SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
        (MK)
 Nomor 10-17-23/PUU-
      VII/2009
   Pengujian Undang-Undang
  Nomor 44 Tahun 2008 tentang
           Pornografi
        (UU Pornografi)
 Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Pasal 1 angka 1 UU Pornografi

 • Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
   foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
   animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
   atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
   bentuk media komunikasi dan/atau
   pertunjukan di muka umum, yang memuat
   kecabulan atau eksploitasi seksual yang
   melanggar norma kesusilaan dalam
   masyarakat.
Pasal 4 ayat (1) huruf d
      UU Pornografi
• (1) Setiap orang dilarang memproduksi,
  membuat, memperbanyak, menggandakan,
  menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
  mengekspor, menawarkan,
  memperjualbelikan, menyewakan atau
  menyediakan pornografi yang secara eksplisit
  memuat:
• … d. ketelanjangan atau tampilan yang
  mengesankan ketelanjangan;
Pasal 10 UU Pornografi

“Setiap orang dilarang
mempertontonkan diri atau orang lain
dalam pertunjukan atau di muka umum
yang menggambarkan ketelanjangan,
eksploitasi seksual, persenggamaan,
atau yang bermuatan pornografi
lainnya.”
Pasal 20 UU Pornografi

• “Masyarakat dapat berperan serta
  dalam melakukan pencegahan
  terhadap pembuatan, penyebarluasan,
  dan penggunaan pornografi.”
Pasal 21 UU Pornografi:

  • Peran serta masyarakat sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan
    dengan cara:
     – melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini
     – melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan
     – melakukan sosialiasi peraturan perundang-
       undangan yang mengatur pornografi dan
     – melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap
       bahaya dan dampak pornorafi
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan
Penjelasan Pasal 21 ayat (1)

• “Yang dimaksud dengan “peran serta
  masyarakat dilaksanakan sesuai
  dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan” adalah agar
  masyarakat tidak melakukan tindakan
  main hakim sendiri, tindakan
  kekerasan, razia (sweeping), atau
  tindakan melawan hukum lainnya.”
Prof. Soetandyo
        Wignjosoebroto, MPA

• penyeragaman konsep tentang realitas kultural yang
  sebenarnya relatif, antara lain konsep pornografi,
  adalah suatu tindakan yang tidak hanya terkesan
  otokratik dan sentralistik tetapi juga suatu kebijakan
  yang tidak menghormati the cultural right of the
  people yang merupakan bagian dari economic social
  and cultural right, yang dijamin oleh konstitusi
  nasional bahkan oleh kovenan internasional berikut
  protokol-protokolnya
Achie. S. Luhulima
• Perempuan korban pornografi mengalami tindak
  kekerasan atau diskriminasi berlapis-lapis, yaitu (i)
  pada waktu ia dipaksa, diancam, atau ditipu daya
  atau dibohongi; (ii) pada waktu dipaksa melakukan
  perbuatan yang mengandung pornografi; (iii) pada
  waktu ia ditangkap dan ditahan yang mungkin
  dilakukan dengan kekerasan; (iv) pada waktu
  pemeriksaan yang dilakukan oleh penegak hukum
  yang tidak memahami kondisi perempuan korban
  pornografi;
Prof. Sulistyowati Irianto
         Suwarno
• Isu-isu pornografi merupakan permasalahan
  yang berdimensi gender. Persoalan utama
  dalam pornografi adalah adanya objektivikasi
  dan eksploitasi seksualitas perempuan.
  Karena berbagai sebab perempuan berada
  dalam situasi yang menyebabkan
  ketubuhannya terpapar, baik tersiar melalui
  media maupun yang tersembunyi yang pada
  prinsipnya bertujuan komersial;
Rocky Gerung
• Moral orang dewasa adalah otonom,
  pornografi boleh dikonsumsi karena
  transaksi di antara dua warga negara
  yang otonom. Anak bukan subjek moral
  yang otonom, karena itu dilarang. Pada
  orang dewasa hak tidak boleh dilarang
  tetapi boleh diatur;
Prof. Thamrin Amal Tomagola

