Dokumen tersebut membahas tentang air hidrostatik dalam tanah dan memuat informasi mengenai:
1) Kapilaritas dan tekanan kapiler yang berhubungan dengan ukuran butiran tanah dan volume pori,
2) Zona kapiler dan muka air tanah, serta
3) Fenomena penyusutan pada tanah berbutir halus akibat perubahan kadar air.
2. 1. Pendahuluan
1. Pendahuluan
2. Capillarity
3. Groundwater Table and The Vadoze zone
4. Shrinkage Phenomena in soils
5. Signifikansi shrinkage pada hal engineering.
6. Intergranular or effective stress
7. Vertical Stress Profile
8. Relationship Horizontal and Vertical Stress
3. 1. Pendahuluan
Berikut ini arti penting hydrostatic water in soil:
a. Air sangat mempengaruhi perilaku dari tanah, khususnya tanah berbutir halus
(fine-grained) serta massa batuan.
b. Air adalah faktor yang penting dalam desain engineering geoteknik dan proyek
konstruksi.
c. Pada umumnya, air pada tanah dapat bersifat statis atau dinamis.
d. Air tanah, walaupun berfluktuatif setiap tahunnya, tetapi dipertimbangkan
bersifat statis untuk berbagai macam tujuan engineering
4. 2. Capillarity
Berikut ini dijelaskan beberapa hal mengenai capillarity/kapilaritas:
a. Kapilaritas terjadi karena sifat cairan yang dikenal sebagai surface tension. Fenomena
kapiler dapat didemonstrasikan dengan banyak cara, contohnya dengan tabung
pengujian. Ketinggian kenaikan berbanding terbalik dengan diameter tabung
b. Semakin kecil diameter dalam tabung, semakin tinggi ketinggian kapilernya
c. Bentuk Meniscusnya cekung ke atas
dengan air menggantung pada dinding
tabung, Gambar 2.1.(a)
b. Beberapa material, tekanan kohesifnya
lebih besar daripada tekanan adhesi,
dan subtansi material tidak membasahi
tabung. Contohnya, merkuri, yang
memiliki depressed meniscus,
bentuknya cembung Gambar 2.1 (b) Gambar 2.1
5. 2. Capillarity
e. Untuk capillary rise diatas permukaan air, dinyatakan Persamaan 2.1 (bernilai negatif). Jika
๐ surface tension sekitar 73 mN/m; ๐ 1000kg/m ; ๐
.
. Persamaan 2.1
menjadi Persamaan 2.2, dimana โ tinggi kenaikan kapilaritas dalam meter, dan ๐
diameter tabung kapiler dalam milimeter.
โ
4๐
๐๐ ๐
2.1
โ
0.03
๐
2.2
f. Pada Gambar 2.2 ditampilkan distribusi tekanan dalam
air. Di bawah permukaan air, tekanan naik terhadap
kedalaman dan bernilai positif, tekanan ini dinyatakan
pada Persamaan 2.3, dimana ๐ข tekanan air, dan ๐ง
adalah kedalaman di bawah permukaaan air.
๐ข ๐ง๐ ๐ 2.3
g. Di atas permukaan air, tekanan air pada tabung kapiler
bernilai negatif.
Gambar 2.2
6. Example 1
Given:
The diameter of clean glass capillary tube is 0.1mm
Required:
Expected height of capillary rise of water
Solution:
โ
0.03
๐
0.03
0.1mm
0.3m rise
7. Example 2
Given:
The Pressure relationships shown in Figure E2.1
Required:
a. Show the maximum height of a water column in a large tube is about 10 m.
b. Show that the equivalent pore diameter at the vapor pressure is about 3 ๐m.
Figure E2.1
8. Example 2
Solutions:
a. In large tubes, the maximum height of a water column is governed by the vapor
pressure or the maximum negative pressure in the water. At the vapor pressure,
the pressure is 98.99 kPa.
โ
๐ข
๐ ๐
98.99 kPa
1000 kg m
โ 9.81 m s
โ
10.1m rise
b. Equivalent pore diameter at the vapor pressure about 3 ๐m
๐
. .
.
