SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Name: Indah Chartika Sari S.IP
Email: cka.thechamp92@gmail.com
COMPARING SUN TZU AND CLAUSEWITZ
Tulisan ini berisi tentang analisa perbandingan teori dan perspektif perang yang
dikemukakan oleh Sun Tzu dan Clausewitz. Paper ini merupakan summary dari karya Michael I.
Handel yang berjudul Masters of Wars Classical Strategic Thought: Third, Revised and
Expanded Edition. Tulisan ini menitikberatkan pada perbandingan cara pandang Sun Tzu dan
Clausewitz mengenai pemahaman teori perang dimana keduanya hidup pada era yang berbeda
dalam menilai hal tersebut.
Sebuah teori pada umumnya tidak memiliki dampak atau konsekuensi terhadap suatu
hukum tertentu dan untuk membuka timbunan-timbunan fakta. Namun sebuah teori adalah
sebuah produk yang memiliki lebih dari satu fungsi dasar untuk memahami suatu kejadian atau
hal yang tidak dapat dimengerti atau tidak memiliki makna pengetahuan. Sebuah teori lebih dari
sekedar sinopsis yang digerakkan secara alamiah, tapi juga membentuk beberapa pola fikir dari
aturan-aturan permainan yang akhirnya akan dapat dimengerti.
Dalam sejarah politik atau politik internasional, disiplin ilmu dasar disertai pemahaman
terhadap tingkah laku manusia secara umum yang dapat diterima secara luas. Contohnya; dalam
teori hubungan internasional asumsi bahwa semua negara memiliki kebutuhan untuk melindungi
dan mempromosikan kepentingan vital mereka dan bekerja keras untuk memaksimalkan
kekuatan mereka ketika berhadap-hadapan dengan musuh, adalah tipe yang secara luas dapat
diterima dan digunakan serta memungkinkan keberadaan politik internasional sebagai sebuah
disiplin ilmu. Singkatnya, disiplin ilmu diasumsikan bahwa terlepas dari banyaknya pendekatan
yang dijabarkan dalam kebijakan luar negeri, banyak aspek-aspek dari sikap negara yang dapat
disatukan. Sebuah pendekatan yang sama yang juga dapat dilakukan dalam pengkajian disiplin
ilmu strategi.
Jarak antara Sun Tzu dengan karyanya The Art of War (Abad ke-3 atau Abad ke-4) dan
Carl von Clausewitz dengan karyanya On War (Tahun 1832) memiliki perbedaan rentan waktu
yang panjang yang melibatkan perbedaan waktu, kondisi geografis dan budaya. Pengkajian
mengenai teori keduanya dapat dimulai dari perbedaan cara kerja dalam strategi yang dimiliki
yang mungkin menjadi pemisah diantara mereka, logika strategi dasar mereka pada umumnya
memiliki kesamaan ‘logis’ atau ‘perhitungan rasional’ dari pendekatan Timur dan Barat tentang
peperangan secara umum. Perbedaan diantara dua pemikir militer ini telah dikaji keberadaannya,
diantaranya:
 Banyak para pengkaji disiplin ilmu strategi yang lebih suka membaca tulisan Sun
Tzu daripada tulisan Clausewitz, dimana metodologi dan perspektif tidak begitu
mudah untuk diikuti.
 Karya Sun Tzu The Art of War lebih mudah dibaca pada awalnya, tapi sebenarnya
lebih sulit untuk melakukan pemahaman secara mendalam. Sedangkan karya
Clausewitz yang berjudul On War lebih sulit untuk dibaca, tapi sebenarnya lebih
mudah untuk dipahami jika dibaca lebih teliti.
 Sun Tzu dan Clausewitz tidak menggunakan difinisi atau kerangka kerja dalam
studi mereka tentang perang. Cakupan yang lebih luas dari definisi yang diberikan
Sun Tzu banyak digunakan oleh para pemikir disiplin ilmu strategi.
 On War dan The Art of War seringkali mendekati subjek yang sama atau
hubungan antar subjek dari perspektif yang berbeda, singkatnya mereka melihat
dari sisi yang berbeda pada koin yang sama.
Aspek yang menjadi perbandingan antara On War dan The Art of War adalah metodologi
dan gaya penulisan, kedudukan pada inti politik dalam perumusan strategi kebijakan dan
keputusan untuk berperang dan analisis dari komando lapangan yang bertanggung jawab
dibandingkan dengan seorang pemimpin politik. Selain itu mengamati evaluasi dari intelegensi
dan kecurangan, jumlah kekuatan, hubungan antara menyerang dan bertahan, pergeseran,
keberuntungan dan ketidakpastian dalam perang, serta perhitungan rasional perang. Berikut ini
merupakan tabel perbandingan paradigma perang antara Sun Tzu dan Clausewitz, yaitu;
Aspek
Perbandingan
Sun Tzu Clausewitz
Perspektif Perang
Sebuah perspektif luas yang
mencakup aspek-aspek non-
militer, seperti; diplomasi,
ekonomi dan psikologis.
Sebuah perspektif yang lebih
sempit dalam penggunaan
kemampuan militer.
Peran Kekuatan
(Kekerasan)
Kekuatan (kekerasan) harus
digunakan secara efisien dan
merupakan pilihan terakhir.
Penggunaan kekuatan lebih sering
dibutuhkan dan merupakan
metode yang sangat efektif untuk
mencapai tujuan politik dari suatu
negara. Kemampuan maksimum
dari penggunaan kekuatan adalah
untuk mendapatkan hasil yang
pasti dalam waktu yang singkat.
Kemenangan Ideal
Keberhasilan terbesar adalah
menang tanpa pertempuran,
meyakinkan kekuatan tempur
lawan untuk menyerah.
Cara tersingkat untuk mencapai
suatu tujuan politik adalah melalui
penghancuran kekuatan tempur
dalam perang. Metode non-militer
untuk menang bisa saja terjadi
tapi jarang terjadi.
Metode
Kemenangan
Melakukan penipuan perang
secara psikologis, tanpa
penggunaan kekerasan. Pusat
gravitasi adalah keinginan lawan
dan sistem aliansi.
Konsentrasi kekuatan maksimum
merupakan poin yang menentukan
terjadinya perjanjian. Pusat
gravitasi adalah kekuatan tempur
lawan.
Kelebihan dan
Kekurangan Teori
Sebuah paradigma idealisme
yang memberanikan para
pemikir disiplin ilmu strategi
untuk meraih kemenangan
dengan harga yang murah.
Pendekatan ini lemah dalam
Realistis, relevan untuk hampir
semua bentuk peperangan.
Kesadaran terbesar mengenai sifat
kekerasan dalam perang.
Kepercayaan yang berlebihan
dalam penggunaan kekuatan
realisme dan mengacuhkan
keberadaan dari kekerasan
dalam perang yang tidak dapat
dihindarkan. Perang dapat
menjadi sebuah latihan
‘intelektual’ atau ‘metafisik’.
Penipuan atau kecerdasan dapat
