1. “Islam Itu Agama yang rempong deeh..”
Sahabat qalcom, Semangat Subuh. “Wahh… masih pagi aja udah
ngatur-ngatur buat ibadah, wajib lagi..” Mungkin sahabat pernah
dengar ada orang yang mengatakan itu, atau sedana dengan itu.
dan itu diungkapkan dengan sepenuh hati..perhatikan saja nada
bicara dan ekspresinya.
Jika kita membandingkan, bisa jadi islam itu agama yang paling
banyak aturannya, paling lengkap kitabnya dan paling jelas
kebenarannya. Saya sengaja menyandingkan antara banyak
aturan dengan kekuatan kebenarannya, supaya kita memikirkan
esensinya bukan sulit atau mudahnya, berat atau ringannya.
Namun sifat dasar manusia itu tidak mau diatur, (setidaknya
itulah yang terlihat di sekitar kita).
Pengendara mobil, membuka kaca jendela lalu tiba-tiba
mengeluarkan plastik berwarna hitam dan melemparkannya
begitu saja kejalan.
Mahasiswa yang seenaknya datang terlambat, kemudian
beralasan macet, bu…(wow memang macetnya baru kemarin,
perasaan dari dulu macet deh, apalagi pas orang-orang
berangkat kerja atau sekolah).
Dosen yang melanggar aturannya sendiri, kalau mahasiswa
melanggar harus dihukum..kalau dosen melanggar, “heh..gue ini
dosen, bukan mahasiswa”.
Karyawan yang tiba-tiba lenyap tanpa kabar, padahal
seharusnya dia bekerja, memang hanya beberapa kali dalam
sebulan…eh di awal bulan menagih upah secara sempurna,
seperti pekerja yang lain yang penuh bekerja. Kalau tidak diberi,
melakukan demo
2. Anak yang pulang ke rumah seenaknya padahal sudah
disepakati bahwa harus pulang sebelum maghrib. Mungkin kita
belum pernah merasakan bagaimana khawatirnya orang tua
menunggu buah hatinya pulang, kalau sudah
merasakan…berilah kabar pada orang tua anda.
Orang tua yang semena-mena terhadap anaknya, kalau anak
harus rajin, orang tua boleh malas. Kalau anak harus hapal
quran, orang tua boleh marah tapi ga perlu ikut menghapal
quran. Kalau anak harus shaleh dimasukkan ke pesantren, orang
tua boleh bebas nonton tv dan tidak perlu kepengajian. Kalau
anak harus rajin belajar, orang tua tidak perlu rajin mengajari.
Seolah-olah mengatakan “bapak sama ibu sudah capai bekerja,
jadi kamu harus jadi anak shaleh/shalehah”. Padahal bekerja
bukanlah alasan untuk menjadi malas, dan boleh jadi tidak
menjadi kebaikan ketika terlalu banyak kita mengingat dan
mengumumkan (yang kita rasa) kebaikan kita (padahal itu
belum tentu kebaikan), dan melupakan betapa banyak
kekurangan kita.
Melihat makanan yang terhidang, dan kita begitu
lapar…langsung habisi..lupa mengangkat tangan bersyukur dan
berdoa, lupa diri (makan segalanya, segalanya untuk saya), lupa
aturan (makan tidak seimbang nutrisi juga seratnya). Yang
penting kenyang. Sambil berdiri pun hajar saja….yang penting
heppppiii
Dalam skala yang lebih rumit lagi, orang depresi nyanyi-nyanyi
sambil minum minuman keras. Orang yang lelah butuh hiburan,
malah pergi nge-dugem atau dulalip atau duajepajep (dunia ajep
ajep). Orang sering gelisah, mengkonsumsi narkoba. Orang ingin
menyalurkan kebutuhan seksual yang normal sebagai manusia,
malah berzina. Orang ingin uang banyak, korupsi.
3. Semua aturan itu kita yang buat sendiri (nah ternyata orang
yang merasa ‘tidak punya aturan’ memiliki aturannya sendiri).
Tidak ada yang benar-benar merdeka. Karena selalu ada porsi
kita bisa memilih tapi pasti dibatasi oleh sebuah aturan, minimal
aturan waktu. Apapun yang kita kerjakan pasti menghabiskan
waktu. Itu aturan umumnya.