 • Dalam UU Pornografi ini terdapat cacat bawaan,
   yaitu (i) cacat empirik, yaitu tidak ada pemetaan
   masalah yang ada di masyarakat; (ii) cacat
   konseptual, yaitu tidak membedakan antara yang
   disebut dengan social entity dan political entity; (iii)
   cacat keadilan yaitu Indonesia yang terdiri dari 653
   masyarakat harus tunduk pada satu Undang-Undang
   yang berlaku tanpa mempedulikan keragaman
   kultural; (iv) cacat legal violence, yaitu bersikap tidak
   adil kepada kaum perempuan;
Prof. Dr.Tjipta Lesmana
• Bahwa Supreme Court Amerika menggunakan Miller
  Test sejak kasus Miller vs California tahun 1973
  untuk menilai pornografi;
• Bahwa morality value, nilai moralitas selalu
  berkembang menurut ruang dan waktu, tidak bisa
  exact. Pada definisi Miller dipergunakan kata
  community, yang artinya nilai pada community Papua
  berbeda dengan community Jakarta, dengan
  community Cianjur, sehingga keterangan yang harus
  didengar adalah keterangan orang yang dianggap
  ahli mengenai community bersangkutan;
Dr. Sumartono
• Bahwa terdapat lima bidang yang harus
  dikecualikan dari pornografi, yaitu seni,
  sastra, adat, ilmu pengetahuan, dan
  olahraga;
• Bahwa definisi pornografi tidak jelas, karena
  semua kata menurut filsafat konstruksi tidak
  pernah stabil maknanya. Sehingga tidak
  mungkin membuat rumusan pornografi yang
  jelas maknanya dan bisa disetujui semua
  orang;
Inke Maris
• Bahwa secara universal ada beberapa unsur yang
  harus dipenuhi untuk dikategorikan sebagai
  pornografi, antara lain (i) unsur kesengajaan; (ii)
  unsur kecabulan; (iii) unsur ekploitasi seksual; (iv)
  unsur melanggar norma-norma kesusilaan dalam
  masyarakat (setempat);
• Bahwa pornografi anak di negara-negara Eropa dan
  Amerika dikategorikan sebagai enormous crime atau
  kejahatan keji yang hukumannya sangat berat.
  Biasanya pornografi anak terkait erat dengan
  pelacuran anak dan juga dengan perbudakan anak
  dan child trafficking;
Dr. Ade Armando
•   Bahwa di Amerika ada pelarangan terhadap hal yang
    dikategorikan obscene. Hal yang tidak masuk kategori obscene
    akan dimasukkan dalam, misalnya, adult materials yang
    distribusinya diatur sangat ketat;
•   Bahwa Eropa meyakini bahwa hak manusia untuk
    mengkonsumsi apapun harus dilindungi, maka semua
    pornografi bisa diperoleh dengan mudah, kecuali pornografi
    anak;
•   Bahwa kehadiran Undang-Undang Pornografi lebih menjamin
    hak asasi manusia daripada semua diserahkan kepada KUHP.
    Karena KUHP menyamaratakan semua bentuk ketidaksusilaan
    dengan ancaman yang tidak masuk di akal;
•   Bahwa kelompok yang paling keras menentang pornografi
    adalah satu kalangan agama, dan itu adalah kalau di Indonesia
    barangkali kelihatannya adalah orang Islam tetapi kalau
    Amerika yang paling keras menentang pornografi adalah gereja
    dan kelompok-kelompok Kristen, karena memang betul agama
    manapun menentang pornografi.
•   Kelompok kedua adalah kalangan feminis, barangkali tidak
    semua feminis tetapi ada banyak feminis yang bahkan menulis
    dengan kalimat capital letter, pornography is a crime against
    women. Karena objek pertama dari pornografi adalah
    perempuan. Perempuan didegradasikan, direndahkan, dihina,
    dijadikan cuma mainan di pornografi.
•   Kelompok Ketiga adalah tentu saja kalangan pendidikan dan
    kalangan orang tua, ini adalah kalangan-kalangan yang care
    pada apa yang akan diakibatkan oleh pornografi terhadap anak-
    anak mereka. Di luar itu pada dasarnya sebetulnya ada
    kalangan yang percaya pada kebebasan berekspresi yang
    mengatakan, kebebasan berekspresi tidak ada kaitan dengan
    perendahan perempuan, tidak untuk merusak anak-anak.
KRMT Roy Suryo, M.Si.
• Bahwa Indonesia menduduki peringkat
  paling bawah dalam teknologi
  informasi, tetapi menduduki peringkat
  dua dalam kejahatan dunia maya yang
  didukung oleh konten pornografi;
Taufik Ismail
•   Bahwa perilaku permisif, yaitu serba boleh melakukan apapun
    akhirnya berujung pada korupsi; hak penggunaan kelamin
    orang lain diambil tanpa rasa risih; perilaku adiktif atau serba
    kecanduan melingkupi alkohol, nikotin, narkotika, dan
    pornografi; brutalistik atau serba kekerasan menyebabkan
    Indonesia tidak lagi ramah dan sopan; transgresif atau serba
    melanggar peraturan menjadikan perilaku merusak tatanan dan
    mendobrak tabu; hedonistik atau mau serba enak dan foya-foya
    menghasilkan pamer kekayaan di tengah lautan kemiskinan;
    materialistik atau serba benda mengakibatkan segala aspek
    kehidupan diukur dengan uang semata-mata. Semua hal
    tersebut adalah Gerakan Syahwat Merdeka;
dr. Andre Mayza
•   Bahwa pornografi dan psikotropika menyebabkan adiksi
    learning. Adiksi ini terjadi karena adanya kerusakan di bagian
    otak. Kerusakan di bagian otak itu menyebabkan
    dikeluarkannya zat yang disebut neuro-transmiter, yang kita
    sebut sebagai detapospi yang menghasilkan sirkuit baru di otak.
    Sirkuit baru itu apabila terangsang memerlukan pemuasan-
    pemuasan tertentu;
•   Bahwa adiksi tersebut terjadi akibat kerusakan dari sistem kerja
    otak yang eskalasinya meningkat. Kerusakan itu akan
    menyebabkan kerusakan moral, kerusakan otak di dalam otak,
    kemudian gangguan perilaku;
Pery Umar Farouk, S.H.

