Dokumen tersebut memberikan gambaran umum tentang negara Filipina, termasuk geografi, demografi, iklim, dan sistem pemerintahannya. Dokumen ini juga membahas sejarah masuknya agama Islam ke Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao, serta berdirinya kesultanan-kesultanan di wilayah tersebut yang membentuk identitas sosial dan budaya masyarakat Muslim Moro.
1. 34
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Negara Filipina
1. Keadaan Geografis
Filipina merupakan Negara kepulauan yang teridiri dari 7.107
pulau. Negara Filipina membentang sepanjang 1.851 km dari utara ke
selatan dan 1.107 km dari timur ke barat. Secara keseluruhan, wilayah
Filipina berada di Utara equator, yaitu di antara 50 LU sampai 200 LU.
Pulau paling Utara adalah kepulauan Batanes, berjarak sekitar 161 km dari
ujung selatan Taiwan, dan pulau paling Selatan adalah kepulauan Tawi-
Tawi yang berjarak sekitar 25 km dari Kalimantan. Wilayah Filipina di
sebelah Barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan, di sebelah Utara
berbatasan dengan Terusan Bashi, sebelah Timur berbatasan dengan Laut
Pasifik, serta di sebelah Selatan berbatasan dengan Sulawesi dan laut Sulu.
Filipina memiliki luas wilayah sekitar 300.000 km persegi. Panjang
pantai Filipina sekitar 36.289 km. Ada 11 (sebelas) pulau besar di Filipina
yang merupakan 96 % dari total wilayah Filipina. Pulau terbesar adalah
Luzon dengan luas wilayah 75.710 km persegi. Berikutnya adalah pulau
Mindanao (59.418 km persegi), Palawan (9.170 km persegi), Samar (8.547
km persegi), Panay (7.703 km persegi), Leyte (4.966 km persegi), Cebu
(3.033 km persegi), Bohol (2.534 km persegi), dan Masbate (2.529 km
persegi).
2. 35
Secara topografi, Filipina dibagi menjadi tiga daerah yaitu Luzon,
Visayas, dan Mindanao. Kondisi alam Filipina bergunung-gunung, yang
membentuk rangkaian pegunungan di beberapa pulau besar, dengan gunung
tertinggi adalah gunung Apo dengan ketinggian 2.909 m di Mindanao.
Gunung api di Filipina tercatat ada 50 buah, dan 12 buah di antaranya
masih aktif. Gunung yang paling terkenal di Filipina adalah gunung Mayon,
yaitu sebuah gunung yang terkenal di dunia karena bentuk kerucutnya yang
sempurna. Sementara gunung api Taal merupakan yang terunik di dunia,
dianggap terunik karena sebagai gunung terendah di dunia, karena
puncaknya lebih rendah dari garis tinggi air danau Taal. Filipina juga
memiliki sungai. Sungai terbesar di Filipina adalah sungai Mindanao,
sedangkan sungai terpanjang di Filipina adalah sungai Cagayan yang
terletak di pulau Luzon bagian Utara dengan panjang 270 km. Selain itu
ada juga sungai yang membelah kota Manila yaitu sungai Pasig.
Secara administratif Filipina saat ini dibagi menurut sebuah hirarki
satuan pemerintah lokal (SPL) dengan provinsi sebagai satuan utama.
Filipina dibagi 3 grup pulau yaitu Luzon, Visayas dan Mindanao.
Kemudian dibagi menjadi 17 Region, 80 Provinsi, 1.524
kotamadya/kabupaten, dan 41.940 barangay (Wikipedia, Filipina, tanggal
30 Januari 2013).
Sebanyak 38 Provinsi terletak di Luzon, 17 Provinsi di Visayas, dan
225 Provinsi berada di Mindanao. Seluruh provinsi dikelompokkan menjadi
17 Region untuk kemudahan administratif. Kebanyakan kantor pemerintah
memiliki kantor regional untuk melayani provinsi-provinsi di dalamnya.
3. 36
Wilayah ini tidak memiliki pemerintahan lokal yang terpisah,
kecuali Mindanao Muslim dan Wilayah Administratif Cordillera, yang
memiliki otonomi sendiri.
DAFTAR PEMBAGIAN 17 REGION DI FILIPINA
Daerah Region Pusat
Wilayah Ilocos Wilayah I San Fernando, La Union
Lembah Cagayan Wilayah II Tuguegarao, Cagayan
Luzon Tengah Wilayah III San Fernando, Pampanga
CALABARZON Wilayah IV-A Calamba, Laguna
MIMAROPA Wilayah IV-B Calapan, Oriental Mindoro
Wilayah Bicol Wilayah V Legazpi, Albay
Visayas Barat Wilayah VI Iloilo City
Visayas Tengah Wilayah VII Cebu City
Visayas Timur Wilayah VIII Tacloban
Zamboanga Peninsula Wilayah IX
Pagadian, Zamboanga del
Sur
4. 37
Mindanao Utara Wilayah X Cagayan de Oro
Wilayah Davao Wilayah XI Davao City
SOCCSKSARGEN Wilayah XII
Koronadal, Cotabato
Selatan
Caraga Wilayah XIII Butuan
Wilayah Otonomi di
Mindanao Muslim
ARMM Cotabato City
Wilayah Administratif
Cordillera
CAR Baguio
National Capital Region NCR Manila
2. Keadaan Demografi
Jauh sebelum orang Eropa datang ke Filipina, berabad-abad
lamanya bagian Selatan Filipina daerah Mindanao dan Sulu, diperintah oleh
raja-raja kecil yang beragama Islam, sementara penduduk di kepulauan
bagian Utara masih terpecah belah dalam kelompok yang lebih tradisional
terpisah antara satu dengan lainnya. (Syahbuddin Mangandaralam, 1988
: 15). Filipina dihuni oleh lebih dari 75 kelompok etnis. Sebagian besar
penduduk Filipina merupakan keturunan Melayu, dimana saat ini
Kelompok Melayu Kristen menjadi mayoritas di Filipina, kemudian
5. 38
Melayu Muslim yang tinggal di Filipina Bagian Selatan dan selebihnya
adalah etnis Tionghoa.
Penduduk asli Filipina merupakan orang-orang yang telah
mendiami wilayah Filipina sejak awal. Sampai kini, setidaknya ada dua
suku bangsa yang dianggap sebagai penduduk asli Filipina, yaitu :
1. Negrito :
Suku bangsa negrito ini mendiami wilayah di pegunungan
dan hutan belantara. Kehidupan mereka masih primitif dengan
jumlah populasi diperkirakan sekitar 100.00 jiwa. Sekarang
penduduk asli Filipina ini merupakan kelompok suku terasing.
Mereka mengembangkan pertanian dataran rendah, namun
kemudian terdesak ke daerah pegunungan.
2. Melayu :
Suku bangsa melayu merupakan kelompok penduduk
kedua yang datang ke Filipina. Mereka datang dan kemudian
melakukan kawin campur dengan orang negrito. Selanjutnya
mereka terbagi ke dalam berbagai kelompok yang berbeda dan
memencar ke berbagai penjuru Filipina.
Mayoritas penduduk Filipina menganut agama Kristen Katolik (83
%), kemudian Kristen Protestan (9 %), Islam (5 %), Budha dan lain-lain
sebanyak 3 %. Penduduk Muslim Filipina terkonsentrasi di wilayah Filipina
Selatan, terutama di Mindanao, Palawan, Sulu dan Tawi-tawi.
Saat ini orang Islam merupakan komunitas agama kedua terbesar di
Filipina, sebuah negara dominasi Katolik. Orang Islam di Filipina dapat
6. 39
diklasifikasikan menurut 12 kelompok etno-linguistik. Kelompok-
kelompok etno-linguistik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manguindanao
2. Maranao
3. Iranium
4. Tausug
5. Samal
6. Yakan
7. Jama Mapun
8. Palawan
9. Molbog
10. Kalangan
11. Kolibugan
12. Sangil
Ada tiga kelompok etno-linguistik yang paling besar dan secara
politik paling dominan, yaitu Manguindanao, Maranao, dan Tausug. Etnis
Manguindanao sebagian besar mendiami wilayah propinsi Cotabato
(Manguindanao, Sultan Kudarat, Cotabato Utara dan Selatan). Etnis
Marano mendiami propinsi Lanao del Sur dan Lanao del Norte, sedangkan
etnis Tausug mendiami kepulauan Sulu.
3. Keadaan Iklim
Filipina seperti juga halnya dengan Indonesia memiliki banyak
berbagai jenis tumbuhan dan binatang liar. Pohon banyan dan palma
7. 40
banyak tumbuh di hutan-hutan Filipina dengan baik, selain itu juga
di Filipina banyak memiliki pohon bambu. Sementara itu, pohon
kelapa merupakan kekayaan pantai-pantai Filipina, terutama di
wilayah Selatan. Karena itu salah satu komoditi ekspor yang cukup
penting bagi Filipina Selatan adalah kopra.
Binatang liar yang sering ditemui di negara Filipina seperti ular dan
kera, serta berbagai jenis binatang menyusui lainnya yang lebih kecil.
Filipina juga banyak memiliki berbagai jenis burung, sementara hewan
piaraan yang utama di negara itu adalah kerbau. Tidak jauh berbeda dengan
Indonesia fungsi kerbau di Filipina juga memanfaatkan tenaganya untuk
membajak sawah.
Selain kaya akan Fauna Filipina juga memiliki beragam kekayaan
tanaman dan tumbuhan, alam Filipina banyak memiliki hutan lindung yang
masih asli di daerah Luzon Utara dan Mindanao, daerah perbukitan,
gunung-gunung, jurang-jurang curam, dan lembah-lembah yang subur.
Danau-danau terbesar di Filipina terdapat di Pulau Luzon, Danau Laguna
de Bay, dan Sultan Alonton di Pulau Mindanao.
Karena keadaan alamnya yang termasuk subur dengan curah hujan
yang cukup sepanjang tahun, penduduk Filipina sebagian besar
memperoleh penghasilannya dari bertani dan berkebun. Sawah-sawah
dijumpai hampir di semua kepulauan negeri Filipinia.
Secara umum iklim di Filipina tak jauh berbeda dengan iklim di
Indonesia, Iklim di Filipina dibagi menjadi dua, yaitu musim kemarau dan
musim hujan. Musim kemarau terjadi di bulan Desember hingga Mei dan
8. 41
musim hujan berlangsung dari Juni hingga Nopember. Curah hujan rata-
rata berkisar dari 40-120 inchi. Sementara angin topan bertiup dari Juli
hingga September. Angin topan, secara local disebut bagyos, yang hampir
setiap tahun angin topan ini terjadi di Filipina. Hanya diwilayah Mindanao
bagian Selatan dan kepulauan Jolo yang relatif terbebas dari angin topan
ini.
4. Sistem Pemerintahan
Negara Filipina merdeka tanggal 4 Juli 1946. Filipina
memproklamasikan sebagai negara republik.
B. Gambaran Umum Terjadinya dan Konflik Moro di Filipina Selatan
1. Sejarah Masuknya Islam ke Filipina
Kondisi Filipina sebelum masuknya agama Islam tidak banyak
diketahui. Meskipun demikan, Filipina diperkirakan telah dihuni oleh
manusia sejak dulu dengan ditemukannya sisa-sisa peninggalan manusia
yang berusia sekitar 30.000 tahun di Palawan.
