tetapi hasil yang diperoleh belum memuaskan dikarenakan teknik ”Model Class Progression Analysis” masih subyektif sehingga dapat menimbulkan kesulitan dan keraguan dalam menghubungkan modus frekuensi panjang antar sampel tadi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pauly danCaddy (1985), mengajukan suatu metode yang sifatnya lebih obyektif, yaitu dengan mencocokkan (fitting) satu deretan kombinasi kurva pertumbuhan VBGF yang mungkin dari hasil pergeseran ukuran sampel ikan tersedia, kemudian dipilih kurva VBGF yang dapat melewati modus ukuran terbanyak dari sampel yang tersedia. Kombinasi parameter VBGF yang diperoleh diharapkan dapat menggambarkan pola pertumbuhan umum dari ikan yang diteliti tadi.
  • 21. 16 F. Mortalitas dan Rekruitmen Informasi mengenai laju mortalitas dari stok ikan yang dieksploitasi, mempunyai peranan yang penting dalam tindakan pengelolaan stok perikanan yang rasional. Dengan diketahuinya laju mortalitas (alami dan penangkapan) stok ikan tersebut, maka dapat diduga tingkat pengusahaan stok ikan yang sedang dieksploitasi dan selanjutnya menduga ”potential yield” stok tersebut berdasarkan penerapan berbagai model pengelolaan yang tersedia saat ini (Beverton dan Holt, 1957). Sebagaimana kebanyakan organisme laut, siklus hidup ikan karang dibagi atas 2 fase, yaitu fase sedentari (menetap) yang berasosiasi dengan pasang surut, dan fase pelagis yang bergerak dan menyebar (Cushing, 1968). Ada 2 konsekuensi langsung yang berkenaan dengan siklus hidup yang kompleks tersebut, yaitu 1) individu harus mampu beradaptasi dengan segala resiko dari dua lingkungan yang sangat berbeda, dimana bertambah sejumlah faktor potensil membatasi ukuran populasi. 2) populasi organisme laut umumnya terorganisir dalam metapopulasi dimana populasi sedentari dewasa berhubungan dengan fluktuasi larva. Rekrutmen dianggap sebagai settlement yaitu saat dimana larva ikan telah berasosiasi dengan substrat atau suatu periode biologis yang sudah terdefinisikan dengan jelas (Fraschetti dkk, 2003). Geografis asal dari ikan rekruit dapat menentukan skala kapan bisa dikatakan berdekatan secara demografis (self-replenishing). Keterkaitan antara daerah geografis merupakan persoalan besar dalam pengelolaan perikanan, begitu pula dalam program-program konservasi, dan karena penyebaran populasi ikan menjadi issu sentral dalam ekologi terumbu karang. Penyebaran ikan karang diketahui terbatas, dimana komposisi spesies tidak sama disemua tempat dan sering spesies khas atau luas batasan geografisnya dapat diamati (Cappo danKelley, 2001).
  • 22. 17 Terumbu-terumbu karang yang tidak dipisahkan oleh perairan terbuka yang luas dianggap saling berhubungan melalui larva dengan frekuensi yang tinggi. Paradigma ini diragukan dalam tulisan Roberts (1997), yang mengemukakan bahwa hanya dengan aliran arus dan durasi larva saja sudah dapat mendeteksi laju perubahan larva dari terumbu hulu ke terumbu hilir. Mortalitas total stok ikan di alam didefinisikan sebagai laju penurunan kepadatan individual ikan dengan berdasarkan waktu secara eksponensial. Mortalitas total ikan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan hubungan yakni Z = M + F dimana F = Fishing Mortality dan M = Natural Mortality (Beverton and Holt, 1957). Mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan strategi daur hidup (life history strategy), yang dikenal sebagai ”r and k selection” yang sangat beragam antar kelompok ikan baik secara interspesifik maupun intraspesifik (Gunderson dan Dygert, 1988). Para ahli biologi perikanan menunjukkan bahwa mortalitas alami ikan berhubungan erat dengan parameter pertumbuhan K (Model VBGF) dan umur maksimum (longevity atau life span) (Cushing, 1968). Pauly (1981) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara mortalitas alami ikan (M) parameter pertumbuhan VBGF dan suhu lingkungan perairan dimana stok ikan tersebut berada sepanjang tahun. Rumus empiris mengenai hubungan antara laju mortalitas alami (M) dengan parameter tersebut di atas yang ditentukan berdasarkan data yang berasal dari 175 stok ikan mewakili 75 famili. Rikhter dan Efanov (1976) mengemukakan bahwa laju mortalitas alami (M) ikan mempunyai hubungan negatif dengan umur pertama kali matang gonad (age at first maturity: tm). Laju mortalitas total (Z) ikan umumnya ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan dari stok yang diteliti. Pendugaan mortalitas total ikan tropis umumnya sukar ditentukan berhubung umur
  • 23. 18 individu ikan tidak dapat ditentukan secara langsung. Walaupun demikian, masalah tersebut dapat diatasi dengan pendekatan hasil analisis data frekuensi panjang ikan contoh. Berbagai metode analisis yang dikemukakan, salah satunya khusus untuk pendugaan laju mortalitas total ikan adalah dengan Metode ”Length-Converted Catch Curve” (Pauly, 1983). Rekruitmen secara khusus didefinisikan sebagai penambahan anggota-anggota baru pada suatu kelompok populasi. Bagi eksploitor, rekruitmen adalah pemasukan ikan yang masih muda ke dalam suatu populasi yang terbuka untuk dieksploitasi.Ada tiga macam rekrutmen yang dapat dibedakan yaitu: (i) rekrutmen ke suatu stok, (ii) rekrutmen ke suatu stok yang dapat ditangkap, dan (iii) rekrutmen ke suatu stok matang yang menghasilkan telur. Banyaknya sudut pandang terhadap rekrutmen yang ke (iii) sering memerlukan bagi manajemen yang efektif, terutama untuk menghindari eksploitasi berlebihan terhadap ikan yang belum matang dan penurunan hasil akibat proteksi yang tidak perlu terhadap stok-stok yang matang. Rekruitmen berhubungan dengan besarnya stok dan kondisi lingkungan, dimana merupakan hal yang sulit tetapi penting bagi pengelola perikanan. Sebagai penambahan tahunan ke suatu stok, rekrutmen merupakan dasar untuk kesinambungan suatu populasi (Nikolsky, 1969).
