Egar Putra Bahtera berhasil membangun merek sepatu premium lokal Chevalier meski awalnya diragukan. Berkat ketekunan dan komitmennya untuk mempelajari desain sepatu serta menemukan mitra pengrajin dan pemasok bahan baku berkualitas, Chevalier kini mampu bersaing di pasar global dan mengekspor sekitar 35% produksinya. Egar juga berupaya memberdayakan pengrajin lokal dan memajukan industri kulit dalam negeri.
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
Berkisah Sukses Egar Putra Bahtera Bangun Bisnis Sepatu Premium Chevalier
1. Kisah sukses Egar Putra
Bahtera membesarkan
Chevalier di pasar sepa-
tu premium.
Dian Sari Pertiwi
B
agi Egar Putra Bahtera,
berbisnis sama seperti
bernapas. Tak lahir dari
keluarga pebisnis membuatnya
sempat diragukan saat merintis
bisnis sepatu kulit untuk pasar
premium dengan label Chevali-
er. Apalagi, saat itu, statusnya
masih mahasiswa. Tapi berkat
keteguhan hatinya, Egar sukses
membuktikan bahwa sepatu
premium lokal punya pasar be-
sar. Tak cuma berhasil menem-
bus pasar premium, Egar kini
telah meluncurkan merek ke-
duanya, Cannes.
Kendati terlahir di Semarang,
lelaki yang akan berusia 25 ta-
hun pada 5 November ini meng-
habiskan masa kanak-kanak
hingga remaja di Jakarta. Pasal-
nya, sang ayah mesti hijrah ke
Jakarta lantaran bertugas di
Bank Indonesia. Pada masa re-
maja itulah, lulusan SMA 78 Ja-
karta ini kerap menyambangi
Pasar Taman Puring di Keba-
yoran Baru, Jakarta Selatan.
Sekadar membuang waktu atau
mencari sepatu yang ia sukai.
“Kan, banyak sepatu branded
yang KW,” ujarnya terkekeh.
Hobi membeli sepatu itulah
yang lantas menginspirasi pilih-
an bisnisnya. Saat mengung-
kapkan gagasan itu pada 2010,
orangtuanya tak mendukung.
Maklum, ia baru masuk kuliah
teknik pertambangan di Institut
Teknologi Bandung (ITB) pada
2009. Apalagi, tidak ada latar
belakang bisnis di keluarganya.
Karena itulah, Egar memutar
otak untuk mengumpulkan mo-
dal. Ia lantas berjualan kaos
dan pakaian lainnya dengan
sistem pre-order lewat Kaskus
selama enam bulan. Keuntung-
an dari bisnis pakaian inilah
yang ia pakai untuk memulai
bisnis sepatunya. Nilainya ter-
kumpul sekitar Rp 10 juta.
Incar pasar premium
Uang tersebut ia belan-
jakan kulit sebagai bahan
baku sepatu dan ongkos
membuat website. Selain itu,
ia merogoh kocek sekitar Rp 5
juta untuk membeli dua pasang
sepatu dari luar negeri. Ia
membongkarnya dan memin-
ta pengrajin untuk mempela-
jarinya. “Karena kalau belajar
dari gambar saja, kan, gak
akan bisa. Jadi, saya ajak
pengrajinuntuklihatgimana
brand luar yang sudah ter-
kenal dan harganya mahal
itu bikin produk,” ujar
Egar.
Ternyata, tak mu-
dah menggaet peng-
rajin yang mau di-
ajak kerjasama. Bu-
kan karena tak
mampu, tapi kebanyakan
pengrajin telah berada di
comfort zone sehingga enggan
menggarap produk premium
yang dianggap berisiko tinggi.
Tapi, Egar tidak gampang me-
nyerah. Setelah lima kali ber-
ganti pengrajin, setelah sembi-
lan bulan, ia menemukan mitra
yang pas.
Akhirnya, pada 25 Maret
2011, anak kedua dari tiga ber-
saudara ini meluncurkan sepatu
bermerek Chevalier. Ada 12
pasang sepatu yang berhasil ia
buat ketika itu. Sejak awal, pa-
sar premium menjadi incaran-
nya. Waktu itu, menurut Egar,
belum banyak produsen lokal
yang memproduksi sepatu kulit
bagus dan berkualitas. “Produ-
sen kita belum ada yang berani
karena menganggap market-
nya gak ada. Padahal, spending
power bangsa kita ini besar,
tinggal gimana memasarkan-
nya aja,” imbuh dia.
Terbukti, 12 pasang sepatu
tersebut laris terjual meski har-
ganya di atas Rp 700.000. Bah-
kan, menjual produk di ka-
langan premium lebih
mudah ketimbang
menjual di segmen
menengah dan ba-
wah. “Satu orang
premium itu bisa
mempengaruhi 10
orang atau lebih un-
tuk ikut beli, dan
mereka mampu beli,”
katanya.
Tapi meraih kepercayaan ke-
las atas perlu perjuangan berat.
Egar harus benar-benar paham
geometri sepatu agar pas dan
nyaman saat digunakan. Dia
belajar secara otodidak lewat
beberapa forum pecinta sepatu
kulit di internet. Dari sana, ia
mendapat banyak inspirasi pro-
duk seperti apa
yang belum ada di pasar namun
memiliki peminat yang cukup
tinggi. Dia juga jadi tahu banyak
tentang pemasok kulit ternama
asal Amerika dan Jerman hing-
ga sol yang berasal dari Austra-
lia. Egar pun menyerap masuk-
an dari forum tersebut dan ber-
alih menggunakan kulit impor.
