1. MAKALAH BIOREMEDIASI
“Studi Kasus 5 : Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah Tambang Emas Rakyat
dengan Metode Lahan Basah Buatan Terpadu”
“Studi Kasus 5 : Reklamasi Lahan Kritis Bekas Penambangan EmaS
Menggunakan Metode Bioremediasi dan Fitoremediasi”
“Studi Kasus 5 : Bioremediasi Merkuri Menggunakan Bakteri Indigenous Dari
Limbah Penambangan Emas Di Tumpang Pitu, Banyuwangi”
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Bioremediasi yang Diampu oleh
Dr. Agus Sutanto, M.Si. dan Dr. Hening Widowati, M.Si.
DISUSUN OLEH:
Anneta Helga 20230003
Iriyawati 20230002
Susiani 21230006
Sudaryanti 21230020
Sindika Anggela Wulandari 22230006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2023
2. i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan nikmat berupa
kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
individu dalam bentuk makalah ini.
Ucapan terimakasih kami kepada:
1. Bapak Dr. Agus Sutanto, M.Si. dan Ibu Dr. Hening Widowati, M.Si. selaku
dosen pengampu mata kuliah Bioremidiasi.
2. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
Akhir kata, penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun agar lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Metro, 4 November 2023
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Analisis Kritis Artikel...................................................................................... 4
1. Biogarafi ...................................................................................................... 4
2. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan .................................................. 4
4. Pertanyaaan yang Muncul Setelah Membaca Artikel ................................... 5
B. Refleksi diri dalam ulasan materi ………………………………………………. 6
C. Analisis Kritis Artikel 2 ...................................................................................14
1. Bibliografi .................................................................................................... 15
2. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 15
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan ................................................ 15
4. Pertanyaan yang Muncul Setelah Membaca artikel 2 ................................. 15
D. Analisis Kritis Artikel 3 .................................................................................. 16
1. Bibliografi ..................................................................................................... 23
2. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 23
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan …………………………………. 24
4. Pertanyaan yang Muncul Setelah Membaca artikel 2 ................................. 25
E. Hubungan dengan Ayat Al Quran..................................................................32
BAB III PENUTUP.............................................................................................35
Kesimpulan........................................................................................................36
DAFTAR LITERATUR ……………………………………………………………… 37
4. iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
Gamabr 1. Tailing......................................................................................... 5
Gambar 2. Tanaman Phragmites australis ................................................... 11
Gambar 3. Wetland dengan tanaman Phragmites australis.......................... 11
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki cadangan sumber daya emas
besar. Penambangan emas tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun pada
proses penambangannya digunakan proses ekstraksi yang berbahaya baik bagi
lingkungan maupun makhluk hidup, yaitu menggunakan logam merkuri untuk
proses amalgamasi karena biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Merkuri
merupakan salah satu jenis polutan yang bersifat toksik (Santi & Goenadi, 2009).
Hal ini sejalan dengan diungkapkan oleh Selid, et al (2009), bahwa merkuri adalah
unsur yang sangat beracun yang banyak tersebar di atmosfer, litosfer, dan air
permukaan. Merkuri menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia.
Merkuri dapat terakumulasi dalam otak dan ginjal sehingga pada akhirnya
mengarah pada penyakit neurologis. Oleh karena itu, perlu dilakukannya
penanggulangan yang tepat.
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah merkuri dari
pertambangan emas dapat didegradasi oleh lingkungan melalui proses biologis
yaitu melalui proses bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses penguraian
limbah organik atau anorganik secara biologi menggunakan organisme hidup,
terutama mikroorganisme, dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol
atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan (Vidali et al, 2001).
Mikroorganisme memiliki kemampuan meremediasi limbah merkuri melalui proses
detoksifikasi.
Suatu permasalahan yang sangat besar dalam era industrialisasi global
saat ini adalah terkontaminasinya air, tanah, air tanah, air permukaan dan udara
oleh bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Hal ini merupakan suatu
produk pembangunan industri, antara lain logam berat seperti timbal, cadmium,
besi dan tembaga sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran (Budiono,
2008).
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang sangat serius
dan harus sesegera mungkin ditangani. Salah satu yang menjadi pusat perhatian
masyarakat luas saat ini adalah pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat,
karena dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan,
tanaman maupun lingkungan.
6. 2
Menurut UU No.32 Tahun 2009 Pencemaran Lingkungan Hidup adalah
masuk atau dimasukkannya suatu material, zat, energi atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau
lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat tersebut dianggap
berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan di dalam tubuh.
Demikian pula dengan bahan pangan dengan kandungan logam berat diatas
ambang batas dianggap tidak layak di konsumsi atau dipergunakan (Saraswati,
2007).
Berbeda denga logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek
khusus pada makhluk hidup, dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat
menjadi bahan beracun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, sebagai contoh
logam air raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), dan lain-lain (Palar, 2012).
Salah satu jenis logam berat berbahaya dan beracun yang sangat
membahayakan bagi kehidupan baik itu manusia maupun makhluk hidup lainnya
yaitu merkuri (Hg), karena efek negatif yang ditimbulkan akibat terkontaminasi
merkuri bisa menyebabkan kematian. Bahan logam berat seperti merkuri (Hg)
banyak digunakan di pertambangan emas sebagai bahan untuk memurnikan
logam sehingga menghasilkan emas murni. Pencemaran logam berat merupakan
permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan
dan ekosistem secara umum (Subandi,2010). Penambangan emas menggunakan
merkuri dapat membawa dampak yang sangat buruk pada berbagai sektor. Sebab,
limbah merkuri tidak hanya dapat mencemari air, tetapi juga bahan pangan,
binatang ternak hingga udara yang membahayakan kesehatan manusia.
Sayangnya, di Indonesia masih banyak yang belum memahami bahaya merkuri
sehingga penggunaan untuk kebutuhan tambang emas sangat tinggi bahkan
mencapai 57%. Pelepasan senyawa merkuri paling cepat yaitu melalui udara, air
dan juga tanah. Jadi, masyarakat yang tinggal di dekat kawasan pertambangan
emas memiliki potensi lebih tinggi terkena dampak negatifnya. Dari paparan
pelepasan senyawa merkuri tersebut itulah, kemudian yang banyak menimbulkan
berbagai masalah kesehatan bagi manusia.
Pengolahan bijih emas selain menghasilkan logam emas juga
menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah ini mempunyai potensi yang
besar untuk mencemari lingkungan. Limbah padat ditampung dalam lubang-
7. 3
lubang pada beberapa lokasi. Sedangkan limbah cair dibuang langsung ke sungai.
Limbah padat dan limbah cair yang terus bertambah selama penambangan masih
berlangsung mempunyai potensi yang besar untuk mencemari tanah dan air di
sekitar area penambangan.
Lahan pasca tambang emas yang tersebar dibeberapa tempat hingga saat
ini kebanyakan menjadi lahan terbuka, gersang, horizon tanah berubah akibat
penggalian dan sangat tidak produktif untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini
terlihat karena tidak banyak jenis tumbuhan yang mampu hidup diatasnya.
Jenis vegetasi yang mampu hidup didominasi oleh jenis gulma, yang terdiri
dari rumput-rumputan, paku-pakuan, hingga perdu yang tentunya tidak
bermanfaat untuk sumber kehidupan dan menambah nilai ekonomi
masyarakat. Kegiatan penambangan emas ini selalu berpindah-pindah dan
selanjutnya dibiarkan dalam keadaan rusak (Neneng dalam Joni, 2013).
Menurut Widyati (2008), beberapa mikroba tanah mampu menggunakan
energi dari proses oksidasi/reduksi logam maupun senyawa-senyawa berbahaya
lainnya untuk pertumbuhannya. Dengan beberapa manajemen lingkungan,
kemampuan mikroba tersebut dapat dioptimalkan sehingga ketersediaan logam-
logam dalam tanah dapat menurun sampai ke ambang batas yang diijinkan
sesuai peruntukannya.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses bioremediasi pada limbah industri emas?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat dari penambangan emas?
B. Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Proses bioremediasi pada limbah industri emas.
2. Dampak yang ditimbulkan akibat dari penambangan emas.
BAB II
8. 4
PEMBAHASAN
A. Analisis Kritis Artikel 1
Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah Tambang Emas Rakyat dengan Metode
Lahan Basah Buatan Terpadu.
1. Bibliografi
Hanies Ambarsari dan Aulia Qisthi. Program studi Teknik. Universitas Indonesia.
Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah Tambang Emas Rakyat dengan Metode
Lahan Basah Buatan Terpadu. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 18, No 2 juli 2017,
148-156.
2. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui efesiensi pengolahan air limbah tailing tambang emas
dengan menggunakan remediasi metode lahan basah buatan terpadu antara
tanaman dengan mikroba pada daerah akarnya (rizosfer).
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan
Fakta unik yang dapat ditemukan pada artikel tersebut adalah:
a. Salah satu dampak kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari pertambangan
adalah material residu dari proses produksi yang disebut dengan tailing.
b. Limbah tailing yang merupakan ampas dari sisa pengolahan bahan galian
pertambangan memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan zat
pencemar pada lingkungan.
c. Metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah melalui metode lahan
basah buatan (constructed wetland).
d. Lahan basah buatan adalah salah satu cara pengolahan limbah dengan
menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang memanfaatkan
tanaman pada prosesnya.
e. Sistem penjernihan air di lahan basah ini memiliki prinsip self purification, yaitu
tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama proses berlangsung.
f. Sistem lahan basah buatan (constructed wetlands) dapat terbukti secara efektif
dalam menghilangkan padatan yang tersuspensi, polutan organik, dan nutrien
dari air limbah.