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Filipina Selatan, khususnya
kepulauan Sulu dan Mindanao tidak terlepas dari letak geografis Filipina
yang strategis di sepanjang rute perdagangan dunia menarik Filipina secara
perlahan masuk ke dalam rute perdangangan maritim internasional yang
membentang dari Laut Merah hingga Laut Cina Selatan. Sejak abad IX
hingga abad XVI Masehi, rute perdagangan ini dikuasai oleh para
pedagang muslim. Sejak abad X para pedagang muslim tersebut singgah di
9. 42
Kalimantan (Borneo) dan memasuki abad XIII mereka mulai singgah di
Sulu. Sejak saat itu para pedagang muslim sering singgah di kepulauan
Filipina Selatan dan menyebarkan agama Islam sebelum melanjutkan ke
perjalanan ke Utara menuju Cina. (Caesar Adib Majul, 1988 : 8).
Islam masuk ke wilayah Filipina, khususnya kepulauan Sulu dan
Mindanao pada tahun 1210 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama
Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang yang
menyebarkan ajaran agama Islam di Filipina.
Menurut catatan sejarah, seperti yang tertulis dalam tarsila
Kesultanan Sulu, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari
Minangkabau. (Taufik Abdullah, dkk., 2003 : 315). Raja Baguinda tiba
di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan ajaran
agama Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja
kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari
Manguindanao memeluk agama Islam.
Manguindanao kemudian menjadi seorang sultan yang berkuasa di
provinsi Davao di bagian Tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam
disebarkan ke pulau Lanao dan bagian Utara Zamboanga serta daerah
lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada di
bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau
Sultan.
Bahkan menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina
sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman). Pendapat
ini bisa jadi benar, menginggat kalimat tersebut banyak digunakan oleh
10. 43
masyarakat Islam sub-kontine (anak benua India).
(http://www.almihrab.com, Bangsa Moro Dalam Lintasan Sejarah, 30
Januari 2013)
Berkembangnya agama Islam di Filipina Selatan memiliki dampak
yang nyata dalam kehidupan masyarakat Moro. Seperti berdirinya
kesultanan di Sulu serta kota Cotabato sebagai pusat institusi politik
dengan Sultan sebagai pemimpinnya, selain itu berdirinya kesultanan telah
menciptakan proses sosial budaya baru yang memiliki dampak yang
signifikan dalam struktur dan sifat dasar masyarakat.
Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.
Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum
yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas
Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.
(Helmiati, 2008 : 217).
Dari beberapa bukti di atas hal ini telah menjelaskan bahwa
sebelum masa penjajahan Filipina, masyarakat Muslim Moro telah secara
sosial, politik dan ekonomi masuk ke dalam kesultanan ini, Kesultanan
Manguindanao dan Sulu.
Kesultanan inilah yang telah memainkan peran utama dalam
membangun jati diri identitas masyarakat Muslim Moro sebagai sebuah
bangsa yang terpisah dari rakyat Luzon dan Visayas, yang telah menganut
agama Katolik Roma di bawah pemerintahan penjajahan Spanyol.
Kesultanan ini mengalami perkembangan sebagai negera-negara
yang berdiri di kawasan itu yang mana kekuasaan dan wilayah
11. 44
pengaruhnya mengalami turun naik menurut kemampuan kepemimpinan
para sultannya. Pendapatan kesultanan sebagian besar diperoleh dari hasil
perdagangan antar negara yang terjalin baik dengan beberapa negara
seperti Cina dan Arab di Timur Tengah. Sultan memanfaatkan letak
geografis Mindanao yang strategis sebagai pintu masuk bagi kebudayaan-
kebudayaan yang datang dari luar, baik itu dari Selatan maupun dari arah
Timur benua Asia.
Dari hubungan perdagangan ini selain menyebabkan datangnya
para pedagang juga datang para da’i Islam ke Mindanao, Sulu dan
Tawitawi. Tentu saja ini dapat mempermudah jalan para da’i untuk
menyebarkan agama Islam di banyak wilayah di Mindanao.
2. Periode Penjajahan Bangsa Spanyol di Filipina
Bangsa Spanyol menginjakkan kaki pertama kalinya di Filipina
pada tanggal 16 Maret tahun 1521 di Pulau Samar melalui ekspedisi yang
dipimpin oleh Ferdinand Magellan. Kedatangan Magellan disambut oleh
dua raja, yaitu Kolambu dan Siagu. Ia kemudian memberi nama pulau itu
dengan nama San Lazaro dan mengklaimnya untuk Spanyol. Ferdinand
Magellan kemudian ke Cebu untuk menemui Raja Humabon. Raja
Humabon dan 800 orang Cebuano lainnya berhasil dibabtis menjadi
pemeluk agama Katolik Roma.
Dalam hal ini Magellan setuju untuk membantu Raja Humabon
dalam memadamkan pemberontakan Lapu-lapu di sekitar pulau Mactan.
12. 45
Namun Ferdinand Magellan justru terbunuh dalam pertempuran antara
pasukan Spanyol dengan pasukan Lapu-lapu pada tangal 27 April 1521.
Kemudian empat ekspedisi bangsa Spanyol ke Filipina selanjutnya
terjadi antara tahun 1525-1542. Pemimpin ekspedisi keempat ini, di
pimpin oleh Ruy Lopez de Villalobos, dan menyebutnya daerah yang
pernah ditemukan Ferdinand Magellan ini dengan nama Philippines yang
diambil dari nama raja Spanyol saat itu, yaitu Raja Philip II.
Filipina secara resmi menjadi koloni bangsa Spanyol pada tahun
1563, ketika Raja Philip II menunjuk Miguel Lopez de Legazpi sebagai
gubernur jenderal yang pertama. Ia selanjutnya memilih Manila sebagai
ibu kota wilayah jajahan itu pada tahun 1571, karena letak pelabuhan
alamnya yang bagus dan kekayaan daerah sekitarnya yang sangat
potensial. Selama sekitar 200 tahun awal masa penjajahan Spanyol di
Filipina, koloni itu terisolasi dari dunia luar. Baru setelah berakhirnya
perang tujuh tahun dengan Inggris pada tahun 1762, yang ditandai dengan
Perjanjian Paris (1763) dimana Manila dikembalikan pada Spanyol,
Filipina mulai terbuka dengan dunia luar.
Periode penjajahan Spanyol di Filipina ini merupakan era
kristenasisasi bangsa Filipina. Hampir semua kepulauan di Filipina
berhasil di Kristenkan, orang-orang Spanyol berhasil memperluas
pengaruhnya hampir keseluruh wilayah perkampungan Filipina kecuali
Kepulauan Mindanao. Spanyol menggunakan berbagai cara dengan
kekerasan, maupun persuasif atau menundukkan secara halus dengan
hadiah-hadiah.
13. 46
Meski Spanyol sempat menanamkan pengaruhnya di Mindanao
utara, timur dan barat daya, namun orang-orang Spanyol gagal dalam
menjajah kawasan yang dikuasai masyarakat Muslim Moro itu. Spanyol
menghadapi perlawanan yang gigih dari kesultanan-kesultanan di Filipina
Selatan, yaitu; Kesultanan Sulu dan Kesultanan Manguindanao serta
politik yang dibangun oleh kesultanan-kesultanan tersebut mampu
membangun semangat perlawanan dan memperkuat kesadaran bersatu
melawan penjajah Spanyol. Kekuatan besar dibalik motivasi peperangan
panjang antara Muslim Moro dengan Spanyol adalah perbedaan agama.
Serangan terhadap orang-orang Moro dianggap sebagai penyerangan
terhadap agama Islam, masyarakat, dan kesultanan yang merupakan satu
kesatuan politik dan agama.
Perlawanan masyarakat Moro terhadap penguasa Spanyol oleh
bangsa Barat dinamakan Perang Moro. Sepanjang sejarah hubungan antara
orang-orang Spanyol dengan orang Islam, yang berlangsung lebih 3 abad
lamanya, dari tahun 1571 sampai 1898, tidak pernah menyenangkan. Sejak
kedatangan Spanyol, sejarah Islam di Filipina senantiasa bersimbah darah.
Pertama kali kedatangan orang Spanyol di Filipina pada abad ke
16, Spanyol berhasil menguasai daerah bagian Utara dan Tengah Filipina.
Filipina bagian Tengah tersebut merupakan kawasan perbatasan budaya
dengan daerah Selatan yang merupakan daerah Islam. Di bagian Selatan
merupakan tempat penyebaran agama Islam, kegiatan ekonomi, serta
tempat berdirinya kesultanan-kesultanan Islam. (A. Rahman Zainuddin,
2000 : 33).
14. 47
Pada mulanya, orang Spanyol ingin menguasai semua kawasan di
Selatan sampai ke pulau Kalimantan serta kepulauan Maluku di Indonesia
bagian Timur. Karena itulah, Spanyol berusaha memasukkan daerah
Mindanao-Sulu kedalam kekuasaannya. Rentetan panjang perang antara
Muslim Moro dengan Spanyol terus berlanjut hingga surutnya kekuasaan
Spanyol di Filipina, bahkan hingga sekarang menjadi akar ketegangan dan
konflik yang terjadi antara orang-orang Kristen dan Islam di Filipina. Di
mata Spanyol, orang-orang Moro (sebutan orang Spanyol yang tinggal di
wilayah Filipina Selatan) tidak memiliki apa-apa. Muslim Moro adalah
para budak, tidak bertuhan serta juramentados (tukang bunuh). Bisa saja
ungkapan Spanyol tersebut adalah propaganda mereka atas kegagalan
mereka menundukkan Muslim Moro, sebab dalam kenyataannya, selama
Spanyol menjajah Filipina, mereka memang tidak pernah bisa berhasil
menguasai Muslim Moro hingga mereka dijajah Amerika Serikat.
Disisi lain, tidak semua orang Filipino (sebutan orang katolik
Filipina) bisa menerima penjajahan Spanyol. Orang-orang Filipina yang
non-muslim pun (Filipino) ada yang merasa tertekan selama penjajahan
Spanyol, hingga tidak heran apabila selama periode tersebut pernah terjadi
beberapa pemberontakan. Sebut saja pemberontakan yang terkenal
terhadap penjajahan Spanyol terjadi pada tahun 1896 dipimpin oleh Jose
Rizal dan Emilio Aguinaldo yang terus berlanjut hingga Amerika Serikat
mengalahkan armada Spanyol di teluk Manila pada 1 Mei 1898, saat
terjadi perang Spanyol-Amerika Serikat, Emilio Aguinaldo
mendeklarasakan kemerdekaan dari Spanyol pada tanggal 12 Juni 1898.
15. 48
3. Periode Imperialisme Amerika Serikat di Filipina
Penjajahan Amerika Serikat atas Filipina dimulai sejak armada
Laksamana Dewey berhasil mengalahkan Spanyol dalam perang Spanyol –
Amerika di teluk Manila. Akibat kekalahannya Spanyol terpaksa
menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat dengan ditandai Perjanjian
Paris pada tanggal 10 Desember 1898, yang sekaligus mengakhiri perang
Spanyol – Amerika Serikat. Dalam perjanjian tersebut ternyata Spanyol
memasukkan pula wilayah Moro dengan mengklaim sebagai daerah
koloninya, padahal Spanyol sama sekali tidak pernah bisa menguasai
wilayah itu. Tindakan Spanyol itu merupakan tindakan yang tidak sah.
