SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Download to read offline
2
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
No.9, Feb 2005
Yang dapat kami KABARi !!
Penataan ruang dan manajemen
konflik: sebuah catatan atas proses di
Sanggau ...... 3
Penerapan Pemetaan Partisipatif
dalam Proses Penyusunan Rencana
Tata Ruang ..... 6
Inisiatif Kolaborasi untuk Resolusi
Konflik Ruang; Pelajaran dari
pengalaman “Rencana kerjasama
RAPP dan JKPP” ..... 19
Terbaru dari JKPP-Jawa…….. 21
DEWAN REDAKSI KABAR JKPP
Penanggung Jawab: Ita Natalia,
Pemimpin Redaksi: Devi Anggraini,
Redaktur: Ita Natalia, Kasmita Widodo,
Devi Anggraini, A.H. Pramono.
Distribusi: Risma. Tata Letak: Dodo.
Alamat Redaksi : Jl. Arzimar III No.17
Bogor 16152, Indonesia, Telp. 0251-
379143, Fax.0251-379825, e-Mail:
jkpp@bogor.net
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
(JKPP) berdiri pada bulan Mei 1996 di
Bogor. Penggagas berdirinya JKPP
adalah berbagai NGO dan masyarakat
adat yang memanfaatkan dan
mengembangkan pemetaan berbasis
masyarakat sebagai salah satu alat
pencapaian tujuannya. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan JKPP antara
lain menyelenggarakan pelatihan-
pelatihan dan magang pemetaan
partisipatif, perluasan dan penyebaran
ide-ide pemetaan partisipatif,
menyelenggarakan dialog-dialog
keruangan, melakukan kajian-kajian
keruangan, penerbitan dan melakukan
aliansi dengan berbagai pihak yang aktif
dalam gerakan-gerakan sumberdaya
alam kerakyatan.
Kabar Redaksi
Pembaca yang budiman,
Senang kami bisa menemui pembaca kembali melalui
Media Kabar JKPP ini, setelah lama terjadi kekosongan
dalam penerbitannya. Bukan berarti kita tidak saling
menyapa, banyak forum diskusi baik tatap muka maupun
jarak jauh melalui email tetap berkomunikasi. Isu-isu
pemetaandantataruangyangmendorongkedaulatanrakyat
atas ruang terus digagas, ditulis, dibicarakan dan
diimplementasikan dalam aktivitas gerakan setiap lembaga
pendukung dan oleh rakyat di tingkat basis.
Pergeseran waktu mendorong bergesernya isu
keruangan di Indonesia. Perlahan tetapi memiliki nilai yang
menarikketikaisupemetaandantataruangolehmasyarakat
menjadi hal yang diperhatikan pemerintah daerah di
beberapa kabupaten di Indonesia serta perusahaan (private
sector). Parapendukung(NGO)terusmelakukankerjasama
untukmendorongpercepatanprosesperansertamasyarakat
dalam penataan ruang dan pengelolaan ruang hidupnya.
Kabar JKPP No.9, Februari 2005 ini menyampaikan
beberapa kabar tentang proses diskusi revisi tata ruang di
Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Ini dapat dimaknai
sebagai peluang semua pihak untuk membicarakan tata
ruang kabupaten secara bersama, walau masih banyak hal-
hal yang berbeda pendapat. Pada tulisan lain, dikemukaan
bagaimana penerapan pemetaan partisipatif dalam
penyusunan tata ruang kabupaten. Penulis pernah terlibat
sebagai tenaga ahli dalam penyusunan tata ruang
kabupaten, menyampaikan peluang penerapan pemetaan
partisipatif dalam penyusunan rencana tata ruang
kabupaten. Dua tulisan terakhir, membicarakan beberapa
rencana inisiatif kolaborasi resolusi konflik ruang antara
masyarakat dengan pihak swasta, dan perkembangan
terbaru dari JKPP Region Jawa.
Kami membuka segala saran dan kritik serta tulisan
para pembaca untuk memperkaya media ini. Selamat
membaca ! Terima kasih.
Redaktur
3
TATA RUANG SIAPA?
PADA awal Desember 2004 saya dan beberapa teman dari Seknas JKPP,
WALHIdanPPSDAKPancurKasihmenghadirisebuahrangkaiankegiatan
dalam rangka revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Sanggau (Kalimantan Barat). Revisi diperlukan pemerintah kabupaten
(pemkab) karena setengah dari kabupaten tersebut sudah menjadi
kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Sekadau, yang dibentuk pada tahun
2003. Selain itu pada tahun 2002 DPRD Kabupaten Sanggau telah
mengesahkan Perda Kampung yang memberi otonomi lebih besar pada
kampung yang menjadi satuan sosio-politik masyarakat Dayak. Rekan-
rekanpenggiatdanbeberapaorganisasirakyat(OR)yangtergabungdalam
Gerakan Rakyat untuk Pemberdayaan Kampung (GRPK) melihat revisi
ini sebagai momentum yang penting untuk bisa mempengaruhi proses
revisi agar lebih berpihak pada kepentingan rakyat kecil, termasuk
masyarakat Dayak. Karena itulah GRPK dan PPSDAK Pancur Kasih
berusaha mengajak pemerintah kabupaten untuk bekerja sama
melakukan revisi tersebut.
Kegiatan ini dimulai dengan kelompok diskusi terfokus (focus group
discussion-FGD)selamasatuhariyangmelibatkanwakil-wakilorganisasi
rakyat anggota GRPK, pengurus GRPK, ditambah dengan rombongan
dari Seknas JKPP dan WALHI. Dengan dipandu oleh Abdon Nababan,
yang sebelumnya telah beberapa kali memfasilitasi kegiatan GRPK,
PENATAAN RUANG DAN MANAJEMEN
KONFLIK: SEBUAH CATATAN ATAS
PROSES DI SANGGAU
Oleh : ALBERTUS HADI PRAMONO
Tampaknya bagi
mereka hak atas tanah
adalah sesuatu yang
sangat nyata karena
berhubungan
langsung dengan
kehidupan mereka.
Tanpa kejelasan hak
atas tanah mereka
tidak bisa berkebun,
meramu, berburu,
mengumpulkan jenis-
jenis obat, dan lain-
lain
Semiloka Tata Ruang Kabupaten Sanggau (dok.JKPP)
4
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
pertemuan di Wisma Tabor,
Bodok, tersebut bertujuan untuk
menyamakan pemahaman tentang
kepentingan rakyat dalam
penataan ruang dan membahas
agenda-agenda kunci yang
dibicarakan dalam semiloka di
Balai Betomu yang berada di
tengah kota Sanggau pada tiga hari
berikutnya. FGD yang semula
banyak didominasi para penggiat
Ornop akhirnya berlangsung
cukup seru setelah para wakil OR
mulai mengerti proses yang akan
terjadi dalam penataan ruang.
Semilokayangdiharapkanmenjadi
klimaks dari proses ini justru
menjadi anti klimaks.
Acara tiga hari yang
merupakan hasil kerja sama antara
GRPK dan Pemkab Sanggau dan
dibantu oleh PPSDAK Pancur
Kasih, JKPP, dan DfID tersebut
dimaksudkan sebagai forum
pertukaran pendapat tentang revisi
tata ruang Sanggau dan bertujuan
untuk menghasilkan suatu
persetujuan kerja sama antara
pemkab dan organisasi-organisasi
non-pemerintah yang hadir dalam
proses revisi. Tujuan ini tidak
tercapai karena tidak adanya wakil-
wakil pemerintah kabupaten yang
terlibat dalam seluruh proses
semiloka. Walaupun acara dibuka
oleh Bupati Sanggau, namun
praktis tidak ada peserta dari
Pemkab Sanggau. Peserta dari
kalangan pemerintahan yang
bertahan adalah wakil-wakil dari
beberapa kecamatan, sementara
dari wakil pemkab hanya dari
Kantor Pertanahan yang datang
pada hari pertama sebagai
pembicara. Akhirnya semiloka ini
menjadi acara “rakyat,” karena
pemkab yang diharapkan menjadi
“mitra debat” tidak hadir.
Dari kedua pertemuan
tersebut ada beberapa catatan
menarik yang perlu disimak, dan
bisa dijadikan pelajaran bagi
semua yang terlibat dalam
penataan ruang.
Pada FGD menjadi
pemanasan bagi anggota-anggota
dan mitra-mitra GRPK dalam
proses penataan ruang ini muncul
hal yang menarik. Semula para
penggiat Ornop lebih banyak
memaparkan pendapatnya,
sementara wakil-wakil OR lebih
banyak diam. Akhirnya salah satu
wakil OR bertanya apa hubungan
antara hak atas tanah dan penataan
ruang. Mulailah wakil-wakil OR
lain bersuara. Rupanya
kebanyakan dari mereka, kalau
tidak bisa dikatakan semua, tidak
mengerti apa yang dimaksud
dengan penataan ruang. Terkesan
bahwa bagi mereka kata “penataan
ruang”adalahistilahakademisatau
teknokratis yang tidak ada
kaitannya dengan kehidupan
mereka.
Tampaknya bagi mereka hak
atas tanah adalah sesuatu yang
sangat nyata karena berhubungan
langsung dengan kehidupan
mereka. Tanpa kejelasan hak atas
tanah mereka tidak bisa berkebun,
meramu, berburu, mengumpulkan
jenis-jenis obat, dan lain-lain.
Sedangkan penataan ruang adalah
suatu istilah yang asing, dan
bahkan mungkin sesuatu yang
abstrak. Fasilitator memberikan
penjelasan singkat dan sederhana
arti penataan ruang, tetapi jarak
antara penataan ruang dengan
kehidupan mereka tetap terasa.
Seperti kita tahu, penataan ruang
lebih menekankan alokasi wilayah
atas kepentingan ekonomis dan
ekologis, sementara wilayah bagi
penduduksetempatjugabermakna
identitas dan keterikatan mereka
dengan tempat hidup mereka.
Perbedaan tersebut makin
mengemuka dalam diskusi selama
semiloka yang dihadiri wakil-wakil
pemerintah kabupaten.
Dalam pemaparan seorang
wakil masyarakat dalam seminar
dan pembahasan pada lokakarya
duahariberikutnyabeberapawakil
masyarakat mengangkat masalah
konflik lahan dan sumber daya
alam yang mereka hadapi sehari-
hari akibat munculnya
perkebunan, konsesi hutan dan
pertambangan di atas atau di
sekitar kampung mereka. Mereka
juga bicara soal perubahan
hubungan sosial dalam kampung
mereka dan sulitnya mereka
melakukan upacara-upacara adat
yang biasa dilakukan di hutan,
ladang atau sungai di wilayah
kampung mereka setelah
masuknya pengaruh perusahaan-
perusahaan tersebut ke dalam
wilayah mereka. Jelaslah bagi
masyarakat wilayah bukan semata-
mata punya nilai ekonomis dan
ekologis, tetapi punya keterikatan
yang kompleks dengan kehidupan
mereka.
Di lain pihak dari paparan
wakil pemerintah, RTRW yang
masih berlaku dan dokumen-
dokumen pemerintah lainnya
dalam proses revisi ini sangat kuat
terasa bahwa bagi pemerintah
penataan ruang adalah persoalan
alokasi lahan dalam wilayah
kabupaten berdasarkan fungsi
ekonomis dan ekologisnya dalam
bentuk permintakatan (zonasi),
siapa yang bertanggung jawab
untuk mengkoordinasi dan
5
TATA RUANG SIAPA?
melakukannya, dan dari mana
anggarannya. Jadi penataan ruang
lebih menjadi persoalan teknis dan
birokratis. Sayangnya para peserta
tidak bisa lebih banyak belajar
lebih jauh tentang pandangan
pemerintah kabupaten atas
perencanaan ruang, karena
ketidakhadiranwakil-wakilmereka
dalamlokakarya.Walaupunbegitu
kita bisa merasakan perbedaan
mendasar antara masyarakat lokal
dan pemerintah dalam melihat
wilayah yang sama.
Bagi pemerintah, dan para
perencana wilayah yang terlibat
secara teknis dalam pembuatan
rencana tata ruang, wilayah dilihat
dengan kacamata ilmiah dalam
bentuk informasi statistik,
kesesuaian lahan, jaringan
pelayanan, dan sejenisnya. Yang
tersirat dalam cara pandang ini
adalah bahwa wilayah dianggap
sebagai sesuatu yang abstrak dan
tercerabut dari kehidupan
manusia. Manusia dan wilayah
adalah obyek yang perlu diatur
dalam wilayah yang abstrak
tersebut. Dalam literatur geografi
pendekatan demikian menjadikan
wilayah sebagai ruang (space)yang
diabstraksi secara kuantitatif,
seolah-olah wilayah itu hanya
kumpulan angka-angka dalam
bidang yang terbagi-bagi menurut
wilayah administrasi dan
fungsinya.
Sebaliknya, bagi masyarakat
wilayah tersebut, khususnya
kampung mereka, lebih dari
sekadar urusan penghidupan agar
memperoleh uang dari kegiatan-
kegiatan ekonomi. Dalam
kampung mereka memiliki
kompleksitas hubungan antar
manusia dan antara manusia
dengan lingkungan di sekitarnya
dalam konteks sosial, budaya dan
ekonomi. Masyarakat mempunyai
hubungan emisional yang kaya
dengan kampung mereka. Jadi bisa
dikatakan bahwa kampung
bermakna sebagai tempat hidup
(place). Secara pribadi pejabat
pemerintah sangat mungkin juga
menganggap kampung sebagai
tempat hidup mereka, namun
kepentingan negara yang mencari
ruang bisa membuat mereka
tercerabut dari tempat hidup
mereka.
Agar kelangsungan tempat
hidup tetap terjamin maka dalam
FGD muncul usulan untuk
membuat suatu kawasan
tambahandalamRTRWkabupaten
yaitu kawasan otonomi kampung.
Hal ini berkaitan dengan telah
disahkannya Perda Kabupaten
Sanggau No. 4 tahun 2002 tentang
Pemerintahan Kampung. Dengan
demikianusulantersebutbertujuan
dua: menjamin tempat hidup bagi
masyarakat dan memperkuat
fungsi otonomi kampung.
Pelajaran kedua yang dipetik
adalahtentangketidakhadiranpara
pejabat pemkab dalam semiloka di
Sanggau ini. Panitia semiloka yang
adalah para penggiat GRPK
berusaha menghadirkan para
pejabat, tetapi berakhir dengan
tanpa hasil yang diharapkan.
Dalam evaluasi singkat yang
dilakukan setelah rangkaian
pertemuan terasa bahwa bagi
rekan-rekan GRPK dan para
penggiat lainnya penataan ruang
dianggap sebagai persoalan yang
cenderung teknis karena
berhubungan dengan peta dan
berbagai analisis ilmiah. Anggapan
ini tidak sepenuhnya salah, namun
kurang lengkap. Memang berbagai
informasi teknis tersebut sangat
penting, tetapi informasi tersebut
adalah dasar untuk mengambil
keputusan. Pengambilan
keputusan, seperti kita tahu, adalah
persoalan politik. Dengan
demikian penataan ruang sarat
dengan kepentingan politik.
Seperti kita ketahui bersama
