Dokumen tersebut membahas tentang stratigrafi, tektonik, dan sistem petroleum Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Secara ringkas, dokumen menjelaskan susunan stratigrafi formasi di cekungan tersebut dari zaman Kapur hingga Holosen, kerangka tektonik yang membentuk cekungan akibat pergerakan lempeng dari zaman Kapur hingga Miosen, serta analisis batuan induk dan reservoir di daerah penelitian yang menunjukkan
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Tugas EKSMIGAS.pptx
1. RANGGA MAHARDIKA KHAIRULLY
211.190.001
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2019
GENERAL GEOLOGI CEKUNGAN KUTAI BAWAH, KALIMANTAN TIMUR
2. KAJIAN GEOLOGI KALIMANTAN
STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN KUTAI
CHONOSTRATIGRAPHY INDONESIA PETROLEUM BASIN
PENDAHULUAN
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
PETROLEUM SYSTEM
3. A
Daerah Penelitian
Daerah telitian merupakan salah satu lapangan minyak dan gas di
wilayah Blok Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara yang
terletak di Kalimantan Timur, termasuk dalam Cekungan Kutai
Bawah (Gambar 1.1).
Daerah Penelitian
Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian Lapangan Louise, Cekungan Kutai bagian bawah, Kalimantan Timur
(Google Earth, 2020).
4. A
B
KAJIAN GEOLOGI KALIMANTAN
Fisiografi Kalimantan
Fisiografi Cekungan
Kutai
Cekungan Kutai berbatasan
dengan:
1. Tinggian Mangkalihat,
Zona Sesar Bengalon,
dan Sesar Sangkulirang
di Utara.
2. Zona Sesar Adang di
Selatan.
3. Central Kalimantan
Ranges/ Kompleks
Orogenesa Kuching di
Barat.
4. Selat Makassar di
Timur.
Gambar 2.1. General Geologi Kalimantan (Halls & Nichols, 2002)
5. STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN KUTAI
Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana, dkk., 1999)
Fase
Rifting
Paparan
Sunda
Fase
Pengisian
Regresi
-
Transgresi
Pergerakan
Lempeng
Tak
Teratur
Kontrol
Tektonik
Lokal
Tumbukan
Banggai-Sula
Pembalikan
Tektonik
Regional
Pengangkatan
Meratus
Tumbukan
Lempeng
Benua
India-
Eurasia
Perekahan
Dasar
Cekungan
Inisiasi
Cekungan
Pengisian
Cekungan
Setelah
Rifting
(Post
Rifting
Sagging)
Pemekaran
laut
Cina
Selatan
Subduksi
Kalimantan
Pengangkatan
Kompleks
Orogenik
Kuching
Subduksi
dan
Tumbukan
Kalimantan
Penurunan
Dasar
Cekungan
(Basin
Subsidence)
Pembentukan
Stuktur
Pada
Urutan
Deltaik
Inversi
Cekungan
TRANSGRESI
REGRESI
Zona
Plank
tonik
Sejarah
Sedime
ntasi
Formasi Kiham Haloq
Suksesi stratigrafi dalam cekungan kutai dimulai dengan pengendapan sedimen
alluvial yaitu Formasi Haloq pada bagian inner basin dekat dengan batas barat.
Formasi Atan dan karbonat Formasi Kedango
Cekungan mengalami penurunan secara cepat setelah pengendapan pasir
khususnya melalui mekanisme basin sagging yang menghasilkan pengendapan
shale marine Formasi Atan dan karbonat Formasi Kedango
Kelompok Pamaluan
Formasi Pamaluan tersusun atas batulempung serpih dengan sisipan napal,
batupasir, dan batugamping. Kandungan fosil yang ditemukan berupa fosil
foraminifera, yang menunjukan bahwa formasi ini terbentuk pada oligosen akir
hingga miosen tengah dengan lingkungan pengendapan neritic sampai batial.
