Narasi analisis anggaran dinkes dan rs anuntaloko parimo apbd m dan p tahun 2013
1. Implementasi Belanja Langsung Sektor Kesehatan di Kabupaten Parimo 1
(Analisis Kebijakan Anggaran
Dinas Kesehatan dan RSU Anuntaloko Tahun 2013)
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan HAM dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita negeri ini sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan UUD RI Tahun 1945, sehingga dalam setiap kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam
rangka pembentukan SDM Indonesia serta peningkatan ketahanan2
.
Agar dapat mewujudkan prinsip tersebut, tentu pengelolaan anggaran harus
bersesuaian dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005
Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sejalan dengan itu teknis pengelolaan keuangan
daerah bagi pemerintah daerah harus mempedomani aturan pengelolaan keuangan daerah
yang telah tertuang dalam peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) tentang
pengelolaan keuangan daerah.
Dalam asas umumnya sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 21 tahun
2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 1 angka 38 menyebutkan Penganggaran
Terpadu (unified budgeting) adalah rencana keuangan tahunan yang dilakukan
secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana,
selain itu menegaskan pengelolaan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat
untuk rakyat.
Harapan akan proses penyusunan anggaran yang efisien, ekonomis, efektif serta
transparan tentu menjadi cita-cita kita bersama sehingga pembangunan dapat terwujud
dengan baik terutama pembangunan bidang kesehatan. Analisis kebijakan anggaran kali
ini difokuskan di Sektor Kesehatan, dengan melihat sejauhmana Implementasi Belanja
Langsung (BL) di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Anuntaloko Kabupaten Parigi
Moutong serta Perubahannya dalam APBD tahun 2013. Analisis ini akan disandingkan
dengan beberapa fakta-fakta lapangan yang terjadi di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan
Mepangan dan Kecamatan Tinombo. BL yang dimaksud disini didalamnya terdapat
Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal.
Analisis ini menggunakan metode yang menekankan pada aturan-aturan hukum
terkait dengan pengaturan anggaran serta kaidah-kaidahnya. Menggunakan data skunder,
terdiri dari bahan hukum primer, serta bahan hukum sekunder. Selain menggunakan dua
bahan hukum di atas, penulis juga menggunakan tiga pendekatan, yaitu3
pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual apprach) serta
pendekatan kasus (case approach). Bahan yang diperoleh dari penelitian ini kemudian
dianalisis dengan cara kuantitatif.
Saat ini Kabupaten Parigi Moutong terdiri atas 20 kecamatan dan 175 desa serta 5
kelurahan, dengan luas wilayah 6.231,85 km2. Secara administrasi hingga tahun 2009
1
Sumber Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah, 2013
2
Sumber UU Kesehatan Nomor 29 Tahun 2009 pertimbangan sosiologis huruf a dan huruf b
3
Peter Mahmud Marzuki,Ibid. hlm. 93
1
2. kabupaten Parigi Moutong memiliki 20 kecamatan, 175 kelurahan/desa. Berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Kabupaten Parigi
Moutong mencapai 413.645 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 212.729 jiwa dan perempuan
200.916 jiwa dengan sex rasio 106 dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 61
jiwa/Km24
. Tahun 2012 Kabupaten Parigi Moutong adalah kabupaten dengan jumlah
terbanyak penduduk miskin (RT Miskin) sekitar 185.626 KK5
jika dibandingkan dengan
9 kabupaten dan 1 kota lainnya di Sulawesi Tengah.
Melihat kondisi jumlah penduduk miskin terbanyak, sudah barang tentu menjadi
perhatian yang serius bagi pemerintah daerah dan kita semua, belum lagi jika
disandingkan dengan pelayanan kesehatan bagi rakyat, masih dinilai buruk. Sejumlah
temuan lapangan oleh Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah
di sejumlah Puskesmas dan Polindes di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Mepanga dan
Kecamatan Tinombo menunjukan bahwa tenaga kesehatan dan prasarana serta sarana
kesehatan masih sangat kurang, hal ini tentu sangat berpengaruh besar terhadap
pelayanan kesehatan bagi rakyat.