•   Bahwa pada 2006, top-tenreview.com menyatakan Indonesia
    menempati peringkat ketujuh sebagai pengakses kata “sex” di
    internet;
•   Bahwa Google menyatakan Indonesia menduduki peringkat
    keempat sebagai pengakses pornografi dengan kata “sex” di
    internet. Akses paling banyak di Indonesia dilakukan di daerah
    konsentrasi mahasiswa dan pelajar, yaitu Yogyakarta,
    Semarang, Medan, Bandung, dan Jakarta;
•   Bahwa pada kasus rekaman di ruang ganti pakaian terhadap
    beberapa artis, yang kemudian dijual dalam bentuk keping VCD
    seharga 4.000-an, fotografer pelakunya hanya dihukum satu
    tahun, dipotong tahanan 6 bulan 2 hari, sehingga hanya
    mendapatkan hukuman 5 bulan 28 hari. Padahal perbuatan
    tersebut menyengsarakan kehidupan korban seumur hidupnya;
Pendapat MK

• Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan
  pornografi adalah, “1. penggambaran tingkah
  laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan
  untuk membangkitkan nafsu berahi; 2. bahan
  bacaan yang dengan sengaja dan semata-
  mata dirancang untuk membangkitkan nafsu
  berahi dalam seks”;
Pendapat MK
• Black’s Law Dictionary menyatakan
  pornografi adalah, “Material (such as writings,
  photograps, or movie) depicting sexual
  activity or erotic behavior in a way that is
  designed to arouse sexual excitement”;
Pendapat MK
• Webster Illustrated Dictionary menyatakan
  pornografi adalah, “The expression or
  suggestion of obscene or unchaste subject in
  literature or act" [ekspresi atau sugesti atas
  sebuah subyek yang obscene (tidak
  senonoh) atau unchaste dalam literatur atau
  perbuatan]”;
Pendapat MK
– Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H., menjelaskan
  pornografi berasal dari dua kata, yaitu porno dan
  grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani “porne”
  yang artinya pelacur, sedangkan grafi berasal dari
  kata “graphein” yang artinya ungkapan atau
  ekspresi. Secara harfiah pornografi berarti
  ungkapan tentang pelacur.
Pendapat MK
• Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa
  pornografi berasal dari kata “pronos” yang
  berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan
  “grafi” yang berarti tulisan, dan kini meliputi
  juga gambar atau barang pada umumnya
  yang berisi atau menggambarkan sesuatu
  yang menyinggung rasa susila dari orang
  yang membaca atau melihatnya;
Pendapat MK
• Pada masa modern, istilah pornografi diambil
  oleh para ilmuwan sosial untuk
  menggambarkan pekerjaan orang-orang,
  seperti Nicholas Restif dan William Acton,
  pada abad ke-18 dan 19 yang menerbitkan
  risalat-risalat yang mempelajari pelacuran
  dan mengajukan usul-usul untuk
  mengaturnya. Istilah tersebut tetap digunakan
  dalam Oxford English Dictionary hingga 1905;
Pendapat MK
   Dalam peraturan perundang-undangan di lnggris,
      misalnya, aspek-aspek yang menjadi fokus
      pendefinisian pornografi cenderung merupakan
      kombinasi aspek maksud atau fungsi dan aspek
      karakteristik isi atau materi. Sebagaimana dinyatakan
      oleh sebuah komisi yang dibentuk untuk
      menanggulangi masalah pornografi, yang dikenal
      dengan nama Komisi Williams (1977), yang dimaksud
      pornografi tercermin dalam pernyataan sebagai
      berikut:
• "A pornographic representation is one that combines two
  features: it has a certain function or intention, to arouse its
  audience sexually, and also a certain content, explicit
  representations of sexual material (organs postures
  activity, etc). A work has to how both this functional and
  this content to be a piece of pornography“;
Pendapat MK
• Di Kanada, fokus pendefinisian pornografi dalam
  peraturan perundang-undangan agak berbeda
  dengan di Inggris. Pendefinisian pornografi
  dititikberatkan pada aspek karakteristik isi atau materi
  suatu karya. Menurut hukum pidana di negara
  Kanada, yang dimaksud pornografi adalah “the
  dominant characteristics of which is the undue
