SlideShare a Scribd company logo
1 of 123
Download to read offline
0 
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA 
PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA 
Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja 
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta 
AGUS SUTIYONO 
No. Reg. 7627070790 
Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Doktor 
PROGRAM PASCASARJANA 
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 
2010
1 
ABSTRAK 
Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education and Training) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta) 
Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 
Hasil hipotesis penelitian menunjukkan bahwa: (1) motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP (2) bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (3) interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (4) terdapat perbedaan antara Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi. 
Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan April 2009 di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta dengan penelitian metode quasi eksperimen. Sampel diambil dengan teknik stratified cluster random sampling. Untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang responden. 
Hasil temuan tentang pengaruh Pelatihan Competence Base Education and Training (CBET) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja menunjukkan Pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional, dengan nilai Fhitung sebesar 305,6247 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,01 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 305,6247 > Ftabel (0,01)(1;76) = 7,01), Kedua, Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP, dengan nilai Fhitung sebesar 4,3907 lebih besar dari Ftabel sebesar 3,97 dengan taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 4,3907 > Ftabel (0,05)(1;76) = 3,97. Ketiga, Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi dengan nilai Fhitung sebesar 119,8039 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 119,8039 > Ftabel (0,01)(1;38) = 7,35). Keempat, kinerja petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja renda, dengan nilai Fhitung sebesar 105,769 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 105,769 > Ftabel (0,01)(1;38) = 7,35)
2 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM dengan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.
3 
ABSTRACT 
THE EFFECT OF COMPETENCE BASED EDUCATION AND TRAINING (CBET) AND WORK MOTIVATION ON CIVIL SERVANTS’ WORKS (An Experimental Study Towards Civil Servants in Jakarta) 
Operationally, this research aimed to find out the differences in working of civil servants who join the training and education by considering their work motivation in Jakarta. 
The result of this research hypothesis shows that (1) the motivation in working influences the civil servants’ work; (2) the form of CBET training influences the civil servants’ work. It means that there is a different form of training in CBET that can determine variations on civil servants’ work; (3) the interaction between the training model and the work motivation determine variations in civil servants’ work; (4) there are differences between the civil servants who join the CBET training and the civil servants who do not. The civil servants who join the CBET training have higher motivation in working and vise versa. 
This reasearch conducted on November 2008 until April 2009 at Dinas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta by using quation experiment method. Research samples taken by using stratified cluster random technique. For the members of conventional training and CBET method, 40 people are taken as samples, therefore the total samples are 80 people. 
The results finding about Competence Based Education and Training (CBET) and work motivation toward civil servants’ work show first, the work of civil servants that join CBET training are higher than civil servants’s work that join a conventional training, with Fcounting 305,6247, higher than 7,01 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 305,6247 > Ftable (0,01)(1;76) = 7,01). Second, there is an influence between the training model and work motivation towards civil servants’ work with Fcounting 4,3907 which is higher than 3,97 Ftabel with 0,05 signification level (Fcounting= 4,3907 > Ftable (0,05)(1;76) = 3,97. Third, the work of civil servants that join CBET training and have higher motivation in working, are higher than civil servants’s work that join a conventional training with high motivation in working, with Fcounting 119,8039 > Ftablel (0,01)(1;38) = 7,35). Fourth, the work of civil servants who join CBET training and have low motivation in working is still higher than the work of civil servants who join the conventional training with low motivation too, with 105,769 which is higher than 7,35 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 105,769 > Ftable (0,01)(1;38) = 7,35). 
The result of this research is hoped can be used as a guidence to produce a new concept and strategy in education development and training toward civil servants. This research is also hoped can design human resources with high competency in running their primary duties and functions as civil servants.
4 
KATA PENGANTAR 
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada ALLAH yang telah melimpahkan hamat dan hidayah-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ditulis sedagai syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar doktor di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. 
Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Made Putrawan, M.Pd selaku promotor utama dalam penulisan disertasi, beliau telah menginspirasi saya untuk dapat berbuat yang terbaik dalam displin ilmu yang saya tekuni. Jadilah terus inspirator untuk kesuksesan dan kebahagiaan orang lain. Kepada Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, Rektor Universitas Negeri Jakarta yang bukan hanya menjadi Co promotor dalam menyelesaikan studi ini tetapi juga motivator dan postur yang membakar semangat dan antusias saya untuk saya dapat menyelesaikan program S3 ini. Beliau selalu menjadi penyemangat dalam begitu banyak hal dalam kehidupan saya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Djaali, Direktur PPs UNJ, yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan yang amat berharga bagi penulis. Kepada Prof. Dr. Mukhlis R. Luddin, MA, penulis sampaikan terima kasih atas bantuan dan arahannya yang amat berharga dalam penyelesaian disertasi ini. 
Terima kasih kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta atas kerja samanya sehingga pengambilan data penelitian dapat berjalan dengan lancar. Kepada segenap pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja
5 
khususnya kepada bapak H. Harianto Badjoeri, selaku kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dijajarannya. 
Ayahku (Bapak Karnomo Alm,), Nenek ku (Biyung), Ibu ku, Istriku dan Anakku yang selalu memberi warna dan jejak yang jelas dalam pengabdian terbaik untuk masyarakat. Gelar ini penulis dedikasikan untuk perjuangan yang Nenek/Bapak/Ibu/Istri dan anak yang telah mendukung dengan sabar, tekun sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Begitu banyak teman, sahabat yang terus menginspirasi penulis untuk terus dapat melakukan yang terbaik dalam perjalanan hidup ini. 
Dr.Karnadi, M,Si, Dr.Maruf Akbar, Prof.Dr.Mulyono,M.Pd terima kasih atas semua support yang Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tuhan telah mengirimkan semua orang-orang yang selalu memberikan penulis semangat untuk memberikan yang terbaik. Kepada semua pihak yang sangat intens memberikan support penulis sampaikan terima kasih, ALLAH Maha Penyayang yang akan memberikan dan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan. 
Jakarta, Januari 2010 
Penulis,
6 
DAFTAR ISI 
Abstrak 
1 
Kata Pengantar 
4 
Daftar Isi 
6 
Daftar Tabel 
8 
Daftar Gambar 
11 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
B. Identifikasi Masalah 
C. Pembatasan Masalah 
D. Rumusan Masalah 
E. Kegunaan Hasil Penelitian 
12 
12 
18 
19 
19 
20 
BAB II ACUAN TEORITIK, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 
A. Kerangka Teori 
1. Kinerja 
22 
22 
22 
2. Pendidikan dan Pelatihan 
3. Motivasi Kerja 
39 
51 
B. Hasil Penelitian yang relevan 
C. Kerangka Berfikir 
60 
61 
D. Hipotesis Penelitian 
65 
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 
A. Tujuan Penelitian 
B. Tempat dan Waktu Penelitian 
C. Metode dan Desain Penelitian 
D. Populasi dan Sample 
E. Instrumen Penelitian 
F. Ujicoba Instrumen 
67 
67 
68 
68 
70 
71 
77
7 
G. Teknik Analisis Data 
H. Hipotesis Statistik 
BAB IV HASIL PENELITIAN 
A. Deskripsi Hasil Penelitian 
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data 
C. Pengujian Hipotesa 
D. Interpretasi Hasil Penelitian 
E. Pembahasan 
F. Keterbatasan Penelitian 
BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 
A. Kesimpulan 
B. Implikasi 
C. Saran 
Daftar Pustaka 
Biografi Penulis 
81 
81 
83 
83 
96 
104 
110 
110 
114 
116 
116 
117 
118 
119 
121
8 
DAFTAR TABEL 
TABEL 
KETERANGAN 
HAL 
Tabel 2.1 
Dimensi dan Indikator Kinerja 
29 
Tabel 2.2 
Dimensi dan Indikator Motivasi Kinerja 
55 
Tabel 3.1 
Rancangan Faktorial A x B 
66 
Tabel 3.2. 
Sampel Penelitian 
68 
Tabel 3.3. 
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 
71 
Tabel 3.4 
Skala Likert 
73 
Tabel 3.5 
Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja 
74 
Tabel 3.6 
Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja 
76 
Tabel 3.7 
Hasil Analisis Reliabilitas 
77 
Tabel 3.8 
Hasil Analisis Reabilitas 
78 
Tabel 4.1 
Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1) 
81 
Tabel 4.2 
Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional petugas satpol PP (A2) 
83 
Tabel 4.3 
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1) 
84 
Tabel 4.4 
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2) 
86 
Tabel 4.5 
Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja 
87
9 
TABEL 
KETERANGAN 
HAL 
Tinggi (A1B1). 
Tabel 4.6 
Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2). 
89 
Tabel 4.7 
Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1) 
90 
Tabel 4.8 
Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2) 
91 
Tabel 4.9 
Rekapitulasi Deskripsi Data Rata-Rata Model Pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja 
petugas satuan polisi pamong praja 
93 
Tabel 4.10 
Tests of Normality 
96 
Tabel 4.11 
Rekapitulasi Deskripsi Uji Normalitas Kinerja Petugas Satpol Pp Berdasarkan Model Pelatihan Dan Motivasi Kerja. 
97 
Tabel 4.12 
Test of Homogeneity of Variances 
98 
Tabel 4.13 
ANOVA 
98 
Tabel 4.14 
Test of Homogeneity of Variances 
100 
Tabel 4.15 
ANOVA 
100 
Tabel 4.16 
Test of Homogeneity of Variances 
101 
Tabel 4.17 
ANOVA 
101
10 
TABEL 
KETERANGAN 
HAL 
Tabel 4.18 
Tests of Between-Subjects Effects 
103 
Tabel 4.19 
Perbandingan Skor Rata-rata 
Kinerja Petugas Satpol PP 
107
11 
DAFTAR GAMBAR 
Gambar 
Keterangan 
Hal 
Gambar 2.1 
Indikator Kinerja 
24 
Gambar 4.1 
Skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1) 
82 
Gambar 4.2 
Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A1) 
83 
Gambar 4.3 
Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP 
yang memiliki Motivasi Tinggi (B1) 
85 
Gambar 4.4 
Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP 
yang memiliki Motivasi Rendah (B2) 
86 
Gambar 4.5 
Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1) 
88 
Gambar 4.6 
Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2). 
89 
Gambar 4.7 
Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1). 
91 
Gambar 4.8 
Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2). 
92
12 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu menjadikan masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai kecenderungan pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal tersebut peran tugas dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya penatalaksana penegakan hukum dan ketertiban, diharapkan mampu mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur tentang keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).1 Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan masyarakat sebagai hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan pengayoman, pencegahan, pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran peraturan yang berlaku dalam masyarakat. 
1 1Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Jakarta: Departemen Dalam Negeri, 1999), p. 408.
13 
Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP selalu berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat keberadaan dari Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan prosedural yang harus jelas dan terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi petugas untuk mejalankan tugas pelayanan sehari-hari. 
Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000 personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat2. Hanya saja yang sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2003 belum ada separuhnya, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu jumlah yang sangat tidak memadai untuk melakukan layanan perlindungan dan upaya penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya adalah 1:900, untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas penduduk diperkirakan 12.000.000 jiwa.3 Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban, merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP, khususnya aparat/petugas satpol PP itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya optimal, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai. 
Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan 
2 Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret 2009. 3 Ibid.
14 
manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab utamanya adalah minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh petugas Satpol PP. Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan minimal sampai dengan saat ini menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, dimana menempatkan petugas Satpol PP sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses sejak awal. 
Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran Pembangunan Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat projektif, akibatnya sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas belum memadai. Petugas Satpol PP pada umumnya memiliki status kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) nasional. 
Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi kendala bagi petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP di luar anggaran rutin umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama masih banyaknya oknum tertentu yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan malam dan prostitusi. Sementara itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan terkendala oleh aturan hukum akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi penangkapan, penahanan dan kurungan.
15 
Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP dilapangan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain pengetahuan tentang hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tentang masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya kemampuan penanggulangan penyakit masyarakat (patologi sosial) seperti masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras, gelandangan, dan pelacuran. sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai fenomena sosial di dalam masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya dapat dihindari dan diantisipasi dengan tepat. 
Petugas Satpol PP bukan hanya semata merupakan kekuasaan belaka. Namun lebih sebagai pengayom, pencegah maupun penegak perlindungan dan ketertiban. Petugas satpol PP dituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan dan distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi, tersalurkan dan terselesaikan secara memadai, akan dapat menyebabkan gejolak emosional, kerusuan sosial dan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah. Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di masyarakat menjadi sangat rendah. 
Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam
16 
menyelenggarakan upaya perlindungan dan ketertiban dengan cara mematuhi segala ketentuan yang ada, memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan mengontrol atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena keamanan dan ketertiban pada dasarnya adalah merupakan tanggung-jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. 
Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah menjadikan petugas Satpol PP lebih bersemangat dan bertanggung jawab dalam penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu memilliki kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada peningkatan kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk dapat lakukan tugas tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat. Melalui assesment dari hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi akan mengarahkan seseorang pada kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persesuaian kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi. 
Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan dan
17 
kelompok dalam organisasi menurut ukuran atau batasan-batasan yang ditetapkan. 
Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan pekerjaannya, maka dengan sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi harapan tersebut, kinerja petugas satpol PP perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang baik. Salah satunya adalah melalui Competency Based Education and Training (CBET). 
Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan dapat meningkatkan motivasi petugas Satpol PP dan meingkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak perlindungan dan ketertiban. Motivasi yang ada pada petugas satpol PP harus senantiasa dipacu, karena tanpa motivasi kerja yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah optimal. Masih perlu ditingkatkan agar memberikan kinerja yang baik dilapangan. Kinerja yang baik tentunya harus ditunjang oleh kualitas SDM yang baik. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan kompetentisi petugas satpol PP. Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based Education and Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.
18 
B. Identifikasi Masalah 
Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120 menekankan pada keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang bertugas membina ketenteraman ketertiban masyarakat, memberi peringatan dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural dimana mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat. 
Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut: 
1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 
2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 
3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 
4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP? 
5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP? 
6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP? 
7. Bagaimana mengembangkan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya? 
8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya?
19 
9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi kerja petugas Satpol PP? 
10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP ? 
11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP ? 
12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP perempuan ? 
13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ? 
14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education and training (CBET), terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ? 
C. Pembatasan masalah 
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh motivasi dan pelatihan terhadap kinerja petugas Satpol PP didalam lingkup Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 
D. Perumusan Masalah 
Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:
20 
1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti model pelatihan Competency Based Education and Training (CBET) dengan model pelatihan konvensional ? 
2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP ? 
3. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti pelatihan model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional ? 
4. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET)? 
E. Kegunaan hasil penelitian 
Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai manfaat sebagai berikut: 
1. Kegunaan Teoritik 
Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.
21 
2. Kegunaan Praktis 
Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini diharapkan dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya kepada pihak manajemen dalam peningkatan kompetensi petugas Satpol PP yang lebih baik di masa yang akan datang dengan mengutamakan kepentingan terbaik untuk masyarakat.
22 
BAB II 
KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 
Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian menekankan pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta motivasi petugas Satpol PP. 
A. Kinerja 
1. Pengertian Kinerja 
Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan perlindungan dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman dan ketertiban (tramtib) di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP mengacu pada tugas pokok dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), pemberi layanan perlindungan, pemberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas, dan penegak peraturan daerah (perda). Secara keseluruhan ruang geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat, dan sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum. Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan suatu beban kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat tentunya merupakan permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol PP. 
Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang
23 
telah ditentukan untuk mencapai tujuan. Mewujudkan pencapaian tujuan tersebut harus ditopang oleh semangat dan kegairahan kerja pegawai. Oleh karena itu organisasi atau instansi perlu mengetahui berbagai kelemahan dan menguatkan kelebihan. Suatu hal yang lumrah mengetahui kekurangan, hal ini diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Menjawab kebutuhan tersebut, perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang bagi para petugas Satpol PP. 
Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun dengan mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku sumber daya tersebut dalam menjalankan kinerja. 
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja harus dapat diejawantahkan sebagai apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. 
Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum tentang prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan). Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi, mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan
24 
menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability) adalah fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan teknologi. Ia memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort) adalah fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan. Besar kemampuan terpendam manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada tingkat motivasi individu dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan ada yang terjadi sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang bermakna. Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan kelompok dalam mencapai sasaran yang relevan. 
Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok atau tim, kinerja tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora4 (1995 : 132) mengemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator sebagai berikut : 1) keputusan terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas. 
4 Anoraga, Panji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Keorganisasian.Cetakan Pertama. Penerbit Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Hal. 132
25 
Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan dengan itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja merupakan hal yang sangat penting. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Jadi untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi. Faktor- faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa- apa. 
Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
26 
dicapai seseorang)5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan satu-satunya petunjuk yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan apakah suatu organisasi, unit atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi atau tidak.6 
Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya dalam organisasi atau instansi.7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.8 
Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu.9 Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out 
5 Mangkunegara, Anwar P., Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, (PT. Refika Aditama, Bandung: 2005), hlm. 9. 6 Irawan, Prasetya et.al, Manajemen Sumber Daya Manusia, (STIA-LAN: Jakarta, 2002), hlm. 11. 7Hariandja, Marihot Tua Efendi,Drs.,M.Si., Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Edisi I, Cetakan ketiga, (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 195. 8 Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Edisi Revisi, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2002), hlm. 14. 9 Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (BPFE, Yogyakarta: 2002), hlm. 25.
27 