Kelompok Bebulu
Kelompok Bebulu diendapkan secara selaras di atas Formasi pamaluan, dari fosil
foraminifera dan nano fossil yang ditemukan, menunjukan bahwa lapisan ini
diendapkan pada miosen awal hingga miosen tengah dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal dengan itensitas energi yang rendah. Terdiri dari 2
formasi yaitu Formasi P. Balang dan Formasi Maruat. Formasi Pulau Balang
terdiri dari batupasir halus sampai sedang, yang didominasi oleh kuarsa, adanya
stuktur biosturbasi dan batugamping klastik yang diendapkan pada daerah delta
front. Formasi Maruat terdiri dari batugamping bioklastik, batulempung pasiran,
diendapkan pada daerah paparan.
6. STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN KUTAI
Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana, dkk., 1999)
Fase
Rifting
Paparan
Sunda
Fase
Pengisian
Regresi
-
Transgresi
Pergerakan
Lempeng
Tak
Teratur
Kontrol
Tektonik
Lokal
Tumbukan
Banggai-Sula
Pembalikan
Tektonik
Regional
Pengangkatan
Meratus
Tumbukan
Lempeng
Benua
India-
Eurasia
Perekahan
Dasar
Cekungan
Inisiasi
Cekungan
Pengisian
Cekungan
Setelah
Rifting
(Post
Rifting
Sagging)
Pemekaran
laut
Cina
Selatan
Subduksi
Kalimantan
Pengangkatan
Kompleks
Orogenik
Kuching
Subduksi
dan
Tumbukan
Kalimantan
Penurunan
Dasar
Cekungan
(Basin
Subsidence)
Pembentukan
Stuktur
Pada
Urutan
Deltaik
Inversi
Cekungan
TRANSGRESI
REGRESI
Zona
Plank
tonik
Sejarah
Sedime
ntasi
Kelompok Balikpapan
Kelompok Balikpapan tersusun atas Formasi Mentawir dan Formasi Gelingseh.
Formasi Gelingseh terdiri dari batupasir kuarsa berbutir halus-kasar, dengan
sisipan batulempung. Formasi mentawir terdiri dari batupasir massif,
batulempung, batulanau, dan napal. Kelompok Balikpapan berumur Miosen
Tengah bagian bawah hingga Miosen atas bagian bawah, terbentuk dari
endapan delta plain sampai delta front.
Kelompok Kampung Baru
Kelompok kampung baru diendapkan selaras diatas kelompok Balikapapan pada
kala Miosen Tengah sampai Miosen Akir. Terdiri dari 2 formasi yaitu Formasi
Tanjung Baru dan Formasi Sepinggan. Formasi Sepinggan terdiri dari
batulempung, batupasir, dan batulanau sisipan batubara yang diendapkan pada
lingkungan delta. Formasi Tanjung Baru terdiri dari batulempung, batupasir, dan
lignit yang diendapkan pada lingkungan delta.
Kelompok Mahakam
Kelompok Mahakam di endapkan selaras diatas Kelompok Kampung Baru.
Terdiri dari formasi Attaka dan Formasi handil. Formasi Attaka terdiri dari
batulempung, batupair dan kalkarenit bioklastik yang diendapkan pada daerah
neritic pada kala pleistosen sampai Resen. Formasi Handil terdiri dari batupasir
yang diendapkan pada lingkungan delta pada kala Holosen.
9. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
1. Tektonik Jura – Kapur Awal
• Berpisahnya lempeng Autralia dan Antartika.
• Memulai pergerakan lempeng India ke Utara.
• Subduction Meratus terjadi di SE pada lautan
mesotethys
Gambar 2.3. Rekonstruksi pergerakan lempeng pada Kapur Akhir (80-60 jtl), memperlihatkan berpisahnya
lempeng Australia dari Antartika dan memulai pergerakan lempeng India-Australia ke utara, serta tahap pertama
dari membukanya Laut Cina Selatan yang memisahkan Kalimantan dari Daratan Cina (Asikin dkk., 1995).
10. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
2. Tektonik Kapur Akhir - Eosen Tengah
• Spreading Laut Cina Selatan yang pertama
(Gambar 2.4)
• Kapur Akir-Paleosen Awal terbentuk Upper
Kutai Basin (Gambar 2.5).
• Subduksi Meratus (MS) terus terjadi sehingga
mikrokontinen Kangean Paternoster terhadap
komplek Meratus collision (Gambar 2.5),
menyebabkan patahnya lempeng samudra dan
mengalami exhumination.
• Paleosen Akir-Eosen Tengah terjadi subduksi
lupar (LS) sampai collision terhadap Luconia
Platform membentuk Rajang/Crocker Formation
(Gambar 2.6)
• Eosen Tengah terjadi collision India terhadap
Asia yang memicu escape Tectonic/ ekstrusion
tectonic.
Gambar 2.4. Rekonstruksi penampang pada Paleosen-Eosen Tengah (60-40 jtl). Zona subduksi di bawah NW
Kalimantan pada periode Tersier awal. Pada fase ini terjadi collision Luconian-Sundaland (Pertamina & BPPKA,
1997)
11. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
2. Tektonik Kapur Akhir - Eosen Tengah
Gambar 2.5. Rekonstruksi penampang pada Paleosen-Eosen Tengah (60-40 jtl). A) Pada Paleosen, Upper Kutai merupakan suatu cekungan busur
depan, dan Lower Kutai merupakan Oceanic Basin B) pada Paleosen hingga Eosen Tengah, Cekungan Kutai berkembang menjadi cekungan busur
belakang (Pertamina & BPPKA, 1997).
12. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
2. Tektonik Kapur Akhir - Eosen Tengah
Gambar 2.6. Skema Rekonstruksi penampang Kalimantan Utara yang menunjukkan Lupar subduksi di Eosen. (Hutchison, 1989)
Luconia Platform
Rajang Accretionary Prism
Volcanic Arc Fore Arc Basin
Plate Motion
MIRI ZONE
SIBU ZONE
KUCHING ZONE
PRESENT DAY
Lupar Platform
Collisional Fold Belt
Rajang Accretionary Prism
SW Sarawak Province
Lupar LIne Balingian and Tinjar Provinces
Continental Crust
Oceanic Crust
Coarse Clastic
Igneous Rock
Carbonate
13. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
3. Eosen Tengah-Oligosen Akhir
• Escape tectonic menyebabkan perputaran
berlawanan arah jarum jam sehingga terjadi
renggangan di Selat Makasar.
• Aktivasi sesar-sesar tua: Adang fault,
Mangkalihat, Baram Barat, dll.
• Cekungan Kutai berstatus Rift Basin karena
deformasi renggangan sepanjang shear pararel
pada basement.
Gambar 2.7. Rekonstruksi lempeng pada Eosen-Oligosen Awal (40-32 Juta tahun y.l).
Pemekaran Selat Makasar (Asikin dkk., 1995).
14. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
4. Oligosen Akhir-Miosen Tengah
• Spreading Laut Cina Selatan (SCS) ke dua
menyebabkan subduksi Mersing (MS)
(Gambar 2.8), diikuti collision dengan
mikrokontinen Palawan Reed Bank dan
Pasifik platfrom (PA+RB) menandai akhir
dari proses rifting SCS dan menjadi passive
margin. (Gambar 2.9).
• Mengakhiri terjadinya rotasi escape tectonic
dari Kalimantan.
• Terjadinya pengangkatan Tinggian Kucing
(Gambar 2.9).