kontrol dan akses ke suatu wilayah
adalah sumber kekuatan dan
kekuasaan bagi semua pihak yang
berkepentingan. Rakyat,
pemerintah dan para pengusaha
semua berkepentingan dan saling
memperebutkan sumber
kekuasaan tersebut. Bahkan di
antara masing-masing kelompok
sering terjadi persaingan. Dengan
demikian penataan ruang adalah
masalah politik.
Rasanya kesadaran dan
pemahaman tentang politik
keruangan demikian sudah ada di
antara para penggiat. Namun saya
agak terkejut juga dengan kenaifan
bahwa penataan ruang adalah
semata persoalan teknis. Mungkin
karena kebutuhan atas berbagai
macam bidang ilmu untuk
menghasilkan informasi yang
dibutuhkan dalam penataan ruang
menimbulkan kenaifan tersebut.
Jadi sebaiknya kita jangan terjebak
dalam rincian proses penataan
ruang dan isi tata ruangnya,
sementara kita lengah dalam
mengamati penataan ruang secara
keseluruhan, terutama dalam
konteks relasi kuasa (power rela-
tions) di antara pihak-pihak yang
terlibat (baik antar maupun dalam
kelompok).
6
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
PENERAPAN PEMETAAN PARTISIPATIF
DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA
TATA RUANG
PENDAHULUAN
ISTILAH peran serta masyarakat atau partisipasi dalam proses
pembangunan di Indonesia semakin gencar diperbincangkan kesekian
kalinya oleh berbagai kalangan ketika momentum era reformasi bergulir.
Dengan adanya perubahan kehidupan sosial politik bernegara tersebut,
upaya pelibatan masyarakat secara penuh dalam setiap aspek kegiatan
pembangunan sangatlah penting diwujudkan, termasuk di dalamnya
adalah penataan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek
kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses
pembuatannya.
Salah satu bentuk pelaksanaan peran serta masyarakat dalam
penataan ruang yang harus dipertimbangkan oleh berbagai kalangan
adalah pemetaan partisipatif. Beberapa kelompok masyarakat dengan
didampingi oleh LSM telah mulai mempraktekkan secara nyata peran
sertanya dalam penataan ruang melalui kegiatan pemetaan partisipatif.
Kegiatan pemetaan partisipatif ini bergulir pertama kali pada kelompok-
kelompok masyarakat adat di luar Pulau Jawa. Namun sekarang ini
kelompok masyarakat lainnya pun mulai menerapkan pemetaan
partisipatif seperti kelompok masyarakat petani dan juga kelompok
masyarakat adat di beberapa pelosok daerah Pulau Jawa.
Oleh : FIRKAN MAULANA, S.SOS, MT
Perencanaan tata
ruang dilakukan
dengan
mempertimbangkan
keserasian,
keselarasan dan
keseimbangan fungsi
budidaya dan fungsi
lindung, dimensi
waktu, teknologi dan
sosial budaya.
Abstrak
Penataan ruang di Indonesia menuntut adanya
peran serta dari masyarakat. Selama ini upaya
untuk mewujudkan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang masih belum
menemukan bentuknya. Padahal peran serta
masyarakat dalam penataan ruang sudah
diakomodasi dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Namun sayangnya
pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan tersebut masih menemukan banyak
kendala. Pada saat ini, upaya masyarakat
memberikan peran sertanya dalam penataan
ruang sudah mulai bergulir, salah satunya
melalui kegiatan pemetaan partisipatif.
Beberapa kelompok masyarakat (khususnya
masyarakat adat di luar Pulau Jawa) dengan
didampingi oleh LSM telah mempraktekkan
pemetaan partisipatif sebagai upaya nyata
keterlibatan masyarakat dalam menata ruang.
Kegiatan pemetaan partisipatif akan
memberikan arah yang jelas ketika
kontribusinya ditujukan untuk mewujudkan
penataan ruang yang partisipatif.
Pengenalan GPS dalam proses pemetaan partisipatif di Desa Mekarsari-Kabupaten Lebak, Banten (dok. RMI)
7
TATA RUANG SIAPA?
Pada awalnya kegiatan
pemetaan partisipatif merupakan
suatugerakanuntukmengorganisir
masyarakat dalam upaya
perlawanan terhadap pihak-pihak
yangselamainitelahmengabaikan
keberadaan masyarakat untuk ikut
serta mengelola dan menata ruang
di mana masyarakat itu bertempat
tinggal1
. Selama beberapa waktu
ke belakang dalam proses
pembangunan yang terjadi, posisi
sebagian besar masyarakat sangat
lemah untuk ikut memberikan
suaranya dalam penataan ruang.
Era pemerintahan Orde Baru yang
sentralistis dan otoriter tampaknya
lebih memberikan peluang kepada
segolongan kecil masyarakat
(pemodal besar) untuk
mempengaruhi arah penataan
ruang di Indonesia. Ironisnya
implementasi penataan ruang
dalam proses pembangunan
selama ini diyakini tidak
manusiawi karena terbukti selalu
diiringi oleh adanya pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada saat ini ketika otonomi
daerah melalui upaya
desentralisasipemerintahantengah
diwujudkan pelaksanaannya (yang
hal tersebut ditandai dengan
banyaknya kabupaten/kota atau
propinsi baru berdiri),
sesungguhnya peluang dan
kesempatan keterlibatan
masyarakat dalam penataan ruang
sangatlah terbuka lebar.
Kabupaten/kota atau propinsi baru
yang terbentuk akan selalu
membuat Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) sebagai arahan
pelaksanaan program
pembangunan, termasuk juga
kabupaten/kota atau propinsi lama
akan selalu membuat RTRW.
Peluang dan kesempatan
masyarakat untuk ikut terlibat
dalam proses penyusunan tata
ruang tersebut bisa diwujudkan
melalui kegiatan pemetaan
partisipatif.
Kegiatan pemetaan partisipatif
ini mempunyai nilai strategis
penting yaitu sebagai upaya
masyarakat yang secara aktif
memberikan aspirasi, persepsi dan
preferensinya dalam penataan
ruang. Singkatnya, kegiatan
pemetaan partisipatif diharapkan
akanmempengaruhikebijakantata
ruang suatu daerah. Pemerintah
daerah (kabupaten/kota) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) biasanya akan me-
legalisasi draft RTRW dalam
bentuk Peraturan Daerah (Perda)
yang berdasar dari hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun proses penelitian untuk
penyusunan RTRW mempunyai
banyakkelemahan,yangsalahsatu
di antaranya adalah rendahnya
akses masyarakat terhadap proses
penelitian tersebut. Berdasarkan
hal tersebut maka kegiatan
pemetaaan partisipatif bakal
mempunyai peluang besar ikut
terlibat dalam kegiatan penelitian
yang biasanya secara teknis
dilakukan oleh konsultan
perencana yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
Tulisan ini mengulas tentang
upaya mensiasati penerapan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunan rencana tata ruang.
Tulisan ini terbagi atas enam
bagian. Bagian pertama
merupakan pendahuluan yang
menjadi latar belakang penulisan.
Bagian kedua menjelaskan tentang
peranan pemetaan partisipatif bagi
penataan ruang. Bagian ketiga
membahas tentang pengertian dan
wawasan penataan ruang. Bagian
keempat menguraikan tentang
proses penyusunan rencana tata
ruang. Bagian kelima membahas
kemungkinan penerapan kegiatan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
dengan contoh kasus pada skala
ruang tingkat kecamatan. Bagian
keenam menguraikan contoh
sukses penerapan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang.
Bagianketujuhadalahkesimpulan.
PERANAN PEMETAAN
PARTISIPATIF BAGI
PENATAAN RUANG
Sumber daya terutama sumber
daya alam berada pada ruang
seperti yang dimaksud dalam UU
No. 24/1992 tentang Penataan
Ruang. Ruang merupakan wadah
bagi manusia untuk melakukan
kegiatan hidupnya.Kegiatan hidup
manusia (termasuk di dalamnya
kegiatan pembangunan) itu
memanfaatkan sumber daya alam.
Jadi dapat dikatakan bahwa
manusia hidupnya sangat
bergantungpadaruang,baiksecara
langsung maupun tidak langsung.
Pada dasarnya filosofi penataan
ruang adalah perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian
mengenai penggunaan lahan dan
aktivitas manusia yang berada di
atas lahan tersebut.
Salahsatuupayamewujudkan
penataan ruang yang partisipatif
adalah melalui kegiatan pemetaan
partisipatif. Pada dasarnya kegiatan
8
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
pemetaan partisipatif ini sangat
kental dengan suasana proses
partisipasi dalam setiap tahapan
kegiatannya. Setiap warga
komunitas diberikan kesempatan
untuk membicarakan masalah
secara bersama-sama tentang
keadaan tempat mereka tinggal
dan akhirnya membuat suatu
keputusan mengenai rencana-
rencana ke depan.
Secara konsepsional, berbagai
tujuan pemetaan partisipatif
sebetulnya dapat ditinjau dari
empat sudut pandang, yaitu (1)
pemetaan partisipatif sebagai suatu
proses, (2) pemetaan partisipatif
sebagai suatu metode, (3)
pemetaan partisipatif sebagai suatu
program dan (4) pemetaan
partisipatif sebagai suatu gerakan.
Dalam konteks penataan ruang,
maka pemetaan partisipatif dapat
dipandang sebagai suatu metode
untuk peningkatan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang.
Menurut Flavelle (1999), secara
umum tahapan kegiatan pemetaan
partisipatif yang benar-benar
melibatkan peran serta masyarakat
terdiriatasbeberapatahapan,yaitu:
1) Memperkenalkanidepemetaan
kepada masyarakat
2) Membuat kesepakatan dengan
masyarakat. Pada tahap ini
dibicarakan tentang tujuan
pemetaan, siapa yang
berwenang terhadap peta yang
dihasilkan, dsb.
3) Merencanakan kegiatan
pemetaan bersama dengan
masyarakat. Pada tahap ini
dibicarakan tentang informasi
apa saja yang dipetakan, berapa
luas areal yang dipetakan,
bagaimana mengorganisir
partisipasi masyarakat, kapan
kegiatan pemetaan akan
dilaksanakan, dsb.
4) Melakukan persiapan teknis
pemetaan.
5) Melakukan pelatihan pemetaan
kepada masyarakat
6) Memetakan secara partisipatif
pengetahuan lokal. Pada tahap
ini dilakukan survey lapangan,
membuatsketsa,surveytempat-
tempat penting dengan GPS,
survey kompas untuk
pemukiman, jalan dan yang
paling penting adalah
menggambarkan pengetahuan
lokal pada peta dengan proses
yang partisipatif.
7) Membuat peta tema akhir
8) Memeriksa validasi peta
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka peranan kegiatan
pemetaanpartisipatifbagipenataan
ruang bisa diringkas sebagai
berikut :
1. Untuk memberikan gambaran
tentang pola penggunaan lahan
olehmasyarakatdisuatutempat
yang mengikuti aktivitas
perekonomian yang mereka
lakukan.
2. Untuk memberikan gambaran
a k t i v i t a s - a k t i v i t a s
perekonomianmasyarakatyang
bertempat tinggal pada suatu
tempat tertentu.
3. Untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan detil mengenai
kondisi lahan dan potensinya
yang nantinya terkait dengan
program pembangunan yang
akan dijalankan, yang tentunya
harus sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan masyarakat.
4. Untuk mengidentifikasi
rencana-rencana suatu
kelompok masyarakat yang
bertempat tinggal di tempat
tertentu mengenai
pengembangan wilayah
mereka ke depannya nanti.
PENATAAN RUANG
Wawasan dan Pengertian
Penataan ruang pada
hakikatnya meliputi perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian
ruang. Perencanaan tata ruang
mengandung arti penataan segala
sesuatu yang berada di dalam
ruang sebagai wadah
penyelenggaraan kehidupan. Di
dalam perencanaan tata ruang
tercakup proses bagaimana
mendistribusikan tindakan
manusia dan kegiatannya untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Perencanaan tata ruang dilakukan
dengan mempertimbangkan
keserasian, keselarasan dan
keseimbangan fungsi budidaya
danfungsilindung,dimensiwaktu,
teknologi dan sosial budaya. Selain
itu mempertimbangkan pula aspek
pengelolaan secara terpadu
sebagai sumber daya, fungsi dan
estetika lingkungan serta kualitas
lingkungan ruang.
Perencanaan tata ruang
menghasilkan rencana tata ruang.
Rencana tata ruang merupakan
hasil dari suatu proses yang
mengalokasikan obyek-obyek fisik
dan aktivitas, yaitu :
1. Proses mengalokasikan
aktivitas-aktivitas pada suatu
9
TATA RUANG SIAPA?
kawasan sesuai dengan
hubungan fungsional tertentu,
yang akan ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya alam
dan buatan serta kondisi fisik di
wilayah tersebut.
2. Proses pengadaan atau
penyediaan fisik yang
menjawab kebutuhan akan
ruang bagi suatu aktivitas,
seperti tempat bekerja,
pemukiman, infrastruktur, dsb.
Contoh; proses pengadaan
jalan ialah faktor pendukung
bagi proses pengalokasian
aktivitas pada butir 1.
3. Proses pengadaan dan
pengalokasian tatanan ruang,
kaitan antara bagian-bagian
permukaan bumi, tempat
berbagai aktivitas dilakukan
dengan bagian atas ruang
(udara) serta ke bagian dalam
yang mengandung berbagai
sumber daya.
Pemanfaatan ruang adalah
usaha untuk memanifestasikan
rencana tata ruang ke dalam
bentuk program-program
pelaksanaan pembangunan
beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang dilakukan
secara bertahap sesuai jangka
