SlideShare a Scribd company logo
1 of 107
Download to read offline
DEMOKRATISASI PENYIARAN :

PERKEMBANGAN
TANTANGAN & PELUANG
Oleh
AMIR EFFENDI SIREGAR
KETUA PEMANTAU REGULASI DAN REGULATOR MEDIA (PR2MEDIA)

PEMIMPIN UMUM MAJALAH WARTA EKONOMI
PAKAR PENDAMPING RUU PENYIARAN KOMISI I DPR
ANGGOTA DEWAN PERS (2003-2006)
1
PENGANTAR
Sejak 1998, lewat reformasi, Indonesia memilih
demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan
bernegara dengan Pancasila dan UUD 1945 (termasuk
amandemen) sebagai landasan filsafat dan ideologinya.
Berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya di
bidang media dan penyiaran telah dilahirkan untuk
membangun sebuah sistem media dan penyiaran yang
demokratis yang menjamin keanekaragaman isi dan
kepemilikan
2
PENGANTAR
Yang terjadi saat ini adalah berpindahnya
kontrol yang terpusat oleh negara sebagai ciri
negara otoriter ke dalam pelukan modal lewat
pasar bebas yang tidak terkontrol, seringkali
mengabaikan kepentingan publik.
Dikhawatirkan dapat melahirkan
otoritarianisme dalam bentuk baru, yaitu
otoritaritarianisme kapital yang pada
gilirannya dapat juga membunuh demokrasi.
3
Filsafat dan ideologi media
l 

Dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan,
khususnya undang-undang di bidang media dan
penyiaran, maka menurut pendapat saya yang pertama
kali harus dipahami adalah undang-undang ini haruslah
merupakan turunan dari filsafat dan ideologi negara.
Sebuah usaha untuk membangun sebuah sistem penyiaran
yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Selanjutnya adalah memahami
bahwa undang-undang ini merupakan juga turunan dari
prinsip-prinsip universal yang berlaku di dunia dalam
membangun sebuah sistem komunikasi, media dan
penyiaran yang demokratis.
4
DEMOKRASI INDONESIA
l  Pancasila

dan UUD 1945 tidak hanya
menjamin hak-hak politik dan sipil, tapi
juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
bangsa Indonesia.
l  Prinsip keadilan mendapat tempat yang
sangat penting, yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
l 

5
DEMOKRASI INDONESIA
Indonesia secara tegas menyatakan ingin menegakkan
desentralisasi melalui otonomi daerah yang luas sesuai
dengan UUD 1945 pasal 18, 18A, 18B . Tidak hanya
mengutamakan prinsip menjamin kebebasan berbicara,
berpendapat, berorganisasi, berkomunikasi dan
berpolitik semata atau hanya menjamin adanya hak
politik dan sipil saja sebagaimana tercantum pada pasal
27, 28 dan 29. Namun juga menjamin adanya hak
ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sebagaimana
tercantum pada pasal 31, pasal 32,
pasal 33 dan pasal 34.

l 

6
DEMOKRASI INDONESIA
Semua ini memperlihatkan bahwa Republik
Indonesia bergerak dari sistem otoriter yang
sentralistis ke sistem demokratis yang
desentralistis. Negeri ini bukanlah negara liberalkapitalistik atau otoriter, tapi negara demokrasi
yang tidak hanya menjamin hak sipil dan politik,
tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya yang
membutuhkan pelaksanaan keadilan dan
penghargaan terhadap minoritas.
l 

7
DEMOKRATISASI MEDIA

Memerlukan:
1.  Jaminan terhadap “freedom of expression,
speech and of the press”.
2.  Jaminan terhadap “diversity of ownership,
content and voices”.
3.  Jaminan terhadap distribusi informasi dan
media yang tepat sasaran

8
REGULASI MEDIA
Media Cetak:
Pengaturan diri sendiri (“Self Regulatory”) lebih menentukan
(dominan). Terdapat Dewan Pers sebagai
“ Independent Self Regulatory Body”. Terutama menggunakan
UU Pers.
Media Elektronik:
Peranan Badan Regulasi Independen (“Independent Regulatory
Body”) seperti Komisi Penyiaran Indonesia yang merupakan
lembaga negara lebih menentukan (dominan) karena media
elektronik mempergunakan
ranah publik. Terutama menggunakan UU Penyiaran

9
REGULASI MEDIA
UNDANG-UNDANG PERS NO 40/1999
DAN
UNDANG-UNDANG PENYIARAN NO 32/2002
Berikut Dengan Peraturan Pemerintah.
Dan UU Lain terkait seperti UU Telkom, UU Larangan
Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU
Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Keterbukaan
Informasi Publik. Dan lain lain.
10
REGULASI MEDIA PENYIARAN
Highly Regulated karena :
Pertama, media ini mempergunakan ranah publik.
Kedua, frekuensi yang dipakai bersifat terbatas (scarcity
theory). Bila nanti teknologi digital mulai dipergunakan,
jumlah lembaga penyiaran bisa dan akan lebih banyak,
tapi tetap terbatas.
Ketiga, siaran televisi dapat memasuki dan menembus
ruang keluarga, ruang tidur kita secara serentak dan
meluas, tanpa kita undang (pervasive presence theory).

11
SITUASI
DAN PETA MEDIA SAAT INI:
1.BERGESERNYA OTORITARIANISME NEGARA KE
OTORITARIANISME KAPITAL,
2. INDEPENDENSI MEDIA DIPERTANYAKAN
3. MEDIA UMUMNYA ELITIS, ISINYA SERAGAM &
HIBURAN DOMINAN.
4.KONSENTRASI TERJADI, KEANEKARAGAMAN ISI
DAN KEPEMILIKAN DIABAIKAN
5.LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK & KOMUNITAS
TIDAK CUKUP DIPERHATIKAN
12
MENGAPA TERJADI ?
1. Lemahnya pemahaman terhadap Konstitusi dan Demokrasi.
2. Peraturan dan kebijakan lainnya tidak konsisten dengan
undang-undang.
3. Regulasi yang disalah tafsirkan oleh pengusaha yang
sekaligus mempergunakan celah hukum.
4. Pasar dibiarkan bergerak liar tanpa kontrol, kepentingan
publik cendrung terabaikan. Sistem penyiaran tidak jelas
termasuk “ rating system”.
5. Penegakan hukum lemah atau sama sekali tidak dilakukan
oleh regulator terutama oleh pemerintah.
6. Kooptasi kapital terhadap berbagai pihak.

13
PETA MEDIA CETAK
Sebenarnya, media yang paling elit, atau yang
peredaran dan jangkauannya paling kecil
dibandingkan dengan radio dan televisi, adalah media
cetak. Jumlahnya sebesar 1.324 yang terdiri 630
suratkabar harian dan mingguan, 694 tabloid dan
majalah . Total sirkulasinya sekitar 23,3 juta dengan
10 juta juta eksamplar suratkabar harian/mingguan
untuk 240 juta penduduk (SPS 2013). Jumlah itu
sangat kecil dibanding dengan negara maju, seperti
Amerika, Jepang dan lainnya yang jumlah
sirkulasinya sebanding dengan jumlah penduduk
l 

14
PETA MEDIA CETAK
Jumlah yang kecil ini memang sangat
berhubungan secara signifikan dengan keadaan
ekonomi dan potensi pembaca yang bila dilihat
dari jumlah penduduk yang berpendidikan dan
sudah berkerja SMA keatas jumlahnya hanya
sekitar 36 juta dari 110,8 juta penduduk yang
bekerja (BPS 2012).
15
PETA MEDIA CETAK
l 

Tiap suratkabar atau majalah di Indonesia sirkulasinya
berkisar antara ribuan dan puluhan ribu hanya
beberapa saja yang ratusan ribu, sementara di negara
maju banyak sekali yang ratusan ribu bahkan jutaan.
Di Indonesia, media cetak beredar terutama didaerah
urban dan kota besar. Sebagian media cetak
menggunakan internet untuk memperluas peredaran.
Meskipun pengguna internet tumbuh pesat, penetrasi
internet di Indonesia baru sekitar 24,23% persen atau
sekitar 63 juta penduduk (APJII 2012 ). Sementara di
negara maju penetrasi internet sekitar 70% ke atas.
16
Model Bisnis Baru Media Cetak
Pendapatan yang berasal dari sirkulasi saat ini sangat
kecil sementara iklan diperebutkan oleh banyak
penerbitan. Disamping itu teknologi komunikasi,
khususnya internet berkembang sangat pesat. Untuk
tetap hidup dan berkembang, saat ini diperlukan model
baru bisnis media cetak, yang tidak hanya mengandalkan
revenue konvensional seperti sirkulasi yang semakin
mengecil dan iklan yang diperebutkan banyak penerbit.
Diperlukan program pendapatan baru yang melibatkan
pembaca dan komunitas yang bernilai ideal sekaligus
komersial.
17
Model Baru Bisnis Media Cetak
Svida Alisjahbana dalam pertemuan CEO Media di
Manado Februari lalu menyajikan secara sangat menarik
model baru bisnis media cetak kelompok FEMINA.
Presentasinya yang berjudul Brand Relevance
memperlihatkan secara jelas kekuatan komunitas ( the
Power of Community ) dalam mempertahankan dan
mengembangkan bisnis majalah FEMINA. Bayangkan
Femina membangun komunitas yang disebut dengan
Women Entrepreneur, Career Woman, Food Lovers,
Beauty, Finance Manager, Smart Shopper, Fashion Lover,
Traveller.
18
Model Baru Bisnis Media Cetak
Bambang Harymurti, CEO Majalah Tempo
memberikan penekanan khusus pada model bisnis
hibrida. Digital tidak dianggap sebagai ancaman. Versi
Cetak dan digital harus berjalan secara bersama-sama.
Meskipun saat ini penghasilan dari versi digital dalam
kasus Indonesia masih sangat kecil, namun masa
depannya sangat menjanjikan. Model bisnis hibrida ini
sudah terbukti manjur. Bambang mengambil The New
York Times sebagai contoh. Sirkulasi digital berbayar
sebanyak 830 ribu sementara sirkulasi versi cetak 780
ribu ( Pers Kita, Maret 2013)
l 

19
Model Baru Bisnis Media Cetak
l  Demikian

juga yang terjadi dengan dengan
Majalah Swa dan Warta Ekonomi, kegiatan di
luar cetak (off-print) dalam bentuk seminar,
workshop, penelitian, pemberian penghargaan
dan lainnya merupakan revenue baru yang tinggi.
Komposisi pendapatan (revenue) menjadi
berubah. Sirkulasi yang tadinya cukup besar saat
ini hanya sekitar 10-15%, sementara dari iklan
menjadi sekitar 35-45% dan dari aktivitas offprint (events)sekitar 35-45 %. Meskipun
sebenarnya seluruh aktivitas itu terintegrasi20.
Model Baru Bisnis Media Cetak
l  Inilah

yang disebut sebagai model baru bisnis
media cetak. Media cetak tidak bisa lagi berdiri
sendiri. Harus memanfaatkan teknologi dan
kawin dengan versi online nya. Membangun,
mengorganisir dan memanfaatkan pembaca/
komunitasnya. Melakukan kegiatan yang
bermanfaat bagi komunitas dan penerbitannya,
baik secara ideal maupun komersial.
Menggunakan dan bekerjasama dengan media
lainnya, termasuk radio dan televisi. Semuanya
terintegrasi secara baik.
21
Model Baru Bisnis Media Cetak
l  Namun,

titik sentral dan penting dari semua
aktivitas itu adalah membuat isi atau content
sebaik-baiknya, karena dari isi yang prima dan
kredibitel itulah dibangun kepercayaan
terhadap media (brand image) dan penjabaran
aktivitas lainnya. Isi media yang baik memang
seharusnya menampilkan wajah, aktivitas dan
kepentingan pembaca/komunitas bukan wajah
dan aktivitas pemilik.
22
Televisi
l  Televisi

swasta ternyata baru
menjangkau sekitar 78 % penduduk
yang 67 % diantaranya atau sekitar
122 juta mempunyai akses (Media
Scene, 2011). TVRI yang diharapkan
menjangkau luas dan menjadi
alternatif belum mendapat perhatian
yang layak.
23
TELEVISI
Isi stasiun televisi swasta, lebih diorientasikan
untuk penduduk urban, bersifat sangat seragam
dan elitis. Betapa tidak, mayoritas stasiun televisi
yang sekitar 218 dari 300 stasiun televisi dikuasai
oleh 10 stasiun televisi Jakarta/Nasional yang
mendasarkan dirinya pada rating yang dibuat
Nielsen yang melakukan penelitian hanya di 10
kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makassar,
Palembang, Banjarmasin, Den Pasar dengan lebih
dari 50 % sampelnya berada di Jakarta.

l 

24
Radio
l  Radio

yang jangkauannya paling luas di
Indonesia. Ini adalah media yang paling
demokratis dalam hal keanekaragaman isi
dan kepemilikan. Terdapat sekitar 1178
stasiun radio dengan sekitar 775 radio
komersial , sisanya adalah radio publik
lokal, komunitas . Kemudian terdapat
sekitar 77-80 stasiun RRI. Namun perlu
diperkuat dan diberdayakan lagi.
25
MEDIA BARU
Penetrasi Internet
–  Singapura
77,2 % ( 3,6 juta org)
–  Jerman
82,7 % (67,7 juta org)
–  Taiwan
70,0 % (16,1 juta org)
–  Malaysia
61,7 % ( 17,7 juta org)
–  China
38,4 % (513 juta org )
–  Phillipines
33,0 % (33,6 juta org)
–  Thailand
27,4 % ( 18,3 juta org)
–  Indonesia
22,4 % ( 55 juta orang)
Sumber Internet World Stats
( 31 Dec 2011 and updated March 2012)
26
PENGUASA MEDIA
1. MNC GROUP, 2. CT CORP,
3. EMTEK, 4. VISI MEDIA ASIA,
5. METRO/MEDIA GROUP,
6. KOMPAS/GRAMEDIA,
7. JAWA POS GROUP,
8. BERITA SATU MEDIA/LIPPO,
9. TEMPO GROUP, 10. FEMINA,
l  11. MRA MEDIA, 12. MAHAKA MEDIA.
(Nugroho, et al.2012)
27
PENGUASA TELEVISI
l  1.

