2. UU 6/74
tidak memadai lagi dan perlu diperbarui
agar sesuai dengan perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 H ayat (3),
Pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
3. Pasal 27 ayat (2) menyatakan : “ Tiap-tiap warga Negara
Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan “.
Pasal 28 huruf H ayat (3) menyatakan : “ Setiap orang
berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat “.
Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “ Fakir miskin dan anak-
anak yang terlantar dipelihara oleh negara “.
Pasal 34 ayat (2) menyatakan : “ Negara
mengembangkan sistem jaminan Sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
UUD 45
4. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2
“setiap orang berhak mendapat kemudahan dan
perlakukan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”.
UU 39/ 1999 HAM : Pasal 5 ayat (3)
“setiap orang yang termasuk kelompok
masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenan
dengan kekhususannya”.
UUD 45
5. Ada kecenderungan undang-undang yang ada
tidak lagi mengindahkan lagi UU No 6/ 1974,
sebagai akibat lemahnya undang-undang
tersebut
– UU No 4/1997 tentang Penyandang Cacat,
– UU No 13/97 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,
– UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak,
– UU No 5/1997 tentang Psikotropika,
– UU No 22/97 tentang Narkotika,
– UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
– UU No 39/1999 tentang HAM,
– UU No 1/2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor
182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk
Anak
– UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak
Integrasi substansi dalam SKSN
6. Komitmen global dan regional dalam
pembangunan kesejahteraan sosial harus
diupayakan pencapaiannya
– konvensi HAM,
– hak anak,
– hak wanita,
– hak penyadang cacat/ orang yang memiliki
kemampuan yang berbeda,
– pelayanan sosial bagi korban NAPZA,
– berbagai protokol tambahan yang terkait
– Berbagai konferensi international
Pelayanan Kesejahteraan Sosial
– hak asasi manusia yang berlaku universal
– perlindungan sosial pemenuhan hak dasar.
7. KOMITMEN GLOBAL
Komitmen Global > 1990
The World Summit for Children (1990)
The Conference on Environment and
Development-the Earth Summit (Rio,
1992)
The Conference on Human Rights
(Vienna, 1994)
The International Conference on
Population and Development (Cairo,
1994)
The World Summit for Social
Development (Copenhagen, 1995)
The Fourth World Conference on Women
(Beijing, 1995)
The Global Conference on Human
Settlements (Istanbul, 1996)
The World Summit for Sustainable Dev
(2002)
- Pemberantasan kemiskinan
- Peningkatan kualitas
pelayanan Kesehatan
- Perbaikan sistem pendidikan
- Penurunan disparitas gender
- Penegakan HAM, termasuk
anak dan perempuan
- Pelestarian lingkungan
- Perlindungan Sosial
KOMITMEN NASIONAL
Inti komitmen global
8. Alasan filosofi, yuridis,
konseptual, sosiologis
(F) Keadilan sosial & memajukan kesejahteraan
umum - kepastian hukum tentang sistem nasional
dalam memajukan kesejahteraan rakyat
(Y) Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 34
ayat (1) mengamanatkan Fakir Miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara, Pasal 34 ayat (2) Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
9. perlindungan sosial - kewajiban negara
dalam menjamin terpenuhinya hak dasar
warganya yang tidak mampu, miskin atau
marginal,
komitmen dunia tentang pembangunan
sosial/kesejahteraan sosial
(K) pola terpadu antara sistem welfare state
dan welfare society atau menjadi Welfare
Plularisme
10. (S) Ketidakkepastian hukum dalam pemenuhan
hak dasar PMKS
– menimbulkan kemiskinan struktural, ketelantaran,
perilaku anti sosial, kondisi disharmoni, kerawanan
sosial dan tindak kejahatan yang akan menjadi pemicu
terjadinya disintegrasi sosial.