Spanyol tidak berhak untuk menyerahkan wilayah Moro kepada Amerika
Serikat, sebab Spanyol tidak pernah berdaulat di daerah Moro.
Pada masa awal kekuasaan Amerika Serikat di Filipina, selain
mendapat perlawanan dari Muslim Moro juga mendapat perlawanan dari
orang-orang Filipina sendiri, seperti perlawanan dari pejuang revolusioner
Jose Rizal dan Emilio Aquinaldo. Tokoh revolusioner itu berhasil
ditangkap pada tahun 1901, setelah tertangkap Emilio Aquinaldo
mengucapkan sumpah setia kepada rezim baru Amerika Serikat, sehingga
diampuni oleh pemerintah Amerika Serikat.
Kehadiran Amerika Serikat di Filipina ternyata tidak sesuai dari
harapan yang diimpikan oleh Amerika Serikat, ternyata daerah jajahan itu
tidak dianggap sebagai asset yang berarti dibidang ekonomi. (John
Bresnan, 1988 : 7 - 8). Keuntungan yang berhasil diperoleh dari investasi
16. 49
dijajahan Filipina itu sangat sedikit. Biaya pemerintahan tidak dapat
sepenuhnya ditutupi oleh pemasukkan pajak setempat, sementara biaya
tersebut diperbesar oleh tambahan untuk biaya pertahanan militer.
Singkatnya, Filipina secara ekonomis dapat dipandang sebagai merugikan
bagi Amerika Serikat.
Saat W. Wilson menjadi presiden Amerika Serikat pada tahun
1913, terjadi perubahan yang besar dalam kebijakan resmi Amerika
Serikat terhadap Filipina. Pemerintahan W. Wilson memutuskan untuk
memulai proses secara bertahap bagi kemerdekaan Filipina. Tahun 1916,
Amerika Serikat mengizinkan pembentukan sebuah Majelis
Permusyawaratan Filipino untuk menjalankan pemerintahan internal.
Tahun 1934, melalui Tydings McDuffie Act, Amerika Serikat
mengizinkan Filipina merdeka pada tahun 1944. Sebuah pemilihan umum
dilaksanakan pada tahun 1935 untuk memilih presiden Commonwealth of
the Philippines. Pemilihan itu dimenangkan oleh Manuel L. Quezon dan
kemudian sebuah pemerintahan Filipino dibentuk dengan dasar konstitusi
Amerika Serikat.
Masa Filipina menjadi persemakmuran (1935-1946) inilah, orang-
orang Moro banyak kehilangan berbagai ketentuan khusus untuk
melindungi hukum dan tradisi Islam, serta berbagai hak kesultanan dan
program-program sosial ekonomi. Hal ini disebabkan adanya migrasi
orang-orang Kristen dalam jumlah yang besar dari Utara ke Selatan yang
didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Tampaknya pemerintah Amerika
dan orang-orang Filipina bersekongkol melakukan usaha-usaha yang
17. 50
sistematis untuk memperluas dominasi mereka di wilayah Muslim Moro.
Pemerintahan Persemakmuran membangun sarana dan prasarana serta
mempermudah proses kepemilikan tanah orang-orang Kristen di wilayah
Moro. Hal ini merupakan satu bentuk perampasan tanah milik muslim
Moro, yang kemudian hari menjadi pemicu pertentangan etnis di Filipina.
Berbeda dengan Spanyol, pemerintahan Amerika Serikat tidak
menunjukkan langsung ”muka” penjajahnya tetapi lebih mengaburkannya
dengan misi yang lebih menekankan pendidikan dan pembangunan.
Pemerintahan Amerika Serikat berhasil ”dalam” menjajah Bangsa Moro
Hal ini terbukti para pemuka-pemuka Moro mengirimkan putra-putri
mereka ke sekolah-sekolah yang telah didirikan oleh orang Amerika.
Penjajahan Amerika Serikat atas Filipina terhenti ketika bulan
Desember 1941 Jepang melakukan invasi ke Filipina, Jepang dengan
mudah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Filipina, terlebih
setelah kekuatan udara Amerika Serikat dihancurkan di pangkalan Clark
tanpa sempat tinggal landas, penyerangan pangkalan itu terjadi hanya
beberapa jam setelah penyerangan mendadak terhadap Pearl Harbor.
Pasukan-pasukan Amerika Serikat – Filipina di bawah pimpinan Mac
Arthur terpukul mundur dengan cepat sampai di Bataan dan Corregidor,
dan akhirnya pusat pemerintahan persemakmuran Filipina di pindahkan ke
Corregidor. (Jhon Bresnan, 1988 : 14). Mac Arthur bersama pasukan
yang tersisa hanya mampu bertahan di Corregidor dari serangan Jepang.
Setelah mendapat tambahan pasukan yang cukup pada bulan
Oktober 1944 Mac Arthur berusaha merebut kembali Filipina dari tangan
18. 51
Jepang. Pertempuran hebat pun berlangsung cukup lama, setelah invasi ke
Leyte, Jepang mulai mengalami kekalahan hingga akhirnya Jepang
menyerah pada tanggal 2 September 1945.
Setelah kekalahan Jepang, Amerika dan Filipina melanjutkan
rencana semula bagi kemerdekaan Filipina. Akhirnya, pada tanggal 4 Juli
1946 Filipina menjadi negara merdeka dengan nama Republic of the
Philippines, sesuai dengan Tydings-McDuffie Act. Saat Filipina
memperoleh kemerdekaan dari Amerika Serikat tersebut, masyarakat
muslim Moro di Mindanao dan sekitarnya tidak puas dengan kebijakan
memasukkan wilayah Moro ke dalam negara Filipina baru tersebut. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bila sampai saat ini gerakan separatisme di
Selatan selalu berkorbar dan tidak tahu kapan akan berakhir, sebab di
Bangsamoro merasa bukan sebagai bagian dari Negara Filipina.
4. Perkembangan Konflik Pasca Kemerdekaan Filipina
Bangsa Moro memiliki sejarah penjajahan paling lama, sejak
dimulai penjajahan Spanyol sampai Amerika Serikat, sekarang Bangsa
Moro memasuki penjajahan babak baru oleh pemerintah Filipina. Setelah
memperoleh kemerdekaan dari Amerika Serikat tahun 1946 pemerintah
Filipina tetap meneruskan kebijakan penjajahnya terdahulu, pemerintah
Filipina terus melakukan migrasi ke wilayah Filipina Selatan serta
merampas tanah-tanah Bangsa Moro.
Filipina memperoleh kemerdekaan dari Amerika Serikat pada
tahun 1946, antara tahun 1946-1972, Filipina terus menggunakan sistem
19. 52
dua partai seperti Amerika Serikat. Sebagai presiden pertama pasca
kemerdekaan Filipina adalah Manuel Roxas, Manuel Roxas terpilih
sebagai presiden dari partai Liberal mengalahkan lawan politiknya
Osmena. Masa diawal-awal kemerdekaan Filipina, peranan Amerika
Serikat sangat dominan dalam merekontruksi kembali Filipina.
Pada tahun 1949 diadakan pemilihan presiden untuk kedua kalinya,
dan yang terpilih menjadi presiden kedua Filipina adalah Elpidio Quirino
yang berhasil mengalahkan Laurel, pada pemilihan umum selanjutnya
kursi kekuasaan Elpidio Quirino berhasil ditumbangkan oleh Ramon
Magsaysay (1953-1957), prestasi terbesar periode presiden Ramon
Magsaysay ialah Ia sukses memadamkan pemberontakan Huklahap.
Pemberontakan Huklahap adalah gerakan kaum petani
radikal (komunis) di kawasan tengah pulau Luzon pada awal
tahun 1950. Kemunculan pemberontakan Huklahap ini
dilatarbelakangi terjadinya kesenjangan sosial antara
pengarap lahan (petani) dengan pemilik lahan.
Masa pemerintahan presiden Magsaysay banyak melakukkan
pembangunan penting, seperti pembuatan irigasi, pembangunan gedung-
gedung dan jembatan. Magsaysay juga membuat kebijakan dalam
mengatasi pemberontakan Huklahap, dengan menciptakan program
pemukiman di Mindanao bagi kaum petani yang tidak memiliki tanah.
(John Bresnan, 1988 : 65).
Kepulauan Mindanao dijadikan sebagai tempat pembuangan
penjahat-penjahat dan tahanan-tahanan politiknya. Serta koloni-koloni
pertanian didirikan di tengah-tengah daerah pertanian Islam di Mindanao.
Masa pemerintahannya juga sering terjadi konflik diwilayah Filipina
20. 53
Selatan. Seperti yang terjadi di Sulu tahun 1950-an di bawah pimpinan
Datu Haji Kamlan, yang kemudian menyebar kemelutnya hampir
diseluruh wilayah Mindanao.
Konflik Bangsa Moro dengan pemerintah Filipina pasca
kemerdekaan mengalami puncaknya pada masa kepemimpinan Presiden
Ferdinand Marcos. Sejak awal masa kepresidenan Marcos sudah terlibat
peperangan dengan Bangsa Moro, yang dipicu oleh keterpinggiran Bangsa
Moro dari daerah yang ditempatinya beserta kekayaan sumber daya alam
yang dimilikinya. Terlebih konflik yang lebih besar terjadi antara
pemerintahan Ferdinand Marcos dengan MNLF (The Moro Nation
Liberation) yang menjadi organisasi perlawanan Bangsamoro saat itu.
Organisasi MNLF yang didirikan pertengahan tahun 1969 ini
hingga tahun 1977 merupakan organisasi satu-satunya yang
mengakomodasi perlawanan Bangsamoro kepada pemerintah Filipina
untuk menuntut kemerdekaan.
Sebelum berdiri organisasi MNLF telah terjadi pembunuhan besar-
besaran di Jabidah yang dinamakan Insiden Corregidor, dari peristiwa
tersebut mengakibatkan ketegangan-ketegangan orang-orang Islam dengan
pemerintah Filipina. Pada saat itu, Filipina di bawah kekuasaan presiden
Marcos, setelah mendengar adanya pembunuhan di Jabidah, maka lawan-
lawan politik presiden Mascos melancarkan tuntutan melawan pemerintah
dan tentara. Media juga banyak memuat berita tentang keadilan bagi
orang-orang Islam.
Sebelum terjadi pembunuhan tersebut tahun 1967, Angkatan
21. 54
Bersenjata Filipina menciptakan misi suatu proyek rahasia yang
dinamakan ”Operasi Merdeka”. Kemudian mereka merekrut dan melatih
pemuda-pemuda Islam di Sulu, untuk melakukan sabotase (perusakan
secara sembunyi-sembunyi), perang rimba dan taktik-taktik gerilya.
Tujuannya dari pembunuhan tersebut tidak pernah di ungkapkan kepada
publik, banyak pihak mengartikan Operasi Merdeka itu adalah upaya
penyerangan wilayah Sabah, Malaysia.