Sebut saja di Kecamatan Mepanga terkait dengan sarana pelayanan, misalnya pihak
puskesmas selalu kehabisan cairan infuse dan obat-obatan, sebuah kasus pasien penyakit
muntaber asal Desa Sumber Makmur di bulan Agustus 2013 telah dirawat, namun pasien
ini harus membeli 12 botol cairan infus menggunakan biaya pribadi sementara pasien
telah mengantongi surat keterangan kurang mampu dari kepala desa setempat. Saat
bersamaan pula pihak puskesmas menghentikan perawatan si pasien yang belum sembuh
total, dengan perasaan kecewa pihak keluarga pasien membawanya ke salah satu Rumah
Sakit (RS) di Kota Palu. Lain pula halnya dengan pasien rujukan untuk mendapatkan
pelayanan mobil ambulance, pihak puskesmas dengan berbagai alasan menyatakan mobil
rusak, tidak ada sopir dan lain sebagainya.
Fakta lain menunjukkan di Kecamatan Tinombo, puskesmas disana masih juga
sering kehabisan stok obat-obatan dan cairan infuse, selain kekurangan dokter, petugas
kesehatan lainnya seperti tenaga perawatpun masih juga tidak memadai, selain insentif
yang diterima sangat minim, kesemua ini berakibat keterlambatan pelayanan bagi rakyat.
Tenaga dokter selain dibutuhkan di puskesmas juga di RS Raja Tombolotutu yang
diresmikan tahun 2013. Situasi-situasi ini tidak hanya terjadi di RS atau puskesmas
semata, tetapi juga di polindes mengalami disfungsi, kadang dikunjungi kosong, namun
demikian ada hal yang jangkal dan aneh menurut penilaian kami, bahwa RS di sana telah
merujuk pasiennya ke puskesmas.
Situasi umum lainnya yang berakibat keterlambatan pelayanan kesehatan bagi rakyat
adalah, kebijakan pemerintah daerah untuk penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
sebagai pengganti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi rakyat miskin.
Pihak RS, Puskesmas ataupun Polindes tidak serta merta melayani pasien yang hanya
menggunakan KTP, sebab pihak RS, Puskesmas ataupun Polindes sebagai pelayan
mengaku tidak ada tempat klaim atas sejumlah biaya yang telah dikeluarkan. Dengan
begitu pihak pelayan berdalih petugas kesehatan keluar, tidak ada obat, obat harganya
mahal ataupun tidak ada kamar bagi pasien6
.
Melihat kondisi obyektif sebagaimana terurai pada latar belakang di atas, maka kami
hendak melihat bagaimanakah implementasi BL di Sektor Kesehatan pada Dinas
Kesehatan dan RS Anuntaloko di Kabupaten Parigi Moutong.
4
Sumber Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah
5
Sumber Unit Penetapan Sasaran Penanggulangan Kemiskinan (UPSPK) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), Maret 2012
6
Temuan lapangan Kantor Perwakilan KPPA Sulteng Kabupaten Parimo, 2013
2
3. B. Implementasi Belanja Langsung
Sebagaimana tertuang pada berbagai ketentuan perundang-undangan di atas terkait
dengan kebutuhan hak dasar kesehatan bagi rakyat serta sinerginya dengan pengelolaan
keuangan daerah yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian
efisiensi alokasi dana, dan dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk rakyat.
