Bronkiolitis adalah penyakit pernapasan bawah akibat infeksi virus pada bronkiolus yang umumnya disebabkan virus RSV. Gejalanya berupa wheezing dan sesak nafas pada bayi usia 2-24 bulan. Diagnosa didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Pengobatannya meliputi oksigen, antibiotik, cairan, dan kortikosteroid. Prognosis umumnya baik meski berisiko mengalami asma.
2. DEFINISI
Bronkiolitis adalah penyakit Infeksi
Respiratory Akut bawah yang ditandai dengan
inflamasi pada bronkiolus. Umumnya, infeksi
tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis
ditandai dengan episode pertama wheezing
pada bayi yang didahului dengan gejala IRA.
3. Faktor Resiko Bronktis Berat
Usia
Bayi usia muda dengan bronkiolitis mempunyai resiko lebih tinggi
mendapat perawatan dirumah sakit
Prematuritas
Bayi lahir prematur kemungkinan menderita RSV lebih tinggi dari
pada bayi cukup bulan
Kelainan jantung bawan
Orangtua perokok
Jumlah saudara atau berada ditempat penitipan
Sosioekonomi rendah
4. ETIOLOGI
Sekitar 95% dari kasus tersebut secara
serologis terbukti disebabkan oleh invasi
Respiratory Syncytial virus. Orenstein
menyebutkan pula beberapa penyebab lain
seperti Adenovirus, virus Influenza, virus
Parainfluenza, Rhinovirus, dan mikoplasma,
tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkiolitis
disebabkan oleh bakteri.
5. EPIDEMIOLOGI
Bronkiolitis paling sering terjadi pada usia
2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan.
95% kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2
tahun dan 75% diantaranya terjadi pada anak
berusia dibawah 1 tahun. Orenstein
menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering
terjadi pada bayi laki-laki berusia 3-6 bulan
yang tidak mendapatka ASI, dan hidup di
lingkungan padat penduduk.
6. PATOFISIOLOGI
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkious
Respon inflamasi akut
Secresi mucus
Penimbunan debris seluler/sel-sel mati yang terkelupas
Infiltrasi limfosit peribronkial
Edema submukosa
Saluran bronkiolus menyempit
7. Obstruksi bronkiolus
Hambatan aliran udara
Peningkatan resistensi pada bronkiolus selama fase inspirasi dan ekspirasi
(karena radius saluran ekspiratori >>kecilseama ekspirasi) Wheezing
Air trapping dan hiperinflasi ekspirasi memanjang
Gangguan pertukaran gas normal
Ketidak seimbangan ventilasi perfusi dispnea
Hipoksimia & hipoksia jaringan
Kompensasi
Takipnea
8. DIAGNOSIS
a. Anamnesa
- Anak usia < 2 tahun
- Gejala awal : gejala infeksi respiratori akut akibat virus,
seperti pilek ringan, batuk, demam subfebris.
- 1 atau 2 hari kemudian timbul batuk yang disertai sesak nafas
- Wheezing ekspirasi
- Sianosis
- Merintih
- Nafas berbunyi
- Muntah setelah batuk
- Rewel
- Penurunan nafsu makan.
9. Menurut WHO :
- Wheezing tidak membaik dengan 3 dosis
bronkodilator kerja cepat
- Ekspirasi memanjang
- Hiperinflasi dinding dada, dengan hipersonor pada
perkusi
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Ronki pada auskultasi dada
- Sulit makan, menyusu atau minum
10. b. Pemeriksaan fisik
- Vital sign takipnea, takikardi, peningkatan suhu diatas 38°C
- Sianosis, jika gejala berat
- Thorax
• Inspeksi
o Bentuk dada tampak hiperinflasi
o Retraksi dinding dada (subscosta, intercosta, supraclavikula)
o Ekspresi memanjang
• Perkusi
o Hipersonor
• Auskultasi
o Wheezing ekspirasi
o Bisa ditemuka ronki
o Apnea dapat terjadi pada bayi terutama usia <6 minggu, prematur atau BBLR
11. c. Pemeriksaan Penunjang
- Saturasi oksigen
- Pulse oximetry harus dilakukan pada setiap anak yang datang
kerumah sakit dengan bronkiolitis.
- Analisa gas darah untuk menilai bayi dengan distress nafas
berat dan kemungkinan mengalami gagal nafas.
- Foto thorax terdapat gambaran hiper inflamasi & infiltrat.