waktu rencana tata ruang melalui
program pembangunan yang
berkaitan dengan pemanfaatan
ruang oleh pemerintah dan
masyarakat. Dalam pemanfaatan
ruang dikembangkan :
1. Pola pengelolaan tata guna
tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber
daya alam lainnya (hutan,
perkebunan, pertambangan)
sesuai dengan asas penataan
ruang yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Perangkat yang bersifat insentif
dan disinsentif dengan
menghormati hak masyarakat
sebagai warga negara.
Agar pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang,
dilakukan pengendalian melalui
pengawasan dan penertiban
pemanfaatan ruang. Dengan
adanya kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang, maka akan
dapat diketahui dan sekaligus
dapat dihindarkan kemungkinan
terjadinya penyimpangan fungsi
ruang yang tidak terkendali dan
tidak terarah sebagaimana yang
telahditetapkandalamrencanatata
ruang. Perangkat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang,
terdiri dari perijinan, pengawasan
dan penertiban.
Pengendalian pemanfaatan
ruang akan berlangsung secara
efektif dan efisien bilamana telah
didahuluidenganperencanaantata
ruang yang valid dan berkualitas.
Sebaliknyarencanatataruangyang
tidak dipersiapkan dengan matang
akan membuka peluang terjadinya
penyimpangan fungsi ruang dan
pada akhirnya akan menyulitkan
tercapainya tertib ruang
sebagaimana telah ditetapkan
dalam rencana tata ruang. Kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang
akan berfungsi secara efektif dan
efisien bilamana didasarkan pada
sistem pengendalian yang
menyediakan informasi akurat
tentang adanya penyimpangan
pemanfaatan ruang.
Dalam tata ruang dikenal
istilah wilayah dan kawasan.
Adapun pengertian wilayah
adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas
dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif
dan atau aspek fungsional. Sedang
kawasan adalah wilayah dengan
fungsi utama lindung atau
budidaya serta fungsi-fungsi
khusus/tertentu.Secaradiagramatis
pembagian kawasan dapat dilihat
pada Gambar 1. Dalam
pembagiannya, ruang dibagi
menjadi beberapa bagian menurut
aspeknya:
o Berdasarkanaspekfungsiutama
Gambar 1. Diagramatis Pembagian Kawasan
Kawasan Perkotaan Kawasan Pedesaan
Kawasan
Budidaya
Kawasan
Lindung
Kawasan Tertentu
Batas Administrasi Propinsi, Kabupaten/kota
Batas Kawasan
10
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
kawasan, kawasan dibagi
menjadi dua yaitu kawasan
lindungdankawasanbudidaya.
o Berdasarkanaspekfungsiutama
kawasan dan aspek kegiatan,
meliputi kawasan perkotaan,
kawasan pedesaan dan
kawasan tertentu.
o Berdasarkanadministrasi,ruang
terdiri dari ruang wilayah
nasional, propinsi dan
kabupaten/kota.
Adapun pengertian beberapa
kawasan, yaitu sebagai berikut :
o Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama
melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
o Kawasan budidaya adalah
kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya
buatan.
o Kawasan tertentu adalah
kawasanyangditetapkansecara
nasional mempunyai nilai
strategis yang penataan
ruangnya diprioritaskan.
Contohnya adalah Kawasan
Bopunjur (Bogor, Puncak,
Cianjur) di wilayah Propinsi
Jawa Barat.
o Kawasan pedesaan adalah
kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai
pemukiman, pelayanan jasa
pemerintahan dan sosial serta
kegiatan ekonomi.
Kaitan Antara Penataan
Ruang Dengan Penggunaan
Lahan
Potensi sumber daya
pembangunan yang sangat
berharga kita miliki adalah sumber
daya alam. Di setiap tempat
pelosok Indonesia banyak terdapat
sumber daya alam. Pemanfaatan
sumber daya alam dalam setiap
proses pembangunan akan selalu
berkaitan dengan penataan ruang
yang didalamnya menyangkut
penggunaan lahan yang ada.
Apakah sumber daya alam yang
adaakandigunakanuntukkegiatan
perekonomian dalam sektor
pertanian (pertanian lahan basah
dan lahan kering, perkebunan atau
kehutanan) ataukah penggunaan
lahan untuk kegiatan lainnya
seperti sektor pertambangan,
industri, bangunan dan
sebagainya. Pada prinsipnya
pemanfaatan sumber daya alam
yang ditunjukkan melalui pola
penggunaan lahan tertentu akan
selalu berhubungan dengan
aktivitas manusia. Setiap
penggunaan lahan di suatu tempat
harus direncanakan seksama
melalui penataan ruang agar
pemanfaatannya bisa terus
berkelanjutan dan mampu
mengakomodasi berbagai aktivitas
pembangunan pada lokasi yang
sesuai dengan peruntukkannya
serta meminimalkan konfllik
kepentingan.
Penataan ruang mempunyai
kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional
karena banyak aspeknya
mencakup bidang lingkungan
hidup dan pertanahan yang sangat
terkait dengan aktivitas manusia.
Sejak tahun 1992, kebijakan
penggunaan lahan (pertanahan) di
Indonesia mulai coba diatur
kembali melalui UU No. 24/1992
tentang Penataan Ruang yang
menyatakan bahwa alokasi lahan
bagi berbagai penggunaan lahan
adalah bagian dari pemanfaatan
ruang. Menurut undang-undang
tersebut, ruang adalah wadah bagi
terselenggaranya suatu kegiatan
yang dilakukan oleh manusia
untuk mencapai tingkat kehidupan
yang lebih baik dengan
memperhatikan aspek daya
dukung wilayahnya.
Di dalam penataan ruang,
berbagai sumber daya alam
(agraria) ditata sebagai satu
kesatuan sistem lingkungan hidup
yang memperhatikan
keseimbangan antara satu bentuk
pemanfaatan terhadap bentuk
pemanfaatan yang lain. Dalam
konteks penataan ruang, maka
manajemen lahan (pertanahan)
memiliki kedudukan yang penting
karena hampir setiap kegiatan
pembangunan diselenggarakan
dalam areal lahan tertentu.
Selanjutnya dengan
mempertimbangkan bahwa
kebutuhan akan tanah terus
meningkat, sementara
ketersediaannya semakin lama
justru semakin berkurang, maka
penerapan mekanisme pengaturan
pemanfaatan tanah melalui
instrumen penataan ruang ini perlu
11
TATA RUANG SIAPA?
ditingkatkan kualitasnya, baik
secara teori ataupun praktek.
Karakteristik Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten
Pada bagian pembahasan ini akan
diuraikan contoh dari produk
penataan ruang yaitu rencana tata
ruang wilayah kabupaten.
Kedalaman RTRW kabupaten
adalah penjabaran dari RTRW
propinsi. RTRW kabupaten sendiri
masih perlu ditindaklanjuti dengan
penyusunan rencana rinci tata
ruang yang meliputi rencana detil
tata ruang (RDTR) suatu kawasan,
rencana teknik ruang (RTR) dan
rencana umum tata ruang
kecamatan (RUTR-K).
Dalam penyusunan RTRW
kabupaten, ada kawasan yang
sudah ditetapkan penggunaannya
di dalam RTRW nasional dan
RTRW propinsi. Dalam hal ini
RTRW kabupaten harus
mempedomani dan menjabar-
kannya dalam bentuk strategi
pengelolaannya. Kabupaten masih
memiliki kewenangan menen-
tukan penggunaan lahan untuk
lokasiyangtidakdiatursecarategas
dan rinci dalam RTRW nasional
dan RTRW propinsi. Sebagai
gambaran, berikut ini akan
diuraikan karakteristik dari RTRW
Kabupaten yang pada dasarnya
dapat dirinci berdasarkan substansi
atau lingkup dari rencana yang
disusun, kandungan isi, sifat,
manfaat dan penggunaan dari
rencana tersebut nantinya.
Substansi/Lingkup Rencana
• Tujuan dari penataan ruang
• Penjabaran struktur dan pola
ruang propinsi ke dalam : 1)
struktur dan pola pemanfaatan
ruang daerah kabupaten/kota,
2) rencana umum tata ruang, 3)
pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota
Isi
• Rencana pengelolaan kawasan
tertentu, lindung, budidaya,
pedesaan dan perkotaan.
• Rencana sistem kegiatan
pembangunan dan sistem
pemukiman pedesaan dan
perkotaan.
• Rencana sistem sarana dan
prasarana.
• Rencana penatagunaan tanah,
air, udara, hutan, sumberdaya
mineral dan sumberdaya alam
lainnya.
• Pedoman pemanfaatan ruang
(sumberdaya alam) : tanah/
lahan, air, udara, mineral, dan
sumberdaya lainnya serta
indikasi program
pembangunan.
• Pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang
(sumberdaya alam) :
pengendalian penatagunaan
tanah/lahan, air, udara, hutan,
mineral dan sumberdaya alam
lainnya.
Sifat
• Dimensi waktu 10 tahun dan
ditetapkan oleh Peraturan
Daerah (perda).
• Memberikan gambaran
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota bagi kegiatan
perlindungan budidaya dan
pengembangan infrastruktur
pendukung yang telah
memperhatikan sistem
pengembangan kegiatan.
• Acuan lokasi yang
dimaksudkan menjamin
adanya optimasi sinergi dan
eksternalitas antar kegiatan
produksi dan perlindungan
lingkungan dan efisiensi
infrastruktur (rencana ini
digunakansebagaidasarprinsip
investasi).
Manfaat
• Mewujudkan optimasi sinergi
dan eksternalitas kegiatan
budidaya, perlindungan
lingkungan dan pemukiman
serta efisiensi infrastruktur
pendukung.
Penggunaan
• Sebagai pedoman untuk
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota untuk
pengembangan kegiatan
budidaya, pemukiman dan
pengembangan infrastruktur.
• Sebagai dasar untuk menyusun
program pembangunan di
daerah kabupaten/kota.
• Sebagai dasar untuk pemberian
izin prinsip, dengan asumsi
bahwa lokasi akan menjadi
optimasi sinergi dan minimasi
eksternalitas antar kegiatan
yang memanfaatkan ruang dan
efisiensi infrastruktur
pendukung. Izin prinsip akan
12
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
digunakan investor untuk
membuat rencana detail/site
plan yang kemudian menjadi
dasar pemberian izin
bangunan.
• Pedoman untuk penyusunan
rencanarinci,baikrencanarinci
kawasan perkotaan, pedesaan
atau tertentu.
Instansi Pelaksana
Adapun instansi pelaksana
penataan ruang di tingkat
kabupaten (lihat tabel 1) :
1. Bappeda Kabupaten
Instansi di tingkat kabupaten
yang bertugas
mengkoordinasikan penyiapan
RTRW Kabupaten/Kota dan
pengendali struktur tata ruang
wilayah Kabupaten/Kota.
2. Dinas Teknis Kabupaten
Instansi di tingkat kabupaten
yang bertugas menangani
pekerjaan teknis keruangan
secararincibaikbaikpenyiapan
rencana rinci tata ruang
maupun pengendali
peruntukkan dan penggunaan
lahan.
Peran Serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang
Dalam UU No. 24/1992
sangat ditekankan pentingnya
individu dalam penataan ruang
dengan mengedepankan aspek
hak dan kewajiban individu. UU
ini menjamin bahwa setiap orang
berhak menikmati dan
memperoleh manfaat ruang,
mengetahuirencanatataruangdan
berperan serta dalam penataan
ruang. Setiap orang juga berhak
mendapat penggantian yang layak
jika pelaksanaan pembangunan
yang sesuai dengan rencana tata
ruang menyebabkan ia harus
pindah tempat. Namun di samping
memiliki hak-hak tadi, masyarakat
juga mempunyai kewajiban yaitu
wajib berperan serta dalam
memelihara kualitas ruang dan
mentaati rencana tata ruang yang
telah ditetapkan.
Sementara itu pengertian
peran serta masyarakat menurut PP
No. 69/1996 (lihat Bab I Pasal 1
butir 11) adalah berbagai kegiatan
masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di
tengahmasyarakat,untukberminat
dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Masyarakat dalam pengertian ini
adalah orang seorang, kelompok
orang, termasuk masyarakat
hukum adat atau badan hukum.
Pengertian penyelenggaraan
penataanruangdiIndonesiaberarti
melakukan perencanaan tata
ruang, memanfaatkan ruang dan
mengendalikan pemanfaatan
ruang. Oleh karena itu di dalam
konsepsinya, peran serta
masyarakat diterapkan di semua
tahapan tersebut, sehingga secara
konseptualperencanawilayahkota
(penata ruang) bekerja bersama-
sama dengan masyarakat di
sepanjang tugasnya, walaupun di
dalam perencanaan versi PP ini
masyarakat tidak lebih dari sekedar
dimintai konsultasi saja (lihat anak
tangga partisipasi Arnstein).
Instansi Kabupaten
Bappeda
Dinas Teknis
Tanggung Jawab Teknis Keruangan
Mengkoordinasikan penyiapan Rencana
Pola dan Struktur Tata Ruang
Mengendalikan struktur tata ruang
Menyiapkan rencana rinci tata ruang
Mengendalikan blok peruntukkan,
tapak kawasan dan penggunaan
bangunan
Produk
RTRW Kabupaten/Kota
Izin prinsip
- Rencana Detil Tata Ruang
- Rencana Teknik Ruang
- Izin Site Plan
- IMB
No.
1
2
Tabel 1. Pengaturan Tanggung Jawab Teknis Keruangan
13
TATA RUANG SIAPA?
Hak setiap orang dalam
penataan ruang dapat diwujudkan
dalam bentuk bahwa setiap orang
dapat melakukan usul,
memberikan saran atau
mengajukan keberatan kepada
pemerintah dalam rangka
penataan ruang. Hak atas ruang
yang dimiliki setiap orang ini
adalah hak-hak yang diberikan atas
pemanfaatan ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara. Ada pun
kewajiban dalam memelihara
kualitas ruang merupakan
pencerminan rasa tanggung jawab
sosial setiap orang terhadap
pemanfaatan ruang. Pengertian
memelihara kualitas ruang
mencakup pula memelihara