Insiden Corregidor diumumkan secara besar-besaran melalui
media yang mengakibatkan menimbulkan reaksi-reaksi internasional.
Tuanku Abdul Rahman dan Tun Mustapha bin Harun dari Malaysia
menyuarakan pendapatnya tentang program latihan untuk orang-orang
Islam yang direkrut dan dilatih, itu menandakan ambisi-ambisi Filipina
atas Sabah. Akhirnya banyak organisasi-organisasi Islam dan pejabat-
pejabat pemerintah luar negeri yang menanyakan motif-motif terjadinya
pembunuhan secara besar-besaran terhadap orang-orang Islam, yang
dilakukan oleh kekuatan bersenjata pemerintah Filipina tanpa
menggunakan sidang pengadilan. (Caesar Adib Majul, 1989 : 40)
Peristiwa demi peristiwa telah terjadi kemudian pada 1971 para
pemimpin datu dan ulama’ di Mindanao mengeluarkan manifesto tentang
menutut pemerintah agar segera bertindak untuk menghentikan berbagai
aksi kekerasan atas Bangsa Moro. Kemudian pemerintah Manila
menanggapi manifesto tersebut sebagai ancaman dari Bangsa Moro.
Kemudian pihak pemerintah melakukan aksi balas dendam atas keluarnya
manifesto tersebut. Akibatnya terjadi pertempuran antara militer Bangsa
22. 55
Moro dangan militer Filipina yang menyebabkan banyak orang yang
meninggal diantara belah pihak.
Perlawanan Bangsa Moro yang diwakili oleh gerakan MNLF
terhadap militer Filipina semakin memuncak. Pada akhirnya militer
Filipina membagi gerakan militernya menjadi dua komando yakni
Komando Mindanao Tengah dan Komando Selatan. Tujuan militer
Filipina dalam pembagian gerakan militer tersebut yaitu untuk melakukan
serangan terhadap Bangsa Moro yang diwakili oleh gerakan separatis
MNLF. Pada tahun 1974 Komando Selatan melumpuhkan pemberontakan
gerakan MNLF yang berada di Jolo, sedangkan Komando Mindanao
Tengah menyerang kekuasaan Islam yang berada di dataran Mindanao
yang berpusat di Cotabato.
Pada tahun yang sama gerakan MNLF ingin menyelesaikan
konflik dengan pemerintah Filipina yang didukung OKI, pada akhirnya
OKI mengeluarkan penyataan perdamaian yang mendesak pemerintah
Filipina untuk berunding dengan pimpinan gerakan MNLF untuk mencari
pemecahan politik dalam menyelesaikan konflik di antara mereka.
Setelah itu, pada tahun 1975 pemerintah Filipina untuk
pertama kalinya melakuan perundingan dengan para pemimpin gerakan
MNLF yang dipelopori oleh Nur Misuari dan Hashim Salamat.
Sebenarnya presiden Marcos sendiri mempunyai rencana attraction policy
yaitu suatu kebijakan dapat merangkul para pemberontak supaya
meletakkan senjata dan berbalik mendukung pemerintah, agar para
pemberontak menyerah dengan terhormat. Cara yang dilakukan presiden
23. 56
Marcos dengan cara menawarkan pengampunan hukuman secara resmi
bagi para pemimpin MNLF, menawarkan bisnis dan pembangunan
perbaikan kesejahteraan sosial serta jabatan-jabatan politisi lainnya.
Presiden Marcos mendesak OKI dalam penyelesaian masalah
Muslim Mindanao, salah satunya Marcos mengirim utusan ke negara-
negara Timur Tengah terutama Negara Arab, dengan tujuan untuk
memperkuat dengan negara-negara Muslim. Akhirnya ada pertemuan lagi
antara gerakan MNLF dengan pemerintah Filipina yang memutuskan
tentang penetapan otonomi. Otonomi dalam permasalahan ini diartikan
sebagai pemerintahan sendiri (self- government) dalam kedaulatan
nasional Filipina dan penyatuan daerah Filipina. Kemudian pada
tanggal 23 Desember 1976 terjadi perundingan antara pemerintah
Filipina (GRP) dengan Muslim Moro (MNLF) yang menghasilkan dan
telah mendatangani Perjanjian Tripoli (Tripoli Agreement). Perjanjian
Tripoli dimediatori oleh oraganisasi internasional yakni OKI. Dari
perjanjian tersebut atas kesepakatan antara dua belah pihak yakni untuk
melakukan genjatan senjata dan memberi jaminan otonomi bagi 13
provinsi dan 9 kota di Filipina Selatan. Otonomi tersebut menjamin hak
untuk pemerintahan sendiri di atas wilayah tanah air sendiri, otonomi
tersebut dianggap banyak pihak sebagai solusi yang cukup adil dalam
penyelesaian masalah Moro. (Erni budiwanti, “Gerakan Pembebasan
Moro dan Perjanjian Damai, dalam Multikulturalisme, Separatisme dan
Pembentukan Negara Bangsa di Philipina : Jakarta, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, 2003 hal. 97-98).
24. 57
Pada tahun 1985 lensernya Presiden Marcos, yang di lenserkan
oleh kelompok-kelompok yang tersisih. Setelah itu, digantikan oleh
pemerintahan Aquino. Aquino membuka perundingan dengan Nur
Misuari, yang kemudian perundingan dilanjutkan pada tahun 1987 dengan
bukti ditandatanganinya “Jeddah Accord” di Jeddah-Arab dan adanya
genjatan senjata antara dua belah pihak. Setelah itu Aquino membuat
undang-undang yang menjamin pelaksaan otonom melalui referendum.
Kebijakan Aquino, yaitu mengeinternasionalisasi konflik di Mindanao
dengan menolak adanya keterlibatan peran OKI dalam menengahi
konflik antara Pemerintah Filipina dengan Muslim Moro. Karena,
Aquino tidak setuju kalau MNLF dijadikan pengakuan kedaulatan sebagai
anggota penuh OKI yang diberikan oleh pihak OKI. Pada akhinya
Aquino menjanjikan untuk memberikan keanggotaan penuh terhadap
MNLF dengan syarat tanpa keterlibatan OKI. (Erni Budiwanti, “Gerakan
Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai,” dalam Multikulturalisme, Separatisme dan
Pembentukan Negara Bangsa di Philipina(Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 2003), hal. 103)
Manuver OKI memaksa pihak Pemerintah Filipina
agar mengembalikan peran OKI dalam memediatori konflik antara
pemerintah dengan MNLF. Kemudian wakil-wakil dari Aquino dengan
sengaja menjadikan MNLF pecah, agar pelaksanaan otonom yang
disepakati antara dua belah pihak ditunda pelaksanaanya dan menjadikan
perpecahan tersebut sebagai kendala utama dalam pelaksanaan otonom.
Pada tahun 1989 Aquino mendatangani pembentukan ARMM, yang
diresmikan pada tahun 1990 yang menghasilkan persetujuan 4 propinsi
25. 58
dari 5 propinsi yang menjadikan Muslim sebagai mayoritas, sedangkan 8
propinsi diduduki oleh Kriten Filipino yang menjadikan sebagai
mayoritas. (Erni Budiwanti, “Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai,”
dalam Multikulturalisme, Separatisme dan Pembentukan Negara Bangsa di
Philipina(Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ,2003), hal. 105). Secara
tidak langsung Pemerintah Filipina menjadikan Islam sebagai
minoritas, dengan cara penyitaan tanah di daerahnya sendiri melalui
hasil referendum. Sebenarnya penyitaan tanah terhadap Muslim Moro
sejak datangnya kolonial Amerika dan awalnya setelah kemerdekaan
Filipina.
Pemerintahan Aquino sering melakukan pelanggaran dalam
genjatan senjata, dan sering pelakukan perlawanan terhadap gerakan
MILF pecahan dari MNLF. Setelah itu Aquino digulingkan dengan
alasan, yaitu lemahnya Aquino di kalangan angkatan bersenjata yang
mengakibatkan faktor dari terhambatnya perundingan antara Pemerintah
Filipina dengan MNLF.
C. Faktor-Faktor dan Latar Belakang Munculnya Konflik Antara Muslim
Moro Dengan Pemerintah Filipina
Kemerdekaan yang diperoleh Filipina pada tahun 1946 ternyata tidak
memiliki arti khusus bagi Masyarakat Moro. Hal ini dikarenakan tidak adanya
kebebasan yang didapatkan oleh Masyarakat Moro untuk mengatur
pemerintahannya sendiri. Masyarakat Moro menginginkan kemerdekaan
penuh atas seluruh wilayah Moro. Sementara pihak Filipina menganggap
26. 59
bahwa perjuangan Muslim Moro menuntut kemerdekaan sebagai tindakan
pemberotakan atau separatis.
Jika kita lihat dari kategori konflik antara negara dan masyarakat,
seperti pada gerakan separatis Muslim Moro di Filipina Selatan, dikenal dalam
dua perspektif. Pertama Muslim Moro menganggap bahwa perjuangan mereka
ditujukan untuk penentuan nasib sendiri atau self determination. Kedua
Pemerintah Filipina sendiri menggolongkan gerakan itu sebagai
pemberontakan bersenjata dari sekelompok etnik minoritas. Sementara itu
diluar dari kedua kategori tersebut Pemerintah Amerika Serikat sendiri saat ini
yang telah mengkampanyekan diri melawan terorisme mengartikan apa yang
terjadi dengan gerakan Muslim Moro tersebut sebagai kelompok terorisme
yang terkait dengan gerakan terorisme Internasional yaitu Al-Qaida ataupun
Jamaah Islamiyah. (Sumber Buku Bahasa Inggris)
Di luar dari kategori tersebut, perjuangan Muslim Moro untuk tujuan
kemerdekaan sudah menjadi sebuah perjuangan dari generasi ke generasi.
Sampai sekarang, gerakan ini masih tetap berlangsung tanpa menunjukkan
kapan akan berakhir meskipun negosiasi-negosiasi untuk proses perdamaian
terus tetap berlangsung.
Latar belakang yang menjadi timbulnya konflik ataupun gerakan
separatis di Filipina dapat dilihat dari berbagai sudut yang sesuai dengan
fakta-fakta sosial yang terjadi. Dalam tulisan ini faktor timbulnya konflik
masyarakat Moro dapat dilihat dari berbagai hal antara lain faktor sejarah,
sosial budaya dan politik serta ekonomi.
27. 60
1. Faktor Sejarah
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik
Muslim Moro adalah faktor sejarah yaitu dampak dari penjajahan oleh
bangsa Spanyol dan Amerika Serikat yang berupaya mengabungkan
wilayah-wilayah Muslim Moro. Telah diketahui Wilayah Filipina Selatan
(Kepulauan Mindanao, Sulu dan Palawan) sebelum kedatangan kaum
penjajah, sudah terlebih dahulu ada agama Islam yang sangat mengakar di
wilayah tersebut. Sebelum kedatangan Spanyol di Filipina pada awal abad
ke 15, Muslim Moro telah mencapai tingkat peradaban yang cukup tinggi.
Masyarakat Moro sudah memiliki sistem hukum dan politik yang diatur
berdasarkan Syariat Islam.