– terganggunya rasa keadilan (sense of equity),
munculnya kecemburuan sosial, ketidakberdayaan,
sikap fatalistik dan agresivitas, serta perilaku
menyimpang lainnya
11. Pembangunan Kesejahteraan Sosial harus
didukung oleh peraturan perundang-
undangan yang berfungsi sebagai :
landasan/dasar hukum bagi pelaksanaan
pembangunan kesejahteraan sosial;
pemberi arah kepada pemerintah dalam
menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan tugas pembangunan di bidang
pelayanan kesejahteraan sosial;
alat kontrol/kendali pelaksanaan pelayanan
kesejahteraan sosial
12. Pembaruan sistem kesejahteraan
sosial nasional
menjamin terpenuhinya hak-hak
dasar warga negara,
untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan sosial
pada tingkat lokal, nasional, dan
global,
terencana, terarah dan
berkesinambungan
13. Sistem Kesejahteraan Sosial
Nasional
menjamin terselenggaranya pelayanan
dan pengembangan kesejahteraan sosial
yang berkualitas :
– meningkatkan harkat, martabat dan kualitas
hidup manusia,
– mengembangkan prakarsa dan peran aktif
masyarakat dalam mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial,
– mengembangkan sistem perlindungan dan
jaminan kesejahteraan sosial,
– memperkuat ketahanan sosial bagi setiap
warga negara;
15. Menimbang
bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 salah satunya
mengamanatkan kepada Pemerintah Negara Indonesia
untuk memajukan kesejahteraan umum;
bahwa sistem kesejahteraan sosial nasional harus
mampu menjamin terselenggaranya pelayanan dan
pengembangan kesejahteraan sosial yang berkualitas
sehingga dapat meningkatkan harkat, martabat dan
kualitas hidup manusia, mengembangkan prakarsa dan
peran aktif masyarakat, mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial, mengembangkan sistem
perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial, dan
memperkuat ketahanan sosial bagi setiap warga negara;
16. bahwa untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar
warga negara, dan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan sosial pada tingkat lokal,
nasional, dan global, perlu dilakukan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial nasional secara terencana, terarah,
dan berkesinambungan;
bahwa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial tidak
memadai lagi dan perlu diperbarui;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, b, c, d perlu membentuk
Undang-Undang tentang Sistim Kesejahteraan Sosial
Nasional.
17. Mengingat
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 H ayat (3),
Pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
18. BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
Kesejahteraan Sosial adalah segenap upaya yang terorganisasi
baik dari pemerintah maupun masyarakat agar setiap warga negara
mampu melaksanakan fungsi sosial, mengakses pelayananan sosial
dasar dan meningkatkan kualitas hidup.
Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional adalah keseluruhan
komponen dan mekanisme pelayanan kesejahteraan sosial untuk
warga masyarakat, terutama yang mengalami masalah kemiskinan;
ketelantaran; kecacatan; ketunaan sosial dan penyimpangan
perilaku; keterasingan/keterpencilan; korban bencana alam dan
sosial; korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminatif; dan
masalah sosial lainnya untuk ditangani secara terpadu dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah perorangan,
keluarga dan komunitas yang mengalami disfungsi sosial secara fisik,
ekonomi, sosial atau budaya sehingga tidak dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar sehingga kebutuhan dasarnya tidak
terpenuhi.
19. 14,8 Juta Fakir Miskin
(41%)
36,1 Juta Miskin
8,7 Juta PMKS
lainnya
TAHUN 2004
20. Sumber Kesejahteraan Sosial adalah segala potensi yang didayagunakan
dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial yang meliputi nilai
kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan; nilai kesetiakawanan sosial dan
kearifan lokal; lembaga kesejahteraan sosial; pekerja sosial dan tenaga
kesejahteraan sosial masyarakat; tanggung jawab sosial dunia usaha; dana
sosial; sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial; serta sumber
kesejahteraan sosial lainnya.