9. 5
g. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan pada tanaman Phragmites
australis, Thypa latifolia dan Scirpus sp, diketahui bahwa ketiga tanaman
tersebut berhasil dapat menurunkan konsentrasi Hg pada air limbah dengan
akumulasi penyerapan konsentrasi Hg terbesar dilakukan oleh tanaman
Phragmites australis.
h. Penelitian lahan basah buatan dengan menggunakan tanaman Pharagmites
australis dapat menggunakan pilihan media kerikil sebagai media tanaman
dengan ukuran diameter kerikil 5-25 mm dengan minimal ketinggian media
adalah 15 cm, yang dapat digunakan dengan media tanah lempung atau
dengan pencampuran pasir dan kerikil.
i. Pengambilan sampel air limbah dilakukan pada saluran effluent pembuangan
mesin gelundung tambang emas rakyat, dengan melakukan pengujian pH dan
suhu in-situ.
j. Proses penelitian ini dilakukan secara bersamaan terdiri dari 3 proses, yakni
penurunan konsentrasi Hg dengan limbah asli, limbah buatan serta adanya uji
positif dan negatif
k. Lahan basah buatan yang digunakan pada penelitian ini memiliki sistem batch
dengan tipe aliran free water surface dan menggunakan tanaman rawa
Phragmites australis.
l. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses penghilangan
konsentrasi Hg pada air limbah, yakni (1) proses penyerapan logam berat pada
tanaman, (2) proses penguapan dan (3) proses pembentukan senyawa kimia
baru oleh metal pada tanah. Penyisihan Hg yang dilakukan pada penelitian ini.
m. Nilai pH atau derajat keasaman memainkan peranan penting dalam
pertumbuhan mikroorganisme dan proses fotosintesis tanaman.
4. Beberapa Pertanyaan yang Muncul Setelah Membaca Artikel Fakta Unik
atau Hal Penting dalam Tulisan
Setelah membeca artikel “Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah
Tambang Emas Rakyat dengan Metode Lahan Basah Buatan Terpadu” maka
muncul pertanyaan sebagai berikut ;
a. Apakah sifat-sifat tailing sisa industri emas?
b. Bagaimanakah upaya pengelolaan tailing tambang emas?
c. Apakah tanaman Phragmites australis efektif mampu mereduksi logam berat
lainnya selain Hg?
10. 6
d. Apakah metode lahan basah buatan terpadu efektif untuk mereduksi
pencemarah Hg?
e. Apakah ada jenis tanaman lain yang mampu mereduksi Hg selain Phragmites
australis ?
f. Apakah ada metode lain untuk mereduksi pencemaran Hg selain dengan
comstructed wetlands?
B. Refleksi Diri dan Ulasan Materi
Setelah membaca artikel terpilih ini, penyusun mendapatkan informasi
tentang cara pengelolaan tailing tambang emas agar tidak berbahaya bagi
lingkungan yaitu salah satunya dengan metode lahan basah buatan terpadu. Hal
ini dilakukan karena dalam proses penambangan emas, sangat memungkinkan
ada unsur-unsur lain yang hadir dan terlarut seperti tembaga, timah, seng, nikel
dan juga Hg. Limbah buangan hasil pertambangan ini akan menuju badan air
terakhir yakni air laut. Bioakumulasi senyawa organik Hg dalam air limbah
tambang emas dapat ikut terbawa hingga dalam perairan. Hal ini menyebabkan
terakumulasinya senyawa organik Hg pada tubuh ikan laut yang dapat
memungkinkan Hg masuk kedalam rantai makanan dan dapat menggangu baik
lingkungan maupun kesehatan manusia.
Gambar 1. Tailing
Sumber:http://learnmine.blogspot.co.id/2013/06/tailing-limbah
pertambangan.html
Tailing adalah limbah batuan atau tanah halus sisa-sisa dari pengerusan
dan pemisahan (estraksi) mineral yang berharga (tembaga, emas, perak) dengan
bahan tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi pasir halus dengan diameter sekitar
11. 7
0,075 – 0,4 mm dan 50 % terdiri dari praksi lempung dengan diameter kurang dari
0,075 mm.
Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah setelah digali dan
dikeruk, lalu estrak bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya sangat kecil
dipisahkan lewat proses pengerusan, bahan tambang yang begitu banyak disirami
dengan zat-zat kimia (cianida, mercury, Arsenik) lalu bijih emas tembaga atau
perak disaring oleh Carbon Filter, proses pemisahan dan penyaringan mineral ini
menyisakan Lumpur dan air cucian bahan tambang yang disebut tailing, mineral
berharga diambil, sedangkan tailing akan terbawa bersama zat-zat kimia yang
mengandung logam berat/beracun lainnya
Metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah melalui metode lahan
basah buatan terpadu (constructed wetland). Lahan basah buatan ini
menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang memanfaatkan
tanaman pada prosesnya. Sistem penjernihan air ini juga menggunakan prinsip
self purification, yaitu tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama proses
berlangsung. Lahan basah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas air dan
mengurangi kosentrasi pencemar didalamnya. Dan juga terbukti efektif untuk
menghilangkan padatan yang tersuspensi polutan organik dan nutrien dari air
limbah. Penelitian ini juga menganalisis tingkat efesiensi penurunan kosentrasi Hg
yang dilakukan oleh tanaman Phragmites australis.
1. Tanaman Phragmites australis
Lahan basah buatan yang digunakan pada penelitian ini memiliki sistem
batch dengan tipe aliran free water surface dan menggunakan tanaman rawa
Phragmites australis. Lahan basah buatan penelitian diletakkan pada kondisi yang
cukup stabil di dalam Rumah Kaca Balai Teknologi Lingkungan BPPT.
12. 8
Gambar 2. Tanaman Phragmites australis
Sumber https://www.gesi.co.id/tumbuhan-dalam-sistem-constructed-wetlands-
thypa-spp-dan-phragmites-spp/
Gambar 3. Wetland dengan tanaman Phragmites australis
Sumber https://www.gesi.co.id/tumbuhan-dalam-sistem-constructed-wetlands
thypa-spp-dan-phragmites-spp/
Prosedur penelitian pada artikel yang dianalisis ini Penelitian lahan basah
buatan dengan menggunakan tanaman Pharagmites australis dapat
menggunakan pilihan media kerikil sebagai media tanaman dengan ukuran
diameter kerikil 5-25 mm dengan minimal ketinggian media adalah 15 cm, yang
dapat digunakan dengan media tanah lempung atau dengan pencampuran pasir
dan kerikil. .
Teknologi pengolahan air limbah dalam bentuk Horizontal Sub-surface
Flow Constructed Wetland (HF-CW) pertama kali dikenalkan di Jerman pada
tahun 1960 oleh Kathe Seidel (Vymazal, 2009). Pada sistem tersebut, air limbah
masuk melalui satu titik di awal sistem dan mengalir secara perlahan melalui satu
13. 9
hamparan media berpori yang juga ditanami tumbuhan untuk megalami
pengolahan dan akhirnya keluar di titik akhir sistem dengan kondisi yang telah
memenuhi standar untuk dibuang ke badan air penerima.
Tumbuhan memiliki peran dalam sistem constructed wetland. Tumbuhan
yang dapat digunakan dalam sistem wetland haruslah tumbuhan yang tahan
terhadap beban nutrisi dan material organik dalam tingkatan tinggi dan tahan
terhadap kondisi tercekam seperti tergenang air sehingga kandungan oksigen
rendah, serta memiliki sistem perakakaran yang lebat untuk melekatnya
mikroorganisme. Vyzamal (2009) mengatakan bahwa tumbuhan dapat
memberikan efek positif dalam hal meningkatkan efektivitas pengolahan air limbah
untuk mengurangi kandungan organik dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor.
Beberapa peran tumbuhan dalam sistem wetland diantaranya (Vymazal, 2009):
1. Menyediakan akar sebagai tempat tumbuh dan melekatnya mikroorganisme
yang berperan dalam pengolahan air limbah.
2. Mensuplai oksigen melalui sistem perakaran sehingga dapat digunakan oleh
mikroorganisme yang berdampak pada meningkatnya proses dekomposisi
aerob dan nitrifikasi.
3. Uptake nutrien yang berdampak pada berkurangnya kandungan beberapa
unsur di dalam air.
4. Menghalangi angin sehingga mereduksi efek turbulensi air.
5. Menyaring partikel berukuran besar sehingga menurunkan tingkat kekeruhan
air.
6. Mengurangi kecepatan aliran air sehingga meningkatkan waktu detensi air
limbah di dalam sistem.
7. Menambah nilai estetika sistem.
8. Menstabilkan iklim mikro dalam sistem sehingga dapat mencegah pembekuan
air pada saat musim dingin
Tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan dalam
sistem wetland yaitu Typha latifolia, Typha angustifolia, Phragmintes
australis, Phragmintes karka, Coix lacryma-jobi, Scirpus validus, Arundo donax,
Sagaittaria latifolia, Cyperus sp., dan Juncus sp. Terdapat juga tanaman hias yang
dapat digunakan dalam sistem constructed wetland, contohnya
yaitu Zantedeschia aethiopica (Belmont & Metcalfe, 2003) atau yang dikenal
dengan nama tumbuhan bunga kala atau Calla lily dalam bahasa Inggris
14. 10
dan Heliconia rostrata (Hernandez & Sanchez-Navarro, 2008) atau yang dalam
bahasa Indonesia dikenal denga nama pisang-pisangan.