Gambar 2.8. Rekonstruksi lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah (32-16 jtl). Tahap
kedua membukanya Laut Cina Selatan. SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West
Sulawesi, ESUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate, INC = Indocina, RRF = Red River Fault, IND =
India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Palawan, RB = Reed Bank, H = Hainan, SU = Sumba (Pertamina BPKKA,
1997)
15. A
B
KERANGKA TEKTONIK & STRUKTUR KALIMANTAN
4. Oligosen Akhir-Miosen Tengah
Gambar 2.9. Rekonstruksi lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah (32-16 jtl). Tahap
kedua membukanya Laut Cina Selatan (Pertamina BPPKA, 1997).
16. Stratigrafi Regional Eastern and Northen Indonesia Basin (Doust & Noble 2008)
STRATIGRAFI REGIONAL DAN TEKTONOSTRATIGRAFI CEKUNGAN KUTAI, TARAKAN DAN BARITO
17. Chronostratigraphy Cekungan minyak Indonesia, menunjukkan tahapan, tectonic background, geodynamic events. Seafloor spreading
events dan continental collisions dari Longley (1997)
CHONOSTRATIGRAPHY INDONESIA PETROLEUM BASIN
18. Batuan Induk
Analisis batuan induk menyimpulkan bahwa batuan induk yang
membentuk hidrokarbon di daerah itu berjenis ”humic” Oudin & Picard
(1982) serta Burus dkk (1992). Batuan ini memiliki kerogen yang berasal
dari endapan darat yang banyak mengandung sisa tumbuhan. Distribusi
sterana relatif oleh GC-MSD dan GCMSMS menunjukkan dominasi C29-
sterana dari pada sterana C27 dan C28, yang juga merupakan karakteristik
minyak bumi yang berasal dari sumber tanaman darat (Rui Lin, 2005).
nilai TOC rata-rata nya adalah 3.03% yang diambil dari data core dan
cutting sample sumur Ranggas-4 yang memiliki TOC 1->50% dengan nilai
HI bervariasi Antara 80-300 mgHC/g TOC.
Gambar 2.11. Distribusi sterana relatif oleh GC-MSD dan GCMSMS menunjukkan dominasi
C29-sterana daripada sterana C27 dan C28, yang juga merupakan karakteristik minyak bumi
yang berasal dari sumber tanaman darat (Rui Lin, 2005)
Batuan Reservoir
Batuan reservoir utama yang berumur Miosen Tengah-Pliosen pada
umunya merupakan batupasir yang berasal dari endapan paparan delta,
delta front, prodelta/marine, dan fasies prograding lowstand. Objektif
reservoirnya merupakan endapan bar dan endapan sungai yang berumur
Miosen Tengah-Akhir. Reservoir ini merupakan anggota dari Grup
Balikpapan dan juga Formasi Kampung Baru. Batupasir ini hadir dalam
lapisan yang multilayer, dengan ketebalan 0,5 - 30 meter, porositas rata-
rata 14 - 19%, permeabilitas rata-rata 1 – 3.000 md dan kumulatif
ketebalan netpay antara 200-300 meter.
PETROLEUM SYSTEM
2.12. TOC Konten dari Conventional Cores pada Cekungan Kutai Bawah (Rui Lin, 2005)
19. Batuan Penyekat (Cap Rock)
Batuan tudung yang berkembang dikawasan Cekungan Kutai berasal dari serpih. Grup Balikpapan dan Formasi Kampung
Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai batuan tudung. Serpih ini berinterkalasi dengan batupasir yang
membentuk cebakan hidrokarbon.
Perangkap (Trapping)
Perangkap yang paling berperan di Cekungan Kutai merupakan perangkap struktural dengan tipe closure empat arah dan 3
arah, seperti yang ditemukan di Lapangan Badak, Handil, Bekapai, dan Attaka.
PETROLEUM SYSTEM
EVENT CHART PETROLEUM SYSTEM
Dipercayai bahwa source rock matang sebagian besar
terjadi di Miosen Tengah dan mungkin Miosen Bawah.