Usaha yang dilakukan bangsa Spanyol untuk menundukkan
wilayah muslim Moro dengan menggunakan segala cara seperti, cara yang
digunakan spanyol adalah dengan mengirim misionaris Katolik ke
wilayah-wilayah masyarakat Moro dengan harapan bahwa proses
Kristenisasi akan membantu panaklukkan atas wilayah tersebut. Dimata
masyarakat Moro, hal ini merupakan simbol agresi Katolik dan
menimbulkan kemarahan yang sangat luar biasa.
Perubahan konstelasi politik imperialisme dunia memaksa Spanyol
menjual seluruh kepulauan Filipina kepada Amerika Serikat melalui
Treaty of Paris termasuk Mindanao pada tanggal 10 Desember 1898.
Spanyol menyebutkan bahwa kepulauan Mindanao adalah daerah
jajahannya dan dijual dengan harga 20 juta dolar Mexico. (Erni
Budiwanti, 2003 : 81). Masyarakat Moro menganggap bahwa
28. 61
memasukkan wilayah Moro dari Spanyol ke Amerika adalah sebagai
tindakan yang tidak bermoral dan ilegal (tidak sah), Spanyol tidak pernah
memiliki hak untuk menyerahkan wilayah ini ke Amerika Serikat.
Kepulauan Mindanao yang dijual merupakan daerah masyarakat muslim
dimana Spanyol tidak pernah berdaulat atas daerah ini. Selain itu,
masyarakat Bangsa Moro tidak pernah diminta pendapatnya atau tidak
pernah diajak konsultasi sebelum wilayahnya diserahkan ke Amerika
Serikat.
Pemerintahan Amerika Serikat belajar dari kegagalan spanyol
untuk menguasai Muslim Moro yang selalu menggunakan pendekatan
militer. Amerika Serikat lebih menekankan kepada politic of attraction
daripada menggunakan milittary approuch untuk memperoleh simpati dari
masyarakat Muslim Moro. Bagi mereka yang menyerah diberikan amnesti
dan bagi mereka yang melawan diberikan hukuman.
Ketika Filipina dijadikan negara Persemakmuran di tahun 1935,
ada sekitar 100 datu meminta pemerintah Amerika Serikat untuk tidak
memasukkan Mindanao ke dalam negara Filipina yang baru nantinya.
Ketika amerika serikat memberikan kemerdekaan pada tanggal 4 Juli
1946, masyarakat Moro masih merasa tidak puas dengan kebijakan ini.
Datu-datu dari Maranao telah memberikan petisi kepada pemerintah
Amerika Serikat untuk mengecualikan tanah mereka ke dalam
“Philippines Nation State”.
2. Ketidakseimbangan Ekonomi dan Sumberdaya
29. 62
Sebenarnya bila dicermati lebih lanjut, konflik Muslim Moro
dengan penguasa (pemerintah Filipina), dipengaruhi oleh sikap dan
tindakan penguasa terhadap kelompok minoritas. Sikap dan tindakan
pemerintah dapat dilihat dari pola-pola kebijakannya. Melihat kasus
konflik yang terjadi di Filipina tersebut tidak sekedar hanya faktor politik
integrasi penjajah saja, melainkan juga sikap dan kebijakan penguasa yang
tidak adil terhadap wilayah Muslim Moro.
Pembagian sumberdaya yang tidak adil antara masyarakat Moro
dengan Filipino berakar dari masa pemerintahan kolonial Amerika Serikat.
Setelah Amerika Serikat berhasil melakukan kontrol terhadap seluruh
wilayah Mindanao, Amerika Serikat mendeklarasikan bahwa daerah
tersebut adalah tanah publik atau milik umum termasuk wilayah-wilayah
yang didiami oleh Muslim Moro sejak zaman nenek moyang. Pemerintah
kolonial Amerika Serikat dengan segera mengeluarkan beberapa kebijakan
seperti penguasaan tanah, migrasi, dan membangun sekolah-sekolah
dengan menganut sistem barat.
Kebijakan migrasi yang memindahkan penduduk dari Filipina
Utara dan Tengah ke Selatan dilakukan dengan intensif. Pemerintah
banyak memberi kemudahan, seperti pinjaman lunak bagi penduduk yang
ingin ke Mindanao tetapi tidak memiliki modal. Pemerintah Amerika
Serikat dan Filipina telah melakukan usaha-usaha secara sistematis untuk
memperluas dominasi kekuasaan orang-orang Kristen yang merupakan
pendatang melalui penguasaan tanah masyarakat Moro. Pemerintah mulai
membangun sarana dan prasarana serta mempermudah proses kepemilikan
30. 63
tanah. Hal inilah yang menjadi bibit bagi pertentangan etnik yang
berkembang di kemudian hari.
Kebijakan ini menyebabkan pada perubahan status Muslim Moro
dati etnik yang mayoritas di Mindanao menjadi etnik minoritas. Pada
tahun 1950-an, lebih dari 500.000 orang kristen yang menetap di Cotabato
dan menjadikan komposisi muslim menjadi 30 %. Pada tahun 1918 di
Lanao terdapat 24 keluarga Kristen, kemudian tahun 1941 berkembang
menjadi 8.000 orang dan pada tahun 1960-an menjadi 93.000 orang
Kristen yang sudah menetap di Lanao. (Caesar Adib Majul, 1989 : 26).
Bahkan pada masa presiden Ramon Magsaysay (1953-1957), pulau
Mindanao dijadikan sebagai tempat pembuangan penjahat-penjahat dan
tahanan-tahanan politiknya. Serta pendirian daerah koloni-koloni pertanian
yang berada di tengah-tengah daerah pertanian masyarakat Islam di
Mindanao.
Selama lebih kurang 50 tahun kebijakan migrasi itu telah merubah
komposisi penduduk di Kepulauan Mindanao secara radikal. Dewasa ini
dari 13 Provinsi yang dibentuk oleh Pemerintah Filipina di Kepulauan
Mindanao, Sulu dan Palawan, masyarakat muslim hanya menjadi
mayoritas di lima provinsi termiskin yaitu; Sulu, Tawi-tawi, Basilan,
Cotabato, dan Lanao del Sur. Wilayah lain didominasi oleh pendatang
yang mayoritas adalah Kristen dan etnik Filipino. Pada waktu plebisit
dilakukan pemerintah Filipina untuk membentuk ARMM, hanya kelima
provinsi tersebut yang mendukung, sementara provinsi lainnya menolak.
31. 64
Perubahan komposisi dalam kependudukan menyebabkan
terciptanya ketidakmerataan distribusi dalam kepemilikan tanah.
Perbedaan konsep dalam penguasaan tanah antara sistem yang diterapkan
pemerintah dengan sistem tradisional yang dipahami oleh Muslim Moro
telah menyebabkan ketimpangan sosial.
Sebagian besar masyarakat Moro tidak dapat berinvestasi atau
berapartisipasi dalam pembangunan sebagaimana bangsa pendatang
lainnya. Sehingga banyak masyarakat Moro yang bekerja sebagai buruh
dalam proyek-proyok pembangunan dan industrial. Proyek-proyek
pembangunan dan Industrial yang dilakukaan di atas tanah masyarakat
Moro telah menyebabkan salah satu akar permasalahan bagi tuntutan
untuk penentuan nasib sendiri.
3. Identitas Sosial Budaya
Perbedaan sosial budaya antara Bangsa Moro dengan Filipino
dapat menjadikan sebagai sumber konflik di Filipina Selatan. Bangsa
Moro menganggap diri mereka berbeda dengan Bangsa Filipino, hal ini
atas realita bahwa Bangsa Moro mempunyai identitas Islam dan
mempunyai tata nilai serta kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat
Filipino yang berada di wilayah bagian Utara dan Tengah. Menurut
Bangsa Moro mereka memiliki tradisi dan sejarah yang panjang dan juga
zaman keemasan. Struktur sosial masyarakat didasarkan atas kepimpinan
Datu, yaitu pemimpin lokal.
32. 65
Perbedaan kedua komunitas ini sangat mencolok. Orang Filipino
diwarnai oleh agama Kristen Katolik dan kehidupan barat, sedangkan
Bangsa Moro mempunyai nilai-nilai dari Islam dan kebudayaan Melayu.
Perbedaan sosial dan budaya serta diskriminasi yang mereka dapatkan
membuat Bangsa Moro bersatu dalam sebuah cita-cita yang sama untuk
meneruskan sejarahnya.
Perbedaan tersebut semakin bertambah besar ketika elit-elit politik
tidak menyadari perbedaan ini. Lihat saja ketika negara persemakmuran
pertama kali dibentuk pada tahun 1935, presiden Manuel Quezon
menyatakan;
“Dalam rezim baru tidak akan ada tempat lagi bagi sultan-sultan
dan datu-datu dan bahwa undang-undang nasional akan
diterapkan secara sama terhadap orang-orang Islam dan
Kristen”. (Caesar Adib Majul, 1989 : 18)
4. Pembersihan Etnis (Genosida) Terhadap Masyarakat Moro
Represi dan kekerasan yang akan dibahas dalam bagian ini adalah
dalam periode pasca penjajahan walaupun Bangsa Moro sendiri telah
mendapatkan tekanan-tekanan militer sejak periode awal penjajahan.
Tindakan represi terhadap Bangsa Moro dilakukan baik oleh etnik Filipino
yang mayoritas Kristen maupun oleh aparat keamanan Filipina yang
diduga lebih banyak memihak etnik Filipino.
Pembersihan etnis pada dasarnya adalah praktik-praktik
penghilangan, pengurangan, dan peminggiran terhadap individu-individu
33. 66
yang berbeda secara warna kulit, suku bangsa, kebudayaan, bahasa, atau
agama. Pembersihan etnis dapat berupa pembersihan individu-individu
secara fisik ataupun secara struktural melalui sistem politik, sosial, dan
ekonomi.
Tindakan kekerasan fisik pasca kemerdekaan seperti terjadi pada
tahun 1968, sebuah insiden yang mempercepat ketengan-ketegangan
antara orang-orang Islam dan pemerintah, yang dikenal dengan peristiwa
”Insiden Corregidor” atau dikenal”Pembunuhan besar-besaran Jabidah”,
pada bulan Maret 1968. Tahun 1967, unsur tertentu Angkatan Bersenjata
Filipina menciptakan proyek rahasia, yang dinamakan misi ”Merdeka”.
Sebuah misi untuk merekrut dan melatih pemuda Islam di Sulu, kemudian
dibentuk unit khusus. Pada akhir tahun 1967, sekitar 180 orang yang tadi
direkrut dialihkan ke Corregidor, yang merupakan jalan masuk ke Teluk
Manila. Tenaga-tenaga Islam yang telah direkrut dalam misi Merdeka,
dilatih untuk melakukan sabotase, perang rimba, dan taktik-taktik gerilya.
Tetapi tanpa alasan yang jelas pada bulan Maret 1968, mereka ditembaki
oleh tentara reguler pemerintah.
Tindakan kekerasan lainnya seperti yang terjadi pada pemilu di
Upi yang diselenggarakan pada bulan November 1971. Salah satu kandidat
calon walikota yang berasal dari golongan Kristen yaitu Manuel Tronto,
mantan perwira polisi, meminta teman-temannya untu mengusir orang-
orang Islam dari Upi untuk menjamin kemenangannya. Penyerangan ini
dikoordinir oleh organisasi milisi Kristen yang dikenal sebagai ILAGA.