Dari sekian banyak tumbuhan tersebut, terdapat beberapa spesies yang
tergolong paling sering digunakan dalam pengolahan air limbah pada
sistem constructed wetland, yaitu dari genus Typha dan Phragmintes. Terdapat
empat spesies yang umum digunakan dalam pengolahan air limbah
sistem constructed wetland, yaitu Typha latifolia, Typha angustifolia, Phragmites
australis, dan Phragmites karka. Walaupun berasal dari genus yang sama, namun
masing-masing spesies dari kedua genus tersebut memiliki peran yang berbeda.
Oleh karena itu menjadi cukup penting untuk mengetahui perbedaan dari spesies-
spesies tersebut, terutama dalam hal parameter yang dapat direduksi oleh masing-
masing spesies, sehingga dapat diterapkan pada peruntukan yang sesuai.
2. Kinerja dan efektivitas lahan basah
Pengambilan sampel air limbah dilakukan di tambang emas rakyat
Kecamatan Nanggung, Pongkor Jawa Barat. Pengambilan sampel air limbah
dilakukan pada saluran effluent pembuangan mesin gelundung tambang emas
rakyat, dengan melakukan pengujian pH dan suhu in-situ. Metode pengambilan air
limbah dilakukan berdasarkan SNI 6989.59:2008. Pengambilan sampel air limbah
yang diangkut pada masing-masing tambang adalah 30 liter.
Suhu udara, kelembapan udara serta intensitas cahaya yang relatif
konstan juga merupakan salah satu keunggulan penanaman yang dilakukan di
dalam rumah kaca. Intensitas cahaya matahari yang berlebihan merupakan
kondisi lingkungan yang tidak dikehendaki oleh tanaman, dikarenakan adanya
ekses radiasi sinar ultra violet dan sinar infra merah, juga karena jenis dan
karakteristik Phragmites australis yang senang dengan intensitas cahaya sedang.
Selain itu, dengan adanya rumah kaca, kondisi suhu udara bagi tanaman dan
sistem pada penelitian menjadi lebih stabil, terutama pada tingkat penguapan air
limbah yang mengandung Hg karena logam Hg tersebut memilki sifat yang tidak
stabil. Keunggulan lain rumah kaca bagi kinerja dan efektivitas sistem lahan basah
buatan penelitian ini adalah dapat melindungi tanaman dari gangguan hama
penyakit, serta meminimalkan gangguan fisik bagi tumbuhan baik oleh hewan
maupun kecepatan angin yang dapat merobohkan tanaman dan mengganggu
sistem kerja lahan basah buatan secara keseluruhan. Lahan basah buatan pada
penelitian ini menggunakan sistem batch. Simulasi prediksi limbah Hg sangat sulit
dilakukan, dan estimasi Hg dapat dilakukan pada percobaan eksperimen dengan
15. 11
menggunakan sistem batch. Tipe aliran lahan basah buatan yang digunakan
menggunakan tipe free water surface. Hal ini dikarenakan kondisi penelitian
dilakukan sesuai dengan kondisi aslinya yakni pada keadaan free water surface.
Proses pengangkutan Hg pada umumnya memakan waktu yang relatif
singkat. Terlihat dari penghilangan konsentrasi Hg pada beberapa variasi
konsentrasi air limbah dalam rentang 3-5 hari. Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi proses penghilangan konsentrasi Hg pada air limbah, yakni
(1) proses penyerapan logam berat pada tanaman, (2) proses penguapan dan (3)
proses pembentukan senyawa kimia baru oleh metal pada tanah. Penyisihan Hg
yang dilakukan pada penelitian ini dapat dikatakan berhasil sesuai acuan dengan
Baku Mutu Lingkungan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan
Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga.
5. Akumulasi Hg pada tanah
Perhitungan akumulasi Hg pada tanah menjadi sebuah hal yang penting
untuk dianalisa dalam melakukan perhitungan penurunan konsentrasi Hg pada
sistem lahan basah buatan. Ketika air limbah dialirkan pada sistem lahan basah
buatan (constructed wetland) maka air tersebut akan langsung memiliki kontak
dengan media lahan basah buatan (constructed wetland). Komposisi mineral pada
media lahan basah buatan (constructed wetland) akan memiliki pengaruh dalam
dinamika proses penyerapan Hg di dalam lahan basah buatan dan akan
mempengaruhi tingkat akumulasi adsopsi Hg dalam tanah. Walaupun lahan basah
buatan yang digunakan pada penelitian ini memperhitungkan ketersediaan bahan
dan material, namun melakukan selektifiktas pada material menjadi penting dalam
rangka upaya maksimal untuk menurunkan konsentrasi kontaminan dalam air.
Berdasarkan data pada Tabel 4 pada artikel dapat terlihat bahwa pada
limbah konsentrasi Hg buatan dengan konsentrasi 0,03 pppm, total akumulasi Hg
pada media lahan basah buatan (constructed wetland) adalah sebesar 0,021 ppm,
sedangkan untuk limbah dengan konsentrasi Hg buatan 0,06 ppm, total akumulasi
Hg pada tanah adalah sebesar 0,027 ppm dan pada limbah buatan dengan
konsentrasi Hg 0,09 ppm total akumulasi Hg pada tanah adalah 0,082 ppm. Pada
limbah asli dengan konsentrasi 0,027 ppm diketahui total akumulasi Hg pada tanah
adalah sebesar 0,016 ppm. Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut juga dapat
terlihat adanya penyerapan konsentrasi Hg yang berasal dari air limbah yang
16. 12
cukup tinggi di dalam tanah. Data ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi Hg pada air limbah yang diberikan pada suatu sistem lahan basah
buatan (constructed wetland), maka jumlah akumulasi penyerapan Hg pada
permukaan tanah akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh El-Agroudy pada tahun 1999(7), dimana seiring besarnya
konsentrasi limbah Hg yang diberikan, maka total akumulasi penyerapan Hg pada
tanah pun akan meningkat.
6. Akumulasi Hg pada tanaman Phragmites australis
Tanaman air dilaporkan dapat digunakan sebagai katalis alami dalam
menyerap dan mengakumulasi logam berat dari air limbah yang terkontaminasi.
Tanaman Phragmites australis merupakan tanaman yang paling sering digunakan
dalam membantu melakukan pengolahan air limbah pada lahan basah buatan.
Data hasil penelitian pada Tabel 6 di artikel menunjukkan bahwa tingkat
akumulasi Hg pada akar tanaman memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi Hg pada batang dan daun di dalam tanaman.
Telah banyak sumber dan literatur yang mengemukakan tentang tingkat
penyerapan dan akumulasi logam berat pada tanaman air.
Hasil yang ditunjukkan pada tanaman air Phragmites australis
menunjukkan tingginya konsentrasi konsentrasi logam pada akar, dengan
rendahnya konsentrasi konsentrasi logam pada bagian tajuk tanaman. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonanno dan Giudice yang
menunjukkan bahwa organ tumbuhan bagian bawah merupakan area utama
dalam akumulasi penyerapan logam Cd, Cr, Cu, Hg, Mn, Ni, Pb dan Zn. Namun
tingkat absorpsi organik dan inorganik logam berat Hg oleh tanaman dari tanah
lebih rendah dibandingkan dengan tingkat absorpsi logam berat lain.
Hal ini bisa dikarenakan adanya barier saat perpindahan translokasi Hg
dari akar tanaman menuju batang dan daun. Pada umumnya logam akan diserap
melalui akar lalu naik menuju tajuk tanaman, namun berdasarkan penelitian oleh
Baldanatoni dan teman-temannya, terdapat beberapa variasi kasus terkait
absorpsi dan akumulasi logam berat pada akar dan tajuk tanaman.
Berdasarkan data Tabel 6 yang telah dipaparkan, dapat terlihat pula pada
air limbah dengan 0,03 ppm Hg total Hg yang diserap dan terakumulasi pada
tanaman adalah sebesar 3,50 ppm, sedangkan pada konsentrasi air limbah 0,06
ppm total Hg yang diserap dan terakumulasi pada tanaman adalah sebesar 5,12
ppm dan pada konsentrasi 0,09 ppm Hg adalah 18,05 ppm. Hal ini
17. 13
memperlihatakan bahwa konsentrasi penyisihan Hg bergantung pada tingkat
kontaminasi Hg tersebut.
Semakin tinggi konsentrasi Hg yang terdapat dalam air, maka semakin
tinggi jumlah Hg yang dapat diserap oleh tanaman. Faktor genetik dan jenis
tumbuhan dapat menjadi salah satu faktor dalam menentukan penyerapan logam
pada zona perakaran dan akar/tajuk pada tingkat yang bervariasi. Lebih tingginya
tingkat reduksi Hg di bagian perakaran tanaman kemungkinan juga bisa
disebabkan karena kinerja mikroba yang terkandung di media tanah dan kompos
dalam sistem lahan basah terpadu yang dipakai dalam penelitian ini. Diketahui dari
berbagai hasil penelitian sebelumnya, ternyata bakteria rizosfer yang berada di
perakaran tanaman mempunyai sifat mampu mereduksi Hg pula, selain
logamlogam berat lainnya. Beberapa jenis mikroba yang mampu mendegradasi
Hg diketahui mempunyai enzim Hg reduktase, misalnya Pseudomonas putida,
Geobacter metallireducens, Shewanella putrefaciens, Desulfovibrio desulfuricans,
dan D. vulgaris. Beberapa genus Rhizobium juga diketahui mempunyai peranan
dalam proses bioremediasi logam pada lahan-lahan tercemar karena mereka
mempunyai enzim metalothionin. Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam
berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan yaitu
(Mahmud, 2012):
a. Penyerapan oleh akar lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut
fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat logam dan membawanya ke
dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif.
b. Translokasi logam dari akar ke bagian lain tumbuhan melalui jaringan
pengangkut yaitu xilem dan floem.
c. Lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak
menghambat metabolism tumbuhan tersebut.