Maka harapan tersebut merupakan cita-cita kita bersama dalam mewujudkan
pembangunan terutama di sektor kesehatan khususnya di Kabupaten Parimo, namun
pada kenyataan harapan tersebut sepertinya masih sepenuhnya belum terwujud, kenapa
tidak sebut saja kasus pelayanan kesehatan yang masih lemah dari segi prasarana dan
sarana RS, puseksmas dan polindes di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Mepanga dan
Kecamatan Tinombo, di kedua kecamatan tersebut masih kekurangan obat-obatan, cairan
infuse, sarana mobil ambulance, tenaga perawat, tenaga dokter, insentif bagi tenaga
kesehatan masih minim sampai dengan pelayanan fasilitas jaminan kesehatan bagi rakyat
seperti Jamkesmas. Realitas ini tentu menjadi perhatian kita semua terutama pemerintah
daerah, sebab pelayanan ini sangat erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah
khususnya di sektor Kesehatan yaitu Dinas Kesehatan dan RS.
Di bawah ini akan diperlihatkan satu persatu bagimana kebijakan anggaran di Dinas
Kesehatan maupun RS. Analisis ini akan memfokuskan pada BL yang di dalamnya
terdiri dari Belanja Pegawai (BP), Belanja Barang dan Jasa (BBJ) serta Belanja Modal
(BM). Kita pahami bersama bahwa Belanja Modal merupakan jantung dari BL. Olehnya
itu prinsip pengelolaan keuangan daerah sebagimana dimaksud di atas harus
terimplementasi sebaik-sebaiknya, sehingga manfaat anggaran bagi rakyat betul-betul
terasa.
B.1 Belanja Langsung Dinas Kesehatan
Hasil analisis memperlihatkan keseluruhan belanja tidak langsung (BTL)
sebelumnya sebesar Rp. 32.212.694.961 setelah perubahan ada kenaikan sebesar Rp.
34,660,663,184, terlihat mengalami penambahan anggaran sebesar Rp. 2 Milyar lebih
atau sekitar Rp. 2.447.968.223 atau dalam pertumbunannya mencapai 8%7
. Sebagaimana
tergambar pada gambar grafik 01, di bawah ini :
Gambar grafik 01. Pertumbuhan BTL Dinas Kesehatan Kabupaten Parimo
Hal ini sejalan dengan
pertumbuhan BL,
sebelum perubahan
Rp. 23.107.012.900
mengalami kenaikan
setelah perubahan
sebesar Rp. 9 Milyar
lebih (Rp.
9.952.000.000) atau
43%, sebagimana
terlihat dalam gambar
grafik 02 di bawah ini:
7
Hasil Analisis Anggaran oleh Unit Advokasi bagian Analisis Kebijakan Anggaran KPPA Sulawesi Tengah, 2013
3
4. Sebagimana dimaksudkan
bahwa BL terdiri dari Belanja
BP, BBJ serta BM. Terlihat BP
sebelum perubahan sebesar Rp.
1.246.698.000 setelah
perubahan menjadi Rp.
1.269.638.000 terlihat
ketambahan anggaran sebesar
Rp. 22 juta lebih (Rp.
22.940.000), sementara BBJ
juga mengalami ketambahan
yang sama sebesar 4 Milyar
lebih (Rp. 4.690.055.597) serta
BM terjadi ketambahan budget
Gambar grafik 02. Pertumbuhan BL Dinas Kesehatan Kabupaten
Parimo
5 Milyar lebih atau sekitar Rp. 5.239.004.403 dari sebelumnya Rp. 6.978.283.000 dan
setelahnya menjadi Rp. 12.217.287.403, sebagimana terlihat pada Gambar 03 di bawah
ini :
Gambar 03 grafik BL Dinas Kesehatan Sebelum dan sesudah Perubahan
Untuk Belanja Jasa Kantor sebelum perubahan sebesar Rp. 8.492.265.800 dan
setelahnya Rp.11.220.245.100 terdapat kenaikan Rp. 2 Milyar lebih atau Rp.
2.727.979.300.