Sehingga kalangan Muslim merespon dengan membentuk milisi-milisi
34. 67
yang sejenis di Cotabato yang terkenal dengan sebutan Blackskirt dan
Barracuda.
D. Lahirnya Gerakan Perjuangan Muslim Moro di Filipina Selatan
Munculnya gerakan-gerakan pejuang Muslim di Filipina Selatan
berawal dari kelompok kecil mahasiswa dan para intelektual pada tahun
1960-an. Masalah yang dihadapi oleh gerakan-gerakan separatis yaitu
deskriminasi, merosotnya ekonomi (kemiskinan) dan ketidakadilan
pemerintah, terutama yang berkaitan dengan pengusiran masyarakat muslim
moro dari tanah mereka sendiri oleh orang-orang Kristen. Oleh sebab itu,
di Filipina Selatan terdapat gerakan-gerakan separatis antara lain: Moro
National Liberation Front (MNLF), Moro Islamic Liberation Front
(MILF) dan kelompok Abu Sayyaf (ASG).
1. Gerakan Perjuangan MNLF (Moro National Liberation Front)
Moro National Liberation Front / Front Pembebasan Nasional
Moro (MNLF) adalah suatu gerakan perjuangan radikal yang
menginginkan kemerdekaan penuh bagi Muslim Moro yang berada di
Filipina Selatan.
Sebelum gerakan MNLF berdiri terdapat gerakan lain yaitu
gerakan Kemerdekaan Islam/Muslim Independent Movement (MIM).
Gerakan MIM ini didirikan oleh Datu Udtog Matalam pada tanggal 1
Mei 1968. Tujuan dari berdirinya gerakan MIM adalah berjuang untuk
mencapai kemerdekaan bagi Mindanau dan Sulu.50
Mendorong gerakan
MIM berdiri dikarenakan kondisi perekonomian menurun di kalangan
35. 68
masyarakat Muslim Moro dan kasus pembunuhan besar-besaran di
Jubaidah. (Caesar Adib Majul, 1989 : 43)
Gerakan yang pertama berdiri di Filipina Selatan wilayah
Mindanau dan Sulu adalah gerakan MIM yakni gerakan Kemerdekaan
Islam. Akan tetapi, gerakan ini dapat ditaklukkan oleh pemerintah
Filipina. Kemudian terjadi kekecewaan kepada generasi-generasi muda
MIM, dan pada akhirnya berdirilah gerakan MNLF yang dipelopori oleh
Nur Misuari. Dia menjabat sebagai seorang lektor dan menjadi anggota
staf Pusat Asia, dia lulusan dari Universitas Filipina jurusan Ilmu Politik.
Pemimpin-pemimpin lain MNLF yaitu Hashim Salamat dari Cotabato dan
Abdul Khair Alonto dari Lanao. Para pemimpin-pemimpin tersebut
mewakili semua etnoliguistik dan kelompok- kelompok daerah lainnya.
Latar belakang berdirinya gerakan MNLF (Moro National
Liberation Front) yaitu pertama, terjadi perampasan tanah Muslim Moro
di Mindanao oleh orang-orang Kristen yang datang ke Mindanao, karena
adanya perpindahan penduduk orang-orang Kristen dari Utara ke Selatan
orang-orang Islam di Mindanao, peristiwa tersebut atas perintah
pemerintahan Filipina. Akibatnya Filipina Selatan khususnya Mindanao
dan Sulu menjadi Minoritas, yang asal mulanya dilihat dari segi historis
dulu Filipina Selatan adalah mayoritas. Kedua, terjadi peristiwa
pembunuhan besar-besaran di Jabidah yang dikenal dengan nama
Insiden Corregidor pada bulan Maret 1968 di pulau Corrogidor.
Setelah berdirinya gerakan MNLF, kemudian dibentuk tenaga-
tenaga militer bagi pemuda-pemuda Muslim Moro dan dilatih di Sabah
36. 69
Malaysia untuk mengikuti latihan militer. Pelatihan tersebut bertujuan
untuk menghasilkan keahlian berperang dan keterampilan bersenjata
dalam menyerang dan mempertahankan diri dari musuh. Kemudian pada
bulan Oktober 1972, gerakan perlawanan Moro secara terbuka
menyatakan dirinya sebagai gerakan kemerdekaan Moro. Pengumuman
tersebut dilakukan di Marawi dan secara resmi MNLF
mengumandangkan perlawanan terhadap Manila guna untuk mencapai
Republik Moro merdeka. (Erni Budiwati, Gerakan Pembebasan Moro dan
Perjanjian Damai, 2003 : 94).
Seperti dalam pidatonya Nur Misuari, dia sebagai ketua komite
sentral Front Pembebasan Nasional Moro, pidatonya dihadapkan kepada
Kongres Internasional mengenai Imperialisme Kebudayaan, yang
disponsori oleh Lelio Basso Peace Foundation. Isi Pidatonya tentang
tujuan awal politik MNLF dalam kebebasan dan kemerdekaan nasional:
“dan sesuai dengan keinginan massa rakyat kami pada umumnya,
MNLF menyusun sebuah program politik yang menuntut pembebasan
penuh rakyat dan tanah air nasional kami dari segala bentuk dan sisa-sisa
kolonialisme Filipina, untuk menjamin kebebasan rakyat kami dan
melestarikan kebudayaan dan peradaban Islam dan asli kami serta warisan
revolusi kami.
sesuai dengan itu, MNLF telah mengumumkan niatnya untuk
bekerja bagi pemulihan kedaulatan dan kemerdekaan rakyat kami.
Pernyataan ini tercantum dalam sebuah manifesto yang telah disampaikan
kepada Koperensi Para Menlu Islam ke-5 di Kuala Lumpur, pada bulan Mei
1974.
Rakyat kami mengumumkan berdirinya “Republik Bangsa Moro”
dan sebuah pemerintah revolusioner disusun pada semua tingkat di daerah-
daerah yang sudah dibebaskan, lengkap dengan aparatnya untuk bidang-
bidang politik, militer, ekonomi, peradilan, dan aparat-aparat lainnya.
Sesudah itu, dengan penuh gairah rakyat kami menyusun sebuah Parlemen
Nasional dan berbagai kongres tingkat provinsi.
singkatnya, sebuah sistem kenegaraan yang lengkap telah lahir. (Caesar
Adib Majul, 1989 : Lampiran VI)
37. 70
Gerakan MNLF menyusun program politik yang bertujuan
membebaskan diri, untuk rakyat Muslim Moro dari tanah air nasional
mereka di bawah pemerintahan kolonialisme Filipina. mereka ingin
melestarikan kebudayaan dan peradaban Islam, dan melestarikan warisan
perubahan asli Bangsa Moro. MNLF dalam mengumumkan niatnya untuk
kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Muslim Moro yang telah tercantum
dalam sebuah Manifesto atau pernyataan, yang di sampaikan kepada
Konperensi Para Menlu Islam ke-5 di kuala lumpur pada bulan Mei 1974.
Kemudian rakyat Muslim Moro mengumumkan berdirinya “Republik
Bangsa Moro”. Mereka menyusun sebuah Parlemen Nasional dan
menyusun sebuah sistem kenegaraan.
Gerakan MNLF mendapatkan bantuan yang berbentuk finansial
maupun material dari negara-negara Islam Timur Tengah. Seperti
pemimpin Lybia kolonel Muammar Khadaffy, dan dari organisasi Islam
OIC (Organisation of Islamic Conference)/ Organisasi Koferensi
Islam (OKI). Maka dari itu, sejak tahun 1972 OKI sering membicarakan
permasalahan Muslim Filipina Selatan, bahkan dijadikan OKI sebagai
agenda tahunan dengan Negara-negara anggota. OKI mendesak
pemerintah Filipina yang pada waktu itu pada masa pemerintahannya
Marcos guna untuk menyelesaikan permasalahan Muslim Moro di
Filipina Selatan dengan pemerintah Filipina. (Budiwanti, Gerakan
pembebasan Moro dan Perjanjian Damai 94)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh gerakan MNLF dalam
menyelesaikan permasalahannya dengan pemerintah Filipina dapat
38. 71
tanggapan dari OKI, akhirnya OKI pada tahun 1974 mengeluarkan
keputusan yang mendesak pemerintah Filipina agar mencari
pemecahan politik dan jalan damai atas permasalahan yang ada di
Mindanao. (Erni Budiwanti, Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian
Damai, 96). Dari paparan tersebut pemerintah Filipina mengadakan
perundingan dengan gerakan MNLF untuk mengatasi masalah yang ada
di Mindanao. Pulau Mindanao akan menjadi Negara sendiri yang lepas
dari Negara Filipina, akan tetapi Negara-negara Islam yang masuk
anggota OKI menolak pisahnya Mindanao dari Negara Filipina.
Pada tahun 1977 dan 1978 gerakan MNLF mengalami
kesulitan karena mendapat dukungan dari OKI, beberapa pemimpin dari
tradisional dan politisi lokal dari Mindanao menganggap OKI berat
sebelah, karena OKI mengakui hanya gerakan MNLF yang bisa
mempresentasikan kepentingan Bangsa Moro dan sebagai juru bicara
Bangsa Moro. Pada akhirnya MNLF mangalami perpecahan karena
perbedaan ideologi. Pada waktu itu yang keluar dari gerakan MNLF
yaitu Salamat Hashim yang mendirikan gerakan MILF dan pada tahun
1982 gerakan MNLF mengalami perpecahan lagi yakni keluarnya
Dimasangkay Pundato yang membentuk Kelompok Reformis
MNLF (MNLF Reformist Group). (Erni Budiwanti, Gerakan Pembebasan
Moro dan Perjanjian Damai, 102).
2. Gerakan Pejuang MILF (Moro Islamic Liberation Front)
Moro Islamic Liberation Front atau Front Pembebasan Islam Moro
39. 72
(MILF) adalah gerakan perjuangan yang dilakukan oleh orang-orang Muslim
Moro yang bertujuan untuk membebaskan Islam, gerakan tersebut sangat
berpengaruh di bagian Filipina Selatan terutama di kawasan Mindanao dan
pulau-pulau lainnya. (Abu Ibrahim Muhammad Daud, 2008 : 69). Gerakan
tersebut muncul dikalangan orang-orang muslim moro disebabkan adanya
dendam, kebencian dan permusuhan terhadap penindasan para
penjajah. Gerakan ini menginginkan untuk membebaskan masyarakat
muslim Moro dari pemerintahan pusat Filipina, mereka disebut dengan
kaum Separatis.
