Dokumen tersebut merupakan bagian dari skripsi yang membahas tentang status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka tentang malnutrisi, gambaran umum gagal ginjal kronik, dan faktor-faktor terkait penyakit ginjal dan hemodialisis.
1. 1
Daftar Isi
Daftar Isi................................................................................................................. 1
Bab I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang............................................................................................ 2
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan Penilitian......................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 3
Bab II (TINJAUAN PUSTAKA)........................................................................... 4
Bab III (METODE PENELITIAN)
A. Jenis Penelitian............................................................................................ 9
B. Metode Pengumpulan Data......................................................................... 9
C. Populasi dan Sampel................................................................................... 9
D. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data............................................. 10
Bab IV (PEMBAHASAN)
4.1 PGK........................................................................................................ 11
4.2 Hemodialisa............................................................................................. 11
4.3 Hasil penelitian....................................................................................... 13
Kesimpulan........................................................................................................... 22
Daftar Pustaka...................................................................................................... 23
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) masih merupakan masalah kesehatan dunia
karena prevalensinya yang meningkat, “irreversibel”, dan progesif. Prevalensi
gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data System (USRDDS) pada
tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % didunia. Dalam Kartika (2013), berdasarkan
survei dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menyebutkan bahwa
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang
cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada
sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat ini menjalani
pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk, Jumlah ini akan
meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025 ( Febrian, 2009 ).
Penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) harus menjalani hemodialisis.
Namun, dalam menjalani hemodialisis akan terdapat banyak komplikasi yaitu
salah satunya adalah timbulnya malnutrisi. Prevalensi malnutrisi ini meningkat
secara progresif sejalan dengan hilangnya fungsi residual ginjal. Hemodialisis
yang tidak adekuat akan meningkatkan keluhan mual, muntah, dan gangguan
gastrointestinal, ditambah diet yang tidak tepat yang akan memperburuk asupan
gizinya yang memberi dampak penurunan status gizinya. Pada umumnya,
penderita penyakit ginjal kronik berusia pada dekade ke 3 sampai 7.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami mengambil judul “Pemeriksaan
Status Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah kami uraikan tersebut, maka rumusan
masalahnya adalah:
1. Bagaimana hubungan umur dan lamanya hemodialisis dengan status
gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis?
3. 3
2. Bagaimana cara meningkatkan status gizi pada penderita penyakit
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis?
C. Tujuan Penilitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk melihat hubungan umur dan lamanya hemodialisis dengan
status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis.
2. Untuk mengetahui cara meningkatkan status gizi pada penderita
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti
a. Dapat mengetahui hubungan umur dan lamanya hemodialisis
dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis
b. Dapat mengetahui cara meningkatkan status gizi pada penderita
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
c. Memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan
pemerintah.
2. Bagi masyarakat
a. Masyarakat lebih mengetahui tentang hubungan hemodialisis
dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik.
b. Masyarakat dapat mengetahui cara meningkatkan status gizi pada
.penderita penyakit ginjal kronik.
3. Bagi pemerintah
a. Pemerintah dapat menindaklanjuti penelitian ini untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Pemerintah lebih memperhatikan status gizi penderita penyakit
ginjal kronik.
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Malnutrisi
Malnutrisi menurut World Health Organization (WHO) adalah
ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk menjamin
pertumbuhan yang optimal. Hingga saat ini malnutrisi merupakan salah
satu masalah serius di bidang kesehatan anak, baik di negara maju maupun
di negara berkembang.
Malnutrisi menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Gangguan
pertumbuhan ada dua, yaitu malnutrisi akut dan malnutrisi kronik.
Malnutrisi akut bisa disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi pada
makanan, contohnya kwasiorkhor. Malnutrisi kronik berakibat pada
kekerdilan, contohnya marasmus.
2. Gambaran Umum Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat
hubungan antara kebersihan kreatinin dan kecepatan filtrasi glomerulus
sebagai prosentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan
kadar nitrogen urea darah dengan rusaknya masa nefron secara progresif
oleh penyakit ginjal kronik.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah normal, dan
penderita asimtomik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,
seperti tes pemeketan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes
kecepatan filtrasi glomerulus. Stadium kedua perkembangan tersebut
disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak. Pada tahap ini kadar nitrogen urea darah baru mulai meningkat
di atas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila
penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau
5. 5
dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala
nokturia dan poliuria. Gejala- gejala ini timbul sebagai respon terhadap
stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Nokturia
didefinisikan sebagai gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk
berkemih beberapa kali atau malam hari. Poliuria berarti peningkatan
volume kemih yang terus menerus. Pengeluaran kemih normal sekitar
1500 ml/hari dan berubah-ubah sesuai dengan jumlah cairan yang dimiliki.