put, efisiensi serta efektivitas dan sering dihubungkan dengan produktivitas.10 
Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi dalam menilai kinerja pegawainnya11. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. 
Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi atau instansi.12 Berkaitan dengan motivasi kerja, Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori motivasi expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam motivasi adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai kinerja yang diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping adanya hubungan yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang 
10 Mangkunegara, Op Cit, hlm. 9. 11 Hariandja, Op Cit, hlm. 195. 12Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 121.
28 
didapat (instrumentality), serta imbalan yang akan didapat sesuai dengan bentuk yang sangat diinginkan saat ini (valens).13 
Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi sumberdaya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan menurut Mangkunegara14 terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan; (2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan; dan (4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen). Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan pengelolaan kinerja karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang (karyawan). 
Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau 
13 Hariandja, Op Cit, hlm. 198. 14 Mangkunegara, Op Cit, hlm. 17-19.
29 
Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu kinerja = f(A x M x O)”.15 Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Sedangkan menurut Davis dan Newstrom yang di kutip Husein yang menyebutkan variabel-variabel yang mampu mempengaruhi tingkat prestasi dan kinerja (performance) organisasi, yakni : kewenangan organisasi, kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan organisasi.16 
Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya, terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja, kepribadian, sikap dan perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam organisasi atau instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan pegawai, bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang berprestasi, dan bagaimana mereka mengembangkan serta memberdayakan pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi; dan (4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan 
15Veithzel Rivai dan, Ahmad F.M. Basri, Performance Appraisal (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hlm. 15. 16 Husein, Op Cit., Hlm. 134.
30 
kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan antarmanusia di dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan maupun diantara rekan sekerja.17 Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat banyak variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu faktor kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai. Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya peningkatan kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya : 
1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi. 
2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu. 
3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan (imbalan), struktur dan job design.18 
Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di dukung oleh adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara kemampuan, mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi berupa kesempatan. Karena acapkali terjadi, meski seorang individu 
17 Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hal.65-66. 18 Mangkunegara, Op Cit., hlm. 14.
31 
bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat menjadi penghambat yang cukup berarti. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh Wibowo yaitu, sebagai berikut : 
a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. 
b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader. 
c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 
d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 
e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.19 
Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi atau instansi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pegawainya, bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pegawai, dan 
19 Wibowo, Op Cit., hlm. 74-75.
32 
bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai melalui coaching, mentoring dan counselling.20 
Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh Nengah21, terdapat tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai berikut: 
20 Ibid, hlm. 76. 21 Wibowo, Op Ciit, hlm.386.
33 
Gambar 1: Indikator Kinerja 
Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai berikut: 
1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan arah ke mana kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 
2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang dinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 
3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback 
motive 
goals 
means 
opportunity 
standard 
competence 
feedback
34 
ini dapat berasal dari dalam dan luar organisasi. Umpan balik dari dalam organisasi merupakan evaluasi yang dilakukan secara bersama atau melalui tim khusus yang dibentuk untuk memberikan masukan terhadap sebuah pencapaian tujuan organisasi. Umpan balik dari luar organisasi dapat dilihat dari respon masyarakat (pengguna) dari produk maupun jasa yang di hasilkan oleh organisasi. 
4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. 
5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 
6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintesif. 
7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya
35 
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.22 
Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah ditetapkan ini merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang konkrit dan nyata bukan merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh dari kenyaataan. Kemampuan organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan yang ingin dicapai menjadi amat penting, karena hal itu dapat memberikan kejelasan kepada anggota organisasi untuk mencapai target tujuan yang hendak dicapai. Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting yang diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana dan kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memfasilitasi motif dari setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi kelancaran pergerakan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 
Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga memegang peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan 
22 Wibowo, Op Cit., hlm. 77-80.
36 
organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi memegang peranan penting guna menunjukkan prestasi kerjanya secara optimal sesuai dengan kebutuhan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota organisasi perlu ditunjang oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan. 
Beberapa penjabaran di dapat dirangkumkan kedalam beberapa kata kunci untuk menunjukkan kinerja seorang anggota satpol PP yaitu: Hasil pekerjaan, insentif dan produktifitas. Hasil pekerjaan hasil pekerjaan yang dicapai oleh individu dan terkait pada tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh organisasi dan tunjang oleh sistem, kepemimpinan, sarana, dan dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi. Sedangkan insentif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan motif dan kebutuhan yang ada dalam diri individu. Dan produktifitas berkaitan dengan kemampuan seorang anggota organisasi untuk menghasikan jumlah pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan peluang yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya. 
Berdasarkan penjabaran konsep di atas maka kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup hasil, insentif dan produktifitas yang hasilkan melalui proses yang terfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan dan kualitas yang diharapkan.
37 
2. Dimensi dan Indikator Kerja 
Sebagaimana definisi kinerja yang dirumuskan di atas, maka dalam mengukur kinerja terdapat beberapa faktor atau dimensi yang harus terpenuhi yaitu kualitas kerja, kunatitas kerja, pengetahuan, keandalan, kehadiran dan kerjasama. Masing-masing faktor tersebut dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut :
38 
Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja 
No 
Dimensi 
Indikator 
1 
Kualitas Kerja 
- Ketelitian bekerja 
- Ketepatan dalam berkerja 
- Kerapian bekerja 
- Keterampilan dan kecakapan kerja 
- Empati dalam bereja bersama dengan masyarakat 
2 
Kuantitas kerja 
- Jumlah hasil kerja yang telah dicapai 
- Kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan 
- Menurunnya kecenderungan penyimpangan dan pelanggaran dalam masyarakat 
3 
Pengetahuan 
- Pemahaman terhadap tugas yang dikerjakan 
- Etika bekerja bersama masyarakat sipil 
4 
Keandalan 
- Mengikuti instruksi pimpinan 
- Memiliki inisiatif 
- Disiplin dalam kerja 
- Memiliki empati dalam bekerja 
5 
Kehadiran 
- Hadir dalam rapat rutin 
- Aktif dalam setiap rapat 
- Aktif melaksanakan tugas piket harian dan lapangan 
- Aktif melakukan patroli keliling 
- Aktif melakukan penjangkauan masyarakat yang bermasalah 
6 
Kerjasama 
- Kemampuan bekerjasama dengan teman seprofesi 
- Kemampuan bekerjsama dengan atasan 
- Kemampuan dalam melaksanakan fungsi referal 
- Kemampuan dalam menjalin jejaring kemasyarakatan khususnya bidang layanan perlindungan dan penegakan ketertiban 
- Kemampuan penguatan masyarakat untuk secara
39 
No 
Dimensi 
Indikator 
madani menyelenggarakan sistem kontrol sosial untuk mnegakkan perlindungan dan ketertiban bermasyarakat 
- Kemampuan menjadikan dirinya petugas Satpol PP yang ramah terhadap lingkungan dimana bekerja. 
B. Pendidikan dan Pelatihan 1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan 
Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) atau biasa disingkat Diklat adalah bagian yang tak terpisahkan dan terpenting dalam peningkatan kinerja. Mengacu dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan.23 Dalam pengertian sempit, McLeod mendefinisikan pendidikan sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.24 Tardif yang dikutip Syah mendefisikan pendidikan sebagai seluruh tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku manusia dan proses penggunaan pengalaman kehidupan.25 Nedle dalam Tilaar mengartikan pendidikan adalah proses belajar mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang.26 
M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertia npendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi dua 
23 John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia (Jakarta: PT Gramedia, 2005), h. 205 24 William T McLoad, (edt.), The New Collins Dictionary and Thesaurus ( Glasgow: William Collins Sons and Co.Ltd., 1989). 25 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakaya, 2008), h.10 26 Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasioanl (Bandung: Rosadakarya, 2001) h.202
40 
pengertian yaitu pengertian yang bersifat teoritis dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.27 Menururtnya, pendidikan dalam arti pertama adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normative spekulatif rasional empirik, rasional filosofik maupun historic filoisofik.28 Pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskan secara bervariasi. 
a. Menurut Goerge F. Kneller. 
“Education is the Process of self realization. In which the self realizesand develops all its parentialitles.”29 Artinya : “Pendidikan dalam realisasi diri dimana (pribadi Individu) merealisasikan dan mengembangkan semua potensi-potensinya”. 
b. Menururt Frederick J. McDonald 
“Education is a process aran activity which is directed at producing desirable changes in the behavior of human being.” Artinya: pendidikan adalah suatu prosews atau aktivitas yang secara langsung diharapkan dapat menghasilkan bisa menghasilkan perubahan tingkah laku.30 
27 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 98. 28 Ibid, hlm. 23 29 Goerge F. Kneller, Logic and Language Of Education John And Willey Ine, (New York, 1996), hlm. 14-15. 30 Frederick J. Mc Donald, Educational Pshycology Wods Worrth Publishing Company Inc, (San Francisc, 1999), hlm. 4.
41 
c. Menurut John Dewey 
“Etimologycall the world education means just a proccess of leading or bringing of. When we have the out come of the process in mind we speakz of education as shaping, forming, molding activity that is, a shaping into the standart from of social activity.”31 Artinya, secara etimologi, kata pendidikan hanya berarti suatu proses memimpin atau mengasuh, jika kita telah menghsilkan proses kejiwaan, kita katakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan pembinaan, dan percetakan aktivitas, yakni pembentukan ke dalam bentuk standar dari aktivitas sosial. 
Menurut Chabib Thoha, Pendidikan dalam arti praktek atau “suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses tranformasi nilai-nilai yang utama.”32 Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu proses pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya untuk merealisasikan manusia yang berbudi luhur. 
31 John Dewey, Democratic And Education, (New York: The Macmillian Company, 1964), hlm. 10 32 Chabib Thoha, Op.cit., hlm. 99.
42 
Pelatihan adalah suatau kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu.33 Dessler mengartikan pelatihan sebagai proses pembelajaran.34 Donaldson dan Scannel memaknai pelatihan sebagai upaya perubahan perilaku. 35 menurutnya pendikan dan pelatihan harus diorganisir agar dapat mengantarkan perubahan perilaku peserta pelatihan. 
Jucius dalam Bernardin menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan digunakan untuk menunjukkan setiap proses, dimana bakat, kecakapan dan kemampuan para pegawai dikembangkan agar mereka dapat menyelsaikan pekerjaan tertentu. Kemudian Bernardin menyebutkan secara ideal bahwa pelatihan harus disesuaikan dengan keinginan mewujudkan dan mencapai tujuan organisasi.36 
Pelatihan bagi Bosker adalah suatu kegiatan pembelajaran yang terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta.37 Makna kemampuan dan keterampilan di sini tidak hanya sekadar ranah psikomotorik, namum juga meliputi aspek kemampuan dan keterampilan yang utuh. Termasuk dalam makna kemampuan di sini adalah kecerdasan majemuk (multiple intelegencies) dan aspek-aspek psikologis lain, seperti motivasi kerja, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan sebagainya yang dapat dikembangkan melalui pelatihan. 
33 Ranupanjoyo dan Husnan, Manajemen Personalia (Yogyakarta: BPFE, 1995), h.77 34 Gary Deseler, Personal Management, Ter. Agung Dharma (Jakarta: Erlangga, 1997), h.266 35 Donaldson dan Scannel, Human Resources Development, terj.Ya’kub (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1993), h.7 36 Bernardin, Human Resources Management (Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993), h.297 37 J. Bosker, Training effectiveness, New York, Pergamon, 1997, P: 3
43 
Menurut Brown, pelatihan merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengembangan sumberdaya manusia.38 Hal ini karena kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berubah, serta perkembangan ilmu dan teknologi, menyebabkan organisasi atau lembaga harus selalu menyesuaikan diri. Untuk itu sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi harus selalu ditingkatkan kemampuannya. Sebagian besar kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dilakukan melalui program pelatihan. 
Pelatihan menurut Wexley dan Yukl adalah suatu proses di mana pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang diperlukan guna melaksanakan pekerjaannya secara efektif.39 Sementara menurut Amstrong, pelatihan adalah kegiatan untuk mengisi kesenjangan antara apa yang dapat dikerjakan seseorang dan siapa yang seharusnya mampu mengerjakannya, agar secepat mungkin pegawai dapat mencapai suatu tingkat kemampuan kerja dalam jabatan mereka, dan menambah keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi dalam jabatan yang sekarang atau mengembangkan potensinya untuk masa yang akan datang.40 
Berpijak pada beberapa pengertian di atas, maka pengertian pendidikan dan pelatihan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukakan untuk membina kepribadian, meningkatkan dan 
38 M. J. Brown, The Effectiveness Of Organization, (California, Fearon, Belmont California, 1999), p: 26 39 Kenneth Wexley dan Gary A Yukl, Organizational Behavior and personal Psychology, (Ontorio, Richard D. Irwan. Inc, 1997), p: 301 40 Michael Amstrong, Manajemen Sumber daya Manusia, Terjemahan Sofyan Cikman dan Hariyanto, (Jakarta, Elex Media Kompotindo, 1990), p. 120
44 
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan dalam bekerja. 
Pelaksanaan diklat sangat beragam jenis program dan model yang digunakan. Berikut adalah dua model diklat yang biasa dilakukakan dalam berbagai kegiatan. 
2. Competence Based Education and Training (CBET) 
Competence Based Education Training (Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi) merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Target kinerja yang dimaksud adalah kompetensi. Artinya, pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi sumberdaya bukan sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari sumber daya tersebut. 
Makna kompetensi secara umum menurut Anderson adalah sebagai sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) serta atribut lainnya yang mampu membedakan seseorang yang perform dan tidak perform. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, kompetensi dipandang sebagai alat penentu untuk memprediksi keberhasilan kerja seseorang.
45 
Senada dengan pengertian tersebut, Mulyasa41 menjelaskan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk pada perbuatan yang bisa diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek–aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap serta tahap–tahap pelaksanaannya secara utuh. 
Bagi Spencer dan Spencer kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya.42 Kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. 
Selanjutnya menurut Spencer dan Spencer kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating compentencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata- rata. Sedangkan differentiating competiencie adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.43 Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti 
41 E. Mulyasa, Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), h. 88 42 M.Lyle Spencer and M.Signe Spencer , Competence at Work:Models for Superrior Performance (New York: John Wily & Son,Inc,New York,1993), h.120 43 Ibid., h.122
46 
pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori differentiating competencies. 
Mengacu pada berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimaksud adalah kompetesi yang mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsi sumber daya tersebut. 
Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar sendiri, pendidikan formal maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing- masing pola perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, namun sebaiknya diperoleh melalui perpaduan dari semua cara tersebut. 
Merujuk pada aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui Diklat dapat dikatakan lebih lengkap dan mendalam dari pada melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat dirancang berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh banyak fasilitator dan penyelenggara. Lain halnya dengan perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui pengalaman, dimana lebih banyak didasarkan pada kegiatan praktek langsung sebagai respon dari kebutuhan hidup dimana selama ini sumber daya tersebut tinggal dan bermukim. 
Competency Based Education and Training (CBET) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya
47 
manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Competency Based Education and Training (CBET) sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil Competency Based Education and Training (CBET) menuntut persyaratan dan karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input), proses, dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas. Tujuan Competency Based Education and Training (CBET) adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama Competency Based Education and Training (CBET) adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan. 
Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan sertifiikasi. Hasil Competency Based Education and Training (CBET) hendaknya dihubungkan dengan standar kompetensi yang akan diberikan. Program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas uraian kerja Kebutuhan multi – skilling Alur karir (career path). Menurut Rylatt 44, terdapat 9 prinsip yang harus diperhatikan dalam Competency Based Education and Training (CBET): 
44 Rylatt , Op. Cit ,1993, p.88-89
48 
a) Bermakna. 
Praktek terbaik Kompetensi harus merefleksikan kebutuhan utama bisnis, yang didasarkan atas standar industri / kejuruan yang terbaik. 
b) Hasil pembelajaran 
Competency Based Education and Training (CBET) lebih difokuskan pada hasil pembelajaran, bukan pada penyampaian pendidikan dan pelatihan. 
c) Fleksibel Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode, baik yang bersifat formal maupun informal. 
d) Mengakui pengalaman belajar sebelumnya. 
Competency Based Education and Training (CBET) mengakui pengalaman belajar yang dimiliki oleh peserta, sehingga mereka tidak dituntut harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai akhir. Bila kemudian peserta mengikuti ujian dan lulus ujian kompetensi maka mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi. 
e) Tidak didasarkan atas waktu. 
Competency Based Education and Training (CBET) tidak dibatasi oleh waktu. Perbedaan kemampuan setiap peserta akan menentukan lamanya proses pendidikan dan pelatihan
49 
f) Penilaian yang diperlukan. 
Competency Based Education and Training (CBET) sangat memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi sehingga setiap orang perlu untuk dnilai tingkat kompetensinya. 
g) Monitoring dan evaluasi. 
Proses ini mutlak diperlukan mulai dari masukan, proses sampai pada keluaran. 
h) Konsistensi secara nasional. 
Competency Based Education and Training (CBET) berlandaskan pada penampilan kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan industri sehingga hasilnya seseorang karyawan dapat dterima di tempat lain dan dapat dipekerjakan secara nasional. 
i) Akredetasi pembelajaran 
Kurikulum yang digunakan dalam Competency Based Education and Training (CBET)harus memperoleh pengakuan dari badan / instansi yang berkompeten. 
Sistem Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan berbagai model, salah satu diantaranya adalah Model Sistem Strategik Competency Based Education and Training (CBET) pada perusahaan yang dilakukan melalui 5 tahap. Menurut Dubois45, tahap-tahap tersebut adalah Analisis kebutuhan penilaian dan perencanaan, Pengembangan Model Kompetensi, Perencanaan Kurikulum, Perancangan dan Pengembangan Intervensi Pembelajaran, dan Evaluasi. 
45 Dubois, Op.Cit, 88
50 
3. Pelatihan Konvensional 
Pelatihan konvensional adalah kegiatan pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur. 
Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya sendiri sebagaimana dalam Competency Based Education and Training (CBET). 
Pemahaman yang dimaksud model pelatihan konvensional dalam peneltian ini adalah segala kegiatan pendidikan dan pelatihan yang lebih menekakan kepada variasi input, proses dan produk (lulusan) dalam mencapai peningkatan kinerja. Atau dengan kata lain, model pelatihan konvensional adalah model pendidikan dan pelatihan yang tidak berbasis kompetensi.
51 
B. Motivasi Kerja Kerja 
1. Pengertian Motivasi Kerja 
Tindakan seseorang dalam kontek apapun termasuk dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diawali oleh adanya tenaga dorongan dari dalam dirinya serta rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya berkaitan erat dengan kebutuhannya, sedangkan rangsangan dari luar berkaitan erat dengan cita- cita dan harapannya seperti status sosial, uang, jabatan dan lain-lain. 
Menurut Danim, motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau kelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.46 Terkait arti kognitif, motivasi diasumsikan sebagai aktivitas individu untuk menentukan kerangka dasar tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuan. Menekankan pada arti afeksi, motivasi bermakna sikap dan nilai dasar yang dianut oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak bertindak. 
Menurut Hasibuan, motivasi adalah daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala upaya-upayanya untuk 
46 Sudarwan Danim, Prof.,Dr., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, (PT. Rineka Cipta, Jakarta: 2004), hlm. 2.
52 
mencapai kepuasan.47 Selanjutnya menurut Hasibuan ada hal-hal yang dapat memotivasi bawahan, yaitu: 
1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya penagkuan atas semuanya itu. 
2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel pada pekerjaan, tunjangan, sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain. 
3) Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan sensitif pada lingkungannya serta mencari-cari kesalahan. 
Sedangkan Akitson dan Hilgard yang dikutip Hariandja motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam usaha yang keras atau lemah.48 Bila apa yang merupakan kebutuhan pegawai itu sudah dapat diketahui dan dirumuskan dengan pasti, maka selanjutnya perlu direncanakan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain harus ditemukan pula metode-metode, alat dan sarana-sarana yang cocok untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. 