3 10 3(10-3) mm = 3 (10-6) m
9. 2. Capillarity
Berikut ini dijelaskan mengenai Capillary Rise dan Capillary Pressure pada soil:
a. Tanah merupakan kumpulan acak dari partikel-partikel, dan void yang
dihasilkan pun bersifat acak dan irregular.
b. Analogi tabung kapiler (meskipun tidak sempurna), membantu menjelaskan
fenomena kapilaritas pada tanah (capillary in soil).
c. Prinsipnya, kapilaritas atau tekanan negatif dan kenaikan kapiler akan bersifat
sama pada tanah dan tabung kaca.
10. 2. Capillarity
d. Pada Gambar 2.3, Tabung 1 memiliki diameter ๐ , seharusnya tinggi kenaikan
kapilernya โ . Meniscus yang terbentuk memiliki radius ๐ .
e. Pada tabung 2, โ โ air mencoba naik ke โ , namun tidak dapat, konsekwensinya
radius dari meniscus ๐ pada tabung 2 lebih besar dari ๐ , karena tidak mungkin
tekanan kapiler yang sesuai untuk berkembang.
f. Pada tabung 3, gelembung/void pada tabung muncul, dan tidak mungkin air masuk
ke dalam void karena diameter lebih besar dibandingkan ๐ .
g. Pada tabung 4, air dimasukan dari
atas tabung, maka meniscus
dibagian atas tabung dapat
menopang seluruh kolom air
dengan diameter ๐ . Dinding void
menyokong air di dalam void diluar
kolom.
Gambar 2.3
11. 2. Capillarity
h. Tabung 5 diisi oleh soil, dan air naik sampai ke permukaan tanah, diameter efektif pori
dari tanah kurang dari ๐ . Capillary meniscus/kapilaritas tergantung pada partikel
tanah, yang menarik butir tanah bersama sehingga menyebabkan intergranular stress
bekerja pada kontak antar butiran.
i. Meski capillary tube analogy tidak sempurna, namun cukup berguna menjelaskan
fenomena capillary pada tanah, tergantung ukuran butiran atau volume pori dan
distribusinya pada tanah.
j. Lebih mudah untuk mengukur ukuran dari butiran pada tanah dengan menggunakan
effective grain size ๐ท dan mengasumsikan effective pore diameter adalah suatu fraksi
dari ๐ท .
k. Sowers (1979) menyarankan sekitar 20% dari effective grain size.
l. Alternatif lain adalah menggunakan persamaan disarankan Terzaghi et al. (1996) untuk
tinggi capillary rise โ dalam meter, tergantung ๐ท dalam mm dan void ratio ๐ yang
dinyatakan pada Persamaan 2.4, dimana coefficient ๐ถ bervariasi 0.01 sd. 0.05 dan juga
tergantung dari grain shape dan surface impurities.
โ 2.4
12. Example 3
Given:
A sample of clay soil with a ๐ท 1.5๐m and void ratio 0.49
Required:
a. Calculate the theoretical height of capillarity rise in the clay
b. Estimate the capillary pressure in the clay
Solution:
๐ท 0.2 ๐ท 0.2 1.5๐m 0.3๐m 0.3 10 mm
a. Capillary rise
โ
0.03m
๐
0.03m
0.3 10 mm
100m
If we use Equation 2.4 we need to assume value ๐ถ, for this example letโs use the mean value or
0.003
โ
.
. .
40.8m
b. Capillary pressure
๐ข โ ๐ ๐ 100
1000kg
m
9.81
m
s
1000kPa 10at๐ 145psi
13. 2. Capillarity
m. Meskipun secara teoritis sangat jarang terjadi soil deposit yang memiliki kenaikan
kapiler seperti yang dicontohkan pada Example 3 (100m).
n. Beberapa void pada tanah natural cukup besar sehingga air dapat menguap dan
membentuk gelembung. Hal ini menyebabkan menisci hancur dan kenaikan air
kapiler berkurang.
o. Namun, ketinggian kenaikan kapiler dapat menjadi signifikan terutama pada fine
grained soil. Pada Tabel 2.1 menunjukkan ketinggian tipikal dari kenaikan kapiler
untuk beberapa jenis tanah. Tabel 2.1
14. 2. Capillarity
Capilary rise pada tanah mempengaruhi tegangan effektif (effective stress). Berikut ini
dijelaskan mengenai effective stress:
a. Pada Gambar 2.4 tegangan kontak intergranular disimbolkan oleh ๐ . Tegangan dinyatakan
pada Persamaan 2.5, disebut dengan tegangan efektif, memiliki fungsi yang cukup signifikan
di geotechnical engineering
๐ ๐ ๐ข 2.5
b. Jika ๐ข 1000kPa untuk tanah lempung, jika lempung pada tekanan atmosfer atau pada
kasus ini tegangan total (total stress) ๐ 0, maka Persamaan 2.5 menjadi ๐
1000 kPa.