Cairan kaya gas fase tunggal dengan cairan larutan
dihasilkan pada tekanan dan suhu tinggi; cairan-cairan
tersebut bermigrasi dan masuk ke reservoir Miosen
bagian atas dan Pliosen (Gambar-B). Terjebaknya cairan
hidrokarbon terjadi pada penutupan struktural empat
arah serta penutupan tiga arah yang dibatasi oleh sesar.
20. MIGRASI
Di kitchen Source Miosen Bawah-Tengah di mana tekanan dan suhu jauh
lebih tinggi daripada titik embun cairan GLR (gas liquid ratio) yang tinggi,
terjadi single phase expulsion dan migrasi (Gambar-A). Gerakan fluida terjadi
di sepanjang patahan, fractured Shale, dan local body sand. Ketika fluida-
fluida ini bermigrasi dan mengisi reservoir turbidit Miosen atas, di mana
tekanan dan suhu turun hingga di bawah titik embun fluida, terbentuklah oil
leg tipis (Gambar-A). Migrasi tersier dari fase uap (gas) ke reservoir Miosen
Atas dan Pliosen bagian dangkal membentuk kondensat gas pays. Karena gas
leakage terjadi secara episodic/bertahap seiring waktu geologi, tekanan
menurun dan kondensasi retrograde cairan terjadi di reservoir.
Akomodasi tekanan selama gas leakage dan re-migrasi tersier, dalam waktu
geologi, memungkinkan lebih banyak cairan untuk bergerak dari source
kitchen ke reservoir yang lebih dalam dan dangkal, proses yang secara
otomatis mengisi ulang dirinya melalui beberapa proses. Di lapangan yang
banyak tersesarkan, proses re-migrasi tersier, gas leakage dan pengisian
ulang ini memungkinkan pengayaan minyak baik di reservoir yang dalam
maupun yang dangkal (Seno dan Ranggas). Sebaliknya, dalam lapangan yang
berkembang sedikit sesar seperti Gehem, Gendalo dan Gula, proses
akomodasi tekanan (oleh gas leakage dan migrasi tersier) terbatas. Sehingga
tekanan akomodasi untuk lebih banyak cairan untuk naik ke bagian itu
dibatasi
Gambar-A. Generation-Migration Model Illustrating Oil/Gas Fractionation and Oil Enrichment via
Gas Leakage, Rui Lin (2005).
Fault
Oil Leg
PETROLEUM SYSTEM
21. DAFTAR PUSTAKA
Bower, G.L., 1995, Pore Pressure Estimation From Velocity Data: Accounting For Overpressure Mechanism Besides
Under Compaction. SPE Drilling and Completion, SPE Journal, v.24, no.2, p. 13042.
Burrus, J., Brosse, E., Choppin de janvry,G., Grosjean, Y., Oudin, J.L.,1992, Basin Modelling In The Mahakam Delta
Based On the Integrated 2D Model Temispack. Indonesian Pet. Assoc., 21st Annual Convention Proceeding I.
Chilingarian, G. V., Serebryakov V. A., dan Robertson J. O. 2002. Origin and Prediction of Abnormal Formation
Pressures. Amsterdam: Elsevier B. V.
Doust, H., and Noble, R. A., 2008, Petroleum Systems of Indonesia: Marine and Petroleum Geology 25, p. 103-129.
Dutta, N.C. 2002. Deepwater geohazard prediction using prestack inversion of large offset P-wave data and rock model.
The Leading Edge, 21, 193-198.
Duval, B.C., G.C. de Janvry, and B.Loiret, 1992, Detailed Geoscience Re-Interpretation of Indonesia’s Mahakam Delta
Score, Oil and Gas Journal, 10 Agustus 1992.
Eaton, B.A., 1975, The Equation for Geopressure Prediction from Well Logs, SPE Journal, v. 20, no.2, p. 554.