Maslow seperti dikutip oleh Husein berhasil mengembangkan suatu teori tentang adanya tingkat kebutuhan manusia : 
47 Hasibuan, Malayu H.SP, Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta, 2003), hlm. 97. 48 Hariandja,Op Cit, hlm. 321.
53 
1) Kebutuhan fisik (the physiological needs) 
2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs) 
3) Kebutuhan untuk dicintai (the love needs) 
4) Kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs) 
5) Kebutuhan untuk aktualitas diri (the needs for self-actualization)49 
Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya tingkat-tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya dorong dalam istilah Maslow disebut prepotency berarti bahwa apabila semua tingkat kebutuhan manusia tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan- kebutuhan dasar yang bersifat fisik seperti sandang, pangan, papan akan merupakan kebutuhan yang dominan. Apabila kebutuhan tingkat awal sudah dapat terpenuhi akan mendorong manusia untuk mencapai tingkat berikutnya dan seterusnya. 
Implikasi manajerial teori Maslow disini adalah bagaimana memotivasi pegawai atau mengaktifkan, menggerakan perilaku kerja pegawai kearah peningkatan efektivitas organisasi. Sesuai dengan teori ini, seorang pegawai tidak akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bilamana pelaksanaan pekerjaan tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Gaji, upah atau uang merupakan sarana yang sangat pentinguntuk memenuhi kebutuhan fisik. Oleh karena itu, memberikan gaji yang layak kepada karyawan menjadi factor motivasional yang penting untuk memenuhi kebutuhan tingkat pertama, meskipun gaji dapat juga menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Sesuai dengan teori diatas 
49 Husein, Op Cit, hlm. 36.
54 
juga, bilamana kebutuhan fisik terpenuhi, kebutuhan rasa aman akan meningkat intensitasnya. Program seperti tunjangan kesehatan, pension, asuransi dan keselamatan kerja merupakan faktor motivasional yang sangat penting. Penyediaan sarana ibadat, olahraga, dan berbagai kegiatan yang bersifat social yang memungkinkan terjadinya interaksi intensif diantara karyawan juga merupakan faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga. Kesempatan mengembangkan diri melalui program pendidikan merupakan faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak semua pegawai memiliki intensitas kebutuhan untuk ini. 
Kemudian Randall S. Schuler dalam Husein menerangkan kaitan antara motivasi dengan perilaku pegawai atau individu dalam suatu organisasi memotivasi pegawai berarti upaya mendapatkan pegawai dengan cara terus menerus berusaha menghilangkan prilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi.50 Perilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi adalah rendahnya kinerja pegawai, tingginya tingkat ketidakhadiran pegawai, tingkat keluar masuknya pegawai dan perilaku pegawai yang menghindari tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perilaku yang diinginkan oleh organisasi adalah, kinerja, kehadiran, keterikatan pegawai pada organisasi dan budaya kerja. 
Teori tentang motivasi selanjutnya dijelaskan oleh Sudarwan Danim melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) tentang motivasi dibangun atas pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang 
50 Ibid, hlm. 32.
55 
mendasari motivasi manusia, yaitu pengharapan, nilai dan penghargaan.51 Melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) menerangkan bahwa manusia dalam pekerjaannya biasanya mempunyai beberapa alternatif- alternatif untuk dipilih. Dan dia harus memilih satu diantara alternatif- alternatif tersebut berdasarkan pengharapannya. Dengan perkataan lain, alternatif yang dipilih haruslah alternatif yang memberi imbalan yang sesuai dengan prestasi kerja yang dicapai pegawai bersangkutan. Nilai sendiri adalah tingkatan kesenangan atau kesukaan yang ada di dalam diri individu untuk mendapatkan sejumlah keuntungan. Nilai yang dimaksud di sini seperti insentif atau uang, prestasi yang dicapai, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lain-lain. Karena itu nilai juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mereka harapkan dari pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan penghargaan adalah kepercayaan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial dalam kerangka pemerolehan keuntungan atau kepuasan atas nilai itu. Menurut Porter dan Miles yang dikutip Sudarwan Danim yang merupakan pengembangan teori pengharapan, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu: 
1) Sifat-sifat individual pekerja, antara lain meliputi kepentingan setiap individu, sikap, kebutuhan, atau harapan yang berbeda dari setiap individu. 
51 Sudarwan damin, Op Cit., hlm. 34.
56 
2) Sifat-sifat pekerjaan, antara lain mencakup tugas-tugas yang harus dilaksanakan, tanggung jawab yang diemban dan kepuasan yang muncul. 
3) Lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Pola interaksi antar karyawan sangat mempengaruhi aktivitasnya dalam bekerja. Dia dapat dimotivator oleh rekan kerja. Penghargaan atasan dan manfaat organisasi menentukan motivasi bekerja seseorang.52 
Jelas terlihat bahwa maka motivasi memiliki peran penting bagi organisasi untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya dan potensi tenaga kerja yang ada kearah pemanfaatan yang optimal sesuai dengan batas-batas kemampuan manusia dengan didukung sarana dan prasarana. Jelas terlihat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas menurut ukuran dan batasan yang telah ditentukan. Adanya motivasi yang tinggi dari para sumber daya akan terdorong untuk bekerja keras dengan memanfaatkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang dibebankannya. 
Pengertian motivasi kerja menurut Liang Gie yang dikutip Samsudin, motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manjer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.53 Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau 
52 Ibid, hlm. 34-35. 53 Sadili, Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kesatu, (CV. Pustaka, Bandung: 2006), hlm. 281-282.
57 
karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil yang dikehendaki orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya masing-masing. 
Menurut teori Modern tentang motivasi kerja antara lain dikembangkan Douglas McGregor yang dikutip Sudarwan Danim yang disebut Teori Y. Menekankan pada asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan.54 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa hal alasan manusia bekerja, yaitu: 
1) Adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak 
2) Tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja dan menjadikan ukuran keberhasilannya. 
3) Dorongan untuk berprestasi 
4) Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat atau kesadaran akan tujuannya, didasari oleh: pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran yang tinggi untuk menerima ide dan memecahkan masalah-masalah 
54 Sudarwan Danim, Op Cit., hlm. 36.
58 
bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga, menghargai dunia organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat, rasa hrga diri yang tinggi, dan tidak terjebak dalam fanatisme sempit. Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan langsung, menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar. Keenam, memeiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan memperhatikan masa sekarang dan kearifan masa lalu. Dan ketujuh, memperhatikan kepentingan umum di samping kebutuhan individu. 
5) Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat 
6) Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan berkembang dalam hal rasa ingin berprestasi, keinginan menerima tanggungjawab, harga diri, kebutuhan biologis, dan penghargaan hasil yang dicapai. 
Mengacu pada berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Dengan termotivasinya pegawai didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja pegawai akan meningkat juga.
59 
2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja 
Berpijak dari berbagai konsep teori motivasi yang dideskripsikan diatas, indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah didasari oleh teori pengharapan menurut Porter dan Miles yang dikutip Danim yang merupakan pengembangan teori tersebut, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, antara lain sifat-sifat individual pekerja, sifat-sifat pekerjaan, dan lingkungan kerja serta situasi kerja karyawan.55 
Selain itu, juga terkait teori modern tentang motivasi kerja yang dikembangkan Douglas McGregor sebagaimana dikutip Danim yang disebut dengan Teori Y dengan asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan”.56 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan, suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat, dan terpenuhinya kebutuhan pribadi. 
55 Ibid, hlm. 34-35. 56 Ibid, hlm. 36.
60 
Berdasarkan penjabaran di atas maka dimensi dalam motivasi kerja terdiri atas motif, harapan dan komitmen. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana disebutkan dalam tabel berikut: Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja Dimensi Indikator 
Motif 
Segenap kemampuan dan tenaga 
Kepuasan dari pekerjaan 
Hasrat yang kuat dalam bekerja 
Mencari tantangan baru 
Kemampuan bekerja 
Pekerjaan menantang. 
Harapan 
Membuat jadwal 
Menerapkan program 
Memiliki jalur karir yang baik 
Menunjukkan loyalitas 
Adanya penerapan sanksi yang adil 
Komitmen 
Termotivasi dalam segala hal 
Adanya kesempatan untuk maju 
Kebebasan menjalankan ibadah 
Tanggung jawab 
D. Hasil penelitian yang relevan 
Penelitian yang dilakukan oleh Seger57 menganalisa tentang hubungan antara motivasi, diklat dalam kaitannya dengan disiplin kerja pegawai di lingkungan Badan Diklat Keuangan Departemen Keuangan. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel diklat dan motivasi terhadap disiplin pegawai. Artinya dengan 
57 Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Tesis Program Pascasarjana. (Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara. Jakarta: 2005), hlm. 15.
61 
disiplin yang dimiliki oleh pegawai maka akan memudahkan para pimpinan membina bawahannya. Disiplin terkait dengan pemberian motivasi, pemberian pendidikan dan pelatihan, dan kepuasan kerja pegawai dan dengan disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. 
Penelitian yang dilakukan oleh Sahlan58 menganalisa tentang pengaruh disiplin dan insentif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Rapico Busana Permata Indah membuktikan bahwa keduanya (disiplin dan insentif) mempunyai hubungan yang signifikan secara bersama-sama. Artinya pula apabila antara keduanya maka disiplin mempunyai pengaruh terhadap prestasi karyawan sedangkan insentif juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi karyawan. Penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis yang sama pada satuan Petugas Satpol PP dengan mengembangkan hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya melalui desain yang berbeda dengan variabel bebas yaitu model pelatihan, motivasi, dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai. 
E. Kerangka Berfikir 
Setiap petugas Satpol PP dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yaitu membina ketenteraman ketertiban masyarakat 
58 Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Rapico Busana Permata Indah. Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen, (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, Jakarta: 2007), hlm. 102.
62 
(tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Tugas dan fungsi yang luas ini menuntut kinerja yang baik dari setiap personil satpol PP, untuk itu pendidikan dan pelatihan melalui pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) perlu dilakukan. 
Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya mampu meningkatkan berbagai pengetahuan dan ketrampilan serta usaha untuk memberikan kemungkinan perubahan sikap yang dilandasi oleh motivasi untuk berpartisipasi, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung pendidikan dan pelatihan menggunakan pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) dan motivasi adalah faktor penunjang peningkatan kinerja petugas Satpol PP. 
Motivasi kerja merupakan suatu hal yang terkait erat dengan kinerja petugas satpol PP, kualitas sumber daya manusia yang baik sangatlah dipengaruhi oleh motivasi yang positif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja petugas Satpol PP tersebut. Termotivasinya petugas Satpol PP didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja petugas Satpol PP akan meningkat juga. 
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan. Kinerja yang baik dapat diketahui dari produktivitas dan kepuasan dalam bekerja. Dan kinerja petugas Satpol PP sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
63 
kemampuan, ketrampilan fisik tingkat pengetahuan lingkungan dimana petugas Satpol PP bertugas serta sarana penunjang lainnya termasuk latihan, bimbingan atau pengaruh dari pimpinan. Tanpa pendekatan pendidikan dan pelatihan yang baik, sulit bagi organisasi dinas tramtib dan linmas DKI Jakarta mencapai hasil yang optimal. Pendekatan Strategis Competency-Based Education and Training (CBET) ini berfokus pada peningkatan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan petugas Satpol PP. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan organisasi, pimpinan dan petugas Satpol PP itu sendiri. 
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 
1. Terdapat perbedaan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dengan kinerja petugas yang mengikuti model pelatihan konvensional. 
Kerangka ini berdasarkan uraian di atas bahwa pelatihan berbasis kompetensi lebih baik dibandingkan model pelatihan lain. Hal ini dikarenakan dalam Competency Based Education and Training (CBET), seorang sumber daya dituntut untuk dapat menentukan kompetesi yang diinginkan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam suatu organisasi. Competency Based Education and Training (CBET) lebih fleksibel dalam penentuan kompetensi tersebut. Dalam Competency Based Education and
64 
Training (CBET), diberlakukan penilaian autentik dimana peserta sendiri yang menilai dirinya apakah ia sudah mampu mengusai kompetensi yang dimaksudkan atau tidak. 
Berbeda dengan model pelatihan biasa yang cenderung menuntut kompetensi tertentu baik dalam hal input peserta, proses yang harus dilakukan dan lain sebagainya sehingga kadang-kadang pelatihan yang diadakan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta. Akhirnya tujuan pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan justru tidak tercapai secara maksimal. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa kinerja petugas satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) pada lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensinal. 
2. Terdapat Pengaruh Interkasi antara model Pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP 
Salah satu faktor utama dalam kinerja adalah motivasi seseorang. Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan di atas, motivasi kerja seseorang sangat mempengaruhi kinerjanya. Orang yang memiliki motivasi kerja tinggi cenderung melakukan berbagai aktifitas tertentu yang dapat mendukung dalam meningkatkan kinerjanya. Salah satu aktifitas yang dapat ia lakukan adalah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan. 
Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang mampu mengarahkan peserta latihan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan
65 
Pelatihan harus mampu melihat karakteristik peserta latih sebagai acuan dalam proses dan pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Salah satu karakterstik peserta yang harus diperhatikan dan menjadi landasan adalah motivasi kerja para peserta. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa terdapat pengaruh interaksi model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja sseorang. 
Pendidikan dan pelatihan yang mendasarkan diri pada penilaian autentik sangat sesuai dengan tipe peserta yang memiliki motibasi kerja yang tinggi. Sebaliknya model pelatihan yang konvensional bersesuaian dengan peserta yang memiliki motivasi rendah. Oleh karena itu, dalam pengaruh interaksi ini, terdapat dua dugaan yaitu, pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja peserta yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensioal. Dugaan kedua adalah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan petugas satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET). 
F. Hipotesis penelitian 
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 
1) Terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvesional. Kinerja petugas satpol PP yang mengikuti model
66 
Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan dengan petugas yang mengikuti model pelatihan konvensional. 
2) Terdapat pengaruh interaksi kinerja antara model pelatihan dengan motivasi kerja petugas Satpol PP. 
3) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional. 
4) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan Competency Based Education and Training (CBET).
67 
BAB III 
METODOLOGI PENELITIAN 
A. Tujuan penelitian 
Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja. Secara rinci, tujuan penelitian operasional penelitian ini adalah untuk mengetahui: 
3. Perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikut model Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvensional. 
4. Pengaruh interaksi model pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP. 
5. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari dibandingkan kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model pelatihan konvensional. 
6. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan konvensional.
68 
B. Tempat dan waktu penelitian 
Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta merupakan institusi yang membawahi petugas Satpol PP di tingkat provinsi. Dinas tramtib Provinsi DKI Jakarta adalah pusat komado bagi petugas Satpol PP di provinsi DKI jakarta. 
Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung bulan November 2008 sampai dengan April 2009. 
C. Metode dan desain penelitian 
Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen karena penelitian ini menguraikan hubungan antara suatu perlakuan varaibel dengan variabel lain dimana perlakukan tersebut adalah peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Artinya perlakuan tersebut terjadi bukan disebabkan oleh peneliti. 
Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel perlakuan (bebas), (2) variabel atribut dan (3) variabel terikat. Variabel perlakuan adalah model pelatihan, variabel atribut adalah motivasi kerja, dan variabel terikat atau varibel kriteria adalah kinerja petugas Satpol PP. Varibel model pelatihan terdiri dari model Competence Based Education and Training, dan model pelatihan konvensional, variabel motivasi kerja terdiri dari tinggi dan rendah. 
Disain yang digunakan adalah factorial group design dengan rancangan A x B . Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat dalam disain penelitian seperti pada tabel 1 di bawah ini.
69 
Tabel 3.1. Rancangan Faktorial A x B 
Motivasi 
Kerja 
(B) 
Model Pelatihan 
(A) 
Competency Based Education and Training (CBET) (A1) 
Konvensional ( A2 ) 
Tinggi (B1) 
A1B1 
A2B1 
Rendah 
( B2 ) 
A1B2 
A2B2 
Keterangan: 
A1 
= 
Model Competence based Education and Training 
A2 
= 
Model Pelatihan Konvensional 
B1 
= 
Motivasi kerja tinggi 
B2 
= 
Motivasi kerja rendah 
A1B1 
= 
Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dan memiliki motivasi kerja tinggi 
A1B2 
= 
Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dan memiliki motivasi kerja rendah 
A2B1 
= 
Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi tinggi 
A2B2 
= 
Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi rendah
70 
D. Populasi, sample dan teknik sampel 
1. Populasi 
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Satpol PP di Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta sebagai populasi target. Dipilihnya petugas satpol PP dari Dinas Tramtib DKI Jakarta karena petugas dari Dinas Trambib Provinsi DKI Jakarta merupakan petugas Satpol PP dengan jangkaun tugas paling luas, khusus di Provinsi DKI Jakarta mencakup seluruh Kotamadya di seluruh wilayah DKI Jakarta. Petugas satpol PP berjumlah 8000 personel. 
2. Sampel Penelitian 
Dari jumlah populasi terjangkau di atas, maka dilakukan penarikan sampel dengan teknik random klaster berstrata (stratified cluster random sampling). Pengambilan sampel dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: 
a. Menentukan instansi dinas tramtib yang akan menjadi kerangka sampel. Dalam penelitian ini, ditentukan Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta menjadi kerangka sampel. 
b. Menghitung jumlah seluruh petugas tramtib dari Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta. Dari seluruh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang telah mengikuti pelatihan konvensional dan CBET maka, kemudian ditentukan jumlah sampel petugas satpol PP yang akan telah mengikuti pelatihan konvensional maupun pelatihan CBET pada tahun anggaran 2008 sebanyak 80 petugas Satpol PP sebagai responden dan 20 petugas satpol PP sebagai sampel uji coba untuk
71 
menguji validitas dan reliabilitas angket yang dipergunakan sebagai alat ukur motivasi dan kinerja petugas satpol PP. 
c. Untuk masing-masing kelompok baik untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang. 
d. Dari masing-masing kelompok pelatihan dibagi lagi menjadi dua yaitu 20 orang untuk motivasi tinggi dan 20 orang untuk motivasi rendah. Dengan demikian, komposisi masing-masing subjek sebagai sampel penelitian adalah sebagai berikut: 
Tabel 3.2. Sampel Penelitian 
Motivasi 
Model Pelatihan 
Jumlah 
Competency Base Education And Training (CBET) 
Konvensional 
Tinggi 
20 
20 
20 
Rendah 
20 
20 
20 
Jumlah 
40 
40 
80 
E. Instrumen penelitian 
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data motivasi dan data kinerja petugas Satpol PP Dinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen dan uji coba
72 
terhadap data tersebut. Data motivasi dan kinerja petugas satpol PP diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.
73 
1. Instrumen Motivasi Kerja 
a. Definisi Konseptual 
Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan. manusia bekerja semata- mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen dalam bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan. 
b. Definisi Operasional 
Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan komitmen. Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi petugas Satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
74 
2. Instrumen Kinerja 
a. Definisi Konseptual 
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang petugas Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat diidentifikasi melalui hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan tersebut. Peningkatan kinerja suatu petugas Satpol PP dapat ditingkatkan salah satunya dengan pemberian insentif dan penghargaan terhadap produktivitas kerjanya. 
b. Definisi Operasional 
Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan produktifitas. untuk mengukur tingkat kinerja petugas satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
75 
3. Kisi-kisi Instrumen 
a. Kisi-kisi instrumen 
Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas 15 item digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga 5 (lima). Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 
Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir Jumlah Jawaban 
Motivasi 
Motif 
Segenap kemampuan dan tenaga 
1,2,3,4,5,6 
6 
 Sangat Setuju 
 Setuju 
 Cukup 
 Tidak Setuju 
 Sangat Tidak Setuju. 
Kepuasan dari pekerjaan 
Hasrat yang kuat dalam bekerja 
Mencari tantangan baru 
Mampu bekerja 
Pekerjaan menantang. 
Harapan 
Membuat jadwal 
7,8,9,10,11 
5 
Menerapkan program 
Memiliki jalur karir yang baik 
Menunjukkan loyalitas 
Adanya penerapan sanksi yang adil 
Komitmen 
Termotivasi dalam segala hal 
12,13,14,15 
4 
Adanya kesempatan untuk maju
76 
Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir Jumlah Jawaban 
Kebebasan menjalankan ibadah 
Tanggung jawab 
Kinerja 
Hasil 
Puas dengan pekerjaan 
1,2,3,4,5 
5 
 Sangat Setuju 
 Setuju 
 Cukup 
 Tidak Setuju 
 Sangat Tidak Setuju. 
(Y) 
Pekerjaan tepat waktu 
Menyelesaikan pekerjaan 
Keyakinan bekerja 
Inovasi baru dalam pekerjaan 
Insentif 
Pemberian bomus 
6,7 
2 
Menyelesaikan pekerjaan tenang 
Produktif 
Mebutuhkan kemampuan 
8,9,10,11,12,13,14,15 
8 
Bangga terhadap pekerjaan 
Tenang dan nyaman 
Hasl pekerjaan 
Mendalami pengetahuan tugas 
Menjaga kesehatan 
Mengabdikan diri dan pikiran 
b. Pembobotan 
Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.
77 
Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket Jawaban Skor Nilai 
Sangat Setuju 
5 
Setuju 
4 
Cukup 
3 
Tidak Setuju 
2 
SangatTidakSetuju 
1 
Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74) Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Data dari kuesioner disebut dengan data primer. 
F. Uji coba instrumen 
1) Pengujian Validitas Instrumen 
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada keselarasan antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi di bawah 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument tersebut tidak valid sehingga perlu diperbaiki atau dibuang karena tidak selaras dengan butir yang lain. Dan sebaliknya jika harga korelasi di atas 0,361 maka butir instrument tersebut valid.59 
Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap jawaban 30 reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak 
59 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3
Tesis 3