Pelayanan Sosial Dasar adalah program Pemerintah yang bertujuan
memberikan pelayanan dan perlindungan pemenuhan kebutuhan dasar bagi
orang miskin dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah segenap program dan kegiatan
yang terorganisasi baik dari pemerintah maupun masyarakat agar penyandang
masalah kesejahteraan sosial dapat melaksanakan kehidupan, memenuhi
kebutuhan dasar, memecahkan masalah dan mewujudkan aspirasinya.
Pekerja Sosial adalah seseorang yang dididik secara profesional dalam disiplin
pekerjaan sosial yang melaksanakan tugas–tugas pekerjaannya berdasarkan
pengetahuan, ketrampilan dan nilai pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-
tugas penanganan masalah sosial.
Masyarakat adalah organisasi non pemerintah baik nasional maupun
internasional, organisasi profesi, organisasi keagamaan, badan amal, akademisi,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha , serta organisasi kemanusiaan
lainnya.
Menteri adalah Menteri yang lingkup tugasnya di bidang kesejahteraan sosial.
21. Perlindungan Sosial
Pelayanan Tradisional/
Informal/Swasta/
Komunitas
Pelayanan Sosial Dasar
Subsidi/
Kompensasi
Jaminan
Sosial
Asuransi Sosial Asistensi Sosial
Modal Sosial
P
E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N
I
N
K
L
U
S
I
Modifikasi skema Perlindungan
Sosial
(Chu, Ke-yong & Sanjeev G.
1998. Social Safety nets: Issues
and Recent Experiences (IMF,
Washingtton)
Responsive
Reliable
Resilient
Kewajiban
negara
Masyarakat
P
E
M
B
A
N
G
U
N
A
N
S
O
S
I
A
L
SUSTAINABLE DEVELOPMENT
SUSTAINABLE DEVELOPMENT
22. Modifikasi skema Perlindungan Sosial
Chu, Ke-yong & Sanjeev G, 1995
Social Safety Nets, Issues and
Recent Experiences
(IMF, Washington)
Perlindungan Sosial
Kewajiban
Negara
Tanggung Jawab
Sosial
Masyarakat
Pelayanan Sosial Dasar
Pemberdayaan Masyarakat
-PNPM (P2KP & PPK)
- CSR (Comdev)
- LSM / Orsos
Subsidi/Kompensasi
- JPS
- SLT RTSM
Jaminan
Sosial
Assistensi Sosial
- PKH ( CCT)
- BOS
- RASKIN
- UCT Lansia & Paca
Modal Sosial
A
K
S
E
S
I
B
I
L
I
T
A
S
P
E
M
B
E
R
D
A
Y
A
A
N
Asuransi Sosial
- Askeskin
- Askesos
Yanrehsos :
- Panti Sosial
- Children Centre
- Trauma Centre
23. BAB II
PRINSIP, FUNGSI DAN TUJUAN
PASAL 2
Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip
kemanusiaan, berbasis hak dasar, keadilan sosial, kesetiakawanan sosial,
keterpaduan, responsif, inklusif, non diskriminasi dan kemanfaatan.
Pasal 3
Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional berfungsi untuk pencegahan, pemulihan,
pengembangan, pemberdayaan dan perlindungan sosial bagi setiap warga negara.
Pasal 4
Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional bertujuan untuk :
• Meningkatkan aksesibilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial dasar,
• Meningkatkan kualitas hidup penyandang masalah kesejahteraan sosial dan
kelompok rentan lainnya,
• Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam pelayanan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan,
• Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial
• Meningkatkan kesadaran dan wawasan kesejahteraan sosial dalam perumusan
kebijakan publik serta meningkatkan kualitas manajemen pelayanan
kesejahteraan sosial.