  exploitation of sex, or obscene and any one or more
  of the following subjects, namely crime, horror,
  cruelly and violence";
Pendapat MK
• Di Amerika Serikat, pendefinisian pornografi
  menggunakan acuan the First Amandment
  dalam masalah-masalah yang berkaitan
  dengan komunikasi dan sangat menjunjung
  tinggi freedom of speech dan freedom of
  expression;
Pendapat MK
• Bahwa UU Pornografi dibentuk dalam rangka
  menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang
  bersumber pada ajaran agama, memberikan
  ketentuan yang sejelas-jelasnya tentang
  batasan dan larangan yang harus dipatuhi
  oleh setiap warga negara serta menentukan
  jenis sanksi bagi yang melanggarnya; dan
  melindungi setiap warga negara, khususnya
  perempuan, anak, dan generasi muda dari
  pengaruh buruk dan korban pornografi.
Pendapat MK
•   Bahwa Mahkamah sependapat dengan keterangan ahli
    Pemerintah, Prof. Dr. Tjipta Lesmana dan Dr. Sumartono, yang
    menyatakan bahwa terdapat lima bidang yang tidak dapat
    dikategorikan sebagai pornografi, yaitu, seni, sastra, adat
    istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga. Selama
    gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
    bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
    bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
    komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, dalam rangka
    seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah
    raga maka hal tersebut bukanlah perbuatan pornografi
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang a quo.
Pendapat MK
•   UU Pornografi tidak melarang para pelaku seni, sastra, adat istiadat
    (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga untuk melaksanakan hak
    konstitusionalnya. Hal yang dilarang serta dibatasi adalah para pelaku
    yang secara sengaja mempertunjukkan gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
    tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
    gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
    komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum bukan dalam
    kerangka seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan
    olah raga.
•   Dengan demikian, sepanjang menyangkut seni, sastra, dan budaya
    dapat dikecualikan dari larangan menurut Undang-Undang ini asalkan
    tidak bertentangan dengan norma susila sesuai dengan tempat, waktu,
    dan lingkungan, serta tidak dimaksudkan untuk menimbulkan
    rangsangan seks (sexual excitement), sesuai dengan karakter seni,
    sastra, dan budaya itu sendiri;
Pendapat MK
•   Mahkamah tidak sependapat dengan para Pemohon bahwa tari
    Tumatenden yang diperagakan di depan sidang Mahkamah
    tanggal 27 Agustus 2009 menjadi terancam dan dikriminalisasi
    oleh UU Pornografi. Sebaliknya, Mahkamah sependapat
    dengan Ahli Prof. Dr. Tjipta Lesmana yang menyatakan bahwa
    tarian tersebut merupakan bagian dari seni budaya yang tidak
    dapat dianggap sebagai pornografi yang diancam pidana
    menurut UU Pornografi. Sama dengan tari Tumatenden, maka
    tari-tarian Jaipong, Tayub, Ronggeng, Pendet, Maengket, dan
    tari tradisional lainnya tetap dapat diperlihatkan dan
    dipertontonkan karena alasan seperti huruf c di atas dan sudah
    dilindungi oleh Penjelasan Pasal 3 UU Pornografi yang
    menyatakan, "Perlindungan terhadap seni dan budaya yang
    termasuk cagar budaya diatur berdasarkan undang-undang
    yang berlaku";
Dissenting Opinion
Hakim Maria Farida Indrati
• penerapan UU Pornografi tersebut akan berlaku
  secara berbeda-beda dalam masyarakat,
  permasalahannya adalah, siapa yang dapat
  memaknai rumusan tersebut dengan tepat?
  Dapatkah setiap orang mempunyai pemahaman
  seperti ahli dari Pemerintah Prof. Dr. Tjipta Lesmana
  dan Dr. Sumartono, yang menyatakan adanya lima
  bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai
  pornografi yaitu, seni, sastra, custom (adat istiadat),
  ilmu pengetahuan, dan olahraga?