Stadium ketiga dan akhir gagal ginjal progresif disebut gagal ginjal
stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila
sekitar 90% dari masa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000
nefron saja yang masih utuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Pada stadium ini penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
3. Perkembangan penyakit ginjal
Adanya jejas ( injury) awal pada ginjal akan menimbulkan
bermacam manifestasi klinik, mulai dari hematuria yang asimtomatik,
sampai kerusakan ginjal yang membutuhkan dialisis. Kebanyakan individu
akan mengalami proses penyembuhan sehingga hanya sedilkit tersisa
sekuele atau sembuh total. Perbedaan proses penyembuhan ini disebabkan
karena adanya variasi respon ginjal terhadap jejas.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap
kerusakan dengan meningkatkan filtrasi dari nefron normal yang tersisa.
Proses ini disebut hiperfiltrasi adaptif, sehingga pada pasien dengan
kerusakan ginjal yang ringan, konsentrasi keratinin plasma tetap normal
atau mendekati normal. Juga fungsi homeostatis yang sebagian besar
terjadi di tubulus, tetap normal atau mendekati normal, sehingga
konsentrasi Na, K, Ca, P, serta total cairan tubuh tetap normal.
6. 6
Hipertensi adaptif, walaupun pada awalnya berguna, tapi jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan nefron yang tersisa,
yang bermanifestasi sebagai proteinuria dan adanya progresivitas
kerusakan ginjal. Proses ini mempunyai peran besar pada perkembangan
penyakit ginjal menuju stadium terminal. Usaha- usaha untuk mencegah
berlanjutnya proses ini seperti pemberian penghambat ACE ( angiotensin
converting enzyme) atau ARB ( angiotensin II receptor bloker), dapat
memperlambat progresivitas penyakit ginjal dan bahkan efektif bila
dimulai sebelum terjadinya jaringan parut yang tidak bisa kembali ke
normal (irreversible scarring) pada ginjal yang mengalami jejas.
Penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
pada awalnya berlangsung tanpa gejala (asiomatik). Gejala- gejala seperti
hipervolemi, hiperkalemi, asidosis metabolik, anemia, hipertensi, dan
kelainan tulang, terjadi pada saat fungsi ginjal sudah menurun
(eGFR<25ml/menit). Sedangkan pada PGK tahap akhir (Egfr <15
ml/menit) biasanya akan timbul gejala-gejala yang dikelompokkan dalam
sindrom uremia yaitu anoreksia, nausea, nefropati perifer, perikarditis, dan
gangguan sistem saraf pusat ( mulai dari konsentrasi yang berkurang
sampai koma, kejang, dan kematian). Progresivitas penyakit ginjal kronik
ditentukan oleh penyakit dasarnya, ada tidaknya penyakit penyerta,
penggobatan, status ekonomi, ras dan beberapa faktor lainnya.
4. Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya Cronic Kidney Disease antara lain: riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik ginjal, atau penyakit ginjal genetik,
riwayat gagal ginjal akut, hipoplasia atau displasia ginjal, penyakit saluran
kemih terutama obstruksi, refluks vesikoureter yang berhubungan dengan
infeksi saluran kemih dan parut ginjal, riwayat menderita sindrom
nefrotik, sindrom nefritik akut, sindrom hemolitik uremik, hipertensi,
riwayat penyakit sistemik seperti Henoch Schoenlein Purpura atau lupus
eritematosus sistemik.
7. 7
5. Penyebab gagal ginjal
Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :
a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta
anakanak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.
b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua
golongan usia).
c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita
kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan
bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari
kandung kemih.
d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal.
e. Nefropati herediter.
f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada
usia dewasa.
g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati
analgesik tergolong penyebab yang sering pula.
h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi
penyebab yang lebih sering.
i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita
transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat
pada kondisi ini.
j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat
imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi
ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah
transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh
terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien
beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes
zoster.