Pertanyaannya pernahkah kita menanyakan aturan,
- Makanlah makanan bergizi biar sehat
- Rajin pangkal pandai
- Semua pemenang pada awalnya hanyalah seorang
amatir (beginner)
- Korupsi adalah kejahatan di dunia yang sulit meminta
maafnya (diampuninya) kecuali memang harus
dikembalikan semua, harta hasil korupsi itu.
- Tidur adalah kebutuhan setiap manusia
- Rokok itu merusak tubuh
- Narkoba itu nikmat tapi bikin otak jadi bloon dan
merusak badan
- Gerakan rotasi bumi itu teratur
- Kalau jatuh kebawah, ga ke samping
Beberapa mungkin ada bantahannya, beberapa bisa jadi sangat
sulit dibantah. Tapi kesamaannya adalah setiap aturan memiliki
konsekuensi, dan itu harus diterima (atau dipaksa diterima).
“Setiap kali anda mengangkat ujung tongkat, maka akan
mengakibatkan berubahnya kedudukan pangkalnya” –Stephen
Covey.
Sahabat qalcom, aturan yang saya yakini adalah bahwa orang
yang sukses itu sedikit, orang yang mencapai puncak itu sedikit,
orang yang mencapai prestasi (dan dengan cara tidak perlu
4. mengalahkan orang lain) seringkali sedikit. Harapannya saya
termasuk golongan yang sedikit itu. jika anda menganggap ide
ini masuk akal, saya doakan andapun termasuk golongan yang
sedikit itu. aamiin. itulah kenapa nama pertemuan ini qalcom
(qalil community) komunitas yang sedikit.
Sadarilah jika kita sudah memilih menjadi golongan yang
sedikit, maka janganlah kita mengambil kebiasaan atau
pemikiran kebanyakan orang, sebelum kita mengetahui
konsekuensinya dan siap menerima konsekuensi tersebut.
Saya sering merenung seperti ini, Jika kita mahasiswa dan
sangat memiliki keinginan untuk memiliki nilai bagus dengan
cara yang jujur,
Dan kebanyakan orang mengajak saya untuk bermalas-malasan
(bermain game contohnya), dan saya ikut-ikutan, kemudian nilai
saya jelek di kampus. Maka teman-teman yang mengajak hanya
akan mengatakan “salah sendiri kamu mau ikut, kita khan Cuma
ngajak”, atau lebih parah lagi mereka ‘menghibur’ kita :
”sudahlah jangan terlalu serius, kita khan teman, kita main saja”
Atau kalau kebanyakan orang mengajak saya untuk rajin
(mengerjakan tugas kuliah dan lain-lain), dan saya ikut-ikutan,
kemudian nilai saya menjadi bagus. Maka teman-teman yang
mengajak anda pun paling hanya bisa mengatakan “selamat ya”
dan tidak pernah nilai itu pindah ke teman-teman anda
meskipun anda mengatakan “nilai ini untuk kamu fulan”, tetap
saja di ijazah yang muncul nilai anda dan tidak dihibahkan ke
yang lain.
Intinya (aturan lainnya) orang lain tidak pernah merasa
bertanggungjawab terhadap prestasi atau kegagalan kita, kitalah
7. Kalau karena begitu banyaknya aturan islam, kata siapa banyak?
Atau jika memang terasa banyak, kata siapa berat? Atau jika
memang terasa berat, kata siapa tidak memberi manfaat?
Aturan itu bukan masalah banyak dan sedikitnya, tapi
bagaimana bisa membantu kehidupan lebih seimbang. Bahkan
tanpa tali saja, Allah membuat planet-planet itu beredar pada
jalurnya masing-masing.
Idenya adalah apakah aturan tersebut bermanfaat atau malah
merusak.
Ada teman saya yang vegetarian dan dia merasa nyaman dengan
pilihan hidupnya itu. “saya merasa lebih bebas, dengan
vegetarian” kata beliau. Koq bisa? “saya lebih merasa bertenaga
dan tidak cepat lelah, badan saya pun ideal, saya jarang sakit”.