kualitas tata ruang yang
direncanakan. Pelaksanaan
kewajiban mentaati rencana tata
ruang dilakukan sesuai
kemampuan tiap orang.
Penataan ruang dilakukan
secaraterbuka.Artinyasetiappihak
dapat memperoleh keterangan
mengenai produk perencanaan
tata ruang serta proses yang
ditempuh dalam penataan ruang,
Dengan demikian jelas perlu ada
keterbukaan (transparansi) tentang
rencana tata ruang, sehingga setiap
orang memahaminya, terutama
dalamkaitandengankemungkinan
lahannya (daerahnya) akan terkena
pelaksanaan rencana tata ruang
tersebut. Praktek spekulan lahan
yang memanfaatkan ketidaktahuan
masyarakat mengenai rencana tata
ruang yang berdampak terhadap
“direnggutnya” lahan milik
masyarakattentunyadapatdicegah
sejak awal.
Implikasi Penerapan Peran
Serta Masyarakat Terhadap
Teknis Penataan Ruang
Jika visi ke depan disepakati
bahwaperansertamasyarakatakan
semakin besar dalam
pembangunan, maka sudah
sewajarnya mereka memperoleh
porsi yang cukup dalam ikut
menentukan tata ruang yang dituju
bersama di masa mendatang.
Dengan makin disadarinya
pergeseran peran pemerintah dari
provider menjadi enabler, maka
satu-satunya hal yang tetap harus
menjadi perhatian utama
pemerintah adalah menjaga agar
kepentingan masyarakat umum
masih tetap dipakai sebagai tolak
ukur bersama.
Seperti telah diuraikan pada
bagian II.1, penataan ruang dibagi
menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu
tahap merencana tata ruang,
memanfaatkan ruang dan
mengendalikan pemanfaatan
ruang. Implikasi teknis yang
muncul dari pengakomodasian
kegiatan peran serta masyarakat
tentusajabakalditemuipadasetiap
ketiga tahapan tersebut. Tabel 2 di
bawah ini menunjukkan
kemungkinan potensi kontribusi
peran serta masyarakat di dalam
proses penataan ruang.
Melihatdaripotensikontribusi
di atas, maka implikasi teknis
terhadap perencanaan tata ruang
adalah sangat besar, terutama
dalam skala ruang yang lebih kecil
(RTRW Kawasan dan Kecamatan).
Misalkan, jika proses merencana
tata ruang dimulai dari perumusan
tujuan, pengumpulan dan analisis
data, pendefinisian alternatif
kebijaksanaan, evaluasi alternatif
kebijaksanaan dan penentuan
kebijaksanaan, maka harus
diciptakan suatu wadah (forum,
kelompok kerja atau sebagainya)
di mana masyarakat secara
langsung dapat melibatkan diri dan
berperan serta aktif dalam tahapan-
tahapan tersebut.
Di dalam penyusunan tata
ruang yang menyangkut
kepentingan banyak orang,
idealnya melibatkan seluruh
komponen masyarakat. Namun
dalam prakteknya hal tersebut sulit
diwujudkan karena masyarakat
hanya diwakili oleh orang-orang
yang dikategorikan sebagai tokoh
masyarakat. Kalau dipikir secara
realistis, perencanaan yang
melibatkan masyarakat luas hanya
mungkin terlaksana untuk wilayah
yang kecil, misalnya lingkungan
desa/kelurahan dan kecamatan.
Untuk wilayah yang lebih luas,
misalnya tingkat kabupaten atau
kota, peran serta masyarakat hanya
mungkin terlaksana dengan cara
mengundang tokoh-tokoh
masyarakat yang berada di wilayah
tersebut. Seringkali tokoh
masyarakat hanya dilibatkan pada
diskusi awal untuk memberikan
masukan dan pada diskusi
rancangan akhir untuk melihat
apakah aspirasi masyarakat sudah
tertampung atau belum.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka ada beberapa
pertanyaan harus dijawab :
• Siapa (pihak di masyarakat)
yang harus dilibatkan dan
berperan serta aktif ?
• Kapan mereka harus mulai
terlibat ?
14
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
• Bagaimana bentuk pelaksanaan
peran serta masyarakat
tersebut?
Pertanyaan pertama adalah
untuk membedakan atau memberi
penekanan kepada kelompok
sasaran di masyarakat yang paling
perluuntukdilibatkan.Haliniakan
sangatmenentukanbagaimanakita
menjawab pertanyaan kedua dan
terutama pertanyaan ketiga.
Namun demikian peluang
keterlibatan masyarakat secara
umum harus tetap dibuka selebar-
lebarnya. Perlu diingat juga bahwa
ke depannya perlu ada
pembatasan hal-hal mana serta
kegiatan-kegiatanmanayangdapat
dipartisipasikan dan tidak dapat
karenamerupakanhakotoritasdari
pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
Peluang keterlibatan
masyarakatdalamperencanaaTata
Ruang secara umum harus tetap
dibuka selebar-lebarnya. Akan
tetapi perlu diingat juga bahwa ke
depannya perlu ada pembatasan
padahal-halapasajasertakegiatan-
kegiatan apa saja masyarakat dapat
berpartisipasi, serta hal-hal apa saja
yang tidak dapat diganggu gugat
karenamerupakanhakotoritasdari
pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
PROSES PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
Jika diorientasikan pada
produk, maka setidaknya terdapat
tiga tahapan penyusunan rencana1
tata ruang yang dilalui, yaitu :
1. penyusunan buku Laporan
Pendahuluan
2. penyusunan buku Kompilasi
Data
3. penyusunan buku Analisis
4. penyusunan buku Rencana
Buku Laporan Pendahuluan,
pada pokoknya berisikan tafsiran
rinci yang disusun pihak Pelaksana
Pekerjaan (umumnya konsultan)
terhadap TOR (Term of Reference)
yang dikeluarkan pihak Pemberi
Pekerjaan (umumnya Bappeda
atau Dinas Teknis terkait). Dalam
kasus pekerjaan penyusunan
rencana tata ruang kecamatan,
maka pihak pemberi pekerjaan
adalah Bappeda Kabupaten
(umumnya di setiap daerah
menjadi tanggung jawab Kepala
Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Peninjauan kembali
rencana
Proses teknis merencana
Penetapan rencana
Pengesahan rencana
Penyuluhan dan
pemasyarakatan rencana
Penyusunan Program
Penyusunan peraturan
pelaksanaan rencana dan
perangkat insentif dan
disinsentif
Penyusunan dan
pengusulan program dan
proyek
Pelaksanaan program dan
proyek
Perizinan rencana
pembangunan
Pengawasan
Penertiban
Nasional
Y
X
X
X
Y
X
Y
Y
X
X
X
Y
Propinsi
Y
Y
X
Y
Y
Y
+
+
X
Y
X
Y
Kabupaten/
Kota
Y
Y
X
Y
X
X
Y
+
Y
+
X
+
Kawasan
+
+
Y
Y
X
X
Y
+
Y
Y
Y
Y
Tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kegiatan
Tahapan
Penataan Ruang
Tabel 2. Kemungkinan Potensi Kontribusi Peran Serta Masyarakat Di Dalam Proses Penataan Ruang
Keterangan : Y = sedang, += tinggi, X = rendah
15
TATA RUANG SIAPA?
Bidang Fisik, Prasarana dan Tata
Ruang).
Jika dikaitkan dengan
perwujudan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang,
maka substansi terpenting dalam
bukuLaporanPendahuluanadalah
menyangkut metode-metode dan
pendekatan yang akan digunakan
dalam proses penyusunan rencana
tata ruang. Bilamana di dalam TOR
dinyatakan bahwa proses
penyusunan tata ruang
mensyaratkan adanya partisipasi
masyarakat, maka seyogyanya
pihak konsultan atau pemerintah
harus bisa memberikan penjelasan
secara rinci yang dapat dipahami
bersama tentang hal tersebut.
Penjelasan rinci diperlukan
mengingat adanya keterbatasan
dan kesenjangan kapasitas skill
para pihak yang terlibat langsung
atau tidak langsung dalam proses
penyusunan tata ruang.
Dalam penyusunan buku
Kompilasi Data, sepertinya
keterlibatan masyarakat bisa lebih
banyak. Dalam buku ini disajikan
data-data tentang objek rencana
suatu wilayah yang harus lengkap.
Data-data yang ada sebaiknya
terdiri atas data-data kuantitatif
yang berasal dari instansi
pemerintah dan data-data kualitatif
yang berasal dari masyarakat.
Selama ini seringkali produk
RTRW yang dihasilkan sangat
miskin akan data kualitatif yang
biasanya memuat informasi
tentang kondisi nyata kehidupan
masyarakat dan keadaan suatu
daerah yang menjadi subjek dan
objek perencanaan.
Dalam penyusunan buku
Analisis, agak sulit bagi masyarakat
untuk ikut terlibat secara aktif dan
penuh. Dengan adanya
persetujuan dari masyarakat, ada
baiknya pada tahapan ini yang
banyak berperan adalah pihak
konsultan. Alasannya adalah pada
tahap analisis ini diperlukan
kapasitas skill dengan
menggunakan metode akademis
tertentu untuk menganalisis data-
data yang ada, seperti analisis
ekonomi, analisis kependudukan,
analisis penggunaan lahan, analisis
sosial kemasyarakatan dan
sebagainya.Namuntidakmenutup
kemungkinan bisa saja melibatkan
masyarakat sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing
asalkan masukannya bersifat logis.
Contohnya melibatkan tokoh
masyarakat atau tetua kampung
untuk melakukan analisis sosial
kemasyarakatan di daerahnya.
Pada tahap penyusunan buku
Rencana, idealnya masyarakat
mendapatkan kembali porsi yang
memadai karena pada tahap ini
dilakukan perumusan rencana.
Dasar dari perumusan rencana ini
adalah hasil analisis. Namun hasil
analisis ini mungkin saja meleset
atau kurang tepat sehingga perlu
mendapatkan masukan atau
menampung usul, saran atau
keberatan dari pihak-pihak terkait
yang berkepentingan, termasuk
masyarakat yang bertempat tinggal
di lingkungan obyek wilayah
perencanaan.Olehkarenaitupada
tahap perumusan rencana ini
penting sekali menggelar berbagai
pertemuan dengan pihak-pihak
terkait tersebut untuk membahas
usulan rumusan rencana
berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan. Pertemuan-
pertemuan tersebut bisa berbentuk
forum, diskusi atau sebagainya,
tergantung dari tujuan dan hasil
yang ingin diperoleh.
KEMUNGKINAN
PENERAPAN KEGIATAN
PEMETAAN
PARTISIPATIF DALAM
PROSES PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
TINGKAT KECAMATAN
Pada bahasan berikut ini hanya
akan difokuskan pada implikasi
teknis peran serta masyarakat
dalam tahap merencana tata ruang
sajayangmenyangkutpenyusunan
buku Kompilasi Data. Pembatasan
bahasan ini bukan berarti
meremehkanpelibatanmasyarakat
dalam penyusunan buku Analisa
dan Rencana, melainkan karena
adanya pertimbangan melihat
secara realistis kemungkinan
penerapannya di lapangan.
Pada dasarnya proses
penyusunan rencana tata ruang
untuk obyek apa pun tidak ada
bedanya, misalnya antara
penyusunan rencana tata ruang
kecamatan, kabupaten, kota,
kawasan tertentu dan seterusnya.
Hanya saja dalam bahasan ini
dipilih kasus skala ruang
kecamatankarenalingkupnyaagak
cocok dengan cakupan kegiatan
pemetaan partisipatif yang
biasanya meliputi wilayah
beberapa desa. Dengan demikian
diharapkan dapat lebih
memudahkan untuk membahas
siasat penerapannya dalam proses
penyusunan tata ruang.
16
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Penataan ruang untuk wilayah
tingkat kecamatan sebenarnya
sudah dapat dilaksanakan (namun
masih jarang), biasanya disebut
Rencana Umum Tata Ruang
Kecamatan (RUTR-K). Pihak yang
berwenangdalampenyusunantata
ruang ini adalah instansi
pemerintahan kabupaten, bukan
aparat pemerintah dari kecamatan
yang bersangkutan. Aparat
kecamatan hanya sebagai pemberi
data dan memberikan pendapat
pada saat rencana itu didiskusikan.
RUTR-K sebetulnya sudah cukup
spasial dan setelah mendapat
persetujuan DPRD Kabupaten dan
di-Perda-kan oleh Pemkab, maka
dapat digunakan dalam penentuan
pemberian izin penggunaan lahan
(lokasi) bagi para investor yang
bergerak di berbagai bidang usaha
(kehutanan, perkebunan,
pertambangan dan sebagainya).
Buku Kompilasi Data
umumnya terdiri dari data
sekunder dan primer, baik yang
bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Selama ini pihak perencana
wilayah dan kota selalu
mengandalkan pada data
sekunder. Hal ini dikarenakan
dengan alasan bahwa perolehan
data sekunder lebih praktis karena
mudah didapatkan di instansi-
instansi pemerintahan dan tidak
mengeluarkan energi, biaya dan
waktu yang banyak. Namun perlu
disadari bahwa data-data sekunder
seringkali mempunyai banyak
kelemahan, yang satu diantaranya
yaitu tidak terdapat kedalaman
informasi karena datanya berupa
deretan angka-angka saja
(kuantitatif). Kelemahan ini bisa
ditutupi oleh data primer. Kalau
para perencana wilayah dan kota
menginginkan informasi yang
mendalam tentang kondisi suatu
wilayah beserta aktivitas
masyarakatnya, maka diwajibkan
harus mendapatkan data-data
primer yang bersifat kualitatif.
Dalam konteks penyusunan
buku Kompilasi Data tersebut,
makadata-dataprimeryangbersifat
kualitatif bisa didapatkan melalui
kegiatan pemetaaan partisipatif.
JikahendakdisusunRUTR-K,maka
data-data yang dibutuhkan
mempunyai ruang lingkup atas
beberapa desa di kecamatan
tersebut. Singkatnya data yang
dibutuhkan akan menghasilkan 2
(dua) produk utama, yaitu produk
peta tiap desa dengan berbagai
tema dan hasil wawancara dengan
masyarakat berupa aspirasi,
persepsi dan preferensi tentang
perencanaan tata ruang.
Untuk menghasilkan peta tiap
desa dengan berbagai tema, perlu
dihitung alokasi waktu, tenaga dan
biaya yang dibutuhkan. Lama
kegiatan pemetaan partisipatif itu
sangat ditentukan oleh luas
wilayah yang akan dipetakan,
teknik pemetaan dan berapa
banyak informasi tematik rinci