6. Hemodialisis
Hemo berarti darah dan dialisis berarti memisahkan atau
membersihkan. Jadi dapat diartikan hemodialisis adalah membersihkan
8. 8
darah yang lebih dikenal dengan istilah cuci darah. Alat yang dipakai
adalah suatu artificial kidney atau dialyzer untuk membuang sampah
metabolik tubuh dan kelebihan air dalam tubuh. Dialyzer terdiri dari
holofilter yang sangat halus sebagai membran semipermiable dimana
darah akan kontak dengan cairan dialyzer yang mengandung elektrolit dan
bikarbonat.
7. Pengukuran status gizi
Kejadian malnutrisi dapat dideteksi dengan pengukuran status gizi.
Statusgizi dapat diperoleh melalui penilaian diet (asupan makan) dan
penilaianantropometri. Pasien HD beresiko tinggi mengalami malnutrisi
energi-protein. Penilaian status gizi yang direkomendasikan oleh KDOQI
(2000) adalah penilaian antropometri. Pengukuran antropometri adalah
pengukuran yang dianggap sesuai sebagai indikator status kecukupan
energi- protein pada pasien hemodialisis rutin. Asupan protein yang
dianjurkan adalah asupan protein dengan nilai biologis tinggi (protein
hewani), contohnya daging, telur dan salmon. semakin tinggiadekuasi
hemodialisis maka IMT nya semakin rendah. Hal tersebut dikaitkan
dengan sindroma uremia yang menyebabkan anoreksia, mual, muntah
padapasien yang menjalani hemodialisis inadekuat. Keadaan ini
menyebabkan pasiencenderung menghindari makanan yang menyebabkan
mual, dalam hal ini protein(telur dan ikan) dan menggantinya dengan
makanan berenergi tinggi (biskuit dan roti). Adekuasi hemodialisis
berbanding lurus dengan asupan energi dan protein, artinya semakin tinggi
adekuasi hemodialisis maka akan ada peningkatan asupanenergi dan
protein. Adekuasi hemodialisis berbanding terbalik dengan indeksmassa
tubuh, artinya semakin tinggi adekuasi hemodialisis maka IMT
semakinrendah.
9. 9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam
pelaksanaannya meliputi data, analisis, dan interpretasi tentang arti dan
data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yang
mencari dan mengumpulkan data dilapangan dengan tujuan untuk
mengetahui factor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari
fenomena di masyarakat (Nazir, 1998: 51)
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan
dalam kelancaran dan keberhasilan suatu penelitian. Dalam penelitian ini
metode pengumpulan data yang digunakan adalah Cross Sectional Study.
Cross Sectional Study adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek
pada saat pemeriksaan, hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian
diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas
mana yang menjadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan
sebab akibatnya (Notoatmojo, 2002)
C. Populasi dan Sampel
1. Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan objek
penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala,
nilai tes atau peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di unit
hemodialisis RS. Dr. M. Djamil Padang pada bulan Oktober 2013.
Didapatkan 114 orang penderita PGK yang menjalani hemodialisis.
Sebanyak 55 orang dikeluarkan dari penelitian karena kondisi fisik
10. 10
yang tidak bisa diukur BB, TB seperti sesak nafas, stroke, kesadaran
menurun, menolak mengikuti penelitian, anak-anak dan VVIP.
Sehingga yang mengikuti penelitian sebanyak 59 orang.
2. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2002: 109). Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan jenis metode sampling purposive. Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik
ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan
menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil,
kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan
tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang
ditetapkan.
Sampel yang digunakan dalam peneletian ini adalah 59 orang yang
menderita PGK di RS. Dr. M. Djamil Padang.
D. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan
program SPSS. SPSS merupakan singkatan dari Statistical Product and
Service Solutions. SPSS merupakan sebuah program komputer statistik
yang berfungsi dalam membantu memproses data-data statistik secara
tepat dan cepat, serta menghasilkan output yang dikehendaki oleh para
pengambil keputusan.