menjadi obat yang mujarab.
menyebabkan harga yang lebih
mahal. Menyepelekan beberapa
aspek non-material dalam perang,
seperti; kecurangan atau
kecerdasan.
Sun Tzu, Clausewitz dan Studi Perang
The Art of War adalah karya milik Sun Tzu yang tergolong ringkas (< 40 halaman dalam
Bahasa Inggris) yang berisi tentang strategi yang telah ditulis dengan yang ringkas dan tajam
dalam gaya penulisan Cina klasik. Berbeda dengan karya Clausewitz yang berjudul On War yang
dipadatkan hampir sebanyak 600 halaman. Pemahaman analisa kerangka kerja Clausewitz
memerlukan proses membaca secara berulang-ulang dari satu lembar ke lembar berikutnya.
Tidak seperti On War, The Art of War tidak menawarkan pembaca sebuah penjelasan yang
sistematis atau pembangunan secara proses logika melalui konsep-konsep yang dikembangkan.
“Teori tidak dapat melengkapi cara fikir dengan sebuah rumus untuk
menyelesaikan permasalahan, atau dapat menandai bagian kecil dari solusi tunggal yang
seharusnya dapat membendung prinsip dasar dari sisi yang lain. Tapi teori dapat
memberikan pemahaman pola fikir kedalam fenomena massa yang lebih besar serta
hubungan mereka, kemudian membiarkannya muncul lebih tinggi ke permukaan”.
(Clausewitz, On War, p. 578)
Sun Tzu mencoba untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa sebuah apel selalu jatuh
dari pohon ke tanah (adalah sebuah fakta), sedangkan Clausewitz mencoba untuk menjelaskan
kenapa apel selalu jatuh ke tanah (adalah sebuah penjelasan teoritis: gravitasi). Bagi pembaca On
War sebagian besar merupakan sebuah proses pembelajaran dalam permasalahan, sedangkan
bagi pembaca The Art of War merupakan bentuk penerimaan kesimpulan-kesimpulam disiplin
ilmu yang dibutuhkan.
Clausewitz berpendapat bahwa perang secara teorinya merupakan pembayaran dengan
semua kekuatan tempur yang ada beserta sumber daya dan tanpa adanya gangguan hingga disatu
pihak dapat menyebutkan syarat kemenangan. Proses penjelasan bagaimana perang dalam
kenyataannya sangat berbeda dari perang dalam definisi abstrak, Clausewitz secara sistematis
mengembangkan analisanya dan pemahaman orisinil kedalam sifat perang seperti rasio
keunggulan, harga politik/perhitungan keuntungan nilai objektif dan perkiraan sumber daya
nasional yang akan diinvestasikan, konsep-konsep pergeseran dan kesempatan, serta
ketidakpastian peran dominan seperti kurangnya informasi dan kecerdasan.
Metodologi Clausewitz ‘Newtonian’ sering kali salah dimengerti tidak hanya karena
bentuknya yang abstrak dan sulit untuk dipahami, tapi juga dikarenakan gerakan penulisan dari
satu tingkat ke tingkat yang berikutnya. Hal tersebut membuat referensi pengejaan analisa
Clausewitz menunjukkan metodologi yang digunakannya memiliki kelemahan dan sekaligus
menjadi kekuatannya. Ia juga menjelaskan kenapa mayoritas dari pembaca dan pelajar militer
profesional jarang meluangkan waktu untuk membaca lebih dalam serta memahami On War
sebagai filosofi/buku pendidikan, daripada mereka menggunakannya secara manual untuk
memilih kata-kata bijak darinya. Namun bukan berarti bahwa Sun Tzu gagal mengembangkan
banyak konsep-konsep duniawi yang sama, akan tetapi beberapa kosep Sun Tzu memiliki makna
yang tersembunyi, jika dibandingkandengan yang Clausewitz membangun melalui proses logika
yang elegan disertai diskusi yang lebih detail dari konteks kerangka kerja teoritis secara umum.
Sun Tzu juga memiliki metode ideal, hanya saja kurang spesifik. Hal ini merupakan bukti
dari sejarah Cina dan fakta bahwa sebagian besar dari The Art of War didedikasikan untuk
sebuah diskusi tentang bagaimana bisa menang tanpa pertarungan. Clausewitz juga setuju
tentang prinsip bahwa kemenangan tanpa pertarungan atau pertumpahan darah adalah hal yang
diinginkan, tapi ia juga menyadari bahwa hal tersebut kemungkinan jarang terjadi dan hasil yang
didapat tidak dalam waktu yang singkat lebih terdengar sebagai sebuah alternatif. Pernyataan-
pernyataan Sun Tzu mengenai keinginan akan kemenangan tanpa adanya pertumpahan darah
muncul untuk menyanggah pemikiran Clausewitz; yang pada faktanya kedua pemikir disiplin
ilmu strategi ini memiliki pendekatan sederhana terhadap isu yang sama dari perspektif yang
berbeda.
Teori, Kesempatan dan Ketidakpastian
Sun Tzu dan Clausewitz setuju bahwa dalam asumsi metodologi dasar bahwa perang
adalah sebuah seni, bukan sebuah pengetahuan. Bahwa setiap permasalahan militer memiliki
banyak solusi yang benar secara potensial, tidak hanya satu tapi terdapat beberapa pilihan yang
datang melalui bayangan pemimpin militer, kreativitas dan intuisi. Mereka juga setuju bahwa
kompleksitas yang sangat besar mewariskan kajian tentang perang membuatnya tidak mungkin
untuk dirumuskan menjadi sebuah teori perang positif bahkan jika ada ‘hukum’.
“Usaha-usaha yang dibuat untuk melengkapi terjadinya perang melalui disiplin
ilmu, aturan-aturan atau bahkan sistem. Hal ini dapat menghasilkan tujuan yang positif,
namun orang-orang gagal untuk mendapatkan nilai dari kompleksitas tanpa akhir. Seperti
yang dapat dilihat, terjadinya perang memiliki cabang hampir diseluruh arah dan tidak
memiliki keterbatasan tertentu; ketika ada sistem, model, memiliki sifat yang terbatas.
Sebuah konflik yang tidak bisa direda muncul diantara jenis teori ini dan ada pada
praktiknya.” (Clausewitz, On War, p. 134)
“Teori tidak dapat mengaplikasikan konsep hukum untuk melakukan tindakan,
karena tidak adanya perspektif rumus yang bersifat universal yang cukup untuk
memperoleh nama hukum yang dapat digunakan secara langsung untuk perubahan dan
keberagaman dari feonomena perang.” (Clausewitz, On War, p. 152)
Clausewitz memahami bahwa perang adalah melibatkan semua aspek yang merupakan
refleksi dari sifat manusia, tersebar luas dengan tujuan yang tidak rasional pada tingkat yang