24. Posisi Strategis Departemen Sosial / Intansi Sosial
Sistem Jaminan Sosial
Perumahan
Pangan
Kesehatan
Pendidikan
Air bersih & sanitasi lingkungan
Lapangan kerja
Kebutuhan dasar lainnya
Disfungsi
sosial
Hambatan
fisik,
pengetahuan,
keterampilan,
mental/ sosial
psikologis,
budaya,
geografis
A
K
S
E
S
I
B
I
L
I
T
A
S
P
E
L
A
Y
A
N
A
N
Anak,
keluarga
miskin,
komunitas
rawan sosial
ekonomi
TUGAS POKOK
DAN FUNGSI
DEPARTEMEN
SOSIAL &
INSTANSI SOSIAL
DI DAERAH
FUNGSI PENCEGAHAN
FUNGSI PENDUKUNG/ KOORDINASI
FUNGSI REMEDIAL/ REHABILITASI
FUNGSI PENGEMBANGAN/ PEMBERDAYAAN
FUNGSI PERLINDUNGAN HAM
K
U
A
L
I
T
A
S
H
I
D
U
P
&
K
E
S
E
J
A
H
T
E
R
A
N
25. BAB III
HAK DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 5
Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial yang
memungkinkan pengembangan potensi dirinya secara utuh untuk mencapai taraf
kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya;
• Setiap warga negara yang tergolong miskin berhak memperoleh bantuan
pengembangan sosial ekonomi sehingga memiliki kemampuan untuk
memperbaiki taraf kesejahteraannya secara mandiri
• Setiap warga negara berhak untuk dilindungi dari tindak kekerasan, fisik, men
seksual, eksploitasi ekonomi dan seksual, diskriminasi, dan perlakuan buruk
lainnya yang dapat merendahkan derajat martabat kemanusiaannya;
• Setiap Warga negara yang menjadi korban bencana alam, sosial, penelantaran
serta berada dalam situasi buruk lainnya berhak memperoleh bantuan dan
jaminan kesejahteraan sosial;
• Setiap Warga negara yang memiliki hambatan fisik, mental, sosial dan ekonom
berhak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial;
• Setiap warga negara yang mengalami ketunaan-sosial dan penyimpangan
perilaku berhak memperoleh pelayanan kesejahteraan yang sesuai dengan
martabat kemanusiaan;
• Setiap Warga negara yang berada di daerah terpencil dan terisolir berhak
memperoleh pelayanan kesejahteraan sosial khusus.
• Setiap Warga negara asing yang mempunyai masalah kemanusiaan yang bera
dalam wilayah Republik Indonesia, berhak mendapatkan pelayanan sosial
khusus dari pemerintah.
26. Pasal 6
Setiap warga negara bertanggung jawab untuk menciptakan dan
memelihara situasi yang kondusif, mendukung pelaksanaan
pelayanan kesejahteraan sosial, dan berpartisipasi dalam
pelayanan kesejahteraan sosial.
Pasal 7
Keluarga bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan dan peningkatan kesejahteraan anggota
keluarganya.
Pasal 8
Masyarakat bertanggung jawab terhadap peningkatan
kesejahteraan, kepedulian dan ketahanan sosial anggota
masyarakat.
27. BAB IV
KEWAJIBAN PEMERINTAH
Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan sistem kesejahteraan sosial nasional, Pemerintah
mempunyai kewajiban:
• Merumuskan kebijakan dan legislasi bidang kesejahteraan sosial;
• Memberikan perlindungan, rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan kesejahteraan
sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial;
• Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan
tanggung jawab sosialnya;
• Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber pelayanan kesejahteraan
sosial;
• Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial;
• Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas
pembangunan;
• Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;
• Memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesejahteraan sosial;
• Mengembangan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku di tingkat nasional
dan internasional dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial.
(2) Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah mendirikan instansi yang menangani
masalah kesejahteraan sosial yang berdiri sendiri dan dilengkapi dengan unit
pelaksana teknis pelayanan kesejahteraan sosial;
28. Pasal 10
Pengelolaan Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
merupakan tanggung jawab Menteri;
Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi
atas penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan
sosial lintas daerah Kabupaten/ Kota;
Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pelayanan
kesejahteraan sosial yang sesuai dengan
karakteristik permasalahan sosial lokal;
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
melakukan koordinasi dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian pelayanan
kesejahteraan sosial;
29. BAB V
SASARAN DAN POTENSI PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 11
Sasaran pelayanan kesejahteraan sosial meliputi :
Kemiskinan;
Ketelantaran;
Kecacatan fisik dan mental;
Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
Keterasingan/keterpencilan;
Korban bencana alam dan sosial;
Korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi;
Masalah sosial lainnya yang dianggap perlu untuk ditangani.