7. Kasus pencemaran Hg limbah pertambangan Emas di daerah Lampung
PT. Natarang Mining Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang penambangan emas di wilayah Kecamatan Wonosobo,
Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Salah satu bentuk kontribusi bagi
pertanian sekitar serta untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat limbah
pengolahan emas, maka dibangunlah dam tailling yang berfungsi untuk
mengendapkan tailing selama proses penambangan emas. Tailing merupakan
limbah yang dihasilkan dari proses penggerusan (penghancuran) batu yang
mengandung bijih mineral (emas, perak, dan tembaga) untuk diambil bijih
18. 14
mineralnya.Proses pemisahaan ini juga dilakukan dengan menggunakan bahan-
bahan kimia.Tailling umumnya memiliki komposisi sekitar 50% lumpur batuan dan
50% air.
Salah satu faktor kontrol pembangunan Dam Tailling adalah monitoring
dan evaluasi terhadap kemungkinan rembesan yang terjadi di tubuh dam. Evaluasi
dan kontrol yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pemodelan berbasis
metode elemen hingga (finite element method) dengan model Plane Strain.
Metode evaluasi dan kontrol dilakukan dengan membentuk beberapa model
kondisi dam tailling berdasar data yang ada di lapangan. Model berbasis finite
element ini kemudian di analisis sehingga diketahui kemungkinan yang terjadi
pada saat dam tailling beroperasi danbesaran deformasi dan settlement yang
terjadiakibat rembesan dikarenakan proses pelaksanaan yang tidak sesuai.
Kontrol yang dilakukan didasarkan dari model-model yang telah disusun
sebelumnya sebagai masukkan guna perbaikan kondisi di lapangan. Hasil
pemodelan dalam penelitian menunjukkan bahwa rembesan pada dam
taillingdapat diminimalkan dengan melakukan pemasangan geotekstile dan
agregat pada tubuh bendung. Kegagalan fungsi geotekstile sangat mempengaruhi
konstruksi dam dan dapat berakibat kegagalan secara keseluruhan.Rapid draw
down yang terjadi di bagian hulu jika dibandingkan dengan kegagalan fungsi
geotekstile tidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Bahaya yang sangat
besar terjadi justru lebih dikarenakan kegagalan fungsi geotekstile dalam
mengarahkan rembesan. Kontrol yang didapat dari pemodelan ini kemudian
diterapkan dilapangan, dimana proses pemadatan tubuh dam menjadi hal yang
sangat penting untuk dijaga kualitasnya. Selain itu kesalahan prosedur
pemasangan geotekstile di tengah tubuh dam juga merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan.
B. Analisis Kritis Artikel 2
Reklamasi lahan kritis bekas penambangan emas menggunakan metode
bioremediasi dan fitoremediasi.
1. Bibliografi
Liswara Neneng dan Dewi Saraswati. Program Studi Biologi Universitas
Palangkaraya jurnal Enviro Scienteae Vol 15 No 2 agustus 2019, 216-225.
19. 15
2. Tujuan Penulisan
Untuk menemukan:
a. Konsorsium mikroorganisme dan tumbuhan fitoremediator yang efektif
menurunkan kadar merkuri pada lahan kritis bekas tambang emas.
b. Efektivitas konsorsium Pseudomonas sp. Dan Klebsiella sp. Dan tumbuhan
fitoremediator merkuri untuk meningkatkan unsur hara tanah di lahan bekas
tambang emas.
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan
Fakta unik yang dapat ditemukan pada artikel tersebut adalah:
a. Sejumlah lahan di daerah Kalimantan Tengah telah berubah menjadi lahan
kritis bekas tambang yang minim vegetasi.
b. Lahan bekas tambang hanya mampu ditumbuhi beberapa jenis rumput dan
perdu.
c. Dampak yang timbul dari kegiatan penambangan emas adalah rusaknya
kelestraian lingkungan dan ekosistem secara umum, berupa penggalian tanah,
penggunaan bahan kimia berbahaya berupa merkuri yang merupakan bahan
utama dalam proses ekstrasi emas.
d. Pencemaran merkuri pada tanah, tidak hanya berbahaya bagi manusia dan
mahluk hidup lainnya, tetapi dapat menyebabkan banyak jenis tanaman tidak
dapat tumbuh di area tersebut.
e. Reklamasi lahan bekas penambangan emas tidak cukup dengan proses
revegetasi saja, karena masih mengandung merkuri yang berbahaya bagi
mahluk hidup.
f. Tumbuha-tumbuhan maupun komponen biotik lainnya yang mampu hidup
pada areal terbatas, karena daya toleransi mahluk hidup yang rendah terhadap
merkuri.
4. Beberapa Pertanyaan yang Muncul Setelah Membaca Artikel Fakta Unik
atau Hal Penting dalam Tulisan
Setelah membeca artikel “Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah
Tambang Emas Rakyat dengan Metode Lahan Basah Buatan Terpadu” maka
muncul pertanyaan sebagai berikut ;
a. Bagaimanakah kondisi vegetasi daerah bekas tambang emas?
b. Jenis vegetasi apa saja yang mampu hidup di daerah bekas tambang emas?
20. 16
c. Bagaimana cara mengatasi kerusakan lingkungan dan ekosistem di daerah
bekas tambang emas?
d. Apa dampak penggunaan merkuri dalam pada proses ekstrasi emas terhadap
manusia dan mahluk hidup lainnya termasuk tumbuhan?
e. Bagaimana proses reklamasi lahan bekas emas yang masih mengandung
merkuri?
f. Mengapa tumbuhan dan komponen biotik lainnya tidak mampu hidup di lahan
bekas tambang emas?
C. Refleksi Diri dan Ulasan Materi
Dengan membaca artikel kedua yang berjudul “Reklamsi Lahan Kritis
Bekas Penambangan Emas Menggunakan Metode Bioremediasi dan
Fitoremediasi” penulis dapat mengetahui cara yang dapat digunakan untuk
mengatasi lahan kritis di area bekas tambang emas. Penambangan emas secara
illegal yang biasanya dilakukan oleh penduduk dengan berpindah dari tempat saru
ke tampat yang lainnya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Lahan yang
menjadi bekas area tambang emas biasanya mengalami kerusakan dan tercemar
oleh limbah hasil dari penambangan emas.
Pencemaran lingkungan suatu keadaan yang terjadi karena perubahan
kondisi tata lingkungan (tanah, udara, dan air) yang dapat merusak kehidupan
kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yang disebabkan oleh kehadiran
benda asing seperti diantaranya adalah merkuri sebagai akibat perbuatan manusia
yang mengakibatkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana fungsinya
(Susilo, 2003). Sebagian besar kegiatan penambangan emas menggunakan
merkuri dalam proses ekstrasi emas dan akan terbuang langsung ke lingkungan
baik di darat atau di perairan seperti sungai.
Perlakuan bioremediasi menggunakan konsorsium Klebsiella sp. Dan
Pseudomonas sp. rata-rata mampu menurunkan kadar Hg pada tanah sebesar
lebih dari 2,5 ppm atau sebesar 26%. Merkuri merupakan salah satu bentuk logam
yang tidak mempunyai manfaat bagi mikroorganisme, juga pada mahluk hidup
secara umum. Beberapa logam seperti kalsium, magnesium, kobalt, kromium,
copper, besi, potassium, zink, tergolong kedalam logam-logam esensial yang
bermanfaat penting untuk mikronutrien dan digunakan dalam proses redoks,
menstabilkan molekul melalui interaksi elektostatik, komponen dari berbagai
enzim, dan mengatur tekanan osmotic (Bruins et al., 2000).
21. 17
Merkuri dalam bentuk ion seperti Cd2+
, dan Ag2+
, cenderung berikatan
dengan gugus SH, dan kemudian menghambat aktivitas enzim spesifik (Nies,
1999). Toksisitas logam-logam non esensial ini terjadi melalui pertukaran tempat
logam esensial dari situs perlekatan alaminya atau melalui interaksi ligan. Pada
konsentrasi tinggi, baik logam esensial maupun nonesensial dapat merusak
membaran sel, mengubah spesifikasi enzim, merusak fungsi seluler dan merusak
struktur DNA (Bruins et al., 2000).
Beberapa mikroorganisme memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
kontaminan lingkungan sebagai sumber makanan dan sekaligus untuk tumbuh
dan berkembang biak di areal kontaminan (Vidali, 2001). Polutan tersebut
digunakan sebagai sumber energi, sumber karbon atau akseptor elektron untuk
metabolisme mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa bakteri, khamir, dan
algae mampu mengakumulasi ion logam dalam sel mereka beberapa kali lipat dari
konsentrasi logam di lingkungan sekitarnya.