lebih tinggi. Pola fikir dan praktik kegiatan berdasarkan pada kemampuan bawaan dan inspirasi
dimana tindakan pihak lawan dan reaksi nyata serta banyangan mengenai pergerakan yang tidak
bisa diprediksi. Jarak antara teori militer kontemporer, Clausewitz melihat perang sebagai sebuah
aktivitas ‘kehidupan’ bukan ‘kematian’. Dengan premis ini, tidak dapat dihindari baginya untuk
menyimpulkan bahwa perang tidak pernah menjadi penelitian yang menguntungkan seperti
layaknya ilmu sains.
“Pembentukan dan hasil oleh seni: ilmu sains akan mendominasi dimana objek
adalah kebutuhan dan pengetahuan. Oleh sebab itu ‘seni perang’ lebih cocok daripada
‘ilmu sains perang’.” (Clausewitz, On War, pp. 148-149)
Pada praktinya meskipun perang lebih kepada sebuah seni daripada sebuah ilmu, namun
bukan berarti perang tidak dapat dipelajari secara sistematis atau tidak dapat diterapkan beberapa
metode ilmu sains ke disiplin ilmu non-sains. Selanjutnya, ketika Clausewitz mencapai
kesimpulan bahwa inti dari perang adalah sebuah seni yang mengandung beberapa aspek sains,
Jomini memperhitungkan keinginannya untuk membangun sebuah teori sains tentang perang dan
penerimaan bahwa perang adalah bentuk kegiatan kreatif yang paling besar yang didasarkan
pada pengalaman dan intuisi. Meskipun pada akhirnya Jomini bersandar pada pengakuan bahwa
perang adalah sebuah seni, adalah fakta yang sepenuhnya tidak pernah diakuinya. Pada analisis
akhir, Jomini layaknya Clausewitz mengakui bahwa,”Setiap peribahasa memiliki artinya sendiri”.
(Jomini, The Art of War, p. 84)
Semua teori tentang perang memiliki ketegangan yang tidak dapat dihindarkan yaitu
dimana setiap penulis mencoba untuk mengembangkan sebuah teori berdasarkan pengalaman,
bukti sejarah meskipun tidak ada teori perang yang konvensional yang dapat memaparkan secara
akurat dasar dari sebuah tindakan atau prediksi. Tapi pengakuan bahwa perang adalah sebuah
seni, Clausewitz mendefinisikan pengetahuan memiliki keterbatasan dalam pemahaman terhadap
perang. Meskipun ia tidak melakukan diskusi lebih dalam mengenai hal ini, Sun Tzu menyatakan
dalam bukunya yang mengindikasikan bahwa tidak mungkin untuk dapat memprediksi sebuah
perang secara tajam dan pasti melalui pengaplikasian mekanis layaknya sebuah rumus sains.
Sedangkan berdasarkan pendapat Clausewitz terdapat tiga karakteristik utama yang membedakan
perang dari sisi sains dan seni. Pertama, perang berhubungan dengan kehidupan bukan kekuatan
yang tidak bernyawa. Kedua, perang melibatkan konflik yaitu aksi dan reaksi diantara kedua
lawan. Ketiga, perang melibatkan sebuah perselisihan kepentingan yang simetris seperti sifat
yang lebih lemah dengan kemampuan serangan positif mencoba untuk mendapatkan dan
memperluas, dan sifat yang lebih kuat dengan kemampuan pertahanan negatif mencoba untuk
mempertahankan.
Sama halnya dengan Clausewitz, Sun Tzu juga melihat bahwa kompleksitas dan
ketidakmampuan untuk memprediksi perang dapat dihasilkan melalui proses interaksi.
Kemudian Sun Tzu juga menggunakan bahasa puisi metafora untuk mengilustrasikan
kompleksitas dari perang. Dengan kata lain, disiplin ilmu tentang perang dapat dimengerti dan
dijadikan sebagai sebuah teori, namun tidak ada hasil cetakan dari pemikiran tersebut untuk
merubahnya menjadi sebuah teori perang.
“[Mei Yao-chen] Semuaya tergantung padaku, aku dapat melakukannya dan hal itu
juga tergantung kepada musuh yang tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu dikatakan
bahwa salah satu mungkin mengetahui bagaimana caranya untuk menang, akan tetapi
tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 85)
“Ada beberapa strategi kunci untuk meraih kemenangan. Namun tidak mungkin
untuk mendiskusikan hal tersebut sebelumnya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 70)
Pada akhirnya Sun Tzu mencapai kesimpulan yang sama dengan Clausewitz. Mereka
setuju bahwa keberhasilan tergantung pada intuisi dari ahli militer seperti yang dikatakan oleh
Clausewitz. Kemampuan dapat disaring melalui pengalaman, tapi hanya pada mereka yang telah
memiliki kemampuan tersebut sejak lahir. Sun Tzu melihat perang sebagai sebuah seni orisinil
yang membutuhkan imajinasi, intuisi dan inovasi.
“Oleh sebab itu, ketika aku mendapatkan kemenangan aku tidak akan mengulangi
taktik yang sama tapi akan menganalisa situasi dan kondisi dari berbagai sudut dengan
berbagai cara”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 100)
Sun Tzu dan Clausewitz merupakan para pemikir strategi yang juga setuju bahwa
kesimpulan dapat dicapai melalui perspektif kerja mereka hanya dalam nilai yang terbatas saja
terlepas dari kebijaksanaan, mereka tidak dapat memberikan saran yang terfokus tentang militer
profesional tentang bagaimana caranya untuk mengaplikasikan pemahaman mereka.
Kemenangan dalam perang bukanlah sebuah master teori yang dapat dihafal tanpa berfikir tetapi
lebih kepada saran bijaksana, dan hal ini dapat ditentukan secara keseluruhan melalui intuisi
pemimpin militer.
Berdasarkan analisa Jomini, perang pada level politik tertinggi dan level strategi tidak
dapat dipelajari seperti berfikir layaknya ilmu sains dalam tingkat operasioanl yang lebih rendah.
Meskipun begitu, Jomini percaya bahwa kemungkinan untuk mengenali sebuah bentuk disiplin
dan aturan dasar. Dan disiplin ini memiliki validitas sains pada umumnya dan juga dapat
dipelajari secara umum pula. Pengakuan Jomini terkait dengan intuisi artistik dari pemikir jenius
militer yang dapat menentukan apakah disiplin ilmu telah diaplikasikan dengan benar.
Kesimpulannya berujung pada pengakuan bahwa,”Perang bukanlah sebuah ilmu, tapi sebuah
seni”. (Jomini, The Art of War, p. 321)
Referensi
Handel, Michael I. 2001. Master of War Classical Strategic Thought: Third, Revised and
Expanded Edition, Comparing Sun Tzu and Clausewitz ch.2 p.14-23. London: FRANK CASS
PUBLISHER.

