Pendapat MK menyimpulkan bahwa pornografi secara harfiah berarti ungkapan tentang pelacur, namun definisi modern mencakup gambar, tulisan, atau barang lain yang menyinggung rasa susila. Dalam hukum, aspek yang menjadi fokus pendefinisian pornografi adalah yang menyinggung norma kesusilaan masyarakat.
1. PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
(MK)
Nomor 10-17-23/PUU-
VII/2009
Pengujian Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi
(UU Pornografi)
Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
2.
3. Pasal 1 angka 1 UU Pornografi
• Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
4. Pasal 4 ayat (1) huruf d
UU Pornografi
• (1) Setiap orang dilarang memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan atau
menyediakan pornografi yang secara eksplisit
memuat:
• … d. ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan;
5. Pasal 10 UU Pornografi
“Setiap orang dilarang
mempertontonkan diri atau orang lain
dalam pertunjukan atau di muka umum
yang menggambarkan ketelanjangan,
eksploitasi seksual, persenggamaan,
atau yang bermuatan pornografi
lainnya.”
6. Pasal 20 UU Pornografi
• “Masyarakat dapat berperan serta
dalam melakukan pencegahan
terhadap pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi.”
7. Pasal 21 UU Pornografi:
• Peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan
dengan cara:
– melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini
– melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan
– melakukan sosialiasi peraturan perundang-
undangan yang mengatur pornografi dan
– melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap
bahaya dan dampak pornorafi
• Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
8. Penjelasan Pasal 21 ayat (1)
• “Yang dimaksud dengan “peran serta
masyarakat dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah agar
masyarakat tidak melakukan tindakan
main hakim sendiri, tindakan
kekerasan, razia (sweeping), atau
tindakan melawan hukum lainnya.”
9. Prof. Soetandyo
Wignjosoebroto, MPA
• penyeragaman konsep tentang realitas kultural yang
sebenarnya relatif, antara lain konsep pornografi,
adalah suatu tindakan yang tidak hanya terkesan
otokratik dan sentralistik tetapi juga suatu kebijakan
yang tidak menghormati the cultural right of the
people yang merupakan bagian dari economic social
and cultural right, yang dijamin oleh konstitusi
nasional bahkan oleh kovenan internasional berikut
protokol-protokolnya
10. Achie. S. Luhulima
• Perempuan korban pornografi mengalami tindak
kekerasan atau diskriminasi berlapis-lapis, yaitu (i)
pada waktu ia dipaksa, diancam, atau ditipu daya
atau dibohongi; (ii) pada waktu dipaksa melakukan
perbuatan yang mengandung pornografi; (iii) pada
waktu ia ditangkap dan ditahan yang mungkin
dilakukan dengan kekerasan; (iv) pada waktu
pemeriksaan yang dilakukan oleh penegak hukum
yang tidak memahami kondisi perempuan korban
pornografi;
11. Prof. Sulistyowati Irianto
Suwarno
• Isu-isu pornografi merupakan permasalahan
yang berdimensi gender. Persoalan utama
dalam pornografi adalah adanya objektivikasi
dan eksploitasi seksualitas perempuan.