MNC memiliki dan menguasai RCTI, Global
TV dan MNC TV/TPI dengan jaringan di
daerah. 2. EMTEK menguasai SCTV dan
Indosiar dengan jaringan. 3. CT Corp
menguasai Trans TV dan Trans 7 dengan
jaringan. 4. Visi Media Asia (Viva) menguasai
ANTV dan TV One berikut jaringan.
l  5. Metro TV dan jaringan.
l  Sekitar 218 LPS yang jumlahnya sekitar 300
dikuasai oleh 5 kelompok usaha tersebut.
28
ISI DAN RATING TV SWASTA
Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota
(Nielson April 2010).
l  : 1. Jakarta (57%),
l  2. Surabaya 19 %, 3. Yogyakarta (5%),
l  4. Bandung (4%), 5. Medan (4%),
l  6. Palembang (3%), 7. Semarang (2%),
l  8. Makassar (2%), 9. Denpasar (2%),
l  10. Banjarmasin (1%)
l  Total Penduduk 49.525.103
29
Isi dan Rating TV
l  Banyak

orang menduga bahwa berita yang
disajikan oleh stasiun televisi dengan gaya
dan bentuknya sekarang ini memperoleh
rating tinggi dan keuntungan komersial.
Ternyata tidak! Jauh panggang dari api!
(Kompas 24 April 2010)

30
ISI DAN RATING TV
Berdasarkan data dari AGB Nielsen Indonesia
pada 28/3 sampai dengan 10/4/2010, dalam hal
rating dan market share, posisi stasiun televisi
yang menjadikan berita sebagai menu utama, yaitu
TV ONE dan Metro TV, berada pada posisi 9 dan
10 diantara 10 stasiun televisi swasta lainnya.
Riset inilah yang dipakai sebagai referensi oleh
pemasang iklan (Kompas 24 April 2010)

l 

31
ISI DAN RATING TV
l  Rating

dan market share berita (news) jauh
di bawah program non news, terlempar jauh
dibawah peringkat 75. Yang nilainya tinggi
dan masuk 10 besar antara lain program non
news seperti Opera Van Java, Cinta Fitri,
Take Celebrity Out dan Termehek-mehek.

32
ISI DAN RATING TV
l  Mereka

yang bergerak di dunia bisnis
pertelevisian mengetahui bahwa hanya
setasiun televisi peringkat 1 sampai 4 yang
bisa mendapat iklan besar dan memperoleh
untung, sementara stasiun televisi peringkat
5 kebawah, “berdarah-darah” dan merugi.
(Kompas 24 April 2010)
33
ISI DAN RATING TV SWASTA
Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota
(Nielsen May 2013).
l  : 1. Jakarta (60,71%),
l  2. Surabaya 17,26 %, 3. Yogyakarta (4,75%),
l  4. Bandung (4,69 %), 5. Medan (3,99 %),
l  6. Palembang (2,93 %), 7. Semarang (3,16 %),
l  8. Makassar (2,68 %), 9. Denpasar (2,12 %),
l  10. Banjarmasin (1,26 %)
l  Total Penduduk 46.887.780
34
ISI DAN RATING TV SWASTA
Sampel terhadap 10 kota (Nielsen 28 April - 4 May 2013).
l  : 1. Jakarta (2031 = 24,79 %), 2. Surabaya (1295=15,62
%), 3. Yogyakarta (708=8,54% %),
l  4. Bandung (680=8,20% %), 5. Medan (661=7,97 %),
l  6. Palembang (641=7,73 %), 7. Semarang (611=7,37 %),
l  8. Makassar (585=7,05%), 9. Denpasar (657=7,92 %),
l  10. Banjarmasin (421=5,07%)
l  Jumlah Sample 8290

35
16 Besar Program
(28 April – 4 Mei 2013)

1. Tukang Bubur Naik Haji (RCTI),
l  2. X Factor (RCTI),
l  3. Berkah (RCTI), 4. On The Spot (Trans 7 ),
5. Raden Kian Santang (MNC TV),
6.SCTV Music Awards, 7. Opera Van Java (Trans 7),
8. Cinta 7 Susun (RCTI),
9. Telekuis Music Awards (SCTV),
10. ISL : Madura vs Persib (ANTV),
l 

36
16 Besar Program
(28 April – 4 Mei 2013)
l 

11. Al Ustadz Jefri (SCTV),
12. Teman Makan Teman (IVM),
13. Yang Muda Yang Bercinta (RCTI),
14. Indonesia Mencari Bakat (Trans),
15. 7 Hari Ustadz Jefri (SCTV),
16. Tukang Sayur Kebelet Kawin (SCTV).

37
Berita dan Informasi
73. Liputan 6 Siang (SCTV).
77. Liputan 6 Petang (SCTV),
79. Liputan 6 Terkini (SCTV),
82. Sekilas Info (RCTI),
87. Kabar Kabari (RCTI),
96. Insert Investigasi (Trans),
100. Selebrita (Trans 7),
125. Reportase Sore (Trans),
129. Reportase (Trans),
140. Seputar Indonesia (RCTI).

38
Berita dan Informasi
l  220.

Lawyers Club (TV One),
223. Topik Petang (ANTV),
l  256. Apa Kabar Indonesia (TVOne),
l  488. Prime News (Metro TV)

39
Top I0 Market Share
1. RCTI
19,5,
3. Trans7 12.0,
5. MNC TV 10.3,
7. Global TV 6,7.
9. TV One 4,9.

2. SCTV
15,9,
4. Trans
10.4,
6. IVM
7,8,
8. ANTV
6,
10. Metro TV 1.8.

40
ISI DAN RATING TV
l  Kita

membutuhkan kehidupan dan isi media
yang sehat. Media terikat pada ideologi bangsa
dan ideologi media. Terutama media yang
mempergunakan ranah publik harus ditujukan
untuk kepentingan publik. Untuk itu perlu
sebuah sistem penyiaran yang demokratis dan
sehat, yang menjamin keanekaragaman isi dan
kepemilikan yang melahirkan banyak dan
berbagai macam institusi rating.
41
BELANJA IKLAN (2012)
Rp. 89,3 T
l  MEDIA

ELEKTRONIK
Televisi 57, 18 T (64%), Radio 0,705 T (0,8%)
l  MEDIA CETAK
Newspaper 27,73 T (31%),
Magazine 1,71 T (2,1%), Tabloid 0,772 (1.0%)
MEDIA OUTDOOR
1,23 T (1,6%)
Sumber Media Scene Vol 24: 2012/2013

42
BELANJA IKLAN (2012)
l  MEDIA

ELEKTRONIK ( TV & Radio) 63 %
l  MEDIA CETAK 36 %
l  MEDIA ONLINE 1 %

l  Jumlah

: Rp. 87, 4 T ( Sumber Nielsen-SPS)
l  Catatan : TV 62 %, Radio 1%, Suratkabar 33%,
Tabloid/Mag 3-4%.
43
LEMBAGA PENYIARAN

1.  Lembaga Penyiaran Swasta
2.  Lembaga Penyiaran Publik
3.  Lembaga Penyiaran Komunitas
4.  Lembaga Penyiaran Berlangganan

44
PERBANDINGAN LEMBAGA PENYIARAN

1.
Lihat secara garis besar sistem penyiaran di
Eropa, Amerika Serikat dan Indonesia.
2.
Posisi Lembaga Penyiaran Publik di
Indonesia.
45
LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK
Main Principles of Public Service Broadcasting
Neither commercial nor state-controlled, public
broadcasting’s only raison d’etre is public
service. It is public’s broadcasting organization;
it speaks to everyone as a citizen. Public
broadcasters encourage access to and
participation in public life. They develop
knowledge, broaden horizons and enable people
to better understand themselves by better
understanding the world and others. (World Radio

l 

and Television Council 2002).

46
Lembaga Penyiaran Publik
l  Lembaga

ini diharapkan menjadi alternatif
dan penyeimbang lembaga penyiaran
swasta, bukan sebagai saingan. Itulah
sebabnya undang-undang yang baru nanti
harus mengatur secara terperinci jelas,
lengkap dan tegas, agar transformasi yang
saat ini belum terjadi secara baik , dapat
berjalan tuntas.
47
REGULASI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

Melihat kompleksitas permasalahan lembaga
penyiaran publik di Indonesia, sebaiknya
memang uu penyiaran untuk lembaga
penyiaran publik dan lembaga penyiaran
swasta dipisah.

48
Stasiun Berjaringan
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah,
untuk Indonesia, sistem yang tepat adalah sistem
penyiaran yang berlandaskan pada stasiun televisi
berjaringan dan stasiun lokal. Induk stasiun
berjaringan tidak harus terletak di ibukota negara,
tapi juga bisa terdapat dan dibangun di daerah,
misalnya ibukota propinsi. Suatu hari nanti
diharapkan akan lahir puluhan stasiun jaringan,
ribuan stasiun televisi lokal yang bisa independen,
berafiliasi dan dimiliki jaringan.
l 

49
Pengaturan Kepemilikan
l 

Pemusatan kepemilikan oleh satu orang atau satu
badan hukum terhadap lembaga penyiaran swasta
baik yang merupakan stasiun lokal dan stasiun
berjaringan harus diatur ketat. Menurut pendapat
saya, kepemilikan dan penguasaan oleh seseorang
atau suatu badan hukum apapun, ditingkat
manapun terhadap lebih dari satu stasiun jaringan
harus sangat dibatasi demikian juga terhadap
stasiun televisi lokal.
50
Regulator Penyiaran & Perijinan
l 

Di negara demokrasi, regulator utama penyiaran
adalah lembaga negara independen sebagaimana
FCC di Amerika Serikat, OFCOM di Inggris,
ACMA di Australia, ICASA di Afrika Selatan,
CSA di Perancis dan banyak negara demokrasi
lainnya. Demikian juga seharusnya di di
Indonesia, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI)

51
Independensi dan Netralitas
dalam Jurnalisme dan Media
l  Beberapa

konsep penting perlu dijelaskan,
antara lain tentang jurnalisme dan
jurnalistik, independensi dan netralitas serta
jenis dan bentuk media. Sehingga kita
mengetahui secara jelas independen dan
netral itu apa dan terhadap siapa ? Kepada
siapa jurnalis dan media seharusnya
berpihak ? Apa sanksinya ?
52
Independensi dan Netralitas
l 

Jurnalisme adalah sebuah paham tentang kegiatan
jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan
media. Dalam jurnalisme terkandung idealisme.
Ada ideologi, yaitu usaha memberikan informasi
untuk pemberdayaan masyarakat. Bill Kovach
dan Tom Rosentiel merumuskan bahwa tujuan
utama jurnalisme adalah menyediakan informasi
yang dibutuhkan publik agar mereka bisa hidup
merdeka dan mengatur diri sendiri.
53
Independensi dan Netralitas
l Jurnalisme

bukan hanya sesuatu
yang bersifat teknis penyajian, tapi
terdapat idealisme. Jurnalistik
adalah implementasi dari ideologi
jurnalisme.