Eaton, B. A., dan T. L. Eaton. 1997. Fracture Gradient Prediction for the New Generation: Word Oil, 93-100.
22. DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar dan Syahputra, A., 2014, Perhitungan Tekanan Pori Lapisan Batuan Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Data
Seismik Pantul, Proceeding 24nd, Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Hall, R. and Nichols, G., 2002. Cenozoic Sedimentation and Tectonics in Borneo: Climatic Influences on Orogenesis. In:
Jones, S.J. and Frostick, L. (eds.), 2002 Sedimen Flux to Basins: Causes, Controls, and Consequences, the
Geological Society of London, Special Publication.
Jenkins, S., Swarbrick R., Mallon A., O’Conner S., 2012. Pressure in Miocene Carbonate Exploration Targets, Jakarta:
Proceedings Indonesian Petroleum Association, 36th
Katahara, K. 2006. Overpressure and shale properties: stress unloading or smectite-illite transformation? 76th SEG Annual
Meeting, Expanded Abstracts, 1520-1524.
Laporan Internal VICO, 1995, Regional Tectonic Projects, Tidak dipublikasikan.
Moss, S.J. & Chambers, J.L.C. 1999. Depositional modelling and facies architecture of rift and inversion episodes in the
Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia. In: Indonesian Petroleum Association, Proceedings 27th Annual Convention,
467-486.
23. DAFTAR PUSTAKA
Oudin, J.L., dan P.F. Picard, 1982, Genesis of Hydrocarbons in the Mahakam Delta and the Relationship Between their distribution
and the overpressure zones. , Indonesian Pet. Assoc., 11th Annual Convention Proceeding.
PERTAMINA & BPPKA, 1997, Petroleum Geology of Indonesian Basins: Principles, Methods And Application, Vol. XI: Kutai
Basins.
Powers, M. C. 1967. Fluid release mechanisms in compacting marine mud rocks and their importance in oil exploration. American
Association of Petroleum Geologist Memoir No. 51.
Rider, M. 2000. The Geological Interpretation of Well Logs (2nd edition). Malta: Whittles Publishing.
Ramdhan, A.M. 2010. Overpressure and compaction in the Lower Kutai Basin Indonesia. Durham University, United Kingdom.
Ramdhan, A. M., Goulty, N. R., Hutasoit, L. M., 2011. The Challenge of Pore Pressure Prediction in Indonesia’s Warm Neogene
Basins, Jakarta: Proceedings Indonesian Petroleum Association, 35th
Ramdhan, A. M., Hutasoit, L. M., Bachtiar, A., 2012. Some Indonesia’s Giant: Unconventional Hydrodynamic Trap, Jakarta:
Proceedings Indonesian Petroleum Association, 36th
Ramdhan, A. M., Cicchino., dan Goulty, 2015, Regional Variation in Cretaceous Mudstone Compaction Trends Across
Haltenbanken, offshore mid-Norway, Petroleum Geoscience, Volume 21. Hal 17-34.
24. DAFTAR PUSTAKA
Ramdhan, A.M., 2017, Overpressure in Indonesia’s Sedimentay Basins, Vol 1. Hal 42-45.
Satyana, A.H, Nugroho D., dan Surantoko I. 1999. Tectonic Control on The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai, and
Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia, Major, Dissimilateries In Adjoining Basins. Jakarta. Journal of Asian
Earth Science.
Subiatmono, P., Pratiknyo, A.K., Diangkaputra, D., 2017, Prediksi Pore Pressure Menggunakan Data D- Exponent dan Eaton sonic
log. Jurnal Mineral, Energi dan Lingkungan.Vol.1, No.1, 2017, p.28-35
Swarbick, R.E., Osborne, M.J. & Yardley, G.S., 2002, Comparison of Overpressure Magnitude Resulting from the Main
Generating Mechanisms, dalam Huffman, A.R & Bowers, G.L. (eds.) Pressure Regimes in Sedimentary Basins and Their
Prediction. AAPG, Tulsa, Memoir 76, 1-12.