  • 24. 19 A. Produksi dan Fungsi Produksi Untuk mengeksploitasi (menangkap) ikan disuatu perairan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana tersebut merupakan faktor input, yang merupakan sebagai upaya atau effort. Sedangkan definisi umum yang dipakai mengenai upaya adalah indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya, yang dibutuhkan untuk suatu aktivitas penangkapan. Dengan pengertian mengenai upaya ini, produksi (h) atau aktivitas penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional tersebut ditulis sebagai berikut: h = f(x,E) (2) Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas ikan (stok), dan semakin banyak faktor input (upaya), produksi semakin meningkat. Dengan kata lain, keturunan parsial dari kedua variabel input terhadap produksi (h) adalah positif, atau ∂h / ∂x > 0 dan ∂h / ∂E >0. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah: h = qxE (3) dimana q dikenal sebagai koefisien kemampuan tangkap atau cathability coefficient yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu unit upaya. Secara teoritis fungsi tersebut tidak realistis BAB III STATUS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
  • 25. 20 karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return” (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dari upaya yang merupakan sifat dari fungsi produksi (Fauzi, 2006). Dari tampilan Gambar 2. Menunjukkan bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Karena sifat dari kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan upaya yang terus menerus setelah melewati titik EMSY tidak dibarengi dengan peningkatan produksi lestari maka sudah terjadi overexploitasi (penangkapan berlebihan) (Fauzi, 2006). Gambar 2 Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve) Apabila suatu ketika disuatu perairan terjadi gejala penurunan produksi perikanan tangkap, dengan asumsi input digunakan sama atau lebih tinggi dari periode sebelumnya, maka biasanya kita menduga bahwa telah terjadi overfishing, namun tidak jelas overfishing apa yang terjadi, apakah Malthusian overfishing, biological overfishing, recruitment overfishing, atau economical overfishing (Indra, 2007). Akibat kelebihan permintaan (excess demand) terhadap ikan napoleon dan harganya yang cenderung tinggi dibandingkan ikan hias yang lain dapat berakibat pada
  • 26. 21 meningkatnya aktivitas nelayan untuk terus melakukan penangkapan ikan injel napoleon. Minat yang tinggi terhadap ikan hias juga ditunjukkan dengan dijadikannya ikan ini sebagai nilai tawar bagi pemasok ikan untuk mengikutkan jualan ikan hias jenis lain. Hal ini akan berakibat pada populasi ikan napoleon yang akan terus menurun di masa sekarang dan masa mendatang karena tekanan eksploitasi yang tinggi. Hal tersebut menyebaban terjadinya kurva penawaran yang mempunyai slope negative (Gambar 3), yaitu dimana terjadi peningkatan supplay, kemudian terjadi supplay semakin menurun. Gambar 3 Status Pemanfaatan Ikan Injel Napoleon Fenomena ikan injel napoleon pada gambar 3 menunjukkan bahwa keberadaan populasi ikan injel napoleon kecendrungannya memang sudah mengalami penurunan, seiring dengan hasil frekuensi produksi ikan injel napoleon setiap tahunnya mengalami penurunan. Ikan hias jenis ini merupakan ikan hias eksotis dipasaran nasional maupun global sehingga permintaan meningkat yang membuat upaya penangkapan meningkat. Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
  • 27. 22 B. Produksi Surplus Tujuan penggunaan produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang (Maximum Sustainable Yield/ MSY). Oleh karena model-model holistik sangat sederhana bila dibandingkan dengan model analitik, maka data yang diperlukan juga menjadi sedikit. Sebagai contoh, model-model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan demikian tidak perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model produksi surplus banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan Tropis. Model ini dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) per spesies atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapan dalam beberapa tahun (FAO, 1998). Dalam surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan sebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami (Biomas pada t + 1 = biomas pada t + produksi–ortalitas alami) artinya, jika produksi melebihi mortalitas alami, maka biomas akan meningkat.Sebaliknya jika mortalitas alami lebih tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus produksi sendiri menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di atas. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hilborn dan Walter (1992 dalam Anna 2003) bahwa surplus produksi menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah yang bisa ditangkap, jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap. Pengelolaan sumberdaya perikanan banyak dipergunakan dengan pendekatan pencegahan. Menurut Charles(2001) dalam rangka mendukung implementasi pendekatan pencegahan dalam manajemen perikanan, maka
  • 28. 23 kegiatan penelitian perlu mengadopsi pada kebutuhan baru dan harus memenuhi kriteria. Kekurangan informasi penelitian jangan dijadikan alasan untuk menunda pengukuran biaya efektif untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan informasi minimum dalam memulai dan melanjutkan kegiatan usaha perikanan dan perluasan kisaran penggunaan model-model perikanan (seperti model bioekonomi, multi spesis, ekosistim dan tingkah laku, dan pertimbangan- pertimbangan antara lain: (a) dampak lingkungan, (b) interaksi spesies dan teknologi, dan (c) tingkah laku sosial masyarakat nelayan. C. STATUS PEMANFAATAN IKAN INJEL Napoleon Pomacanthus Xanthometopon Di Perairan Sulawesi Selatan Upaya penangkapan (effort) untuk ikan injel napoleon tahun 2011-2019 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa walaupun penambahan jumlah nelayan (upaya) pertahunnya 13 orang. Upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun 2013 dan 2014 sebesar 195 orang nelayan, sedangkan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar 234 orang nelayan. Gambar 4 Trend total tangkapan, upaya, dan CPUE ikan injel napoleon
  • 29. 24 Penambahan upaya yang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi tidak menunjukkan hubungan positif, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2013 - 2019. Produksi pada tahun 2013 mengalami penurunan dari 5.512 ekor menjadi 3.166 ekor di tahun 2019, meskipun upayanya bertambah dari 195 orang nelayan di tahun 2013 menjadi 234 orang nelayan di tahun 2010. Berdasarkan kondisi ini dapat dinyatakan bahwa pada batas-batas tertentu dengan peningkatan upaya penangkapan akan menurunkan produksi hasil tangkapan. Hal ini disebabkan oleh kondisi potensi sumberdaya yang telah dimanfaatkan secara intensif yang menjadi salah satu indikator kondisi overfishing (tangkap lebih) terhadap ikan injel napoleon di Perairan Pangkep dan Selayar. Penurunan hasil tangkapan tersebut dengan peningkatan jumlah upaya penangkapan dapat menjadi indikasi over eksploitasi. Ukuran ikan injel napoleon yang tertangkappun pada umumnya berukuran kecil dengan umur sampel tidak lebih dari 2 tahun dan belum ditemukan induk yang matang gonad. Hasil total tangkapan dan upaya penangkapan injel napoleon sepanjang tahun 2013– 2019 menunjukkan grafik yang menurun (Gambar 4). Gambar 5 Hubungan antara total hasil tangkapan dan upaya penangkapan 2011 – 2019
  • 30. 25 Grafik yang diperlihatkan pada gambar di atas menunjukkan bahwa walaupun upaya ditingkatkan tetapi hasil tangkapan tetap menurun. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi sumberdaya yang menjadi target penangkapan. Status penangkapan ikan injel napoleon yang dilakukan dalam kurun waktu tersebut diduga telah melewati titik optimum atau sudah melampaui MSY, dimana peningkatan effort tidak dapat meningkatkan produksi tetapi hasil tangkapan tetap menurun. Dengan demikian,kondisi tersebut berada pada posisi overfishing seperti yang diilustrasikan pada kurva MSY. Hal ini sejalan dengan pendapat Fauzi (2006),yang menunjukkan bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan (upaya=0), produksi juga akan nol. Ketika upaya terus dinaikkan, pada titik EMSY akan diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik ini disebut sebagai titik Maximum Sustainable Yield. Oleh karena sifat dari kurva Yield-Effort yang berbentuk kuadratik, peningkatan upaya yang terus menerus setelah melewati titik EMSY tidak dibarengi dengan peningkatan produksi lestari maka sudah terjadi overfishing (penangkapan berlebihan). Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon tahun 2011 ke 2014 sebesar 12%, dari tahun 2014 ke 2015 penurunannya derastis yaitu 30%, bahkan terlihat dari tahun tahun 2011 sampai 2019 mengalami kecendrungan penurunan dari di Perairan Sulawesi Selatan (Gambar 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan populasi ikan injel napoleon kecendrungannya memang sudah mengalami penurunan, seiring dengan hasil frekuensi produksi ikan injel napoleon setiap tahunnya mengalami penurunan.
  • 31. 26 Gambar 6 Frekuensi penurunan produksi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan Trend hasil produksi ikan injel napoleon di Perairan Sulawesi Selatan setiap tahun mengalami penurunan (Gambar 5). Produksi dipengaruhi atas besarnya tingkat upaya pemanfaatan terhadap target produksi itu sendiri. Semakin besar target produksi, maka tingkat pengupayaan terhadap target tersebut juga diintensifkan. Dalam perikanan, hal semacam ini tidak selalu memberikan hasil positif karena banyaknya faktor yang mempengaruhinya, terutama keberadaan sumberdaya perikanan itu sendiri, kemampuan armada penangkapan dan kondisi oceanografis. Prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan ikan injel napoleon yang ada di Perairan Pangkep dan Selayar sudah seharusnya diterapkan dengan segera karena jika tidak dilakukan pengelolaan yang bijaksana, maka sumberdaya perikanan yang ada akan punah. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengendalian jumlah upaya penangkapan dan ukuran terkecil pertama kali tertangkap atau sistem pemberian kuota tangkap untuk setiap tahunnya.