54
Independensi dan Netralitas
Dalam jurnalisme dan kegiatan jurnalistik
terdapat prinsip independensi dan netralitas yang
harus ditegakkan. Independen dalam arti
merdeka menjalankan ideologi jurnalisme. Netral
artinya berimbang, akurat, tidak memihak kecuali
kepentingan publik. Independensi dan netralitas
itu memang berbeda tapi merupakan satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ingin
menjadi media yang baik, kedua prinsip itu harus
dijalankan
l 

55
Independensi & Netralitas
Itu sebabnya Kode Etik Jurnalistik yang
disahkan oleh Dewan Pers merumuskan
secara sangat bagus dalam satu tarikan nafas:
“ Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beriktikad buruk “ Dengan
penafsiran yang sangat jelas bahwa prinsip
independensi dan netralitas harus
dilaksanakan (Pasal 1).
56
Independensi & Netralitas
l  Sementara

itu Pedoman Perilaku Penyiaran
(P3) dan Standar Program Siaran (SPS)
yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia juga juga menyatakan dalam satu
tarikan nafas : “ Lembaga penyiaran wajib
menjaga independensi dan netralitas isi
siaran dalam setiap program siaran “
l  ( Pasal 11 ayat 2 P3) .
57
Independensi & Netralitas
Dalam SPS diatur secara lebih detil dan tegas
bahwa independensi dan netralitas harus
dijaga dengan antara lain menyatakan bahwa
program siaran wajib dimanfaatkan untuk
pentingan publik, tidak untuk kelompok
tertentu dan dilarang untuk kepentingan
pribadi pemilik dan kelompoknya. (Pasal 11
SPS). Selanjutnya dalam program jurnalistik
harus akurat, adil, berimbang, tidak berpihak.
(Pasal 40 SPS).
58
Independensi & Netralitas
Dapatkah pemberitaan suratkabar memuat berita
tentang pemiliknya setiap hari dengan porsi
yang besar kemudian memuji-muji diri sendiri.
Tidak ada larangan secara hukum terhadap
media cetak yang tidak mempergunakan ranah
publik ini sepanjang tidak mencemarkan nama
baik orang lain. Sanksinya adalah etik dan
sosial. Kredibiltas media menjadi turun,
masyarakat menjadi muak dan bosan.
Suratkabarnya ditinggalkan pembaca.
59
Independensi dan Netralitas
Bagaimana bila itu terjadi di Televisi maupun
Radio yang mempergunakan frekuensi dan
ranah publik. Regulator harus menegur dan
melarangnya dengan sanksi etik dan hukum
mulai dari yang ringan sampai dengan berat
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), KPU,
Kemenkominfo serta Dewan Pers harus secara
tegas menegakkan etika dan hukum.
60
Independensi dan Netralitas
l  Mungkinkah

media itu independen dan
netral 100%. Tidak akan pernah ! Itu
sebabnya perlu dikontrol secara internal
maupun eksternal. Semakin tinggi derajat
independensi dan netralitasnya, semakin
tinggi kredibiltasnya, semakin disukai dan
semakin mampu membentuk opini publik.
61
Digitalisasi & Multipleksing
l 

Penyiaran kini memasuki era digitalisasi, akan
terdapat 2 (dua) lembaga penyiaran:

1. Lembaga penyiaran yang menyediakan
berbagai macam program dan
l  2. Lembaga penyiaran yang menyalurkan
program-program, yaitu lembaga penyelenggara
mulktipleksing.
l 

62
Digitalisasi & Multipleksing
l  Untuk

menjamin terselenggaranya
penyiaran yang demokratis, seharusnya
penyelenggara multiplleksing ini adalah
sebuah badan usaha yang independen dan
profesional. Bisa merupakan konsorsium
dari banyak banyak badan usaha, atau
merupakan badan usaha milik negara.
Negara harus mengontrol dan tidak
melepaskannya begitu saja kepada pasar
63
DIGITALISASI TV VERSI
PERMEN 22 DIBATALKAN MA
Mahkamah Agung (MA) pada 3 April 2013
membatalkan Permen No 22 dengan mengabulkan
gugatan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)
dan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia
( ATVJI). Namun tampaknya pemerintah bersikeras
menjalankan digitalisasi berdasarkan permen dan tak
akan membatalkan keputusan.
64
Implikasi Putusan MK
MK pada 3/10/2012 menolak permohonan Koalisi
Independen Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) yang
meminta tafsir tunggal tentang pemusatan kepemilikan.
Namun, ketika membaca pertimbangan hukumnya, secara
implisit mereka "menerima". MK menolak memberi
tafsir, tapi sebenarnya memberi tafsir. Terdapat 2 Hakim
yang melakukan “dissenting opinion”.
Kini, banyak badan hukum yang memiliki lebih dari 1
LPS di satu daerah dengan jaringan di daerah lain.
Menurut KIDP itu dilakukan karena tafsir yang keliru.
65
Anggota KIDP
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia,
2. AJI Jakarta, 3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Pers , 4. Yayasan 28, 5. Pemantau Regulasi dan
Regulator Media (PR2MEDIA), 6. Media Lintas
Komunitas (MEDIALINK), 7. Yayasan TIFA,
8.Jaringan Radio Komunitas (JRKI), 9. Remotivi,
10. Masyarakat Cipta Media, 11. Lembaga Studi
Pers dan Pembangunan (LSPP), 12. Institute for
Criminal Justice Reform (ICJR)

66
Implikasi Putusan MK
l  MK

menolak melakukan tafsir karena
tafisrnya sudah jelas terdapat dalam
Undang-Undang Penyiaran dan PP No. 50/
2005. Sehingga bila terjadi penyimpangan,
bukanlah masalah konstitusionalitas tapi
soal implementasi norma Keputusan MK
jelas menolak pemusatan kepemilikan yang
sekarang terjadi.

67
PEMBATASAN KEPEMILIKAN
UU Penyiaran menetapkan 3 pasal penting, yaitu
pasal 18 ayat (1) yang menyatakan:
l  Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan
hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di
beberapa wilayah siaran, dibatasi.
l  Kemudian, Pasal 20 yang menyatakan:
l  Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio
dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya
dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1
(satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan
wilayah siaran.
l 

l 

68
PEMBATASAN KEPEMILIKAN
Pasal 34 Ayat (4):
Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang
dipindahtangankan kepada pihak lain.
Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan
Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan
kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan
penyiaran yang diberikan kepada badan hukum
tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum
lain atau perseorangan lain.

69
PEMBATASAN KEPEMILIKAN
Pasal 34 Ayat (4):
Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang
dipindahtangankan kepada pihak lain.
Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan
Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan
kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan
penyiaran yang diberikan kepada badan hukum
tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum
lain atau perseorangan lain.

70
PEMBATASAN KEPEMILIKAN
PP No. 50 /2005 tentang LPS Pasal 32 ayat (1) menyatakan:
l  “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang
atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran
maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah
Indonesia dibatasi sebagai berikut: a. 1 (satu) badan hukum
paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan
penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua)
provinsi yang berbeda; b. paling banyak memiliki saham
sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1
(kesatu); c. paling banyak memiliki saham sebesar 49%
(empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2
(kedua); dan seterusnya.

l 

71
KEPEMILIKAN SILANG
Kepemilikan silang baik langsung maupun tidak
langsung dibatasi:
a.  1 LPS Radio dan 1 LPB dengan 1 media cetak
di wilayah yang sama,
b.  b. 1 LPS TV dan 1 LPB dengan 1 (satu)
perusahaan media cetak.
c.  c. 1 LPS Radio dan 1 LPS TV dengan 1 LPB
(Pasal 33 PP No 50 Tahun 2005)

72
Implikasi Putusan MK
1. Pemerintah dan atau Regulator Penyiaran harus menegakkan
hukum dan mengeluarkan kebijakan yang sesuai peraturan
perundang-undangan.
2. Berbagai pihak dapat melakukan gugatan kepada pemerintah dan
atau Regulator Penyiaran karena telah melakukan pembiaran atas
terjadinya pelanggaran hukum.
3. Berbagai pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan
hukum.
4. Undang-undang penyiaran yang baru harus secara jelas dan tegas
merumuskan pembatasan kepemilikan agar tidak terjadi lagi
manipulasi hukum . RUU ini memberikan batas waktu penyesuaian
untuk radio 1 ½ tahun dan televisi 3 tahun.

73
MENGAWAL RUU PENYIARAN
TERUTAMA ISU PENTINGNYA
l  Setelah

melalui perdebatan panjang, RUU
Penyiaran yang baru sebagai inisiatip DPR
telah disahkan melalui rapat paripurna pada
tanggal 23 Oktober 2012. Isinya secara
prinsip bagus dan demokratis tentu saja
dengan beberapa catatan. RUU ini perlu
dikawal secara ketat agar lebih baik dan
tetap demokratis.
74
RUU PENYIARAN VERSI DPR
VERSUS PEMERINTAH
l  Pemerintah

akhir Mei lalu telah
menyerahkan RUU Penyiaran Pendamping
Versi Pemerintah yang sangat otoriter
cendrung fasis dan memberikan banyak
kesempatan bagi terjadinya praktek “rent
seeking”
75
Landasan Filosofis
RUU DPR dimulai dengan pemikiran filosofis yang
demokratis dan bagus. Kemerdekaan berpendapat
harus dijamin dan dijalankan secara
bertanggungjawab. Spektrum frekuensi radio adalah
milik publik dan sumber daya alam terbatas yang
harus digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Keanekaragaman kepemilikan dan isi harus dijamin
dan dilaksanakan untuk menjaga pluralisme
masayarakat, otonomi daerah, integrasi dan identitas
nasional guna mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan pemikiran
yang bersifat filosofis ini ruu ini disusun.
76
Regulator Penyiaran
l  RUU

ini tegas menetapkan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) dan Pemerintah
sebagai regulator penyiaran dengan KPI
sebagai regulator utamanya. Di banyak
negara demokrasi, memang yang menjadi
regulator utama penyiaran adalah lembaga
negara independen.
77
Regulator Penyiaran
KPI antara lain bertugas menjamin masyarakat
menerima isi siaran yang sehat dan menciptakan
tatanan informasi nasional yang adil merata dan
seimbang. Kemudian KPI berwenang memberikan
Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP),
membentuk peraturan penyelenggaraan penyiaran,
menetapkan Standar Program Siaran dan
memberikan sanksi atas pelanggaran. Pemerintah
mengeluarkan Izin Penetapan Frekuensi untuk
penyiaran.

l 

78
Regulator Penyiaran
Namun RUU ini memberikan KPID wewenang mengeluarkan
IPP di daerah. KPI Pusat juga mengeluarkan IPP.
Apa bedanya ? Apakah IPP dari KPI Pusat khusus untuk
Induk LPS ? RUU tidak memberikan penjelasan. Ini dapat
membuat terjadinya pertikaian dan kesulitan banyak pihak.
Seharusnya hubungan KPI dan KPID bersifat hirarkis dan juga
bersifat koordinatif. Pengaturan penyiaran yang juga mengatur
penggunaan frekuensi terikat pada ketentuan International
Telecommunication Union (ITU) yang sifatnya juga hirarkis
dan koordinatif. Oleh karena itu sebaiknya IPP hanya
dikeluarkan oleh KPI Pusat namun harus melalui proses dan
rekomendasi dari KPID.
79
Penyiaran Publik
Sebagai penyeimbang, kehadiran Lembaga
Penyiaran Publik (LPP) adalah keharusan. RUU
menyatakan bahwa LPP adalah Radio Televisi
Republik Indonesia (RTRI) yang merupakan
gabungan RRI dan TVRI. Agar LPP tumbuh dan
berkembang pesat, RTRI akan diatur dengan
undang-undang terpisah yang masih dalam
pembahasan di DPR. Ini adalah suatu hal yang
positip namun harus segera dilakukan dan lahir
bersamaan dengan UUP
80
Penyiaran Komunitas
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) mendapat
tempat penting disamping lembaga penyiaran publik,
swasta, dan berlangganan. LPK didirikan oleh
komunitas di wilayah tertentu atau oleh komunitas
yang terikat dengan kepentingan tertentu, bersifat
independen, nirlaba, serta melayani kepentingan
komunitasnya. Sumber pembiayaan berasal dari
komunitasnya dan atau sumbangan, hibah, sponsor.
Konsep LPK ini mendekati konsep penyiaran
komunitas di Eropa Barat dan public broadcasting
service di Amerika Serikat.
81
Penyiaran Komunitas
l  Yang

menarik dan baru adalah LPK dapat
memancarluaskan siaran melalui jaringan
LPK. Itu berarti LPK Universitas Indonesia
dapat berjaringan dengan LPK UGM dan
perguruan tinggi lainnya. Jaringan ini tidak
harus nasional, tapi bisa regional. Ide
jaringan LPK adalah ide yang bagus namun
memerlukan pengaturan lebih lanjut .
82
Penyiaran Swasta & Jaringan
l  Lembaga

Penyiaran Swasta (LPS) yang
kini dominan tentu saja penting dalam
RUU ini. LPS yang ingin
memancarluaskan siaran ke lebih dari
satu wilayah siar wajib melalui sistem
jaringan. Lembaga Penyiaran lokal yang
menjadi bagian dari sistem siaran
jaringan wajib berbadan hukum dan
berlokasi di daerah wilayah siar.
83
Penyiaran Swasta & Jaringan
Dengan demikian nantinya, disetiap daerah bisa terdapat

1.
2.
3.
4.