Gambar 2.4
15. 2. Capillarity
b. Matric suction bernilai negatif atau kurang
dari nol, kecuali tanah jenuh air (fully
saturated atau ๐ 100%).
c. Salah satu cara memvisualisasikan matric
suction adalah kurva karakteristik dari tanah
dan air atau soil-water characteristic curve
(SWCC) yang ditampilkan Gambar 2.5.
d. Berdasarkan Fredlund dan Rahardjo (1993),
matric suction memiliki batasan nilai
sebesar 590 MPa pada kadar air bernilai
nol, pada kebanyakan jenis tanah.
Berikut ini dijelaskan mengenai soil water characteristic curve:
a. Matric suction sama dengan kuantitas (๐ข ๐ข), dimana ๐ข adalah tekanan pori udara
(pore air pressure) dan ๐ข adalah tekanan air pori (pore water pressure).
Gambar 2.5
16. 2. Capillarity
e. Pada ujung lain kurva (Gambar 2.5a), dimana matric suction bernilai 0, berarti tanah bersifat
jenuh air.
f. Akibat tanah berbutir halus (fine-grained) mengandung banyak jenis ukuran pori (pore size)
dan volume pori (pore volume), sehingga kadar air berubah secara non-linier pada kenaikan
suction.
g. Juga pada tanah kering yang
mengalami pembasahan (penambahan
kadar air) atau pada tanah jenuh yang
melepas kandungan kadar airnya
(drain), tidak mengikuti kurva yang
sama Gambar 2.5a. Wetting curve tidak
sama dengan drying curve pada
Gambar 2.5a.
h. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.5b, bentuk sesungguhnya soil-water
characteristic curve (SWCC) bergantung
pada jenis tanah.
Gambar 2.5
17. 3. Groundwater Table and Vadoze Zone
Berikut ini dijelaskan beberapa hal mengenai Groundwater Table dan Vadoze Zone:
a. Muka air tanah (groundwater table) dapat didefinisikan sebagai kondisi stabil, atau
elevasi kondisi stabil dimana tekanan air pori sama dengan tekanan atmosfer.
b. Di bawah muka air tanah derajat saturasi atau degree of saturation diasumsikan 100%.
c. Degree of saturation bernilai 100% pada muka
air tanah dan mendekati nol pada permukaan
tanah jika kondisi kering.
d. Tanah di atas muka air tanah disebut dengan
vadose zone yang terdiri dari zona kapiler
(capillary zone) atau capillary fringe (jika ada)
diilustrasikan oleh Gambar 3.1 dimana zona
kapiler juga termasuk ke dalam vadose zone.
Gambar 3.1
18. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
Berikut ini dijelaskan mengenai shrinkage phenomena in soil (penyusutan pada
tanah):
a. Penyusutan tanah berbutir halus (fine-grained) sangat penting untuk
kepentingan praktis.
b. Rekahan dan celah yang terjadi karena penyusutan merupakan zona lemah dan
dapat mengurangi stabilitas lereng dan penurunan daya dukung (bearing
capacity) dari pondasi.
c. Perubahan volume yang disebabkan oleh evaporasi dan pengeringan dapat
menyebabkan kerusakan pada bangunan dan perkerasan jalan.
d. Penyusutan tanah juga dapat memperluas akses masuk air, yang
memungkinkan bahaya yang lebih besar
19. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
e. Bagaimana tegangan kapiler dapat menyebabkan
penyusutan di tanah lempung dapat dipelajari dengan
analogi tabung horizontal dengan dinding elastis
kompresibel (Terzaghi, 1927) yang diilustrasikan Gambar 4.1.
f. Pada Gambar 4.1a tabung pada awalnya terisi sepenuhnya
oleh air, dan radius meniscus, yang belum mencapai bentuk
final, sangat besar.
g. Ketika penguapan/evaporasi terjadi, tekanan dalam air
berkurang dan meniscus mulai terbentuk Gambar 4.1b.
h. Semakin penguapan berlanjut, radius menjadi semakin kecil,
dan pemampatan pada dinding tabung semakin meningkat
dan panjang dan diameter tabung menyusut.
i. Batasnya, diilustrasikan oleh Gambar 4.1c, adalah ketika
radius meniscus pada kondisi minimum (sama dengan 1/2
radius tabung) dan telah terbentuk.