More Related Content

What's hot

PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptx
PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptxPPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptx
PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptxAthurDwiRama1
 
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawanBab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawanKartika Lukitasari
 
Agustus 18b proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...
Agustus 18b   proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...Agustus 18b   proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...
Agustus 18b proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...Alrasid Al
 
Penetapan Harga Dalam Praktik
Penetapan Harga Dalam PraktikPenetapan Harga Dalam Praktik
Penetapan Harga Dalam Praktiksischayank
 
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdf
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdfAnalisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdf
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdfIra Chumairoh
 
Cara Menghitung Return of Training Investment
Cara Menghitung Return of Training InvestmentCara Menghitung Return of Training Investment
Cara Menghitung Return of Training InvestmentInstansi
 
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanian
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanianPpt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanian
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanianPrincess is Ntxhais
 
Pelatihan dan pengembangan karyawan
Pelatihan dan pengembangan karyawanPelatihan dan pengembangan karyawan
Pelatihan dan pengembangan karyawanpadlah1984
 
Proses Belajar Konsumen
Proses Belajar KonsumenProses Belajar Konsumen
Proses Belajar KonsumenJoe Dolby
 
Msdm pelatihan dan pengembangan
Msdm pelatihan dan pengembanganMsdm pelatihan dan pengembangan
Msdm pelatihan dan pengembanganPutra Tidore
 
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalah
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalahPelatihan dan pengembangan karyawan makalah
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalahGanjar Destiansyah
 
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptx
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptxPPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptx
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptxFebyrikaAnggie1
 
Konsep Kompensasi, Insentif, dan Tunjangan
Konsep Kompensasi, Insentif, dan TunjanganKonsep Kompensasi, Insentif, dan Tunjangan
Konsep Kompensasi, Insentif, dan TunjanganAndri-Lisone-Ardani
 
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptx
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptxPPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptx
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptxrusli83
 
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektif
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektifStrategi perencanaan sumber daya manusia yang efektif
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektiftandurpaica
 

What's hot (20)

PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptx
PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptxPPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptx
PPT kelompok 7 produktivitsa kerja.pptx
 
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawanBab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Bab 5 pelibatan dan pemberdayaan karyawan
 
Agustus 18b proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...
Agustus 18b   proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...Agustus 18b   proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...
Agustus 18b proposal penawaran pelatihan bidang manajemen kepegawaian dan a...
 
Penetapan Harga Dalam Praktik
Penetapan Harga Dalam PraktikPenetapan Harga Dalam Praktik
Penetapan Harga Dalam Praktik
 
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdf
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdfAnalisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdf
Analisis Turnaround Komunikasi Bisnis PPT pdf
 
Cara Menghitung Return of Training Investment
Cara Menghitung Return of Training InvestmentCara Menghitung Return of Training Investment
Cara Menghitung Return of Training Investment
 
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanian
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanianPpt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanian
Ppt makalah kelompok 1 ---daya saing komoditas produksi pertanian
 
Pelatihan dan pengembangan karyawan
Pelatihan dan pengembangan karyawanPelatihan dan pengembangan karyawan
Pelatihan dan pengembangan karyawan
 
Proses Belajar Konsumen
Proses Belajar KonsumenProses Belajar Konsumen
Proses Belajar Konsumen
 
Msdm pelatihan dan pengembangan
Msdm pelatihan dan pengembanganMsdm pelatihan dan pengembangan
Msdm pelatihan dan pengembangan
 
Honda motor
Honda motorHonda motor
Honda motor
 
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalah
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalahPelatihan dan pengembangan karyawan makalah
Pelatihan dan pengembangan karyawan makalah
 
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptx
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptxPPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptx
PPT KEL.4 MSDM (DISIPLIN KERJA).pptx
 
Konsep Kompensasi, Insentif, dan Tunjangan
Konsep Kompensasi, Insentif, dan TunjanganKonsep Kompensasi, Insentif, dan Tunjangan
Konsep Kompensasi, Insentif, dan Tunjangan
 
Hr Scorecard
Hr ScorecardHr Scorecard
Hr Scorecard
 
3.kompensasi dan insentif
3.kompensasi dan insentif3.kompensasi dan insentif
3.kompensasi dan insentif
 
Training and development hrm
Training and development hrmTraining and development hrm
Training and development hrm
 
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptx
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptxPPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptx
PPT SIDANG FITRI ALVIONITA.pptx
 
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektif
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektifStrategi perencanaan sumber daya manusia yang efektif
Strategi perencanaan sumber daya manusia yang efektif
 
Globalisasi manajemen sdm
Globalisasi manajemen sdmGlobalisasi manajemen sdm
Globalisasi manajemen sdm
 

Viewers also liked

Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...
Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...
Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...Mutiara Bunda Ulil Albab
 
Contoh Instrumen penelitian
Contoh Instrumen penelitian Contoh Instrumen penelitian
Contoh Instrumen penelitian Suaidin -Dompu
 
Dimensi struktur organisasi
Dimensi struktur organisasi Dimensi struktur organisasi
Dimensi struktur organisasi alhikmahraja
 
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...keziahutajulu
 
Jurnal lengkap ke blog
Jurnal lengkap ke blogJurnal lengkap ke blog
Jurnal lengkap ke blogVaza Ienstinc
 
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...Global Pustaka
 
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016Syifa Sahaliya
 
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)Din Haidiati
 
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdm
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdmTesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdm
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdmMus Mulyadi
 
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...Aries Veronica
 
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklat
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklatPenyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklat
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklatananda gunadharma
 
"INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"
 "INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS" "INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"
"INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"Nursa Fatri Nofriati
 
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Wulan Yulian
 
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...Uofa_Unsada
 

Viewers also liked (20)

Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...
Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...
Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kecamatan Astanaanyar Ban...
 
