KAJIAN TEORITIS DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN PERTEMUAN 4.pptx
Ansos SEMA IAIN KEDIRI pelatihan leadership 2022
1. Materi Analisis Sosial
Pelatihan Leadership
SEMA IAIN Kediri
Oleh: M. Yusuf Ashari
Ahad, 08 Januari 2023 di Aula Rektorat Lantai 4 IAIN Kediri
2. Paradigma
1.
2.
3.
Menurut Jurgen Habermas, paradigma dalam ilmu
sosial dibagi menjadi tiga, antara lain:
Paradigma Positivisme
Paradigma Interpretatif
Paradigma Kritik/Critical/Emancipatory
3. Kesadaran
1.
2.
3.
Menurut Paolo Freire, ada tiga kerangka besar
paradigma yang didasarkan pada tingkat
kesadaran masyarakat, yaitu:
Kesadaran Magis
Kesadaran Naif
Kesadaran Kritis
4. Paradigma
1.
2.
3.
4.
Sedangkan menurut Burnell dan Morgan (1979),
dalam ilmu sosioliogi, ada empat paradigma yang
dapat digunakan dalam permasalahan sosial, yaitu:
Paradigma Fungsionalis
Paradigma Interpretatif (Fenomenologi)
Paradigma Humanis Radikal
Paradigma Strukturalis Radikal
5. Analisis Sosial
Suatu proses analisis sosial adalah usaha untuk
mendapakatkan gambaran yang lebih lengkap tentang
situasi sosial, hubungan-hubungan struktural, kultural, dan
historis. Sehingga memungkinkan menangkap dan
memahami realitas yang sedang dihadapi.
Suatu analisis pada dasarnya berusaha menyingkap suatu
hal atau aspek tertentu. Dalam proses ini bukan sekedar
mengumpulkan data, berita, atau angka, melainkan
berusaha membongkar apa yang terjadi. Sesungguhnya,
menjawab mengapa demikian, dan menemukan pula
faktor-faktor apa yang terjadi tersebut. Lebih dari itu, analisis
sosial, seyogyanya mampu memberikan prediksi ke depan:
kemungkinan apa yang akan terjadi.
6. Wilayah Analisis Sosial
•
•
•
Sistem-sistem yang beroperasi dalam suatu
masyarakat.
Dimensi-dimensi objektif masyarakat (organisasi
sosial, lembaga-lembaga sosial, pola perilaku,
kekuatan-kekuatan sosial masyarakat).
Dimensi-dimensi subyektif masyarakat (ideologi,
nalar, kesadaran, logika berfikir, nilai, norma,
yang hidup dimasyarakat).
7. Pedekatan dalam Analisis Sosial
•
•
Historis : dengan mempertimbangkan konteks
struktur yang saling berkelainan dari periode-
periode yang berbeda, dan tugas strategis yang
berbeda setiap periode.
Struktural : dengan menekankan pentingnya
pengertian tentang bagaimana masyarakat
dihasilkan dan dioperasikan, serta bagaimana
pola lembaga-lembaga sosial saling berkaitan
dalam ruang sosial yang ada.
8. Bagaimana Hasil Analisis Sosial?
Apakah hasil kesimpulan analisa sosial
bersifat final? Tentu saja tidak.
9. Batas Analisis Sosial
•
•
•
Analisis sosial bukanlah kegiatan monopoli
intelektual, akademisi, atau peneliti. Siapapun
dapat melakukan analisis sosial.
Analisis sosial tidaklah bebas nilai.
Analisa sosial memungkinkan anda untuk
bergulat dengan asumsi-asumsi, mengkritik, dan
menghasilkan pandangan-pandangan baru.
11. Tahap-Tahap Analisis Sosial
1.
2.
3.
Tahap menetapkan posisi, orientasi: pada intinya
dalam tahap ini, pelaku analisa perlu
mempertegas dan menyingkap motif serta
argumen (ideologis) dari tindakan analisis sosial.
Tahap pengumpulan dan penyusunan data:
tujuan dan maksud dari tahap ini, agar analisis
memiliki dasar raionalitas yang dapat diterima
akal sehat.
Tahap analisis: pada tahap ini data yang telah
terkumpul diupayakan untuk dicari atau
ditemukan hubungan di antaranya.
12.
13. ALAT-ALAT ANALISIS SOSIAL
-
-
-
Dapat menggunakan metode penelitian yang
partisipatif, dengan prinsip :
Partisipatif/pelibatan berbagai pihak untuk
mencari kebenaran
Menggunakan konsep perubahan struktur dan
relasi-relasi kekuatan yang dianggap problematis
oleh masyarakat.
Penelisikan sejarah. Argumentasi sejarah sangat
penting untuk memberikan gambaran keyakinan
serta ideologi yang berkontribusi terjadinya konflik
14. -
-
-
Persoalan sosial jangan dianggap sesuatu yang
given. Persoalan sosial merupakan hasil dari
proses tertentu yang dibentuk oleh kekuatan
tertentu dan dalam kepentingan tertentu
Metode kerangka berfikir yang dipakai dalam
ansos harus sensitif dengan instrumen
kekuasaan---wujudnya bisa macam-macam
misalnya justifikasi ilmiah, dll, sebagai alat
rekayasa.
Harus dilakukan secara terus menerus
15. Catatan
1.
2.
3.
4.