Gambar 4.1
20. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
j. Tekanan negatif pada tabung kapiler sama dengan nilai yang dihasilkan
Persamaan ๐ข โ ๐ ๐ dan dinding tabung telah menyusut
pada kondisi keseimbangan antara kekakuan dinding dan tekanan kapiler.
k. Jika tabung direndam di dalam air, kondisi meniscus hilang dan tabung dapat
mengembang karena tekanan kapiler tidak lagi bereaksi pada dinding tabung.
l. Suatu titik akan tercapai dimana tidak ada lagi pengurangan volume yang
timbul, kadar air pada kondisi ini didefinisikan sebagai shrinkage limit (SL atau
๐ค ), dan merupakan salah satu parameter Atterberg Limit
21. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
Pengujian shrinkage untuk menentukan shrinkage limit (SL) dijelaskan sebagai
berikut:
a. Shrinkage limit pada awalnya diobservasi oleh Atterberg (1911) dengan batang
kecil atau prisma yang berisi tanah lempung yang dibiarkan mengering secara
perlahan.
b. Dia memperhatikan bahwa titik dimana warna tanah berganti dan pada waktu
yang sama tanah tersebut memiliki panjang yang paling kecil.
c. Terzaghi menyarankan bahwa kita dapat mengukur volume kering dan massa
kering dengan baik dan menghitung kembali kandungan air pada titik volume
minimum.
22. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
e. Prosedur percobaan shrinkage ditampilkan pada
Gambar 4.2.
f. Tanah dengan total massa ๐ ditempatkan pada
cawan kecil yang volumenya diketahui ๐ dan
dibiarkan mengering secara perlahan.
g. Setelah massa kering ๐ diperoleh, volume kering
๐ ditentukan, maka shrinkage limit ๐๐ฟ dihitung
menggunakan Persamaan 4.1 atau Persamaan 4.2:
๐๐ฟ
๐
๐
1
๐
๐ 100 % 4.1
๐๐ฟ ๐ค
๐ ๐ ๐
๐
100 % 4.2
Gambar 4.2
23. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
Pada beberapa kasus tanah yang memiliki
kecenderungan shrinkage dipadatkan (compacted).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai kecenderungan
susut dan muai dari tanah yang dipadatkan, shrinkage of
compacted Clay.
a. Pada Gambar 4.3, specimen tanah yang dipadatkan
kondisi basah menghasilkan penyusutan yang lebih
besar dibandingkan dengan yang dipadatkan pada
kondisi kering.
b. Pada Gambar 4.3 atas, menunjukkan perbedaan
metode pemadatan mempengaruhi magnitude
penyusutan, karena menghasilkan kondisi tanah
yang berbeda.
Gambar 4.3
24. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
Berikut ini dijelaskan mengenai identifikasi dan prediksi shrinkage soil:
a. Banyak metode dan prosedur telah dikembangkan selama bertahun-tahun untuk
mengidentifikasi material ekspansif dan memprediksi potensi kembang tanah tersebut.
b. Metode-metodenya terdiri dari analisis kimia dan mineralogy, korelasi antara klasifikasi
dan property indeks, dan pengujian laboratorium yang mengukur tekanan
pengembangan/swelling dan perubahan volume.
c. Setelah diidentifikasi, penting untuk mengetahui potensi pengembangannya, dan cara
paling umum untuk dilakukan adalah menggunakan klasifikasi dan pengujian nilai indeks.
d. Tabel 4.1 merangkum penelitian Swelling Clays dan Tanah Ekspansif oleh US Dept of the
Interior (Holtz,1959). Tabel 4.1
25. 4. Shrinkage Phenomena in Soil
e. Salah satu cara untuk mengidentifikasi pengembangan adalah free-swell tests
dikembangkan oleh US Bureau of Reclamation (Holtz and Gibbs,1956).
f. Pengujian dilakukan dengan menuangkan 10 cm3 tanah kering yang lolos saringan 425
mm (no.40) ke dalam 100 cm3 silinder ukur yang terisi oleh air dan amati volume
kembangnya.Free swell disefinisikan dengan Persamaan 4.3:
free swell 100 % 4.3
g. Sebagai contoh, bentonite (Na-montmorillonite) dengan potensi kembang yang tinggi
memiliki free-swell >1200%.
h. Tanah dengan nilai free-swell 100% menyebabkan kerusakan struktur ringan ketika
tanah menjadi basah, sedangkan tanah dengan nilai free-swell kurang dari 50%
menyebabkan hanya sedikit perubahan volume.
i. Meskipun pengujian free-swell terbilang sangat sederhana, pengujian ini memiliki
beberapa kekurangan dan tidak lagi menjadi standar dalam pengujian USBR.