Lain pula halnya dengan belanja perjalanan dinas, belanja makan minum (Mamin) serta
belanja material pendukung lain-lainnya yang kesemuanya terdapat di dalam BBJ. Untuk
belanja perjalanan dinas mengalami kenaikan sebesar Rp. 180 juta lebih (Rp.
4
5. 182.332.100), selisih dari sebelumnya Rp. 1.111.895.000 dan setelahnya Rp.
1.294.227.100. Untuk mamin atau belanja pakai habis juga mengalami kenaikan
sebesar Rp.780 juta lebih (Rp.780.476.800) yang sebelumnya hanya Rp. 129.284.100
menjadi Rp.909.760.900, kenaikan ini hanya dihabiskan semuanya untuk mamin. Untuk
belanja bahan material juga mengalami hal yang sama, naik Rp. 1 Milyar lebih atau
sebesar Rp.1.340.480.497 yang diperoleh dari selisih sebelumnya sebesar Rp.
2.598.376.800 dan sesudahnya Rp. 3.938.857.297.
Belanja Jasa Kantor mengalami kenaikan terbanyak hingga mencapai Rp. 2
Milyar lebih, menyusul belanja bahan material sebesar Rp. 1 Milyar lebih, belanja
mamin Rp.780 juta lebih dan terakhir belanja perjalanan dinas sebesar Rp. 180 juta
lebih. Kenaikan-kenaikan ini luar biasa, ditengah kondisi dan situasi rakyat yang sangat
membutuhkan pelayanan kesehatan, sebagimana terlihat pada Gambar 04. dibawah ini :
Gambar 04 grafik Belanja terbanyak dalam BL Sebelum dan sesudah Perubahan
Jika BP ditambahkan dengan BBJ maka terlihat angka setelah perubahan menjadi
Rp. 20 Milyar lebih atau Rp. 20.841.725.497 sementara BM hanya Rp. 19 Milyar lebih
atau sekitar Rp. 19.195.570.403, terlihat selisihnya Rp. 1 Milyar lebih atau
1.646.155.094. Hal ini sama artinya bahwa BM sebagai jantung dari BL untuk kebutuhan
rakyat tidak memiliki arti apa-apa, porsinya hanya sedikit sekali dibanding dengan porsi
di BP maupun di BBJ totalnya terserap sebesar 63.04 %
5
6. Ada hal yang
juga tidak kalah
menariknya, patut
menjadi perhatian
kita, seperti
tergambar pada
bagan gambar 05
disamping,
misalnya belanja
pakai habis yang
terdapat dalam
BBJ seperti belanja
peralatan
kebersihan dan
bahan pembersih
Gambar 05 grafik Belanja Bahan pakai habis dalam BBJ
sebelum perubahan hanya Rp. 5.000.000 setelah perubahan menjadi Rp. 34.285.000,
terjadi ketambahan lonjakan angka yang cukup besar yaitu sekitar Rp. 29 Juta lebih atau
Rp. 29.285.000. Hal yang sama juga terjadi pada belanja ATK dari Rp. 65.658.100
setelah perubahan menjadi Rp.128.288.600, terdapat kenaikan sebesar Rp. 62.630.500
atau Rp. 62 Juta lebih.
Gambar 06. Grafik Belanja Perjalanan Dinas pada BP sebelum dan
setelah perubahan
Begitu pula yang terjadi
pada perjalanan dinas
yang terdapat pada BP
rata-rata mengalami
kenaikan baik perjalanan
dinas dalam daerah
maupun luar daerah,
seperti terlihat pada
gambar 06. Disamping
ini.
Bagaimana terjadi
setelah perubahan untuk
perjalanan dinas dalam
daerah, mengalami
kenaikan sebesar Rp. 141
Juta lebih dari
sebelumnya sebesar
Rp. 484.120.000 dan perjalanan dinas luar daerah mengalami hal yang sama, bertambah
sebesar Rp. 41 Juta lebih dari sebelumnya sebesar Rp. 627.775.0008
.