Karena berbagai sebab perempuan berada
dalam situasi yang menyebabkan
ketubuhannya terpapar, baik tersiar melalui
media maupun yang tersembunyi yang pada
prinsipnya bertujuan komersial;
12. Rocky Gerung
• Moral orang dewasa adalah otonom,
pornografi boleh dikonsumsi karena
transaksi di antara dua warga negara
yang otonom. Anak bukan subjek moral
yang otonom, karena itu dilarang. Pada
orang dewasa hak tidak boleh dilarang
tetapi boleh diatur;
13. Prof. Thamrin Amal Tomagola
• Dalam UU Pornografi ini terdapat cacat bawaan,
yaitu (i) cacat empirik, yaitu tidak ada pemetaan
masalah yang ada di masyarakat; (ii) cacat
konseptual, yaitu tidak membedakan antara yang
disebut dengan social entity dan political entity; (iii)
cacat keadilan yaitu Indonesia yang terdiri dari 653
masyarakat harus tunduk pada satu Undang-Undang
yang berlaku tanpa mempedulikan keragaman
kultural; (iv) cacat legal violence, yaitu bersikap tidak
adil kepada kaum perempuan;
14. Prof. Dr.Tjipta Lesmana
• Bahwa Supreme Court Amerika menggunakan Miller
Test sejak kasus Miller vs California tahun 1973
untuk menilai pornografi;
• Bahwa morality value, nilai moralitas selalu
berkembang menurut ruang dan waktu, tidak bisa
exact. Pada definisi Miller dipergunakan kata
community, yang artinya nilai pada community Papua
berbeda dengan community Jakarta, dengan
community Cianjur, sehingga keterangan yang harus
didengar adalah keterangan orang yang dianggap
ahli mengenai community bersangkutan;
15. Dr. Sumartono
• Bahwa terdapat lima bidang yang harus
dikecualikan dari pornografi, yaitu seni,
sastra, adat, ilmu pengetahuan, dan
olahraga;
• Bahwa definisi pornografi tidak jelas, karena
semua kata menurut filsafat konstruksi tidak
pernah stabil maknanya. Sehingga tidak
mungkin membuat rumusan pornografi yang
jelas maknanya dan bisa disetujui semua
orang;
16. Inke Maris
• Bahwa secara universal ada beberapa unsur yang
harus dipenuhi untuk dikategorikan sebagai
pornografi, antara lain (i) unsur kesengajaan; (ii)
unsur kecabulan; (iii) unsur ekploitasi seksual; (iv)
unsur melanggar norma-norma kesusilaan dalam
masyarakat (setempat);
• Bahwa pornografi anak di negara-negara Eropa dan
Amerika dikategorikan sebagai enormous crime atau
kejahatan keji yang hukumannya sangat berat.
Biasanya pornografi anak terkait erat dengan
pelacuran anak dan juga dengan perbudakan anak
dan child trafficking;
17. Dr. Ade Armando
• Bahwa di Amerika ada pelarangan terhadap hal yang
dikategorikan obscene. Hal yang tidak masuk kategori obscene
akan dimasukkan dalam, misalnya, adult materials yang
distribusinya diatur sangat ketat;
• Bahwa Eropa meyakini bahwa hak manusia untuk
mengkonsumsi apapun harus dilindungi, maka semua
pornografi bisa diperoleh dengan mudah, kecuali pornografi
anak;
• Bahwa kehadiran Undang-Undang Pornografi lebih menjamin
hak asasi manusia daripada semua diserahkan kepada KUHP.
Karena KUHP menyamaratakan semua bentuk ketidaksusilaan
dengan ancaman yang tidak masuk di akal;
18. • Bahwa kelompok yang paling keras menentang pornografi
adalah satu kalangan agama, dan itu adalah kalau di Indonesia
barangkali kelihatannya adalah orang Islam tetapi kalau
Amerika yang paling keras menentang pornografi adalah gereja
dan kelompok-kelompok Kristen, karena memang betul agama
manapun menentang pornografi.
• Kelompok kedua adalah kalangan feminis, barangkali tidak
semua feminis tetapi ada banyak feminis yang bahkan menulis
dengan kalimat capital letter, pornography is a crime against
women. Karena objek pertama dari pornografi adalah
perempuan. Perempuan didegradasikan, direndahkan, dihina,
dijadikan cuma mainan di pornografi.
• Kelompok Ketiga adalah tentu saja kalangan pendidikan dan
kalangan orang tua, ini adalah kalangan-kalangan yang care
pada apa yang akan diakibatkan oleh pornografi terhadap anak-
anak mereka. Di luar itu pada dasarnya sebetulnya ada
kalangan yang percaya pada kebebasan berekspresi yang
mengatakan, kebebasan berekspresi tidak ada kaitan dengan
perendahan perempuan, tidak untuk merusak anak-anak.
19. KRMT Roy Suryo, M.Si.
• Bahwa Indonesia menduduki peringkat
paling bawah dalam teknologi
informasi, tetapi menduduki peringkat
dua dalam kejahatan dunia maya yang
didukung oleh konten pornografi;
20. Taufik Ismail
• Bahwa perilaku permisif, yaitu serba boleh melakukan apapun
akhirnya berujung pada korupsi; hak penggunaan kelamin
orang lain diambil tanpa rasa risih; perilaku adiktif atau serba
kecanduan melingkupi alkohol, nikotin, narkotika, dan
pornografi; brutalistik atau serba kekerasan menyebabkan
Indonesia tidak lagi ramah dan sopan; transgresif atau serba
melanggar peraturan menjadikan perilaku merusak tatanan dan
mendobrak tabu; hedonistik atau mau serba enak dan foya-foya
menghasilkan pamer kekayaan di tengah lautan kemiskinan;
materialistik atau serba benda mengakibatkan segala aspek
kehidupan diukur dengan uang semata-mata. Semua hal
tersebut adalah Gerakan Syahwat Merdeka;
21. dr. Andre Mayza
• Bahwa pornografi dan psikotropika menyebabkan adiksi
learning. Adiksi ini terjadi karena adanya kerusakan di bagian
otak. Kerusakan di bagian otak itu menyebabkan
dikeluarkannya zat yang disebut neuro-transmiter, yang kita
sebut sebagai detapospi yang menghasilkan sirkuit baru di otak.
