Kedatangan pasukan Jepang di Indonesia pada 1942 awalnya disambut baik oleh rakyat Indonesia karena membebaskan tokoh nasional dan memperbolehkan penggunaan bahasa Indonesia, namun kemudian menimbulkan penderitaan melalui kebijakan romusha dan juga perekrutan wanita sebagai jugun ianfu.
1. K E L O M P O K 3
BIDANG SOSIAL
Kedatangan Pasukan Jepang ke Indonesia
Dampaknya di Bidang Sosial terhadap
Masyarakat Indonesia
CHRISMENDO L, EUGENIO M, GRACIO L,
JOYCELIN M, VINCENT OEI
2. A. KEDATANGAN pasukan jepang KE INDONESIA
Jepang menyerang Pangkalan Laut Amerika Serikat pada 7 Desember 1941 di pelabuhan Pearl Harbour.
Penyerangan ini bertujuan untuk melumpuhkan kekuatan sekutu (Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda)
yang diperkirakan akan menjadi ganjalan bagi ekspansi Jepang di Asia.
1.
2. Pada tanggal 11 Januari 1942, tentara Jepang Right Wing Unit dan pasukan Angkatan Laut Kure yang
berjumlah 20.000 mendarat di pantai timur wilayah Tarakan, Kalimantan Timur. Terjadilah pertempuran dengan
Belanda. Akhirnya, pasukan KNIL menyerah pada tanggal 12 Januari 1942. Dengan demikian, Tarakan
merupakan wilayah pertama yang jatuh ke tangan Jepang. Kemudian, Jepang pun mulai menguasai wilayah
Balikpapan, Samarinda, Pontianak, Banjarmasin, dan Palembang.
3. Setelah itu, Jepang memusatkan penyerangannya di Pulau Jawa karena Pulau Jawa merupakan pusat dari
pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada bulan Februari-Maret 1942, Jepang melakukan serangan laut
besar-besaran ke Pulau Jawa. Lalu, tanggal 1 Maret 1942 Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus
yaitu di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah). Pertempuran Laut Jawa pun
terjadi antara armada laut Jepang dan armada gabungan yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman.
Akhirnya, tanggal 5 Maret 1942 Batavia pun jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 8 Maret 1942, dilakukan
perundingan antara pihak Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten, dan pihak Jepang, Jenderal Hitoshi Imamura
beserta Gubernur Jenderal A. W. L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Hasilnya, tercapai Kapitulasi Kalijati
yang menandai berakhirnya kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia yang digantikan oleh pihak Jepang.
3. Kedatangan Jepang di Indonesia pada 1942
awalnya disambut baik oleh rakyat Indonesia, karena
beberapa alasan, di antaranya kesengsaraan rakyat akibat
imperialis Belanda ; adanya slogan Tiga A : Nippon Cahaya
Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia ;
penduduk pribumi diangkat sebagai pegawai administrasi
pemerintahan ; tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Hatta,
dan Sjahrir yang sebelumnya diasingkan Belanda dibebaskan
Jepang ; pengibaran bendera Merah Putih dan
pengumandangan lagu "Indonesia Raya" diizinkan ;
penggunaan bahasa Indonesia dalam urusan formal dan
nonformal serta pelarangan pengġunaan bahasa Belanda ;
kepercayaan masyarakat Jawa terhadap ramalan Jayabaya.
SAMBUTAN RAKYAT INDONESIA
4. organisasi sosial
kemasyarakatan jepang
Masuknya Jepang ke Indonesia pada
1942 menandakan dimulainya babak
baru dalam sistem kolonialisme di
Indonesia. Jepang yang berhasil
berkuasa di Indonesia mengeluarkan
berbagai kebijakan dan organisasinya.
5. a). Gerakan 3A
Gerakan 3A (Nippon Pemimpin Asia, Nippon
Cahaya Asia, dan Nippon Pelindung Asia)
merupakan perkumpulan yang dibentuk pada
29 Maret 1942. Mr.Syamsuddin, mantan tokoh
Parindra Jawa Barat ditunjuk sebagai ketua.
Jepang berusaha agar perkumpulan ini
menjadi wadah propaganda yang efektif. Oleh
karena itu, di berbagai daerah dibentuk
komite-komite. Namun, gerakan 3A gagal
menarik simpati bangsa Indonesia. Jepang
menganggap gerakan 3A gagal sehingga
dibubarkan pada tahun 1943.
6. b). Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Didirikan pada 16 April 1943. Pemimpin Putera terdiri atas Ir.