Gerakan MILF ini pecahan dari MNLF yang memisahkan diri dari
gerakan MNLF pada tahun 1977 akan tetapi secara resmi baru didirikan pada
tahun 1984, gerakan tersebut berawal dari sebuah kelompok yang dipimpin
oleh Salamat Hashim, dia sebagai anggota Komite Sentral. Gerakan MILF ini
lebih menekankan pada persoalan-persoalan Islam dan kebanyakan
pemimpin-pemimpinnya dari kalangan sarjana Islam yang mempunyai
latar belakang agama dan bangsawan tradisional.(Sumber) Pemimpin
gerakan ini adalah Salamat Hashim, dia seorang ustadz dan muslim
konservatif dari daerah Maguindanao di wilayah Mindanao, dia seorang
tokoh yang sangat dihormati oleh banyak Muslim di Mindanao dan di
wilayah-wilayah sekitarnya. Dia meninggal pada tahun 2003, pemikirannya
dipengaruhi oleh Sayyid Qutb dari al-Ikhwal al-Muslimin di Mesir dan
pemikiran-pemikiran Syech Abdul Ala Maududi dari Jamaat Islami di
Pakistan.
Latar belakang pecahnya gerakan MILF yang dipimpin oleh Syaikh
40. 73
Asy-Syahid Salamat Hashim dari gerakan MNLF yang dipimpin oleh
Prof. Nur Misuari pada tahun 1977 yaitu tidak konsisitennya MNLF terhadap
manhaj Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam berjihad dan dalam
menegakkan Islam. Konsep-konsep jihad yang pada awalnya dibentuk oleh
Syaikh Asy- Syahid Salamat Hashim dengan Prof. Nur Misuari tentang
membentuk sistem pemerintahan islam, akan tetapi dalam perjalanan gerakan
MNLF mengalami kemunduran dan melemahnya konsep-konsep jihad yang
sudah dibentuk. Karena banyak tawaran yang diterima oleh Prof. Nur Misuari
dari kolonial pemerintah Filipina, walaupun dari segi zhahir tawaran tersebut
menguntungkan orang-orang Muslim Moro. Maka dari itu, Syaikh Asy-
Syahid Salamat Hashim memutuskan untuk memisahkan diri dari gerakan
MNLF dan membentuk gerakan Islam yang dinamakan MILF (Moro
Islamic Liberation Front). (Abu Ibrahim Muhammad Daud, 2008 : 112).
Melihat perkembangan perjuangan MNLF yang dirasakan kurang
memenuhi aspirasi masyarakat Muslim Moro di Filipina Selatan, maka
sebagian pejuang Muslim membentuk gerakan terpisah, yaitu Front
Pembebasan Islam Moro atau dalam bahasa Inggris disebut Moro Islamic
Liberation Front (MILF). Kelompok ini adalah kelompok militan Islam yang
berpusat di Filipina selatan wilayah selatan Mindanao, kepulauan Sulu,
Palawan, Basilan dan beberapa pulau yang bersebelahan. Perbedaan antara
gerakan MNLF dan MILF yaitu, gerakan MNLF menekankan pada sesuatu
yang sekuler yang bersifat duniawi, kebanyakan pemimpin-pemimpin dari
gerakan tersebut berasal dari pendidikan sekuler. Sedangkan gerakan MILF
menekankan pada keislamaan atau permasalahan tentang Islam,
41. 74
kebanyakan pemimpin-pemimpin dari gerakan tersebut berasal dari
pendidikan Islam yang banyak menghasilkan sarjana-sarjana Islam dan ada
juga dari para bangsawan tradisional.
Tujuan politik menurut Hashim Salamat sebagai pemimpin MILF
yaitu ingin membentuk sebuah Negara Islam yang terpisah dari pemerintah
pusat yang akan menjadikan Filipina Selatan sebagai mayoritas Islam. Tujuan
yang penting bagi masyarakat moro yaitu dikenal dengan sebutan Mindanao
Islamic Republic/Republik Islam Mindanao (MIR). Mindanao Islamic
Republic (MIR) bertujuan untuk membangun sebuah sistem
pemerintahan yang menjunjung tinggi dan memberlakukan syariah (hukum
Islam) dalam semua aspek kehidupan sehari-hari. Tujuan tersebut adalah
yang akan dicapai melalui strategi gabungan dakwah (Islam khotbah) dan
jihad (perang suci).(Angel Rabasa and Peter Chalk, Indonesia Transformation
and The Stability of southeast asia, santa monica, rand, 2001, hal 87). Gerakan
ini ingin mendirikan sebuah Negara Islam dan menerapkan hukum- hukum
Islam yang ada di dalam Al-Qur’an.
Metodologi perjuangan yang digunakan MILF adalah
menyempurnakan kepercayaan kepada Allah SAW. Hal tersebut
merupakan pernyatan dan kristalisasi dari Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat
yang ke-56.”Tidaklah Aku ciptakaan jin an manusia kecuali untuk
beribadah kepadaku.” Kebijakan, keputusan-keputusan dan aktivitas progam
MILF mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan mejalankan syariat
Islam. (Abu Ibrahim Muhammad Daud, 2008 : 70-71).
Pendukung gerakan MILF ini dari wilayah Mindanao, yaitu dari Suku
42. 75
Magindanon, Suku Maranon, Suku Iranon, Tausug dan Saranggani. Penyataan
dari pemimpin MILF Salamat Hashim tentang populasi Muslim di Mindanao
yaitu lebih dari 12 jiwa, yang aktif mendukung MILF sebanyak 85% dan
yang lain tidak aktif tetapi hanya sebagai pendukung dana hanya simpati.
Pendukung MILF rata-rata berumur antara 16-60 tahun, mereka
mendapatkan training militer sehingga menghasilkan ahli- ahli perang yang
berpengaruh dan sebagai tulang punggung perjuangan MILF. (Abu Ibrahim
Muhammad Daud, 2008 : 72 – 73).
Perjuangan gerakan MILF apabila dikaitkan dengan dunia
internasional masih belum mendapatkan perhatian yang layak. Karena gerakan
ini belum mendapat bantuan yang seimbang dari kaum Muslimin dan para
mujahidin internasional. Meskipun MILF sudah banyak melakukan
perjanjian dengan pemerintah Filipina sejak tahun 1997 dengan penengah
pemerintah Libya Presiden Muammar Khadafi dan OKI (Organisasi
Konferensi Islam) dari Indonesia dan Malaysia. Namun manfaaat dan
kemajuan yang diraih oleh MILF masih sangat kecil dan belum sesuai
dengan yang diharapkan. (Abu Ibrahim Muhammad Daud, 2008 : 114).
3. Gerakan Perjuangan Kelompok Abu Sayyaf
Asal-usul nama Abu Sayyaf dari bentuk harfiah artinya pembawa
pedang dan secara resmi dikenal sebagai Al-Harakatul al-Islamiyah, dapat
ditelusuri ke Afghanistan. Pada tahun 1980, kelompok Moro fundamental
mengirim 300 orang, kemudian mengirim 500 orang lagi ke Peshawar,
Pakistan, Mujiheddin dan kelompok Moro melakukan perlawanan terhadap
43. 76
invasi Soviet di Afghanistan dan pendudukannya.
Abu Sayyaf adalah suatu gerakan islam yang sangat radikal yang
mengiginkan berdirinya Negara Islam yang berdasarkan syariah Islam di
Filipina Selatan. Gerakan Abu Sayyaf didirikan oleh Abdulrajak Abubakar
Janjalani, dia seorang sarjana Islam dan anggota dari MNLF, dia meninggal
terbunuh dalam peristiwa bentrok dengan militer pada Desember 1998.
Gerakan ini didirikan pada pertengahan tahun 1980-an. Kelompok Abu
Sayyaf ini pecah menjadi beberapa faksi yang berbeda. Kemudian
kegiatannya diwarnai dengan perampokkan dan penculikan dari
pada perjuangan politik. (John Gershman, Peta dan Prospek Gerakan Islam di
Filipina, dalam Asia Tenggara Konsentrasi Baru. 242).
Gerakan Abu Sayyaf melakukan kegiatan membunuh dan menculik
warga sipil terutama orang-orang Kristen yang ada di utara Filipina, dan
gerakan ini telah dituduh berhubungan dengan elemen-elemen ekstrimis asing
seperti Jemaah Islamiyah dan al-Qaeda. Gerakan ini ada yang mengatakan
tidak Islami. Abu Sayyaf merupakan Islam radikal yang akan mendapatkan
peringatan berupa pidana, karena telah menodai kepercayaan kelompok
Islam. Pemerintah Filipina sendiri menganggapnya sebagai gerakan
kriminal terutama dengan loyalitas sedikit cita-cita Islam. Gerakan
ini ingin membentuk Negara Islam yang berdasarkan Syari’ah, meskipun
gerkan ini pada awalnya mempunyai kelompok yang relatif kecil dan
pada akhirnya pecah dan melemah, karena telah banyak
mempublikasikan aktivitas kekerasan.(Fred R. Von Der Mehden, Radical
Islam in Southeast Asia and its Challenge to U.S. Policy. Rice University. The
44. 77
James A. Baker III Institute, 2005, 20-21).
Abu Sayyaf merupakan gerakan yang sering menuntut kemerdekaan
dan ingin mendirikan sebuah Negara Islam dengan cara kekarasan.
Akibat dari metode kekerasan yang digunakan yaitu gerakan ini sering
bermasalah dengan polisi dan militer Filipina. Abu Sayyaf sedikit sekali
menggunakan politik perjuangan dan sosialnya.
Pemikiran Abdulrajak Abubakar Janjalani yang extrim dari kaum
fundamentalis mengenai hukum Islam, Abdulrajak Abubakar Janjalani
mengatakan pada pengikutnya bahwa Islam mengizinkan membunuh
musuh dan merampas hartanya. maksud dari paparan tersebut yakni apabila
orang- orang non-Islam menolak untuk di Islamkan maka non-Islam tersebut
boleh dibunuh dan merampas hartanya. Maka dari itu, pemikiran dari Abu
Sayyaf merupakan pemikiran yang terkenal buruk karena mereka melakukan
penculikan tujuan untuk mendapatkan uang tebusan dan melakukan
serangan-serangan yang brutal.(Sumber)
Kelompok Abu Sayyaf cepat membuat tanda yakni dengan cara
mendirikan reputasi dan dilihat sebagai kelompok kecil tapi mematikan. Pada
tahun 1991 Abu Sayyaf mulai melakukan serangan teroris di Filipina.
Sebagian besar dari mereka melakukan serangan yang diarahkan ke gereja-
gereja Kristen, misionaris, dan masyarakat non-Muslim. Sayyaf
memperdalam hubungannya dengan Al Qaeda pada tahun 1991-1995. Sejajar
dengan perkembangan kelompok ini sebagai organisasi teroris, Sayyaf
terlibat dalam mengobarkan konflik sektarian (konflik yang terpacu pada satu
aliran agama), Sayyaf juga memperdalam hubungannya dengan organisasi
45. 78
teroris transnasional. Awalnya, Abu Sayyaf didanai melalui jaringan
keuangan yang didirikan oleh Muhammad Jamal Khalifa dan Osama bin
Laden saudara iparnya. (Abuza, Zachary. “Balik-terrorism: the return of
the abu sayyaf.” Dalam www.StrategicStudiesInstitute.army.mil/ssi/newsletter.cfm.
(September 2006), 4-5.
Pada tahun 1998 Munculnya Khadaffy Janjalani setelah kematian dari
pendiri Abu Sayyaf yakni Abdurajak Janjalani, pada masa kepemimpinan
Khadaffy Janjalani Abu Sayyaf dibagi menjadi tiga faksi yang berbeda yang
menjadi lebih dari penjahat yang sangat kejam dan sebagai penculik.