More Related Content

What's hot

BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...Anindya Kusumaningrum
 
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))Putri Alfisyahrini
 
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3AbdulLatif324
 
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta pjj_kemenkes
 
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesia
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesiaBab 3 dinamika demokrasi di indonesia
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesiaAriani Ghomaisha
 
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Tri Widodo W. UTOMO
 
Masa orde lama periode tahun 1959 1966
Masa orde lama periode tahun 1959 1966Masa orde lama periode tahun 1959 1966
Masa orde lama periode tahun 1959 1966sylvianidya
 
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke Indonesia
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke IndonesiaBerbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke Indonesia
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke IndonesiaAulia Srie Wardani
 
Perang Dingin - Kamboja
Perang Dingin - KambojaPerang Dingin - Kamboja
Perang Dingin - KambojaAyu Aliyatun
 
Nasionalisme jepang
Nasionalisme jepangNasionalisme jepang
Nasionalisme jepangBagus Aji
 
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan KemerdekaanKedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan KemerdekaanShieni Rahmadani Amalia
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dinginWarnet Raha
 
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa IndonesiaPKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa IndonesiaBellaNindaThania
 
Makalah demokrasi pancasila
Makalah demokrasi pancasilaMakalah demokrasi pancasila
Makalah demokrasi pancasilaWarnet Raha
 
Resensi novel 8...9...10
Resensi novel 8...9...10Resensi novel 8...9...10
Resensi novel 8...9...10Gusti Dela
 
Perang Aceh, History
Perang Aceh, HistoryPerang Aceh, History
Perang Aceh, Historyfebagnes
 

What's hot (20)

BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI D...
 
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
PPKn (Demokrasi Masa Revolusi (1945 1949))
 
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3
Demokrasi pada tahun 1959-1966 XI MIPA 3
 
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
 
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesia
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesiaBab 3 dinamika demokrasi di indonesia
Bab 3 dinamika demokrasi di indonesia
 
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
 
Masa orde lama periode tahun 1959 1966
Masa orde lama periode tahun 1959 1966Masa orde lama periode tahun 1959 1966
Masa orde lama periode tahun 1959 1966
 
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke Indonesia
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke IndonesiaBerbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke Indonesia
Berbagai Kemenangan Jepang dan Proses Masuknya Jepang ke Indonesia
 
Bab 5 sejarah wajib sma xi
Bab 5 sejarah wajib sma xiBab 5 sejarah wajib sma xi
Bab 5 sejarah wajib sma xi
 
Perang Dingin - Kamboja
Perang Dingin - KambojaPerang Dingin - Kamboja
Perang Dingin - Kamboja
 
Nasionalisme jepang
Nasionalisme jepangNasionalisme jepang
Nasionalisme jepang
 
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan KemerdekaanKedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
 
Makalah perang dingin
Makalah perang dinginMakalah perang dingin
Makalah perang dingin
 
