Jurnal ini membahas hubungan antara kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya. Penelitian menggunakan metode survei dan menemukan hubungan yang kuat antara kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan. Indikator iklim komunikasi berpengaruh paling besar terhadap kepuasan komunikasi.
1. JURNAL
KEPUASAN KOMUNIKASI DAN KINERJA KARYAWAN
(Studi Korelasi antara Kepuasan Komunikasi dan Kinerja Karyawan pada
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Surabaya)
Oleh :
RANGGA SETIAWAN
NIM 0710020073
Program Studi Ilmu Komunikasi
Bidang Minat Komunikasi Bisnis
Dalam komunikasi bisnis, segala strategi dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi,
termasuk kinerja yang baik dari pihak eksternal maupun internal organisasi. Kepuasan
komunikasi karyawan sebagai pihak internal organisasi tentunya juga mempengaruhi kinerja
karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan puas yang ingin dimiliki anggota organisasi
mempengaruhi perilakunya dalam berkomunikasi. Jika anggota organisasi merasa puas
mendapatkan informasi yang dikomunikasikan dengan cara yang konsisten sesuai apa yang
diharapkan, bisa dikatakan anggota tersebut mengalami kepuasan komunikasi (Muhammad,
2007:88). Bagi karyawan baru, prestasi kerja merupakan bukti dari pemahaman mereka terhadap
pekerjaan, sedangkan bagi karyawan lama prestasi kerja merupakan umpan balik terhadap
perilaku baik mereka. Penghargaan terhadap hasil kinerja melalui komunikasi yang baik dapat
memicu peningkatan kinerja. Secara lebih rinci, Income Data Service, London, dalam Arifin
(2005) dari penelitiannya mengenai kriteria pengukuran kinerja menyimpulkan bahwafaktor-
faktor kinerja yang paling sering digunakan sebagai indikator penelitian adalah:pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan kerja, sikap terhadap pekerjaan (antusiasme,komitmen, dan
motivasi), kualitas kerja, volume hasil produksi dan interaksi (komunikasi, hubungan dalam
kelompok). Artinya kinerja seseorang dapat diukur sesuai dengan indikator-indikator tertentu
apakah hasilnya baik atau tidak.
2. Peneliti menggunakan metodologi kuantitatif untuk menggambarkan atau menjelaskan
suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan, seperti pendapat Kriyantono
(2007:57).Peneliti menganggap hubungannya dengan riset jauh. Artinya peneliti berada di luar
wilayah penelitian dan dengan begitu peneliti harus bersikap objektif sesuai dengan ciri
penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode survei eksplanatif (analitik). Dalam
penelitian ini, yang dimaksud dengan kepuasan komunikasi adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak meyenangkan bagi karyawan dalam memandang komunikasi
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan kerja mereka. Pengukuran kepuasan komunikasi
dalam penelitian ini menggunakan Communication Satisfaction Questionnaire (CSQ) yaitu alat
ukur kepuasan komunikasi yang dibangun Downs dan Hazen (1977). Pengukuran kinerja
karyawan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang disusun peneliti. berdasarkan tiga
indikator penilaian kinerja menurut Lazer dan Wikstrom dalam Bungin (2005).
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder.
Data primer didapat langsung dari objek dan dalam penelitian ini didapat melalui kuesioner.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang berkaitan dengan penelitian ini seperti catatan
mengenai karyawan, laporanorganisasi dan manual organisasi. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dalam bentuk skala untuk
mengukur sikap yang lebih dikenal dengan skala Likert. Selain kuesioner, pengumpulan data
juga dilakukan melalui dokumentasi, yaitu dengan cara pengumpulan laporan kepegawaian dan
aturan-aturan/kebijakan kepegawaian yang berlaku di organisasi.
Hasil penelitian ini telah melihat adanya hubungan yang signifikan diantara kepuasan
komunikasi dengan kinerja karyawan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata KotaSurabaya. Dari
perhitungan uji korelasi Product Moment menggunakan program SPSS diketahui bahwa korelasi
antara variabel kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan didapat nilai koefisien korelasi
sebesar 0,639. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat karena berada pada
rentang 0,60 – 0,799. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian hasil penelitian Lull, Frank,
dan Piersol dalamArifin (2005) yang meneliti 100 presiden dari organisasi terbesar di Amerika
Serikat dan menyimpulkan terdapat hubungan komunikasi terhadap kinerja karyawan.Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Safitri (1993) yang menyimpulkan bahwa
kepuasan komunikasi berhubungan kuat dan positif dengan kinerja karyawan. Hal ini
3. membuktikan bahwa memang terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan komunikasi
dan kinerja karyawan dan hasil penelitian ini berfungsi memverifikasi hasil penelitian terdahulu.