Soekarno, Moh Hatta, K. H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar
Dewantara (Empat Serangkai). Penasihatnya adalah S. Miyoshi,
G. Taniguci, Iciro Yamasaki, dan Akiyama. Tujuan Putera adalah
untuk membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu
yang telah dihancurkan oleh Belanda. Menurut Jepang, Putera
bertugas untuk memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia guna membantunya dalam Perang Asia Pasifik. Selain
propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki sosial ekonomi.
Putera berada di pusat dan daerah (syu, ken, dan gun). Namun,
organisasi Putera di daerah tidak sepesat di pusat. Empat
Serangkai berhasil mempersiapkan rakyat secara mental bagi
kemerdekaan Indonesia. Hal ini merupakan bumerang bagi
Jepang. Oleh karena itu, Jepang pada tahun 1944
membubarkan Putera.
7. c). Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
MIAI dianggap sebagai sebuah organisasi yang anti-Barat (dibekukan
pemerintah kolonial Hindia Belanda) sehingga diaktifkan kembali oleh
pemerintah pendudukan Jepang pada tanggal 4 September 1942.
Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi yang besar, para
tokohnya mulai mendapat pengawasan. Program baitulmal yang
diharapkan dapat membantu pendanaan bagi perang Jepang,
ternyata hanya bermanfaat untuk perjuangan Islam. Jepang akhirnya
membubarkan MIAI pada bulan November 1943.
8. d). Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
Setelah MIAI dibubarkan, Jepang membentuk Majelis Syura Muslimin Indonesia
(Masyumi) pada 24 Oktober 1943. Harapannya agar lembaga ini dapat
mengumpulkan dana dan menggerakkan umat Islam untuk mendukung Perang Asia
Pasifik. Tokoh yang memimpin Masyumi adalah K. H. Hasjim Asy'ari, wakilnya K. H.
Mas Mansur dan K. H. Wachid Hasjim, sedangkan Ki Bagus Hadikusumo dan Abdul
Wahab dipercaya sebagai penasihat.
Masyumi menentang romusha dan sekerei seperti yang diucapkan ayah Buya
Hamka, yaitu Abdul Karim Amrullah, pada pertemuan Masyumi di Bandung
yangdihadiri pembesar Jepang.
9. e). Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa
Hokokai)
Ketika kedudukan pasukan Jepang
terdesak dalam Perang Asia Timur Raya
(1944), Panglima Tentara ke-16 Angkatan
Darat Jepang, Letjen Kumaikici Harada
membentuk organisasi Jawa Hokokai
(Himpunan Kebaktian Jawa. Untuk
menghadapi situasi perang tersebut,
Jepang membutuhkan persatuan dan
semangat segenap rakyat, baik lahir
maupun batin. Rakyat diharapkan
memberikan darma demi kemenangan
perang.
10. eksploitasi
dan
penindasan
terhadap
bangsa
indonesia,
bidang sosial
Pemerintahan pendudukan Jepang pernah
men-cetuskan kebijakan romusha. Awalnya,
pembentukan romusha mendapat sambutan
baik dari rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan
sifatnya yang sukarela dan hanya dalam waktu
tertentu. Selain itu, panitia pengerahnya,
Romukyokai yang dibentuk di setiap daerah
pandai mengambil hati para pemuda Indonesia.
Misalnya, para romusha diberi julukan “Prajurit
Ekonomi” atau “Pahlawan Pekerja". Para
romusha diibaratkan sebagai orang-orang yang
sedang menunaikan tugas suci untuk
memenangkan perang dalam Perang Asia Timur
Raya. Namun, semua itu berubah ketika
kebutuhan untuk berperang meningkat.
11. Pengerahan romusha berubah menjadi kewajiban. Pelaksanaan kerjanya juga panjang
dan tidak menentu. Hal tersebut membuat rakyat sengsara. Para romusha dipaksa
membangun sarana perang yang ada di Indonesia sampai ke luar negeri (Vietnam,
Burma (sekarang Myanmar), Muangthai (Thailand), dan Malaysia). Mereka dipaksa
bekerja sepanjang hari, tanpa diimbangi upah dan fasilitas hidup yang layak.
Akibatnya, banyak dari mereka yang meninggal dunia.
Selain romusha, Jepang juga membentuk Jugun lanfu, yaitu tenaga kerja perempuan
yang direkrut dari berbagai negara Asia, seperti Indonesia, Tiongkok, dan Korea.
Perempuan-perempuan ini dijadikan perempuan penghibur bagi tentara Jepang.
Sekitar 200.000 perempuan Asia dipaksa menjadi Jugun lanfu.