Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah kelahiran akibat hipoksia janin selama kehamilan atau persalinan. Persalinan dengan bantuan vakum dapat menyebabkan asfiksia karena memakan waktu lebih lama, namun efeknya bervariasi untuk setiap bayi dan dapat diatasi dengan tindakan resusitasi yang tepat.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah kelahirannya disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus, hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang
dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu
harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi, sebab asfiksia memiliki dampak negatif baik yang baersifat
jangka panjang ataupun jangka pendek.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan Asfiksia dengan Vakum
C. TUJUAN
Untuk mengetahui hubungan Asfiksia dengan Vakum
2. BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. 3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untukmenimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka
hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan
perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.
Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:
Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan
tidak memerlukan tindakan istimewa
Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis
berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum
pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
c. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan
frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi
dan penurunan TD.
4. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan
asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis
respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an
aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama
pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
6. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
5. 3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-
nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai
asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Hubungan Asfiksia dengan Vakum
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang
kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas
tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan
klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada
neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang
terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi
pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Efek samping Persalinan dengan Bantuan Vakum adalah terjadi robekan yang lebih
luas pada jalan lahir, sehingga menyebabkan pendarahan yang lebih banyak.
Resiko vakum pada bayi secara umum adalah terjadinya luka dikulit kepala, dan
dapat diobati dengan obat anti septik. Luka tersebut akan hilang setelah usia bayi
satu minggu. Efek Samping paling berbahaya pada janin adalah terjadi pendarahan
diantara tulang-tulang kepala, dan terjadi pendarahan dalam otak bayi.
Efek samping paling sering pada bayi dengan persalinan yang dibantu dengan
vakum adalah munculnya kaput suksadeneum (terkumpulnya cairan di jaringan
bawah kulit, di atas tulang tengkorak). Kaput tersebut terlihat mirip tonjolan lunak di
bagian atas kepala bayi. Kaput ini membuat kepala bayi terlihat lonjong, namun akan
hilang dalam waktu beberapa hari.
6. Ketakutan lain orang tua yang melahirkan bayi dengan bantuan vakum adalah
anaknya akan menjadi bodoh. Namun mitos yang berkembang pada masyarakat ini
tidaklah benar. Karena Kecerdasan seseorang dipengaruhi faktor stimulasi, genetik,
nutrisi, penyakit serta faktor lingkungan dan pendidikan dini yang tepat.
Proses persalinan dengan Vakum, biasanya menghabiskan waktu lebih dari 10
menit, dan dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk menjalani seluruh prosedur
persalinan. Memperbanyak jalan kaki di saat hamil tua, dan senantiasa menjaga
kesehatan ibu hamil bisa membantu anda terhindar dari Persalinan dengan bantuan
Vakum. Karena tentu persalinan normal adalah yang paling baik.
F. Cara Penanganan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah
lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi
kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar
dan untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas,
segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa
jalan nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas,
rangsangan harus segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara
memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu
diberikan suntikan vitamin K.
7. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Vakum adalah satu alat yang menggunakan cup penghisap yang dapat menarik bayi
keluar dengan lembut. Persalinan dengan vakum dilakukan bila ada indikasi
membahayakan kesehatan serta nyawa ibu atau anak, maupun keduanya.
Forsep merupakan alat bantu persalinan yang terbuat dari logam menyerupai
sendok. Persalinan dengan forsef relatip lebih beresiko dan lebih sulit dilakukan
dibandingkan dengan vakum
B. SARAN
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan.
8. DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
2. Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
4. http://www.anakku.net/vakum-dan-forsep.html
5. http://itafebrianii.wordpress.com/2012/06/29/macam-macam-persalinan/
6. http://modulkesehatan.blogspot.com/
9. MAKALAH
HUBUNGAN ASFIKSIA DENGAN VAKUM
OLEH :
NAMA :
NIM :
TINGKAT : 1 B
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2014
10. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan hidayah-Nya kami bias menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
kami buat guna memenuhi tugas dari dosen.
Makalah ini membahas tentang “HUBUNGAN ASFIKSIA DENGAN VAKUM”
semoga dengan makalah yang kami susun ini kita sebagai mahasiswa kebidanan
dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita.
Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari sempurna,
maka dari itu kami masih mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu selaku
dosen-dosen pembimbing kami serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran
itu dapat membangun kami dari yang salah menjadi benar.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita, akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Raha, Mei 2014
PENYUSUN
11. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………….................……......…………….....…........ i
DAFTAR ISI ……………………………………..........…………........……...... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………......…….......................... 1
B. Rumusan Masalah………………………………......…............................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.................................................................................................. 2
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia................................................................... 2
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis...................................... 3
D. Diagnosis................................................................................................ 5
E. Hubungan Asfiksia Dengan Vakum..................................................... 6
F. Penanganan Vakum........................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………............................………………........................ 8
3.2 Saran...................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 9