  • 32. 27 A. Definisi Permintaan Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan hias laut yang sangat besar jumlahnya serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Beragam jenis ikan hias tersebut tersebar di berbagai perairan terutama menghuni habitat sekitar terumbu karang. Sebagian besar ikan hias hasil tangkapan dari perairan Indonesia itu, selain memenuhi permintaan konsumen lokal juga diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa negara yang potensial. Terjadinya peningkatan trend permintaan akan ikan hias laut seiring dengan terjadinya peningkatan kebutuhan masyarakat akan hiburan, sebagai penawar kepenatan setelah menjalani aktivitas sehari- hari. Kehadiran ikan hias laut yang beraneka ragam bentuk dan warnanya di akuarium ruang keluarga, bagi sebagian orang telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Di sisi lain, manfaat ekonomi dari bisnis ikan hias air laut yang melibatkan ribuan tenaga kerja, secara keseluruhan terbukti mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardja Dan Manurung, 2002). Untuk lebih akurat maka dalam pengertian tersebut perlu ditambahkan dimensi geografis, misalnya kita berbicara tentang berapa jumlah pakaian yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga dalam satu periode waktu tertentu yakni per bulan atau per tahun di Jakarta. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan BAB IV TREND PERMINTAAN
  • 33. 28 antara jumlah permintaan dan harga (Sukirno, 2003). Teori permintaan ini juga menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Permintaan mempunyai dua pengertian, yaitu permintaan efektif (permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli) dan permintaan absolut atau potensial (permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja). Lebih jauh, Sudarsono (1995) mengemukakan bahwa tenaga beli seseorang tergantung atas dua unsur pokok, yaitu pendapatan yang dapat dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian pula halnya harga barang yang dikehendaki juga berubah. Produksi ikan hias Indonesia dalam kurun waktu 2009 – 2015 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 16,62 persen pertahun. Produksi ikan hias pada tahun 2009 mencapai 0,57 milyar ekor dan pada tahun 2015 meningkat tajam menjadi 1,31 milyar ekor. Peningkatan produksi ikan hias tersebut hendaknya terus dijaga dan lebih dioptimalkan lagi guna mendukung peningkatan perdagangan ikan hias Indonesia. Secara grafis perkembangan produksi ikan hias dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
  • 34. 29 Gambar 7 Perkembangan Produksi Ikan Hias Indonesia Periode Tahun 2009 – 2015 Adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, yaitu kalau harga suatu barang naik justru permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Paling tidak ada tiga kelompok barang dimana hukum permintaan tidak berlaku, yaitu: 1. Barang yang memiliki unsur spekulasi Produksi hasil perikanan sering terjadi upaya untuk melakukan unsur spekulasi, misalnya ikan hias, sebelum musim barat tiba biasanya nelayan melakukan penangkapan besar-besaran dan selanjutnya ditampung karena ada unsur spekulasi., pada saat di pasaran sudah mulai berkurang,mereka mengharapkan harga akan naik, dengan demikian mereka mengharapkan akan memperoleh keuntungan. 2. Barang prestise Barang-barang yang dapat menambah prestise seseorang yang umumnya memiliki harga mahal sekali. Kalau barang tersebut naik harganya, boleh jadi menyebabkan permintaan terhadap barang itu meningkat, karena bagi
  • 35. 30 orang yang membeli berarti gengsinya naik. Misalnya adalah ikan injel napoleon, ikan ini merupakan ikan yang paling mahal di kelasnya di samping karena cantik dan indah, juga keberadaannya di alam sudah mulai berkurang. 3. Barang given Untuk barang given (given goods), apabila harganya turun menyebabkan jumlah barang yang diminta akan berkurang. Hal ini disebabkan efek pendapatan yang negatif dari barang given lebih besar dari pada naiknya jumlah barang yang diminta karena berlakunya efek substitusi yang selalu positif. Dalam hal ini, apabila suatu barang harganya turun, ceteris paribus, maka pendapatan nyata (real income) konsumen bertambah. Untuk kasus barang given, kenaikan pendapatan nyata konsumen justru mengakibatkan permintaan terhadap barang tersebut menjadi berkurang (pendapatan nyata adalah pendapatan yang berdasarkan daya beli, artinya sudah memperhitungkan faktor kenaikan atau penurunan harga. Pendapatan yang belum memperhatikan faktor perubahan harga dinamakan pendapatan nominal atau money income). Terus meningkatnya nilai ekspor ikan hias tersebut, pada tahun 2018 Indonesia tercatat sebagai negara dengan neraca perdagangan ikan hias terbesar di dunia, walaupun Indonesia belum menjadi eksportir terbesar dunia. Tahun 2018 Indonesia tercatat sebagai negara keempat terbesar eksportir ikan hias dunia setelah Japan, Singapore, dan Spain. Tahun 2018 neraca perdagangan ikan hias Indonesia tercatat sebesar USD 30.384 Ribu. Berdasarkan data International Trade Centre (2020) terlihat bahwa membaiknya kinerja neraca perdagangan ikan hias Indonesia selain disebabkan terus membaiknya kinerja ekspor ikan hias nasional, juga didorong oleh terus
  • 36. 31 menurunnya kinerja ekspor ikan hias negara lainnya, khususnya Singapore dan Spain. Dalam periode 2010-2018 nilai ekspor ikan hias Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 7 % pertahun, sementara nilai ekspor Singapore dalam periode yang sama rata-rata turun sebesar 4,61 %. Nilai ekspor ikan Hias Spain dalam periode yang sama rata-rata tumbuh 3,26 %. Data BPS (2020) menunjukan bahwa nilai ekspor ikan hias pada triwulan 1 dan 2 tahun 2020 mencapai USD 6,41 Juta dan USD 7,34 Juta atau turun sebesar 24,77% dan 8,35% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Sementara pada triwulan 3 2020, nilai ekspor ikan hias mencapai USD 8,88 Juta atau naik sebesar 11,59 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Namun demikian jika dibandingkan antar triwulan (Q to Q), terlihat bahwa sejak triwulan ke 2 tahun 2020 nilai ekspor ikan hias terus mengalami peningkatan. Gambar 8 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan (Q To Q) Nilai Ekspor Ikan Hias Periode 2019-2020 (Sumber : Analisis 2020) www.trademap.org, diakses 26/01/2020, Diolah Suhana) Berdasarkan Catatan BPS (2020) terlihat bahwa negara tujuan ekspor ikan hias terbesar dari Indonesia adalah China, Japan, Amerika Serikat, Singapore, Australia dan United Kingdom. Pada triwulan 3 2020, total share nilai ekspor ke lima negara tersebut mencapai 58,47% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia. Pada triwulan ke 3
  • 37. 32 tahun 2020 share nilai ekspor ikan hias Indonesia ke China mencapai 27,95% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia. Sementara itu share nilai ekspor ikan hias ke Japan dan USA pada triwulan ke 3 tahun 2020 mencapat 11,05% dan 9,28% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia. Kinerja perdagangan ikan hias dalam kurun waktu tahun 2012 sampai semester 1 tahun 2019 terlihat terus mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya kontribusi nilai ekspor ikan hias terhadap total ekspor perikanan Indonesia. Selain itu juga terlihat bahwa pertumbuhan nilai ekspor ikan hias jauh diatas pertumbuhan nilai ekspor total perikanan nasional. Data BPS (2019) menunjukkan bahwa nilai ekspor ikan hias tahun 2012 mencapai USD 21,01 juta, sementara tahun 2018 mencapai USD 32,23 Juta. Bahkan pada semester 1 2019 nilai ekspor ikan hias sudah mencapai USD 16,54 Juta atau tumbuh sebesar 2,56% dibandingkan semester 1 2018. Berdasarkan data-data periode sebelumnya terlihat bahwa nilai ekspor ikan hias cenderung akan meningkat pada periode semester 2 setiap tahunnya. Oleh sebab itu diharapkan kinerja ekspor ikan hias tahun 2019 akan jauh lebih besar dari periode sebelumnya. Realisasi ekspor ikan hias dalam periode 2012-2018 nilai ekspor ikan hias rata-rata tumbuh sebesar 8,28 % pertahun. Pada periode yang sama, nilai ekspor perikanan rata-rata hanya tumbuh sebesar 4,28% pertahun. Bahkan Tahun 2016 nilai ekspor ikan hias mengalami pertumbuhan sebesar 25,28 % dibandingkan dengan tahun 2015. Meningkatnya nilai ekspor ikan hias tersebut turut meningkatkan kontribusi ikan hias terhadap total nilai ekspor perikanan Indonesia. Tahun 2012 kontribusi ikan hias terhadap total ekspor perikanan Indonesia mencapai 0,54%, sementara tahun 2018 meningkat menjadi 0,66%. Value Ekspor ikan hias dari waktu ke waktu, bahkan pada Juni 2019 rata-rata unit value ekspor ikan hias mencapai 21,78 USD/ekor.