LPS yang merupakan induk jaringan ,
LPS yang merupakan anggota jaringan dan
dimiliki oleh induk,
LPS anggota jaringan tapi tidak dimiliki
induk,
LPS yang independen bukan anggota
jaringan.
84
Kepemilikan LPS
l  Untuk

menjamin keanekaragaman kepemilikan,
RUU ini mengatur secara ketat kepemilikan
media free to air ini. Sebagai contoh, satu
orang atau satu badan hukum dapat menguasai
dan memiliki lebih dari 1 dan paling banyak 2
LPS televisi dalam bentuk induk stasiun
jaringan dengan yang ke 2 terletak di wilayah
siar lain dan tidak berada dalam posisi 1 sampai
dengan 4 dalam perolehan iklan televisi swasta
nasional.
85
Kepemilikan LPS
l  Kemudian

hanya dapat menguasai dan
memiliki 1 LPS televisi di satu wilayah siar.
Boleh memiliki lebih dari 1 LPS televisi lokal
diberbagai wilayah siar dan boleh menjangkau
secara nasional sepanjang 20 % secara
proporsional ditujukan di daerah kurang maju/
termarjinalkan.
l  Selanjutnya, RUU dengan tegas menekankan
bahwa perubahan saham pengendali yang
memiliki dan menguasai LPS harus dilaporkan
dan mendapat izin dari KPI.
86
Digitalisasi
RUU memberikan dasar hukum pelaksanaan penyiaran
dengan tekonologi digital. Penyebarluasan program dan isi
siaran dalam tekonologi digital akan dilakukan oleh
Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPM).
1 kanal atau frekuensi yang tadinya hanya untuk 1 saluran
program, kini bisa menjadi 12 saluran program. Sehingga
nantinya terdapat : 1. Lembaga penyiaran yang membuat
program dan isi, dan 2. LPPM yang bisa dimiliki oleh
konsorsium, badan usaha milik swasta ataupun milik
negara. LPPM wajib menjaga netralitas, independensi dan
profesionalitas.Kesempatan terbuka sama untuk seluruh
badan hukum penyiaran termasuk yang baru.
87
KEGIATAN JURNALISTIK
Muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga
penyiaran harus mengikuti Kode Etik
Jurnalistik dan standar program siaran.
Penyelesaian sengketa terkait dengan
kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh
KPI sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
88
Pidana
l  RUU

awalnya menghilangkan pasal pidana,
namun ternyata masih tercantum. Pidana ini
menyangkut pendirian lembaga penyiaran asing
dan larangan menyiarkan isi siaran yang bersifat
fitnah, menghasut, bohong yang menimbulkan
kekacauan, korban luka dan meninggal dunia.
l  Pekerjaan di media adalah pekerjaan kolektif,
terutama yang menyangkut pemberitaan.
Sebaiknya pasal dengan ancaman kurungan dan
denda ini dicabut. Sanksi administratif termasuk
mencabut IPP sudah lebih berat dari itu ?
89
Isu Penting Lainnya
1. Kode Etik & Dewan Kehormatan KPI
l  2. Lembaga Penyiaran Berlangganan,
l  3. Standar Program Siaran,
l  4. Periklanan Penyiaran.

90
Isu Penting RUU
Radio Televisi Republik Indonesia
Versi DPR 4 Juni 2012

l  1.

Dalam ketentuan menimbang dan pen
jelasan dinyatakan bahwa RTRI adalah
penyatuan antara RRI dan TVRI.
l  2. RUU RTRI adalah turunan dan bagian
UUPenyiaran.
l  3. Ruang lingkup adalah penyiaran nasional,
lokal, regional dan internasiomal yang diterima
melalui radio, tv dan media dalam jaringan.
91
Isu Penting RTRI
l  4.

RTRI Berkedudukan sebagai lembaga
negara penyelenggara penyiaran publik
Republik Indonesia.
l  5. RTRI menyelenggarakan siaran dengan
sistem penyiaran nasional berjaringan yang
wajib menjangkau seluruh wilayah NKRI.
Disamping itu juga menyelenggarakan
sistem penyiaran lokal
92
Isu Penting RTRI
l  6.

Susunan organisasi terdiri dari Pengurus
dan Dewan Penyiaran Publik. Pengurus
dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan
paling banyak 8 orang Deputi. Dewan
Penyiaran Publik terdiri dari 7 orang terdiri
dari unusr RTRI (2), praktisi penyiaran (2),
unsur masyarakat (1), unusr akademisi (1),
dan unsur perwakilan daerah tertinggal (1).

93
Isu Penting RTRI
l  7.

Isi Siaran harus memenuhi ketentuan
Standar Program Siaran yang dibuat KPI.
Stasiun peerwakilan di Ibukota Provinsi
harus memproduksi paling banyak 25%
demikian juga dengan yang berada di
kabupaten/kota.
l  8. Penyiaran Publik Dengan Penyiaran
Digital belum lengkap dan detil.

94
Isu Penting RTRI
l  9.

Ketentuan Peralihan memuat antara lain
soal penyelesaian soal penyelesaian aset RRI
dan TVRI, status dan hak kepegawaian PNS
TVRI Dan RRI.
l  10. Dalam peralihan sebaiknya memasukkan
kegiatan audit total baik aset dan sumberdaya
manusia. Ini menjadi perintah UU kepada
Pengurus. Agar Pengurus dapat melakukan
kegiatan dan tindakan secara tegas dan jelas
95
RUU PENYIARAN PEMERINTAH
KESIMPULAN UMUM
l  RUU pemerintah penuh dengan semangat ingin mendominasi.
Artinya peranan pemerintah dominan yaitu sebagai pembuat
kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. RUU
pemerintah ini justru akan melahirkan sistem penyiaran yang
otoriter dan dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah dengan
menghapuskan peranan “independent regulatory body” seperti
Komisi Penyiaran Indonesia. Ini adalah pergeseran kembali ke
dalam sebuah sistem otoriter orde baru, mencegah desentralisasi
dan membangun kembali sentralisasi. Melemahkan peranan
masyarakat dan bahkan peranan dan kekuatan industri.
Disamping itu banyak sekali peraturan turunan yang harus dibuat
pemerintah yang menyebabkan akan terjadi banyak perundingan,
negosiasi dan tawar menawar, yang dikhawatirkan akan
melahirkan kegiatan “rent seeking”.
l 

96
KESIMPULAN KHUSUS
1.

2.

3.

Pada bagian menimbang dan mengingat, RUU versi
pemerintah menghilangkan/membuang pasal 18, 18 A,
18 B. Pasal pasal ini adalah tentang otonomi daerah
yang sangat penting untuk untuk membangun
demokratisasi dan desentralisasi ekonomi dan politik.
Pada bagian kepentuan umum terlihat juga bahwa
peranan pemerintah dominan misalnya Izin
Penyelengaraan Penyiaran (IPP) diberikan oleh
pemerintah. Lembaga Penyiaran Publik didirikan oleh
Pemerintah. Padahal dalam negara demokrasi
seharusnya LPP bukan milik dan corong pemerintah.
Pemerintah adalah Regulator Utama dan Pembina
Penyiaran (Bab II Bagian Kesatu Pasal 6)
97
KESIMPULAN KHUSUS
4.

Pada bagian Sistem Penyiaran Nasional, Pasal 8, semakin
detil pemerintah ingin menguasai dan mengontrol segalanya
dengan menyatakan antara lain spektrum frekuensi radio
dikelola oleh pemerintah, penyelenggara penyiaran adalah
pemerintah, pemerintah dapat memberikan hak
penyelenggaraan penyiaran kepada lembaga penyiaran
dalam bentuk izin penyelenggaraan penyiaran.
5.
Pemerintah mengambil, mengontrol dan menguasai LPP.
Dinyatakan jelas bahwa LPP didirikan oleh Pemerintah. LPP
terdiri dari LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI)
dan LPP Lokal. Selanjutnya Dewan Pengawas RTRI
diangkat
oleh Presiden dan Direksi ditetapkan oleh Menteri. Demikian juga
dengan LPP Lokal, peranan Gubernur dan Bupati/Walikota
menjadi dominan terhadap LPP Lokal. Ini bertentangan dengan
dengan prinsip demokrasi.
98
KESIMPULAN KHUSUS
6.

7.

8.

Pasal 16 RUU versi pemerintah ini masih mengecilkan
peranan Lembaga Penyiaran Komunitas menjadi hanya
sekedar lembaga penyiaran untuk komunitas tertentu dan
layanan siaran terbatas.
Tentang Lembaga Penyiaran Swasta (LPS).RUU
Pemerintah ini tidak jelas ingin membangun sistem
penyiaran apa. Semuanya bisa, baik melalui sistem
penyiaran nasional, lokal maupun berjaringan.
Soal kepemilikan saham pada LPS baik langsung ataupun
tidak langsung. RUU ini tampaknya mengatur sangat ketat
namun harus diuji dengan pertanyaan, bisakah berjalan ?
Justru terdapat kecendrungan mematikan industri .
Referensinya tidak jelas. Ketentuan lebih lanjut lewat
peraturan menteri justru berbahaya !
99
KESIMPULAN KHUSUS
9.

10.

Tentang Perizinan, seluruh pasal-pasalnya
memperlihatkan bahwa pemerintah adalah
regulator utama yang mengatur dan mengeluarkan
izin serta mencabut izin.
Tentang penyiaran dengan teknologi Digital,
RUU versi pemerintah menyatakan antara lain
bahwa Lembaga Penyelenggara Multipleksing
(LPM) diselenggarakan oleh : a. badan hukum
Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang
bidang usahanya hanya menyelenggarakan layanan
multipleksing untuk penyiaran; b. LPP RTRI.
100
KESIMPULAN KHUSUS
11.

12.
13.

RUU versi pemerintah memotong peranan Komisi
Penyiaran Indonesia yang ada selama ini.
Menggantinya dengan Komisi Pengawas Isi
Siaran (KPIS) yang sama sekali sebenarnya
bukan regulator utama dan bukan regulator
pendamping pemerintah.
Tentang kegiatan jurnalisitik ( Pasal 87), RUU
versi pemerintah ini tampak menghindari UU Pers.
Tentang Iklan Rokok RUU Pemerintah hanya
membatasi.
101
CATATAN AKHIR
l  Untuk

Publik, RUU DPR secara paradigmatik
dan banyak hal lainnya sudah sesuai dengan
prinsip demokrasi. Tentu saja masih
membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan.
Mengawal dan menyempurnakan itu saja sudah
merupakan pekerjaan yang berat. Apalagi harus
berhadapan dan berjuang menolak RUU versi
Pemerintah yang otoriter dan anti demokrasi.
Ini jauh lebih berat. Masyarakat Sipil perlu
bergerak bersama membangun sistem penyiaran
yang demokratis.
102
REFERENSI
Australian Communication and Media Authority (2012), Commercial TV
Broadcasting Licenses, Date Published 06/01/2012. www. acma.gov.au
Albarran, Alan B., (2006) Management of Electronic Media, Edition 3,Thomson
Wadsworth, Belmont, CA, USA
Albarran, Alan B., (2010) Management of Electronic Media, 4thEdition,Thomson
Wadsworth, Belmont, CA, USA.
Banerjee, Indrajit and Seneviratne, Kalinga.,(2006), Public Broadcasting Service
in the Age of Globalization, AMIC, Singapore.
Davie, William R., Upshaw, James R., (2006), Principles of Electronic Media,
Second Edition, Pearson Education Inc. Boston, USA.
Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2004). Broadcasting,
Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA.
Dominick, Joseph R. (2007), The Dynamics Of Mass Communications, Media in
l 
Digital Age, McGraw-Hill, New York,USA.
Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2012). Broadcasting,
Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA.
103
l 
l 
l 

l 

l 
l 

l 
l 
l 
l 

DPR RI, Komisi I (2012), Rancangan UU Penyiaran (Inisiatip DPR RI)
DPR RI, Komisi I (2012) ,RUU Radio Televisi RI ( Belum menjadi RUU Inisiatip)
Federal Communications Commission (2011, March 22), FCC’s Review of the
Broadcast Ownership Rules, Federal Communications Commission, Consumer
and Govermental Affairs Bureaus, Washington, DC. USA.
www.fcc.gov/cgb
Federal Communications Commission (2011, December 22), FCC 11-186, Notice of
Proposed Rulemaking, In the Matter of 2010 Quadrennial
Regulatory
Review – Review of the Commission’s Broadcast Ownership
Rules and
Other Rules Adopted Pursuant to
Section 202 o fthe Telecommunications
Act of
1996 and Promoting
Diversification of Ownership in the
Broadcasting
Services. www.fcc.gov/document/fcc-release-not
Garden, Dr John Gardiner and Chown Jonathan ( 2006 ), Media Ownership
Regulation in Australia, www.aph.gov.au
Rodloytuk, Palphol, (2011), Thai Public Broadcasting Service, Towards Building a
Civic-Minded Society, AMIC and Nanyang Technological
University, (SCINTU) Singapore.
Kemenkominfo, Siaran Pers No. 55/DJPT.1/Kominfo/5/2008
kontan.co id. (25 Desember 2011), TV Jaringan Minta Pemerintah Selesaikan
Aturan Multiplexing.
104
l 

l 
l 
l 

l 
l 
l 
l 

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika R.I. No22/Per/M.Kominfo/11/
2011 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial
Penerimaan Tetap Tidak Berbayar ( Free to Air )
Serikat Perusahaan Pers (SPS), Media Directory 2013, Jakarta, Indonesia.
Siregar,Amir Effendi (2010), Bisnis dan Ideologi Media, Harian Kompas, 24
April 2010.
Subiakto, Henry DR (2012), Kebijakan Tentang Penyiaran Digital Di
Indonesia, Disampaikan pada Diskusi yang dislenggarakan oleh Media
Link, AJI Jakarta dan Yayasan TIFA, 12 Januari 2012. Jakarta.
The Working Committee: Frans Suharto (Chairman) (2011), Media Scene,
Volume 22. 2010-2011. Jakarta.
TVNewsCheck.Com (2010, April 7), The Business of Broadcasting, Top 30
Station Groups,
Tribunnews.com (18 Desember 2011), Jakarta Jadi Kota Pertama Penerapan
TV Digital.
Tribunnews.com (19 Desember 2011), Siapkah Masyarakat Beralih ke
TV Digital ?
105
l 
l 
l 
l 
l 

Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Penyiaran No. 32, Tahun 2002
VIVAnews, (18 Desember 2011), Pemerintah Diminta Tuntaskan Regulasi
Digital.
Working Group Master Plan Frekuensi Penyiaran (2008), Model Usaha
Dalam Penyelenggaraan TV dan Radio Digital, Postel.go.id