26. 5. Signifikansi shrinkage dalam hal engineering
Berikut ini signifikansi shrinkage pada hal enginering:
a. Beberapa kali disebutkan bahwa kembang susut tanah menyebabkan kerugian dan
kerusakan pada perkerasan, struktur ringan seperti rumah, dan infrastruktur lain.
b. Kerusakan yang terjadi jarang mengancam nyawa, tetapi tidak kalah penting karena
mengurangi nilai layan, estetika, dan menyebabkan tambahan biaya untuk perbaikan
serta maintenance.
c. Estimasi biaya kerusakan yang disebabkan kembang susut tanah berkisar anatara 10
miliar dollar sampai 13 milliar dollar per tahun di US.
d. Sebagai perbandingan, biaya kerusakan ini lebih besar dua kali lipat dibandingkan
biaya kerusakan per tahun akibat banjir, badai, tornado atau gempa yang
diakumulasikan.
e. Kembang susut pada umunya terjadi pada lapisan atas tanah, maka dari itu kembang
susut merusak struktur ringan seperti gedung kecil, perkerasan jalan, dan kanal.
27. 5. Signifikansi shrinkage dalam hal engineering
f. Tekanan swelling setinggi 1000 kPa telah diukur, tekanan ini ekivalen dengan
embankment dengan ketebalan 40m sampai 50 m
g. Pada umumnya, tekanan setinggi ini tidak timbul, namun dengan tekanan
swelling yang lebih ringan sekitar 100kPa atau 200 kPa, contohnya,
embankment dengan tebal 5 sampai 6 m dibutuhkan untuk mencegah swelling
terjadi pada subgrade, dengan tekanan (100kPa atau 200kPa).
h. Sebagai perbandingan, bangunan pada umumnya menghasilkan tegangan
sebesar 10 kPa per lantai.
28. 6. Intergranular or Effective Stress
Berikut ini dijelaskan konsep intergranular stress atau effective stress:
a. Intergranular stress atau tegangan efektif telah diperkenalkan sebelumnya didefinikan dengan
Persamaan 6.1, dimana ๐ adalah tegangan normal total, ๐ adalah tegangan normal
efektif/intergranular stress, dan ๐ข adalah tekanan air pori atau pore water pressure.
๐ ๐ ๐ข 6.1
b. Ketika kepadatan (atau berat jenis) dan ketebalan lapisan tanah dan lokasi dari muka air tanah
diketahui, tegangan total dan tekanan air pori dapat diestimasi atau dihitung.
c. Namun, tegangan efektif hanya bisa dihitung, tidak dapat dilakukan pengukuran tegangan
efektif , dinyatakan dengan Persamaan 6.2.
๐ ๐๐โ 6.2
d. Perhitungannya tegangan netral atau tekanan air pori atau pore water pressure dengan
mengalikan kedalaman titik di bawah muka air tanah ๐ง , dengan kepadatan air ๐ , dan
gravitasi ๐ 9.81kN/m ditampilkan pada Persamaan 6.3.
๐ข ๐ ๐๐ง 6.3
29. 6. Intergranular or effective stress
e. Pada material berbutir seperti pasir atau gravel, tegangan efektif sering disebut
dengan tegangan intergranular (intergranular stress).
f. Tegangan intergranular tidak sama dengan tegangan yang dihasilkan oleh
kontak antar butiran, karena area sentuhan antar partikel butiran sangat kecil,
sehingga tegangan kontak secara aktual biasanya sangat besar.
g. Tegangan intergranular lebih tepat
didefinisikan sebagai penjumlahan gaya
sentuh/contact yang dibagi dengan
luasan gross terlihat pada Gambar 6.1.
h. Gaya-gaya yang bekerja adalah, gaya
vertical total atau beban ๐ dapat
dipertimbangkan sebagai penjumlahan
gaya kontak intergranular ๐ dan gaya
hidsrostatik adalah ๐ด ๐ด ๐ข di air pori.