  • 38. 33 B. Sistem Distribusi Sistem distribusi untuk ikan hias di Indonesia dikembangkan dengan sangat baik. Secara umum, sistem distribusi penjualan ikan hias di Indonesia adalah sebagai berikut: Gambar 9 Sistem Distribusi Ikan Hias di Indonesia Petani pembudidaya ikan (yang membesarkan ikan muda untuk ukuran pasar) atau peternak (yang mengkhususkan diri dalam breeding varietas dan spesies baru) biasanya menjual ikan ke grosir, yang juga bisa menjadi importir khusus dalam membeli ikan dari peternakan di luar negeri khususnya kawasan. Untuk bibit dan ikan baru nelayan/peternak biasanya membeli dari importir (baik grosir atau importir/ eksportir) atau khusus ikan hias laut diperoleh dari hasil tangkapan nelayan untuk dipelihara sampai ukuran layak ekspor. Pedagang grosir biasanya membeli dalam jumlah besar dan mendistribusikan ikan ke eksportir atau pengecer lokal. Eksportir juga dapat mengimpor sendiri karena umumnya terkait dengan perijinan/legalitas usaha, yang pada gilirannya menjual ikan untuk importir luar negeri. Petani/ peternak ada juga Sebagian menjual ikan hias mereka kepada eksportir atau mengekspor langsung sendiri dengan meminta bantuan jasa ekspotir untuk perijinan
  • 39. 34 pengiriman. Beberapa eksportir juga telah beralih sebagai peternak atau mempunyai nelayan tersendiri untuk menjamin pasokan yang lebih stabil untuk diri mereka sendiri. C. Permintaan Ikan Injel Napoleon Dari sisi permintaan (demand), ikan injel napoleon termasuk ikan hias yang sangat diminati. Dari penelusuran penulis di lapangan tidak diperoleh berapa angka pasti sebenarnya dari permintaan terhadap ikan napoleon. Hanya saja di Sulawesi Selatan diperoleh informasi bahwa berapapun yang mampu dihasilkan atau ditangkap oleh nelayan akan diserap semua oleh pasar. Menurut Kasmi dkk, (2010) ikan hias laut yang paling diminati oleh pasar global adalah ikan jenis injel, khususnya ikan injel napoleon dan pyama.Kedua jenis ikan ini berapapun yang tertangkap langsung habis dan bahkan ikan hias jenis lainnya bisa ikut terjual sehingga jenis ikan ini merupakan incaran oleh eksportir, hanya saja keberadaan kedua jenis ikan tersebut di daerah tertentu sehingga stok di farm (tempat pemeliharan ikan hias) jarang ada. Bila melihat harga ikan injel napoleon yang cenderung meningkat sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 11, maka berdasarkan hukum permintaan seharusnya permintaan terhadap ikan hias ini juga akan menurun. Sebagaimana hukum permintaan, peningkatan harga akan mengakibatkan adanya penurunan permintaan dan sebaliknya penurunan harga akan mengakibatkan peningkatan permintaan dengan asumsi ceteris paribus. Oleh karena ikan hias dapat digolongkan sebagai barang prestise yang dapat menambah prestise seseorang untuk memilikinya dan barang yang unik, sehingga mendapat pengecualian dalam hukum permintaan. Pengecualian terhadap hukum permintaan tersebut dimana semakin sedikit barang dalam hal ini adalah ikan injel napoleon yang ditawarkan pasar maka semakin besar keinginan konsumen untuk memilikinya dan hal ini kemudian mendorong harganya semakin meningkat.
  • 40. 35 A. Definisi Penawaran Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang diinginkan dan dapat ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga. Penawaran mencerminkan hubungan langsung antara harga dan kuantitas (jumlah barang fisik), dimana hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga naik, produsen menawarkan lebih banyak barang (output) ke pasar (Downey dan Erickson, 1992). Menurut Soekartawi (1993), fungsi penawaran adalah suatu fungsi yang menyatakan hubungan antara produksi atau jumlah produksi yang ditawarkan dengan harga, menganggap faktor lain sebagai teknologi dan harga input yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah penawaran yang disediakan oleh individu produsen, diperoleh dari produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah produksi yang ditawarkan ini akan sama dengan jumlah permintaan, sedangkan penawaran agregat merupakan penjumlahan dari penawaran individu. Kurva penawaran memperlihatkan apa yang ter komoditas perikanan yang ditawarkan oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen atau penjual. Sebaliknya, makin rendah harga barang, makin sedikit jumlah barang tersebut ditawarkan oleh para produsen/penjual, dengan anggapan factor- faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986), penawaran hasil perikanan bersumber dari produksi, kelebihan stok tahun yang lalu dan impor. Dalam kaitannya dengan BAB V TREND PENAWARAN
  • 41. 36 produksi, perubahan produksi perikanan dipengaruhi oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk alternatif yang harganya lebih mantap, dan subsidi dan dorongan pemerintah. Adanya perubahan produksi perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam areal (penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil rata- rata per unit luas. Salah satu sifat penawaran hasil-hasil perikanan adalah produksi sangat tergantung dari alam yaitu keberadaan dan musim penangkapan, seperti ikan hias laut. Ikan hias laut pada musim barat produksi ikan hias umumnya sedikit karena nelayan tidak bisa mencari disebabkan cuaca yang ekstrim sehingga penawaran akan menurun. Umumnya bila stok ikan hias kurang biasanya diiringi kenaikan harga di pasar, akan tetapi tidak dapat diikuti dengan naiknya penawaran yang berarti tingkat elastisitas adalah inelastis dalam jangka pendek (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Selanjutnya Hanafiah dan Saefuddin (1986) menambahkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara penawaran hasil industri dengan penawaran hasil perikanan, dimana penawaran hasil perikanan sangat tergantung dengan alam. Banyak atau sedikitnya jumlah penawaran produsen juga ditentukan oleh produksi di alam.
  • 42. 37 Tabel 1 Perbedaan penawaran hasil industri dan hasil perikanan Penawaran hasil industry Penawaran hasil perikanan Penawaran biasanya dapat diperbesar atau diperkecil dengan cepat. Jika terjadi kelebihan penawaran akan dapat ditahan di pasar sampai kondisi membaik Penawaran tidak dapat ditambahkan atau dikurangi dengan cepat. Karena sifatnya yang “perishable” maka tidak dapat ditahan lebih lama di pasar Peningkatan produ ksi sering memperkecil biaya per-unit Perluasan atau peningkatan produksi sering mengarah kepada kenaikan ongkos per- unit Output dari industry dapat disesuaikan dengan harga. Apabila harga rendah, output dapat diperkecil dan apabila harga naik output dapat diperbesar Output sukar disesuaikan dengan harga. Apabila produksi tinggi, harga relative rendah dan apabila produksi rendah, harga relative tinggi Produksi dapat dikatakan tidak tergantung kepada alam Produksi sangat tergantung dari alam Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (2006). Faktor di luar harga yang mempengaruhi kurva penawaran meliputi faktor teknis, alam, sosial, kebiasaan. Nelayan dalam mencari produksi hasil-hasil perikanan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dalam keputusan produksi hasil perikanan sehari-hari. Suatu kenaikan produksi dapat disebabkan oleh salah satu dari dua faktor yaitu jauhnya daerah penangkapan ikan sehingga penting dalam menentukan daerah penangkapan ikan dan hasil yang dicapai yang dapat mengurangi biaya produksi (Mubyarto, 1995).
  • 43. 38 Gambar 10 Backward Bending Supply Curve ( Friedman, 2000). Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran yang mempunyai slope negatif. Misalnya yang sering kita jumpai adalah backward bending supply curve (Friedman, 2000). Seperti terlihat pada Gambar 7. Fenomena ini juga terjadi pada hasil-hasil perikanan, yaitu awalnya terjadi peningkatan supply kemudian terjadi penurunan supply walaupun permintaan meningkat, hal ini diduga disebabkan keberadaan stok di alam sudah mengalami penurunan. Pendekatan model Copes berdasarkan optimalisasi kesejahteraan (welfare optimization) dengan menggunkan analisis surplus konsumen, surplus produsen, dan rente sumberdaya. Dalam model Copes yakni harga per unit output mengikuti kurva permintaan, memiliki kemiringan yang negatif sehingga pengukuran surplus konsumen dimungkinkan. Pada penampilan (Gambar 7). Axis horizontal menunjukkan tingkat produksi ikan yang merupakan unit output, sedangkan pada axis vertical menggambarkan beberapa parameter ekonomi seperti harga dan biaya. Pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Permintaan terhadap ikan
  • 44. 39 ditentukan oleh kurva supplai yang melengkung ke belakang pada tingkat output h MSY. Dalam kondisi akses terbuka, keseimbangan penawaran dan permintaan ditentukan pada titik N dengan tingkat panen atau output sebesar M, dimana kurva permintaan yang menggambarkan penerimaan rata- rata bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata. Secara grafik penawaran akan terlihat mengalami pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter clockwise) atau dengan kata lain slope atau kemiringan yang makin tajam disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan. Gambar 11 Kurva optimasi perikanan model Copes (Fauzi, 2006) Dari Gambar 8. terlihat bahwa optimasi perikanan dalam keadaan akses terbuka (N) akan menghasilkan surplus konsumen sebesar daerah DNP dan surplus produsen sebesar AND. Titik optimal secara social akan dihasilkan output sebesar OL dan dengan manfaat bersih yang maksimum, dimana akan menghasilkan surplus konsumen sebesar EHP, dan rente ekonomi (yang di dalamnya tercakup surplus produsen sebesar ICEH). Model ini terdiri dari sebuah backward-bending supply function dan sebuah fungsi permintaan tradisional. Mengikuti Clark (1990), fungsi suplai keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka dapat disimpulkan berdasarkan pada model Schaefer dalam Rumus (4).
