WA 0821-2636-0569, Sekolah Pra Nikah Janda Duda Di Semarang
Perdagangan Luar Negeri
1. • Amanda Elena 20213770
• Catra Charunia 21213851
• Fahrizal Mukti R. 23213097
• Rory Sisilia Sofie 28213089
• Syifa Nofiyanti 28213771
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
2. A. Teori Perdagangan Internasional
1. Teori Klasik
a. Merkantilis
Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu
negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin
ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya
akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya
emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara
maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah
harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan
mengurangi serta membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah.
tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin
kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan kekuasaan
maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar dan lebih
baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya. Selain itu,
semakin banyak emas berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin
besar aktivitas bisnis.
3. b. Adam Smith
Teoiri Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang menyatakan
bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan negara tersebut
mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara
lain. Menurut teori ini jika harga barang dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan
di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan perdagangan internasional.
2. Teori Modern
a. Heckscher-Ohlin
Teori Heckscher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar
kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit
model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah
titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan
memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh
perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara
akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh
kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang
langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks
Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan
bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif
dibanding memiliki kecukupan modal dan sebagainya.
4. b. John Stuart Mill dan David Ricardo
Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor
barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan
lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang
besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga
kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
David Ricardo adalah seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran
ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat
ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu
barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang.
6. C. Tingkat Daya Saing
Tingkat daya saing ekonomi Indonesia secara global pada tahun 2013 naik
tiga peringkat dibanding tahun sebelumnya. Menurut laporan Institute for Management
Development (IMD), Kamis (30/5/2013), Indonesia berada di posisi 39 dalam daftar
World Competitiveness Rankings 2013.
Tahun lalu, peringkat Indonesia berada di urutan 42. Meski tahun ini naik,
peringkat Indonesia masih di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Filipina, misalnya,
tepat di atas Indonesia di urutan 38. Sementara posisi tiga negara jiran lainnya sangat
jauh, seperti Singapura yang berada di peringkat 5, Malaysia 15, dan Thailand 27.
Namun, daya saing Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara
BRICS, kecuali China yang berada di posisi 21. Negara BRICS lainnya, yakni Brasil
berada di posisi 51, Rusia (42), India (40), dan Afrika Selatan (53).
“Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sangat berbeda dalam strategi
daya saing dan kinerja mereka, tetapi BRICS tetap negara-negara berpeluang,” kata
GStephane Garelli, Kepala Pusat Daya Saing Dunia IMD seperti dikutip AFP.