Hal-hal yang perlu ditelaah dalam melaksanakan
analisis soial:
Kaitan Historisitas (Sejarah Masyarakat)
Kaitan Struktur
Nilai
Reaksi yang berkembang, prediksi
kemungkinan, dan arah masa depan
16. Contoh Kasus
Bagaimana membedakan antara problem individual dan
problem sosial. Ini menjadi penting karena kita seringkali
mencoba mengobati problem sosial dengan cara-cara
individual. Secara mudah, Jalaluddin Rakhmat dalam
bukunya berjudul Rekayasa Sosial membedakan keduanya
dengan melihat kuantitas korban problem tersebut. Jika
orang miskin berjumlah sedikit dan tak merata, itu artinya
kemiskinan tersebut problem individual, yakni karena
kemalasan, ketidakmampuan, atau keyakinan tertentu.
Lebih dalam, Jalaluddin memetakan perbedaan problem
sosial dan problem individual dalam suatu kriteria.
17. Kita harus melihat, jika sebab suatu problem hanya ada di
lingkungan tertentu, maka itu problem individual. Menurutnya,
apa yang disebut Oscar Lewis sebagai culture of poverty
(budaya kemiskinan) seperti malas, merasa tak berharga, dan
minder adalah problem individual. Tapi, jika kemiskinan
disebabkan faktor sosial, seperti struktur dan sistem ekonomi,
maka itu berarti problem sosial. Ketidakmampuan
mengidentifikasi mana problem individual dan mana problem
sosial bisa berujung kepada praktik blaming the victim, atau
menyalahkan korban dari problem tersebut.
Jalaluddin memberi contoh begini. Banyak orang, dan
bahkan para cendekiawan, menganggap keterbelakangan
umat Islam di negara-negara bermayoritas penduduk muslim
disebabkan oleh kebodohan dan ketidakmauan umat
menghayati ajaran Islam. Bagi Jalaluddin, mereka sudah
jatuh ke dalam blaming the victim.
18. “Jadi, menurut saya, kemiskinan di kalangan umat Islam itu
bukan karena orang-orang Islam tidak menghayati agama,
atau karena mereka bodoh, tapi karena sistem sosial yang
menindas dan karena kekayaan negara dikuasai oleh
segelintir orang. Saya tidak melihat kemiskinan yang terjadi
di negara-negara Islam sebagai masalah personal, tapi
sebagai masalah sosial.” (Hal. 63)
Bagi penulis, argumen bahwa orang miskin bodoh karena
kurang makanan bergizi juga hanya menggunjingkan
persoalan personal. Kebodohan orang miskin justru karena
sistem lebih berpihak kepada mereka yang berpunya. Sistem
tak memberi orang miskin akses kepada sumber makanan
bergizi, institusi pendidikan berkualitas, dan sumber literasi
serta fasilitas belajar.
19. Blaming the victim tadi, menurut Jalaluddin, bisa berdampak
terhadap korban problem sosial, yang berupa
perasaan—yang disebut dalam psikologi—benci kepada
diri sendiri (self-hate). Begitu membenci dirinya, orang miskin
itu akan menderita perasaan tak mampu, resah, stres, suka
bertengkar dengan orang lain, dan akhirnya bunuh diri.
Kalau masalah kemiskinan itu dipersepsikan sebagai
masalah sosial, tidak akan ada orang miskin yang
membenci dirinya sendiri atau menderita sense of
inadequacy (perasaan tidak mampu). Dia akan bangkit dan
mengarahkan serangannya kepada institusi-institusi sosial,
bukan kepada dirinya sendiri.
20. Sejak sekarang, kalau saya berjumpa dengan orang-
orang yang tidak bisa makan karena harga beras naik,
saya tidak akan mengatakan, “Anda tidak bisa makan
karena Anda berdosa dan sering meninggalkan shalat!”
Sebab, pernyataan itu terlalu merujuk pada masalah-
masalah personal. Kepada orang-orang yang kelaparan
itu, akan saya katakan, “Kalian tidak bisa makan karena
institusi-institusi sosial secara sengaja menindas kalian,
karena saluran distribusi beras dimanipulasi justru oleh
penyalur utama beras itu!” Jadi, mereka tidak akan
menyalahkan orangtua atau lingkungan terdekat, tetapi,
pergi ke lembaga pemerintah yang menyalurkan
sembako dan minta pertanggungjawaban publik dari
pejabatnya. Dengan kesadaran semacam itu, barulah
masalah sosial itu akan dipecahkan melalui collective
action (tindakan bersama) (hal. 68).
21. Ada beberapa problem sosial yang seringkali disebut
para ilmuwan sosial. Pertama, kemiskinan. Kedua,
kejahatan. Problem yang satu ini berjenjang dari blue
collar crime hingga white collar crime. Jika yang pertama
adalah kejahatan yang dilakukan kelas sosial rendah,
maka yang kedua merupakan kejahatan kelas sosial. Di
sini, Jalaluddin melihat ada lapis lain problem sosial,
yakni bagaimana sistem membedakan penanganan
terhadap blue collar crime dan white collar crime.
Seringkali kita menemukan rakyat jelata yang dihukum
penjara dan bahkan disiksa polisi sampai mati hanya
karena mencuri buah atau beberapa kayu di hutan
sedangkan yang menjarah kekayaan alam Indonesia
hingga bernilai miliaran dolar dibiarkan. Problem sosial
ketiga adalah konflik sosial. Problem ini bisa berbentuk
etnis, rasial, sektarian, atau ideologis. Dalam kerangka
pikir Marxian, menurut Jalaluddin, perubahan sosial
radikal hanya akan terjadi melalui konflik.