More Related Content

What's hot

HAM(HAK ASASI MANUSIA)
HAM(HAK ASASI MANUSIA)HAM(HAK ASASI MANUSIA)
HAM(HAK ASASI MANUSIA)Ali Must Can
 
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinya
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinyaPresentasi hak asasi manusia dan implikasinya
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinyaapotek agam farma
 
pelanggaran ham di indonesia
pelanggaran ham di indonesiapelanggaran ham di indonesia
pelanggaran ham di indonesia-
 
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM Fatchiyah Faradisa
 
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMPENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMGalih Pratama
 
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...viviokta3
 
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3eli priyatna laidan
 

What's hot (7)

HAM(HAK ASASI MANUSIA)
HAM(HAK ASASI MANUSIA)HAM(HAK ASASI MANUSIA)
HAM(HAK ASASI MANUSIA)
 
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinya
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinyaPresentasi hak asasi manusia dan implikasinya
Presentasi hak asasi manusia dan implikasinya
 
pelanggaran ham di indonesia
pelanggaran ham di indonesiapelanggaran ham di indonesia
pelanggaran ham di indonesia
 
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM
Pelanggaran dan Penanganan Kasus HAM
 
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAMPENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
PENYEBAB TERJADINYA KASUS PELANGGARAN HAM
 
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...
Identifikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Nilai Pancasila Pada Tragedi T...
 
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 3
 

Similar to MK PUTUSAN PORNOGRAFI

Makalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiMakalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiAba Abdillah
 
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi  menghancurkan umat, mengundang bencanaPornografi  menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencanaJual Kerajinan Tangan
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfsyaifudin29
 
Pelanggaran ham di indonesia
Pelanggaran ham di indonesiaPelanggaran ham di indonesia
Pelanggaran ham di indonesiaPutri Aisyah
 
Presentasi pknnnnnnnnnnnn
Presentasi pknnnnnnnnnnnnPresentasi pknnnnnnnnnnnn
Presentasi pknnnnnnnnnnnnFebrinaa24
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxDESIWILDAYANI1
 
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)ECPAT Indonesia
 
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)ECPAT Indonesia
 
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxBULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxPutri583428
 
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxBULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxAhmadJibril15
 
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesia
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesiaBab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesia
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesiaSilvester Nyawai
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxKevinFerdiawanfatah
 

Similar to MK PUTUSAN PORNOGRAFI (20)

Makalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksiMakalah pornografi dan pornoaksi
Makalah pornografi dan pornoaksi
 
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi  menghancurkan umat, mengundang bencanaPornografi  menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
 
Pelanggaran ham di indonesia
Pelanggaran ham di indonesiaPelanggaran ham di indonesia
Pelanggaran ham di indonesia
 
Presentasi pknnnnnnnnnnnn
Presentasi pknnnnnnnnnnnnPresentasi pknnnnnnnnnnnn
Presentasi pknnnnnnnnnnnn
 
Bahaya pornografi
Bahaya pornografiBahaya pornografi
Bahaya pornografi
 
Obsesi-10
Obsesi-10Obsesi-10
Obsesi-10
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
 
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
 
Makalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran hamMakalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran ham
 
Makalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran hamMakalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran ham
 
Makalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran hamMakalah pelanggaran ham
Makalah pelanggaran ham
 
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
Modul 1 - Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT)
 
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxBULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
 
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptxBULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
BULLYING DAN CYBER BULLYING.pptx
 
Bab1
Bab1Bab1
Bab1
 
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesia
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesiaBab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesia
Bab 1 menapaki jalan terjal penegakan ham di indonesia
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
 