Pasal 12
Dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada Pasal
11 dilakukan dengan mendayagunakan sumber pelayanan kesejahteraan sosial:
Nilai kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan;
Nilai kesetiakawanan sosial dan kearifan lokal;
Organisasi sosial//lembaga swadaya masyarakat;
Tenaga kesejahteraan sosial masyarakat;
Tanggung jawab sosial dunia usaha / korporasi;
Dana sosial;
Sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial;
Potensi kesejahteraan sosial lainnya.
30. BAB VI
PELAYANAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 13
(1) Jenis pelayanan kesejahteraan sosial meliputi :
Penanggulangan kemiskinan;
Penanganan ketelantaran;
Penanganan kecacatan;
Penanganan ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
Penanganan keterasingan/keterpencilan;
Penanganan korban bencana alam dan sosial;
Penanganan korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminatif;
Pengembangan kesejahteraan sosial
Pelayanan kesejahteraan sosial lainnya yang dianggap perlu untuk dilaksanakan.
(2) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial Pemerintah
mengupayakan:
Pencegahan terjadinya permasalahan kesejahteraan sosial melalui penyuluhan dan
bimbingan sosial.
Peningkatan akses sumberdaya ekonomi, pelayanan sosial dasar, dan jaminan
kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial;
Pemberian bantuan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dasar, mengembangkan usaha dan mendapat
kemudahan dalam memperoleh kesempatan berusaha.
Pelayanan rehabilitasi sosial untuk memulihkan kemampuan realisasi diri, fungsi
fisik, relasi sosial, keterampilan sosial ekonomi dan peran-peran sosialnya
berdasarkan potensi diri dan sumber-sumber kesejahteraan sosial;
31. Pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial berdasarkan potensi budaya,
adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal dan keterampilan yang dimiliki.
Perlindungan sosial terhadap pemenuhan hak-hak dasar penyandang masalah
kesejahteraan sosial, termasuk anak-anak dan perempuan untuk mendapatkan akses
pelayanan sosial dasar dan jaminan kesejahteraan sosial untuk peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan sosialnya;
Peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat, terutama warga masyarakat
mampu dan dunia usaha dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesejahteraan
sosial.
Pengembangan kesejahteraan sosial meliputi Investasi pada pengembangan sumber
daya manusia, Investasi pada usaha mikro, kecil dan menengah, mendorong
pengembangan modal sosial, memfasilitasi pengembangan asset, menghilangkan
hambatan bagi partisipasi ekonomi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan
mengembangkan program-program sosial yang mendorong partisipasi ekonomi
Mengkoordinasikan berbagai pelayanan sosial dasar bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial agar mencapai sasaran secara efektif dan efisien
Peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial dalam mendayagunakan potensi dan sumber pelayanan
kesejahteraan sosial.
(3) Setiap jenis pelayanan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan :
a. Menggunakan metode pekerjaan sosial dan metode lainnya yang relevan;
b. Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna;
c. Dilaksanakan oleh pekerja sosial bersama profesi lain;
d. Dalam bentuk panti dan non panti sosial ;
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), (2) dan (3)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perundang-undangan.