Contoh Instrumen penelitian
Contoh Instrumen penelitian Contoh Instrumen penelitian
Contoh Instrumen penelitian
 
Dimensi struktur organisasi
Dimensi struktur organisasi Dimensi struktur organisasi
Dimensi struktur organisasi
 
Skripsi psikologi
Skripsi psikologiSkripsi psikologi
Skripsi psikologi
 
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...
Dampak kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan servant terhadap pembel...
 
Jurnal lengkap ke blog
Jurnal lengkap ke blogJurnal lengkap ke blog
Jurnal lengkap ke blog
 
Motivasi
MotivasiMotivasi
Motivasi
 
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...
Profil Kinerja dan Pelatihan Peningkatan SDM Mekanik Bengkel Astra Internasio...
 
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016
KISI-KISI UJIAN NASIONAL SMA 2016
 
Bab III Metode Penelitian
Bab III Metode PenelitianBab III Metode Penelitian
Bab III Metode Penelitian
 
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN (METODE PENELITIAN)
 
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
 
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdm
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdmTesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdm
Tesis manajemen sdm-balanced scorecard kinerja sdm
 
TESIS MSDM
TESIS MSDMTESIS MSDM
TESIS MSDM
 
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...
Pengaruh pendidikan dan pelatihan, motivasi, serta budaya organisasi terhadap...
 
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklat
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklatPenyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklat
Penyusunan instrumen dan butir soal evaluasi diklat
 
Teori Anggaran Berbasis Kinerja
Teori Anggaran Berbasis KinerjaTeori Anggaran Berbasis Kinerja
Teori Anggaran Berbasis Kinerja
 
"INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"
 "INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS" "INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"
"INSTRUMEN PENELITIAN TINDAKAN KELAS"
 
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
 
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYA...
 

Similar to Tesis 3

Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawai
Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawaiTesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawai
Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawaisuryaloe
 
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptx
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptxPPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptx
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptxcinong2
 
SEMINAR PPT Anggara.pptx
SEMINAR PPT Anggara.pptxSEMINAR PPT Anggara.pptx
SEMINAR PPT Anggara.pptxAnggara47
 
T mmb 1201035_chapter 3
T mmb 1201035_chapter 3T mmb 1201035_chapter 3
T mmb 1201035_chapter 3Mundzyr Salim
 
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...Uofa_Unsada
 
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptx
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptxPPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptx
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptxARDI283157
 
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA  TERHADAP   KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA  TERHADAP   KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...Eni Cahyani
 
Tesis
Tesis Tesis
Tesis omcik
 
rujukan jurnal fix 2.pdf
rujukan jurnal fix 2.pdfrujukan jurnal fix 2.pdf
rujukan jurnal fix 2.pdfDinoJuara
 
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNIS
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNISJAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNIS
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNISDonny_suryo
 
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptx
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptxPPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptx
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptxdiniragita
 
Presentasi SEMPRO.pptx
Presentasi SEMPRO.pptxPresentasi SEMPRO.pptx
Presentasi SEMPRO.pptxGalmChiper1
 
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...Wulandari Rima Kumari
 

Similar to Tesis 3 (20)

Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawai
Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawaiTesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawai
Tesis hubungan kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja dengan kinerja pegawai
 
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptx
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptxPPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptx
PPT BTR 3 revisi 2024dddddddddddddd.pptx
 
SEMINAR PPT Anggara.pptx
SEMINAR PPT Anggara.pptxSEMINAR PPT Anggara.pptx
SEMINAR PPT Anggara.pptx
 
T mmb 1201035_chapter 3
T mmb 1201035_chapter 3T mmb 1201035_chapter 3
T mmb 1201035_chapter 3
 
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASUR...
 
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptx
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptxPPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptx
PPT PROPOSAL tesis sebagai bahan acuan penelitian.pptx
 
1698-Article Text-3993-1-10-20221019.pdf
1698-Article Text-3993-1-10-20221019.pdf1698-Article Text-3993-1-10-20221019.pdf
1698-Article Text-3993-1-10-20221019.pdf
 
jurnal rudi azhar susiliwati-susilawati.pdf
jurnal rudi azhar susiliwati-susilawati.pdfjurnal rudi azhar susiliwati-susilawati.pdf
jurnal rudi azhar susiliwati-susilawati.pdf
 
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA  TERHADAP   KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA  TERHADAP   KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...
PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INTERNAL ...
 
Tesis
Tesis Tesis
Tesis
 
Ipi189109
Ipi189109Ipi189109
Ipi189109
 
Slide Proposal.pptx
Slide Proposal.pptxSlide Proposal.pptx
Slide Proposal.pptx
 
rujukan jurnal fix 2.pdf
rujukan jurnal fix 2.pdfrujukan jurnal fix 2.pdf
rujukan jurnal fix 2.pdf
 
Jurnal sdm
Jurnal sdmJurnal sdm
Jurnal sdm
 
SyamsuarAbbasPFP2017.pdf
SyamsuarAbbasPFP2017.pdfSyamsuarAbbasPFP2017.pdf
SyamsuarAbbasPFP2017.pdf
 
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNIS
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNISJAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNIS
JAWABAN TUGAS II METODE PENELITIAN BISNIS
 
Antologi
AntologiAntologi
Antologi
 
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptx
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptxPPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptx
PPT DISERTASI UJIAN TERBUKA RINGKAS 19072023.pptx
 
Presentasi SEMPRO.pptx
Presentasi SEMPRO.pptxPresentasi SEMPRO.pptx
Presentasi SEMPRO.pptx
 
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...
Contoh Review Jurnal Ilmiah (PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN LIN...
 