HAM
HAMHAM
HAM
 

MK PUTUSAN PORNOGRAFI

  • 1. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) Nomor 10-17-23/PUU- VII/2009 Pengujian Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
  • 2.
  • 3. Pasal 1 angka 1 UU Pornografi • Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
  • 4. Pasal 4 ayat (1) huruf d UU Pornografi • (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: • … d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
  • 5. Pasal 10 UU Pornografi “Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.”
  • 6. Pasal 20 UU Pornografi • “Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.”
  • 7. Pasal 21 UU Pornografi: • Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan dengan cara: – melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini – melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan – melakukan sosialiasi peraturan perundang- undangan yang mengatur pornografi dan – melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornorafi • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
  • 8. Penjelasan Pasal 21 ayat (1) • “Yang dimaksud dengan “peran serta masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah agar masyarakat tidak melakukan tindakan main hakim sendiri, tindakan kekerasan, razia (sweeping), atau tindakan melawan hukum lainnya.”
  • 9. Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA • penyeragaman konsep tentang realitas kultural yang sebenarnya relatif, antara lain konsep pornografi, adalah suatu tindakan yang tidak hanya terkesan otokratik dan sentralistik tetapi juga suatu kebijakan yang tidak menghormati the cultural right of the people yang merupakan bagian dari economic social and cultural right, yang dijamin oleh konstitusi nasional bahkan oleh kovenan internasional berikut protokol-protokolnya
  • 10. Achie. S. Luhulima • Perempuan korban pornografi mengalami tindak kekerasan atau diskriminasi berlapis-lapis, yaitu (i) pada waktu ia dipaksa, diancam, atau ditipu daya atau dibohongi; (ii) pada waktu dipaksa melakukan perbuatan yang mengandung pornografi; (iii) pada waktu ia ditangkap dan ditahan yang mungkin dilakukan dengan kekerasan; (iv) pada waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh penegak hukum yang tidak memahami kondisi perempuan korban pornografi;
  • 11. Prof. Sulistyowati Irianto Suwarno • Isu-isu pornografi merupakan permasalahan yang berdimensi gender. Persoalan utama dalam pornografi adalah adanya objektivikasi dan eksploitasi seksualitas perempuan. Karena berbagai sebab perempuan berada dalam situasi yang menyebabkan ketubuhannya terpapar, baik tersiar melalui media maupun yang tersembunyi yang pada prinsipnya bertujuan komersial;
  • 12. Rocky Gerung • Moral orang dewasa adalah otonom, pornografi boleh dikonsumsi karena transaksi di antara dua warga negara yang otonom. Anak bukan subjek moral yang otonom, karena itu dilarang. Pada orang dewasa hak tidak boleh dilarang tetapi boleh diatur;
  • 13. Prof. Thamrin Amal Tomagola • Dalam UU Pornografi ini terdapat cacat bawaan, yaitu (i) cacat empirik, yaitu tidak ada pemetaan masalah yang ada di masyarakat; (ii) cacat konseptual, yaitu tidak membedakan antara yang disebut dengan social entity dan political entity; (iii) cacat keadilan yaitu Indonesia yang terdiri dari 653 masyarakat harus tunduk pada satu Undang-Undang yang berlaku tanpa mempedulikan keragaman kultural; (iv) cacat legal violence, yaitu bersikap tidak adil kepada kaum perempuan;
  • 14. Prof. Dr.Tjipta Lesmana • Bahwa Supreme Court Amerika menggunakan Miller Test sejak kasus Miller vs California tahun 1973 untuk menilai pornografi; • Bahwa morality value, nilai moralitas selalu berkembang menurut ruang dan waktu, tidak bisa exact. Pada definisi Miller dipergunakan kata community, yang artinya nilai pada community Papua berbeda dengan community Jakarta, dengan community Cianjur, sehingga keterangan yang harus didengar adalah keterangan orang yang dianggap ahli mengenai community bersangkutan;
  • 15. Dr. Sumartono • Bahwa terdapat lima bidang yang harus dikecualikan dari pornografi, yaitu seni, sastra, adat, ilmu pengetahuan, dan olahraga; • Bahwa definisi pornografi tidak jelas, karena semua kata menurut filsafat konstruksi tidak pernah stabil maknanya. Sehingga tidak mungkin membuat rumusan pornografi yang jelas maknanya dan bisa disetujui semua orang;
  • 16. Inke Maris • Bahwa secara universal ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk dikategorikan sebagai pornografi, antara lain (i) unsur kesengajaan; (ii) unsur kecabulan; (iii) unsur ekploitasi seksual; (iv) unsur melanggar norma-norma kesusilaan dalam masyarakat (setempat); • Bahwa pornografi anak di negara-negara Eropa dan Amerika dikategorikan sebagai enormous crime atau kejahatan keji yang hukumannya sangat berat. Biasanya pornografi anak terkait erat dengan pelacuran anak dan juga dengan perbudakan anak dan child trafficking;