Terzaghi, K. & Peck, R.B. 1967. Soil Mechanics in Engineering Practice 2nd Edition. John Wiley & Sons, New York, 729 p.
26. A
B
Tektonik Pengangkatan Meratus
Anomaly Bouguer menunjukan Offiolite Meratus/ Ultrabasa (kepadatan 2,90 g/ cm3, tebal sekitar 4 km) tumpeng tindih dengan massa granitik
(kepadatan 2,68 g/ cm3 ketebalan 26 km). Sehingga Meratus adalah Lempeng Samudra tipis allocthonous yang membebani Micro-continent
Paternoster (masa Granitik) yang tersubduksi. Akibat Collision antara Schwaner continent dan Paternoster mikrokontinen, menyebabkan
lempeng samudra terputus, sedangkan massa Granitik dari lempeng benua Patenoster mengalami exhumination (Late Cretaceous-Paleogene)
dan mendesak Offiolite naik ke permukaan menjadi pegunungan subaerial dan memisahkan Cekungan Barito dan Cekungan Asem-Asem pada
Miocene-Pliocene.
Upper. Bouguer anomaly map of the Meratus Mountains, Southeast Kalimantan (Satyana and
Armandita, 2008). Lower. Gravity modeling implying continental collision. Note that the Meratus
ultrabasic rocks are thin and overlying granitic continent (Satyana and Armandita, 2008).
Section across Schwaner continent, Barito Basin, Meratus Mountains and Pasir-
AsemAsem Basin. The Meratus Orogen is rootless overlying the subducted Paternoster
continent. As the continent broke off its slab front, exhumation occurred and has
uplifted the Meratus orogen (Satyana and Armandita, 2008).
27. A
B
Asal usul Meratus terkait subduksi, collision dan exhumination di SE Sundaland terjadi pada Late Jurassic-Late Cretaceous/ Paleogene. Selama
Late Jurassic-Early Cretaceous terjadi subduksi langsung kelautan Meso-Tethys di bawah tepi SE Sundaland. Di atas Kapur Awal, sebuah
Paternoster terrane bertabrakan dengan bagian timur zona subduksi. Mikro Continent Paternoster yang tersubduksi mematahkan bagian
samudera dan mulai mengalai exhumination antara Late Cretaceous- Early Paleogen dan Uplift Meratus terjadi sejak itu.
Stages of tectonics related to emplacement of Meratus ophiolites, including: subduction of Meso-Tethys Ocean,
closure of the Meso-Tethys by collision of Paternoster to Schwaner terranes, exhumation of the Paternoster terrane
and uplift of the Meratus Mountains (Satyana, 2010).
Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction (Pertamina BPKKA, 1997, op
cit., Bachtiar, 2006).
28. PENGISIAN CEKUNGAN KUTAI
• Pada Kala Oligosen Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi sedimen laut dangkal.
• Pada awal Miosen, pengangkatan Dataran Tinggi Kucing menghasilkan source sedimen yang mengisi Cekungan Kutai.
• Selama Kala Pliosen, shale dari Formasi Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000m,
menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan diapir (gravity-Slide Diapirsm) melewati sedimen
diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin rapat pada cekungan kutai bagian bawah.
Upper Kutei Basin, East Kalimantan showing Samarinda Anticlinorium as principal structural elements in the eastern Kutei Basin (Ott, 1987). Lower. Schematic sections (location of
section see map of Kutei Basin) showing the evolution of Samarinda Anticlinorium formation by gravity tectonics (Ott, 1987).
PENGISIAN CEKUNGAN KUTAI
29. • Awal Synrift (Paleosen-Eosen awal) Sedimen tahap ini terdiri dari
sedimen alluvial mengisi topografi NE-SW dan NNE-SSW hasil dari
trend rifting di Cekungan kutai darat. Mereka menimpa di atas
basement kompresi Kapur akhir sampai Awal Tersier.