Isolat bakteri yang dimanfaatkan dalam bioremediasi merkuri pada lahan
bekas tambang emas, berasal dari jenis Pseudomonas sp, adalah bakteri yang
memiliki peran penting bagi keseimbangan alam. dan Klebsiella sp. merupakan
kelompok bakteri yang banyak tersebar di alam (Moore et al., 2006; Essa et al.,
2002b). kedua isolate bakteri ini mampu mengeliminasi merkuri pada media cair
menggunakan mekanisme berbeda. Kombinasi mekanisme kerja yang terjadi
antara bakteri Pseudomonas sp, dan bakteri Klebsiella sp adalah sebagai berikut:
Pseudomonas sp menggunakan reaksi reduksi enzimatis menggunakan enzim
merkuri reduktase yang akan mengubah Hg2+
terlarut menjadi HgO
yang volatil,
sedangkan Klebsiella sp mampu menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) pada
kondisi aerobik sehingga dapat mengendapkan Hg2+
terlarut menjadi HgS yang
tidak larut dalam air. Hal ini menyebabkan dapat dengan mudah dipisahkan dari
larutan (Essa, et al., 2002b). Kombinasi mekanisme kerja ini yang menyebabkan
proses reduksi merkuri pada isolate campuran kedua jenis bakteri ini, lebih besar
dibandingkan dengan isolate tunggal.
Fitoremediasi disini menggunakan jenis tumbuhan sampahiring (Cyperus
sp) dan karamunting (Melastoma sp). Fitoremediasi merupakan pemanfaatan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang
terkontaminasi. Semua tumbuhan mampu menyerap logam dalam jumlah yang
bervariasi tetapi beberapa tumbuhan mampu mengakumulasi unsur logam tertentu
dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Ada 5 mekanisme utama yang dilakukan
22. 18
oleh tumbuhan untuk proses fitoremediasi yaitu: 1) stimulasi bioaktivitas
mikroorganisme di area rhizosfer tanaman, 2) jaringan tumbuhan dapat
mengeluarkan enzim yang dapat mengendapkan dan mengikat polutan aromatik,
3) enzim-enzim dari tumbuhan dapat mendegradasi senyawa-senyawa organik, 4)
akar tanaman dapat menyerap dan memecahkan senyawa-senyawa organik, 5)
adanya hiperakumulasi dari logam berat atau radioaktif yang terjadi dalam jaringan
tumbuhan, dan kemudian digunakan untuk proses remediasi tanah ataupun air.
Unsur hara yang dianalisis adalah kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium.
Dari ketiga jenis unsur yang diuji, kandungan fosfor dan kalium meningkat setelah
diberi perlakuan bioremediasi dan fitoremediasi. Kondisi biologis tanah meliputi
aktivitas mikroba perombak bahan organik dalam proses humifikasi, dan
pengikatan nitrogen bebas dari udara. Aplikasi konsorsium mikroorganisme
dipadukan dengan tumbuhan fitoremediator merkuri dari jenis Melastoma sp., lebih
mampu memperbaiki kondisi tanah dibandingkan dengan tumbuhan Cyperus sp.
Penambahan seresah pada metode bioremediasi dan fitoremediasi dapat
meningkatkan kandungan unsur hara dan jumlah populasi mikroorganisme tanah.
1. Teknik Penambangan Emas.
a. Penggalian Tanah di Perbukitan
Tekhnik penggalian tanah di perbukitan untuk penambangan emas
menggunakan alat berupa linggis, sekop serta cangkul. Tanah yang telah digali
kemudian diencerkan dengan air. Air ini berasal dari sebuah kali kecil dekat tempat
penggalian tanah. Karena tempat penggalian lebih tinggi dari sumber air, maka air
disedot keatas tempat penggalian menggunakan pompa.
Gambar 1. Penggalian Penambangan Emas
23. 19
Sumber: Jurnal kerusakan lingkungan akibat usaha/kegiatan penambangan
b. Membuat Saluran Menuju Sungai Kecil
Di dekat tempat penambang menggali tanah dibuat saluran yang menuju
sungai kecil tempat dimana mereka mengambil air untuk mengencerkan tanah.
Tanah yang sudah diberi air dan sedikit basah kemudian disekop kearah saluran.
Tanah diaduk-aduk menggunakan sekop agar sedikit encer, lalu dialirkan bersama
air menuju saluran yang lebarnya sekitar 1 meter. Didalam saluran di susun batu-
batu kecil secara berjenjang guna memperlambat aliran, agar tanah mudah
terendapkan di dalam karpet.
Gambar 2. Proses Penambangan Emas
Sumber: Jurnal kerusakan lingkungan akibat usaha/kegiatan penambangan
c. Pengendapan Tanah di dalam Karpet
Tanah yang turun kemudian diendapkan di dalam karpet yang kedua
sisinya disanggah menggunakan beberapa kayu balok. Tanah yang terperangkap
di dalam karpet kemudian diangkat dan dimasukan kedalam kuali. Tanah yang
masuk kedalam kuali kemudian digoyang-goyang bersama air, untuk
mengeluarkan butiran-butiran tanah kasar. Setelah digoyang-goyang akan tampak
pasir hitam yang menurut penambang disebut "pasir penghantar emas". Setelah
digoyang-goyang lama-kelamaan akan nampak serbuk-serbuk halus berwarna
agak kekuning-kuningan.
24. 20
Gambar 3. Proses Pendulangan Emas
Sumber: Jurnal kerusakan lingkungan akibat usaha/kegiatan penambangan
d. Pengumpulan Serbuk-serbuk yang Berwarna Kekuningan
Serbuk-serbuk halus yang berwarna kekuning-kuningan ini kemudian
dikumpulkan sampai banyak atau menurut para penambang harus mencapai 1
kaca baru bisa dijual. Selanjutnya serbuk-serbuk ini akan ditaruh diatas sendok
lalu dipanaskan dengan api hingga warna keemasan tampak lebih cerah, serta
pengotor yang ikut menempel bersama serbuk emas hilang.
e. Mengemas Serbuk Emas
Kemudian serbuk emas hasil pembakaran ini dikemas dalam kertas rokok.
Kalau hasil dulang penambang sudah banyak atau bernilai ekonomis, langsung
dijual ke toko emas atau perhiasan. Serbuk emas ini jika dikumpulkan mencapai 1
kaca, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp. 40.000 dan kalau hasil
dulangan penambang bisa mencapai 1 gram, maka harganya ditaksir mencapai
sekitar Rp 400.000. Karena penambangan ini dilakukan secara berkelompok,
maka uangnya akan dibagi bersama.
Selain cara penambangan tradisional yang sudah dipaparkan di atas
terdapat cara penambangan emas dengan menggunakan merkuri. Merkuri
digunakan untuk membersihkan kotoran dan mineral jenis tertentu yang
berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
2. Dampak Negatif dari Penambangan Emas.
a. Dampak Negatif Terhadap Lingkungan
Dampak negatif yang ditibulkan dari penambangan emas antara laian
adalah:
25. 21
1) Tanah
Tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu
terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang
menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat
tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan
Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang
mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh
pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut
maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
(a) Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor.
Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak
secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan
penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan
menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat
mengancam keselamatan jiwa para penambang.
(b) Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak
melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan
begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan
bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat
gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membentuk kolam-kolam pada
permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
(c) Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami
erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang
berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing
sisi kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing
sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan
dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
2) Air
Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air demikian
juga penambangan emas berdampak negatif pada sumber air di sekitarnya.
Umumnya limbah beracun tambang mengandung bahan kimia berbahaya yaitu
arsenic, timbal, merkuri, asam, sianida, serta produk sampingan minyak bumi.
26. 22
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran
kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer
yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan
jumlah transport sedimen.
3) Hutan
Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat
karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh
perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga
mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya
tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
4) Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas
bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat
mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut
tersebut.
b. Dampak Terhadap Manusia
Pertambangan emas juga telah menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air
Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai
menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan
pencucian emas tersebut. Limbah pencucian emas setelah diteliti mengandung
zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi.
Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn),
Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat
yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
Merkuri (Pb) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta
dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan,
kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta
menyebabkan kerusakan otak.
27. 23
Gambar 4. Kondisi Kebun Sagu yang Tercemar Limbah Mercuri
Sumber: https://www.republika.co.id/berita/piw805283/potret-penambangan-
emas-ilegal-di-pulau-buru-1
D. Analisis Kritis Artikel 3
BIOREMEDIASI MERKURI MENGGUNAKAN BAKTERI
INDIGENOUS DARI LIMBAH PENAMBANGAN EMAS DI TUMPANG
PITU, BANYUWANGI.
1. Bibliografi
Lutfi, S. R., Wignyanto, W., & Kurniati, E. (2018). Bioremediasi Merkuri
Menggunakan Bakteri Indigenous dari Limbah Penambangan
Emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi. Jurnal Teknologi Pertanian,
19(1), 15-24.
2. Tujuan Penulisan
Untuk mendapatkan bakteri indigenous dari limbah penambangan
emas pada proses bioremediasi limbah merkuri di suatu lingkungan
sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
3. Fakta Unik atau Hal Penting dalam Tulisan
Fakta unik yang dapat ditemukan pada artikel tersebut adalah:
1. Limbah merkuri merupakan suatu limbah berbahaya yang sering
digunakan sebagai proses amalgamasi dalam penambangan emas.
2. Dampak dari merkuri akan semakin meningkat terlebih para penambang
tidak pernah mengolah limbah merkuri tersebut sebelum dibuang ke
lingkungan, sehingga diperlukan suatu metode untuk menjadikan limbah
merkuri tersebut tidak beracun atau bahkan hilang.
28. 24
3. Bahaya dari merkuri yaitu menyebabkan keracunan sistem syaraf dan
gangguan fungsi pernafasan pada manusia serta merusak ekosistem sungai,
persediaan makanan bagi manusia yang tinggal di lingkungan perairan
tercemar merkuri.