  • 45. 40 Dimana S menandakan stok, t adalah waktu, r adalah tingkat perkembangan intrinsik dari stok, SK adalah carrying capacity dari stok, E usaha dan q koefisien daya tangkap. Bagian pertama dari sisi kanan adalah perkembangan stok alami absolut dan yang ke dua adalah panenan. Kondisi- kondisi untuk bionomic equilibrium sekarang adalah bahwa Persamaan (4) sama dengan nol, yaitu bahwa pertumbuhan sama dengan panenan, dan bahwa sewa sumberdaya adalah nol karena perikanan dikarakterkan dengan akses terbuka, yaitu bahwa R = (pqs- c)E =0 dengan R yang mewakili sewa sumberdaya, p harga dan c biaya. Dengan menggunakan kondisi-kondisi ini dan pengaturan ulang memberikan fungsi suplai dalam keseimbangan, dimana hasil yang dipertahankan diekspresikan dalam hal harga. Y = rc pq Dimana Y adalah hasil yang dipertahankan dalam jangka panjang (long-run sustainable yield). Dapat ditunjukan lebih lanjut bahwa fungsi suplai adalah meningkat sampai p = 2c/qSk dan kemudian menurun ke arah nol jika p meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah backward-bending. Puncak diketahui sebagai hasil maksimum yang dapat dipertahankan (maximum sustainable yield/ MSY) yang diatasnya penangkapan pada suatu tingkat usaha melebihi tingkat usaha yang dihubungkan dengan MSY dikarakterkan sebagai kelebihan penangkapan secara biologis. Kurva suplai dalam akses terbuka yang diatur dan akses terbatas yang diatur mengikuti backward-bending supply function(biaya rata- rata) kurva dalam akses terbuka untuk usaha-usaha penangkapan kecil. Bagaimanapun juga, pada usaha-usaha penangkapan yang ada di atas MSY, sebuah kuota memberikan sebuah kurva suplai yang vertikal, karena kuota-kuota tradisional diperkenalkan hanya setelah stok telah menjadi terlalu banyak dieksploitasi. Oleh karena itu, untuk p>2c/qSK, suplai- suplai yang telah ditentukan dengan Y = Y , dimana Y
  • 46. 41 mewakili kuota. Fungsi permintaan dari sebuah produk ikan dapat disimpulkan sebagai agregat dari apa yang mau dibayarkan oleh seorang konsumen untuk produk ikan. Yaitu, dimana kepuasan konsumen dimaksimalkan dengan kendala anggaran. Untuk sebuah fungsi kepuasan Cobb- Douglas dengan dua barang, Y sebagai produk ikan dan Q sebagai produk lain (sebuah barang numeraire), kepuasan (u) ditentukan oleh u(Y,Q) = YaQ1-a. Memaksimalkan hal ini , dengan kendala PYY+PQQ = X, dimana X adalah pendapatan dan 0< a < 1, menghasilkan fungsi permintaan untuk produk ikan dalam rumus berikut ini : ln(Y) = α1 + αY ln(Y) + αQ ln(Q) (6) Berlawanan dengan fungsi penawaran, fungsi permintaan untuk satu produk ikan tidak berbeda dari fungsi permintaan untuk sebuah barang konvensional. Fungsi permintaan menurung seiring dengan hasil. Kurva-kurva permintaan dan penawaran dari sebuah stok ikan ditunjukkan dalam (Gambar 9) untuk sebuah perikanan dengan akses terbuka. Gambar 12 Kurva permintaan dan penawaran terhadap keberadaan stok ikan (Nielsen, 2008) Bio-economic equilibrium ditunjukkan dimana kurva- kurva suplai (biaya rata-rata) dan permintaan berpotongan pada E dalam gambar tersebut, dan meskipun biaya sumberdaya adalah nol dalam keseimbangan akses terbuka, keberadaan perikanan masih memberikan hasil dalam
  • 47. 42 keuntungan-keuntungan ekonomi yang positif. Keuntungan ini terdiri dari surplus konsumen (yang ditunjukkan sebagai segitiga terarsir dalam Gambar 6 dan surplus produsen (yang ditunjukkan sebagai segi empat yang terarsir). Surplus konsumen ditentukan secara tradisi sebagai perbedaan antara jumlah yang mau dikeluarkan oleh konsumen dan jumlah yang benar-benar dikeluarkan oleh konsumen. Mengikuti Copes (1970), sebuah kurva rata-rata biaya sosial (ASC) diukur dalam hal biaya-biaya kesempatan modal (opportunity costs of capital) dan tenaga kerja. Kurva ini ditunjukkan dalam Gambar 6 dan adalah lebih rendah daripada kurva rata-rata biaya (average cost curve). Surplus produsen sekarang mewakili perbedaan antara kurva average cost curve dan average social cost curve, yang diwakili oleh daerah berarsir bagian bawah dalam (Gambar 7). Surplus produsen ditentukan sebagai pendapatan yang ditinggalkan untuk menutup biaya modal dan tenaga kerja diatas tingkat dalam penggunaan-penggunaan alternatif.” Yaitu, jika penutupan modal dan tenaga kerja ada dalam tingkat yang sama seperti dalam penggunaan alternatifnya, surplus produsen adalah nol. Jika ini adalah positif, maka surplus ini lebih tinggi daripada penggunaan alternatif. Oleh karena itu, penutupan biaya modal dan tenaga kerja adalah positif dalam akses terbuka, tapi tidak lebih tinggi daripada penggunaan alternatif, yaitu tidak lebih tinggi daripada di industri-industri lain. B. Sisi Penawaran Ikan Injel Napoleon Dari sisi penawaran (supply), berdasarkan hukum penawaran dimana semakin tinggi harga sebuah barang atau jasa maka akan semakin tinggi pula penawaran barang atau jasa tersebut oleh produsen. Namun dalam kenyataannya di tingkat ekspotir ikan hias, pada kasus ini hukum tersebut tidaklah berlaku dimana harga ikan injel napoleon cenderung meningkat namun penawarannya justru cenderung menurun (Gambar 10). Hal ini sesuai dengan pendapat Fauzi (2006),
  • 48. 43 pada prinsipnya model Copes ini menggambarkan keseimbangan perikanan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Permintaan terhadap ikan ditentukan oleh kurva suplai yang melengkung ke belakang pada tingkat produksi ikan secara optimal. Kadang-kadang ditemui adanya kurva penawaran yang mempunyai slope negatif yaitu pada kasus yang sering kita jumpai adalah kurva penawaran akan ikan yang berbentuk melengkung membalik (backward bending supply curve).Hal ini merujuk pada kurva penawaran ikan model Copes bahwa kasus yang terjadi pada hasil produksi ikan injel napoleon awalnya terjadi peningkatan produksi, kemudian terjadi produksi menurun terus disebabkan tekanan eksploitasi cukup tinggi walaupun ada penambahan upaya. Secara grafik, penawaran akan terlihat mengalami pergeseran slope ke arah berlawanan dengan jarum jam (counter clockwise) atau dengan kata lain slope/ kemiringan yang makin tajam disebabkan karena stok ikan mengalami penurunan. Dari data historis (Gambar 8), terlihat bahwa penawaran atau produksi ikan napoleon di Perairan Sulawesi Selatan terus menurun sementara harganya terus meningkat. Pada tahun 2011 penawaran ikan napoleon sejumlah 8.880 ekor dengan harga perekor Rp. 150.000,-, yang kemudian penawarannya menurun tinggal menjadi 3.166 ekor di tahun 2019 dengan harga yang meningkat menjadi Rp. 210.000,- (AKKII dan AKIS, 2019). Fenomena yang terjadi pada penawaran ikan napoleon ini sejalan dengan kajian Nielsen (2008), fungsi supply keseimbangan sederhana dari satu stok ikan dengan akses terbuka mengikuti stok alami dan panenan, yaitu pertumbuhan sama dengan panenan. Lebih lanjut dikatakan, fungsi supply akan meningkat sampai Maximum Sustainable Yield dan kemudian menurun ke arah nol jika harga meningkat. Oleh karena itu, fungsi penawaran adalah backward-bending.Hal ini diperkuat kajian Clark (1990) bahwa