Ekonomi mikro dan makro
Ekonomi mikro dan makroEkonomi mikro dan makro
Ekonomi mikro dan makro
 
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa IndonesiaPKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
PKN Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
 
Revolusi cina xi ips 3
Revolusi cina xi ips 3Revolusi cina xi ips 3
Revolusi cina xi ips 3
 
Masa pemerintahan van den bosch
Masa pemerintahan van den boschMasa pemerintahan van den bosch
Masa pemerintahan van den bosch
 
Makalah demokrasi pancasila
Makalah demokrasi pancasilaMakalah demokrasi pancasila
Makalah demokrasi pancasila
 
Resensi novel 8...9...10
Resensi novel 8...9...10Resensi novel 8...9...10
Resensi novel 8...9...10
 
Perang Aceh, History
Perang Aceh, HistoryPerang Aceh, History
Perang Aceh, History
 

More from Chartika Chika

TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIA
TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIATRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIA
TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIAChartika Chika
 
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang DinginAgenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang DinginChartika Chika
 
Model-Model Politik Luar Negeri
Model-Model Politik Luar NegeriModel-Model Politik Luar Negeri
Model-Model Politik Luar NegeriChartika Chika
 
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami Konflik
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami KonflikPendekatan-Pendekatan Untuk Memahami Konflik
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami KonflikChartika Chika
 
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?Chartika Chika
 
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFORIntervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFORChartika Chika
 
Hallyu Sebagai Fenomena Transnasional
Hallyu Sebagai Fenomena TransnasionalHallyu Sebagai Fenomena Transnasional
Hallyu Sebagai Fenomena TransnasionalChartika Chika
 
Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan
Diplomasi Kebudayaan Korea SelatanDiplomasi Kebudayaan Korea Selatan
Diplomasi Kebudayaan Korea SelatanChartika Chika
 

More from Chartika Chika (11)

TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIA
TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIATRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIA
TRANSNATIONAL CRIME: DRUG TRAFFICKING AND SECURITY IN COLOMBIA
 
Sumber-sumber Konflik
Sumber-sumber KonflikSumber-sumber Konflik
Sumber-sumber Konflik
 
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang DinginAgenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin
Agenda Keamanan Dunia Pasca Perang Dingin
 
Model-Model Politik Luar Negeri
Model-Model Politik Luar NegeriModel-Model Politik Luar Negeri
Model-Model Politik Luar Negeri
 
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami Konflik
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami KonflikPendekatan-Pendekatan Untuk Memahami Konflik
Pendekatan-Pendekatan Untuk Memahami Konflik
 
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?
Kenapa Tidak Ada Teori HI dari Korea...?
 
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFORIntervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
Intervensi Kemanusiaan oleh PBB: UNPROFOR
 
Dampak Senjata Nuklir
Dampak Senjata NuklirDampak Senjata Nuklir
Dampak Senjata Nuklir
 
Strategi Detterance
Strategi DetteranceStrategi Detterance
Strategi Detterance
 
Hallyu Sebagai Fenomena Transnasional
Hallyu Sebagai Fenomena TransnasionalHallyu Sebagai Fenomena Transnasional
Hallyu Sebagai Fenomena Transnasional
 
Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan
Diplomasi Kebudayaan Korea SelatanDiplomasi Kebudayaan Korea Selatan
Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan
 