11. 11
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 PGK
Penyakit Ginjal Kronik merupakan penurunan kerja ginjal yang permanen
sehingga memerlukan cuci darah dan dalam keadaan tersebut penderita PGK akan
lebih mudah mengalami malnutrisi. Malnutrisi merupakan keadaan yang serius
pada penderita PGK yang mengalami cuci darah. Hal ini disebabkan adanya
gejala gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan muntah disamping proses
hemodialisanya sendiri dapat menyebabkan kehilangan protein akibat proses
dialisa. Berdasarkan survei penelitian oleh Soedirman Purwokerto menunjukan
status gizi pada gagal ginjal kronik hemodialisa sebesar 18-56% mengalami
kekurangan energi dan protein.Dapat dikatakan juga bahwa malnutrisi merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi.
Malnutrisi juga merupakan faktor penyebab meningkatnya morbiditas, mortalitas
dan menurunnya kualitas hidup.
4.2 Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu tindakan membersihkan racun dalam tubuh,
karena ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh. Hemodialisis dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan
penyakit ginjal akut dalam kondisi tertentu. Memang ada pasien yang
membutuhkan seumur hidup dilakukan cuci darah namun ada juga yang hanya
membutuhkan beberapa kali saja dan pasien akan kembali normal. Peluang
perbaikan melalui hemodialisis tergantung dari tingkat keparahan penyakit pasien
yang disebabkan karena keterlambatan pengobatan, oleh karena keengganan
pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan cuci darah segera. Namun harus
diingat bahwa dari 1 juta orang dengan penyakit gagal ginjal terdapat 400 orang
yang membutuhkan terapi cuci darah/hemodialisis. Pemberian terapi dialisis pada
gagal ginjal bertujuan untuk memperpanjang umur dan mempertahankan kualitas
hidup. Sebagian besar terapi hemodialisa dilakukan di ruang rawat inap atau di
12. 12
unit hemodialisa. Di Indonesia hemodialisa umumnya dilakukan dua kali dalam
seminggu dan satu sesi hemodialisa memakan waktu selama 5 jam.
Terapi ini dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai
tingkatan terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan
tingkatan fungsi ginjal seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular
Filtration Rate, dimana pada tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang
dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal
Disease). Hemodialisa dilakukan bila ginjal sudah tidak mampu melaksanakan
fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua
yaitu gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu
sehingga hemodialisa dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik
dan gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya
hemodialisa harus dilakukan seumur hidupnya.
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata - rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah
dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam
tubuh.
Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan centra
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Berikut langkah-langkah dalam AV fistula:
1) Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa
tanda tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk
menjalani hemodialisis.
2) Pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan
didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi.
3) Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah
dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular
13. 13
pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk
jalan masuk darah ke dalam tubuh.
4) Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin
HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai
fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan
memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital
lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana
cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang
ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer
dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
Dialyzer merupakan kunci utama dalam proses hemodialisa. Disebut
sebagai ginjal buatan (artificial kidney) karena yang dilakukan oleh dialyzer
sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang normal. Dialyzer berbentuk
silinder dengan panjang rata – rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya
terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen
masing – masing untuk cairan dialysate dan darah. Kedua kompartemen tersebut
dipisahkan oleh membran semipermiabel yang mencegah cairan dialysate dan
darah bercampur jadi satu. Membran semipermiabel mempunyai lubang – lubang
sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga hanya substansi
tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat. Sedangkan
sel –sel darah tetap berada dalam darah.
4.3 Hasil penelitian
Pemeriksaan hemodialisis dilakukan perhitungan;
BB : Berat badan
TB : Tinggi badan
LiLA : Perhitungan lingkar lengan atas
Skin fold : Perhitungan tebal lipatan kulit
14. 14
Hubungan-hubungan yang didapatkan dari terapi hemodialisis pada PGK:
A. Umur
Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan rentang usia
terbanyak penderita PGK yang menjalani hemodialisis terjadi pada usia 50-59
tahun yaitu sebesar 50,86%. Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan,
dapat diketahui bahwa PGK yang menjalani hemodialisa berusia pada dekade ke 3
-7.
Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan
fungsi organ tubuh (regeneratif) dan akan mempengaruhi dalam mengambil
keputusan terutama dalam menangani penyakit gagal ginjal kronis dengan terapi
hemodialisis sehingga klien dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks
(Toya, 2002).Semakin tua umur seseorang, fungsi organ dan sistem yang ada di
dalam tubuh mengalami penurunan sehingga penyakit-penyakit akan dengan
mudah terjadi pada seseorang.