Gambar 6.1
30. 6. Intergranular or effective stress
i. Karena tekanan air pori atau pore water pressure hanya bekerja pada area pori atau
void, untuk mendapatkan gaya pori water ๐ข harus dibagi dengan luasan area void
๐ด ๐ด atau didefinisikan dengan Persamaan 6.4.
๐ ๐ ๐ด ๐ด ๐ข 6.4
j. Dimana ๐ด adalah total luasan gross dan ๐ด adalah luasan kontak diantara butiran.
Sehingga didapatkan Persamaan 6.5 , dimana ๐ adalah luasan kontak diantara
partikel per luasan gross dari tanah (Skempton,1960)
๐
๐ด
๐
๐ด
๐ด ๐ด
๐ด
๐ข atau ๐ ๐ 1
๐ด
๐ด
๐ข atau ๐ ๐ 1 ๐ ๐ข 6.5
k. Pada material granular, karena bidang kontak mendekati bidang titik, sehingga nilai ๐
mendekati nol, sehingga dari Persamaan 6.5 disederhanakan menjadi Persamaan 6.6.
๐ ๐ ๐ข 6.6
31. 6. Intergranular or effective stress
l. Persamaan 6.6 sangat berguna dan penting. Hal ini diterima secara umum bahwa
effective stress pada massa tanah mengontrol perilaku engineering massa tanah
tersebut.
m. Respon massa tanah terhadap perubahan tegangan yang diaplikasikan (tahanan
tekan dan tahanan geser) sangat bergantung pada tegangan efektif pada massa tanah
tersebut.
n. Prinsip tegangan tanah merupakan salah satu konsep paling penting di geotechnical
engineering.
o. Konsep yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu konsep tegangan efektif pada tanah
granular. Sedangkan konsep tegangan efektif pada tanah kohesif berbeda dari konsep
tanah granular karena sangat diragukan kristal mineral pada tanah kohesif melakukan
kontak fisik secara nyata karena mineralnya dikelilingi oleh bahan pengikat berupa air.
p. Berdasarkan bukti eksperimental dan analisis yang teliti oleh Skempton (1960) telah
menunjukkan bahwa untuk pasir jenuh dan lempung, prinsip effective stress adalah
perkiraan yang sangat baik untuk kondisi realnya.
32. Example 4
Given:
The container of soil shown in Figure E4.1 The saturated density is 2000 kg/m3.
Required:
Calculate the total stress, pore pressure, and effective stress at elevation A when
a. The water table is at elevation A
b. The water table rises to elevation B
Figure E4.1
33. Example 4
Solution
a. Assume the soil in the container is initially saturated (but not submerge). The water
table is located at elevation A. Use Eq (6.2), (6.3), and (2.5) to calculate the stress at
elevation A.
Total Stress at elevation A
๐ ๐ ๐โ 2000 kg m
โ 9.81 m s
โ 5 m
๐ 98100 N/m 98.1 kPa
Pore Pressure at elevation A
๐ข ๐ ๐๐ง 1000 kg m
โ 9.81 m s
โ 0 m 0kPa
Effective stress at elevation A
๐ ๐ ๐ข 98.1kPa 0 98.1kPa
Figure E4.1
34. Example 4
b. If we raise the water table to elevation B, a change in effective stresses at
elevation A occurs, since the saturated soil becomes submerge or buoyant. The
stresses at elevation A due to the soil and water above are as follows:
Total Stress at elevation A
๐ ๐ ๐โ ๐ ๐๐ง 2000 9.81 5 1000 9.81 2 117.7kPa
Pore Pressure at elevation A
๐ข ๐ ๐๐ง ๐ง โ 1000 9.81 2 5 68.7kPa
Effective stress at elevation A
๐ ๐ ๐ข 117.7 68.7 49.0kPa
35. Example 5
Given:
The soil profile as shown in Figure E5.1
Required:
What are the total and effective stresses at point A?
Figure E5.1
36. Example 5
Solution:
First find ๐ and ๐ of the sand. This will be a review of phase relations. Let ๐ = 1 m3;
therefore ๐ ๐ , and
๐ 1 ๐ 1 ๐
From Equation ๐ ,
๐ ๐ 1 ๐
๐ 2700 kg m
โ 1 0.5 m 1350kg
๐ 1350kg
๐
โ .
