Teks tersebut membahas bahwa menjadi orang biasa tidak berarti hidup tidak bermakna. Meskipun tidak menjadi orang besar dan terkenal, orang biasa tetap dapat memberikan kontribusi berharga bagi kehidupan orang lain melalui tindakan-tindakan kecil yang mungkin tidak dicatat. Semua manusia diciptakan oleh Tuhan dengan potensi yang berbeda-beda, dan menjadi orang biasa sebenarnya merupakan karunia
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
Being ordinary
1. Being Ordinary
Tuhan menciptakan manusia dengan kadar dan ketentuan yang
berbeda. Tidak ada manusia yang sama persis, meskipun keduanya
dilahirkan kembar. Maka itu, potensi yang dimiliki manusia satu dengan
lainnya pasti berbeda. Ada orang yang dengan potensinya dapat
menjadi orang sukses, orang hebat, orang besar dan julukan indah
lainnya.
Seperti kebanyakan orang, aku pun ingin menjadi seperti mereka, tokoh-tokoh besar
yang kukagumi. Aku selalu meyakini dalam setiap detik kehidupanku bahwa suatu
saat aku akan menjadi besar dan hebat. Setiap orang pasti punya cita-cita, dan
inilah cita-citaku.
Namun, seperti juga yang lain. Ada yang sukses meraih cita-cita dan banyak juga
yang gagal. Persoalannya adalah, bagaimana jika aku tidak menjadi orang besar
namun hanya orang kebanyakan. Apakah hidupku akan hancur? Apakah dengan
menjadi orang biasa hidup menjadi tidak bermakna?
Pertanyaan yang cukup menggelitik bukan? Sementara diluar sana jutaan orang
mendambakan hidup sukses, menjadi terkenal, kaya, punya jabatan tinggi dan
parameter sukses lainnya. Bertolak dari itulah mereka berusaha sekuat tenaga dan
berkorban, tidak sedikit yang menempuh segala cara. Jika tidak tercapai, ada
beberapa orang yang tidak sedikit jumlahnya akhirnya menjadi frustasi dan stress
dibuatnya. But, what’s wrong with being ordinary?
Coba kau pikir!. Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan. Itu
pasti! Pernahkah terlintas dalam pikiranmu, bahwa orang hebat juga punya
kekurangan seperti halnya kita. Persoalannya, kekurangan dan kelemahan mereka
tidak pernah tampak nyata dihadapan kita. Padahal, jika kita teliti, seringkali mereka
tersiksa dengan keadaan mereka yang serba berkecukupan.
Tidak!. Menjadi orang biasa adalah anugrah yang Allah berikan dalam bentuk
kebiasaan dan kesederhanaan. Bukannya tidak bermakna. Itulah yang Allah berikan
sesuai kebijaksanaan dan proporsionalitas masing-masing.
Yang membedakan antara orang besar dengan orang biasa ‘hanya’ masalah dicatat
atau tidak. Orang besar, setiap aktivitasnya diketahui banyak orang. Sementara
orang biasa, tidak. Namun keduanya memiliki nilai keberkahan yang sama
dihadapan Allah Sang Pencipta. Bahkan, sangat mungkin, dengan menjadi orang
biasa kita dapat lebih mudah dalam menjaga keikhlasan dalam setiap amal dan
ibadah kita daripada orang tidak biasa.
Semoga analogi ini bisa membantu. Kita sering menghafalkan nama penemu-
penemu besar dalam sejarah seperti Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, Wright
bersaudara dan masih banyak lagi. Namun, adakah diantara kita yang tahu siapa
penemu sendok, garpu, papan tulis, pulpen, buku, piring, kasur, jam dan barang-
barang ‘remeh’ lainnya. Pernahkah anda merasakan kesusahan yang amat besar
ketika barang-barang ‘remeh’ tadi tidak ada bersama anda?. Bukankah benda-benda
itu sangat berarti dikehidupan kita? Kalau begitu, bukankah penemunya adalah
orang yang berjasa bagi kehidupan kita? Tapi, penemunya hanyalah orang biasa
yang tidak dikenal sebagaimana orang mengenal Einstein. Namun demikian,
2. meskipun ia tidak mendapatkan kejayaan, tapi ia telah mampu menyumbangkan
buah karyanya bagi kelangsungan hidup manusia.
Alangkah indahnya jika kita mampu menjadi orang biasa yang bisa memberi tanda
kehidupan dengan hasil karya kita. Meskipun orang tidak mengenal dan mencatat
kita. Namun, Allah tidak henti melihat dan mencatat setiap amal dan ibadah kita.
Suatu saat ada orang Indonesia datang ke Inggris. Pada saat yang genting dan
diburu waktu dia harus mendapatkan tiket kereta bawah tanah. Namun sayang,
ketika sampai diloket tiketnya sudah habis. Tapi kemudian tanpa diduga si petugas
loket bertanya, “Anda dari Asia?”.
“Betul, saya dari Asia, tepatnya Indonesia”, jawab orang ini.
“Oh, Indonesia, I love that country!. Ini, saya beri anda tiket tambahan karena anda
dari Indonesia”.
Si orang Indonesia bingung bukan kepalang, akhirnya dia bertanya, “Why did yo do
this?” Kenapa anda melakukannya?.
“Karena dulu ketika saya pernah akan tenggelam di laut Kuta, saya ditolong oleh
orang Indonesia sehingga saya bisa selamat sampai sekarang”.
Cuplikan cerita sederhana ini semoga mampu menginspirasi kita. Si penolong itu
adalah orang biasa. Apa yang dilakukannya tidak pernah dicatat oleh koran ataupun
sejenisnya, bahkan si penjaga loket pun juga tidak tahu namanya. Namun, apa yang
telah dilakukannya, telah memberikan jalan dan kemudahan bagi orang lain yang
amat jauh dan tidak dikenalnya. Orang Indonesia yang ada di Inggris ini pun
akhirnya mendapat berkah atas apa yang telah dilakukannya. Bagi saya, dia adalah
pahlawan, tapi dia tetap orang biasa.
Bukannya tidak optimis. Hanya meluruskan wacana yang salah.
Jadi, jika aku tidak bisa menggapai tempat tertinggi sebagai orang besar dan hebat,
maka aku akan berbahagia menjadi orang biasa. (Surabaya, 29 August 2005)