32. BAB VII
SUMBER DAYA KESEJAHTERAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Sumber Daya Manusia
Pasal 14
Sumber daya manusia di bidang pelayanan kesejahteraan sosial terdiri dari :
pegawai pemerintah;
tenaga kesejahteraan sosial.
tenaga pekerja sosial dan profesi lainnya;
Pasal 15
Sumber Daya Manusia di bidang pelayanan kesejahteraan sosial harus memiliki :
a. Pengetahuan, nilai dan keterampilan pekerjaan sosial dan profesi lainnya yang diperoleh
dari pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan;
b. Kompetensi dalam melaksanakan proses pelayanan kesejahteraan sosial, pengkajian
kebijakan sosial, pengembangan model pelayanan, perencanaan dan evaluasi program
pelayanan kesejahteraan sosial, serta kegiatan penunjang lainnya.
Pasal 16
Pengembangan Sumber Daya Manusia meliputi :
Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan
sosial yang diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan pelayanan
kesejahteraan sosial.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi lembaga kesejahteraan sosial dan
Sumber Daya Manusia kesejahteraan sosial yang diperlukan untuk menjamin mutu
pelayanan kesejahteraan sosial.
Pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia kesejahteraan sosial dilakukan melalui
pendidikan, pelatihan dan pembinaan.
33. Bagian Kedua
Promosi dan Penghargaan
Pasal 17
(1) Promosi dan penghargaan bagi Sumber Daya Manusia kesejahteraan
sosial:
a. Promosi dan penghargaan bagi Sumber Daya Manusia kesejahteraan sosial
dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan
prestasi kerja di bidang pelayanan kesejahteraan sosial.
b. Pekerja sosial berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial
serta penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Tenaga kesejahteraan sosial masyarakat yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang diberikan insentif dan penghargaan dari pemerintah dan/ atau
masyarakat.
(2) Pemerintah dan masyarakat dapat memberikan penghargaan kepada
para pelaku pelayanan kesejahteraan sosial yang telah berjasa dan
berprestasi dalam menangani masalah kesejahteraan sosial.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi dan penghargaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan perundang-undangan.
34. Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 18
Setiap lembaga pelayanan kesejahteraan sosial wajib menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi standar pelayanan kesejahteraan sosial.
Ketentuan mengenai standar pelayanan kesejahteraan sosial pada semua lembaga pelayanan
kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pendanaan
Pasal 19
Pendanaan pelayanan kesejahteraan sosial menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat;
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pelayanan kesejahteraan
sosial paling sedikit 2,5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
Pendanaan pelayanan kesejahteraan sosial bersumber dari partisipasi dunia usaha, keuntungan lelang,
penyelenggaraan undian, pengumpulan uang atau barang dan sumbangan sosial masyarakat;
Untuk kepentingan pelayanan kesejahteraan sosial, Menteri dapat mengusahakan pengumpulan dana
kesejahteraan sosial yang berasal dari masyarakat dan dana kesejahteraan sosial lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (PP 42/81)
Pengelolaan dana pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Ketentuan mengenai sumber pendanaan pelayanan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan perundang-
undangan.
35. BAB VIII
ORGANISASI PROFESI
Pasal 20
Organisasi profesi terdiri dari Ikatan Pekerja Sosial, Ikatan Lembaga
Pendidikan Pekerjaan Sosial, Ikatan Lembaga Pelayanan
Kesejahteraan Sosial dan organisasi profesi lainnya;
Organisasi profesi berkewajiban menetapkan kode etik yang
disepakati anggota;
Ketentuan mengenai organisasi profesi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
36. BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 21
Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk
berperan dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial.
Peran masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi
kemasyarakatan, serta pelaku kesejahteraan sosial lainnya dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan kesejahteraan
sosial.
(Perlu penjelasan: Pelaku kesejahteraan sosial lainnya).
Tanggung jawab sosial dunia usaha dilaksanakan dan dikembangkan
secara sinergis dan terpadu dengan program pelayanan kesejahteraan
sosial yang dikelola pemerintah
Insentif pajak akan diberikan bagi dunia usaha yang melakukan program
pengembangan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat
37. BAB X
PENGAWASAN DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 22
Pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap aktivitas
pelaku pelayanan kesejahteraan sosial
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
prinsip tranparansi dan akuntabilitas publik.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 23
Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pelayanan
kesejahteraan sosial secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pelayanan kesejahteraan sosial;
Evaluasi dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan penerima pelayanan
serta organisasi profesi;
Pasal 24
Ketentuan mengenai pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 22 dan Pasal 22 23 diatur lebih lanjut dalam Peraturan
perundang-undangan.