1850 kg m
โ
37. Example 5
Solution:
The effective stress at A is โ ๐ ๐โ :
1350 kg m
โ 9.81 m s
โ 2m 26.49kPa
+ 1850 kg m
โ 9.81 m s
โ 2m 36.30kPa
+ 2000 kg m
โ 9.81 m s
โ 4m 78.48kPa
Total stress 26.49 26.49 36.30 78.48 141.27kN/m 141.27kPa
The effective stress at A is
๐ ๐ ๐ข ๐ ๐ ๐โ 141.3 1000 kg m
โ 9.81 m s
โ 6 m
82.4kPa
38. Example 5
Solution:
The effective stress may also be computed by the โ ๐๐โ above the water table and the
โ ๐ ๐โ below the water table, or
1350 ๐๐ ๐
โ 9.81 ๐ ๐
โ 2๐ 26.49 kPa
1850 1000 9.81 2๐ 16.68 kPa
2000 1000 9.81 4๐ 39.24 kPa
82.41 kPa checks
39. 7. Vertical Stress Profile
Untuk kepentingan penelitian dan desain pada umumnya diperlukan pembuatan
soil profile, berikut ini beberapa manfaat penggunaan soil profile:
a. Pada rekayasa pondasi, seringkali berguna untuk menggambarkan grafik
hubungan antara tegangan total, tekanan pori, dan tegangan efektif terhadap
kedalaman.
b. Plotting ini digunakan sebagai evaluasi dari bearing capacity dan penurunan
dari pondasi dangkal maupun dalam, juga sebagai evaluasi stabilitas galian.
40. Example 6
Given:
The soil profile of Example 5.
Required:
Plot the total stress, pore pressure, and effective
stress with depth for the entire soil profile.
Solution:
See Figure E6.1. You should verify that the
numerical values shown on the figure are correct.
As the previous example, computations to the
nearest whole kPa are generally accurate enough.
Figure E5.1
41. Example 6
Note how the slopes of the stress profiles change as the density changes. In geotechnical
practice, the basic soils information comes from site investigations and borings, which
determine the thicknesses of the significant soil layers, the depth to the water table, and the
water contents and densities of the various materials. Stress profiles are also useful for
illustrating and understanding what happens to the stresses in the ground when conditions
change-for example, when the groundwater table is raised or lowered as a result of some
construction operation, pumping, or flooding. Some of these effects are illustrated in the
following examples.
Figure E6.1
42. 8. Relationship Horizontal and Vertical Stress
Berikut ini dijelaskan hubunganantara tegangan vertikal dan tegangan
horizontal:
a. Dari hidrostatik dapat diketahui bahwa tekanan dalam air bernilai sama pada semua
arah. Namun, tidak dengan tekanan di dalam tanah.
b. Sangat jarang ditemui pada tanah timbunan tanah asli tegangan horizontal pada tanah
bernilai persis sama dengan tegangan vertikalnya.
c. Sehingga, dengan kata lain, tegangan dalam tanah tidak serta merta bersifat hidrostatik
Rasio antara tegangan horizontal dan tegangan vertical disajikan pada Persamaan 8.1. ,
dimana
๐พ
๐
๐
8.1
43. 8. Relationship Horizontal and Vertical Stress
d. Paramater koefisien ๐พ sangat penting pada geotechnical engineering.
e. Koefisien ini disebut dengan koefisien tekanan lateral tanah. Koefisien ini
mengungkapkan kondisi tegangan di tanah dalam hal tegangan efektif, dan tidak
bergantung pada lokasi muka air tanah.
f. Bahkan jika terdapat perubahan kedalaman, ๐พ akan bernilai konstan selama masih
berada di lapisan tanah yang sama dan kerapatannya tetap sama.
g. Namun, koefisien ini juga sangat sensitif terhadap sejarah tegangan geologis dan
engineering untuk kepadatan lapisan tanah di atasnya (Massarsch et al., 1975).
44. 8. Relationship Horizontal and Vertical Stress
h. Nilai ๐พ dalam endapan tanah alami dapat bernilai rendah, berkisar antara 0.4
atau 0.5 untuk tanah sedimen yang tidak pernah dibebani sebelumnya atau
bernilai hingga 3.0 atau lebih besar untuk tanah yang telah dibebani
sebelumnya.
i. Nilai tipikal ๐พ untuk kondisi geologi yang berbeda diberikan dalam Bab 9.