4. Salah satu metode yang dapat dilakukan yaitu melakukan proses
bioremediasi. Pada penelitian ini, proses bioremediasi dilakukan dengan
menggunakan bakteri indigenous yang diisolasi dari limbah penambangan
emas Tumpang Pitu, Banyuwangi.
5. Pada proses degradasi pencemar yang masuk, lingkungan sebenarnya
dapat mendegradasinya melalui proses biologis dan kimiawi, namun karena
beban pencemarannya lebih besar, maka perlu adanya campur tangan
manusia. Salah satunya yaitu dengan metode bioremediasi yang merupakan
proses pengilangan merkuri yang ramah lingkungan dan tidak mahal.
6. Bakteri indigenous tersebut didapatkan dengan mengambil sampel berupa
sedimen dan sampel cair dari penambangan emas, dan kemudian dilakukan
proses isolasi dan seleksi menggunakan merkuri dengan kadar 0-130 ppm.
7. Proses ini untuk mendapatkan bakteri yang resisten terhadap kadar
merkuri tertinggi dan mampu untuk melakukan proses degradasi merkuri
terbaik. Se- lanjutnya, dilakukan proses identifikasi bakteri yang terbukti
mampu untuk melakukan proses bioremediasi.
8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri jenis Morganella morganii
yang resisten terhadap merkuri dan mampu melakukan bioremediasi merkuri
hingga mencapai 92.46%.
4. Beberapa Pertanyaan yang Muncul Setelah Membaca Artikel Fakta Unik
atau Hal Penting dalam Tulisan
Setelah membeca artikel “Bioremediasi Merkuri Menggunakan
Bakteri Indigenous Dari Limbah Penambangan Emas Di Tumpang Pitu,
Banyuwangi” maka muncul pertanyaan sebagai berikut ;
a. Bagaimanakah karakteristik limbah penambangan emas Tumpeng
Pitu?
b. Bagaimana metode untuk menjadikan limbah merkuri agar tidak
beracun?
c. Jenis bakteri apa yang dapat digunakan sebagai bakteri dalam proses
bioremediasi?
29. 25
d. Apa dampak penggunaan merkuri dalam pada proses ekstrasi emas
terhadap manusia dan mahluk hidup lainnya termasuk tumbuhan?
5. Refleksi Diri dan Ulasan Materi
Dengan membaca artikel ketiga yang berjudul “Bioremediasi Merkuri
Menggunakan Bakteri Indigenous Dari Limbah Penambangan Emas Di Tumpang
Pitu, Banyuwangi” penulis dapat mengetahui bagaimana proses isolasi dan
identifikasi, untuk mengetahui bakteri yang diisolasi dari limbah penambangan
emas Tumpang Pitu, Banyuwangi merupakan bakteri jenis Morganella morganii
dan mampu untuk melakukan reduksi merkuri hingga mencapai 92.46%. Sehingga
bakteri ini berpotensi untuk digunakan sebagai bakteri dalam proses bioremediasi.
Tingginya kadar merkuri, dimungkinkan akan tertinggal di lingkungan dan sangat
sulit untuk terdegradasi, yang menjadi fokus utama apabila pertambangan tersebut
sudah berjalan beberapa tahun, dikarenakan logam merkuri dapat masuk dan
mengendap di dalam tanah dan air yang kemudian dapat masuk ke rantai
makanan makhluk hidup. Bahaya lain dari merkuri yaitu menyebabkan keracunan
sistem syaraf dan gangguan fungsi pernafasan pada manusia serta merusak
ekosistem sungai, persediaan makanan bagi manusia yang tinggal di lingkungan
perairan tercemar merkuri.
Pada proses degradasi pencemar yang masuk, lingkungan sebenarnya
dapat mendegradasinya melalui proses biologis dan kimiawi, namun karena beban
pencemarannya lebih besar, maka perlu adanya campur tangan manusia. Salah
satunya yaitu dengan metode bioremediasi yang merupakan proses pengilangan
merkuri yang ramah lingkungan dan tidak mahal. Bioremediasi merupakan metode
ramah lingkungan karena memanfaatkan bakteri. Bakteri dapat hidup di
lingkungan dengan konsentrasi logam berat yang tinggi dan dapat mendegradasi
limbah beracun dalam lingkungan. Namun untuk mendapatkan bakteri tersebut
perlu dilakukan tahapan awal yaitu proses isolasi, seleksi, dan dilanjutkan dengan
proses karakterisasi dan identifikasi.
5.1 Penambangan Emas
Penambangan emas adalah contoh kekayaan alam suatu negara, dimana
memiliki dampak yang baik terutama pada kegiatan ekonomi, diantaranya dalam
meningkatkan nilai hidup warga yang tinggal di sekitarnya diluar sektor pertanian
dan perkebunan (Balihristri, 2008). Penambangan emas memiliki sisi yang negatif
maupun positif (Lihawa dan Mahmud, 2012).
30. 26
Peningkatan nilai ekonomi dari penambangan emas merupakan sisi positif
dari penambangan emas. Setiap tahunnya terjadi peningkatan taraf hidup
masyarakat yang bekerja sebagai penambang emas, terlebih pada wilayah
dengan cadangan emas yang besar. Hal ini dikarenakan harga jual dan kebutuhan
emas yang semakin lama semakin meningkat (Seccatore and Theije, 2016).
Peningkatan nilai ekonomi tersebut dapat dirasakan mulai dari penambang, hingga
pemerintah (Ouba, 2017). Dampak negatifnya yaitu kualitas lingkungan yang
menurun akibat penambangan emas yang dapat dicari solusinya agar tidak
membahayakan bagi penduduk di sekitar penambangan emas. Hal ini disebabkan
penduduk di sekitar lokasi penambangan emas yang paling sering terkena
dampaknya (Pavilonis et al., 2017).
5.1.1 Limbah Penambangan Emas
Limbah penambangan emas yang menggunakan zat berbahaya dapat
menjadi sumber pencemaran air sungai, yang menyebabkan terjadi
kerusakankualitas air karena masih banyak penduduk yang berada didekat sungai
masih menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, mencuci serta kakus.
Rusaknya lingkungan ini akan ditanggung penduduk disekitar sungai sehingga
menyebabkan dampak negatif bagi penduduknya (Eriyati dan Iyan, 2011).
Dampak negatif tersebut disebabkan karena semakin banyak
ditemukannya daerah yang memiliki potensi emas oleh perusahaan maupun oleh
penambang yang tidak memiliki izin. Adapun yang menyebabkan bahaya dari
penambangan emas dikarenakan kebanyakan penambangan menghasilkan
limbah berbahaya, yaitu limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3), salah satu
contohnya adalah merkuri (Hg) yang digunakan dalam proses amalgamasi di
tambang emas (Mirdat dkk., 2013).
5.1.2 Penambangan Emas di Tumpang Pitu Banyuwangi
Salah satu contoh penambangan emas terdapat di Tumpang Pitu,
Banyuwangi. Penambangan emas yang ada di Gunung Tumpang Pitu membuat
resah warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran karena mereka
beranggapan bahwa perusahaan pertambangan akan merusak lingkungan,
duantaranya hutan lindung, peerairan laut, serta ekosistem laut yang menjadi
dampak yang diakibatkan (Yuli dan Badriyanto, 2010).Dampak merkuri pada
lingkungan perairan dan makhluk hidup yang tinggal di perairan sekitar tambang
31. 27
yang tinggi terdapat di lingkungan sekitar tambang. Salah satu contoh hewan yang
hidup di dalam perairan yaitu ikan, dimana akan terjadi akumulasi di dalam jaringan
ikan melalui insang, epithelium, serta melalui makanan (Susintowati dan
Hadisusanto, 2014). Bahaya bagi lingkungan yaitu berpotensi menimbulkan banjir
dan longsor serta kerusakan hutan jati, maupun tanaman pertanian/ perkebunan
masyarakat sehingga harus dihentikan (Yunianto, 2009).
Dampak ini disebabkan karena dalam prosesnya, warga menggunakan
merkuri sebagai amalgamasi. Amalgamasi merupakan suatu teknik tradisional yag
bertujuan untuk mengekstrak emas. Hasil samping dari proses amalgamasi ini
adalah limbah berupa lumpur yang memiliki kandungan merkuri serta beberapa
campuran kandungan limbah lainnya. Pada daerah Tumpang Pitu Bayuwangi,
setelah dilakukan analisis kandungan merkuri yang dilakukan di tanah
pembuangan limbah tambang emas kandungannya adalah sebesar 38,01 ppm.
Jumlah tersebut adalah jumlah yang cukup besar dan membahayakan lingkungan
(Siahaan dkk., 2014).
Proses penambangan emas dengan proses amalgamasi sebagai
contohnya di Tumpang Pitu Bayuwangi yaitu: 1) yang pertama yaitu dilakukan
penambangan batuan yang memiliki kandungan emas yang dinamakanrep. Rep
tersebut kemudian diletakkan ke dalam karung goni lalu dipindahkan ke tempat
pengolahan, 2) setelah itu batuan rep dilakukan penghancuran di tempat
pengolahan menggunakan alat penghancur yang dioperasikan dengan mesin atau
dilakukan penumbukan manual menggunakan martil, 3) Hasil dari hancuran
tersebut kemudian diletakkan dalam tromol sebanyak kira-kira 40 kg dengan waktu
3 jam dan setiap di setiap tromol dimasukkan merkuri dengan jumlah 1 sampai 2
kg setiap tromol yang kemudian dilakukan pemutaran selama setengah jam
sehingga dapat terjadi proses amalgamasi antara emas dengan merkuri, 4)
setelah dilakukan proses pemutaran, kemudian isi yang ada di dalam tromol
dikeluarkan serta dilakukan proses memisahkan antara batuan rep yang telah
halus dari amalgam yang menggunakan aliran air (Rondonuwu, 2012).