Comparing Sun Tzu and Clausewitz

  • 1. Name: Indah Chartika Sari S.IP Email: cka.thechamp92@gmail.com COMPARING SUN TZU AND CLAUSEWITZ Tulisan ini berisi tentang analisa perbandingan teori dan perspektif perang yang dikemukakan oleh Sun Tzu dan Clausewitz. Paper ini merupakan summary dari karya Michael I. Handel yang berjudul Masters of Wars Classical Strategic Thought: Third, Revised and Expanded Edition. Tulisan ini menitikberatkan pada perbandingan cara pandang Sun Tzu dan Clausewitz mengenai pemahaman teori perang dimana keduanya hidup pada era yang berbeda dalam menilai hal tersebut. Sebuah teori pada umumnya tidak memiliki dampak atau konsekuensi terhadap suatu hukum tertentu dan untuk membuka timbunan-timbunan fakta. Namun sebuah teori adalah sebuah produk yang memiliki lebih dari satu fungsi dasar untuk memahami suatu kejadian atau hal yang tidak dapat dimengerti atau tidak memiliki makna pengetahuan. Sebuah teori lebih dari sekedar sinopsis yang digerakkan secara alamiah, tapi juga membentuk beberapa pola fikir dari aturan-aturan permainan yang akhirnya akan dapat dimengerti. Dalam sejarah politik atau politik internasional, disiplin ilmu dasar disertai pemahaman terhadap tingkah laku manusia secara umum yang dapat diterima secara luas. Contohnya; dalam teori hubungan internasional asumsi bahwa semua negara memiliki kebutuhan untuk melindungi dan mempromosikan kepentingan vital mereka dan bekerja keras untuk memaksimalkan kekuatan mereka ketika berhadap-hadapan dengan musuh, adalah tipe yang secara luas dapat diterima dan digunakan serta memungkinkan keberadaan politik internasional sebagai sebuah disiplin ilmu. Singkatnya, disiplin ilmu diasumsikan bahwa terlepas dari banyaknya pendekatan yang dijabarkan dalam kebijakan luar negeri, banyak aspek-aspek dari sikap negara yang dapat disatukan. Sebuah pendekatan yang sama yang juga dapat dilakukan dalam pengkajian disiplin ilmu strategi.
  • 2. Jarak antara Sun Tzu dengan karyanya The Art of War (Abad ke-3 atau Abad ke-4) dan Carl von Clausewitz dengan karyanya On War (Tahun 1832) memiliki perbedaan rentan waktu yang panjang yang melibatkan perbedaan waktu, kondisi geografis dan budaya. Pengkajian mengenai teori keduanya dapat dimulai dari perbedaan cara kerja dalam strategi yang dimiliki yang mungkin menjadi pemisah diantara mereka, logika strategi dasar mereka pada umumnya memiliki kesamaan ‘logis’ atau ‘perhitungan rasional’ dari pendekatan Timur dan Barat tentang peperangan secara umum. Perbedaan diantara dua pemikir militer ini telah dikaji keberadaannya, diantaranya:  Banyak para pengkaji disiplin ilmu strategi yang lebih suka membaca tulisan Sun Tzu daripada tulisan Clausewitz, dimana metodologi dan perspektif tidak begitu mudah untuk diikuti.  Karya Sun Tzu The Art of War lebih mudah dibaca pada awalnya, tapi sebenarnya lebih sulit untuk melakukan pemahaman secara mendalam. Sedangkan karya Clausewitz yang berjudul On War lebih sulit untuk dibaca, tapi sebenarnya lebih mudah untuk dipahami jika dibaca lebih teliti.  Sun Tzu dan Clausewitz tidak menggunakan difinisi atau kerangka kerja dalam studi mereka tentang perang. Cakupan yang lebih luas dari definisi yang diberikan Sun Tzu banyak digunakan oleh para pemikir disiplin ilmu strategi.  On War dan The Art of War seringkali mendekati subjek yang sama atau hubungan antar subjek dari perspektif yang berbeda, singkatnya mereka melihat dari sisi yang berbeda pada koin yang sama. Aspek yang menjadi perbandingan antara On War dan The Art of War adalah metodologi dan gaya penulisan, kedudukan pada inti politik dalam perumusan strategi kebijakan dan keputusan untuk berperang dan analisis dari komando lapangan yang bertanggung jawab dibandingkan dengan seorang pemimpin politik. Selain itu mengamati evaluasi dari intelegensi dan kecurangan, jumlah kekuatan, hubungan antara menyerang dan bertahan, pergeseran, keberuntungan dan ketidakpastian dalam perang, serta perhitungan rasional perang. Berikut ini merupakan tabel perbandingan paradigma perang antara Sun Tzu dan Clausewitz, yaitu;
  • 3. Aspek Perbandingan Sun Tzu Clausewitz Perspektif Perang Sebuah perspektif luas yang mencakup aspek-aspek non- militer, seperti; diplomasi, ekonomi dan psikologis. Sebuah perspektif yang lebih sempit dalam penggunaan kemampuan militer. Peran Kekuatan (Kekerasan) Kekuatan (kekerasan) harus digunakan secara efisien dan merupakan pilihan terakhir. Penggunaan kekuatan lebih sering dibutuhkan dan merupakan metode yang sangat efektif untuk mencapai tujuan politik dari suatu negara. Kemampuan maksimum dari penggunaan kekuatan adalah untuk mendapatkan hasil yang pasti dalam waktu yang singkat. Kemenangan Ideal Keberhasilan terbesar adalah menang tanpa pertempuran, meyakinkan kekuatan tempur lawan untuk menyerah. Cara tersingkat untuk mencapai suatu tujuan politik adalah melalui penghancuran kekuatan tempur dalam perang. Metode non-militer untuk menang bisa saja terjadi tapi jarang terjadi. Metode Kemenangan Melakukan penipuan perang secara psikologis, tanpa penggunaan kekerasan. Pusat gravitasi adalah keinginan lawan dan sistem aliansi. Konsentrasi kekuatan maksimum merupakan poin yang menentukan terjadinya perjanjian. Pusat gravitasi adalah kekuatan tempur lawan. Kelebihan dan Kekurangan Teori Sebuah paradigma idealisme yang memberanikan para pemikir disiplin ilmu strategi untuk meraih kemenangan dengan harga yang murah. Pendekatan ini lemah dalam Realistis, relevan untuk hampir semua bentuk peperangan. Kesadaran terbesar mengenai sifat kekerasan dalam perang. Kepercayaan yang berlebihan dalam penggunaan kekuatan