  • 49. 44 kurva supply dalam akses terbuka yang diatur dan akses terbatas yang diatur mengikuti backward-bending supply function untuk usaha-usaha penangkapan skala kecil dan fungsi penawaran berlawanan dengan fungsi permintaan untuk satu produk ikan yang merupakan barang konvensional. Gambar 13 Kurva penawaran (supply) ikan injel napoleon Sulawesi Selatan tahun 2002-2010 Sumber data : AKKII dan AKIS 2010 Penurunan penawaran dan penjualan ikan injel napoleon tidak terjadi akibat turunnya permintaan terhadap ikan ini.Akan tetapi disebabkan hasil tangkapan nelayan memang semakin berkurang walaupun daerah penangkapannya semakin diperluas. Hal ini sejalan dengan Hanafiah dan Saefuddin (1986), yang menyatakan bahwa penawaran hasil perikanan bersumber dari produksi, kelebihan stok tahun yang lalu dan impor. Dalam kaitannya dengan produksi, perubahan produksi perikanan dipengaruhi oleh perubahan harga, kondisi cuaca, kesempatan mengalihkan usaha kepada usaha alternatif yang lain, kemungkinan kenaikan permintaan, banyaknya penggunaan produk alternatif yang harganya lebih mantap, dan subsidi dan dorongan pemerintah. Adanya perubahan produksi perikanan juga dapat terjadi karena perubahan dalam areal
  • 50. 45 (penangkapan dan pemeliharaan) dan perubahan dalam hasil rata- rata per unit luas. Berdasarkan data International Trade Centre (2020) terlihat bahwa membaiknya kinerja neraca perdagangan ikan hias Indonesia selain disebabkan terus membaiknya kinerja ekspor ikan hias nasional, juga didorong oleh terus menurunnya kinerja ekspor ikan hias negara lainnya, khususnya Singapore dan Spain. Dalam periode 2010-2018 nilai ekspor ikan hias Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 7 % pertahun, sementara nilai ekspor Singapore dalam periode yang sama rata-rata turun sebesar 4,61 %. Nilai ekspor ikan Hias Spain dalam periode yang sama rata-rata tumbuh 3,26 %. Peningkatan ekspor ikan hias secara umum di Indonesia tidak seiring dengan jenis-jenis tertentu seperti ikan injel napoleon. Negara tujuan ekspor ikan hias terbesar dari Indonesia adalah China, Japan, Amerika Serikat, Singapore, Australia dan United Kingdom. Pada triwulan 3 2020, total share nilai ekspor ke lima negara tersebut mencapai 58,47% dari total nilai ekspor ikan hias Indonesia. Trend data penjualan ikan injel napoleon di Indonesia dari tahun 2011-2019 (Gambar 11) terlihat bahwa penawaran atau hasil tangkapan ikan injel napoleon yang dijual di pasar pernah mencapai 18.222 ekor yang kemudian menurun menjadi 15.881 ekor dan selanjutnya mengalami peningkatan produksi mulai tahun 2013 dan 2014 yaitu 22.048 dan 23.497 ekor. Selanjutnya pada tahun 2017 terjadi penurunan kembali hingga tahun 2019. Penurunan ini menurut data yang diperoleh dari AKKII dan AKIS (2019), bukan disebabkan karena permintaan konsumen yang berkurang, tetapi jumlah pasokan ikan napoleon yang berhasil ditangkap oleh nelayan yang semakin berkurang. Minat yang tinggi juga ditunjukkan oleh peningkatan harga yang signifikan khususnya dalam bentuk Dollar US yang secara rata-rata meningkat sebesar 9%, bahkan di tahun 2019 meningkat cukup tajam yaitu sebesar 17% (lihat lampiran 11). Dari data ini dapat dikatakan atau dapat
  • 51. 46 diasumsikan bahwa jumlah permintaan terhadap ikan injel napoleon ini lebih besar dibandingkan dengan penawarannya oleh produsen. Dari data historis (Gambar 11) terlihat bahwa penawaran atau produksi ikan napoleon di Perairan Indonesia pada umumnya terus mengalami penurunan, sementara harganya terus mengalami peningkatan. Gambar 14 Kurva penawaran (supply) ikan injel napoleon Indonesia tahun 2003-2010 Sumber data : AKKII dan AKIS 2010 Akibat kelebihan permintaan (excess demand) terhadap ikan napoleon dan harganya yang cenderung tinggi dibandingkan ikan hias yang lain dapat berakibat pada meningkatnya aktivitas nelayan untuk terus melakukan penangkapan ikan injel napoleon. Minat yang tinggi terhadap ikan hias juga ditunjukkan dengan dijadikannya ikan ini sebagai nilai tawar bagi pemasok ikan untuk mengikutkan jualan ikan hias jenis lain. Hal ini akan berakibat pada populasi ikan napoleon yang akan terus menurun di masa
  • 52. 47 sekarang dan masa mendatang karena tekanan eksploitasi yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kurva penawaran yang mempunyai slope negative (Gambar 11), yaitu dimana terjadi peningkatan supplay, kemudian terjadi supplay semakin menurun.
  • 53. 48 DAFTAR PUSTAKA Admodjo, E. 1987. Perbedaan Tingkat Pendapatan Usaha Nelayan antara Nelayan Asal Irian Jaya dengan Nelayan Asal Luar Irian Jaya Kecamatan Sorong, Kabupaten Sorong. Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih, Jayapura. AKKII dan AKIS, 2019. Laporan Realisasi Produksi Ikan Hias di Perairan Sulawesi Selatan, Jakarta. ..........................., 2008. Pasar dan Peluang Bisnis Ekspor Ikan Hias Laut Indonesia. Program Rehabilitasi dan pengelolaan Terumbu Karang (Coremap II), Provinsi Sulawesi Selatan, 4- 5 Juni. AKKII. 2001. Petunjuk Teknis Perdagangan Ikan Hias dan Coral Indonesia. (http://www.akkii.org, di akses 21 januari 2009). Al Rasyid, H. 2000. Teknik Penarikan Sample dan Penyusunan Skala. Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran, Bandung. Allen G.R, 1979.Butterfly and Angelfishes of the World. A Wiley Interscience Publication John Wiley and Sons. New York. hal. 252. .................., 2000., Marine Fishes of South-East Asia. Periples Editions (HK) Ltd, Western Australia Museum. Allen, G and M. Adrim. 2003. Coral Reef Fishes of Indonesia. Zoological Studies. 42 (1). hal. 1-72. Almany GR. 2004. Priority Effects in Coral Reef Fish Communities of Great Barrier Reef. Ecology 85 (10). hal. 2827 - 2880. Andrews, C. 2006. The Ornamental Fish Trade and Fish Conservation. Journal of Fish Biology. Volume 37 Issue SA, P. hal. 53 - 59. Anggreani. 2006.Pengusahaan Ikan Hias Laut Secara Berkelanjutan: studi kasus perubahan cara tangkap ikan hias laut dari Sianida Ke Non Sianida di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Anna, S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencernaran. Disertasi Tidak Dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
  • 54. 49 Aziz, M. 1993. Agroindustri Ikan Tuna dan Udang. Prospek Pengem bangan Pada PJPT II. Bangkit, Jakarta. Balai Riset Perikanan Laut. 2006. Ikan Hias Laut Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta. Bell, I.D. and Galzin, R. 1984. Influence of Life Coral Cover on Coral Reef- Fish Communities.Marine Ecology Progress Series (15). hal. 256- 274. Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL-FPIK- IPB, Bogor. Beverton, R.J.H and S.J. Holt., 1957. On the Dynamics of Exploited Fish Populations. Fish.Invest.Minist.Agric.Fish.Food G.B. (2 Sea Fish.). hal.19 : 533. Brower, J.E., Zar, J.H. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Wm.C. Brown Company Publ. Dubuque, Lowa. pp. 194. Budimawan. 1997. The Early Life History of The Tropical Eel Anguilla Marmorata (Quoy and Gaimard, 1824) From Four Pacific Estuaries, as Revealed From Otolith Microstructural Analysis. J Appl Ichthyol 13 : 57 - 62. Burhanuddin. 1997. Studi Beberapa Aspek Biologi Ikan Injel Kambing (Pocanthus annularis) di Perairan Cilamaya Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi Fakultas Perikanan IPB, Bogor. hal. 68. Case, E, K dan Fair, C, R., 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Edisi kedelapan Jilid I. Cappo, M. dan R. Kelley. 2001. Connectivity in The Great Barrier Reef World Heritage Area-an Overview of Pathways and Processes. In: E. Wolanski (Ed.), Oceanographic Processes of Coral Reef (Physical and Biological Links in The Great Barrier Reef). CRC press, Boca Raton, FL. hal.161 - 187. Copes P., 1970.The backward-bending supply curve of the fishing industry. Scottish Journal of Political Economy ;17:69–77. Charles, A.T. 1994. Toward Sustainability: The Fishery Experience Ecological Economics. 11 : 201 - 211.