yang diperlukan. Setiap wilayah
desa dalam suatu kecamatan pasti
mempunyai karakteristik tersendiri
yang harus disesuaikan dengan
penyediaan alokasi waktu, tenaga
dan biaya dalam melakukan
kegiatan pemetaan partisipatif.
Tampaknya perlu ada eksperimen
khusus dalam pembuatan peta-
peta tematik tiap desa pada suatu
kecamatan. Eksperimen khusus
tersebut merupakan ajang
pembelajaran bagi semua pihak
yang terlibat.
Berkenaan dengan waktu,
tenaga dan biaya yang dibutuhkan
tersebut, biasanya pihak instansi
pemberi pekerjaan dan konsultan
pelaksana pekerjaan akan selalu
berpegang pada prinsip “waktu
kerja yang singkat, biaya yang
murah dan tenaga yang efektif dan
efisien.” Tantangan buat
masyarakat adalah bagaimana
mengorganisir dirinya agar bisa
mencapai mufakat dengan pihak
instansi dan konsultan terkait
dengan kecocokkan cara kerja di
antara mereka. Namun
sesungguhnya yang lebih penting
lagi adalah bagaimana masyarakat
(tentunya dibantu oleh LSM) bisa
membuat peta-peta tematik tiap
desa yang cukup meyakinkan
sehingga peta-peta tersebut bisa
diterima oleh pihak konsultan dan
instansi pemerintahan daerah.
Sementara itu data-data yang
menyangkut hasil wawancara
dengan masyarakat berupa
aspirasi, persepsi dan preferensi
yang menyangkut perencanaan
tata ruang sebenarnya sudah
termasuk dalam tahapan kegiatan
pemetaan partisipatif itu sendiri.
Data-data tersebut bisa didapatkan
pada tahapan memetakan secara
partisipatif pengetahuan lokal.
Namun untuk kebutuhan
perencanaan tata ruang, tidak saja
pengetahuan lokal yang digali
melainkandata-datalainnyaseperti
data kependudukan, aktivitas
ekonomi, penggunaan lahan dan
sebagainya. Sebagai contoh dalam
pengumpulandatakependudukan,
lazimnya data kependudukan itu
diperoleh secara sekunder ke
instansi terkait. Namun bisa saja
17
TATA RUANG SIAPA?
data tersebut didapatkan secara
primer untuk mengetahui
keakuratannya. Jadi data-data
kependudukan seperti
ketenagakerjaan, pendidikan,
kelompok usia, kelamin dan
seterusnya bisa didapatkan dengan
cara sensus langsung ke
masyarakat pada saat survey
lapangan pemetaan dilakukan.
Selanjutnya untuk
menghimpun informasi yang
berupa aspirasi, persepsi dan
preferensi masyarakat (dikaitkan
dengan UU Penataan Ruang,
bahwa setiap orang berhak
mengajukan usulan, memberi sa-
ran dan keberatan), dapat
dilakukan dengan cara diskusi-
diskusi kelompok pada setiap
komunitaskampungdisetiapdesa.
Dengan cara seperti itu, niscaya
kelengkapan data dan tingkat
keakuratan data lebih dapat
dipertanggungjawabkan dalam
proses penyusunan rencana tata
ruang.Namuncarainimempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Kelebihannya adalah
jumlah peserta sedikit,
pendalaman informasi cukup
memadai, cenderung terarah dan
fokus serta inklusif dari komunitas
yang lebih luas. Kekurangannya
adalah memerlukan waktu yang
panjang dan biaya yang tidak
sedikit.
Pada tingkat kecamatan bisa
diadakan pertemuan kecamatan
atau forum kecamatan dengan
tujuan yang hampir sama seperti
diskusi kelompok komunitas
tingkat desa. Namun
penyelenggaraannyaperluhati-hati
karena jumlah peserta yang
banyak, akan sulit untuk
mengarahkan pada isu-isu tertentu
saja, cenderung mengesam-
pingkan sektor-sektor tertentu dari
komunitas, serta artikulasi
perorangan dan kelompok-
kelompok yang berkepentingan
mungkin sangat dominan.
Mungkin lebih realistis untuk
membatasi jumlah peserta dengan
hanya memperkenankan utusan-
utusan desa terpilih yang hadir
dalam pertemuan itu.
CONTOH SUKSES
PENERAPAN PERAN
SERTA MASYARAKAT
DALAM PENATAAN
RUANG
Pembahasan pada bagian ini
menceritakan sukses keberhasilan
penerapan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang. Cerita
sukses ini mungkin bisa
menginspirasi bagi kegiatan
pemetaan partisipatif untuk
mengujicobakan metode
kegiatannya dalam proses
penyusunan rencana tata ruang.
Cerita sukses ini tidak cukup detil
penjelasannya, namun
substansinya sangat relevan
dengan upaya penerapan kegiatan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunanrencanantataruangdi
tingkat kecamatan.
Contoh sukes keberhasilan
penerapan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang bisa
ditemukan di Kabupaten Klaten di
Propinsi Jawa Tengah (lihat
Soewarno 1996, dalam Jamal
1999). Masyarakat desa melalui
Lembaga Ketahanan Masyarakat
Desa(LKMD)bekerjasamadengan
konsultan yang bekerja pada
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kabupaten Klaten berhasil
menyusun Pola Tata Ruang Desa
(PRTD) skala 1:5000 yang berisi
arahan penggunaan lahan bagi
pemukiman, pertanian, industri
dan jasa. PTRD ditetapkan
masyarakat dan disahkan oleh
Bupati Klaten, sehingga adanya
perubahan PTRD harus seizin
bupati. Keberadaan PTRD ternyata
sangat berfungsi efektif dalam
mengendalikan alih fungsi lahan
pertanian. Jika sebelum ada PTRD
pada tahun 1988, tingkat konversi
lahan pertanian mencapai 350
hektar, maka pada tahun 1993
tingkat konversi menurun jadi 14
hektar. PTRD memungkinkan
masyarakat di tingkat desa
mengontrol perizinan alih fungsi
lahan pertanian.
Keterlibatanmasyarakatdalam
proses perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian ruang akan
menghasilkan penggunaan lahan
yang lebih efektif sehingga upaya
mencapai produktivitas lahan
secara optimum dan lestari dapat
terpenuhi. Pengalaman Kabupaten
Klaten menunjukkan salah satu
keberhasilan mekanisme peran
serta masyarakat yang terlibat
secara kritis dalam mengendalikan
penggunaan lahan. Mekanisme
peran serta masyarakat melalui
perwakilan tiap desa diasumsikan
akan mampu menjangkau secara
fisik atau administratif setiap
tahapan proses penataan ruang.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah
peran serta masyarakat dalam
penataan ruang harus dibarengi
dengan penguatan mekanisme
kelembagaan lokal masyarakat
18
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
setempat yang dapat berfungsi
efektifdalammenjalankanrencana
pemanfaatan dan pengendalian
ruang.
KESIMPULAN
Dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 24/
1992 tentang Penataan Ruang
ditegaskan, bahwa setiap orang
berhak untuk mengetahui rencana
tata ruang; berperan serta dalam
penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang.
Dengan demikian proses
perencanaan tata ruang harus
melibatkanmasyarakatsecaraaktif,
yaitu masyarakat harus berperan
sebagai subjek perencanaan dalam
setiap kegiatan yang mencakup
hampir keseluruhan proses
penyusunan rencana tata ruang.
Salah satu bentuk keterlibatan
masyarakat dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
yangpalingsederhanaadalahpada
tahap pengumpulan data, baik
data-data yang bersifat kuantitatif
dan kualitatif. Data kuantitatif yang
berupa angka-angka bisa
didapatkan dengan cara survey
lapangan berbentuk sensus. Data
kualitatif yang berupa tafsiran dari
suatu pendapat bisa didapatkan
dengan cara survey lapangan
berbentuk wawancara mendalam
danjugamelakukandiskusi-diskusi
dan pertemuan dengan
masyarakat. Data kualitatif
dibutuhkan untuk mendapatkan
aspirasi, persepsi dan preferensi
masyarakat terhadap penataan
ruang di wilayahnya. Pada
dasarnya data-data yang diperoleh
adalah untuk dapat
menggambarkan kondisi saat ini
dan mengidentifikasi persoalan
yang dihadapi suatu wilayah.
Pada tahap pengumpulan data
tersebut, bisa diujicobakan
pendekatan kegiatan pemetaan
partisipatif. Produk yang penting
dari kegiatan pemetaan partisipatif
bagi proses penyusunan rencana
tata ruang adalah adalah peta-peta
tematik setiap desa di suatu
kecamatan dan data-data dasar
setiap desa yang menyangkut
kependudukan, fisik lingkungan,
perekonomian, sosial kema-
syarakatan, penggunaan lahan dan
sebagainya. Selain itu data-data
yangmenyangkutaspirasi,persepsi
dan preferensi masyarakat tentang
perencanaan tata ruang di
daerahnya merupakan data-data
yang bisa juga didapatkan melalui
kegiatanpemetaanpartisipatifpada
setiap pertemuan-pertemuan
komunitas desa.
Dengan menerapkan peran
serta masyarakat dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
melalui kegiatan pemetaan
partisipatif, pada gilirannya akan
mempengaruhi terhadap hasil
akhir rencana tata ruang itu sendiri.
Paling tidak, hasil akhirnya akan
lebih dapat dipertanggungjawab-
kan segi penerimaannya (accept-
ability), karena prosesnya
melibatkan secara langsung baik
masyarakat maupun pihak terkait
lainnyadiwilayahkecamatanyang
menjadi obyek perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnstein, Shirley. A Ladder of Citizen
Participation, dalam The Journal of
The American Institute of Planners,
Vol. 35, No. 4, July 1969
Friedmann, J. Planning in The Public
Domain: From Knowledge to Ac-
tion, Princeton, Princeton Univer-
sity Press, USA, 1987.
Flavelle, Alex. Panduan Pemetaan
Berbasis Masyarakat (terjemahan).
Jaringan Kerja Pemetaan
Partisipatif (JKPP), Bogor, 2001.
Harman, Beny dkk. (eds). Pluralisme
Hukum Pertanahan dan
Kumpulan Kasus Pertanahan.
Yayasan Lembaga Bantuan
HukumIndonesia(YLBHI),Jakarta,
1996.
Jamal, E. Analisis Ekonomi dan
Kelembagaan Alih Fungsi Lahan
Sawah ke Penggunaan Non-
Pertanian di Kabupaten
Karawang. Tesis Magister
Perencanaan Wilayah dan Desa
Program Pascasarjana IPB Bogor,
1999.
Topatimasang, Roem. Pemetaan
Sebagai Alat Pengorganisasian
Masyarakat: Sejarah dan Politik
Sengketa Sumberdaya Alam dan
Hak-Hak Kawasan Masyarakat
Adat di Maluku, dalam Pengakuan
Hak Atas Sumberdaya Alam karya
Ton Dietz, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban, serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan
Ruang.
19
TATA RUANG SIAPA?
AKHIR-akhir ini Private Sector terutama untuk industri Kehutanan
mengalami tekanan yang cukup kuat dari pasar terutama pasar
Internasional. Cukup banyak konsumen internasional yang mulai
mempertanyakan kinerja produsennya terutama dalam kaitannya dengan
aspek lingkungan dan HAM. Kuatnya kampanye internasional yang
menyoalkan kebijakan perusahaan industri skala besar dalam hal
pencemaran lingkungan dan HAM menyebabkan terjadi keputusan
boikotolehbeberapakonsumenterutamadiJepangdanEropa. Buruknya
kinerja dalam pengelolaan lingkungan dan kemanusiaan menyebabkan
konflik antara masyarakat dan perusahaan semakin meruncing hampir
di seluruh areal konsesi. Tidak ada jaminan terhadap keamanan berusaha
baik itu masyarakat ataupun perusahaan, masyarakat menjadi semakin
terusik hak hidup dan wilayah kelolanya serta mahalnya ongkos sosial
yang harus dibayar atas berbagai penyelesaian kasus tersebut. Membuat
persoalan ini perlu mendapatkan jalan keluar.
Mengamati fenomena tersebut, Multistakeholder Forestry Program
(MFP) yang menjadi salah satu program kerjasama multipihak antara
departemen Kehutanan Republik Indonesia dan pemerintah Inggris
(DFID) merespon inisiatif ini dengan membuka ruang untuk
mendiskusikan bagaimana konflik ruang tersebut dapat dicarikan jalan
keluar melalui Pemetaan Partisipatif. MFP merasa bahwa Pemetaan
Partisipatif dapat digunakan sebagai salah satu alat Resolusi Konflik.
Diskusi menggulirkan ide untuk menjajaki kemungkinan Kolaborasi dan
membangun pemahaman bersama ini dikomunikasikan kepada Riau
Andalan Pulp & Paper (RAPP) dan Sekretariat Nasional JKPP di Bogor.
JKPPyangsecarastrategishendakmenempatkandirisebagaiJaringan
Kerjayangresponsifterhadappersoalan-persoalankeruangandanmampu
memfasilitasi “shared learning” untuk komunikasi ruang dengan berbagai
pihak dengan merespon inisiatif kolaborasi ini. Untuk merespon
permintaan tersebut, Sekretariat Nasional JKPP merasa perlu untuk
mendiskusikan substansinya lebih lanjut kepada anggota JKPP baik
melalui milis anggota via jaringan internet maupun berdiskusi secara
langsung, terutama dengan anggota jaringan yang berasal dari Riau.
INISIATIF KOLABORASI UNTUK RESOLUSI KONFLIK RUANG;
PELAJARAN DARI
PENGALAMAN “RENCANA
KERJASAMA RAPP DAN JKPP”
Pada dasarnya,
wacana pemetaan
partisipatif sebagai
media komunikasi
untuk persoalan
ruang mulai bergulir
di antara private sec-
tor terutama industri-
industri kehutanan
Oleh : ITA NATALIA DAN DEVI ANGGRAINI
20
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Atas inisiatif ini, pada bulan
Desember 2004, SekNas bertemu
dengan beberapa organisasi non
pemerintah (ornop) di Riau
bertempat di kantor Yayasan
Hakiki. Hadir dalam pertemuan
tersebut adalah Yayasan Hakiki/
Fasilitator Regional, Kaliptra,
WALHI Riau, WWF Riau,
JIKALAHARI dan Aliansi
Masyarakat Adat Riau (AMAR).
Pertemuan ini merekomenda-
sikan beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi oleh RAPP yaitu;