  • 4. realisme dan mengacuhkan keberadaan dari kekerasan dalam perang yang tidak dapat dihindarkan. Perang dapat menjadi sebuah latihan ‘intelektual’ atau ‘metafisik’. Penipuan atau kecerdasan dapat menjadi obat yang mujarab. menyebabkan harga yang lebih mahal. Menyepelekan beberapa aspek non-material dalam perang, seperti; kecurangan atau kecerdasan. Sun Tzu, Clausewitz dan Studi Perang The Art of War adalah karya milik Sun Tzu yang tergolong ringkas (< 40 halaman dalam Bahasa Inggris) yang berisi tentang strategi yang telah ditulis dengan yang ringkas dan tajam dalam gaya penulisan Cina klasik. Berbeda dengan karya Clausewitz yang berjudul On War yang dipadatkan hampir sebanyak 600 halaman. Pemahaman analisa kerangka kerja Clausewitz memerlukan proses membaca secara berulang-ulang dari satu lembar ke lembar berikutnya. Tidak seperti On War, The Art of War tidak menawarkan pembaca sebuah penjelasan yang sistematis atau pembangunan secara proses logika melalui konsep-konsep yang dikembangkan. “Teori tidak dapat melengkapi cara fikir dengan sebuah rumus untuk menyelesaikan permasalahan, atau dapat menandai bagian kecil dari solusi tunggal yang seharusnya dapat membendung prinsip dasar dari sisi yang lain. Tapi teori dapat memberikan pemahaman pola fikir kedalam fenomena massa yang lebih besar serta hubungan mereka, kemudian membiarkannya muncul lebih tinggi ke permukaan”. (Clausewitz, On War, p. 578) Sun Tzu mencoba untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa sebuah apel selalu jatuh dari pohon ke tanah (adalah sebuah fakta), sedangkan Clausewitz mencoba untuk menjelaskan kenapa apel selalu jatuh ke tanah (adalah sebuah penjelasan teoritis: gravitasi). Bagi pembaca On War sebagian besar merupakan sebuah proses pembelajaran dalam permasalahan, sedangkan
  • 5. bagi pembaca The Art of War merupakan bentuk penerimaan kesimpulan-kesimpulam disiplin ilmu yang dibutuhkan. Clausewitz berpendapat bahwa perang secara teorinya merupakan pembayaran dengan semua kekuatan tempur yang ada beserta sumber daya dan tanpa adanya gangguan hingga disatu pihak dapat menyebutkan syarat kemenangan. Proses penjelasan bagaimana perang dalam kenyataannya sangat berbeda dari perang dalam definisi abstrak, Clausewitz secara sistematis mengembangkan analisanya dan pemahaman orisinil kedalam sifat perang seperti rasio keunggulan, harga politik/perhitungan keuntungan nilai objektif dan perkiraan sumber daya nasional yang akan diinvestasikan, konsep-konsep pergeseran dan kesempatan, serta ketidakpastian peran dominan seperti kurangnya informasi dan kecerdasan. Metodologi Clausewitz ‘Newtonian’ sering kali salah dimengerti tidak hanya karena bentuknya yang abstrak dan sulit untuk dipahami, tapi juga dikarenakan gerakan penulisan dari satu tingkat ke tingkat yang berikutnya. Hal tersebut membuat referensi pengejaan analisa Clausewitz menunjukkan metodologi yang digunakannya memiliki kelemahan dan sekaligus menjadi kekuatannya. Ia juga menjelaskan kenapa mayoritas dari pembaca dan pelajar militer profesional jarang meluangkan waktu untuk membaca lebih dalam serta memahami On War sebagai filosofi/buku pendidikan, daripada mereka menggunakannya secara manual untuk memilih kata-kata bijak darinya. Namun bukan berarti bahwa Sun Tzu gagal mengembangkan banyak konsep-konsep duniawi yang sama, akan tetapi beberapa kosep Sun Tzu memiliki makna yang tersembunyi, jika dibandingkandengan yang Clausewitz membangun melalui proses logika yang elegan disertai diskusi yang lebih detail dari konteks kerangka kerja teoritis secara umum. Sun Tzu juga memiliki metode ideal, hanya saja kurang spesifik. Hal ini merupakan bukti dari sejarah Cina dan fakta bahwa sebagian besar dari The Art of War didedikasikan untuk sebuah diskusi tentang bagaimana bisa menang tanpa pertarungan. Clausewitz juga setuju tentang prinsip bahwa kemenangan tanpa pertarungan atau pertumpahan darah adalah hal yang diinginkan, tapi ia juga menyadari bahwa hal tersebut kemungkinan jarang terjadi dan hasil yang didapat tidak dalam waktu yang singkat lebih terdengar sebagai sebuah alternatif. Pernyataan- pernyataan Sun Tzu mengenai keinginan akan kemenangan tanpa adanya pertumpahan darah
  • 6. muncul untuk menyanggah pemikiran Clausewitz; yang pada faktanya kedua pemikir disiplin ilmu strategi ini memiliki pendekatan sederhana terhadap isu yang sama dari perspektif yang berbeda. Teori, Kesempatan dan Ketidakpastian Sun Tzu dan Clausewitz setuju bahwa dalam asumsi metodologi dasar bahwa perang adalah sebuah seni, bukan sebuah pengetahuan. Bahwa setiap permasalahan militer memiliki banyak solusi yang benar secara potensial, tidak hanya satu tapi terdapat beberapa pilihan yang datang melalui bayangan pemimpin militer, kreativitas dan intuisi. Mereka juga setuju bahwa kompleksitas yang sangat besar mewariskan kajian tentang perang membuatnya tidak mungkin untuk dirumuskan menjadi sebuah teori perang positif bahkan jika ada ‘hukum’. “Usaha-usaha yang dibuat untuk melengkapi terjadinya perang melalui disiplin ilmu, aturan-aturan atau bahkan sistem. Hal ini dapat menghasilkan tujuan yang positif, namun orang-orang gagal untuk mendapatkan nilai dari kompleksitas tanpa akhir. Seperti yang dapat dilihat, terjadinya perang memiliki cabang hampir diseluruh arah dan tidak memiliki keterbatasan tertentu; ketika ada sistem, model, memiliki sifat yang terbatas. Sebuah konflik yang tidak bisa direda muncul diantara jenis teori ini dan ada pada praktiknya.” (Clausewitz, On War, p. 134) “Teori tidak dapat mengaplikasikan konsep hukum untuk melakukan tindakan, karena tidak adanya perspektif rumus yang bersifat universal yang cukup untuk memperoleh nama hukum yang dapat digunakan secara langsung untuk perubahan dan keberagaman dari feonomena perang.” (Clausewitz, On War, p. 152) Clausewitz memahami bahwa perang adalah melibatkan semua aspek yang merupakan refleksi dari sifat manusia, tersebar luas dengan tujuan yang tidak rasional pada tingkat yang lebih tinggi. Pola fikir dan praktik kegiatan berdasarkan pada kemampuan bawaan dan inspirasi dimana tindakan pihak lawan dan reaksi nyata serta banyangan mengenai pergerakan yang tidak