106
TERIMA KASIH

107

More Related Content

Similar to Class Week 14 - UI Demokratisasi Penyiaran Des 2013 by Amir Effendi Siregar

Perkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di IndonesiaPerkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia
YunndBoregh
 
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberalIndepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
SatuDunia Foundation
 
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_duniaIndepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
SatuDunia Foundation
 
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
VJ Asenk
 
Dr. Matulanda Ratulangi
Dr. Matulanda RatulangiDr. Matulanda Ratulangi
Dr. Matulanda Ratulangi
alfizanna
 

Similar to Class Week 14 - UI Demokratisasi Penyiaran Des 2013 by Amir Effendi Siregar (20)

Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJIRefleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
Refleksi Yanuar Nugroho pada 18 Tahun AJI
 
Peta Perubahan Media Komunitas di Indonesia: Masa Orde Baru dan Masa Reformasi
Peta Perubahan Media Komunitas di Indonesia: Masa Orde Baru dan Masa ReformasiPeta Perubahan Media Komunitas di Indonesia: Masa Orde Baru dan Masa Reformasi
Peta Perubahan Media Komunitas di Indonesia: Masa Orde Baru dan Masa Reformasi
 
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
 
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
Vol 1 no_1_desember_2014_2_joko_martono-3f81a-2142_520
 
Manajemen media massa
Manajemen media massaManajemen media massa
Manajemen media massa
 
Perkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di IndonesiaPerkembangan Pers di Indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia
 
3._GLOBALISASI.ppt
3._GLOBALISASI.ppt3._GLOBALISASI.ppt
3._GLOBALISASI.ppt
 
8
88
8
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
 
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptHukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
 
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberalIndepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal
 
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_duniaIndepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
Indepth report lumpur lapindo dan persaingan politik 2014 satu_dunia
 
Potret pers jakarta 2013 ok ref
Potret pers jakarta 2013 ok refPotret pers jakarta 2013 ok ref
Potret pers jakarta 2013 ok ref
 
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
 
Makalah binter
Makalah binterMakalah binter
Makalah binter
 
Demokrasi di India dan Komunisme di China
Demokrasi di India dan Komunisme di ChinaDemokrasi di India dan Komunisme di China
Demokrasi di India dan Komunisme di China
 
Pers
PersPers
Pers
 
Dr. Matulanda Ratulangi
Dr. Matulanda RatulangiDr. Matulanda Ratulangi
Dr. Matulanda Ratulangi
 
Iklan Sebagai Media Kritik Sosial
Iklan Sebagai Media Kritik SosialIklan Sebagai Media Kritik Sosial
Iklan Sebagai Media Kritik Sosial
 
Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5Pancasila kelompok 5
Pancasila kelompok 5
 

Recently uploaded

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Recently uploaded (20)