Tesis 3

  • 1. 0 PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta AGUS SUTIYONO No. Reg. 7627070790 Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Doktor PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2010
  • 2. 1 ABSTRAK Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education and Training) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta) Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hasil hipotesis penelitian menunjukkan bahwa: (1) motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP (2) bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (3) interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (4) terdapat perbedaan antara Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi. Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan April 2009 di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta dengan penelitian metode quasi eksperimen. Sampel diambil dengan teknik stratified cluster random sampling. Untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang responden. Hasil temuan tentang pengaruh Pelatihan Competence Base Education and Training (CBET) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja menunjukkan Pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional, dengan nilai Fhitung sebesar 305,6247 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,01 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 305,6247 > Ftabel (0,01)(1;76) = 7,01), Kedua, Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP, dengan nilai Fhitung sebesar 4,3907 lebih besar dari Ftabel sebesar 3,97 dengan taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 4,3907 > Ftabel (0,05)(1;76) = 3,97. Ketiga, Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi dengan nilai Fhitung sebesar 119,8039 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 119,8039 > Ftabel (0,01)(1;38) = 7,35). Keempat, kinerja petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja renda, dengan nilai Fhitung sebesar 105,769 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 105,769 > Ftabel (0,01)(1;38) = 7,35)
  • 3. 2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM dengan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.
  • 4. 3 ABSTRACT THE EFFECT OF COMPETENCE BASED EDUCATION AND TRAINING (CBET) AND WORK MOTIVATION ON CIVIL SERVANTS’ WORKS (An Experimental Study Towards Civil Servants in Jakarta) Operationally, this research aimed to find out the differences in working of civil servants who join the training and education by considering their work motivation in Jakarta. The result of this research hypothesis shows that (1) the motivation in working influences the civil servants’ work; (2) the form of CBET training influences the civil servants’ work. It means that there is a different form of training in CBET that can determine variations on civil servants’ work; (3) the interaction between the training model and the work motivation determine variations in civil servants’ work; (4) there are differences between the civil servants who join the CBET training and the civil servants who do not. The civil servants who join the CBET training have higher motivation in working and vise versa. This reasearch conducted on November 2008 until April 2009 at Dinas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta by using quation experiment method. Research samples taken by using stratified cluster random technique. For the members of conventional training and CBET method, 40 people are taken as samples, therefore the total samples are 80 people. The results finding about Competence Based Education and Training (CBET) and work motivation toward civil servants’ work show first, the work of civil servants that join CBET training are higher than civil servants’s work that join a conventional training, with Fcounting 305,6247, higher than 7,01 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 305,6247 > Ftable (0,01)(1;76) = 7,01). Second, there is an influence between the training model and work motivation towards civil servants’ work with Fcounting 4,3907 which is higher than 3,97 Ftabel with 0,05 signification level (Fcounting= 4,3907 > Ftable (0,05)(1;76) = 3,97. Third, the work of civil servants that join CBET training and have higher motivation in working, are higher than civil servants’s work that join a conventional training with high motivation in working, with Fcounting 119,8039 > Ftablel (0,01)(1;38) = 7,35). Fourth, the work of civil servants who join CBET training and have low motivation in working is still higher than the work of civil servants who join the conventional training with low motivation too, with 105,769 which is higher than 7,35 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 105,769 > Ftable (0,01)(1;38) = 7,35). The result of this research is hoped can be used as a guidence to produce a new concept and strategy in education development and training toward civil servants. This research is also hoped can design human resources with high competency in running their primary duties and functions as civil servants.
  • 5. 4 KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kepada ALLAH yang telah melimpahkan hamat dan hidayah-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ditulis sedagai syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar doktor di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Made Putrawan, M.Pd selaku promotor utama dalam penulisan disertasi, beliau telah menginspirasi saya untuk dapat berbuat yang terbaik dalam displin ilmu yang saya tekuni. Jadilah terus inspirator untuk kesuksesan dan kebahagiaan orang lain. Kepada Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, Rektor Universitas Negeri Jakarta yang bukan hanya menjadi Co promotor dalam menyelesaikan studi ini tetapi juga motivator dan postur yang membakar semangat dan antusias saya untuk saya dapat menyelesaikan program S3 ini. Beliau selalu menjadi penyemangat dalam begitu banyak hal dalam kehidupan saya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Djaali, Direktur PPs UNJ, yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan yang amat berharga bagi penulis. Kepada Prof. Dr. Mukhlis R. Luddin, MA, penulis sampaikan terima kasih atas bantuan dan arahannya yang amat berharga dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta atas kerja samanya sehingga pengambilan data penelitian dapat berjalan dengan lancar. Kepada segenap pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja
  • 6. 5 khususnya kepada bapak H. Harianto Badjoeri, selaku kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dijajarannya. Ayahku (Bapak Karnomo Alm,), Nenek ku (Biyung), Ibu ku, Istriku dan Anakku yang selalu memberi warna dan jejak yang jelas dalam pengabdian terbaik untuk masyarakat. Gelar ini penulis dedikasikan untuk perjuangan yang Nenek/Bapak/Ibu/Istri dan anak yang telah mendukung dengan sabar, tekun sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Begitu banyak teman, sahabat yang terus menginspirasi penulis untuk terus dapat melakukan yang terbaik dalam perjalanan hidup ini. Dr.Karnadi, M,Si, Dr.Maruf Akbar, Prof.Dr.Mulyono,M.Pd terima kasih atas semua support yang Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tuhan telah mengirimkan semua orang-orang yang selalu memberikan penulis semangat untuk memberikan yang terbaik. Kepada semua pihak yang sangat intens memberikan support penulis sampaikan terima kasih, ALLAH Maha Penyayang yang akan memberikan dan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan. Jakarta, Januari 2010 Penulis,
  • 7. 6 DAFTAR ISI Abstrak 1 Kata Pengantar 4 Daftar Isi 6 Daftar Tabel 8 Daftar Gambar 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Kegunaan Hasil Penelitian 12 12 18 19 19 20 BAB II ACUAN TEORITIK, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori 1. Kinerja 22 22 22 2. Pendidikan dan Pelatihan 3. Motivasi Kerja 39 51 B. Hasil Penelitian yang relevan C. Kerangka Berfikir 60 61 D. Hipotesis Penelitian 65 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Metode dan Desain Penelitian D. Populasi dan Sample E. Instrumen Penelitian F. Ujicoba Instrumen 67 67 68 68 70 71 77
  • 8. 7 G. Teknik Analisis Data H. Hipotesis Statistik BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian B. Pengujian Persyaratan Analisis Data C. Pengujian Hipotesa D. Interpretasi Hasil Penelitian E. Pembahasan F. Keterbatasan Penelitian BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran Daftar Pustaka Biografi Penulis 81 81 83 83 96 104 110 110 114 116 116 117 118 119 121
  • 9. 8 DAFTAR TABEL TABEL KETERANGAN HAL Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja 29 Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Motivasi Kinerja 55 Tabel 3.1 Rancangan Faktorial A x B 66 Tabel 3.2. Sampel Penelitian 68 Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 71 Tabel 3.4 Skala Likert 73 Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja 74 Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja 76 Tabel 3.7 Hasil Analisis Reliabilitas 77 Tabel 3.8 Hasil Analisis Reabilitas 78 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1) 81 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional petugas satpol PP (A2) 83 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1) 84 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2) 86 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja 87
  • 10. 9 TABEL KETERANGAN HAL Tinggi (A1B1). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2). 89 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1) 90 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2) 91 Tabel 4.9 Rekapitulasi Deskripsi Data Rata-Rata Model Pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja 93 Tabel 4.10 Tests of Normality 96 Tabel 4.11 Rekapitulasi Deskripsi Uji Normalitas Kinerja Petugas Satpol Pp Berdasarkan Model Pelatihan Dan Motivasi Kerja. 97 Tabel 4.12 Test of Homogeneity of Variances 98 Tabel 4.13 ANOVA 98 Tabel 4.14 Test of Homogeneity of Variances 100 Tabel 4.15 ANOVA 100 Tabel 4.16 Test of Homogeneity of Variances 101 Tabel 4.17 ANOVA 101
  • 11. 10 TABEL KETERANGAN HAL Tabel 4.18 Tests of Between-Subjects Effects 103 Tabel 4.19 Perbandingan Skor Rata-rata Kinerja Petugas Satpol PP 107
  • 12. 11 DAFTAR GAMBAR Gambar Keterangan Hal Gambar 2.1 Indikator Kinerja 24 Gambar 4.1 Skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1) 82 Gambar 4.2 Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A1) 83 Gambar 4.3 Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Tinggi (B1) 85 Gambar 4.4 Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Rendah (B2) 86 Gambar 4.5 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1) 88 Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2). 89 Gambar 4.7 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1). 91 Gambar 4.8 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2). 92
  • 13. 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu menjadikan masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai kecenderungan pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal tersebut peran tugas dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya penatalaksana penegakan hukum dan ketertiban, diharapkan mampu mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur tentang keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).1 Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan masyarakat sebagai hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan pengayoman, pencegahan, pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran peraturan yang berlaku dalam masyarakat. 1 1Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Jakarta: Departemen Dalam Negeri, 1999), p. 408.
  • 14. 13 Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP selalu berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat keberadaan dari Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan prosedural yang harus jelas dan terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi petugas untuk mejalankan tugas pelayanan sehari-hari. Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000 personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat2. Hanya saja yang sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2003 belum ada separuhnya, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu jumlah yang sangat tidak memadai untuk melakukan layanan perlindungan dan upaya penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya adalah 1:900, untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas penduduk diperkirakan 12.000.000 jiwa.3 Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban, merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP, khususnya aparat/petugas satpol PP itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya optimal, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai. Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan 2 Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret 2009. 3 Ibid.
  • 15. 14 manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab utamanya adalah minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh petugas Satpol PP. Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan minimal sampai dengan saat ini menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, dimana menempatkan petugas Satpol PP sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses sejak awal. Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran Pembangunan Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat projektif, akibatnya sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas belum memadai. Petugas Satpol PP pada umumnya memiliki status kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) nasional. Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi kendala bagi petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP di luar anggaran rutin umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama masih banyaknya oknum tertentu yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan malam dan prostitusi. Sementara itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan terkendala oleh aturan hukum akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi penangkapan, penahanan dan kurungan.
  • 16. 15 Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP dilapangan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain pengetahuan tentang hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tentang masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya kemampuan penanggulangan penyakit masyarakat (patologi sosial) seperti masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras, gelandangan, dan pelacuran. sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai fenomena sosial di dalam masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya dapat dihindari dan diantisipasi dengan tepat. Petugas Satpol PP bukan hanya semata merupakan kekuasaan belaka. Namun lebih sebagai pengayom, pencegah maupun penegak perlindungan dan ketertiban. Petugas satpol PP dituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan dan distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi, tersalurkan dan terselesaikan secara memadai, akan dapat menyebabkan gejolak emosional, kerusuan sosial dan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah. Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di masyarakat menjadi sangat rendah. Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam
  • 17. 16 menyelenggarakan upaya perlindungan dan ketertiban dengan cara mematuhi segala ketentuan yang ada, memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan mengontrol atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena keamanan dan ketertiban pada dasarnya adalah merupakan tanggung-jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah menjadikan petugas Satpol PP lebih bersemangat dan bertanggung jawab dalam penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu memilliki kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada peningkatan kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk dapat lakukan tugas tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat. Melalui assesment dari hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi akan mengarahkan seseorang pada kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persesuaian kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi. Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan dan
  • 18. 17 kelompok dalam organisasi menurut ukuran atau batasan-batasan yang ditetapkan. Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan pekerjaannya, maka dengan sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi harapan tersebut, kinerja petugas satpol PP perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang baik. Salah satunya adalah melalui Competency Based Education and Training (CBET). Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan dapat meningkatkan motivasi petugas Satpol PP dan meingkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak perlindungan dan ketertiban. Motivasi yang ada pada petugas satpol PP harus senantiasa dipacu, karena tanpa motivasi kerja yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah optimal. Masih perlu ditingkatkan agar memberikan kinerja yang baik dilapangan. Kinerja yang baik tentunya harus ditunjang oleh kualitas SDM yang baik. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan kompetentisi petugas satpol PP. Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based Education and Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.
  • 19. 18 B. Identifikasi Masalah Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120 menekankan pada keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang bertugas membina ketenteraman ketertiban masyarakat, memberi peringatan dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural dimana mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat. Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP? 4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP? 5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP? 6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP? 7. Bagaimana mengembangkan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya? 8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya?
  • 20. 19 9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi kerja petugas Satpol PP? 10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP ? 11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP ? 12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP perempuan ? 13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ? 14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education and training (CBET), terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ? C. Pembatasan masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh motivasi dan pelatihan terhadap kinerja petugas Satpol PP didalam lingkup Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. D. Perumusan Masalah Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:
  • 21. 20 1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti model pelatihan Competency Based Education and Training (CBET) dengan model pelatihan konvensional ? 2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP ? 3. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti pelatihan model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional ? 4. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET)? E. Kegunaan hasil penelitian Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai manfaat sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritik Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.
  • 22. 21 2. Kegunaan Praktis Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini diharapkan dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya kepada pihak manajemen dalam peningkatan kompetensi petugas Satpol PP yang lebih baik di masa yang akan datang dengan mengutamakan kepentingan terbaik untuk masyarakat.
  • 23. 22 BAB II KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian menekankan pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta motivasi petugas Satpol PP. A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan perlindungan dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman dan ketertiban (tramtib) di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP mengacu pada tugas pokok dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), pemberi layanan perlindungan, pemberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas, dan penegak peraturan daerah (perda). Secara keseluruhan ruang geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat, dan sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum. Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan suatu beban kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat tentunya merupakan permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol PP. Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang
  • 24. 23 telah ditentukan untuk mencapai tujuan. Mewujudkan pencapaian tujuan tersebut harus ditopang oleh semangat dan kegairahan kerja pegawai. Oleh karena itu organisasi atau instansi perlu mengetahui berbagai kelemahan dan menguatkan kelebihan. Suatu hal yang lumrah mengetahui kekurangan, hal ini diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Menjawab kebutuhan tersebut, perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang bagi para petugas Satpol PP. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun dengan mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku sumber daya tersebut dalam menjalankan kinerja. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja harus dapat diejawantahkan sebagai apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum tentang prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan). Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi, mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan
  • 25. 24 menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability) adalah fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan teknologi. Ia memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort) adalah fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan. Besar kemampuan terpendam manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada tingkat motivasi individu dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan ada yang terjadi sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang bermakna. Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan kelompok dalam mencapai sasaran yang relevan. Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok atau tim, kinerja tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora4 (1995 : 132) mengemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator sebagai berikut : 1) keputusan terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas. 4 Anoraga, Panji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Keorganisasian.Cetakan Pertama. Penerbit Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Hal. 132
  • 26. 25 Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan dengan itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja merupakan hal yang sangat penting. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Jadi untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi. Faktor- faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa- apa. Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
  • 27. 26 dicapai seseorang)5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan satu-satunya petunjuk yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan apakah suatu organisasi, unit atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi atau tidak.6 Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya dalam organisasi atau instansi.7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.8 Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu.9 Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out 5 Mangkunegara, Anwar P., Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, (PT. Refika Aditama, Bandung: 2005), hlm. 9. 6 Irawan, Prasetya et.al, Manajemen Sumber Daya Manusia, (STIA-LAN: Jakarta, 2002), hlm. 11. 7Hariandja, Marihot Tua Efendi,Drs.,M.Si., Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Edisi I, Cetakan ketiga, (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 195. 8 Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Edisi Revisi, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2002), hlm. 14. 9 Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (BPFE, Yogyakarta: 2002), hlm. 25.
  • 28. 27 put, efisiensi serta efektivitas dan sering dihubungkan dengan produktivitas.10 Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi dalam menilai kinerja pegawainnya11. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi atau instansi.12 Berkaitan dengan motivasi kerja, Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori motivasi expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam motivasi adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai kinerja yang diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping adanya hubungan yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang 10 Mangkunegara, Op Cit, hlm. 9. 11 Hariandja, Op Cit, hlm. 195. 12Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 121.