1. RAPP harus mampu
menjelaskan apa tujuan dari
resolusi konflik tersebut
2. RAPP harus menjelaskan Proto-
col/SOP konflik dan;
3. Setuju bahwa RAPP tidak
memiliki Otoritas terhadap
keputusan-keputusan strategis
mengenai proses dan hasil PP
Hasil diskusi ini akan dibawa
dalam pertemuan pertama para
pihak di Jakarta pada tanggal 5-6
Januari 2005.
Sebagai informasi, pada saat
yang bersamaan RAPP juga
memfasilitasi Training Resolusi
konflik untuk staff sebagai upaya
lain memperbaiki kinerja
perusahaannya. Training tersebut
difasilitasi oleh LATIN. Pada
kesempatan training resolusi
konflik Sekretariat Nasional JKPP
diundang sebagai salah satu
narasumber yang diminta untuk
mempersentasikan tentang
pemetaan partisipatif.
Menyanggupi inisiatif untuk
membuat sesi diskusi yang
terfokus, Sekretariat Nasional
kemudianmembantuupaya-upaya
komunikasi berbagai pihak untuk
pertemuan multipihak tersebut,
yang sedianya akan dilaksanakan
pada tanggal 5-6 Januari 2005 di
kantor WWF Jakarta.
Sampai dengan tenggat waktu
yang disepakati antara JKPP dan
MFP yaitu tanggal 22 Desember
2004, RAPP tidak memberikan
respon positif terhadap inisiatif
pertemuan tersebut, kemudian
kami mendapat informasi melalui
email dari RAPP (Mr. Munoz)
bahwa pada akhirnya RAPP
memutuskan lebih mempriori-
taskan pada peningkatan kapasitas
staff untuk resolusi konflik dan
belum menggunakan Pemetaan
Partisipatif sebagai alat
penyelesaian persoalan persoalan
keruangan, maka pertemuan itu
diputuskan dibatalkan oleh JKPP
Seknas.
Pada saat yang hampir
bersamaan inisiatif untuk
memahami pemetaan partisipatif
jugadatangdariAPP(AsiaPulpand
Paper) yang membawahi Indah
Kiat Pulp Paper. Mr. John Casey
sebagai perwakilan dari APP
melakukanupayayangsamauntuk
membangun komunikasi yang
lebih baik dengan LSM dan
masyarakat. JKPP menjadi pihak
yang di minta untuk memfasilitasi
Shared learning Pemetaan
Partisipatif kepada APP. Secara
prinsip JKPP kembali menjelaskan
tentang apa itu pemetaan
partisipatif dan prinsip-prinsip
kerjanya. Hingga saat ini belum
ada tindak lanjut dari komunikasi
dengan APP.
Pelajaran yang dapat kita
peroleh dari inisiatif-inisiatif ini
adalah:
1. Menjadi penting bagi JKPP
menjelaskan secara terbuka
kepada para pihak tentang
prinsip-prinsip pemetaan
partisipatif
2. Pada dasarnya, wacana
pemetaan partisipatif sebagai
media komunikasi untuk
persoalan ruang mulai bergulir
diantaraprivatesectorterutama
industri-industri kehutanan.
3. Keinginan untuk memperbaiki
kinerja lingkungan dan HAM
cukup terbangun di pihak
perusahaan seperti RAPP dan
APP karena tekanan pasar
internasional, akan tetapi
keberanian mengambil resiko
atas dampak pemetaan belum
cukup kuat
4. Kekuatan kelompok utama
yaituorganisasimasyarakatadat
yang solid menjadi penentu
utama keputusan berkolaborasi
atau tidak dengan pihak
perusahaan (private sectors)
karena masyarakat adat yang
harus memegang kendali atas
proses negosiasi.
Kami menduga, keinginta-
huan tentang Pemetaan Partisipatif
akan terus berkembang di berbagai
pihak, sehingga kerja-kerja
pengorganisasian yang menyiap-
kan organisasi masyarakat yang
solid akan mampu merespon hal
ini secara positif.
21
TATA RUANG SIAPA?
PEMBENTUKAN JKPP-JAWA
JARINGAN Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)-Jawa
lahir pada tahun 1999 sebagai salah satu region yang
diprakarsaipadapertemuanForumAnggota(FA)JKPP
di Lembah Nusa, Bogor. Inisiatif ini merupakan salah
satu cara “perpanjangan tangan” JKPP untuk
mempercepat terwujudnya misi yang diemban yakni
mempercepat Tegaknya Kedaulatan Rakyat atas
Ruang.
Lima tahun kepengurusan JKPP-Jawa baru saja
dilalui. Pentingnya posisi dan peran yang harus
‘dimainkan’ oleh JKPP-Jawa guna mendukung
gerakan keruangan menjadi mandat yang sampai saat
ini masih tetap dijaga. Oleh karenanya, upaya
melakukan pengembangan dan inovasi strategi pun
masih terus dilakukan.
Sebagai bahan refleksi dan evaluasi, perubahan-
perubahan harus selalu dihadapi dan dilakukan.
Pertemuan Forum Region Jawa yang diselenggarakan
pada tanggal 27-28 Nopember 2004 ini merupakan salah satu media
alternative menuju perubahan-perubahan yang terjadi. Pertemuan yang
dilangsungkan selama dua hari dan dihadiri sebanyak 14 orang peserta
(individu dan lembaga) telah membahas agenda kegiatan, struktur kerja
dan kepengurusan baru untuk periode 2004-2005.
JKPP JAWA DAN GAWEAN-NYA
Pada tanggal 27-28 Nopember 2004, bertempat di Sekretariat, JKPP
Region Jawa telah mengadakan Pertemuan Forum Region yang
melahirkan agenda kegiatan, struktur kerja dan kepengurusan baru untuk
periode 2004-2005 serta penambahan anggota JKPP Region Jawa.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 14 orang peserta, baik yang hadir
sebagai individu maupun sebagai utusan lembaga.
Terbaru dari JKPP-Jawa……..
Oleh : IMAM HANAFI
Tiap-tiap simpul
layanan telah
membuat agenda
kerja ke depan serta
bentuk-bentuk
layanan yang akan
diberikan sesuai
kapasitas dan
kemampuan masing-
masing
22
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Hasilpertemuantersebutsalah
satunya adalah penambahan
Komite Strategi dan simpul-simpul
layanan dalam struktur JKPP Jawa.
Gagasan Komite Strategi ini
dimunculkanuntukmengawalalur
gerakan pemetaan partisipatif baik
secara substansi, orientasi, teknis
dan strategi ke depan dalam
konteks gerakan advokasi dan
perencanaan ruang. Komite
Strategi merupakan instrumen
penting yang diharapkan dapat
berkontribusi dalam percepatan,
efektivitas dan pengembangan
gerakan pemetaan partisipatif dan
issue keruangan di pulau Jawa.
Sementara itu, Simpul-simpul
Layanan adalah merupakan kontak
person di tiap-tiap daerah di pulau
jawa yang berperan sebagai pusat-
pusat pengembangan dan
pelayanan teknis bagi kerja-kerja
pemetaan partisipatif sesuai
konteks lokal.
Tiap-tiap simpul layanan telah
membuat agenda kerja ke depan
serta bentuk-bentuk layanan yang
akandiberikansesuaikapasitasdan
kemampuan masing-masing.
Harapannya, selain adanya
kejelasan agenda ke depan, tiap
simpul layanan juga mempunyai
platform yang jelas terhadap
bentuk layanan yang akan
diberikan. Di samping kegiatan
yang disusun dan dikembangkan
di tingkat simpul layanan,
hubungan kerja antar simpul juga
dapat dimanfaatkan sebagai arena
belajar dan saling membantu.
Sehingga dengan demikian, semua
agenda kerja sekretariat region
JKPPJawamerupakanagendakerja
yang muncul dari tingkat simpul
layanan selain agenda tahunan
JKPP Jawa yang telah diatur di
dalam statuta lembaga. Dari hasil
Forum Region JKPP Jawa, telah
terbentuk 2 simpul layanan yang
sudah menyatakan siap untuk
berproses, yaitu simpul SAHUL
(Salak, Halimun dan Ujung Kulon)
dan simpul PRIANGAN.
Berangkat dari hasil
pertemuan JKPP Region Jawa, di
beberapa wilayah seperti
Wonosobo (diinisiasi oleh JKPM)
dan Jember (wilayah Tapal Kuda
yangdiinisiasiolehSD_Inpers)juga
sedang mempersiapkan untuk
membentuk simpul layanan
FORUM REGION
KOORDINATOR
REGION
KOMITE
STRATEGI
Simpul Layanan Simpul Layanan Simpul Layanan
FORMAT STRUKTUR KERJA PERIODE KEPENGURUSAN 2004-2005,
FA JKPP REGION JAWA
Koordinator JKPP Region Jawa :
Imam Hanafi
Komite Strategi :
1. Restu Achmaliadi
2. Abdon Nababan
3. A. Hadi Pramono
4. Boy Mochran
5. Joko Waluyo
Anggota JKPP Region Jawa:
1. Restu achmaliadi
2. Imam Hanafi
3. Indra Agustiani
4. Habibudin
5. Idham Kurniawan
6. Hilma S
7. Asikin
8. Joko Waluyo
9. Loggena Ginting
10. Abdon Nababan
11. Rozak
12. Harma
13. Bambang
14. Herdi
15. Diyan
16. Ariansyah Madjid (Mumu)
17. Fepy Ahmad S (Igho)
18. A. Hadi Pramono (Monti)
19. Ahmad Baehaqi
20. Wawan
21. YP2AS
22. Yapemas
23. Yayasan PUTER
24. LATIN
25. RMI
26. Telapak
27. Lembaga Studi Desa Untuk Petani (Sd
Inpers)
28. RACA Institute
29. Serikat Petani Pasundan (SPP)
30. Persatuan Perjuangan Rakyat Tani
Subang (PPRTS)
31. Sekretariat Bina Desa
32. JKPM
23
TATA RUANG SIAPA?
pemetaan. Inisiasi simpul layanan
pemetaan ini dilakukan dalam
rangka mempercepat dan
memudahkan akses pelayanan
terhadap komunitas yang
membutuhkan peta sebagai alat
advokasi dan perencanaan ruang.
Dengan adanya simpul-simpul
layanan ini, diharapkan bagi tiap-
tiap komunitas yang ingin
melakukan proses pemetaan dapat
berkoordinasi langsung dengan
simpul-simpul terdekat asalkan
sudah ada kejelasan tentang
tujuan, manfaat dan pentingnya
pemetaan.
KEANGGOTAAN
Setiap orang dan lembaga bisa
menjadi anggota JKPP Jawa,
dengan catatan mendapat
rekomendasi dari (paling sedikit) 2
orang atau 2 lembaga anggota
JKPP. Proses rekruitmen
keanggotaan JKPP Jawa dilakukan
dalam pertemuan Forum Region
setiap 3 tahun . Secara
keanggotaan, JKPP Region Jawa
SEKRETARIAT
NASIONAL JKPP
KOMITE
STRATEGI
KONSULTASI,
KOMUNIKASI DAN
KOORDINASI
FASILITASI,
INFORMASI DAN
KOORDINASI
JKPP REGION JAWA
SIMPUL LAYANAN
PENGAJUAN JENIS
FASLITASI,
KOMUNIKASI DAN
INFORMASI
PROSES FASILITASI
AGENDA PP
{
{
masih terdiri dari individu dan
lembaga. Sampai pada periode
kepengurusan 2004-2005, tercatat
jumlah keanggotaan JKPP Region
Jawa secara individu sebanyak 20
orang yang terdiri dari 2 orang
perempuan dan 18 orang laki-laki
serta anggota kelembagaan
sebanyak 12 lembaga yang terdiri
dari 2 organisasi rakyat dan 10
Lembaga Swadaya Masyarakat.
Simpul, bentuk layanan dan
ketersediaan alat:
Mengingat keterbatasan
sarana dan prasarana yang dimiliki
sekretariat JKPP Region jawa, maka
dalam menjalankan fungsinya,
sekretariat JKPP Region Jawa
menerapkan pola hubungan yang
fleksibel dengan tiap-tiap simpul
maupun antar Simpul Layanan,
khususnya dalam memfasilitasi
kerja-kerja pemetaan. Sekretariat
JKPP Region Jawa sampai saat ini
hanya bisa memfasilitasi alat dan
fasilitator pemetaan sebagai salah
satu bentuk dukungan terhadap
kerja-kerja pemetaan di tiap-tiap
simpul layanan. Selanjutnya tiap-
tiapsimpuldapatmengembangkan
kapasitasnya sesuai kebutuhan di
tingkat lokal.
AGENDA KERJA JKPP
REGION JAWA
Secara garis besar, agenda kerja
JKPP Jawa dalam satu tahun ke
depan adalah dalam rangka
peningkatan kapasitas layanan
JKPP bagi komunitas yang
membutuhkan peta. Agenda kerja
ini merupakan agenda yang
disusun secara bersama oleh
anggota JKPP Jawa. Diharapkan
dalam implemetasinya akan
melibatkan secara aktif anggota
24
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
JKPP Jawa serta masyarakat di tiap-
tiap wilayah. Secara garis besar
agenda kegiatan JKPP Region Jawa
ke depan adalah :
1. Identifikasi daerah-daerah
yang sudah melakukan
pemetaan (data base)
2. Pengadaan kelengkapan alat
pemetaan di tiap simpul
3. Pembuatan Manual Pemetaan
Partisipatif berbentuk audio vi-
sual dan buku
4. Pembuatan Film dokumentasi
proses Pemetaan Partisipatif
5. Seminar dan Lokakarya
Tentang Pemetaan Partisipatif
dan Ruang Kelola Rakyat
6. Pelatihan (TOT dan TOF)
Peralatan yg Dimiliki
Puter: Kompas
Telapak:GPS &
Kompas, RMI: GPS &
Kompas, Telapak:
Audio Visual &
strategi outreach,
Puter: sistem
informasi/ strategi
outreach
Kompas
Sekretariat
Kantor Yayasan Puter
Jl. Permata Cimanggu
Blok A No. 4 Kedung
Badak – Tanah Sareal,
Bogor - 16710
YP2AS, Jl. Wartawan
IV no. 28 Buah Batu,
Bandung, Jawa Barat
Wilayah kerja
G. Salak,
Kawasan
Halimun, Ujung
Kulon
Subang, Garut,
Tasik, Ciamis
Bentuk layanan
• TOF simpul SAHUL
• TOT antar simpul Jawa Barat
dan Banten
• Menyediakan layanan untuk
simpul-simpul lain, dalam
bentuk:
– Analisis Kebijakan
– Fasilitasi PP
– Fasilitasi Perumusan Strategi
– Peminjaman peralatan
– Fasilitasi pengolahan data jadi
informasi
– Sosialisasi PP
– Dokumentasi PP
– Fasilitasi PP
– Analisis kebijakan
– Advokasi kebijakan
– Perencanaan Kawasan
Pemetaan dan perencanaan
– Memfasilitasi PP
– Pendokumentasian proses PP
– Pelatihan PP
– Pelatihan pendokumentasian
PP
Kontak
Person
Puter
SPP
JKPM
Sd_Inpers
Simpul
Sahul
Periangan
Wonosobo
Tapal Kuda
(jember)
No
1.
2.
3.
4.
7. Fasilitasi Proses Pemetaan
8. Pembuatan Media Informasi
Aktivitas Pemetaan Partisipatif
9. Penggalangan dukungan
publik.
10. Pertemuan rutin 6 bulanan
JKPP Jawa
11. Pertemuan Region anggota
JKPP Jawa
12. Refleksi dan evaluasi
HARAPAN
Demikian gambar dan wajah JKPP
ke depan, baik format, bentuk dan
rencana yang akan dikembangkan.
Penekanan dalam proses ke depan
ini adalah adanya kerjasama aktif
dan komitmen yang tinggi dari
semua jajaran penggiat pemetaan
partisipatif di pulau jawa untuk
mengimplementasikan kerja dan
peningkatan kapasitas dalam
rangka mendukung visi misi yang
menjadimandatJKPP.Tetapdalam
semangat, Menuju Tegaknya
Kedaulatan Rakyat Atas
Ruang….!!!!