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan penyimpanan dalam karung sehingga
menjadi limbah padat sedangkan amalgam dibakar yang bertujuan untuk
memisahkan merkuri dengan emas. Proses pembakaran ini dapat dilakukan
karena merkuri lebih dahulu menguap dan dapat terlepas dari emas, 5) Proses
pembakaran dilakukan dengan cara sederhana menggunakan kompor gas
32. 28
dengan wadah untuk meletakkan emas secara langsung di udara yang
menyebabkan uap merkuri yang memiliki warna kebiruan tersebar di lingkungan
sekitar. Selain itu juga digunakan retort untuk proses pengumpulan kembali
merkuri namun dengan peralatan keselamatan penambang seperti sarung tangan
serta tidak diperhatikannya arah angin, 6) Langkah selanjutnya adalah
mengalirkan air ke dalam penampungan. Karena penampungan tersebut berupa
kolam yang sempit sehingga air yang berisi limbah dan logam berbahaya akan
meluber ke luar (Rondonuwu, 2012).
5.2 Merkuri
Merkuri Hydragyrum (cair), adalah logam dengan nomor atom 80 dan
bobot atom 200,59 g/mol (Holidah, 2016).Merkuri (Hg), yang terdapat di air,
atmosfer, tanah, sedimen dan pada organisme dalam bentuk elemen, anorganik,
dan bentuk organik, adalah yang menjadi fokus utama pada kesehatan
masyarakat. Merkuri bentuk ini berasal dari alam maupun sumber anorganik (Liu
et al., 2014).Pada kondisi bebas, merkuri adalah suatu ikatan antar elemen alam
serta elemen yang dihasilkan karena aktivitas manusia, dengan kata lain jarang
dalam kondisi terpisah. Merkuri ini terdapat di batuan, tanah, udara, air, serta
mahluk hidup yang dihasilkan melalui aktivitas biologi, fisika, maupun kimia yang
kompleks (Isa dan Retnowati, 2011).
Merkuri dapat dimanfaatkan dalam berbagai kegunaan, diantaranya pada
pendidikan, pabrik, pertanian, dan lain-lain. Unsur ini dapat berubah sebagai
senyawa anorganik dengan oksidasi menjadi unsur organik melalui reduksi
dengan bantuan bakteri tertentu.(Isa dan Retnowati, 2011).Merkuri mempunyai
sifat(Isa dan Retnowati, 2011):
a. Hanya logam yang dapat berwujud cair pada temperatur kamar dan memiliki
titik beku yang paling rendah dibanding semua logam.
b. Vatalitas tinggi.
c. Merupakan logam dengan konduktor terbaik karena mempunyai tahanan listrik
rendah.
d. Karena banyak logam lain yang bisa terlarut di dalamnya, maka disebut
amalgam alloy.
33. 29
e. Menyebabkan racun pada semua mahluk hidup.
5.2.1 Toksisitas Merkuri
Merkuri (Hg) adalah suatu unsur beracun dan berbahaya. Merkuri dapat
dengan mudah terakumulasi pada rantai makanan dan mencapai tubuh manusia
melalui jalur pencernaan. Merkuri dapat juga dengan mudah masuk ke tubuh
manusia melalui saluran pernafasan dan jalur lain yang menyebabkan efek
berbahaya pada kesehatan manusia. Semua air murni di bumi dapat
terkontaminasi dengan merkuridari adanya batuan, tanah, air, dan material gunung
berapi. Merkuri dilepaskan ke lingkungan baik secara alami dan aktivitas
antropogenik (Riaz et al., 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Riaz et al., (2016) pada pekerja tambang
emas di Pakistan Utara dimana yang diteliti adalah bagian darah dan urin serta
hasilnya adalah merkuri sangat berbahaya bagi manusia tersebut.
Toksisitas merkuri juga berpengaruh terhadap ikan.Penelitian yang
dilakukan oleh Taylor et al., (2014), Ikan yang diteliti positif terdapat merkuri pada
jaringan otot yang diperoleh melalui makanan dan merkuri adalah penyebab
penurunan kesehatan di ikan.Beberapa penyebab yang merugikan tergantung
pada sejarah hidup spesies dan konsentrasi serta lama waktu terpapar
merkuri.Konsentrasi merkuri pada dapat dilihat pada ukuran tubuh dan umur ketika
makanannya terkontaminasi yang levelnya lebih tinggi pada kondisi tropis.
5.2.2 Siklus Merkuri di Lingkungan
Siklus merkuri di alam terjadi dalam bentuk proses geologi dan biologi.
Bentukutama merkuri di atmosfer adalah uapmerkuri (Hgo
) yang mudah menguap
dandioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+
)sebagai hasil dari interaksi terhadap
ozondengan adanya air.Kebanyakan merkuriyang masuk ke lingkungan
perairanadalah Hg2+
. Organisme predator yang ada ditingkat paling atas dalam
rantai makananumumnya memiliki konsentrasi merkurilebih tinggi, yang dikenal
sebagai bentukmetylmerkuri organik (Hellal et al., 2015). Menurut Dash and Das
(2012), siklus merkuri di lingkungan terjadi secara alami baik geologis maupun
biologis yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.1
34. 30
Gambar 5.2.1 Siklus Biogeochemical Merkuri (Dash and Das, 2012)
Merkuri memiliki tipe yang dapat berdampak langsung pada manusia yaitu
uap merkuri serta metil merkuri, dimana dapat menyebabkan terjadinya keracunan
selain bagi manusia juga bagi organisme lain, namun terdapat tanaman, jamur,
serta bakteri yang mampu untuk bertahan dengan membentuk mekanisme
pertahanan diri pada jenis zat kimia yang berbeda (Suryani, 2011).Pada
lingkungan perairan, merkuri (Hg) mengisi ekosistem wilayah perairan dari
endapan atmosfer, pergerakan air dan keluarnya air tanah (Hellal et al., 2015).
Merkuri yang berada di sedimen perairan terjadi perubahan karena terdapat
proses mekanisme oleh bakteri yang merubah dari Hg2+
menjadi Hg0
, hal ini
karena beberapa kondisi salah satunya kegiatan fisika yang mengakibatkan
merkuri bisa menguap ke udara namun dapat kembali ke perairan melalui
peristiwa hujan dimana akan merubah komponen-komponen yang membentuk
merkuri tersebut, dan melalui aktivitas fisika dapat menjadi peristiwa peruraian
kembali (Isa dan Retnowati, 2011)
5.2.3 Dampak Pencemaran Merkuri
Merkuri memiliki dampak negatif yang berbahaya bagi makhluk hidup
berupa manusia dan ekosistem kehidupannya, dimana hal ini disebabkan oleh
manusia yang menggunakan merkuridalam kehidupannya (Palar, 2008).Adapun
efek dari merkuri yaitu menyebabkan racun yang berdampak pada gangguan
kepala, gangguan pencernaan, terjadi gangguan pada kaki dan tangan, terjadi
pembengkakan pada gusi serta terjadi gangguan pada mulut. Merkuri dan
turunannya yang beracun inilah yang menyebabkan dampak negatif yang
disebabkan sifatnya yang mudah larut dan mudah untuk membentuk ikatan di
dalam jaringan tubuh organisme air (Subanri, 2008).
Selain sifat merkuri yang mudah terikat dalam jaringan tubuh organisme
air, stabilnya sifat merkuri yang stabil dalam sedimen inilah yang menyebabkan
mudahnya tersebarnya racun merkuri dalam lingkungan perairan yang kemudian
terserap dan terakumulasi dalam jaringan tubuh makhluk hidup perairan serta
dalam rantai makanan (Subanri, 2008). Merkuri yang dilepas di lingkungan
perairan secara jangka panjang dapat menyebabkan tercemarnya air, tanah,
sedimen, serta atmosfer Fahrudin, 2010).
35. 31
Gambar 5.2.2 (Dampak Pencemaran Merkuri)
5.3 Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri didapatkan dari sampel yang diambil dari lingkungan tempat
bakteri tinggal dan kemudian dipindahkan ke laboratorium dalam kondisi
aseptik.Cara yang dilakukan adalah melakukan streak dan diinokulasikan dalam
sebuah cawan yang berisi media dan kemudian diinkubasi dalam kondisi aerobik
di dalam inkubator dengan suhu 55-60o
C. Setelah proses inkubasi, akan terbentuk
koloni yang berbeda-beda di media dan kemudian dilakukan pemurnian atau
purifikasi agar didapatkan koloni bakteri tunggal (Adiguzel et al., 2011).
Proses isolasi memerlukan media yang tepat untuk mendapatkan jenis
bakteri yang diinginkan. Terdapat beberapa jenis media yang sering digunakan
untuk proses isolasi bakteri resisten merkuri. Menurut Neneng (2007), metode
isolasi bakteri resisten merkuri menggunakan media LB atau Luria Bertani yang
ditambahkan dengan merkuri dalam bentuk HgCl2 dengan beberapa tingkat
konsentrasi merkuri. Perlakuan konsentrasi ini dimaksudkan agar dapat
melakukan seleksi jenis-jenis bakteri yang dapat bertahan hingga beberapa kali
lipat lebih tinggi dari tingkat yang mampu ditoleransi.
Himedia (2015), menyatakanLuria Bertani (LB) adalah media yang
digunakan untuk pertumbuhan dan memelihara strain rekombinan E. coli dan bisa
digunakan untuk pertumbuhan teratur mikroorganisme yang tidak terlalu pemilih
atau dengan kata lain mikroba dapat digunakan secara luas.