38. BAB XI
AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Akreditasi
Pasal 25
Akreditasi dilakukan untuk menentukan tingkat kelayakan pelayanan kesejahteraan
sosial;
Sasaran akreditasi adalah pelaku pelayanan kesejahteraan sosial;
Dalam melaksanakan akreditasi dibentuk Badan Akreditasi Pelayanan Kesejahteraan
Sosial yang independen;
Akreditasi dilakukan atas dasar standar pelayanan kesejahteraan sosial;
Bagian Kedua
Sertifikasi
Pasal 26
Sertifikasi dilakukan untuk memastikan kualifikasi dan kompentensi yang sesuai di
bidang pelayanan kesejahteraan sosial;
Sertifikat berbentuk ijasah dan sertifikat kompetensi.
Ijasah diberikan kepada pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat
yang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan dan pelatihan, yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi.
Sertifikat kompetensi diberikan kepada pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat oleh pemerintah atas rekomendasi organisasi profesi sebagai pengakuan
terhadap kompetensi melakukan pelayanan kesejahteraan sosial.
Pasal 27
Ketentuan mengenai akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
39. BAB XII
PENDAFTARAN DAN PERIJINAN LEMBAGA
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 28
Setiap lembaga kesejahteraan sosial yang telah
memperoleh status badan hukum harus mendaftarkan
kepada kementerian sosial atau instansi sosial;
Dalam pelayanan kesejahteraan sosial tertentu, lembaga
kesejahteraan sosial wajib memperoleh ijin sesuai
dengan perundang-undangan.
Untuk meningkatkan keterpaduan pelayanan
kesejahteraan sosial, lembaga-lembaga kesejahteraan
sosial asing harus memperoleh ijin dan melaporkan
kegiatannya kepada kementrian atau instansi sosial.
40. BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 29
Untuk menyidik pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
pelayanan kesejahteraan sosial dapat ditugaskan penyidik pegawai
negeri sipil.
Pasal 30
Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 29 mempunyai tugas:
– melakukan pemeriksaan atas adanya indikasi pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan
sosial;
– meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan
hukum;
– melakukan pemeriksaan dan/ atau penyitaan atas surat dan atau
dokumen yang diperlukan;
– meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan penyidikan;
– menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti;
– melaporkan hasil penyidikan kepada kepolisian.
41. BAB XV
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Ketentuan Pidana
Pasal 31
Setiap penyelenggara lembaga kesejahteraan sosial tertentu sebagaimana Pasal
28 ayat (2) yang tidak memperoleh ijin sesuai dengan perundang-undangan,
dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
(CATATAN: Pasal ini masuk dalam sanksi administrasi)
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik, seksual, dan emotional kepada
penerima pelayanan di lingkungan lembaga kesejahteraan sosial dijatuhi
hukuman tambahan 1/3 (sepertiga) dari maksimal hukuman pidana.
Pasal 33
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh
korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus dan/ atau
korporasinya
Pasal 34
Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan
pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga) pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
42. Bagian Kedua
Sanksi Administrasi
Pasal 35
Setiap penyelenggara lembaga kesejahteraan sosial
tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28
ayat (3) yang didirikan tanpa ijin pemerintah atau
Pemerintah Daerah akan mendapat surat
teguran/peringatan.
Pasal 36
Setiap lembaga pelayanan kesejahteraan sosial tidak
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
standar minimal pelayanan kesejahteraan sosial
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (1)
dapat dicabut ijin pendiriannya.
43. BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3039) yang ada pada saat
diundangkannya Undang-Undang ini, masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Semua peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini
harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun
terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
44. BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039)
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.