More Related Content

What's hot

06 pb sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun
06   pb  sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun06   pb  sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun
06 pb sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrunSyahrun Nazil
 
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah Desa
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah DesaKurikulum SADAR VII - Pemerintah Desa
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah DesaFormasi Org
 
Project proposal navigator (jadi)
Project proposal navigator (jadi)Project proposal navigator (jadi)
Project proposal navigator (jadi)Iyang Pointer
 
Pengentasan kemiskinan bantuan langsung
Pengentasan kemiskinan bantuan langsungPengentasan kemiskinan bantuan langsung
Pengentasan kemiskinan bantuan langsungHadi Purwanto
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...septianm
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifBagus ardian
 
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung Djati
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung DjatiSiklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung Djati
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung DjatiHaekal Husain
 
Kurikulum SADAR VI
Kurikulum SADAR VIKurikulum SADAR VI
Kurikulum SADAR VIFormasi Org
 
Buletin swadesa edisi 2
Buletin swadesa edisi 2Buletin swadesa edisi 2
Buletin swadesa edisi 2ALI YASIN
 
Program kreativitas mahasiswa bag awal
Program kreativitas mahasiswa bag awalProgram kreativitas mahasiswa bag awal
Program kreativitas mahasiswa bag awalRio Irwansyah
 

What's hot (16)

Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
 
06 pb sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun
06   pb  sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun06   pb  sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun
06 pb sinergi mekanisme pernecanaan program pnpm dgn musrembang-by syahrun
 
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah Desa
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah DesaKurikulum SADAR VII - Pemerintah Desa
Kurikulum SADAR VII - Pemerintah Desa
 
Project proposal navigator (jadi)
Project proposal navigator (jadi)Project proposal navigator (jadi)
Project proposal navigator (jadi)
 
Pengentasan kemiskinan bantuan langsung
Pengentasan kemiskinan bantuan langsungPengentasan kemiskinan bantuan langsung
Pengentasan kemiskinan bantuan langsung
 
Seminar Hasil Penelitian
Seminar Hasil PenelitianSeminar Hasil Penelitian
Seminar Hasil Penelitian
 
Modul kpmd lanjutan
Modul kpmd lanjutanModul kpmd lanjutan
Modul kpmd lanjutan
 
Gunung kidul
Gunung kidulGunung kidul
Gunung kidul
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
 
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung Djati
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung DjatiSiklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung Djati
Siklus KKN Sisdamas 2017 UIN Sunan Gunung Djati
 
Kurikulum SADAR VI
Kurikulum SADAR VIKurikulum SADAR VI
Kurikulum SADAR VI
 
Slide fasilitasi stbm
Slide fasilitasi stbmSlide fasilitasi stbm
Slide fasilitasi stbm
 
Buletin swadesa edisi 2
Buletin swadesa edisi 2Buletin swadesa edisi 2
Buletin swadesa edisi 2
 
Program kreativitas mahasiswa bag awal
Program kreativitas mahasiswa bag awalProgram kreativitas mahasiswa bag awal
Program kreativitas mahasiswa bag awal
 

Viewers also liked

Abankwa Lina Revised 2016
Abankwa Lina Revised 2016Abankwa Lina Revised 2016
Abankwa Lina Revised 2016lina abankwa
 
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...Agriculture Journal IJOEAR
 
Untitled Presentation
Untitled PresentationUntitled Presentation
Untitled PresentationYula_
 
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).Flavio Falcinelli
 
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...locationsmarrakech3643
 
Oneindig en Wiskunde
Oneindig en WiskundeOneindig en Wiskunde
Oneindig en WiskundeKp Hart
 
What is nitric oxide?
What is nitric oxide?What is nitric oxide?
What is nitric oxide?Goachi
 
AHDS Annual Conference 2016 - Karin Chenoweth
AHDS Annual Conference 2016 - Karin ChenowethAHDS Annual Conference 2016 - Karin Chenoweth
AHDS Annual Conference 2016 - Karin ChenowethAHDScotland
 
Foda cruz del sur
Foda cruz del surFoda cruz del sur
Foda cruz del surkaddyexx3
 

Viewers also liked (13)

Locura de Alamuerte
Locura de AlamuerteLocura de Alamuerte
Locura de Alamuerte
 
Abankwa Lina Revised 2016
Abankwa Lina Revised 2016Abankwa Lina Revised 2016
Abankwa Lina Revised 2016
 
Yor'sahj el Velador
Yor'sahj el VeladorYor'sahj el Velador
Yor'sahj el Velador
 
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...
Prevalence and predictors of mental health among farmworkers in Southeastern ...
 
Untitled Presentation
Untitled PresentationUntitled Presentation
Untitled Presentation
 
Shopping hadyai sone
Shopping hadyai soneShopping hadyai sone
Shopping hadyai sone
 
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).
ULTRASOUND TECHNOLOGY GENUS (By RadioAstroLab).
 
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...
Quelques questions de fond pour les solutions prudentes de ce qui a faire a M...
 
Oneindig en Wiskunde
Oneindig en WiskundeOneindig en Wiskunde
Oneindig en Wiskunde
 
Academic Literacies & Writing at NMMU - 2016
Academic Literacies & Writing at NMMU - 2016Academic Literacies & Writing at NMMU - 2016
Academic Literacies & Writing at NMMU - 2016
 
What is nitric oxide?
What is nitric oxide?What is nitric oxide?
What is nitric oxide?
 
AHDS Annual Conference 2016 - Karin Chenoweth
AHDS Annual Conference 2016 - Karin ChenowethAHDS Annual Conference 2016 - Karin Chenoweth
AHDS Annual Conference 2016 - Karin Chenoweth
 
Foda cruz del sur
Foda cruz del surFoda cruz del sur
Foda cruz del sur
 

Similar to Kabar JKPP

PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAIPARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAIWasmui
 
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatif
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatifInisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatif
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatifPEMPROP JABAR
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...daldukpapua
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...yudh1dfm
 
Persiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmPersiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmDesa Melung
 
Teknik perumusan aspirasi_masy_desa
Teknik perumusan aspirasi_masy_desaTeknik perumusan aspirasi_masy_desa
Teknik perumusan aspirasi_masy_desaChenk Alie Patrician
 
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004Rbm Majalengka
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiMuhamad Riadi
 
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...oswarmungkasa1
 
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)nikenpraw
 
Seri Buku 3 Demokratisasi desa
Seri Buku 3 Demokratisasi desaSeri Buku 3 Demokratisasi desa
Seri Buku 3 Demokratisasi desaAgus hariyanto
 
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshare
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshareSampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshare
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshareBiotani & Bahari Indonesia
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 

Similar to Kabar JKPP (20)

Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21
 
Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21
 
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAIPARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
 
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatif
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatifInisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatif
Inisiatif pelembagaan perencanaan dan penganggaran partisipatif
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
 
Persiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmPersiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpm
 
Teknik perumusan aspirasi_masy_desa
Teknik perumusan aspirasi_masy_desaTeknik perumusan aspirasi_masy_desa
Teknik perumusan aspirasi_masy_desa
 
Good Governance
Good GovernanceGood Governance
Good Governance
 
Kabar jkpp edisi 18
Kabar jkpp  edisi 18Kabar jkpp  edisi 18
Kabar jkpp edisi 18
 
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004
Buletin Sindangkasih Mandiri RBM Majalengka Edisi 004
 
Kabar jkpp 19
Kabar jkpp 19Kabar jkpp 19
Kabar jkpp 19
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
 
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...
Tanggapan Rancangan Undang Undang tentang Perubahan Undang Undang Nomor 29 Ta...
 
