4. PENGERTIAN WARIS
Waris dalam bahasa Arab berasal dari kata “al waarits” (orang
yang mewarisi) yang berakar dari kata “al irtsu” ()اإلرث
Makna bahasa dari kata “al irtsu” adalah “sisa atau
peninggalan dari sesuatu” (baqiyatusy syai’). ( بقية
ء ي
الش ).
Makna istilah Al Irtsu adalah :
اإلرث
هو
نصيب
مقدر
عاش
لوارث
“Al Irtsu adalah bagian yang telah ditentukan kadarnya
(jumlahnya) oleh syariah Islam bagi orang yang mewarisi
harta.”
Ilmu tentang waris, disebut “ilmu mawarits” atau “ilmu
faraidh”. https://www.alukah.net/sharia/0/117579/
5. PENGERTIAN WARIS
Pengertian “ilmu mawarits” adalah :
علم
المواريث
:
هو
قواعد
وضوابط
ف َ
عري
بها
نصيب
كل
مستحق
ي
ف
كة
تر
الميت؛
(
رد
المحتار
عىل
الدر
المختار؛
البن
عابدين
ـج
6
ـص
757
)
.
Ilmu Mawarits adalah sejumlah kaidah dan patokan
yang digunakan untuk mengetahui bagian masing-
masing ahli waris dari harta peninggalan simati.
(Ibnu Abidin, Raddul Muhtar ‘Ala Ad Dur Al Mukhtar,
Juz VI, hlm. 757).
https://www.alukah.net/sharia/0/117579/
8. PENSYARIATAN WARIS
Firman Allah SWT :
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika
dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana (QS An Nisaa` : 11)
10. PENSYARIATAN WARIS
Dalil As Sunnah :
Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkat,”Istri Sa’ad bin Ar-rabi’ datang
kepada Rasulullah SAW bersama kedua anak perempuan Sa’ad,
kemudian ia berkata,’Wahai Rasulullah mereka berdua adalah anak
perempuan dari Sa’ad bin ar-Rabi’, ayah keduanya mati syahid dalam
perang bersama anda di peperangan Uhud. Seorang paman mereka
mengambil semua harta mereka tanpa menyisakan harta buat
mereka. Padahal mereka tidak dapat menikah tanpa harta. Maka
Rasulullah SAW menjawab,”Allah akan memberi keputusan bagi
mereka,” kemudian turunlah ayat tentang harta warisan, dan
Rasulullah SAW mengutus kepada paman mereka kemudian
berkata,”Berilah anak Sa’ad duapertiga dan ibunya seperdelapan dan
sisanya buat kamu.” (HR Tirmidzi, 1701).
12. SEBAB-SEBAB WARIS
Sebab-sebab waris ada 3 (tiga), yaitu :
Pertama, pernikahan, yaitu adanya akad nikah yang sah
antara seorang laki-laki dan perempuan. (lihat An Nisaa` :
12)
Kedua, nasab, yaitu hubungan satu orang dengan orang lain
yang disebabkan oleh kelahiran (wiladah), misal hubungan
antara ayah dengan anak-anaknya.
Ketiga, wala’ (pemerdekaan budak), yaitu adanya tindakan
memerdekakan budak yang dilakukan oleh sayyid (pemilik
budak).
https://www.alukah.net/sharia/0/123808/
14. RUKUN-RUKUN WARIS
Rukun-rukun waris ada 3 (tiga), yaitu :
Pertama, adanya al muwarrits, yaitu orang yang meninggal yang
meninggalkan harta waris (tirkah).
Kematian ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu kematian secara hakiki
(haqiqatan, de facto), kematian secara hukum (hukman, de jure), dan
kemtian secara perkiraan (taqdiiran).
Kedua, adanya al waarits, yaitu orang yang mewarisi harta dari simati (al
muwarrits), dengan syaratnya tetapnya kehidupan pada al waarits setelah
kematian al muwarrits, baik hidup secara hakiki maupun secara perkiraan
(taqdiiran) seperti janin yang masih ada di perut ibunya.
Ketiga, adanya al mauruuts, yaitu adanya harta yang ditinggalkan (tirkah)
oleh simati (al muwarrits), setelah dipotong biaya jenazah, pelunasan utang,
dan penunaian wasiat.
https://www.alukah.net/sharia/0/117579/
16. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN HARTA SEBELUM
PEMBAGIAN WARIS
Ada 3 (tiga) kewajiban harta sebelum pembagian waris :
Pertama, biaya penyelenggaraan jenazah, seperti biaya untuk
kain kafan, memandikan jenazah, dan menguburkan jenazah.
Biaya ini didahulukan sebelum kewajiban-kewajiban lain yang
menyangkut harta tirkah (peninggalan simati).
Kedua, melunasi utang-utang simati. Pelunasan utang ini
didahulukan daripada wasiat.
Ketiga, menunaikan wasiat dari simati, dengan ketentuan
maksimal sepertiga dari harta total simati.
Jika ketiga kewajiban tersebut sudah dilaksanakan, barulah tirkah
(harta peninggalan simati) boleh dibagikan kepada para ahli
waris. (Sayyid Sabiq, Fiqih As Sunnah, 4/329).
18. PENGHALANG-PENGHALANG WARIS
(اإلرث )موانع
Ada 3 (tiga) penghalang waris (mawani’ al irtsi) :
Pertama, perbedaan agama (ikhtilaf ad diin). Orang
muslim tidak dapat mewarisi orang kafir, dan orang
kafir tidak dapat mewarisi orang muslim.
Kedua, perbudakan (ar riqq). Seorang budak tidak
dapat mewarisi sayyid-nya (pemilik budak). Karena
seluruh harta si budak adalah harta milik sayyid-nya.
Ketiga, pembunuhan (al qatl). Seorang pembunuh
tidak dapat mewarisi harta orang yang dia bunuh.
https://www.alukah.net/sharia/0/123808/