  • 55. 50 ......................., 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackweell Science, London. hal. 370. Clark, C., 1990. Mathematical bioeconomics, the optimal management of renewable resources. 2nd ed. New York: Wiley. Coremap. 2010. Laporan Akhir : Review Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Ikan Karang Hidup yang Diperdagangkan. Coremap II, Kabupaten Pangkep. hal. 56. Cushing, D.H., 1968. Fisheries Biology : A Study in Populatin Dynamics. Madison, University of Eisconsin Press. hal. 200. Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI, Jakarta. Djalal, N. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. DKP. 2002-2009. Data Produksi Hasil Perikanan Provinsi Sulawesi selatan. Data Statistik Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan Tingkat I. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Downey, J.D. dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga, Jakarta. Dufour, V. 1997. Pacific Island Countries and the Aquarium Fish Market. SPC Live Reef Fish Information Bulletin, 2 May. Duthie, I.F. dan S.M. Barlow. 1992. Dietary Lipid Exemplified by Fish Oils and Their n-3 Fatty Acid. Food Sci. Technol. 6 : 20 - 35. Effendie, M.I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia, Bogor. hal.112. ..........................,1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. hlm. 163. English, S.C. Wilkisono and V, Baker. 1997. Survey Manual For Tripical Marine Resources, Asean-Australia Marine Science Project. Erdmann, M.V. and L, Pet-Soede. (1996). How Fresh is Too Fresh. The live Reef Food Fish Trade in Eastern Indonesia. NAGA, the ICLARM quarterly. 19 : 4 - 8.
  • 56. 51 Fahmi. 1997.Kebiasaan Makanan Ikan Injel Kambing (Pomacanthus annularis) di Perairan Cilamaya Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi Fakultas Perikanan IPB, Bogor.hal. 66. FAO. 1998. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa- Bangsa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Teori dan aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fraschetti, S., A. Glangrande, A. Terlizzi and F. Boero. 2003. Pre- and Post- Settlement Events in Benthic Community Dynamica, Oceanol. Acts, 25 : 265 - 295. Friedman, Jack P. 2000. Dictionary of Business Terms. Barron's Educational Series. ISBN 978-0764112003. Gitosudarmo. 1994. Manajemen Pemasaran. BP-UGM, Yogyakarta. Gittinger, P. J. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. UI Press, Jakarta. Griffith, G. dan Mulen, J. 2001. Pricing to Market in NSW Rice Export Market, TheAustralian Journal of Agricultural and Resource Economics, Australia. Gujarati, D. N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 1. Edisi. III. Erlangga, Jakarta. Gujarati, D. N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 2. Edisi. III. Erlangga, Jakarta. Gulland, J.A. 1983. Fish Stock Assessment; AManual of Basic Methods. Chichester, U.K., Wiley Interscience, FAO/Wiley Series on Food and Agriculture, vol. 1. hal. 223. Gunderson, D.R and P.H. Dygert. 1988. Reproductive Effort as a Predictor of Natural Mortality Rate. J.Cons.CIEM. 44:200- 209. Hanafiah, A.M dan Saefuddin, A. M. 2006.Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia, Jakarta. Handayani, SM dan Minar F. 1999. Respon penawaran Ubi Jalar di Kabupaten Karanganyar. FP UNS Press. Surakarta.
  • 57. 52 Handoko, W. dan Dian. 2008. Hubungan Tutupan Karang ( coral reef percent cover ) Dengan Keanekaragaman Ikan Karang pada Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau Bawean Kabupaten Gresik, Jawa Timur. IPB, Bogor. Skripsi. hal. 122. Henderson, J.M. dan Quant, R.E. 1980.Microeconomic Theory (A Mathematical Approach) Third Edition, McGraw-Hill, New York. hal. 254. Hutomo, M., Suharsono dan Martosewojo, S. 1985. Ikan Hias Indonesia dan Kelestarian Terumbu Karang dalam : “Perairan Indonesia : Biologi, Budidaya, Kualitas Perairan dan Oseanografi”. Puslitbang Oseanologi, Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut – LIPI, Jakarta: hal. 16 – 25. Indra. 2007. Model Bio-Ekonomi Opsi Rehabilitasi Sumberdaya Perikanan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Disertasi. IPB, Bogor. Ismail, Z. 2004. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penghasilan dan Pola Konsumsi Nelayan, Dampak Kerusakan Lingkungan Pesisir terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan, Jakarta. Jones, C.M. 1992.Devolepment and Application of the Otolith Increment Technique. Old Dominion University. Norfolk, Virginia 23529, USA. Jones, R.J. 1997. Effects of Cyanide on Coral. SPC Live Reef Fish Information Bulletin. 3 : 3 - 8. Kadarsan, W. H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kahlon, D.S. and Tyagi , A.S. 1983.Agricultural Price Policy in India, Allied Publishers Privave Limited, New Delhi. Kasmi M, 2013. Factors Affecting Demand and Offering of Ornamental Fish Exports Napoleon Pomacanthus xanthometopon in South Sulawesi. Scientific Journal of Agrokompleks (Galung Tropika), 2(3).
  • 58. 53 Kasmi M, Sulkifli, 2013. Relationship of habitat characteristics with abundance of ornamental fish injection of Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in the waters of Pangkep regency, South Sulawesi. Journal of Agrokompleks Scientific Works (Galung Tropika), 2(3):123-128. Kasmi M, Sulkifli, 2013. Export Analysis of ornamental fish injection napoleon (Pomacanthus xanthometopon) in South Sulawesi. Journal of our earth scientific works (environment and natural resources management), 2(11):79-94. Kasmi, M dan Sulkifli., 2013. Status Pemanfaatan Berdasarkan Ukuran Ikan Hias Injel Napoleon (Pomacanthus xanthometopon) di Perairan Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Karya Ilmiah Agrokompleks (Galung Tropika), 2(1): 92 – 105. Kasmi, M., Asriany dan Karma. 2017. The Relationship Between Blue-Girdled Angelfish (Pomacanthus navarchus) Exploitation and Availability for a Sustainable Fishery in South Sulawesi, Journal of Agriculture Studies, Macrothink Institute, 5(1): 15-24. Kohls, R.L. dan Uhl,J.N. 1990.Marketing of Agricultural Product (Seventh Edition), Collier Macmillan Publishing Company, New York. Kotler, P. dan Amstrong. 1991. Manajemen Pemasaran. Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Kuiter, R.H. and Takana, T. 2001. Pictorial Guide to : Indonesian Reef Fishes Part II. Zoonetic, Australia. Legendra, L. and Legendra, P. 1998. Numercial Ecology. 2nd English Ed. Elsevier, Amasterdam. Leu, M.Y., Chen, L.H., Wang, H.W., Yang, D.S.,and Meng, J.P. 2009. Natural Spawning, Early Development and First Feeding of the Semicircle Angelfish (Pomacanthus semicirculatus) in Captivity. Departement of Biology, National
  • 59. 54 Museum of Marine Biology and Aquarium, Pingtung,Taiwan. MAC. 2001. Best Practice Guidance for The Core Handling, Husbandry and Tranport International Performance Standard for The Marine Aquarium Trade. 16pp. (www.aquariumcouncil.org, diakses 29 mei 2008). ........., 2009. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Hias Laut diIndonesia, Standar Internasional Dalam Perdagangan Biota Laut Untuk Akuarium. `www.aquariumcouncil.org. Maharbhakti R. Harlym., 2009. Correlation between Coral Reef Condition and Chaetodontidae Existence in Abang Islands Waters, Batam. IPB,Bogor.ScientificRepository.(http://repository.ipb.ac.id/ handle/12 3456789/43980, diakses 13 juni 2011). Mankiw, N. G. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid I. Erlangga, Jakarta. Alih bahasa oleh Drs. Haris Munandar, MA. Mankiw, N. G. 2006. Pengantar Ekonomi. Jilid III. Erlangga, Jakarta. Alih bahasa oleh Drs.Haris Munandar, MA. Moeljono dan Wirzon. 1991. Ekonomi Manajerial. Kalam Mulia, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Mulochau, T. and Durville, P. 2004. "Effects of a clove oil -Ethanol solution on the coral Pocillopora verrucosa. Effecs d'une solution essence de girofle - Éthanol sur le corail Pocillopora verrucosa. 59(3): 425 - 432. Nelson, J. S .2006. Fishes of the World, 4 th edition, John Wiley and Sons, New York, NY, USA. hal. 601. Nielson, M .2008. Modelling fish trade liberalisation: Does fish trade liberalisation result inwelfare gains or losses?Institute of Food and Resource Economics, Faculty of Life Sciences, University of Copenhagen, Rolighedsvej 25, 1958 Frederiksberg C, Denmark. Nikijuluw, V.P.H. 1998. Permintaan dan Penawaran ikan Segar serta Implikasinya bagi Pembangunan Perikanan, Jurnal Agro ekonomika, Jakarta.