Untuk sekarang ini, penyakit tidak hanya terjadi pada orangtua, namun
juga pada usia dewasa bahkan remaja. Hal itu dapat terjadi karena pola kehidupan
yang tidak sehat sehingga penyakit-penyakit bahkan penyakit ginjal tidak
memandang usia dalam penjangkitannya. Untuk itu, sebagai remaja yang
menginjak usia dewasa ini, kita harus menjaga pola kehidupan kita agar dalam
kehidupan kita kesehatan tetap terjaga dan terhindar dari berbagai penyakit.
B. Jenis Kelamin
Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan bahwa
penderita PGK yang menjalani hemodialisis yaitu 36 orang laki-laki dan 23 orang
perempuan dengan pebandingan 1,6:1. Gambaran ini hampir sama dengan
oenderita PGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan juga dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan yang menderita PGK dengan menjalani
hemodialisis.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dapat terjadi karena terdapatnya
kadar kreatinin dalam tubuh seseorang. Kreatinin adalah produk protein otot yang
merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan
15. 15
kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang
sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,
konsentrasinya relatif sama dalam plasma. Kadar yang lebih besar dari nilai
normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).
Kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui
fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga sangat membantu kebijakan melakukan terapi
pada penderita gangguan fungsi ginjal. Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam
darah digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan apakah seorang
dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan
hemodialisis atau tidak.
Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot
kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal
ini juga yang memungknkan perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan
laki-laki. Nilai normal kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL.
Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6– 1,1 mg/dL.
Dapat kita simpulkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami PGK karena kadar
kreatinin dalam tubuh yang cenderung lebih tinggi dari wanita sehingga fungsi
ginjal akan lebih mudah terganggu. Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin
serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian
juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi
ginjal sebesar 75 %.
C. Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui empat cara (Supariasa,
2001), yaitu:
1. Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama
untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat
memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.
16. 16
2. Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan
sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.
3. Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala
kurang gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan
otot dan bagian tubuh lainnya.
4. Secara antropometri
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian
secara antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan bahwa
penderita PGK yang menjalani hemodialisis bervariasi tergantung kriteria
penilaian status gizi yang digunakan. Masalah yang sering timbul pada proses
hemodialisa adalah tingginya angka malnutrisi. Disaat menjalani terapi
hemodialisa harus mendapat asupan makan yang cukup agar tetap dalam keadaan
gizi baik. Status gizi yang kurang merupakan prediktor terjadinya angka kematian
yang tinggi pada gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa (Becker,
1992). Dalam penelitian tersebut penilaian status gizi menggunakan penilaian
secara antropometri yaitu dengan menggunakan LiLa dan skinfold. Pada
penelitian ini malnutrisi berkisar antara 54,93%-55,39%. Malnutrisi dengan
memakai skinfold sebagai kriteria penilaian gizi didapatkan pada 32 penderita
(54,93%) dan dengan LiLA didapatkan malnutrisi pada 34 orang penderita
(55,39%).
17. 17
Malnutrisi merupakan keadaan yang serius pada penderita PGK yang
mengalami cuci darah. Hal ini disebabkan adanya gejala gastrointestinal berupa
anoreksia, mual, dan muntah disamping proses hemodialisanya sendiri dapat
menyebabkan kehilangan protein akibat proses dialisa.
D. Perbaikan Status Gizi
Asupan energi yang adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme
jaringan tubuh. Gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa harus
memenuhi kebutuhannya yaitu sebesar 35 kkal/bb/hari. Sumber energi bisa
diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila asupan energi terpenuhi
sesuai kebutuhan maka status gizi akan optimal karena asupan energi yang cukup
tidak akan menimbulkan mual dan muntah.
Asupan protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh,
pengaruh asupan protein memegang peranan yang penting dalam penanggulangan
gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik disebabkan
karena menumpuknya katabolisme protein tubuh. Gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa harus memenuhi kebutuhannya yaitu 1-1,2 g/kg BB/hari.
Sumber protein didapat dari telur, daging, ayam, ikan, susu, semakin baik.
Asupan protein semakin baik dalam mempertahankan status gizinya.
Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui terapi hemodialisa
diperlukan Pengaturan diet untuk mencapai status gizi yang baik .(Sidabutar,
1992) Data yang didapatkan di RSUD Tugurejo Semarang penderita gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa menduduki peringkat ke 5 dari 10 besar
penyakit kronik. Berdasarkan data rekam medik pasien tahun 2011 menunjukan
bahwa penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa sebanyak 1084 dengan
prevalensi 14,5% (Arsip Rekam Medik, 2011). Penderita gagal ginjal dengan
dialisis dianjurkan asupan protein tinggi untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg
BB/hari dengan 50% protein hendaknya bernilai biologis tinggi karena asupan
protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh.
Asupan protein dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang rendah
dalam diet, asupan makanan yang kurang pengaruh dari melemahnya kekebalan
18. 18
tubuh. Pengaruh asupan protein memegang peranan yang penting dalam
penanggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik
disebabkan menumpuknya katabolisme protein tubuh oleh karena itu semakin
baik asupan protein semakin baik pula dalam mempertahankan status gizinya.
(Almatsier 2005)
Pasien yang menjalani hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang
cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang
penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Dibutuhkan
pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Asupan protein diharapkan
1–1,2 g/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi.
Makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan di
konsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing yang
ada di tambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi guna mengendalikan
tekanan darah dan edema (Suwitra dalam Sudoyo dkk, 2009).
Pola makan harus dirubah pada pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisa. Tujuan terapi diet dan intervensi nutrisi pada pasien yang dilakukan
hemodialisa untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik, untuk
mencegah atau memperlambat penyakit kardiovaskuler, cerebrovaskuler dan
penyakit vaskuler perifer, untuk mencegah dan menangani hiperparatiroidisme
dan bentuk – bentuk lain dari osteodytrophy ginjal dan untuk mencegah atau
memperbaiki keracunan uremik dan gangguan metabolik lain, yang dipengaruhi
nutrisi, yang terjadi pada gagal ginjal dan tidak dapat teratasi dengan hemodialisa
(Cahyaningsih, 2009).
Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar
tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting
untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan diet yang
dianjurkan adalah:
a. Asupan protein
Diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai
biologis tinggi.
b. Asupan kalium
19. 19
Diberikan 40-70 mg/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan karena itu
makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan
konsumsi.
c. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan
dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya akan
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama
periode diantara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar.
Pengaturan makan dan minum (Diet):
Penyandang hemodialisis diharuskan melaksanakan pengaturan makan/minum.
Berikut beberapa makanan dan porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa dalam Suwitra (2010):
a. Nasi
Walaupun secara teori ada jumlah kalori tertentu yang harus dimakan oleh
para penyandang hemodialisis, tetapi dalam kehidupan sehari-hari penyandang
diperbolehkan makan nasi secara bebas, kecuali yang menderita diabetes (kencing
manis). Hal ini dikarenakan, penyandang hemodialisis memerlukan kalori yang
cukup tinggi untuk mengimbangi penyakit ginjalnya. Bagi yang sering mengalami
gangguan pada pencernaan disarankan untuk makan dalam porsi kecil beberapa
kali (4-5 kali) dalam sehari. Tidak dianjurkan makan terlalu kenyang atau
menunda sampai terlalu lapar
b. Protein/daging
Protein untuk penyandang hemodialisis diperbolehkan 1,2 gr/kg berat
badan /hari. Jumlah ini tidak terlalu jauh beda dengan konsumsi protein untuk
penduduk Indonesia pada umumnya , yaitu: 1,2-1,5 gr/kg berat badan/hari. Di
samping daging, sumber protein lain yang boleh dikonsumsi adalah ikan, telur,
dan susu. Jenis daging yang tidak dianjurkan adalah jeroan (hati, usus, otak. dan
lainnya). Hal tersebut dapat meningkatkan asam urat dimana sebagian besar
penyandang hemodialisis mengalami kenaikan kadar asam urat dalam darahnya.