  • 17. Dr. Ade Armando • Bahwa di Amerika ada pelarangan terhadap hal yang dikategorikan obscene. Hal yang tidak masuk kategori obscene akan dimasukkan dalam, misalnya, adult materials yang distribusinya diatur sangat ketat; • Bahwa Eropa meyakini bahwa hak manusia untuk mengkonsumsi apapun harus dilindungi, maka semua pornografi bisa diperoleh dengan mudah, kecuali pornografi anak; • Bahwa kehadiran Undang-Undang Pornografi lebih menjamin hak asasi manusia daripada semua diserahkan kepada KUHP. Karena KUHP menyamaratakan semua bentuk ketidaksusilaan dengan ancaman yang tidak masuk di akal;
  • 18. Bahwa kelompok yang paling keras menentang pornografi adalah satu kalangan agama, dan itu adalah kalau di Indonesia barangkali kelihatannya adalah orang Islam tetapi kalau Amerika yang paling keras menentang pornografi adalah gereja dan kelompok-kelompok Kristen, karena memang betul agama manapun menentang pornografi. • Kelompok kedua adalah kalangan feminis, barangkali tidak semua feminis tetapi ada banyak feminis yang bahkan menulis dengan kalimat capital letter, pornography is a crime against women. Karena objek pertama dari pornografi adalah perempuan. Perempuan didegradasikan, direndahkan, dihina, dijadikan cuma mainan di pornografi. • Kelompok Ketiga adalah tentu saja kalangan pendidikan dan kalangan orang tua, ini adalah kalangan-kalangan yang care pada apa yang akan diakibatkan oleh pornografi terhadap anak- anak mereka. Di luar itu pada dasarnya sebetulnya ada kalangan yang percaya pada kebebasan berekspresi yang mengatakan, kebebasan berekspresi tidak ada kaitan dengan perendahan perempuan, tidak untuk merusak anak-anak.
  • 19. KRMT Roy Suryo, M.Si. • Bahwa Indonesia menduduki peringkat paling bawah dalam teknologi informasi, tetapi menduduki peringkat dua dalam kejahatan dunia maya yang didukung oleh konten pornografi;
  • 20. Taufik Ismail • Bahwa perilaku permisif, yaitu serba boleh melakukan apapun akhirnya berujung pada korupsi; hak penggunaan kelamin orang lain diambil tanpa rasa risih; perilaku adiktif atau serba kecanduan melingkupi alkohol, nikotin, narkotika, dan pornografi; brutalistik atau serba kekerasan menyebabkan Indonesia tidak lagi ramah dan sopan; transgresif atau serba melanggar peraturan menjadikan perilaku merusak tatanan dan mendobrak tabu; hedonistik atau mau serba enak dan foya-foya menghasilkan pamer kekayaan di tengah lautan kemiskinan; materialistik atau serba benda mengakibatkan segala aspek kehidupan diukur dengan uang semata-mata. Semua hal tersebut adalah Gerakan Syahwat Merdeka;
  • 21. dr. Andre Mayza • Bahwa pornografi dan psikotropika menyebabkan adiksi learning. Adiksi ini terjadi karena adanya kerusakan di bagian otak. Kerusakan di bagian otak itu menyebabkan dikeluarkannya zat yang disebut neuro-transmiter, yang kita sebut sebagai detapospi yang menghasilkan sirkuit baru di otak. Sirkuit baru itu apabila terangsang memerlukan pemuasan- pemuasan tertentu; • Bahwa adiksi tersebut terjadi akibat kerusakan dari sistem kerja otak yang eskalasinya meningkat. Kerusakan itu akan menyebabkan kerusakan moral, kerusakan otak di dalam otak, kemudian gangguan perilaku;
  • 22. Pery Umar Farouk, S.H. • Bahwa pada 2006, top-tenreview.com menyatakan Indonesia menempati peringkat ketujuh sebagai pengakses kata “sex” di internet; • Bahwa Google menyatakan Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai pengakses pornografi dengan kata “sex” di internet. Akses paling banyak di Indonesia dilakukan di daerah konsentrasi mahasiswa dan pelajar, yaitu Yogyakarta, Semarang, Medan, Bandung, dan Jakarta; • Bahwa pada kasus rekaman di ruang ganti pakaian terhadap beberapa artis, yang kemudian dijual dalam bentuk keping VCD seharga 4.000-an, fotografer pelakunya hanya dihukum satu tahun, dipotong tahanan 6 bulan 2 hari, sehingga hanya mendapatkan hukuman 5 bulan 28 hari. Padahal perbuatan tersebut menyengsarakan kehidupan korban seumur hidupnya;
  • 23. Pendapat MK • Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan pornografi adalah, “1. penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; 2. bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata- mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks”;
  • 24. Pendapat MK • Black’s Law Dictionary menyatakan pornografi adalah, “Material (such as writings, photograps, or movie) depicting sexual activity or erotic behavior in a way that is designed to arouse sexual excitement”;
  • 25. Pendapat MK • Webster Illustrated Dictionary menyatakan pornografi adalah, “The expression or suggestion of obscene or unchaste subject in literature or act" [ekspresi atau sugesti atas sebuah subyek yang obscene (tidak senonoh) atau unchaste dalam literatur atau perbuatan]”;
  • 26. Pendapat MK – Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H., menjelaskan pornografi berasal dari dua kata, yaitu porno dan grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani “porne” yang artinya pelacur, sedangkan grafi berasal dari kata “graphein” yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara harfiah pornografi berarti ungkapan tentang pelacur.