B.2 Belanja Langsung Rumah Sakit Anuntaloko
Pendapatan RS Anuntaloko tahun 2013 ini sebesar Rp. 9.000.000.000 setelah
perubahan menjadi Rp.10.530.000.000, mengalami kenaikan sebesar Rp. 1 Milyar lebih
atau sekitar Rp.1.530.000.000, sementara BTL terdapat juga kenaikan sebesar Rp. 1
8
ibid
6
7. Milyar lebih atau Rp. 1.886.683.866 dari BTL sebelumnya Rp. 18.265.493.877 sehingga
total BTL setelah perubahan menjadi Rp. 20.152.177.743. Sebagimana telihat pada
Gambar 07 dan Gambar 08, yang tergambar dalam grafik balok di bawah ini :
Gambar 07. Grafik Pendapatan sebelum dan
setelah perubahan
Gambar 08. Grafik Belanja sebelum dan
setelah perubahan
Dari gambar grafik di atas terlihat bagaimana BL mengalami kenaikan sebesar Rp. 5
Milyar dari Rp. 10.360.842.800 menjadi Rp. 15.360.842.800 telah perubahan.
BP yang terdapat dalam BL juga mengalami pertambahan sebesar Rp. 49 Juta lebih
atau Rp.49.505.000 dari belanja sebelumnya sebesar Rp. 1.106.610.000 sehingga total
menjadi Rp. 1.156.115.000. Sementara BBJ juga mengalami hal yang sama, bertambah
sebesar Rp. 3 Milyar lebih atau Rp. 3.300.194.000 sehingga naik menjadi Rp.
9.193.300.050 dari sebelumnya sebesar Rp. 5.893.106.050. BM mengalami kenaikan
sebesar Rp. 5.011.427.750 dari sebelumnya Rp. 3.361.126.750. BM ini hanya naik
sebesar Rp.1 Milyar lebih saja atau sekitar Rp.1.650.301.000, hal ini dapat terlihat pada
Gambar 09 dibawah ini :
Untuk BBJ sebesar Rp.
3 Milyar lebih terbagi
ke dalam 3 bagian
pembelanjannya, yaitu
Belanja Perjalanan
Dinas mengalami
penurunan setelah
perubahan baik dalam
maupun luar daerah
sebesar Rp.
189.621.200. Dengan
rincian luar daerah naik
menjadi Rp. 185.553.200
sementara dalam daerah
sebesar Rp. 4.068.000
7
8. Gambar 09. Grafik BP, BBJ dan BM sebelum dan setelah perubahan dari sebelumnya
sebesar Rp. 199.240.000, penurunanya sebesar Rp. 9 Juta Lebih atau Rp. 9.618.800.
Belanja Mamin yang juga terdapat dalam BBJ terbagi menjadi 5 bagian, yaitu : Mamin
Harian Pegawai, Mamin Rapat, Mamin Tamu, Mamin Kegiatan dan Mamin
Pasien. Terdapat total kenaikan sebesar Rp. 700 Juta lebih atau sekitar Rp. 775.030.000
dari sebelumnya sebesar Rp. 678.640.000. Detail Mamin ini dapat terlihat pada Gambar
10, dibawah ini :
Gambar 10. Grafik Mamin dalam BBJ sebelum dan setelah perubahan
Dari gambar Mamin di atas terlihat ketambahan anggaran pada Mamin Pasien sebesar
Rp. 75 Juta, Mamin Harian Pegawai sebesar Rp. 30 Juta, Mamin Tamu sebesar Rp. 3
Juta Lebih atau kurang lebih Rp. 3.750.000. Sementara lainnya mengalami penurunan,
seperti Mamin Rapat penurunan sebesar Rp. 10.360.000 dari sebelumnya Rp. 20.200.000
menjadi Rp. 9.840.000 setelah perubahan, menyusul Mamin Kegiatan menunrun Rp. 2
Juta yang sebelumnya sebesar Rp. 10.980.000 menjadi Rp. 8.980.000.