  • 60. 55 Nikolsky, G.V. 1969. Theory offish population dynamicsas the biological background for rational exploitation and management of fishery resources. Oliver ang Boyd Publidher, United Kingdom. hal. 323. Nugroho, D. 2006. Kondisi Tend Biomassa Ikan Layang (Decapcerus spp), di Laut Jawa dan Sekitarnya, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Volume XII No.13 Tahun 2006, Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Olivotto, I., Holt, S. A., Carnevali, O.and Holt, G.J. 2006. Spawning, Early Development, and First Feeding in the Lemonpeel Angel Fish Centrovyge flavissimus, aquaculture 253, 270. Parwinia. 2001. Evaluasi kebijakan Perikanan Mengenai Pengembangan Agribisnis Terpadu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pauly, D. and Caddy, J.F.1985. A Modification of Bhattacharya‟s Method for the Analysis of Mixtures of Normal Distributions. FAO Fish. Circ., (781). hal. 16. ......................................, 1981. ELEFAN I, a BASIC Program for the Objective Extraction of Growth Parameters From Length- Frequency Data. Meeresforschung, 28 (4). hal. 205-211. Pauly, D. 1981. Tropical Stock Assessment Package for Prorammable Calculators and micro-computers. ICLARM Newsl., 4(3):10 - 13. ................., 1983. Length-Converted Cath Curves. A Powerful Tool for Fishheries research in the Tropic. (Part I). ICLARM Fishbite, 1(2). hal. 9 - 13. .................., 1987. A Review of the ELEFAN System for Analysis of Length- Frequency Data in Fish and Aquatic Invertebrates. ICLARM Conf. Proc., (13). hal. 7 - 34. Per Sparre dan Siebren C Venema, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan ropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan PerikananPerikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. PPTK, 2006. Penilain Ekosistem Spermonde.Universitas Hasanuddin, Makassar.
  • 61. 56 Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Operasi, Analisis dan Studi Kasus. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta. Pulungan. 2004. Hand Out Kuliah Mata Kuliah Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru. Purnamaningrum,T.K. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. LPFE Trisakti. Purwito, M. 1989. Potensi Sumberdaya Ikan tuna dan Prospek Pengem bangan Perikanannya. Makalah Lo-kakarya Perikanan Ikan tuna, Jakarta. Putong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahardja, P dan Mandala, M. 2010.Teori Ekonomi Mikro (Suatu Pengantar).Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Edisi keempat. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ricker, W.E. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistics of Fish Populations. Bull.Fish.Res.Board Com., (191): 382. Rikhter, V.A and Efanov, V.N. 1976. On One of the Approaches to Estimation of Natural Mortality of Fish Populations. ICNAF Res.Doc., 76/VI/8. hal. 12. Roberts, C. 1997. Connectivity and Management of Caribbean Coral Reefs. Science. hal. 1454-1457. Rogers, G.B. 1970.Pricing System and Agricultural Marketing Research, Agricultural Economic Research, Volume 22 No. 1 Januari 1970. Russell, B.C., Talbot,F.H. Anderson, G.R.V. and Goldman, B. 1978. Collection and Sampling of Reef Fishes. In: D.R. Stoddar and R.E Johannes (eds). Coral Reef : Research Methods.UNESCO, Paris. hal. 329 - 345. Sale, P.F., Guy, J.A. and Steel, W.J. 1994. Ecological Structure Assembalges of Coral Reef Fishes on Isolated Patch Reef. Oecologia 98. hal. 83 - 99.
  • 62. 57 Sale, P.F. 1991. Introduction. Pages 3-15 in P.F Sale, editor. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, San Diego, California, USA. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi V. Jilid 1.Penerbit Erlangga, Jakarta. ......................, 1996.Managerial Economics : In A Global Economics, Third Edition, McGraw-Hill, Inc, New York. Samuelson, P.A. 1965.Foundation of Economic Analysis. Harvard University Press, New York. Santoso, Singgih. 2009. Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Elex Media Computindo, Jakarta. Sastrawidjaya, Karyawa dan Sulistiadji, A. 1993. Studi Kasus Indeks Biaya Operasi dan Pendapatan pada Usaha Penangkapan Kapal Pukat Cincin Mini di Pekalongan, Jurnal Perikanan, No. 82 Tahun 1993, Jakarta. Setiawan, I.E., Amrullah, H. dan Mochioka, N. 2003a. Kehidupan Awal dan Waktu Berpijah Sidat Tropik Anguilla sp. In Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. hal. 11 - 17. Setiawati, K.M., Kusumawati,D. dan Wardoyo. 2008. Riset Pemantapan Teknologi Budidaya Ikan Hias Laut. Peningkatan Produktifitas Ikan Clown (A. ocellaris) dan Pengamatan Reproduksi Calon Induk Ikan Injel Napoleon (Euxiphipops xanthometapon) dan Ikan Letter Six (Paracanthurus hepatus). Laporan Hasilriset 2007. BBRPBL, Gondol, Bali. hal. 237-247. Sigit, S. 1998. Analisa Break Even (Ancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis). Edisi Ketiga. BPFE – Yogyakarta, Jakarta. Singh, L.S. 1983. Agricultural Price Policy and Stabilitation Measures in Indi. Capital Publishing House, New Delhi. Soekartawi. 1993. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
  • 63. 58 ................., 1994, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas, RajaGrafindo Persada, Jakarta ................., 2002, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi 2002, Raja-Grafindo Persada, Jakarta .................. 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta. .................., 2001 a. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ..................., 2001 b. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sommer, C.S.W. and Poutiers, J.M. 1996. FAO Species Identification Field Guide for Fishery Purposes The Living Marine Resources of Somalia. FAO, Rome, Italy. hal. 376. Sparre, P. 1987. A Method for the Estimation of Grouth, Mortality and Gear Selection/Recruitment Parameters from Length- Frequency Samples Weighted by Cath per Effort. ICLARM Conf. Proc., (13). hal. 75 - 102. Suhana.2017. Perdagangan Ikan Hias Indonesia. http://suhana.web.id/2017/01/24/ekonomi-ikan-hias- indonesi. (diakses 26/01/2020). Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Revisi; LP3ES, Jakarta. Suhartini, S.R. 2006. Fish Assemblages on Coral Reefs of Karimun Jawa Islands, Central Jawa, Indonesia. Coastal Marine Science 30 (1). hal. 247 - 251. Sukirno, S. 1982.Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunyoto dan Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. MedPress, Yogyakarta. Sutton, M. 1983. Relationships Between Reef Fishes and Coral Reefs. In: Perspectives on Coral Reefs (Ed. D. J. Barnes). Australian Institute of Marine Sciences, Australia. hal. 248 - 255.
  • 64. 59 Tanaka, S. 1960. Studies on The Dynamics and The Mangement of Fish Populations. Bull. Tokai. Reg. Fish. Res. Lab., (28): 1-200 (In Japan). Tomek, W. G., dan Robinson, K. L. 1972.Agricultural Product Prices Cornell University Press, Ithaca dan London. Wabnitz, C., Taylor, M., Green, E.and Razak, T. 2003. From Ocean to Aquarium. UNEP-WCMC, Cambridge, UK. Wijaya, T. 2009. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. WWF. 2001. Aktivitas Perdagangan Ornamen Akuarium Laut dan Kemungkinan Penerapan Sertifikasi Kelautan Di Indonesia. Unpublished. Yudiarosa, I. 2009. Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia. Magister Ilmu Ekonomi Pertanian. PPSUB. Jurnal WACANA Vol. 12 No. 1 Januari 2009. ISSN. 1411 0199.
  • 65. 60 TENTANG PENULIS Nama : Dr. Mauli Kasmi, S.Pi, M.Si Tempat, Tanggal lahir : Sumenep, 26 Agustus 1972 Golongan/Pangkat : IVa/Pembina Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Pendidikan Formal : • 1995 : S1 Universitas Muslim Indonesia (UMI) Budidaya Perairan (Perikanan) • 2004 : S2 Universitas Hasanuddin (Unhas) Agribisnis • 2010 : S3-Sandwich, Brement University, Germany Soscio- Economy of Fisheries • 2012 : S3 Universitas Hasanuddin (Unhas) Sistem-Sistem Pertanian (Konsentrasi Perikanan) Riwayat Jabatan/ Pengalaman Kerja : • 2012 : Kepala UPT Kewirausahaan Politani Negeri, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep • 2013 : Kepala UPT. Teaching Industri dan Kewirausahaan Politani Negeri Tangkep, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep • 2015-2019 : Ketua Komisi B Senat Akademik, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep • 2019-2023 : Ketua Jurusan Agribisnis Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. • Ketua Gabungan Pengusaha Koral dan Ikan Hias Indonesia (GAPEKHI)