Sirkuit baru itu apabila terangsang memerlukan pemuasan-
pemuasan tertentu;
• Bahwa adiksi tersebut terjadi akibat kerusakan dari sistem kerja
otak yang eskalasinya meningkat. Kerusakan itu akan
menyebabkan kerusakan moral, kerusakan otak di dalam otak,
kemudian gangguan perilaku;
22. Pery Umar Farouk, S.H.
• Bahwa pada 2006, top-tenreview.com menyatakan Indonesia
menempati peringkat ketujuh sebagai pengakses kata “sex” di
internet;
• Bahwa Google menyatakan Indonesia menduduki peringkat
keempat sebagai pengakses pornografi dengan kata “sex” di
internet. Akses paling banyak di Indonesia dilakukan di daerah
konsentrasi mahasiswa dan pelajar, yaitu Yogyakarta,
Semarang, Medan, Bandung, dan Jakarta;
• Bahwa pada kasus rekaman di ruang ganti pakaian terhadap
beberapa artis, yang kemudian dijual dalam bentuk keping VCD
seharga 4.000-an, fotografer pelakunya hanya dihukum satu
tahun, dipotong tahanan 6 bulan 2 hari, sehingga hanya
mendapatkan hukuman 5 bulan 28 hari. Padahal perbuatan
tersebut menyengsarakan kehidupan korban seumur hidupnya;
23. Pendapat MK
• Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan
pornografi adalah, “1. penggambaran tingkah
laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan
untuk membangkitkan nafsu berahi; 2. bahan
bacaan yang dengan sengaja dan semata-
mata dirancang untuk membangkitkan nafsu
berahi dalam seks”;
24. Pendapat MK
• Black’s Law Dictionary menyatakan
pornografi adalah, “Material (such as writings,
photograps, or movie) depicting sexual
activity or erotic behavior in a way that is
designed to arouse sexual excitement”;
25. Pendapat MK
• Webster Illustrated Dictionary menyatakan
pornografi adalah, “The expression or
suggestion of obscene or unchaste subject in
literature or act" [ekspresi atau sugesti atas
sebuah subyek yang obscene (tidak
senonoh) atau unchaste dalam literatur atau
perbuatan]”;
26. Pendapat MK
– Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H., menjelaskan
pornografi berasal dari dua kata, yaitu porno dan
grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani “porne”
yang artinya pelacur, sedangkan grafi berasal dari
kata “graphein” yang artinya ungkapan atau
ekspresi. Secara harfiah pornografi berarti
ungkapan tentang pelacur.