5.4 Identifikasi Bakteri
Proses identifikasi dilakukan dengan melakukan percobaan dalam hal
morfologi bakteri berupa kondisi, pengecatan, dan struktur sel serta dilakukan uji
fisiologi lain (Retnowati, 2011). Teknik tradisional dengan menggunakan
pewarnaan Gram, proses biokimia melalui metode kultur mempunyai kekurangan,
diantaranya hanya dapat untuk organisme yang ditumbuhkan in vitro dan
menunjukkan sifat unik biokimia yang tidak sesuai untuk susunan yang telah
digunakan sebagai ciri banyak kelompok mikroorganisme. Akhir-akhir ini, metode
fenotip untuk identifikasi dan klasifikasi bakteri lebih banyak digunakan misalnya
PCR real time dan microarrays yang juga metode molekular yang sering
digunakan karena lebih sensitif (Mohamad et al., 2014).
E. Hubungan dengan Ayat Al-Quran
36. 32
1. Qs Ali Imran Ayat 14
Artinya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
2. Q.S Ar Rad Ayat 17
Artinya: “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di
lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan”.
3. Surat Al-A'raf Ayat 56.
37. 33
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik.
4. Surat Ar-Rum ayat 41.
Artinya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
38. 34
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil setelah menganalisis artikel/jurnal ini adalah :
1. Salah satu dampak kerusakan lingkungan dari proses penambangan emas
adalah material residu dari proses produksi yang disebut tailing.
2. Metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah melalui metode lahan
basah buatan terpadu (constructed wetland). Lahan basah buatan ini
menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang memanfaatkan
tanaman pada prosesnya.
3. Dalam constructed wetland tanaman yang digunakan adalah Phragmites
australis karena salah satu tanaman yang mampu mereduksi logam Hg.
4. Dari hasil penelitian tanaman Phragmites australis mampu sebagai katalis
alami dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dari limbah yang
terkontaminasi.
5. Tingkat akumulasi Hg pada akar tanaman memiliki kosentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kosentrasi Hg pada batang dan daun tanaman hal ini
disebabkan karena kinerja mikroba yang terkandung dalam media tanah dan
39. 35
kompos pada sistem constructed wetlands dan peran bakteria rizosfer yang
mempunyai sifat mereduksi logam Hg ataupun logam berat lainnya.
6. Contoh studi kasus penambangan emas dilampung adalah PT. Natarang
Mining Indonesia di wilayah Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung. Salah satu bentuk kontribusi bagi pertanian sekitar serta
untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat limbah pengolahan emas,
maka dibangunlah dam tailling yang berfungsi untuk mengendapkan tailing
selama proses penambangan emas.
7. Kaitannya dalam Ayat Al Quran dapat terlihat pada QS Ali Imron ayat 14, Ar
Rad ayat 17, dan Al A’raf ayat 56.
8. Isolat bakteri Pseudomonas, sp dan Klebsiella, sp dapat dimanfaatkan untuk
bioremediasi merkuri pada lahan bekas tambang emas
9. Pseudomonas sp menggunakan reaksi reduksi enzimatis menggunakan
enzim merkuri reduktase yang akan mengubah Hg2+
terlarut menjadi HgO
yang
volatil, sedangkan Klebsiella sp mampu menghasilkan hidrogen sulfida (H2S)
pada kondisi aerobik sehingga dapat mengendapkan Hg2+
terlarut menjadi
HgS yang tidak larut dalam air. Hal ini menyebabkan dapat dengan mudah
dipisahkan dari larutan (Essa, et al., 2002b). Kombinasi mekanisme kerja ini
yang menyebabkan proses reduksi merkuri pada isolate campuran kedua
jenis bakteri ini, lebih besar dibandingkan dengan isolate tunggal.
10. Fitoremediasi disini menggunakan jenis tumbuhan sampahiring (Cyperus sp)
dan karamunting (Melastoma sp). Fitoremediasi merupakan pemanfaatan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang
terkontaminasi.
11. Dampak negatif dari penambangan emas pada tanah berupa hilangnya
vegetasi penutup tanah, ancaman tanah longsor, erosi tanah. Di air berupa
menurunnya kualitas air sehingga dapat menyebabkan gangguan kanker kulit
pada manusia, tanaman tidak dapat bertahan hidup.
12. Konsorsium mikrorganisme dipadukan dengan fitoremediator merkuri dari
jenis Melastoma sp mampu memperbaiki kondisi tanah, dan penambahan
seresah pada metode bioremediasi dapat meningkatkan kandungan unsur
hara dan jumlah mikroorganisme tanah.
13. Isolat yang berpotensi untuk mengurangi konsentrasi merkuri pada limbah
penambangan emas yaitu bakteri dengan jenis Morganella morganii
40. 36
14. Bakteri pendegradasi limbah merkuri dari limbah penambangan emas
Tumpang Pitu Banyuwangi mampu untuk melakukan degradasi merkuri
dengan kemampuan hingga 92,46%.
15. Kombinasi yang paling baik dalam melakukan bioremediasi adalah media
berupa ekstrak ragi yang ditambahkan gula dan kecepatan aerasi sebesar 2
vvm dengan hasil yang paling tinggi yaitu sebesar 98,20% dan faktor tersebut
berpengaruh terhadap efektivitas bioremediasi.
16. Kemampuan bioreaktor buatan dalam mengurangi konsentrasi merkuri pada
limbah adalah sebesar 97,80% - 99,98%.
DAFTAR LITERATUR
Adiguzel, A., Inan, K., Sahin, F., Arasoglu, T., Gulluce, M., Belduz, A. O., and Baris,
O. 2011. Molecular Diversity of Thermophilic Bacteria isolated from
Pasinler Hot Spring (Erzurum, Turkey). Turk J Biol. 35 (1): 267-274.
Adinata, D.Y., Vie, A.R., dan Kusdarini, E. 2015. Identifikasi Limbah Pengolahan
Emas dan Kualitas Air di Sekitar Penambangan Emas Rakyat Jampang
Kulon, Desa Kertajaya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015. Institut Teknologi
Adhi Tama Surabaya.
Ambarsari, Hanies dan Qisthi, Aulia. Remediasi Merkuri (Hg) pada air limbah
Tambang Emas Rakyat dengan Metode Lahan Basah Buatan Terpadu.
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 18, 2 Juli 2017, 148- 156
Badjoeri, M dan Zarkasyi, H. 2010. Isolasi dan Seleksi Bakteri Bioremoval Logam
Berat Merkuri. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Dash, H. R and Das, S. 2015. Bioremediation of Inorganic Mercury Through
Volatilization and Biosorption by Transgenic Bacillus cereus BW-03(PPW-
05). International Biodeterioration and Biodegradation. 103 (1): 179-185.
Davies, G.R. 2014. A Toxic Free Future: Is There a Role for Alternatives to Mercury
in Small- Scale Gold Mining?. Journal Futures. 1 (62): 113-119.
41. 37
Dewi, A. K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. JSV. 31
(2): 138-150.
Enny Widyati. Peneliti Biologi Tanah dan Kesuburan Lahan. Pusat Litbang
Konservasi dan Rehabilitasi, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor. Pemanfaatan
Sludge Industri Pulp dan Kertas untuk Ameliorasi Tanah Tailing Tambang
Emas. Jurnal Selulosa, Vol. 2, No. 1, Juni 2012 : 28 - 38, diterima : 06 Maret
2012. Revisi akhir : 19 Juni 2012.
Hardiani, H., Kardiansyah, T., dan Sugesty, S. 2011. Bioremediasi Logam Timbal
(Pb) dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses
Deinking. Balai Besar Pulp dan Kertas. Jakarta.
Hasan, P.A.R. 2009. Development, Power, and the Mining Industry in Papua: A
Study of Freeport Indonesia. Journal of Business Ethics 89 (1): 129-143.
Liswara Neneng, Dwi Saraswati. 2019. Reklamasi Lahan Kritis Bekas
Penambangan Emas Menggunakan Metode Bioremediasi dan
Fitoremediasi. Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Palangka
Raya. Jurnal Enviro Scienteae Vol 15 No 2, Agustus 2019, 216-225.
Mahmud, Marike., Fitryane Lihawa., Ishak Isa, dan Indriaty M Patuti. 2012.
Fitoremediasi Sebagai Alternatif Pengurangan Limbah Merkuri Akibat
Penambangan Emas Tradisional di Ekosistem Sungai Tulabolo Kabupaten
Bone Bolango. Jurnal Kehutanan. Vol 2. No 1.
Palar,Heryando. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.
Jakarta.
Putra, Anindius. Evaluasi dan Kontrol Pengaruh Rembesan pada Dam Tailing
Way Linngo Kabupaten Tanggamus. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7
(KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober
2013
Retnowati, Y. 2011. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pengguna Merkuri dari
Sedimen Sungai yang Terkontaminasi Limbah Tambang Emas. Jurnal
Saintek. 6 (1): 1-9.
Sardiani, N., Litaay, M., Budji, R.G., Priosambodo, D., Syahribulan, dan Dwyana,
Z. 2015. Potensi Tunikata Rhopalaea sp Sebagai Sumber Inokulum Bakteri
Endosimbion Penghasil Antibakteri; 1. Karakterisasi Isolat. Jurnal Alam dan
Lingkungan. 6 (11): 1-10.
Siregar, Ismail Rasyid. 2011. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam
Humik terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr) Pada
Tanah Pasca Tambang Emas (Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten
Mandailing Natal). Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera
Utara.