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 

Class Week 14 - UI Demokratisasi Penyiaran Des 2013 by Amir Effendi Siregar

  • 1. DEMOKRATISASI PENYIARAN : PERKEMBANGAN TANTANGAN & PELUANG Oleh AMIR EFFENDI SIREGAR KETUA PEMANTAU REGULASI DAN REGULATOR MEDIA (PR2MEDIA) PEMIMPIN UMUM MAJALAH WARTA EKONOMI PAKAR PENDAMPING RUU PENYIARAN KOMISI I DPR ANGGOTA DEWAN PERS (2003-2006) 1
  • 2. PENGANTAR Sejak 1998, lewat reformasi, Indonesia memilih demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara dengan Pancasila dan UUD 1945 (termasuk amandemen) sebagai landasan filsafat dan ideologinya. Berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang media dan penyiaran telah dilahirkan untuk membangun sebuah sistem media dan penyiaran yang demokratis yang menjamin keanekaragaman isi dan kepemilikan 2
  • 3. PENGANTAR Yang terjadi saat ini adalah berpindahnya kontrol yang terpusat oleh negara sebagai ciri negara otoriter ke dalam pelukan modal lewat pasar bebas yang tidak terkontrol, seringkali mengabaikan kepentingan publik. Dikhawatirkan dapat melahirkan otoritarianisme dalam bentuk baru, yaitu otoritaritarianisme kapital yang pada gilirannya dapat juga membunuh demokrasi. 3
  • 4. Filsafat dan ideologi media l  Dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan, khususnya undang-undang di bidang media dan penyiaran, maka menurut pendapat saya yang pertama kali harus dipahami adalah undang-undang ini haruslah merupakan turunan dari filsafat dan ideologi negara. Sebuah usaha untuk membangun sebuah sistem penyiaran yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Selanjutnya adalah memahami bahwa undang-undang ini merupakan juga turunan dari prinsip-prinsip universal yang berlaku di dunia dalam membangun sebuah sistem komunikasi, media dan penyiaran yang demokratis. 4
  • 5. DEMOKRASI INDONESIA l  Pancasila dan UUD 1945 tidak hanya menjamin hak-hak politik dan sipil, tapi juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bangsa Indonesia. l  Prinsip keadilan mendapat tempat yang sangat penting, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. l  5
  • 6. DEMOKRASI INDONESIA Indonesia secara tegas menyatakan ingin menegakkan desentralisasi melalui otonomi daerah yang luas sesuai dengan UUD 1945 pasal 18, 18A, 18B . Tidak hanya mengutamakan prinsip menjamin kebebasan berbicara, berpendapat, berorganisasi, berkomunikasi dan berpolitik semata atau hanya menjamin adanya hak politik dan sipil saja sebagaimana tercantum pada pasal 27, 28 dan 29. Namun juga menjamin adanya hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat sebagaimana tercantum pada pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 34. l  6
  • 7. DEMOKRASI INDONESIA Semua ini memperlihatkan bahwa Republik Indonesia bergerak dari sistem otoriter yang sentralistis ke sistem demokratis yang desentralistis. Negeri ini bukanlah negara liberalkapitalistik atau otoriter, tapi negara demokrasi yang tidak hanya menjamin hak sipil dan politik, tetapi juga hak ekonomi, sosial dan budaya yang membutuhkan pelaksanaan keadilan dan penghargaan terhadap minoritas. l  7
  • 8. DEMOKRATISASI MEDIA Memerlukan: 1.  Jaminan terhadap “freedom of expression, speech and of the press”. 2.  Jaminan terhadap “diversity of ownership, content and voices”. 3.  Jaminan terhadap distribusi informasi dan media yang tepat sasaran 8
  • 9. REGULASI MEDIA Media Cetak: Pengaturan diri sendiri (“Self Regulatory”) lebih menentukan (dominan). Terdapat Dewan Pers sebagai “ Independent Self Regulatory Body”. Terutama menggunakan UU Pers. Media Elektronik: Peranan Badan Regulasi Independen (“Independent Regulatory Body”) seperti Komisi Penyiaran Indonesia yang merupakan lembaga negara lebih menentukan (dominan) karena media elektronik mempergunakan ranah publik. Terutama menggunakan UU Penyiaran 9
  • 10. REGULASI MEDIA UNDANG-UNDANG PERS NO 40/1999 DAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN NO 32/2002 Berikut Dengan Peraturan Pemerintah. Dan UU Lain terkait seperti UU Telkom, UU Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Keterbukaan Informasi Publik. Dan lain lain. 10
  • 11. REGULASI MEDIA PENYIARAN Highly Regulated karena : Pertama, media ini mempergunakan ranah publik. Kedua, frekuensi yang dipakai bersifat terbatas (scarcity theory). Bila nanti teknologi digital mulai dipergunakan, jumlah lembaga penyiaran bisa dan akan lebih banyak, tapi tetap terbatas. Ketiga, siaran televisi dapat memasuki dan menembus ruang keluarga, ruang tidur kita secara serentak dan meluas, tanpa kita undang (pervasive presence theory). 11
  • 12. SITUASI DAN PETA MEDIA SAAT INI: 1.BERGESERNYA OTORITARIANISME NEGARA KE OTORITARIANISME KAPITAL, 2. INDEPENDENSI MEDIA DIPERTANYAKAN 3. MEDIA UMUMNYA ELITIS, ISINYA SERAGAM & HIBURAN DOMINAN. 4.KONSENTRASI TERJADI, KEANEKARAGAMAN ISI DAN KEPEMILIKAN DIABAIKAN 5.LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK & KOMUNITAS TIDAK CUKUP DIPERHATIKAN 12
  • 13. MENGAPA TERJADI ? 1. Lemahnya pemahaman terhadap Konstitusi dan Demokrasi. 2. Peraturan dan kebijakan lainnya tidak konsisten dengan undang-undang. 3. Regulasi yang disalah tafsirkan oleh pengusaha yang sekaligus mempergunakan celah hukum. 4. Pasar dibiarkan bergerak liar tanpa kontrol, kepentingan publik cendrung terabaikan. Sistem penyiaran tidak jelas termasuk “ rating system”. 5. Penegakan hukum lemah atau sama sekali tidak dilakukan oleh regulator terutama oleh pemerintah. 6. Kooptasi kapital terhadap berbagai pihak. 13
  • 14. PETA MEDIA CETAK Sebenarnya, media yang paling elit, atau yang peredaran dan jangkauannya paling kecil dibandingkan dengan radio dan televisi, adalah media cetak. Jumlahnya sebesar 1.324 yang terdiri 630 suratkabar harian dan mingguan, 694 tabloid dan majalah . Total sirkulasinya sekitar 23,3 juta dengan 10 juta juta eksamplar suratkabar harian/mingguan untuk 240 juta penduduk (SPS 2013). Jumlah itu sangat kecil dibanding dengan negara maju, seperti Amerika, Jepang dan lainnya yang jumlah sirkulasinya sebanding dengan jumlah penduduk l  14
  • 15. PETA MEDIA CETAK Jumlah yang kecil ini memang sangat berhubungan secara signifikan dengan keadaan ekonomi dan potensi pembaca yang bila dilihat dari jumlah penduduk yang berpendidikan dan sudah berkerja SMA keatas jumlahnya hanya sekitar 36 juta dari 110,8 juta penduduk yang bekerja (BPS 2012). 15
  • 16. PETA MEDIA CETAK l  Tiap suratkabar atau majalah di Indonesia sirkulasinya berkisar antara ribuan dan puluhan ribu hanya beberapa saja yang ratusan ribu, sementara di negara maju banyak sekali yang ratusan ribu bahkan jutaan. Di Indonesia, media cetak beredar terutama didaerah urban dan kota besar. Sebagian media cetak menggunakan internet untuk memperluas peredaran. Meskipun pengguna internet tumbuh pesat, penetrasi internet di Indonesia baru sekitar 24,23% persen atau sekitar 63 juta penduduk (APJII 2012 ). Sementara di negara maju penetrasi internet sekitar 70% ke atas. 16
  • 17. Model Bisnis Baru Media Cetak Pendapatan yang berasal dari sirkulasi saat ini sangat kecil sementara iklan diperebutkan oleh banyak penerbitan. Disamping itu teknologi komunikasi, khususnya internet berkembang sangat pesat. Untuk tetap hidup dan berkembang, saat ini diperlukan model baru bisnis media cetak, yang tidak hanya mengandalkan revenue konvensional seperti sirkulasi yang semakin mengecil dan iklan yang diperebutkan banyak penerbit. Diperlukan program pendapatan baru yang melibatkan pembaca dan komunitas yang bernilai ideal sekaligus komersial. 17
  • 18. Model Baru Bisnis Media Cetak Svida Alisjahbana dalam pertemuan CEO Media di Manado Februari lalu menyajikan secara sangat menarik model baru bisnis media cetak kelompok FEMINA. Presentasinya yang berjudul Brand Relevance memperlihatkan secara jelas kekuatan komunitas ( the Power of Community ) dalam mempertahankan dan mengembangkan bisnis majalah FEMINA. Bayangkan Femina membangun komunitas yang disebut dengan Women Entrepreneur, Career Woman, Food Lovers, Beauty, Finance Manager, Smart Shopper, Fashion Lover, Traveller. 18
  • 19. Model Baru Bisnis Media Cetak Bambang Harymurti, CEO Majalah Tempo memberikan penekanan khusus pada model bisnis hibrida. Digital tidak dianggap sebagai ancaman. Versi Cetak dan digital harus berjalan secara bersama-sama. Meskipun saat ini penghasilan dari versi digital dalam kasus Indonesia masih sangat kecil, namun masa depannya sangat menjanjikan. Model bisnis hibrida ini sudah terbukti manjur. Bambang mengambil The New York Times sebagai contoh. Sirkulasi digital berbayar sebanyak 830 ribu sementara sirkulasi versi cetak 780 ribu ( Pers Kita, Maret 2013) l  19
  • 20. Model Baru Bisnis Media Cetak l  Demikian juga yang terjadi dengan dengan Majalah Swa dan Warta Ekonomi, kegiatan di luar cetak (off-print) dalam bentuk seminar, workshop, penelitian, pemberian penghargaan dan lainnya merupakan revenue baru yang tinggi. Komposisi pendapatan (revenue) menjadi berubah. Sirkulasi yang tadinya cukup besar saat ini hanya sekitar 10-15%, sementara dari iklan menjadi sekitar 35-45% dan dari aktivitas offprint (events)sekitar 35-45 %. Meskipun sebenarnya seluruh aktivitas itu terintegrasi20.
  • 21. Model Baru Bisnis Media Cetak l  Inilah yang disebut sebagai model baru bisnis media cetak. Media cetak tidak bisa lagi berdiri sendiri. Harus memanfaatkan teknologi dan kawin dengan versi online nya. Membangun, mengorganisir dan memanfaatkan pembaca/ komunitasnya. Melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas dan penerbitannya, baik secara ideal maupun komersial. Menggunakan dan bekerjasama dengan media lainnya, termasuk radio dan televisi. Semuanya terintegrasi secara baik. 21
  • 22. Model Baru Bisnis Media Cetak l  Namun, titik sentral dan penting dari semua aktivitas itu adalah membuat isi atau content sebaik-baiknya, karena dari isi yang prima dan kredibitel itulah dibangun kepercayaan terhadap media (brand image) dan penjabaran aktivitas lainnya. Isi media yang baik memang seharusnya menampilkan wajah, aktivitas dan kepentingan pembaca/komunitas bukan wajah dan aktivitas pemilik. 22
  • 23. Televisi l  Televisi swasta ternyata baru menjangkau sekitar 78 % penduduk yang 67 % diantaranya atau sekitar 122 juta mempunyai akses (Media Scene, 2011). TVRI yang diharapkan menjangkau luas dan menjadi alternatif belum mendapat perhatian yang layak. 23
  • 24. TELEVISI Isi stasiun televisi swasta, lebih diorientasikan untuk penduduk urban, bersifat sangat seragam dan elitis. Betapa tidak, mayoritas stasiun televisi yang sekitar 218 dari 300 stasiun televisi dikuasai oleh 10 stasiun televisi Jakarta/Nasional yang mendasarkan dirinya pada rating yang dibuat Nielsen yang melakukan penelitian hanya di 10 kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makassar, Palembang, Banjarmasin, Den Pasar dengan lebih dari 50 % sampelnya berada di Jakarta. l  24
  • 25. Radio l  Radio yang jangkauannya paling luas di Indonesia. Ini adalah media yang paling demokratis dalam hal keanekaragaman isi dan kepemilikan. Terdapat sekitar 1178 stasiun radio dengan sekitar 775 radio komersial , sisanya adalah radio publik lokal, komunitas . Kemudian terdapat sekitar 77-80 stasiun RRI. Namun perlu diperkuat dan diberdayakan lagi. 25
  • 26. MEDIA BARU Penetrasi Internet –  Singapura 77,2 % ( 3,6 juta org) –  Jerman 82,7 % (67,7 juta org) –  Taiwan 70,0 % (16,1 juta org) –  Malaysia 61,7 % ( 17,7 juta org) –  China 38,4 % (513 juta org ) –  Phillipines 33,0 % (33,6 juta org) –  Thailand 27,4 % ( 18,3 juta org) –  Indonesia 22,4 % ( 55 juta orang) Sumber Internet World Stats ( 31 Dec 2011 and updated March 2012) 26
  • 27. PENGUASA MEDIA 1. MNC GROUP, 2. CT CORP, 3. EMTEK, 4. VISI MEDIA ASIA, 5. METRO/MEDIA GROUP, 6. KOMPAS/GRAMEDIA, 7. JAWA POS GROUP, 8. BERITA SATU MEDIA/LIPPO, 9. TEMPO GROUP, 10. FEMINA, l  11. MRA MEDIA, 12. MAHAKA MEDIA. (Nugroho, et al.2012) 27
  • 28. PENGUASA TELEVISI l  1. MNC memiliki dan menguasai RCTI, Global TV dan MNC TV/TPI dengan jaringan di daerah. 2. EMTEK menguasai SCTV dan Indosiar dengan jaringan. 3. CT Corp menguasai Trans TV dan Trans 7 dengan jaringan. 4. Visi Media Asia (Viva) menguasai ANTV dan TV One berikut jaringan. l  5. Metro TV dan jaringan. l  Sekitar 218 LPS yang jumlahnya sekitar 300 dikuasai oleh 5 kelompok usaha tersebut. 28
  • 29. ISI DAN RATING TV SWASTA Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota (Nielson April 2010). l  : 1. Jakarta (57%), l  2. Surabaya 19 %, 3. Yogyakarta (5%), l  4. Bandung (4%), 5. Medan (4%), l  6. Palembang (3%), 7. Semarang (2%), l  8. Makassar (2%), 9. Denpasar (2%), l  10. Banjarmasin (1%) l  Total Penduduk 49.525.103 29
  • 30. Isi dan Rating TV l  Banyak orang menduga bahwa berita yang disajikan oleh stasiun televisi dengan gaya dan bentuknya sekarang ini memperoleh rating tinggi dan keuntungan komersial. Ternyata tidak! Jauh panggang dari api! (Kompas 24 April 2010) 30
  • 31. ISI DAN RATING TV Berdasarkan data dari AGB Nielsen Indonesia pada 28/3 sampai dengan 10/4/2010, dalam hal rating dan market share, posisi stasiun televisi yang menjadikan berita sebagai menu utama, yaitu TV ONE dan Metro TV, berada pada posisi 9 dan 10 diantara 10 stasiun televisi swasta lainnya. Riset inilah yang dipakai sebagai referensi oleh pemasang iklan (Kompas 24 April 2010) l  31
  • 32. ISI DAN RATING TV l  Rating dan market share berita (news) jauh di bawah program non news, terlempar jauh dibawah peringkat 75. Yang nilainya tinggi dan masuk 10 besar antara lain program non news seperti Opera Van Java, Cinta Fitri, Take Celebrity Out dan Termehek-mehek. 32
  • 33. ISI DAN RATING TV l  Mereka yang bergerak di dunia bisnis pertelevisian mengetahui bahwa hanya setasiun televisi peringkat 1 sampai 4 yang bisa mendapat iklan besar dan memperoleh untung, sementara stasiun televisi peringkat 5 kebawah, “berdarah-darah” dan merugi. (Kompas 24 April 2010) 33
  • 34. ISI DAN RATING TV SWASTA Riset di lakukan oleh Nielsen terhadap 10 kota (Nielsen May 2013). l  : 1. Jakarta (60,71%), l  2. Surabaya 17,26 %, 3. Yogyakarta (4,75%), l  4. Bandung (4,69 %), 5. Medan (3,99 %), l  6. Palembang (2,93 %), 7. Semarang (3,16 %), l  8. Makassar (2,68 %), 9. Denpasar (2,12 %), l  10. Banjarmasin (1,26 %) l  Total Penduduk 46.887.780 34
  • 35. ISI DAN RATING TV SWASTA Sampel terhadap 10 kota (Nielsen 28 April - 4 May 2013). l  : 1. Jakarta (2031 = 24,79 %), 2. Surabaya (1295=15,62 %), 3. Yogyakarta (708=8,54% %), l  4. Bandung (680=8,20% %), 5. Medan (661=7,97 %), l  6. Palembang (641=7,73 %), 7. Semarang (611=7,37 %), l  8. Makassar (585=7,05%), 9. Denpasar (657=7,92 %), l  10. Banjarmasin (421=5,07%) l  Jumlah Sample 8290 35