Tak mudah meyakinkan pe-
masok kulit kenamaan seperti
Horween Leathers Company
asal Chicago, Amerika Serikat.
Email yang Egar kirim dianggap
sebagai spam dan tak kunjung
dibalas. Perlu lebih dari lima
kali mengirim email dengan
kata-kata serius akan membeli,
pemasok tersebut baru meres-
pons. “Awalnya kirim email
mau tanya-tanya dulu, tapi be-
berapa kali kirim, enggak diba-
las juga. Akhirnya saya bilang
mau serius beli, berapa harga-
nya, dibalas juga,” kenang Egar
sembari tertawa.
Egar akhirnya berhasil meng-
impor kulit selebar 300 kaki
persegi yang harganya menca-
pai Rp 100 juta. Uang ini berasal
dari keuntungan dari perputar-
an uang di awal bisnisnya. De-
ngan bahan baku berkualitas
tinggi, Egar dan pengrajinnya
makin percaya diri melangkah
di pasar premium.
Tembus ke luar negeri
Dia pun mulai aktif mengikuti
sejumlah pameran, termasuk
Brightspot Market yang digelar
oleh ritel modern The Goods
Dept. Pameran ini merupakan
ajang untuk pengusaha muda di
bidang fashion dan desain pro-
duk berkualitas. Melihat kuali-
tas Chevalier setara dengan
produk impor namun harga le-
bih rendah, The Goods Dept.
tertarik menjajakan produknya
di gerai mereka. Harga Chevali-
er berkisar Rp 800.000-Rp 1,5
juta per pasang. Untuk Cannes,
sekitar Rp 500.000-Rp 900.000.
“Awalnya cuma kirim dua, ter-
nyata yang beli orang penting
semua,” ungkap Egar. Kini, The
Goods Dept. menyerap 100 pa-
sang sepatu per bulan.
Belakangan, Egar mendapat
tantangan dari Dian Sastro-
wardoyo untuk membuat se-
patu perempuan berbentuk
lancip. “Itu risetnya luma-
yan lama, satu sampai dua
bulan baru bisa, karena
enggak mudah buat sepatu
lancip tapi tetap nyaman
dipakai,” kata Egar.
Tak cuma dari dalam
negeri, permintaan dari
luar negeri pun terus tum-
buh. Kini, dari kapasitas
produksi 500 pasang sepa-
tu per bulan, Egar mengi-
rimkan sekitar 35% ke luar
negeri.
Meski telah sukses ber-
bisnis, Egar tak lantas mela-
laikan pendidikan formal-
nya. Ia lulus sarjana da-
lam tempo empat
tahun pada 2013. Bah-
kan, ia menuntaskan
pendidikan S2, juga di
ITB, dua tahun ke-
mudian. ❏
Kini dengan
kapasitas
produksi 500
pasang sepatu
per bulan, Egar
mengirimkan
sekitar 35% ke
luar negeri.
Berkat Nyali Bermain
di Pasar Premium
Memberdaya-
kan Pengrajin
N
ama Chevalier makin
diperhitungkan di ka-
langan pencinta sepa-
tu premium internasional
setelah memenangkan “Most
Wanted Leather Boots” da-
lam sebuah ajang voting on-
line yang diselenggarakan
oleh Mass Drop, yang terafi-
liasi dengan Reddit, komuni-
tas online tertua di dunia.
Chevalier berhasil menyalip
suara untuk merek sepatu
kelas dunia, termasuk Wol-
verine, Rockford, Red Wings
Shoes, Viberg Boot, dan Al-
len Edmonds. Padahal, me-
reka sudah berdiri sejak
1880-an hingga 1920-an.
Selain itu, dengan kualitas
sama, Chevalier bisa lebih
murah daripada produk dari
produsen di negara tujuan.
“Para pengusaha Indonesia
perlu bersyukur karena bia-
ya pengrajin sepatu tanah air
masih lebih murah daripada
pengrajin di luar sana. Itu
kenapa kita bisa lebih kom-
petitif,” ujar Egar Putra Bah-
tera, pendiri Chevalier.
Karena itu, ia berkomit-
men untuk meningkatkan
kemampuan para pengrajin
sepatunya dan mengajak pe-
masok kulit lokal untuk bisa
memproduksi material kulit
sebagus kulit impor. Alhasil,
Egar kini bisa mendapat pa-
sokan 65% kulit dari produ-
sen lokal dengan kualitas
sama dengan kulit impor.
Tak foya-foya
Memasuki tahun kelima
bisnisnya, Egar, yang pernah
mendapat pelatihan bisnis
selama sepekan di London
dari British Council, melaku-
kan diversifikasi usaha de-
ngan membuat jam tangan,
tas hingga clothing line.
Meski telah sukses, pemu-
da yang akan melepas masa
lajang pada Agustus nanti ini
tetap hidup sederhana.
“Orangtua saya itu sederha-
na banget biar pun mampu,
jadi kalau saya foya-foya,
saya yang malu sendiri,” kata
Egar. Alih-alih, ia mulai ber-
investasi di properti.
Ia juga punya kesenangan
baru, yakni membagikan il-
munya dengan mengajar di
sebuah perguruan tinggi
swasta di Jakarta. ❏
Dok.Pribadi
Profil TABLOID KONTAN 13 Juni - 19 Juni 2016 19