Khadaffy Janjalani pernah dilatih di Afghanistan. Dia adalah seorang
mahasiswa ilmu komputer pertama di Marawi, kemudian di Zamboanga dia
direkrut oleh saudaranya dan dikirim ke Afghanistan. Dia
dilatih di sebuah kamp Al Qaeda di dekat Mazar e-Sharif pada awal
1990. Dia juga memimpin sekelompok 20 orang Muslim Moro. ((Abuza,
Zachary. “Balik-terrorism: the return of the abu sayyaf.” Dalam
www.StrategicStudiesInstitute.army.mil/ssi/newsletter.cfm. (September 2006), 12-13)
E. Usaha Penyelesaian Konflik Muslim Moro Dengan Pemerintah Filipina
Banyak negara di dunia ini terdapat gerakan separatis yang menuntut
pemisahan diri, termasuk Filipina. Kepincangan sosial, ekonomi dan
politik antara penduduk di Utara dan Selatan Filipina menjadikan
perselisihan diantara keduanya. Filipina menghadapi gejolak keamanan yang
tidak stabil diwilayah salatan, disebabkan etnis moro yang mengingikan
pemisahan diri dari pemerintah Filipina dan ingin mendirikan negara merdeka
46. 79
di wilayah Mindanao Filipina bagian Selatan. Faktor yang melatar belakangi
berkembangnya separatis Moro ialah: sejarah kolonial, penyatuan paksa
kelompok Muslim ke dalam khatolik Filipina, penjajahan tanah air Moro dan
pengambilan aset-aset kekayaan sumber daya alam tanpa bagi hasil yang adil
menjadi pemicu gerakan pemisahan diri Moro dari Filipina.
Gerakan terorganisir muncul pertama kali adalah MIM pada
tahun 1968 yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi umat Islam,
dilanjutkan dengan MNLF dipimpin oleh Nurulhaj Musuari dilatar belakangi
pada kekuatan islam yang menuntut adanya otonomi khusus di wilayah
Moro Mindanao, gerakan ini dapat menarik dukungan negara-negara
Islam yang tergabung dalam OKI untuk membantu Bangsa Moro dalam
melancarkan seranganya kepada pemerintah Filipina.
Perjanjian damai dibentuk pemerintah dengan MNLF dan OKI sebagi
Mediator. Sebagai hasil yang dicapai terbentuknya Tripoli Agreement yang
ditandatangani 1976 dan Peace Agreement 1996. Akan tetapi muncul
perpecahan dikalangan elit-elit pemberontak Moro yang tergabung dalam
MNLF, dan melahirkan kelompok-kelompok separatis baru, seperti MILF
dan Abu Sayyaf. Gerakan MILF pimpinan Salamat Hashim yang memiliki
cita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan dengan tujuan
memperoleh kembali kemerdekaan yang dirampas dan memperjuangkan
penentuan nasib sendiri melalui perjuangan secara damai. Abu Sayyaf
memiliki jaringan dengan organisasi teroris internasional, gerakan ini
diarahkan pada orang-orang Khatolik di Filipina selatan dan melakukan
tindakan kekerasan terhadap mereka.
47. 80
Dalam perkembanganya pemerintah Filipina berupaya membuat
kebijakan untuk mengatasi gerakan separatis Moro dengan berbagai
kebijakan yaitu:
1. Memberikan Otonomi khusus sebagai pelaksanaan final dari
perjanjian Tripoli.
Otonomi khusus Bangsa Moro merupakan hak istimewa yang
diberikan pemerintah. Filipina untuk wilayah Mindanao. Otonomi
tersebut meliputi pembagian wilayah yang mencakup 13 provinsi dan
9 kota, pembagian kekuasaan berupa kutipan pajak dan kewenangan
untuk mengontrol sumber daya alam di Filipina bagian Selatan, dan
kewenangan legislatif yang berupa pemberian wewenang kepada
pemerintah lokal Moro untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri
yang bertanggung jawab langsung pada presiden.
2. Meningkatkan keamanan masyarakat
Moro dianggap sebagai gerakan pemberontak terhadap pemerintah
yang melakukan angka kejahatan tinggi di Filipina. Dengan itu
pemerintah Filipina bersiaga mempersiapkan pasukan keamanan yang
bernama AFP. Penambahan dilakukan untuk menjaga kestabilan dan
keamanan warga diwilayah Mindanao.
3. Kemudian kebijakan pemerintah intervensi yang berupa
pemaksaan terhadap pemimpin MILF untuk dapat mengakhiri
pemberontakan dan pelatihan keterampilan militer. Pemerintah akan
memberi sanksi tegas terhadap setiap anggota yang ditemukan telah
melakukan latihan dan terlibat melakukan tindak kekerasan terhadap
48. 81
warga sipil.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah menghadapi beberapa hambatan
dalam menyelesaikan konflik dengan separatis Moro. Hambatan pertama,
campur tangan dari Libya dan OKI telah menambah dinamika konflik
penyelesaian masalah dengan separatis Moro. OKI yang memiliki dasar
memperjuangkan kepentingan umat islam telah mengakui MNLF sebagai
bagian dari resolusi OKI dan mitra terdekat OKI. OKI mengancam akan
mengembargo pasokan minyak terhadap Filipina jika tidak segera mengiyakan
perintah OKI, tekanan yang diberikan OKI pada pemerintah untuk
mengeluarkan kebijakan otonomi khusus dan juga ancaman dari OKI membuat
pemerintah tidak bisa menolak permintaan tersebut mengingat
ketergantungannya terhadap negara-negara pengekspor Minyak OPEC yang
merupakan anggota OKI.
Hambatan yang kedua, adanya isu ancaman terorisme yang menyebabkan
proses perdamaian tak kunjung usai. Gerakan separatis Moro MILF dan Abu
Sayyaf telah tergabung dalam jaringan teroris internasional Al-Qaida dan Jamaah
Islamiah(JI). Keberadaan gerakan separatis Moro di Filipina menjadikan sasaran
yang nyaman karena gerakan tersebut membutuhkan banyak dukungan baik
sumber daya manusia maupun sember dana dari para donatur. Sehingga menjadi
jalan yang sangat mudah bagi anggota teroris untuk masuk kedalamnya.
Hubungan yang dijalin MILF dapat diketahui dari pelatihan penggunaan
pelucutan granat, mortir, senjata antitank dan howitzer. Berbagai aksi
bom, pembunuhan, penculikan dan pemerasan dilakukan kelompok tersebut
49. 82
untuk menyerang pemerintah. Tindakan-tindakan tersebut menjadikan masalah
baru pada pemerintah dalam upaya penanganan penyelesaian masalah gerakan
separatis Moro. Sesungguhnya MILF sadar akan keberadaan jaringan terorisme
di wilayahnya namun hal itu justru menjadi keuntungan bagi MILF. MILF
menggunakan kesempatan dengan masuknya Jamaah Islamiah ke wilayahnya
untuk bergabung memerangi angkatan bersenjata Filipina.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kebijakan-kebijakan yang
di terapkan pemerintah Filipina belum berhasil, indikator dari ketidak
berhasilan pemerintah Filipina menyelesaikan Masalah gerakan separatis Moro di
Mindanao adalah adanya berbagai hambatan-hambatan dalam proses
perundingan sehinggal masalah tersebut masih tetap ada dan gerakan separatis di
Filipina masih tetap melakukan pemberontakan.
F. PERANAN DUNIA INTERNASIONAL DALAM MENYIKAPI
KONFLIK DI FILIPINA SELATAN
1. PERAN INDONESIA DALAM KONFLIK DI FILIPINA
Proses perdamaian antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan
Moro National Liberation Front (MNLF) dibawah pimpina Prof. Nur
misuri tersebut telah berlangsung sejak ditandatanganinya Tripoli
agreement pada tanggal 23 Desember 1976 di Libya. Sejak itu
perjuangan MNLF dilakukan melalui perundingan damai. Dalam
perjuangan ini MNLF melibatkan negara-negara Timur Tengah maupun
negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI atau
50. 83
OIC=Organization Of Islamic Conference) termasuk pemerintah
Republik Indonesia, yang mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah
Filipina maupun MNLF untuk membantu menyelesaikan sengketa antara
kedua belah pihak.
Intervensi penjajah terhadap permukiman muslim mengakibatkan
muncul perlawanan yang cukup besar terutama di Philipina selatan
hingga Philipina merdeka, terutama pada tiga kepemimpinan presiden di
Filipina, yaitu:
a. Era Ferdinan E.Marcos (1972-1986)
b. Era Corazon C. Aquino (1986-1992)
c. Era Fidel V. Ramos (1992-1994)
Pada masa pemerintahan Presiden Marcos upaya perdamaian telah
diselenggarakan dengan ditandatanganinya perjanjian Tripoli pada
tahun 1976 di Lybia antara pemerintah dan MNLF dengan bantuan
Organisasi Konfrensi Islam sebagai fasilitator. Namun dalam
pelaksanaannya mengalami kegagalan dikarenakan perbedaan prinsipil.
Selanjutnya upaya perdamaian kembali diupayakan oleh presiden
Aquino dengan adanya penandatanganan Interm Ceasefire namun
kembali mengalami kegagalan dikarenakan pelanggaran gencatan
senjata yang dilakukan oleh pihak militer dan kepolisian. Pada masa
pemerintahan Fidel V. Ramos upaya perdamaian melalui bantuan
OKI kembali dilanjutkan dan perjanjian gencatan senjata disepakati
pada tanggal 28 November 1994. Kemudian pada tanggal 2 September
1996 ditandatangani Peace Agreement antara pemerintah dan MNLF.
51. 84
Indonesia sebagai salah satu negara yang diminta bantuan untuk
mengawasi jalannya Peace Agreement ini mengirimkan Konga
Indonesia XVII, yang terdiri dari 4 kontingen yaitu Konga Indonesia
XVII-I/PGS dan Konga Indonesia XVII-II/PGS yang bertugas sebagai
tim Pengamat Gencatan Senjata, dengan Konga Indonesia XVII-III dan
Konga Indonesia XVII-IV yang bertugas sebagai tim pengamat perjanjian
perdamaian antara pemerintah dengan MNLF. Pemerintah Filipina
memberikan penghargaan De Philippine Legion Of Honor kepada
komandan kontingen Brigjen TNI Asmardi Arbi dan Philippine
Republic Presidential Citation Badge kepada anggota kontingen atas
kontribusi kontingen Garuda selama berada di Filipina.
Berikut profil kontingen garuda Indonesia di Filipina,
No Konga
Nama
Misi
UN
Nama
Negara
Awal Akhir
Jml
Pers
Nama
Dansatgas
1 XVII-1 PGS FILIPINA
10
Apr
1994
10 Jan
1995
15
Asmardi
Arbi
2 XVII-2 PGS FILIPINA
10 Jun
1995
10 Apr
1996
16
Kivlan
Zein
3 XVII-3 PGS FILIPINA
9 Mar
1996
9 Jul
1997
16
Aqlani
Maza
4 XVII-4 PGS FILIPINA
21
Aug
25 Sep
1998
10
Zainal
Abidin