20. 20
c. Garam
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan
sembab/bengkak. Sehingga pada penyandang hemodialisis garam hanya
diperbolehkan paling banyak setengah sendok teh dalam sehari. demikian pula
makanan asin lainnya seperti kecap asin, bumbu penyedap dan lain sebagainya.
d. Buah
Buah-buahan dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena banyak
mengandung kalium. Kalium ini banyak terdapat dalam buah sehingga dapat
mengakibatkan kelainan jantung. Artinya, penyandang hemodialisis boleh makan
buah dalam jumlah yang terbatas. Buah yang tidak boleh dimakan adalah durian,
blimbing, air kelapa. Buah yang boleh dimakan adalah pisang, pepaya, tomat,
apel, mangga, melon. Untuk mengurangi kadar kalium dalam buah, dapat
diupayakan dengan merebus buah tersebut atau dipotong-potong kemudian dicuci
dan direndam dengan air hangat sehingga kalium yang terkandung didalamnya
terlarut dalam air.
e.Sayur
Sayur juga mengandung banyak kalium, oleh karenanya harus dibatasi
untuk penyandang hemodialisis. Beberapa jenis sayur yang dibatasi adalah
bayam, buncis, kembangkol. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan asam
urat. Kalium dalam sayur dapat dikurangi dengan cara memotong-motong terlebih
dahulu kemudian dicuci dan dimasak.
f. Tahu/tempe
Penyandang hemodialisis diperbolehkan makan tahu/tempe karena tetap
diperlukan oleh tubuh namun dengan jumlah yang terbatas. Jumlahnya paling
banyak adalah 50 gram perhari.
g. Air/minum
Air, baik berupa air minum ataupun sajian lain (kuah, sop, juice, kopi,
susu, dan lain sebagainya) sangat dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena
dapat mengakibatkan bengkak, meningkatkan tekanan darah dan sesak nafas
akibat sembab paru. Bagi penyandang hemodialisis yang masih keluar kencing,
boleh minum lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak keluar kencing sama
21. 21
sekali. Dasarnya adalah, membuat keseimbangan antara air yang asupan cairan
yang dibutuhkan= jumlah urin 24 jam +(500 sampai 750)ml/hari.
22. 22
Kesimpulan:
1. Umur rata-rata yang menderita PGK dengan hemodialisa adalah 50-59
tahun.
2. Laki-laki lebih banyak menderita PGK dengan menjalani hemodialisis dan
lebih banyak mengalami malnutrisi.
3. Untuk memperbaiki gizi, diperlukan asupan gizi yang baik seperti
penganjuran asupan protein, kalium, dan natrium. Semua ada kadar yang
tepat untuk memperbaiki status gizi seseorang.
4. Untuk memperbaiki status gizi diperlukan juga pengaturan makanan dan
minuman dalam porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisa
23. 23
Daftar Pustaka
Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi pada Penderita Gagal
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Tugurejo
Semarang Nihaya Ika Fahmia1, Tatik Mulyati2Erma Handarsari 11Program Studi
D3 Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang 2Ahli Gizi RSUD Dr. Kariadi Semarang
jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/view/567/617
http://jurnal.unimus.ac.id (JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG)
www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=fstream
www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39893/4/Chapter%20II.pdf/
https://www.academia.edu/5130962/Hemodialisa_dan_Gagal_Ginjal
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39893/4/Chapter%20II.pdf/Status Gizi
oleh HK Shaliha, 2011/22022015, 18.30
Insidens Malnutrisi Rawat Inap pada Anak Balita di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar, I Gusti Lanang Sidiartha
Whitney, rolfes.2011.understanding nutirtion edisi 13
Price,Sylvia Anderson.1995.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
edisi empat.Jakarta:EGC
Hemodialisis pada Anak dengan Chronic Kidney Disease, Dedi Rachmadi, Fina
Meilyana
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-septyanari-6531-3-
babii.pdf
RELATION BETWEEN HEMODIALYSIS ADEQUACY WITH FOOD
INTAKE AND BODY MASS INDEX OF PATIENTS WITH CHRONIC
RENAL FAILURE UNDERGOING HEMODIALYSIS AT ABDUL MOELOEK
24. 24
HOSPITAL BANDAR LAMPUNG Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI,
Dilangga P
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=13933
Eprints.undip.ac.id
jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/download/2856/2770
http://www.academia.edu/9149345/HUBUNGAN_ANTARA_ASUPAN_ENERG
I_DAN_PROTEIN_DENGAN_STATUS_GIZI_SGA_PADA_PASIEN_RAWA
T_JALAN_HEMODIALISIS_DI_YAYASAN_GINJAL_DIATRANS_INDONE
SIA_JAKARTA_TIMUR_TAHUN_2014
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2008),.85.