  • 7. bisa diprediksi. Jarak antara teori militer kontemporer, Clausewitz melihat perang sebagai sebuah aktivitas ‘kehidupan’ bukan ‘kematian’. Dengan premis ini, tidak dapat dihindari baginya untuk menyimpulkan bahwa perang tidak pernah menjadi penelitian yang menguntungkan seperti layaknya ilmu sains. “Pembentukan dan hasil oleh seni: ilmu sains akan mendominasi dimana objek adalah kebutuhan dan pengetahuan. Oleh sebab itu ‘seni perang’ lebih cocok daripada ‘ilmu sains perang’.” (Clausewitz, On War, pp. 148-149) Pada praktinya meskipun perang lebih kepada sebuah seni daripada sebuah ilmu, namun bukan berarti perang tidak dapat dipelajari secara sistematis atau tidak dapat diterapkan beberapa metode ilmu sains ke disiplin ilmu non-sains. Selanjutnya, ketika Clausewitz mencapai kesimpulan bahwa inti dari perang adalah sebuah seni yang mengandung beberapa aspek sains, Jomini memperhitungkan keinginannya untuk membangun sebuah teori sains tentang perang dan penerimaan bahwa perang adalah bentuk kegiatan kreatif yang paling besar yang didasarkan pada pengalaman dan intuisi. Meskipun pada akhirnya Jomini bersandar pada pengakuan bahwa perang adalah sebuah seni, adalah fakta yang sepenuhnya tidak pernah diakuinya. Pada analisis akhir, Jomini layaknya Clausewitz mengakui bahwa,”Setiap peribahasa memiliki artinya sendiri”. (Jomini, The Art of War, p. 84) Semua teori tentang perang memiliki ketegangan yang tidak dapat dihindarkan yaitu dimana setiap penulis mencoba untuk mengembangkan sebuah teori berdasarkan pengalaman, bukti sejarah meskipun tidak ada teori perang yang konvensional yang dapat memaparkan secara akurat dasar dari sebuah tindakan atau prediksi. Tapi pengakuan bahwa perang adalah sebuah seni, Clausewitz mendefinisikan pengetahuan memiliki keterbatasan dalam pemahaman terhadap perang. Meskipun ia tidak melakukan diskusi lebih dalam mengenai hal ini, Sun Tzu menyatakan dalam bukunya yang mengindikasikan bahwa tidak mungkin untuk dapat memprediksi sebuah perang secara tajam dan pasti melalui pengaplikasian mekanis layaknya sebuah rumus sains. Sedangkan berdasarkan pendapat Clausewitz terdapat tiga karakteristik utama yang membedakan perang dari sisi sains dan seni. Pertama, perang berhubungan dengan kehidupan bukan kekuatan yang tidak bernyawa. Kedua, perang melibatkan konflik yaitu aksi dan reaksi diantara kedua
  • 8. lawan. Ketiga, perang melibatkan sebuah perselisihan kepentingan yang simetris seperti sifat yang lebih lemah dengan kemampuan serangan positif mencoba untuk mendapatkan dan memperluas, dan sifat yang lebih kuat dengan kemampuan pertahanan negatif mencoba untuk mempertahankan. Sama halnya dengan Clausewitz, Sun Tzu juga melihat bahwa kompleksitas dan ketidakmampuan untuk memprediksi perang dapat dihasilkan melalui proses interaksi. Kemudian Sun Tzu juga menggunakan bahasa puisi metafora untuk mengilustrasikan kompleksitas dari perang. Dengan kata lain, disiplin ilmu tentang perang dapat dimengerti dan dijadikan sebagai sebuah teori, namun tidak ada hasil cetakan dari pemikiran tersebut untuk merubahnya menjadi sebuah teori perang. “[Mei Yao-chen] Semuaya tergantung padaku, aku dapat melakukannya dan hal itu juga tergantung kepada musuh yang tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu dikatakan bahwa salah satu mungkin mengetahui bagaimana caranya untuk menang, akan tetapi tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 85) “Ada beberapa strategi kunci untuk meraih kemenangan. Namun tidak mungkin untuk mendiskusikan hal tersebut sebelumnya”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 70) Pada akhirnya Sun Tzu mencapai kesimpulan yang sama dengan Clausewitz. Mereka setuju bahwa keberhasilan tergantung pada intuisi dari ahli militer seperti yang dikatakan oleh Clausewitz. Kemampuan dapat disaring melalui pengalaman, tapi hanya pada mereka yang telah memiliki kemampuan tersebut sejak lahir. Sun Tzu melihat perang sebagai sebuah seni orisinil yang membutuhkan imajinasi, intuisi dan inovasi. “Oleh sebab itu, ketika aku mendapatkan kemenangan aku tidak akan mengulangi taktik yang sama tapi akan menganalisa situasi dan kondisi dari berbagai sudut dengan berbagai cara”. (Sun Tzu, The Art of War, p. 100)
  • 9. Sun Tzu dan Clausewitz merupakan para pemikir strategi yang juga setuju bahwa kesimpulan dapat dicapai melalui perspektif kerja mereka hanya dalam nilai yang terbatas saja terlepas dari kebijaksanaan, mereka tidak dapat memberikan saran yang terfokus tentang militer profesional tentang bagaimana caranya untuk mengaplikasikan pemahaman mereka. Kemenangan dalam perang bukanlah sebuah master teori yang dapat dihafal tanpa berfikir tetapi lebih kepada saran bijaksana, dan hal ini dapat ditentukan secara keseluruhan melalui intuisi pemimpin militer. Berdasarkan analisa Jomini, perang pada level politik tertinggi dan level strategi tidak dapat dipelajari seperti berfikir layaknya ilmu sains dalam tingkat operasioanl yang lebih rendah. Meskipun begitu, Jomini percaya bahwa kemungkinan untuk mengenali sebuah bentuk disiplin dan aturan dasar. Dan disiplin ini memiliki validitas sains pada umumnya dan juga dapat dipelajari secara umum pula. Pengakuan Jomini terkait dengan intuisi artistik dari pemikir jenius militer yang dapat menentukan apakah disiplin ilmu telah diaplikasikan dengan benar. Kesimpulannya berujung pada pengakuan bahwa,”Perang bukanlah sebuah ilmu, tapi sebuah seni”. (Jomini, The Art of War, p. 321) Referensi Handel, Michael I. 2001. Master of War Classical Strategic Thought: Third, Revised and Expanded Edition, Comparing Sun Tzu and Clausewitz ch.2 p.14-23. London: FRANK CASS PUBLISHER.