  • 29. 28 didapat (instrumentality), serta imbalan yang akan didapat sesuai dengan bentuk yang sangat diinginkan saat ini (valens).13 Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi sumberdaya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan menurut Mangkunegara14 terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan; (2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan; dan (4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen). Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan pengelolaan kinerja karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang (karyawan). Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau 13 Hariandja, Op Cit, hlm. 198. 14 Mangkunegara, Op Cit, hlm. 17-19.
  • 30. 29 Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu kinerja = f(A x M x O)”.15 Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Sedangkan menurut Davis dan Newstrom yang di kutip Husein yang menyebutkan variabel-variabel yang mampu mempengaruhi tingkat prestasi dan kinerja (performance) organisasi, yakni : kewenangan organisasi, kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan organisasi.16 Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya, terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja, kepribadian, sikap dan perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam organisasi atau instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan pegawai, bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang berprestasi, dan bagaimana mereka mengembangkan serta memberdayakan pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi; dan (4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan 15Veithzel Rivai dan, Ahmad F.M. Basri, Performance Appraisal (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hlm. 15. 16 Husein, Op Cit., Hlm. 134.
  • 31. 30 kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan antarmanusia di dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan maupun diantara rekan sekerja.17 Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat banyak variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu faktor kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai. Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya peningkatan kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya : 1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi. 2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu. 3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan (imbalan), struktur dan job design.18 Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di dukung oleh adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara kemampuan, mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi berupa kesempatan. Karena acapkali terjadi, meski seorang individu 17 Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hal.65-66. 18 Mangkunegara, Op Cit., hlm. 14.
  • 32. 31 bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat menjadi penghambat yang cukup berarti. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh Wibowo yaitu, sebagai berikut : a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader. c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.19 Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi atau instansi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pegawainya, bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pegawai, dan 19 Wibowo, Op Cit., hlm. 74-75.
  • 33. 32 bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai melalui coaching, mentoring dan counselling.20 Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh Nengah21, terdapat tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai berikut: 20 Ibid, hlm. 76. 21 Wibowo, Op Ciit, hlm.386.
  • 34. 33 Gambar 1: Indikator Kinerja Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai berikut: 1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan arah ke mana kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang dinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback motive goals means opportunity standard competence feedback
  • 35. 34 ini dapat berasal dari dalam dan luar organisasi. Umpan balik dari dalam organisasi merupakan evaluasi yang dilakukan secara bersama atau melalui tim khusus yang dibentuk untuk memberikan masukan terhadap sebuah pencapaian tujuan organisasi. Umpan balik dari luar organisasi dapat dilihat dari respon masyarakat (pengguna) dari produk maupun jasa yang di hasilkan oleh organisasi. 4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. 5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintesif. 7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya
  • 36. 35 kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.22 Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah ditetapkan ini merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang konkrit dan nyata bukan merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh dari kenyaataan. Kemampuan organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan yang ingin dicapai menjadi amat penting, karena hal itu dapat memberikan kejelasan kepada anggota organisasi untuk mencapai target tujuan yang hendak dicapai. Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting yang diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana dan kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memfasilitasi motif dari setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi kelancaran pergerakan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga memegang peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan 22 Wibowo, Op Cit., hlm. 77-80.
  • 37. 36 organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi memegang peranan penting guna menunjukkan prestasi kerjanya secara optimal sesuai dengan kebutuhan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota organisasi perlu ditunjang oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan. Beberapa penjabaran di dapat dirangkumkan kedalam beberapa kata kunci untuk menunjukkan kinerja seorang anggota satpol PP yaitu: Hasil pekerjaan, insentif dan produktifitas. Hasil pekerjaan hasil pekerjaan yang dicapai oleh individu dan terkait pada tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh organisasi dan tunjang oleh sistem, kepemimpinan, sarana, dan dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi. Sedangkan insentif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan motif dan kebutuhan yang ada dalam diri individu. Dan produktifitas berkaitan dengan kemampuan seorang anggota organisasi untuk menghasikan jumlah pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan peluang yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya. Berdasarkan penjabaran konsep di atas maka kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup hasil, insentif dan produktifitas yang hasilkan melalui proses yang terfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan dan kualitas yang diharapkan.
  • 38. 37 2. Dimensi dan Indikator Kerja Sebagaimana definisi kinerja yang dirumuskan di atas, maka dalam mengukur kinerja terdapat beberapa faktor atau dimensi yang harus terpenuhi yaitu kualitas kerja, kunatitas kerja, pengetahuan, keandalan, kehadiran dan kerjasama. Masing-masing faktor tersebut dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut :
  • 39. 38 Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja No Dimensi Indikator 1 Kualitas Kerja - Ketelitian bekerja - Ketepatan dalam berkerja - Kerapian bekerja - Keterampilan dan kecakapan kerja - Empati dalam bereja bersama dengan masyarakat 2 Kuantitas kerja - Jumlah hasil kerja yang telah dicapai - Kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan - Menurunnya kecenderungan penyimpangan dan pelanggaran dalam masyarakat 3 Pengetahuan - Pemahaman terhadap tugas yang dikerjakan - Etika bekerja bersama masyarakat sipil 4 Keandalan - Mengikuti instruksi pimpinan - Memiliki inisiatif - Disiplin dalam kerja - Memiliki empati dalam bekerja 5 Kehadiran - Hadir dalam rapat rutin - Aktif dalam setiap rapat - Aktif melaksanakan tugas piket harian dan lapangan - Aktif melakukan patroli keliling - Aktif melakukan penjangkauan masyarakat yang bermasalah 6 Kerjasama - Kemampuan bekerjasama dengan teman seprofesi - Kemampuan bekerjsama dengan atasan - Kemampuan dalam melaksanakan fungsi referal - Kemampuan dalam menjalin jejaring kemasyarakatan khususnya bidang layanan perlindungan dan penegakan ketertiban - Kemampuan penguatan masyarakat untuk secara
  • 40. 39 No Dimensi Indikator madani menyelenggarakan sistem kontrol sosial untuk mnegakkan perlindungan dan ketertiban bermasyarakat - Kemampuan menjadikan dirinya petugas Satpol PP yang ramah terhadap lingkungan dimana bekerja. B. Pendidikan dan Pelatihan 1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) atau biasa disingkat Diklat adalah bagian yang tak terpisahkan dan terpenting dalam peningkatan kinerja. Mengacu dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan.23 Dalam pengertian sempit, McLeod mendefinisikan pendidikan sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.24 Tardif yang dikutip Syah mendefisikan pendidikan sebagai seluruh tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku manusia dan proses penggunaan pengalaman kehidupan.25 Nedle dalam Tilaar mengartikan pendidikan adalah proses belajar mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang.26 M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertia npendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi dua 23 John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia (Jakarta: PT Gramedia, 2005), h. 205 24 William T McLoad, (edt.), The New Collins Dictionary and Thesaurus ( Glasgow: William Collins Sons and Co.Ltd., 1989). 25 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakaya, 2008), h.10 26 Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasioanl (Bandung: Rosadakarya, 2001) h.202
  • 41. 40 pengertian yaitu pengertian yang bersifat teoritis dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.27 Menururtnya, pendidikan dalam arti pertama adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normative spekulatif rasional empirik, rasional filosofik maupun historic filoisofik.28 Pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskan secara bervariasi. a. Menurut Goerge F. Kneller. “Education is the Process of self realization. In which the self realizesand develops all its parentialitles.”29 Artinya : “Pendidikan dalam realisasi diri dimana (pribadi Individu) merealisasikan dan mengembangkan semua potensi-potensinya”. b. Menururt Frederick J. McDonald “Education is a process aran activity which is directed at producing desirable changes in the behavior of human being.” Artinya: pendidikan adalah suatu prosews atau aktivitas yang secara langsung diharapkan dapat menghasilkan bisa menghasilkan perubahan tingkah laku.30 27 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 98. 28 Ibid, hlm. 23 29 Goerge F. Kneller, Logic and Language Of Education John And Willey Ine, (New York, 1996), hlm. 14-15. 30 Frederick J. Mc Donald, Educational Pshycology Wods Worrth Publishing Company Inc, (San Francisc, 1999), hlm. 4.
  • 42. 41 c. Menurut John Dewey “Etimologycall the world education means just a proccess of leading or bringing of. When we have the out come of the process in mind we speakz of education as shaping, forming, molding activity that is, a shaping into the standart from of social activity.”31 Artinya, secara etimologi, kata pendidikan hanya berarti suatu proses memimpin atau mengasuh, jika kita telah menghsilkan proses kejiwaan, kita katakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan pembinaan, dan percetakan aktivitas, yakni pembentukan ke dalam bentuk standar dari aktivitas sosial. Menurut Chabib Thoha, Pendidikan dalam arti praktek atau “suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses tranformasi nilai-nilai yang utama.”32 Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu proses pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya untuk merealisasikan manusia yang berbudi luhur. 31 John Dewey, Democratic And Education, (New York: The Macmillian Company, 1964), hlm. 10 32 Chabib Thoha, Op.cit., hlm. 99.
  • 43. 42 Pelatihan adalah suatau kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu.33 Dessler mengartikan pelatihan sebagai proses pembelajaran.34 Donaldson dan Scannel memaknai pelatihan sebagai upaya perubahan perilaku. 35 menurutnya pendikan dan pelatihan harus diorganisir agar dapat mengantarkan perubahan perilaku peserta pelatihan. Jucius dalam Bernardin menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan digunakan untuk menunjukkan setiap proses, dimana bakat, kecakapan dan kemampuan para pegawai dikembangkan agar mereka dapat menyelsaikan pekerjaan tertentu. Kemudian Bernardin menyebutkan secara ideal bahwa pelatihan harus disesuaikan dengan keinginan mewujudkan dan mencapai tujuan organisasi.36 Pelatihan bagi Bosker adalah suatu kegiatan pembelajaran yang terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta.37 Makna kemampuan dan keterampilan di sini tidak hanya sekadar ranah psikomotorik, namum juga meliputi aspek kemampuan dan keterampilan yang utuh. Termasuk dalam makna kemampuan di sini adalah kecerdasan majemuk (multiple intelegencies) dan aspek-aspek psikologis lain, seperti motivasi kerja, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan sebagainya yang dapat dikembangkan melalui pelatihan. 33 Ranupanjoyo dan Husnan, Manajemen Personalia (Yogyakarta: BPFE, 1995), h.77 34 Gary Deseler, Personal Management, Ter. Agung Dharma (Jakarta: Erlangga, 1997), h.266 35 Donaldson dan Scannel, Human Resources Development, terj.Ya’kub (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1993), h.7 36 Bernardin, Human Resources Management (Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993), h.297 37 J. Bosker, Training effectiveness, New York, Pergamon, 1997, P: 3
  • 44. 43 Menurut Brown, pelatihan merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengembangan sumberdaya manusia.38 Hal ini karena kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berubah, serta perkembangan ilmu dan teknologi, menyebabkan organisasi atau lembaga harus selalu menyesuaikan diri. Untuk itu sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi harus selalu ditingkatkan kemampuannya. Sebagian besar kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dilakukan melalui program pelatihan. Pelatihan menurut Wexley dan Yukl adalah suatu proses di mana pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang diperlukan guna melaksanakan pekerjaannya secara efektif.39 Sementara menurut Amstrong, pelatihan adalah kegiatan untuk mengisi kesenjangan antara apa yang dapat dikerjakan seseorang dan siapa yang seharusnya mampu mengerjakannya, agar secepat mungkin pegawai dapat mencapai suatu tingkat kemampuan kerja dalam jabatan mereka, dan menambah keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi dalam jabatan yang sekarang atau mengembangkan potensinya untuk masa yang akan datang.40 Berpijak pada beberapa pengertian di atas, maka pengertian pendidikan dan pelatihan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukakan untuk membina kepribadian, meningkatkan dan 38 M. J. Brown, The Effectiveness Of Organization, (California, Fearon, Belmont California, 1999), p: 26 39 Kenneth Wexley dan Gary A Yukl, Organizational Behavior and personal Psychology, (Ontorio, Richard D. Irwan. Inc, 1997), p: 301 40 Michael Amstrong, Manajemen Sumber daya Manusia, Terjemahan Sofyan Cikman dan Hariyanto, (Jakarta, Elex Media Kompotindo, 1990), p. 120
  • 45. 44 mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan dalam bekerja. Pelaksanaan diklat sangat beragam jenis program dan model yang digunakan. Berikut adalah dua model diklat yang biasa dilakukakan dalam berbagai kegiatan. 2. Competence Based Education and Training (CBET) Competence Based Education Training (Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi) merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan. Target kinerja yang dimaksud adalah kompetensi. Artinya, pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi sumberdaya bukan sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari sumber daya tersebut. Makna kompetensi secara umum menurut Anderson adalah sebagai sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) serta atribut lainnya yang mampu membedakan seseorang yang perform dan tidak perform. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, kompetensi dipandang sebagai alat penentu untuk memprediksi keberhasilan kerja seseorang.
  • 46. 45 Senada dengan pengertian tersebut, Mulyasa41 menjelaskan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk pada perbuatan yang bisa diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek–aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap serta tahap–tahap pelaksanaannya secara utuh. Bagi Spencer dan Spencer kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya.42 Kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya menurut Spencer dan Spencer kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating compentencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata- rata. Sedangkan differentiating competiencie adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.43 Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti 41 E. Mulyasa, Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), h. 88 42 M.Lyle Spencer and M.Signe Spencer , Competence at Work:Models for Superrior Performance (New York: John Wily & Son,Inc,New York,1993), h.120 43 Ibid., h.122
  • 47. 46 pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori differentiating competencies. Mengacu pada berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimaksud adalah kompetesi yang mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsi sumber daya tersebut. Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar sendiri, pendidikan formal maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing- masing pola perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, namun sebaiknya diperoleh melalui perpaduan dari semua cara tersebut. Merujuk pada aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui Diklat dapat dikatakan lebih lengkap dan mendalam dari pada melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat dirancang berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh banyak fasilitator dan penyelenggara. Lain halnya dengan perkembangan kompetensi yang diperoleh melalui pengalaman, dimana lebih banyak didasarkan pada kegiatan praktek langsung sebagai respon dari kebutuhan hidup dimana selama ini sumber daya tersebut tinggal dan bermukim. Competency Based Education and Training (CBET) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya
  • 48. 47 manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Competency Based Education and Training (CBET) sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil Competency Based Education and Training (CBET) menuntut persyaratan dan karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input), proses, dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas. Tujuan Competency Based Education and Training (CBET) adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama Competency Based Education and Training (CBET) adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan sertifiikasi. Hasil Competency Based Education and Training (CBET) hendaknya dihubungkan dengan standar kompetensi yang akan diberikan. Program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas uraian kerja Kebutuhan multi – skilling Alur karir (career path). Menurut Rylatt 44, terdapat 9 prinsip yang harus diperhatikan dalam Competency Based Education and Training (CBET): 44 Rylatt , Op. Cit ,1993, p.88-89
  • 49. 48 a) Bermakna. Praktek terbaik Kompetensi harus merefleksikan kebutuhan utama bisnis, yang didasarkan atas standar industri / kejuruan yang terbaik. b) Hasil pembelajaran Competency Based Education and Training (CBET) lebih difokuskan pada hasil pembelajaran, bukan pada penyampaian pendidikan dan pelatihan. c) Fleksibel Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode, baik yang bersifat formal maupun informal. d) Mengakui pengalaman belajar sebelumnya. Competency Based Education and Training (CBET) mengakui pengalaman belajar yang dimiliki oleh peserta, sehingga mereka tidak dituntut harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai akhir. Bila kemudian peserta mengikuti ujian dan lulus ujian kompetensi maka mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi. e) Tidak didasarkan atas waktu. Competency Based Education and Training (CBET) tidak dibatasi oleh waktu. Perbedaan kemampuan setiap peserta akan menentukan lamanya proses pendidikan dan pelatihan
  • 50. 49 f) Penilaian yang diperlukan. Competency Based Education and Training (CBET) sangat memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi sehingga setiap orang perlu untuk dnilai tingkat kompetensinya. g) Monitoring dan evaluasi. Proses ini mutlak diperlukan mulai dari masukan, proses sampai pada keluaran. h) Konsistensi secara nasional. Competency Based Education and Training (CBET) berlandaskan pada penampilan kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan industri sehingga hasilnya seseorang karyawan dapat dterima di tempat lain dan dapat dipekerjakan secara nasional. i) Akredetasi pembelajaran Kurikulum yang digunakan dalam Competency Based Education and Training (CBET)harus memperoleh pengakuan dari badan / instansi yang berkompeten. Sistem Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan berbagai model, salah satu diantaranya adalah Model Sistem Strategik Competency Based Education and Training (CBET) pada perusahaan yang dilakukan melalui 5 tahap. Menurut Dubois45, tahap-tahap tersebut adalah Analisis kebutuhan penilaian dan perencanaan, Pengembangan Model Kompetensi, Perencanaan Kurikulum, Perancangan dan Pengembangan Intervensi Pembelajaran, dan Evaluasi. 45 Dubois, Op.Cit, 88
  • 51. 50 3. Pelatihan Konvensional Pelatihan konvensional adalah kegiatan pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur. Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya sendiri sebagaimana dalam Competency Based Education and Training (CBET). Pemahaman yang dimaksud model pelatihan konvensional dalam peneltian ini adalah segala kegiatan pendidikan dan pelatihan yang lebih menekakan kepada variasi input, proses dan produk (lulusan) dalam mencapai peningkatan kinerja. Atau dengan kata lain, model pelatihan konvensional adalah model pendidikan dan pelatihan yang tidak berbasis kompetensi.
  • 52. 51 B. Motivasi Kerja Kerja 1. Pengertian Motivasi Kerja Tindakan seseorang dalam kontek apapun termasuk dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diawali oleh adanya tenaga dorongan dari dalam dirinya serta rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya berkaitan erat dengan kebutuhannya, sedangkan rangsangan dari luar berkaitan erat dengan cita- cita dan harapannya seperti status sosial, uang, jabatan dan lain-lain. Menurut Danim, motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau kelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.46 Terkait arti kognitif, motivasi diasumsikan sebagai aktivitas individu untuk menentukan kerangka dasar tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuan. Menekankan pada arti afeksi, motivasi bermakna sikap dan nilai dasar yang dianut oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak bertindak. Menurut Hasibuan, motivasi adalah daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala upaya-upayanya untuk 46 Sudarwan Danim, Prof.,Dr., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, (PT. Rineka Cipta, Jakarta: 2004), hlm. 2.
  • 53. 52 mencapai kepuasan.47 Selanjutnya menurut Hasibuan ada hal-hal yang dapat memotivasi bawahan, yaitu: 1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya penagkuan atas semuanya itu. 2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel pada pekerjaan, tunjangan, sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain. 3) Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan sensitif pada lingkungannya serta mencari-cari kesalahan. Sedangkan Akitson dan Hilgard yang dikutip Hariandja motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam usaha yang keras atau lemah.48 Bila apa yang merupakan kebutuhan pegawai itu sudah dapat diketahui dan dirumuskan dengan pasti, maka selanjutnya perlu direncanakan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain harus ditemukan pula metode-metode, alat dan sarana-sarana yang cocok untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Maslow seperti dikutip oleh Husein berhasil mengembangkan suatu teori tentang adanya tingkat kebutuhan manusia : 47 Hasibuan, Malayu H.SP, Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta, 2003), hlm. 97. 48 Hariandja,Op Cit, hlm. 321.