Namun demikian jika ditotalkan keseluruhan Belanja Mamin ini mengalami ketambahan
anggaran sebesar Rp. 96.390.000 atau sekitar Rp. 96 Juta lebih dari seblumnya sebesar
Rp. 678.640.000 total menjadi Rp. 775.030.000 setelah perubahan.
Untuk Belanja Pemeliharaan sebesar Rp. 123.375.050 setelah perubahan mengalami
kenaikan sebesar Rp. 488.636.111, terlihat ada ketambahan anggaran sebesar
Rp.365.261.061 atau Rp. 365 Juta lebih. Keseluruhan belanja perjalanan dinas, Mamin
dan belanja pemeliharaan terlihat dalam gambar 11 di bawah ini :
8
9. Pada belanja
pemeliharan terdapat 3
bagian, yaitu
Pemeliharaan
Gedung Kantor
mengalami ketambahan
anggaran sebesar Rp.
277 Juta lebih atau
sekitar Rp.
277.388.545 dari
anggaran sebelumnya
sebesar Rp. 45.000.000
menjadi Rp.
322.388.545 setelah
perubahan. Gambar 11. Grafik Belanja Barang Jasa RS. Anuntaloko
Pemeliharaan Peralatan Kesehatan, juga mengalami hal yang serupa ada
ketambahan anggaran sebesar Rp. 33 Juta lebih atau sekitar Rp. 33.472.516 dari
anggaran sebelumnya sebesar Rp.53.527.484 setelah ketambahan anggaran tersebut
menjadi Rp. 87 Juta. Selain itu ada ketambahan anggaran Pemeliharaan Jalan sebesar
Rp. 39 Juta9
, sebelumnya tidak pernah dianggarkan dalam BBJ. Dapat dilihat pada
Gambar 12 di bawah ini :
9
ibid
9
10. Gambar 12. Grafik Belanja Pemeliharaan dalam Belanja Barang Jasa RS. Anuntaloko
C. Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian di atas maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa :
Pertama, ada berbagai kebijakan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan
anggaran daerah, salah satunya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun
2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 1 angka 38 menyebutkan
Penganggaran Terpadu (unified budgeting) adalah rencana keuangan tahunan yang
dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan
kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi
alokasi dana, selain ada penegasan pengelolaan keuangan daerah dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk rakyat.
Kedua, total BL hanya 36.96 % terserap dalam BM, selebihnya 63.04 % terdapat
di BP dan BBJ.
Ketiga, masih terdapat pelayanan kesehatan yang masih lemah dari segi prasarana
dan sarana RS, puseksmas dan polindes di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Mepanga
dan Kecamatan Tinombo, di kedua kecamatan tersebut masih kekurangan obat-
obatan, cairan infuse, sarana mobil ambulance, tenaga perawat, tenaga dokter, insentif
bagi tenaga kesehatan masih minim sampai dengan pelayanan fasilitas jaminan
kesehatan bagi rakyat seperti Jamkesmas.
D. Saran
Dari kesimpulan di atas dapat di berikan beberapa saran :
10
11. Pertama, dalam penyusunan APBD Perubahan 2013, sebaiknya memperhatikan
efisiensi, ekonomis dan efektif sebagimana tertuang dalam permendagri tentang
pengelolaan keuangan daerah.
Kedua, dalam penyusunana APBB Perubahan 2013 ini hendakmya
memprioritaskan pada belanja untuk kebutuhan pelayanan kesehatan kepada rakyat
khsusnya dalam BL
Daftar Pustaka
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
4. Rencana Kerja Anggaran Pemerintah (RKAP) Tahun 2013 Kabupaten Parigi
Moutong;
5. Hasil investigasi prasarana dan sarana kesehatan di Kecamatan Mepanga dan
Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parimo Tahun 2013.
11