Jadi dia merasa lebih bebas, karena efek dari aturan vegetarian
itu. anda boleh tidak setuju dengan ide vegetarian itu (termasuk
saya pun tidak setuju dengan ide vegetarian murni, meskipun
saya penikmat sayur dan buah), tapi maksud saya adalah bukan
berat atau ringannya aturan itu, tapi apa yang dilihat dari aturan
itu (atau apa hasil aturan itu).
Menghindari kenikmatan memakan daging, buat saya
penyiksaan, tapi bisa jadi adalah penyiksaan buat teman saya itu
jika memakan daging. Dengan ide ini, harapannya adalah aturan
tidak dilihat dari apa saja komponen yang dibatasi atau berapa
banyak komponen yang dibatasi, tapi bagaimana hasilnya
keharmonisan hidup kita setelah melakukannya.
Dengan kata lain : “Apa konsekuensianya”.
Pernahkan kita pertanyakan aturan pemerintah yang banyak,
bahkan lampu saja bisa menghentikan orang (lampu merah itu
khan hanya menyala dan berwarna merah) di jalan raya
8. Pernahkan kita pertanyakan aturan pendidikan yang harus SD,
SMP, SMA, Kuliah…Meskipun ada yang mempertanyakan,
kenapa aturan ini masih tetap ada?
Pernahkan kita mempertanyakan kenapa harus berstrategi
(yang adil tentu saja) untuk menjadikan perusahaan kita
bertahan bagus, atau untuk mendapatkan pekerjaan yang
terbaik.
Bukankah setiap langkah kita ada aturan yang secara rinci
mengikat. Pertanyaannya kenapa kita ikuti? Apakah karena
tidak rempong? Bukan, menurut saya karena kita sadar dan
merasakan KONSEKUENSINYA atau minimal mengikuti orang
banyak yang mengikutinya.
Mari kita renungkan hal ini, betapa sering kita diajari cara untuk
shalat, tapi jarang diajari kenapa kita harus shalat, jarang
dikenalkan kepada zat yang memerintahkan shalat, jarang
diajarkan untuk beriman pada yang ghaib, jarang diingatkan
tentang surga dan neraka, jarang diingatkan tentang akhirat,
jarang diingatkan tentang manfaat shalat.
Memang bisa jadi belum diketahui manfaat dari sebagian
perintah Allah itu, tapi sebenarnya selalu ada manfaat dari
setiap perintah yaitu berhubungan dengan Allah. Tubuh ini
punya aturannya untuk makan dan minum, pikiran punya
aturannya untuk bernalar, jiwa kita punya aturannya untuk
berkomunikasi dengan Allah. Dan Allah sudah memberikan
petunjuk, bagaimana caranya dan apa manfaatnya untuk dunia
akhirat kita.
Sudahkah kita mencari ilmu dan kebenaran?
Sudahkah kita mengenal Allah?
9. Sudahkan kita mendekat kepada Allah?
Karena hakikat hidup di dunia ini, adalah menjadi pelayan Allah
baik dengan beribadah langsung kepadaNya maupun dengan
menjaga harmonisasi alam ini dengan tidak merusak dan
menyebarkan semangat perbaikan. Meski pelayan terkesan
rendah, tapi inilah pekerjaan tertinggi di sisi Allah. dan orang-
orang yang durhaka itu tidak akan mendapatkan hasil kecuali
hasil dari kedurhakaan mereka itu.
Jadi apakah islam itu agama yang rempong?
Silakan saja berfikir seperti itu, tapi jangan-jangan malah orang-
orang yang tidak mau menjalankan islam-lah yang rempong.
Ada sebuah cara untuk merenungkan hakekat hidup yang bisa
jadi mengarahkan hidup kita lebih baik.
“Berfikirlah dalam keadaan cukup lapar”
Itulah mengapa pemimpin-pemimpin besar dunia, tidak pernah
terlalu sering dalam kekenyangan. Karena bisa jadi
kekenyangan perut membuat kelemahan berfikir. Saya tidak
katakan bahwa anda harus sangat lapar, tapi cukup lapar.
Seringlah shaum sebagai jalan agar Allah mengkaruniakan
hidayah pada diri kita.
Wallahu a’lam
29 Dzulkaidah 1433 / Oktober 2012
@HYuniarsa