  • 36. 16 Besar Program (28 April – 4 Mei 2013) 1. Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), l  2. X Factor (RCTI), l  3. Berkah (RCTI), 4. On The Spot (Trans 7 ), 5. Raden Kian Santang (MNC TV), 6.SCTV Music Awards, 7. Opera Van Java (Trans 7), 8. Cinta 7 Susun (RCTI), 9. Telekuis Music Awards (SCTV), 10. ISL : Madura vs Persib (ANTV), l  36
  • 37. 16 Besar Program (28 April – 4 Mei 2013) l  11. Al Ustadz Jefri (SCTV), 12. Teman Makan Teman (IVM), 13. Yang Muda Yang Bercinta (RCTI), 14. Indonesia Mencari Bakat (Trans), 15. 7 Hari Ustadz Jefri (SCTV), 16. Tukang Sayur Kebelet Kawin (SCTV). 37
  • 38. Berita dan Informasi 73. Liputan 6 Siang (SCTV). 77. Liputan 6 Petang (SCTV), 79. Liputan 6 Terkini (SCTV), 82. Sekilas Info (RCTI), 87. Kabar Kabari (RCTI), 96. Insert Investigasi (Trans), 100. Selebrita (Trans 7), 125. Reportase Sore (Trans), 129. Reportase (Trans), 140. Seputar Indonesia (RCTI). 38
  • 39. Berita dan Informasi l  220. Lawyers Club (TV One), 223. Topik Petang (ANTV), l  256. Apa Kabar Indonesia (TVOne), l  488. Prime News (Metro TV) 39
  • 40. Top I0 Market Share 1. RCTI 19,5, 3. Trans7 12.0, 5. MNC TV 10.3, 7. Global TV 6,7. 9. TV One 4,9. 2. SCTV 15,9, 4. Trans 10.4, 6. IVM 7,8, 8. ANTV 6, 10. Metro TV 1.8. 40
  • 41. ISI DAN RATING TV l  Kita membutuhkan kehidupan dan isi media yang sehat. Media terikat pada ideologi bangsa dan ideologi media. Terutama media yang mempergunakan ranah publik harus ditujukan untuk kepentingan publik. Untuk itu perlu sebuah sistem penyiaran yang demokratis dan sehat, yang menjamin keanekaragaman isi dan kepemilikan yang melahirkan banyak dan berbagai macam institusi rating. 41
  • 42. BELANJA IKLAN (2012) Rp. 89,3 T l  MEDIA ELEKTRONIK Televisi 57, 18 T (64%), Radio 0,705 T (0,8%) l  MEDIA CETAK Newspaper 27,73 T (31%), Magazine 1,71 T (2,1%), Tabloid 0,772 (1.0%) MEDIA OUTDOOR 1,23 T (1,6%) Sumber Media Scene Vol 24: 2012/2013 42
  • 43. BELANJA IKLAN (2012) l  MEDIA ELEKTRONIK ( TV & Radio) 63 % l  MEDIA CETAK 36 % l  MEDIA ONLINE 1 % l  Jumlah : Rp. 87, 4 T ( Sumber Nielsen-SPS) l  Catatan : TV 62 %, Radio 1%, Suratkabar 33%, Tabloid/Mag 3-4%. 43
  • 44. LEMBAGA PENYIARAN 1.  Lembaga Penyiaran Swasta 2.  Lembaga Penyiaran Publik 3.  Lembaga Penyiaran Komunitas 4.  Lembaga Penyiaran Berlangganan 44
  • 45. PERBANDINGAN LEMBAGA PENYIARAN 1. Lihat secara garis besar sistem penyiaran di Eropa, Amerika Serikat dan Indonesia. 2. Posisi Lembaga Penyiaran Publik di Indonesia. 45
  • 46. LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK Main Principles of Public Service Broadcasting Neither commercial nor state-controlled, public broadcasting’s only raison d’etre is public service. It is public’s broadcasting organization; it speaks to everyone as a citizen. Public broadcasters encourage access to and participation in public life. They develop knowledge, broaden horizons and enable people to better understand themselves by better understanding the world and others. (World Radio l  and Television Council 2002). 46
  • 47. Lembaga Penyiaran Publik l  Lembaga ini diharapkan menjadi alternatif dan penyeimbang lembaga penyiaran swasta, bukan sebagai saingan. Itulah sebabnya undang-undang yang baru nanti harus mengatur secara terperinci jelas, lengkap dan tegas, agar transformasi yang saat ini belum terjadi secara baik , dapat berjalan tuntas. 47
  • 48. REGULASI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK Melihat kompleksitas permasalahan lembaga penyiaran publik di Indonesia, sebaiknya memang uu penyiaran untuk lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta dipisah. 48
  • 49. Stasiun Berjaringan Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, untuk Indonesia, sistem yang tepat adalah sistem penyiaran yang berlandaskan pada stasiun televisi berjaringan dan stasiun lokal. Induk stasiun berjaringan tidak harus terletak di ibukota negara, tapi juga bisa terdapat dan dibangun di daerah, misalnya ibukota propinsi. Suatu hari nanti diharapkan akan lahir puluhan stasiun jaringan, ribuan stasiun televisi lokal yang bisa independen, berafiliasi dan dimiliki jaringan. l  49
  • 50. Pengaturan Kepemilikan l  Pemusatan kepemilikan oleh satu orang atau satu badan hukum terhadap lembaga penyiaran swasta baik yang merupakan stasiun lokal dan stasiun berjaringan harus diatur ketat. Menurut pendapat saya, kepemilikan dan penguasaan oleh seseorang atau suatu badan hukum apapun, ditingkat manapun terhadap lebih dari satu stasiun jaringan harus sangat dibatasi demikian juga terhadap stasiun televisi lokal. 50
  • 51. Regulator Penyiaran & Perijinan l  Di negara demokrasi, regulator utama penyiaran adalah lembaga negara independen sebagaimana FCC di Amerika Serikat, OFCOM di Inggris, ACMA di Australia, ICASA di Afrika Selatan, CSA di Perancis dan banyak negara demokrasi lainnya. Demikian juga seharusnya di di Indonesia, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 51
  • 52. Independensi dan Netralitas dalam Jurnalisme dan Media l  Beberapa konsep penting perlu dijelaskan, antara lain tentang jurnalisme dan jurnalistik, independensi dan netralitas serta jenis dan bentuk media. Sehingga kita mengetahui secara jelas independen dan netral itu apa dan terhadap siapa ? Kepada siapa jurnalis dan media seharusnya berpihak ? Apa sanksinya ? 52
  • 53. Independensi dan Netralitas l  Jurnalisme adalah sebuah paham tentang kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan media. Dalam jurnalisme terkandung idealisme. Ada ideologi, yaitu usaha memberikan informasi untuk pemberdayaan masyarakat. Bill Kovach dan Tom Rosentiel merumuskan bahwa tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan publik agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. 53
  • 54. Independensi dan Netralitas l Jurnalisme bukan hanya sesuatu yang bersifat teknis penyajian, tapi terdapat idealisme. Jurnalistik adalah implementasi dari ideologi jurnalisme. 54
  • 55. Independensi dan Netralitas Dalam jurnalisme dan kegiatan jurnalistik terdapat prinsip independensi dan netralitas yang harus ditegakkan. Independen dalam arti merdeka menjalankan ideologi jurnalisme. Netral artinya berimbang, akurat, tidak memihak kecuali kepentingan publik. Independensi dan netralitas itu memang berbeda tapi merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ingin menjadi media yang baik, kedua prinsip itu harus dijalankan l  55
  • 56. Independensi & Netralitas Itu sebabnya Kode Etik Jurnalistik yang disahkan oleh Dewan Pers merumuskan secara sangat bagus dalam satu tarikan nafas: “ Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk “ Dengan penafsiran yang sangat jelas bahwa prinsip independensi dan netralitas harus dilaksanakan (Pasal 1). 56
  • 57. Independensi & Netralitas l  Sementara itu Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia juga juga menyatakan dalam satu tarikan nafas : “ Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran “ l  ( Pasal 11 ayat 2 P3) . 57
  • 58. Independensi & Netralitas Dalam SPS diatur secara lebih detil dan tegas bahwa independensi dan netralitas harus dijaga dengan antara lain menyatakan bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk pentingan publik, tidak untuk kelompok tertentu dan dilarang untuk kepentingan pribadi pemilik dan kelompoknya. (Pasal 11 SPS). Selanjutnya dalam program jurnalistik harus akurat, adil, berimbang, tidak berpihak. (Pasal 40 SPS). 58
  • 59. Independensi & Netralitas Dapatkah pemberitaan suratkabar memuat berita tentang pemiliknya setiap hari dengan porsi yang besar kemudian memuji-muji diri sendiri. Tidak ada larangan secara hukum terhadap media cetak yang tidak mempergunakan ranah publik ini sepanjang tidak mencemarkan nama baik orang lain. Sanksinya adalah etik dan sosial. Kredibiltas media menjadi turun, masyarakat menjadi muak dan bosan. Suratkabarnya ditinggalkan pembaca. 59
  • 60. Independensi dan Netralitas Bagaimana bila itu terjadi di Televisi maupun Radio yang mempergunakan frekuensi dan ranah publik. Regulator harus menegur dan melarangnya dengan sanksi etik dan hukum mulai dari yang ringan sampai dengan berat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPU, Kemenkominfo serta Dewan Pers harus secara tegas menegakkan etika dan hukum. 60
  • 61. Independensi dan Netralitas l  Mungkinkah media itu independen dan netral 100%. Tidak akan pernah ! Itu sebabnya perlu dikontrol secara internal maupun eksternal. Semakin tinggi derajat independensi dan netralitasnya, semakin tinggi kredibiltasnya, semakin disukai dan semakin mampu membentuk opini publik. 61
  • 62. Digitalisasi & Multipleksing l  Penyiaran kini memasuki era digitalisasi, akan terdapat 2 (dua) lembaga penyiaran: 1. Lembaga penyiaran yang menyediakan berbagai macam program dan l  2. Lembaga penyiaran yang menyalurkan program-program, yaitu lembaga penyelenggara mulktipleksing. l  62
  • 63. Digitalisasi & Multipleksing l  Untuk menjamin terselenggaranya penyiaran yang demokratis, seharusnya penyelenggara multiplleksing ini adalah sebuah badan usaha yang independen dan profesional. Bisa merupakan konsorsium dari banyak banyak badan usaha, atau merupakan badan usaha milik negara. Negara harus mengontrol dan tidak melepaskannya begitu saja kepada pasar 63
  • 64. DIGITALISASI TV VERSI PERMEN 22 DIBATALKAN MA Mahkamah Agung (MA) pada 3 April 2013 membatalkan Permen No 22 dengan mengabulkan gugatan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) dan Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia ( ATVJI). Namun tampaknya pemerintah bersikeras menjalankan digitalisasi berdasarkan permen dan tak akan membatalkan keputusan. 64
  • 65. Implikasi Putusan MK MK pada 3/10/2012 menolak permohonan Koalisi Independen Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) yang meminta tafsir tunggal tentang pemusatan kepemilikan. Namun, ketika membaca pertimbangan hukumnya, secara implisit mereka "menerima". MK menolak memberi tafsir, tapi sebenarnya memberi tafsir. Terdapat 2 Hakim yang melakukan “dissenting opinion”. Kini, banyak badan hukum yang memiliki lebih dari 1 LPS di satu daerah dengan jaringan di daerah lain. Menurut KIDP itu dilakukan karena tafsir yang keliru. 65
  • 66. Anggota KIDP 1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, 2. AJI Jakarta, 3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers , 4. Yayasan 28, 5. Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA), 6. Media Lintas Komunitas (MEDIALINK), 7. Yayasan TIFA, 8.Jaringan Radio Komunitas (JRKI), 9. Remotivi, 10. Masyarakat Cipta Media, 11. Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), 12. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) 66
  • 67. Implikasi Putusan MK l  MK menolak melakukan tafsir karena tafisrnya sudah jelas terdapat dalam Undang-Undang Penyiaran dan PP No. 50/ 2005. Sehingga bila terjadi penyimpangan, bukanlah masalah konstitusionalitas tapi soal implementasi norma Keputusan MK jelas menolak pemusatan kepemilikan yang sekarang terjadi. 67
  • 68. PEMBATASAN KEPEMILIKAN UU Penyiaran menetapkan 3 pasal penting, yaitu pasal 18 ayat (1) yang menyatakan: l  Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. l  Kemudian, Pasal 20 yang menyatakan: l  Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran. l  l  68
  • 69. PEMBATASAN KEPEMILIKAN Pasal 34 Ayat (4): Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain. Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain. 69
  • 70. PEMBATASAN KEPEMILIKAN Pasal 34 Ayat (4): Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain. Penjelasan Pasal 34 Ayat (4): Yang dimaksud dengan Izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual, atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain. 70
  • 71. PEMBATASAN KEPEMILIKAN PP No. 50 /2005 tentang LPS Pasal 32 ayat (1) menyatakan: l  “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut: a. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda; b. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu); c. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua); dan seterusnya. l  71
  • 72. KEPEMILIKAN SILANG Kepemilikan silang baik langsung maupun tidak langsung dibatasi: a.  1 LPS Radio dan 1 LPB dengan 1 media cetak di wilayah yang sama, b.  b. 1 LPS TV dan 1 LPB dengan 1 (satu) perusahaan media cetak. c.  c. 1 LPS Radio dan 1 LPS TV dengan 1 LPB (Pasal 33 PP No 50 Tahun 2005) 72
  • 73. Implikasi Putusan MK 1. Pemerintah dan atau Regulator Penyiaran harus menegakkan hukum dan mengeluarkan kebijakan yang sesuai peraturan perundang-undangan. 2. Berbagai pihak dapat melakukan gugatan kepada pemerintah dan atau Regulator Penyiaran karena telah melakukan pembiaran atas terjadinya pelanggaran hukum. 3. Berbagai pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan hukum. 4. Undang-undang penyiaran yang baru harus secara jelas dan tegas merumuskan pembatasan kepemilikan agar tidak terjadi lagi manipulasi hukum . RUU ini memberikan batas waktu penyesuaian untuk radio 1 ½ tahun dan televisi 3 tahun. 73
  • 74. MENGAWAL RUU PENYIARAN TERUTAMA ISU PENTINGNYA l  Setelah melalui perdebatan panjang, RUU Penyiaran yang baru sebagai inisiatip DPR telah disahkan melalui rapat paripurna pada tanggal 23 Oktober 2012. Isinya secara prinsip bagus dan demokratis tentu saja dengan beberapa catatan. RUU ini perlu dikawal secara ketat agar lebih baik dan tetap demokratis. 74
  • 75. RUU PENYIARAN VERSI DPR VERSUS PEMERINTAH l  Pemerintah akhir Mei lalu telah menyerahkan RUU Penyiaran Pendamping Versi Pemerintah yang sangat otoriter cendrung fasis dan memberikan banyak kesempatan bagi terjadinya praktek “rent seeking” 75
  • 76. Landasan Filosofis RUU DPR dimulai dengan pemikiran filosofis yang demokratis dan bagus. Kemerdekaan berpendapat harus dijamin dan dijalankan secara bertanggungjawab. Spektrum frekuensi radio adalah milik publik dan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan untuk kemakmuran rakyat. Keanekaragaman kepemilikan dan isi harus dijamin dan dilaksanakan untuk menjaga pluralisme masayarakat, otonomi daerah, integrasi dan identitas nasional guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan pemikiran yang bersifat filosofis ini ruu ini disusun. 76
  • 77. Regulator Penyiaran l  RUU ini tegas menetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Pemerintah sebagai regulator penyiaran dengan KPI sebagai regulator utamanya. Di banyak negara demokrasi, memang yang menjadi regulator utama penyiaran adalah lembaga negara independen. 77
  • 78. Regulator Penyiaran KPI antara lain bertugas menjamin masyarakat menerima isi siaran yang sehat dan menciptakan tatanan informasi nasional yang adil merata dan seimbang. Kemudian KPI berwenang memberikan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), membentuk peraturan penyelenggaraan penyiaran, menetapkan Standar Program Siaran dan memberikan sanksi atas pelanggaran. Pemerintah mengeluarkan Izin Penetapan Frekuensi untuk penyiaran. l  78