- Pemeriksaan virologi
Rapid diagnosis infeksi virus pada saluran nafas adalah cost
effective karena mengurangi lama perawatan, pengunaan
antibiotik, dan pemeriksaan mikrobiologi.
13. PENATALAKSANAAN
a.Antibiotik Profilaksis
o Bila nafas cepat saja, pasien dapat rawat jalan
kotrimoksazol (4 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari atau
amoksisilin (25 mg/kgBB/kali), 2 kali sehari selama
3 hari
o Bila ada tanda distress pernafasan tanpa sianosis,
anak masih bisa minum rawat anak dirumah sakit
dan beri ampisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam
selama 72 jam pertama.
o Respon baik terapi dilanjtkan dirumah atau
dirumah sakit dengan amoksisilin oral (25
mg/kgBB/kali), untuk 3 hari berikutnya.
14. Bila keadaan klinis memburuk dalam 48 jam, atau
terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu
atau minum/ makan atau memuntahkan
semuanya, letargi, sianosis, distress pernafasan
berat) ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam sampai
keadaan membaik, dilanjutkan peroral 4 kali
sehari sampai total 10 hari.
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
Sebagai alternatif, beri ceftriaxon (80-100
mg/kgBB/kali IN atau IV sekali sehari)
15. a. Oksigen
• Diberikan pada semua anak dengan wheezing
dan distress pernafasan berat.
• Metode yang direkomendasikan untuk pemberian
oksigen adalah dengan nasal prong atau kateter nasal
b. Supportif
o Kortikosteroid mengurangi edema saluran pernafasan.
Kortikosteroid 15-20 mg/kgBB/hari atau dexametason 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2-3 hari
o Cairan dan elektrolit dengan dextrose 5% NaCl disesuaikan
berdasarkan umur dan berat badan
o Demam paracetamol
16. a.Indikasi rawat diruang intensif
oGagal mempertahankan saturasi oksigen >
92% dengan terapi oksigen
oPerburukan status pernapasan, ditandai dengan
peningkatan distress nafas dan kelelahan
oApnea berulang
18. PROGNOSIS
Beberapa studi kohort menghubungkan bronkiolitis
akut berat pada bayi akan berkembang menjadi asma.
Suatu studi kohort prospektif menemukan bahwa 23%
bayi dengan riwayat bronkiolitis berkembang menjadi
asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1%
kelompok kontrol.
Tetapi tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa
bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan
asma, tetapi bila bayi yang terkena bronkiolitis
dihubungkan dengan asma, keberhasilan pengobatan
dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi
prevalens asma pada anak dari kelmpok pengobatan.
19. DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 6,5
bulan dengan diagnosis Bronkiolitis. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan riwayat demam terus-
menerus, batuk berdahak disertai sesak nafas, nafas
berbunyi menciut dan bertambah sesak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, tampak pucat, merintih, muntah
setelah batuk, rewel, dan sulit menyusu.
20. Dari pemeriksaan fisik pada Vital sign
didapatkan takipnea dengan frekuensi nafas 76
x/menit. takikardi, peningkatan suhu diatas 38°C.
Pada Inspeksi ditemukan nafas cuping hidung,
Retraksi dinding dada (subscosta, intercosta,
supraclavikula). Bentuk dada tampak hiperinflasi,
Sianosis, jika gejala berat pada Ekskresi
memanjang. Pada perkusi ditemukan hipersonor,
dan auskultasi terdapat Wheezing ekspirasi, bisa
ditemuka ronki, apnea dapat terjadi pada bayi
terutama usia <6 minggu, prematur atau BBLR.
21. Diagnosa banding pada pasien ini berdasarkan hasil dari
pemeriksaan darah rutin didapatkan anemis dan berdasarkan
pemeriksaan foto rontgen.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah
diberikan O2 1 liter/menit, untuk menangani sesak nafasnya.
Berhubungan karena anak sesak nafas maka anak dipuasakan
sementara sampai kondisi tidak sesak lagi. Untuk
menggantikan cairan dan kalorinya diberikan IVFD Ka-En
IB 4 tetes/menit (makro). Untuk mencegah infeksi sekunder
diberikan antibiotik amoksisilin 3x125mg IV. Untuk
menurunkan suhu tubuh diberikan paractamol dengan dosis
3x40 mg. Pada Bronkiolitis juga terjadi roses inflamasi maka
diberikan dexametason dengan dosis 3x0,4 mg IV. Prognosis
pada pasien ini adalah dubia ad bonam.