  • 54. 53 1) Kebutuhan fisik (the physiological needs) 2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs) 3) Kebutuhan untuk dicintai (the love needs) 4) Kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs) 5) Kebutuhan untuk aktualitas diri (the needs for self-actualization)49 Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya tingkat-tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya dorong dalam istilah Maslow disebut prepotency berarti bahwa apabila semua tingkat kebutuhan manusia tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan- kebutuhan dasar yang bersifat fisik seperti sandang, pangan, papan akan merupakan kebutuhan yang dominan. Apabila kebutuhan tingkat awal sudah dapat terpenuhi akan mendorong manusia untuk mencapai tingkat berikutnya dan seterusnya. Implikasi manajerial teori Maslow disini adalah bagaimana memotivasi pegawai atau mengaktifkan, menggerakan perilaku kerja pegawai kearah peningkatan efektivitas organisasi. Sesuai dengan teori ini, seorang pegawai tidak akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bilamana pelaksanaan pekerjaan tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Gaji, upah atau uang merupakan sarana yang sangat pentinguntuk memenuhi kebutuhan fisik. Oleh karena itu, memberikan gaji yang layak kepada karyawan menjadi factor motivasional yang penting untuk memenuhi kebutuhan tingkat pertama, meskipun gaji dapat juga menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Sesuai dengan teori diatas 49 Husein, Op Cit, hlm. 36.
  • 55. 54 juga, bilamana kebutuhan fisik terpenuhi, kebutuhan rasa aman akan meningkat intensitasnya. Program seperti tunjangan kesehatan, pension, asuransi dan keselamatan kerja merupakan faktor motivasional yang sangat penting. Penyediaan sarana ibadat, olahraga, dan berbagai kegiatan yang bersifat social yang memungkinkan terjadinya interaksi intensif diantara karyawan juga merupakan faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga. Kesempatan mengembangkan diri melalui program pendidikan merupakan faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak semua pegawai memiliki intensitas kebutuhan untuk ini. Kemudian Randall S. Schuler dalam Husein menerangkan kaitan antara motivasi dengan perilaku pegawai atau individu dalam suatu organisasi memotivasi pegawai berarti upaya mendapatkan pegawai dengan cara terus menerus berusaha menghilangkan prilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi.50 Perilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi adalah rendahnya kinerja pegawai, tingginya tingkat ketidakhadiran pegawai, tingkat keluar masuknya pegawai dan perilaku pegawai yang menghindari tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perilaku yang diinginkan oleh organisasi adalah, kinerja, kehadiran, keterikatan pegawai pada organisasi dan budaya kerja. Teori tentang motivasi selanjutnya dijelaskan oleh Sudarwan Danim melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) tentang motivasi dibangun atas pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang 50 Ibid, hlm. 32.
  • 56. 55 mendasari motivasi manusia, yaitu pengharapan, nilai dan penghargaan.51 Melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) menerangkan bahwa manusia dalam pekerjaannya biasanya mempunyai beberapa alternatif- alternatif untuk dipilih. Dan dia harus memilih satu diantara alternatif- alternatif tersebut berdasarkan pengharapannya. Dengan perkataan lain, alternatif yang dipilih haruslah alternatif yang memberi imbalan yang sesuai dengan prestasi kerja yang dicapai pegawai bersangkutan. Nilai sendiri adalah tingkatan kesenangan atau kesukaan yang ada di dalam diri individu untuk mendapatkan sejumlah keuntungan. Nilai yang dimaksud di sini seperti insentif atau uang, prestasi yang dicapai, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lain-lain. Karena itu nilai juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mereka harapkan dari pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan penghargaan adalah kepercayaan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial dalam kerangka pemerolehan keuntungan atau kepuasan atas nilai itu. Menurut Porter dan Miles yang dikutip Sudarwan Danim yang merupakan pengembangan teori pengharapan, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu: 1) Sifat-sifat individual pekerja, antara lain meliputi kepentingan setiap individu, sikap, kebutuhan, atau harapan yang berbeda dari setiap individu. 51 Sudarwan damin, Op Cit., hlm. 34.
  • 57. 56 2) Sifat-sifat pekerjaan, antara lain mencakup tugas-tugas yang harus dilaksanakan, tanggung jawab yang diemban dan kepuasan yang muncul. 3) Lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Pola interaksi antar karyawan sangat mempengaruhi aktivitasnya dalam bekerja. Dia dapat dimotivator oleh rekan kerja. Penghargaan atasan dan manfaat organisasi menentukan motivasi bekerja seseorang.52 Jelas terlihat bahwa maka motivasi memiliki peran penting bagi organisasi untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya dan potensi tenaga kerja yang ada kearah pemanfaatan yang optimal sesuai dengan batas-batas kemampuan manusia dengan didukung sarana dan prasarana. Jelas terlihat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas menurut ukuran dan batasan yang telah ditentukan. Adanya motivasi yang tinggi dari para sumber daya akan terdorong untuk bekerja keras dengan memanfaatkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang dibebankannya. Pengertian motivasi kerja menurut Liang Gie yang dikutip Samsudin, motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manjer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.53 Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau 52 Ibid, hlm. 34-35. 53 Sadili, Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kesatu, (CV. Pustaka, Bandung: 2006), hlm. 281-282.
  • 58. 57 karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil yang dikehendaki orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya masing-masing. Menurut teori Modern tentang motivasi kerja antara lain dikembangkan Douglas McGregor yang dikutip Sudarwan Danim yang disebut Teori Y. Menekankan pada asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan.54 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa hal alasan manusia bekerja, yaitu: 1) Adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak 2) Tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja dan menjadikan ukuran keberhasilannya. 3) Dorongan untuk berprestasi 4) Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat atau kesadaran akan tujuannya, didasari oleh: pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran yang tinggi untuk menerima ide dan memecahkan masalah-masalah 54 Sudarwan Danim, Op Cit., hlm. 36.
  • 59. 58 bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga, menghargai dunia organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat, rasa hrga diri yang tinggi, dan tidak terjebak dalam fanatisme sempit. Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan langsung, menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar. Keenam, memeiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan memperhatikan masa sekarang dan kearifan masa lalu. Dan ketujuh, memperhatikan kepentingan umum di samping kebutuhan individu. 5) Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat 6) Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan berkembang dalam hal rasa ingin berprestasi, keinginan menerima tanggungjawab, harga diri, kebutuhan biologis, dan penghargaan hasil yang dicapai. Mengacu pada berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Dengan termotivasinya pegawai didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja pegawai akan meningkat juga.
  • 60. 59 2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja Berpijak dari berbagai konsep teori motivasi yang dideskripsikan diatas, indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah didasari oleh teori pengharapan menurut Porter dan Miles yang dikutip Danim yang merupakan pengembangan teori tersebut, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, antara lain sifat-sifat individual pekerja, sifat-sifat pekerjaan, dan lingkungan kerja serta situasi kerja karyawan.55 Selain itu, juga terkait teori modern tentang motivasi kerja yang dikembangkan Douglas McGregor sebagaimana dikutip Danim yang disebut dengan Teori Y dengan asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan”.56 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan, suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat, dan terpenuhinya kebutuhan pribadi. 55 Ibid, hlm. 34-35. 56 Ibid, hlm. 36.
  • 61. 60 Berdasarkan penjabaran di atas maka dimensi dalam motivasi kerja terdiri atas motif, harapan dan komitmen. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana disebutkan dalam tabel berikut: Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja Dimensi Indikator Motif Segenap kemampuan dan tenaga Kepuasan dari pekerjaan Hasrat yang kuat dalam bekerja Mencari tantangan baru Kemampuan bekerja Pekerjaan menantang. Harapan Membuat jadwal Menerapkan program Memiliki jalur karir yang baik Menunjukkan loyalitas Adanya penerapan sanksi yang adil Komitmen Termotivasi dalam segala hal Adanya kesempatan untuk maju Kebebasan menjalankan ibadah Tanggung jawab D. Hasil penelitian yang relevan Penelitian yang dilakukan oleh Seger57 menganalisa tentang hubungan antara motivasi, diklat dalam kaitannya dengan disiplin kerja pegawai di lingkungan Badan Diklat Keuangan Departemen Keuangan. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel diklat dan motivasi terhadap disiplin pegawai. Artinya dengan 57 Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Tesis Program Pascasarjana. (Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara. Jakarta: 2005), hlm. 15.
  • 62. 61 disiplin yang dimiliki oleh pegawai maka akan memudahkan para pimpinan membina bawahannya. Disiplin terkait dengan pemberian motivasi, pemberian pendidikan dan pelatihan, dan kepuasan kerja pegawai dan dengan disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Penelitian yang dilakukan oleh Sahlan58 menganalisa tentang pengaruh disiplin dan insentif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Rapico Busana Permata Indah membuktikan bahwa keduanya (disiplin dan insentif) mempunyai hubungan yang signifikan secara bersama-sama. Artinya pula apabila antara keduanya maka disiplin mempunyai pengaruh terhadap prestasi karyawan sedangkan insentif juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi karyawan. Penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis yang sama pada satuan Petugas Satpol PP dengan mengembangkan hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya melalui desain yang berbeda dengan variabel bebas yaitu model pelatihan, motivasi, dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai. E. Kerangka Berfikir Setiap petugas Satpol PP dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yaitu membina ketenteraman ketertiban masyarakat 58 Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Rapico Busana Permata Indah. Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen, (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, Jakarta: 2007), hlm. 102.
  • 63. 62 (tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Tugas dan fungsi yang luas ini menuntut kinerja yang baik dari setiap personil satpol PP, untuk itu pendidikan dan pelatihan melalui pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) perlu dilakukan. Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya mampu meningkatkan berbagai pengetahuan dan ketrampilan serta usaha untuk memberikan kemungkinan perubahan sikap yang dilandasi oleh motivasi untuk berpartisipasi, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung pendidikan dan pelatihan menggunakan pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) dan motivasi adalah faktor penunjang peningkatan kinerja petugas Satpol PP. Motivasi kerja merupakan suatu hal yang terkait erat dengan kinerja petugas satpol PP, kualitas sumber daya manusia yang baik sangatlah dipengaruhi oleh motivasi yang positif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja petugas Satpol PP tersebut. Termotivasinya petugas Satpol PP didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja petugas Satpol PP akan meningkat juga. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan. Kinerja yang baik dapat diketahui dari produktivitas dan kepuasan dalam bekerja. Dan kinerja petugas Satpol PP sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
  • 64. 63 kemampuan, ketrampilan fisik tingkat pengetahuan lingkungan dimana petugas Satpol PP bertugas serta sarana penunjang lainnya termasuk latihan, bimbingan atau pengaruh dari pimpinan. Tanpa pendekatan pendidikan dan pelatihan yang baik, sulit bagi organisasi dinas tramtib dan linmas DKI Jakarta mencapai hasil yang optimal. Pendekatan Strategis Competency-Based Education and Training (CBET) ini berfokus pada peningkatan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan petugas Satpol PP. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan organisasi, pimpinan dan petugas Satpol PP itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dengan kinerja petugas yang mengikuti model pelatihan konvensional. Kerangka ini berdasarkan uraian di atas bahwa pelatihan berbasis kompetensi lebih baik dibandingkan model pelatihan lain. Hal ini dikarenakan dalam Competency Based Education and Training (CBET), seorang sumber daya dituntut untuk dapat menentukan kompetesi yang diinginkan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam suatu organisasi. Competency Based Education and Training (CBET) lebih fleksibel dalam penentuan kompetensi tersebut. Dalam Competency Based Education and
  • 65. 64 Training (CBET), diberlakukan penilaian autentik dimana peserta sendiri yang menilai dirinya apakah ia sudah mampu mengusai kompetensi yang dimaksudkan atau tidak. Berbeda dengan model pelatihan biasa yang cenderung menuntut kompetensi tertentu baik dalam hal input peserta, proses yang harus dilakukan dan lain sebagainya sehingga kadang-kadang pelatihan yang diadakan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta. Akhirnya tujuan pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan justru tidak tercapai secara maksimal. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa kinerja petugas satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) pada lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensinal. 2. Terdapat Pengaruh Interkasi antara model Pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP Salah satu faktor utama dalam kinerja adalah motivasi seseorang. Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan di atas, motivasi kerja seseorang sangat mempengaruhi kinerjanya. Orang yang memiliki motivasi kerja tinggi cenderung melakukan berbagai aktifitas tertentu yang dapat mendukung dalam meningkatkan kinerjanya. Salah satu aktifitas yang dapat ia lakukan adalah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan. Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang mampu mengarahkan peserta latihan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan
  • 66. 65 Pelatihan harus mampu melihat karakteristik peserta latih sebagai acuan dalam proses dan pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Salah satu karakterstik peserta yang harus diperhatikan dan menjadi landasan adalah motivasi kerja para peserta. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa terdapat pengaruh interaksi model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja sseorang. Pendidikan dan pelatihan yang mendasarkan diri pada penilaian autentik sangat sesuai dengan tipe peserta yang memiliki motibasi kerja yang tinggi. Sebaliknya model pelatihan yang konvensional bersesuaian dengan peserta yang memiliki motivasi rendah. Oleh karena itu, dalam pengaruh interaksi ini, terdapat dua dugaan yaitu, pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja peserta yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensioal. Dugaan kedua adalah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan petugas satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET). F. Hipotesis penelitian Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvesional. Kinerja petugas satpol PP yang mengikuti model
  • 67. 66 Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan dengan petugas yang mengikuti model pelatihan konvensional. 2) Terdapat pengaruh interaksi kinerja antara model pelatihan dengan motivasi kerja petugas Satpol PP. 3) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional. 4) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan Competency Based Education and Training (CBET).
  • 68. 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan penelitian Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja. Secara rinci, tujuan penelitian operasional penelitian ini adalah untuk mengetahui: 3. Perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikut model Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvensional. 4. Pengaruh interaksi model pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP. 5. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari dibandingkan kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model pelatihan konvensional. 6. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan konvensional.
  • 69. 68 B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta merupakan institusi yang membawahi petugas Satpol PP di tingkat provinsi. Dinas tramtib Provinsi DKI Jakarta adalah pusat komado bagi petugas Satpol PP di provinsi DKI jakarta. Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung bulan November 2008 sampai dengan April 2009. C. Metode dan desain penelitian Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen karena penelitian ini menguraikan hubungan antara suatu perlakuan varaibel dengan variabel lain dimana perlakukan tersebut adalah peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Artinya perlakuan tersebut terjadi bukan disebabkan oleh peneliti. Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel perlakuan (bebas), (2) variabel atribut dan (3) variabel terikat. Variabel perlakuan adalah model pelatihan, variabel atribut adalah motivasi kerja, dan variabel terikat atau varibel kriteria adalah kinerja petugas Satpol PP. Varibel model pelatihan terdiri dari model Competence Based Education and Training, dan model pelatihan konvensional, variabel motivasi kerja terdiri dari tinggi dan rendah. Disain yang digunakan adalah factorial group design dengan rancangan A x B . Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat dalam disain penelitian seperti pada tabel 1 di bawah ini.
  • 70. 69 Tabel 3.1. Rancangan Faktorial A x B Motivasi Kerja (B) Model Pelatihan (A) Competency Based Education and Training (CBET) (A1) Konvensional ( A2 ) Tinggi (B1) A1B1 A2B1 Rendah ( B2 ) A1B2 A2B2 Keterangan: A1 = Model Competence based Education and Training A2 = Model Pelatihan Konvensional B1 = Motivasi kerja tinggi B2 = Motivasi kerja rendah A1B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dan memiliki motivasi kerja tinggi A1B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET) dan memiliki motivasi kerja rendah A2B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi tinggi A2B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi rendah
  • 71. 70 D. Populasi, sample dan teknik sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Satpol PP di Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta sebagai populasi target. Dipilihnya petugas satpol PP dari Dinas Tramtib DKI Jakarta karena petugas dari Dinas Trambib Provinsi DKI Jakarta merupakan petugas Satpol PP dengan jangkaun tugas paling luas, khusus di Provinsi DKI Jakarta mencakup seluruh Kotamadya di seluruh wilayah DKI Jakarta. Petugas satpol PP berjumlah 8000 personel. 2. Sampel Penelitian Dari jumlah populasi terjangkau di atas, maka dilakukan penarikan sampel dengan teknik random klaster berstrata (stratified cluster random sampling). Pengambilan sampel dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: a. Menentukan instansi dinas tramtib yang akan menjadi kerangka sampel. Dalam penelitian ini, ditentukan Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta menjadi kerangka sampel. b. Menghitung jumlah seluruh petugas tramtib dari Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta. Dari seluruh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang telah mengikuti pelatihan konvensional dan CBET maka, kemudian ditentukan jumlah sampel petugas satpol PP yang akan telah mengikuti pelatihan konvensional maupun pelatihan CBET pada tahun anggaran 2008 sebanyak 80 petugas Satpol PP sebagai responden dan 20 petugas satpol PP sebagai sampel uji coba untuk
  • 72. 71 menguji validitas dan reliabilitas angket yang dipergunakan sebagai alat ukur motivasi dan kinerja petugas satpol PP. c. Untuk masing-masing kelompok baik untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang. d. Dari masing-masing kelompok pelatihan dibagi lagi menjadi dua yaitu 20 orang untuk motivasi tinggi dan 20 orang untuk motivasi rendah. Dengan demikian, komposisi masing-masing subjek sebagai sampel penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Sampel Penelitian Motivasi Model Pelatihan Jumlah Competency Base Education And Training (CBET) Konvensional Tinggi 20 20 20 Rendah 20 20 20 Jumlah 40 40 80 E. Instrumen penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data motivasi dan data kinerja petugas Satpol PP Dinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen dan uji coba
  • 73. 72 terhadap data tersebut. Data motivasi dan kinerja petugas satpol PP diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.
  • 74. 73 1. Instrumen Motivasi Kerja a. Definisi Konseptual Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan. manusia bekerja semata- mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen dalam bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan. b. Definisi Operasional Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan komitmen. Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi petugas Satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
  • 75. 74 2. Instrumen Kinerja a. Definisi Konseptual Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang petugas Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat diidentifikasi melalui hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan tersebut. Peningkatan kinerja suatu petugas Satpol PP dapat ditingkatkan salah satunya dengan pemberian insentif dan penghargaan terhadap produktivitas kerjanya. b. Definisi Operasional Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan produktifitas. untuk mengukur tingkat kinerja petugas satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
  • 76. 75 3. Kisi-kisi Instrumen a. Kisi-kisi instrumen Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas 15 item digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga 5 (lima). Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir Jumlah Jawaban Motivasi Motif Segenap kemampuan dan tenaga 1,2,3,4,5,6 6  Sangat Setuju  Setuju  Cukup  Tidak Setuju  Sangat Tidak Setuju. Kepuasan dari pekerjaan Hasrat yang kuat dalam bekerja Mencari tantangan baru Mampu bekerja Pekerjaan menantang. Harapan Membuat jadwal 7,8,9,10,11 5 Menerapkan program Memiliki jalur karir yang baik Menunjukkan loyalitas Adanya penerapan sanksi yang adil Komitmen Termotivasi dalam segala hal 12,13,14,15 4 Adanya kesempatan untuk maju
  • 77. 76 Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir Jumlah Jawaban Kebebasan menjalankan ibadah Tanggung jawab Kinerja Hasil Puas dengan pekerjaan 1,2,3,4,5 5  Sangat Setuju  Setuju  Cukup  Tidak Setuju  Sangat Tidak Setuju. (Y) Pekerjaan tepat waktu Menyelesaikan pekerjaan Keyakinan bekerja Inovasi baru dalam pekerjaan Insentif Pemberian bomus 6,7 2 Menyelesaikan pekerjaan tenang Produktif Mebutuhkan kemampuan 8,9,10,11,12,13,14,15 8 Bangga terhadap pekerjaan Tenang dan nyaman Hasl pekerjaan Mendalami pengetahuan tugas Menjaga kesehatan Mengabdikan diri dan pikiran b. Pembobotan Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.
  • 78. 77 Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket Jawaban Skor Nilai Sangat Setuju 5 Setuju 4 Cukup 3 Tidak Setuju 2 SangatTidakSetuju 1 Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74) Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Data dari kuesioner disebut dengan data primer. F. Uji coba instrumen 1) Pengujian Validitas Instrumen Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada keselarasan antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi di bawah 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument tersebut tidak valid sehingga perlu diperbaiki atau dibuang karena tidak selaras dengan butir yang lain. Dan sebaliknya jika harga korelasi di atas 0,361 maka butir instrument tersebut valid.59 Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap jawaban 30 reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak 59 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.