27. Pendapat MK
• Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa
pornografi berasal dari kata “pronos” yang
berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan
“grafi” yang berarti tulisan, dan kini meliputi
juga gambar atau barang pada umumnya
yang berisi atau menggambarkan sesuatu
yang menyinggung rasa susila dari orang
yang membaca atau melihatnya;
28. Pendapat MK
• Pada masa modern, istilah pornografi diambil
oleh para ilmuwan sosial untuk
menggambarkan pekerjaan orang-orang,
seperti Nicholas Restif dan William Acton,
pada abad ke-18 dan 19 yang menerbitkan
risalat-risalat yang mempelajari pelacuran
dan mengajukan usul-usul untuk
mengaturnya. Istilah tersebut tetap digunakan
dalam Oxford English Dictionary hingga 1905;
29. Pendapat MK
Dalam peraturan perundang-undangan di lnggris,
misalnya, aspek-aspek yang menjadi fokus
pendefinisian pornografi cenderung merupakan
kombinasi aspek maksud atau fungsi dan aspek
karakteristik isi atau materi. Sebagaimana dinyatakan
oleh sebuah komisi yang dibentuk untuk
menanggulangi masalah pornografi, yang dikenal
dengan nama Komisi Williams (1977), yang dimaksud
pornografi tercermin dalam pernyataan sebagai
berikut:
• "A pornographic representation is one that combines two
features: it has a certain function or intention, to arouse its
audience sexually, and also a certain content, explicit
representations of sexual material (organs postures
activity, etc). A work has to how both this functional and
this content to be a piece of pornography“;
30. Pendapat MK
• Di Kanada, fokus pendefinisian pornografi dalam
peraturan perundang-undangan agak berbeda
dengan di Inggris. Pendefinisian pornografi
dititikberatkan pada aspek karakteristik isi atau materi
suatu karya. Menurut hukum pidana di negara
Kanada, yang dimaksud pornografi adalah “the
dominant characteristics of which is the undue
exploitation of sex, or obscene and any one or more
of the following subjects, namely crime, horror,
cruelly and violence";
31. Pendapat MK
• Di Amerika Serikat, pendefinisian pornografi
menggunakan acuan the First Amandment
dalam masalah-masalah yang berkaitan
dengan komunikasi dan sangat menjunjung
tinggi freedom of speech dan freedom of
expression;
32. Pendapat MK
• Bahwa UU Pornografi dibentuk dalam rangka
menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang
bersumber pada ajaran agama, memberikan
ketentuan yang sejelas-jelasnya tentang
batasan dan larangan yang harus dipatuhi
oleh setiap warga negara serta menentukan
jenis sanksi bagi yang melanggarnya; dan
melindungi setiap warga negara, khususnya
perempuan, anak, dan generasi muda dari
pengaruh buruk dan korban pornografi.
33. Pendapat MK
• Bahwa Mahkamah sependapat dengan keterangan ahli
Pemerintah, Prof. Dr. Tjipta Lesmana dan Dr. Sumartono, yang
menyatakan bahwa terdapat lima bidang yang tidak dapat
dikategorikan sebagai pornografi, yaitu, seni, sastra, adat
istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga. Selama
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, dalam rangka
seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah
raga maka hal tersebut bukanlah perbuatan pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang a quo.
34. Pendapat MK
• UU Pornografi tidak melarang para pelaku seni, sastra, adat istiadat
(custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga untuk melaksanakan hak
konstitusionalnya. Hal yang dilarang serta dibatasi adalah para pelaku
yang secara sengaja mempertunjukkan gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum bukan dalam
kerangka seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan
olah raga.
• Dengan demikian, sepanjang menyangkut seni, sastra, dan budaya
dapat dikecualikan dari larangan menurut Undang-Undang ini asalkan
tidak bertentangan dengan norma susila sesuai dengan tempat, waktu,
dan lingkungan, serta tidak dimaksudkan untuk menimbulkan
rangsangan seks (sexual excitement), sesuai dengan karakter seni,
sastra, dan budaya itu sendiri;
35. Pendapat MK
• Mahkamah tidak sependapat dengan para Pemohon bahwa tari
Tumatenden yang diperagakan di depan sidang Mahkamah
tanggal 27 Agustus 2009 menjadi terancam dan dikriminalisasi
oleh UU Pornografi. Sebaliknya, Mahkamah sependapat
dengan Ahli Prof. Dr. Tjipta Lesmana yang menyatakan bahwa
tarian tersebut merupakan bagian dari seni budaya yang tidak
dapat dianggap sebagai pornografi yang diancam pidana
menurut UU Pornografi. Sama dengan tari Tumatenden, maka
tari-tarian Jaipong, Tayub, Ronggeng, Pendet, Maengket, dan
tari tradisional lainnya tetap dapat diperlihatkan dan
dipertontonkan karena alasan seperti huruf c di atas dan sudah
dilindungi oleh Penjelasan Pasal 3 UU Pornografi yang
menyatakan, "Perlindungan terhadap seni dan budaya yang
termasuk cagar budaya diatur berdasarkan undang-undang
yang berlaku";
36. Dissenting Opinion
Hakim Maria Farida Indrati
• penerapan UU Pornografi tersebut akan berlaku
secara berbeda-beda dalam masyarakat,
permasalahannya adalah, siapa yang dapat
memaknai rumusan tersebut dengan tepat?
Dapatkah setiap orang mempunyai pemahaman
seperti ahli dari Pemerintah Prof. Dr. Tjipta Lesmana
dan Dr. Sumartono, yang menyatakan adanya lima
bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai
pornografi yaitu, seni, sastra, custom (adat istiadat),
ilmu pengetahuan, dan olahraga?