  • 27. Pendapat MK • Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata “pronos” yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan “grafi” yang berarti tulisan, dan kini meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya;
  • 28. Pendapat MK • Pada masa modern, istilah pornografi diambil oleh para ilmuwan sosial untuk menggambarkan pekerjaan orang-orang, seperti Nicholas Restif dan William Acton, pada abad ke-18 dan 19 yang menerbitkan risalat-risalat yang mempelajari pelacuran dan mengajukan usul-usul untuk mengaturnya. Istilah tersebut tetap digunakan dalam Oxford English Dictionary hingga 1905;
  • 29. Pendapat MK Dalam peraturan perundang-undangan di lnggris, misalnya, aspek-aspek yang menjadi fokus pendefinisian pornografi cenderung merupakan kombinasi aspek maksud atau fungsi dan aspek karakteristik isi atau materi. Sebagaimana dinyatakan oleh sebuah komisi yang dibentuk untuk menanggulangi masalah pornografi, yang dikenal dengan nama Komisi Williams (1977), yang dimaksud pornografi tercermin dalam pernyataan sebagai berikut: • "A pornographic representation is one that combines two features: it has a certain function or intention, to arouse its audience sexually, and also a certain content, explicit representations of sexual material (organs postures activity, etc). A work has to how both this functional and this content to be a piece of pornography“;
  • 30. Pendapat MK • Di Kanada, fokus pendefinisian pornografi dalam peraturan perundang-undangan agak berbeda dengan di Inggris. Pendefinisian pornografi dititikberatkan pada aspek karakteristik isi atau materi suatu karya. Menurut hukum pidana di negara Kanada, yang dimaksud pornografi adalah “the dominant characteristics of which is the undue exploitation of sex, or obscene and any one or more of the following subjects, namely crime, horror, cruelly and violence";
  • 31. Pendapat MK • Di Amerika Serikat, pendefinisian pornografi menggunakan acuan the First Amandment dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan komunikasi dan sangat menjunjung tinggi freedom of speech dan freedom of expression;
  • 32. Pendapat MK • Bahwa UU Pornografi dibentuk dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang bersumber pada ajaran agama, memberikan ketentuan yang sejelas-jelasnya tentang batasan dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara serta menentukan jenis sanksi bagi yang melanggarnya; dan melindungi setiap warga negara, khususnya perempuan, anak, dan generasi muda dari pengaruh buruk dan korban pornografi.
  • 33. Pendapat MK • Bahwa Mahkamah sependapat dengan keterangan ahli Pemerintah, Prof. Dr. Tjipta Lesmana dan Dr. Sumartono, yang menyatakan bahwa terdapat lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi, yaitu, seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga. Selama gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, dalam rangka seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga maka hal tersebut bukanlah perbuatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang a quo.
  • 34. Pendapat MK • UU Pornografi tidak melarang para pelaku seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga untuk melaksanakan hak konstitusionalnya. Hal yang dilarang serta dibatasi adalah para pelaku yang secara sengaja mempertunjukkan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum bukan dalam kerangka seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga. • Dengan demikian, sepanjang menyangkut seni, sastra, dan budaya dapat dikecualikan dari larangan menurut Undang-Undang ini asalkan tidak bertentangan dengan norma susila sesuai dengan tempat, waktu, dan lingkungan, serta tidak dimaksudkan untuk menimbulkan rangsangan seks (sexual excitement), sesuai dengan karakter seni, sastra, dan budaya itu sendiri;
  • 35. Pendapat MK • Mahkamah tidak sependapat dengan para Pemohon bahwa tari Tumatenden yang diperagakan di depan sidang Mahkamah tanggal 27 Agustus 2009 menjadi terancam dan dikriminalisasi oleh UU Pornografi. Sebaliknya, Mahkamah sependapat dengan Ahli Prof. Dr. Tjipta Lesmana yang menyatakan bahwa tarian tersebut merupakan bagian dari seni budaya yang tidak dapat dianggap sebagai pornografi yang diancam pidana menurut UU Pornografi. Sama dengan tari Tumatenden, maka tari-tarian Jaipong, Tayub, Ronggeng, Pendet, Maengket, dan tari tradisional lainnya tetap dapat diperlihatkan dan dipertontonkan karena alasan seperti huruf c di atas dan sudah dilindungi oleh Penjelasan Pasal 3 UU Pornografi yang menyatakan, "Perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku";
  • 36. Dissenting Opinion Hakim Maria Farida Indrati • penerapan UU Pornografi tersebut akan berlaku secara berbeda-beda dalam masyarakat, permasalahannya adalah, siapa yang dapat memaknai rumusan tersebut dengan tepat? Dapatkah setiap orang mempunyai pemahaman seperti ahli dari Pemerintah Prof. Dr. Tjipta Lesmana dan Dr. Sumartono, yang menyatakan adanya lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi yaitu, seni, sastra, custom (adat istiadat), ilmu pengetahuan, dan olahraga?