• Akhir Synrift (Eosen Tengah-Eosen Akhir) Selama periode ini, sebuah
transgresi besar terjadi di Cekungan Kutai, sebagian terkait dengan
rifting di Selat Makassar, dan terakumulasinya shale laut dalam dan
sisipan sand.
• Awal Postrift (Oligosen-Miosen Awal) Selama periode ini, kondisi
bathyal terus mendominasi dan beberapa ribu meter didominasi oleh
akumulasi shale. Di daerah structural shallow area platform karbonat
berkembang.
• Akhir Postrift (Miosen Tengah-Kuarter) Sequence delta prograded
secara major berkembang terus kelaut dalam Selat Makassar,
membentuk sequence Delta Mahakam, yang merupakan bagian
utama pembawa hidrokarbon pada cekungan.
Berbagai jenis pengendapan delta berkembang pada formasi
Balikpapan dan Kampungbaru. Dan juga hadir batuan induk dan
reservoir yang sangat baik dengan interbedded sealing shale.
Tatanan Tektonik Cekungan Kutai. (Allen dan Chambers, 1998.)
TEKTONOSTRATIGRAFI CEKUNGAN KUTAI
30. ELEKTROFASIES
1. Cylindrical
Bentuk silinder pada log GR atau SP
dapat menunjukkan sedimentebal dan homogen yang dibatasi oleh pengisian
channel atauchannelfillsdengan kontak yang tajam. Cylindrical merupakan bentuk dasaryangmewakili
homogenitas dan ideal sifatnya. Bentukcylindrical diasosiasikandengan endapansedimen braided
channel, estuarine atau sub-marinechannel fill, anastomosed channel, eolian dune, tidal sand.
2. Irregular
Bentuk ini merupakan dasar untuk mewakili adanya batuanreservoir.Bentuk irregular diasosiasikan
dengan sedimenalluvial plain, floodplain,tidal sands, shelf atau back barriers.
Umumnya mengidentifikasikanlapisan tipis silang siur atau thin
interbeded . Unsur endapan tipismungkin berupa crevasse splay, overbanks deposits dalam laguna
serta turbidit.
3. Bell Shaped
Profil berbentuk bell menunjukkan penghalusan ke arah atas,kemungkinan akibat pengisian
channel atau channel fills. Pengamatanmembuktikan bahwa besar butir pada setiap level
cenderungsama,namun jumlahnya memperlihatkan gradasi menuju berbutir halus denganlempung
yang bersifatradioaktif makin banyak ke atas. Bentuk bell dihasilkan oleh endapan point bars, tidal
deposits, transgressiveshelf sands, sub marine channel dan endapan turbidit.
4. Funnel Shaped
Profil berbentuk corong atau funnel menunjukkan pengkasaran kearah atas yang merupakan bentuk
kebalikan
dari bentuk bell. Bentuk funnel kemungkinan dihasilkan sistem progradasi seperti sub marine fanlobes
,regressive shallow marine bar, barrier islandsatau karbonatterumbu depan yang berprogradasi diatas
mudstone, delta front atau distributary mouth bar , crevasse splay, beach and barrier
beach,strandplain,shoreface, prograding shelf sands dan submarine fan lobes
5. Symmetrical
regresi (Walker 1992). Penghalusan ke atas bentuk bell shape atau bell merupakan indikasi peristiwa
regresi,sedangkan pengkasaran ke atas funnel shape atau corong mewakili peristiwa transgresi
sedangkankonstanyaitu cilindrical shape mengindikasikan transisi. Penentuan lingkungan pegendapan
pertama kali diarahkankepada skala yang besar kemudian akan dianalisis ke dalam skala kecil dengan
kombinasi datayang ada yaitudata cutting dan karakter wireline log.