  • 79. Regulator Penyiaran Namun RUU ini memberikan KPID wewenang mengeluarkan IPP di daerah. KPI Pusat juga mengeluarkan IPP. Apa bedanya ? Apakah IPP dari KPI Pusat khusus untuk Induk LPS ? RUU tidak memberikan penjelasan. Ini dapat membuat terjadinya pertikaian dan kesulitan banyak pihak. Seharusnya hubungan KPI dan KPID bersifat hirarkis dan juga bersifat koordinatif. Pengaturan penyiaran yang juga mengatur penggunaan frekuensi terikat pada ketentuan International Telecommunication Union (ITU) yang sifatnya juga hirarkis dan koordinatif. Oleh karena itu sebaiknya IPP hanya dikeluarkan oleh KPI Pusat namun harus melalui proses dan rekomendasi dari KPID. 79
  • 80. Penyiaran Publik Sebagai penyeimbang, kehadiran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah keharusan. RUU menyatakan bahwa LPP adalah Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) yang merupakan gabungan RRI dan TVRI. Agar LPP tumbuh dan berkembang pesat, RTRI akan diatur dengan undang-undang terpisah yang masih dalam pembahasan di DPR. Ini adalah suatu hal yang positip namun harus segera dilakukan dan lahir bersamaan dengan UUP 80
  • 81. Penyiaran Komunitas Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) mendapat tempat penting disamping lembaga penyiaran publik, swasta, dan berlangganan. LPK didirikan oleh komunitas di wilayah tertentu atau oleh komunitas yang terikat dengan kepentingan tertentu, bersifat independen, nirlaba, serta melayani kepentingan komunitasnya. Sumber pembiayaan berasal dari komunitasnya dan atau sumbangan, hibah, sponsor. Konsep LPK ini mendekati konsep penyiaran komunitas di Eropa Barat dan public broadcasting service di Amerika Serikat. 81
  • 82. Penyiaran Komunitas l  Yang menarik dan baru adalah LPK dapat memancarluaskan siaran melalui jaringan LPK. Itu berarti LPK Universitas Indonesia dapat berjaringan dengan LPK UGM dan perguruan tinggi lainnya. Jaringan ini tidak harus nasional, tapi bisa regional. Ide jaringan LPK adalah ide yang bagus namun memerlukan pengaturan lebih lanjut . 82
  • 83. Penyiaran Swasta & Jaringan l  Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang kini dominan tentu saja penting dalam RUU ini. LPS yang ingin memancarluaskan siaran ke lebih dari satu wilayah siar wajib melalui sistem jaringan. Lembaga Penyiaran lokal yang menjadi bagian dari sistem siaran jaringan wajib berbadan hukum dan berlokasi di daerah wilayah siar. 83
  • 84. Penyiaran Swasta & Jaringan Dengan demikian nantinya, disetiap daerah bisa terdapat 1. 2. 3. 4. LPS yang merupakan induk jaringan , LPS yang merupakan anggota jaringan dan dimiliki oleh induk, LPS anggota jaringan tapi tidak dimiliki induk, LPS yang independen bukan anggota jaringan. 84
  • 85. Kepemilikan LPS l  Untuk menjamin keanekaragaman kepemilikan, RUU ini mengatur secara ketat kepemilikan media free to air ini. Sebagai contoh, satu orang atau satu badan hukum dapat menguasai dan memiliki lebih dari 1 dan paling banyak 2 LPS televisi dalam bentuk induk stasiun jaringan dengan yang ke 2 terletak di wilayah siar lain dan tidak berada dalam posisi 1 sampai dengan 4 dalam perolehan iklan televisi swasta nasional. 85
  • 86. Kepemilikan LPS l  Kemudian hanya dapat menguasai dan memiliki 1 LPS televisi di satu wilayah siar. Boleh memiliki lebih dari 1 LPS televisi lokal diberbagai wilayah siar dan boleh menjangkau secara nasional sepanjang 20 % secara proporsional ditujukan di daerah kurang maju/ termarjinalkan. l  Selanjutnya, RUU dengan tegas menekankan bahwa perubahan saham pengendali yang memiliki dan menguasai LPS harus dilaporkan dan mendapat izin dari KPI. 86
  • 87. Digitalisasi RUU memberikan dasar hukum pelaksanaan penyiaran dengan tekonologi digital. Penyebarluasan program dan isi siaran dalam tekonologi digital akan dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPM). 1 kanal atau frekuensi yang tadinya hanya untuk 1 saluran program, kini bisa menjadi 12 saluran program. Sehingga nantinya terdapat : 1. Lembaga penyiaran yang membuat program dan isi, dan 2. LPPM yang bisa dimiliki oleh konsorsium, badan usaha milik swasta ataupun milik negara. LPPM wajib menjaga netralitas, independensi dan profesionalitas.Kesempatan terbuka sama untuk seluruh badan hukum penyiaran termasuk yang baru. 87
  • 88. KEGIATAN JURNALISTIK Muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik dan standar program siaran. Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 88
  • 89. Pidana l  RUU awalnya menghilangkan pasal pidana, namun ternyata masih tercantum. Pidana ini menyangkut pendirian lembaga penyiaran asing dan larangan menyiarkan isi siaran yang bersifat fitnah, menghasut, bohong yang menimbulkan kekacauan, korban luka dan meninggal dunia. l  Pekerjaan di media adalah pekerjaan kolektif, terutama yang menyangkut pemberitaan. Sebaiknya pasal dengan ancaman kurungan dan denda ini dicabut. Sanksi administratif termasuk mencabut IPP sudah lebih berat dari itu ? 89
  • 90. Isu Penting Lainnya 1. Kode Etik & Dewan Kehormatan KPI l  2. Lembaga Penyiaran Berlangganan, l  3. Standar Program Siaran, l  4. Periklanan Penyiaran. 90
  • 91. Isu Penting RUU Radio Televisi Republik Indonesia Versi DPR 4 Juni 2012 l  1. Dalam ketentuan menimbang dan pen jelasan dinyatakan bahwa RTRI adalah penyatuan antara RRI dan TVRI. l  2. RUU RTRI adalah turunan dan bagian UUPenyiaran. l  3. Ruang lingkup adalah penyiaran nasional, lokal, regional dan internasiomal yang diterima melalui radio, tv dan media dalam jaringan. 91
  • 92. Isu Penting RTRI l  4. RTRI Berkedudukan sebagai lembaga negara penyelenggara penyiaran publik Republik Indonesia. l  5. RTRI menyelenggarakan siaran dengan sistem penyiaran nasional berjaringan yang wajib menjangkau seluruh wilayah NKRI. Disamping itu juga menyelenggarakan sistem penyiaran lokal 92
  • 93. Isu Penting RTRI l  6. Susunan organisasi terdiri dari Pengurus dan Dewan Penyiaran Publik. Pengurus dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan paling banyak 8 orang Deputi. Dewan Penyiaran Publik terdiri dari 7 orang terdiri dari unusr RTRI (2), praktisi penyiaran (2), unsur masyarakat (1), unusr akademisi (1), dan unsur perwakilan daerah tertinggal (1). 93
  • 94. Isu Penting RTRI l  7. Isi Siaran harus memenuhi ketentuan Standar Program Siaran yang dibuat KPI. Stasiun peerwakilan di Ibukota Provinsi harus memproduksi paling banyak 25% demikian juga dengan yang berada di kabupaten/kota. l  8. Penyiaran Publik Dengan Penyiaran Digital belum lengkap dan detil. 94
  • 95. Isu Penting RTRI l  9. Ketentuan Peralihan memuat antara lain soal penyelesaian soal penyelesaian aset RRI dan TVRI, status dan hak kepegawaian PNS TVRI Dan RRI. l  10. Dalam peralihan sebaiknya memasukkan kegiatan audit total baik aset dan sumberdaya manusia. Ini menjadi perintah UU kepada Pengurus. Agar Pengurus dapat melakukan kegiatan dan tindakan secara tegas dan jelas 95
  • 96. RUU PENYIARAN PEMERINTAH KESIMPULAN UMUM l  RUU pemerintah penuh dengan semangat ingin mendominasi. Artinya peranan pemerintah dominan yaitu sebagai pembuat kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. RUU pemerintah ini justru akan melahirkan sistem penyiaran yang otoriter dan dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah dengan menghapuskan peranan “independent regulatory body” seperti Komisi Penyiaran Indonesia. Ini adalah pergeseran kembali ke dalam sebuah sistem otoriter orde baru, mencegah desentralisasi dan membangun kembali sentralisasi. Melemahkan peranan masyarakat dan bahkan peranan dan kekuatan industri. Disamping itu banyak sekali peraturan turunan yang harus dibuat pemerintah yang menyebabkan akan terjadi banyak perundingan, negosiasi dan tawar menawar, yang dikhawatirkan akan melahirkan kegiatan “rent seeking”. l  96
  • 97. KESIMPULAN KHUSUS 1. 2. 3. Pada bagian menimbang dan mengingat, RUU versi pemerintah menghilangkan/membuang pasal 18, 18 A, 18 B. Pasal pasal ini adalah tentang otonomi daerah yang sangat penting untuk untuk membangun demokratisasi dan desentralisasi ekonomi dan politik. Pada bagian kepentuan umum terlihat juga bahwa peranan pemerintah dominan misalnya Izin Penyelengaraan Penyiaran (IPP) diberikan oleh pemerintah. Lembaga Penyiaran Publik didirikan oleh Pemerintah. Padahal dalam negara demokrasi seharusnya LPP bukan milik dan corong pemerintah. Pemerintah adalah Regulator Utama dan Pembina Penyiaran (Bab II Bagian Kesatu Pasal 6) 97
  • 98. KESIMPULAN KHUSUS 4. Pada bagian Sistem Penyiaran Nasional, Pasal 8, semakin detil pemerintah ingin menguasai dan mengontrol segalanya dengan menyatakan antara lain spektrum frekuensi radio dikelola oleh pemerintah, penyelenggara penyiaran adalah pemerintah, pemerintah dapat memberikan hak penyelenggaraan penyiaran kepada lembaga penyiaran dalam bentuk izin penyelenggaraan penyiaran. 5. Pemerintah mengambil, mengontrol dan menguasai LPP. Dinyatakan jelas bahwa LPP didirikan oleh Pemerintah. LPP terdiri dari LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) dan LPP Lokal. Selanjutnya Dewan Pengawas RTRI diangkat oleh Presiden dan Direksi ditetapkan oleh Menteri. Demikian juga dengan LPP Lokal, peranan Gubernur dan Bupati/Walikota menjadi dominan terhadap LPP Lokal. Ini bertentangan dengan dengan prinsip demokrasi. 98
  • 99. KESIMPULAN KHUSUS 6. 7. 8. Pasal 16 RUU versi pemerintah ini masih mengecilkan peranan Lembaga Penyiaran Komunitas menjadi hanya sekedar lembaga penyiaran untuk komunitas tertentu dan layanan siaran terbatas. Tentang Lembaga Penyiaran Swasta (LPS).RUU Pemerintah ini tidak jelas ingin membangun sistem penyiaran apa. Semuanya bisa, baik melalui sistem penyiaran nasional, lokal maupun berjaringan. Soal kepemilikan saham pada LPS baik langsung ataupun tidak langsung. RUU ini tampaknya mengatur sangat ketat namun harus diuji dengan pertanyaan, bisakah berjalan ? Justru terdapat kecendrungan mematikan industri . Referensinya tidak jelas. Ketentuan lebih lanjut lewat peraturan menteri justru berbahaya ! 99
  • 100. KESIMPULAN KHUSUS 9. 10. Tentang Perizinan, seluruh pasal-pasalnya memperlihatkan bahwa pemerintah adalah regulator utama yang mengatur dan mengeluarkan izin serta mencabut izin. Tentang penyiaran dengan teknologi Digital, RUU versi pemerintah menyatakan antara lain bahwa Lembaga Penyelenggara Multipleksing (LPM) diselenggarakan oleh : a. badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan layanan multipleksing untuk penyiaran; b. LPP RTRI. 100
  • 101. KESIMPULAN KHUSUS 11. 12. 13. RUU versi pemerintah memotong peranan Komisi Penyiaran Indonesia yang ada selama ini. Menggantinya dengan Komisi Pengawas Isi Siaran (KPIS) yang sama sekali sebenarnya bukan regulator utama dan bukan regulator pendamping pemerintah. Tentang kegiatan jurnalisitik ( Pasal 87), RUU versi pemerintah ini tampak menghindari UU Pers. Tentang Iklan Rokok RUU Pemerintah hanya membatasi. 101
  • 102. CATATAN AKHIR l  Untuk Publik, RUU DPR secara paradigmatik dan banyak hal lainnya sudah sesuai dengan prinsip demokrasi. Tentu saja masih membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan. Mengawal dan menyempurnakan itu saja sudah merupakan pekerjaan yang berat. Apalagi harus berhadapan dan berjuang menolak RUU versi Pemerintah yang otoriter dan anti demokrasi. Ini jauh lebih berat. Masyarakat Sipil perlu bergerak bersama membangun sistem penyiaran yang demokratis. 102
  • 103. REFERENSI Australian Communication and Media Authority (2012), Commercial TV Broadcasting Licenses, Date Published 06/01/2012. www. acma.gov.au Albarran, Alan B., (2006) Management of Electronic Media, Edition 3,Thomson Wadsworth, Belmont, CA, USA Albarran, Alan B., (2010) Management of Electronic Media, 4thEdition,Thomson Wadsworth, Belmont, CA, USA. Banerjee, Indrajit and Seneviratne, Kalinga.,(2006), Public Broadcasting Service in the Age of Globalization, AMIC, Singapore. Davie, William R., Upshaw, James R., (2006), Principles of Electronic Media, Second Edition, Pearson Education Inc. Boston, USA. Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2004). Broadcasting, Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA. Dominick, Joseph R. (2007), The Dynamics Of Mass Communications, Media in l  Digital Age, McGraw-Hill, New York,USA. Dominick, Joseph R., Messere, Fritz., Sherman, Barry L.,(2012). Broadcasting, Cable, the Internet, and Beyond. McGraw-Hill, New York, USA. 103
  • 104. l  l  l  l  l  l  l  l  l  l  DPR RI, Komisi I (2012), Rancangan UU Penyiaran (Inisiatip DPR RI) DPR RI, Komisi I (2012) ,RUU Radio Televisi RI ( Belum menjadi RUU Inisiatip) Federal Communications Commission (2011, March 22), FCC’s Review of the Broadcast Ownership Rules, Federal Communications Commission, Consumer and Govermental Affairs Bureaus, Washington, DC. USA. www.fcc.gov/cgb Federal Communications Commission (2011, December 22), FCC 11-186, Notice of Proposed Rulemaking, In the Matter of 2010 Quadrennial Regulatory Review – Review of the Commission’s Broadcast Ownership Rules and Other Rules Adopted Pursuant to Section 202 o fthe Telecommunications Act of 1996 and Promoting Diversification of Ownership in the Broadcasting Services. www.fcc.gov/document/fcc-release-not Garden, Dr John Gardiner and Chown Jonathan ( 2006 ), Media Ownership Regulation in Australia, www.aph.gov.au Rodloytuk, Palphol, (2011), Thai Public Broadcasting Service, Towards Building a Civic-Minded Society, AMIC and Nanyang Technological University, (SCINTU) Singapore. Kemenkominfo, Siaran Pers No. 55/DJPT.1/Kominfo/5/2008 kontan.co id. (25 Desember 2011), TV Jaringan Minta Pemerintah Selesaikan Aturan Multiplexing. 104
  • 105. l  l  l  l  l  l  l  l  Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika R.I. No22/Per/M.Kominfo/11/ 2011 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar ( Free to Air ) Serikat Perusahaan Pers (SPS), Media Directory 2013, Jakarta, Indonesia. Siregar,Amir Effendi (2010), Bisnis dan Ideologi Media, Harian Kompas, 24 April 2010. Subiakto, Henry DR (2012), Kebijakan Tentang Penyiaran Digital Di Indonesia, Disampaikan pada Diskusi yang dislenggarakan oleh Media Link, AJI Jakarta dan Yayasan TIFA, 12 Januari 2012. Jakarta. The Working Committee: Frans Suharto (Chairman) (2011), Media Scene, Volume 22. 2010-2011. Jakarta. TVNewsCheck.Com (2010, April 7), The Business of Broadcasting, Top 30 Station Groups, Tribunnews.com (18 Desember 2011), Jakarta Jadi Kota Pertama Penerapan TV Digital. Tribunnews.com (19 Desember 2011), Siapkah Masyarakat Beralih ke TV Digital ? 105
  • 106. l  l  l  l  l  Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999. Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Penyiaran No. 32, Tahun 2002 VIVAnews, (18 Desember 2011), Pemerintah Diminta Tuntaskan Regulasi Digital. Working Group Master Plan Frekuensi Penyiaran (2008), Model Usaha Dalam Penyelenggaraan TV dan Radio Digital, Postel.go.id 106