Penelitian ini juga melihat kepuasan komunikasi dan kinerja karyawan pada Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Surabaya.Dalam data deskriptif gambaran objek, sebanyak 28 orang objek
penelitian (67%) menyatakan mengalami kenaikan kepuasan komunikasi selama 6 bulan
terakhir.Indikator yang paling mempengaruhi peningkatan kepuasan komunikasi adalah indikator
iklim komunikasi. Ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,614 yang merupakan
nilai koefisien tertinggi diantara indikator lainnya ketika diuji korelasikan dengan kinerja
karyawan.
Indikator iklim komunikasi digunakan untuk menilai reaksi-reaksi persepsi anggota
organisasi atas informasi-informasi mengenai seluruh aspek organisasi yang relevan dan berguna
bagi anggota organisasi. Informasi-informasi dalam iklim organisasi merangsang seberapa besar
komunikasi mampu memotivasi dan merangsang anggota organisasi untuk mendukung tujuan
organisasi (Downs dan Hazen, 1977). Keterbukaan informasi sangat diperlukan oleh anggota
organisasi yang menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Informasi mengenai
posisi keuangan organisasi dan kebijakan pemerintah dinilai paling mempengaruhi daripada
informasi lain dalam organisasi. Hal ini menunjukkan tujuan dan informasi mengenai organisasi
merangsang karyawan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya menghasilkan kinerja yang
lebih maksimal.
Dari delapan indikator kepuasan komunikasi, nilai koefisien korelasi terendah (0,330)
adalah nilai indikator komunikasi dengan bawahan. Hal ini dikarenakan indikator ini hanya bisa
dinilai oleh objek yang dalam tingkat supervisor saja. Dari 42 responden, 21 responden bukan
seorang supervisor. Kemudian indikator dengan nilai terendah kedua adalah indikator
komunikasi dengan atasan (0,513). Nilai koefisien ini menunjukkan perhatian atasan pada
bawahan berada dalam tingkat sedang atau cukup. Namun dari indikator kepuasan komunikasi
lainnya, indikator ini merupakan indikator terlemah sehingga membutuhkan tindakan
pembenahan agar kepuasan komunikasi karyawan semakin meningkat. Seperti yang dipaparkan
sebelumnya, indikator komunikasi dengan atasan menyangkut aspek komunikasi baik keatas
maupun kebawah dengan atasan. Komunikasi keatas seperti memberikan umpan balik,
4. memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Sementara komunikasi kebawah melingkupi
pengarahan, tujuan, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum (Muhammad, 2007).
Keterbukaan atasan pada bawahan menyangkut aspek kepercayaan pada bawahan dan
keterbukaan ide-ide dan gagasan dari bawahan. Aspek kepercayaan ditemukan lebih berpengaruh
daripada penerimaan gagasan. Kemudian perhatian dari atasan juga mempengaruhi kinerja
bawahan yang didapat melalui penawaran dari atasan untuk memberikan solusi atas masalah
yang dihadapi oleh bawahan. Hal-hal yang dianggap penting dalam komunikasi adalah seberapa
besar kesediaan atasan untuk terbuka menerima masukan-masukan dari bawahan, bagaimana
atasan mendengar dan memberikan perhatian terhadap saran dan keluhan bawahannya, dan
bagaimana atasan menawarkan bantuan kepada bawahannya untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi (Downs dan Hazen, 1977). Hal ini bisa disebabkan olehperbedaan
kepribadian antara bawahan dengan atasan. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian Zaman (2008)
yang menyebutkan bahwa bahwa di manapara atasandan bawahanyang bekerja bersama-sama
dan memilikikepribadianyang mirip lebih menguntungkan. Bawahan dengan kepribadian yang
mirip dengan atasan mereka akan lebih puas dengan atasan mereka dan juga akan cenderung
berkinerja lebih baik daripada bawahan yang kepribadian berbeda dengan atasan mereka.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sikap atasan dalam memberikan instruksi
kepada bawahan juga berpengaruh pada kinerja seorang bawahan. Tidak hanya komunikasi yang
jelas dan tepat saja yang dibutuhkan namun sikap seorang atasan dalam menginstruksikan suatu
pekerjaan kepada bawahannya juga berpengaruh dalam sikap dan kinerja seorang bawahan
(Novita, 2004).Penyampaian informasi secara langsung juga bisa mempengaruhi pandangan
bawahan terhadap atasan dan juga untuk menghindari kesalahan terhadap informasi yang
disampaikan. Seperti pada penelitian Stewart dan Moss (1996) yang menyebutkan bahwa
bawahan akan lebih baik menerima informasi tidak hanya secara langsung dari atasan tetapi juga
dibantu dengan penggunaan media komunikasi lainnya yang berguna untuk lebih menguatkan
informasi yang disampaikan dan lebih mengingatkan informasi yang disampaikan sehingga
bawahan merasa lebih dekat dengan atasan dengan komunikasi yang dilakukan langsung dan
melalui media. Hasil penelitian ini membuktikan secara keseluruhan karyawan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya memiliki kepuasan komunikasi yang baik sehingga bisa
menghasilkan kinerja yang maksimal. Terlepas dari iklim komunikasi yang sudah baik, perhatian
5. pada bawahan dari atasan perlu ditingkatkan sehingga bawahan merasa nyaman dan bisa
menghasilkan kinerja yang lebih baik.
6. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arifin, B. (2005). Pengaruh faktor-faktor kepuasan komunikasi terhadap kinerja karyawan,
Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. 2 (1), 23-33.
Bungin, B. (2005). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Prenada Media.
Clegg, S. dan Baumeler, C. (2010). Essai: From iron cages to liquid modernity in organization
analysis. Organization Studies. 31 (12), 1714-1733.
Crino, M. D., dan White, M. C. (1981). Satisfaction in communication: An examination of the
Downs-Hazen measure. Psychological Reports, 49 (2), 831-838.
Downs, A. (1991). The relationship between communication and organizational commitment in
two Australian organizations. Unpublished master's thesis, University of Kansas, Lawrence.
Downs, C.W., dan Hazen, M.D. (1977). A factor analytic study of communication satisfaction.
The Journal of Business Communication. 14 (3), 63-73.
Effendi, U. O. (1992). Ilmu komunikasi, teori dan praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya
Gregson, T. (1987). An empirical investigation of the relationship between communication
satisfaction, job satisfaction, turnover, and performance for public accountants (Doctoral
dissertation, University of Arkansas, 1987). Dissertation Abstracts International, 48, 1254A.
Hadi, S. (1996). Analisis butir untuk instrumen. Yogyakarta: Andi Offset.
Hasibuan, M. S. P. (1993). Manajemen sumber daya manusia (dasar dan kunci keberhasilan).
Jakarta: CV Haji Masagung.
Hatch, M.J. (2006). Organization theory: Modern, symbolic, and postmodern perspectives.
Oxford: Oxford University Press.
Kio, B. A. (1980). A descriptive study of communication satisfaction, need satisfaction, and need
importance index among Nigerian workers (Doctoral dissertation, University of Kansas,
1979). Dissertation Abstracts International, 41, 19A.
7. Kriyantono, R. (2007). Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Cetakan Kedua.
Mangkunegara, A. P. (2000). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Masmuh, A. (2008). Komunikasi organisasi dalam perspektif teori dan praktek. Malang: UMM
Pers
Muhammad, A. (2007). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, D. (2000). Ilmu komunikasi: Suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, M. (2005). Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Neumann, W. L. (2000). Social methods: Qualitative and quantitave approaches (4th ed).
London: Allyn and Bacon
Pace, R. W., dan Faules, D. F. (2005). Komunikasi organisasi strategi meningkatkan kinerja
perusahaan. Editor: Deddy Mulyana. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Potvin, T. C. (1992). Employee organizational commitment: An examination of its relationship to
communication satisfaction and an evaluation of questionnaires designed to measure the
construct (Doctoral dissertation, University of Kansas, 1991). Dissertation Abstracts
International, 52, 4147A
Priyatno, D. (2009). Teknik mudah dan cepat melakukan analisis data penelitian dengan SPSS
dan tanya jawab ujian pendadaran. Yogyakarta: Gava Media
Sedarmayanti. (2004). Pengembangan kepribadian pegawai. Bandung: Mandar Maju.
Safitri, N. K. (1993). Hubungan kepuasan komunikasi dengan kinerja karyawan (Studi Kasus
Pada Perusahaan Pelayaran Asing Wan Hai Lines Ltd) (Tesis, Universitas Indonesia, 1993).
Diakses pada 5 Januari 2013
(http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=81993&lokasi=lokal)
Siagian, S. P. (2002). Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Singarimbun, M., Effendi, S. (1999). Metode penelitian survei (edisi Revisi). Jakarta: PT.
Pustaka LP3ES
8. Stewart, L., dan Moss, S. (1996). Human communication. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sujianto, A. E. (2009). Aplikasi statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Vardiansyah, D. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Veithzal, R. (2004). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan. Jakarta: Grafindo.
Wahyuni, L. (2009). Pengaruh komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan bagian
akuntansi dengan komitmen organisasi dan tekanan pekerjaan sebagai variabel intervening
(Tesis, Universitas Diponegoro, 2009). Diakses pada 12 November 2012
(http://eprints.undip.ac.id/7843/1/Lili_Wahyuni.pdf)
Werther, W.B. dan Davis, K. ( 1996). Human resources and personel management. New
York: McGraw Hill Inc.
Zaman, K. (2008). Relationship between leader-subordinate personality congruence and
performance and satisfaction in the UK. Leadership & Organization Development Journal. 29
(5), 396-411.