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)
Laporan Lokalatih Forum Komunitas Hijau (Green Community Forum Workshop Report)
 
Seri Buku 3 Demokratisasi desa
Seri Buku 3 Demokratisasi desaSeri Buku 3 Demokratisasi desa
Seri Buku 3 Demokratisasi desa
 
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshare
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshareSampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshare
Sampah Jakarta tambah info, diskusi publik 030817 ut slideshare
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Lap.awal riset aksi tpst 2014 edited 01
Lap.awal riset aksi tpst 2014 edited 01Lap.awal riset aksi tpst 2014 edited 01
Lap.awal riset aksi tpst 2014 edited 01
 

More from Firkan Maulana

Legal_identity_baseline_report_english_Firkan
Legal_identity_baseline_report_english_FirkanLegal_identity_baseline_report_english_Firkan
Legal_identity_baseline_report_english_FirkanFirkan Maulana
 
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010Firkan Maulana
 
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke Kooperatif
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke KooperatifMakalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke Kooperatif
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke KooperatifFirkan Maulana
 
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPD
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPDFinal Report Poverty Participatory Assesment_YIPD
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPDFirkan Maulana
 
Border Area Development_Firkan Maulana
Border Area Development_Firkan MaulanaBorder Area Development_Firkan Maulana
Border Area Development_Firkan MaulanaFirkan Maulana
 

More from Firkan Maulana (9)

Legal_identity_baseline_report_english_Firkan
Legal_identity_baseline_report_english_FirkanLegal_identity_baseline_report_english_Firkan
Legal_identity_baseline_report_english_Firkan
 
RP00309-16
RP00309-16RP00309-16
RP00309-16
 
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010
Paper_Formulasi Kelembagaan untuk BNPP (Firkan DSF) _Final_26 March 2010
 
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke Kooperatif
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke KooperatifMakalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke Kooperatif
Makalah Firkan Maulana_Dari Konfrontatif ke Kooperatif
 
PublicParticipation
PublicParticipationPublicParticipation
PublicParticipation
 
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPD
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPDFinal Report Poverty Participatory Assesment_YIPD
Final Report Poverty Participatory Assesment_YIPD
 
Border Area Development_Firkan Maulana
Border Area Development_Firkan MaulanaBorder Area Development_Firkan Maulana
Border Area Development_Firkan Maulana
 
Kehutanan Multipihak
Kehutanan MultipihakKehutanan Multipihak
Kehutanan Multipihak
 
Dari Desa ke Desa
Dari Desa ke DesaDari Desa ke Desa
Dari Desa ke Desa
 

Kabar JKPP

  • 1.
  • 2. 2 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 No.9, Feb 2005 Yang dapat kami KABARi !! Penataan ruang dan manajemen konflik: sebuah catatan atas proses di Sanggau ...... 3 Penerapan Pemetaan Partisipatif dalam Proses Penyusunan Rencana Tata Ruang ..... 6 Inisiatif Kolaborasi untuk Resolusi Konflik Ruang; Pelajaran dari pengalaman “Rencana kerjasama RAPP dan JKPP” ..... 19 Terbaru dari JKPP-Jawa…….. 21 DEWAN REDAKSI KABAR JKPP Penanggung Jawab: Ita Natalia, Pemimpin Redaksi: Devi Anggraini, Redaktur: Ita Natalia, Kasmita Widodo, Devi Anggraini, A.H. Pramono. Distribusi: Risma. Tata Letak: Dodo. Alamat Redaksi : Jl. Arzimar III No.17 Bogor 16152, Indonesia, Telp. 0251- 379143, Fax.0251-379825, e-Mail: jkpp@bogor.net Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) berdiri pada bulan Mei 1996 di Bogor. Penggagas berdirinya JKPP adalah berbagai NGO dan masyarakat adat yang memanfaatkan dan mengembangkan pemetaan berbasis masyarakat sebagai salah satu alat pencapaian tujuannya. Kegiatan- kegiatan yang dilakukan JKPP antara lain menyelenggarakan pelatihan- pelatihan dan magang pemetaan partisipatif, perluasan dan penyebaran ide-ide pemetaan partisipatif, menyelenggarakan dialog-dialog keruangan, melakukan kajian-kajian keruangan, penerbitan dan melakukan aliansi dengan berbagai pihak yang aktif dalam gerakan-gerakan sumberdaya alam kerakyatan. Kabar Redaksi Pembaca yang budiman, Senang kami bisa menemui pembaca kembali melalui Media Kabar JKPP ini, setelah lama terjadi kekosongan dalam penerbitannya. Bukan berarti kita tidak saling menyapa, banyak forum diskusi baik tatap muka maupun jarak jauh melalui email tetap berkomunikasi. Isu-isu pemetaandantataruangyangmendorongkedaulatanrakyat atas ruang terus digagas, ditulis, dibicarakan dan diimplementasikan dalam aktivitas gerakan setiap lembaga pendukung dan oleh rakyat di tingkat basis. Pergeseran waktu mendorong bergesernya isu keruangan di Indonesia. Perlahan tetapi memiliki nilai yang menarikketikaisupemetaandantataruangolehmasyarakat menjadi hal yang diperhatikan pemerintah daerah di beberapa kabupaten di Indonesia serta perusahaan (private sector). Parapendukung(NGO)terusmelakukankerjasama untukmendorongpercepatanprosesperansertamasyarakat dalam penataan ruang dan pengelolaan ruang hidupnya. Kabar JKPP No.9, Februari 2005 ini menyampaikan beberapa kabar tentang proses diskusi revisi tata ruang di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Ini dapat dimaknai sebagai peluang semua pihak untuk membicarakan tata ruang kabupaten secara bersama, walau masih banyak hal- hal yang berbeda pendapat. Pada tulisan lain, dikemukaan bagaimana penerapan pemetaan partisipatif dalam penyusunan tata ruang kabupaten. Penulis pernah terlibat sebagai tenaga ahli dalam penyusunan tata ruang kabupaten, menyampaikan peluang penerapan pemetaan partisipatif dalam penyusunan rencana tata ruang kabupaten. Dua tulisan terakhir, membicarakan beberapa rencana inisiatif kolaborasi resolusi konflik ruang antara masyarakat dengan pihak swasta, dan perkembangan terbaru dari JKPP Region Jawa. Kami membuka segala saran dan kritik serta tulisan para pembaca untuk memperkaya media ini. Selamat membaca ! Terima kasih. Redaktur
  • 3. 3 TATA RUANG SIAPA? PADA awal Desember 2004 saya dan beberapa teman dari Seknas JKPP, WALHIdanPPSDAKPancurKasihmenghadirisebuahrangkaiankegiatan dalam rangka revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sanggau (Kalimantan Barat). Revisi diperlukan pemerintah kabupaten (pemkab) karena setengah dari kabupaten tersebut sudah menjadi kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Sekadau, yang dibentuk pada tahun 2003. Selain itu pada tahun 2002 DPRD Kabupaten Sanggau telah mengesahkan Perda Kampung yang memberi otonomi lebih besar pada kampung yang menjadi satuan sosio-politik masyarakat Dayak. Rekan- rekanpenggiatdanbeberapaorganisasirakyat(OR)yangtergabungdalam Gerakan Rakyat untuk Pemberdayaan Kampung (GRPK) melihat revisi ini sebagai momentum yang penting untuk bisa mempengaruhi proses revisi agar lebih berpihak pada kepentingan rakyat kecil, termasuk masyarakat Dayak. Karena itulah GRPK dan PPSDAK Pancur Kasih berusaha mengajak pemerintah kabupaten untuk bekerja sama melakukan revisi tersebut. Kegiatan ini dimulai dengan kelompok diskusi terfokus (focus group discussion-FGD)selamasatuhariyangmelibatkanwakil-wakilorganisasi rakyat anggota GRPK, pengurus GRPK, ditambah dengan rombongan dari Seknas JKPP dan WALHI. Dengan dipandu oleh Abdon Nababan, yang sebelumnya telah beberapa kali memfasilitasi kegiatan GRPK, PENATAAN RUANG DAN MANAJEMEN KONFLIK: SEBUAH CATATAN ATAS PROSES DI SANGGAU Oleh : ALBERTUS HADI PRAMONO Tampaknya bagi mereka hak atas tanah adalah sesuatu yang sangat nyata karena berhubungan langsung dengan kehidupan mereka. Tanpa kejelasan hak atas tanah mereka tidak bisa berkebun, meramu, berburu, mengumpulkan jenis- jenis obat, dan lain- lain Semiloka Tata Ruang Kabupaten Sanggau (dok.JKPP)
  • 4. 4 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 pertemuan di Wisma Tabor, Bodok, tersebut bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang kepentingan rakyat dalam penataan ruang dan membahas agenda-agenda kunci yang dibicarakan dalam semiloka di Balai Betomu yang berada di tengah kota Sanggau pada tiga hari berikutnya. FGD yang semula banyak didominasi para penggiat Ornop akhirnya berlangsung cukup seru setelah para wakil OR mulai mengerti proses yang akan terjadi dalam penataan ruang. Semilokayangdiharapkanmenjadi klimaks dari proses ini justru menjadi anti klimaks. Acara tiga hari yang merupakan hasil kerja sama antara GRPK dan Pemkab Sanggau dan dibantu oleh PPSDAK Pancur Kasih, JKPP, dan DfID tersebut dimaksudkan sebagai forum pertukaran pendapat tentang revisi tata ruang Sanggau dan bertujuan untuk menghasilkan suatu persetujuan kerja sama antara pemkab dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang hadir dalam proses revisi. Tujuan ini tidak tercapai karena tidak adanya wakil- wakil pemerintah kabupaten yang terlibat dalam seluruh proses semiloka. Walaupun acara dibuka oleh Bupati Sanggau, namun praktis tidak ada peserta dari Pemkab Sanggau. Peserta dari kalangan pemerintahan yang bertahan adalah wakil-wakil dari beberapa kecamatan, sementara dari wakil pemkab hanya dari Kantor Pertanahan yang datang pada hari pertama sebagai pembicara. Akhirnya semiloka ini menjadi acara “rakyat,” karena pemkab yang diharapkan menjadi “mitra debat” tidak hadir. Dari kedua pertemuan tersebut ada beberapa catatan menarik yang perlu disimak, dan bisa dijadikan pelajaran bagi semua yang terlibat dalam penataan ruang. Pada FGD menjadi pemanasan bagi anggota-anggota dan mitra-mitra GRPK dalam proses penataan ruang ini muncul hal yang menarik. Semula para penggiat Ornop lebih banyak memaparkan pendapatnya, sementara wakil-wakil OR lebih banyak diam. Akhirnya salah satu wakil OR bertanya apa hubungan antara hak atas tanah dan penataan ruang. Mulailah wakil-wakil OR lain bersuara. Rupanya kebanyakan dari mereka, kalau tidak bisa dikatakan semua, tidak mengerti apa yang dimaksud dengan penataan ruang. Terkesan bahwa bagi mereka kata “penataan ruang”adalahistilahakademisatau teknokratis yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka. Tampaknya bagi mereka hak atas tanah adalah sesuatu yang sangat nyata karena berhubungan langsung dengan kehidupan mereka. Tanpa kejelasan hak atas tanah mereka tidak bisa berkebun, meramu, berburu, mengumpulkan jenis-jenis obat, dan lain-lain. Sedangkan penataan ruang adalah suatu istilah yang asing, dan bahkan mungkin sesuatu yang abstrak. Fasilitator memberikan penjelasan singkat dan sederhana arti penataan ruang, tetapi jarak antara penataan ruang dengan kehidupan mereka tetap terasa. Seperti kita tahu, penataan ruang lebih menekankan alokasi wilayah atas kepentingan ekonomis dan ekologis, sementara wilayah bagi penduduksetempatjugabermakna identitas dan keterikatan mereka dengan tempat hidup mereka. Perbedaan tersebut makin mengemuka dalam diskusi selama semiloka yang dihadiri wakil-wakil pemerintah kabupaten. Dalam pemaparan seorang wakil masyarakat dalam seminar dan pembahasan pada lokakarya duahariberikutnyabeberapawakil masyarakat mengangkat masalah konflik lahan dan sumber daya alam yang mereka hadapi sehari- hari akibat munculnya perkebunan, konsesi hutan dan pertambangan di atas atau di sekitar kampung mereka. Mereka juga bicara soal perubahan hubungan sosial dalam kampung mereka dan sulitnya mereka melakukan upacara-upacara adat yang biasa dilakukan di hutan, ladang atau sungai di wilayah kampung mereka setelah masuknya pengaruh perusahaan- perusahaan tersebut ke dalam wilayah mereka. Jelaslah bagi masyarakat wilayah bukan semata- mata punya nilai ekonomis dan ekologis, tetapi punya keterikatan yang kompleks dengan kehidupan mereka. Di lain pihak dari paparan wakil pemerintah, RTRW yang masih berlaku dan dokumen- dokumen pemerintah lainnya dalam proses revisi ini sangat kuat terasa bahwa bagi pemerintah penataan ruang adalah persoalan alokasi lahan dalam wilayah kabupaten berdasarkan fungsi ekonomis dan ekologisnya dalam bentuk permintakatan (zonasi), siapa yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan
  • 5. 5 TATA RUANG SIAPA? melakukannya, dan dari mana anggarannya. Jadi penataan ruang lebih menjadi persoalan teknis dan birokratis. Sayangnya para peserta tidak bisa lebih banyak belajar lebih jauh tentang pandangan pemerintah kabupaten atas perencanaan ruang, karena ketidakhadiranwakil-wakilmereka dalamlokakarya.Walaupunbegitu kita bisa merasakan perbedaan mendasar antara masyarakat lokal dan pemerintah dalam melihat wilayah yang sama. Bagi pemerintah, dan para perencana wilayah yang terlibat secara teknis dalam pembuatan rencana tata ruang, wilayah dilihat dengan kacamata ilmiah dalam bentuk informasi statistik, kesesuaian lahan, jaringan pelayanan, dan sejenisnya. Yang tersirat dalam cara pandang ini adalah bahwa wilayah dianggap sebagai sesuatu yang abstrak dan tercerabut dari kehidupan manusia. Manusia dan wilayah adalah obyek yang perlu diatur dalam wilayah yang abstrak tersebut. Dalam literatur geografi pendekatan demikian menjadikan wilayah sebagai ruang (space)yang diabstraksi secara kuantitatif, seolah-olah wilayah itu hanya kumpulan angka-angka dalam bidang yang terbagi-bagi menurut wilayah administrasi dan fungsinya. Sebaliknya, bagi masyarakat wilayah tersebut, khususnya kampung mereka, lebih dari sekadar urusan penghidupan agar memperoleh uang dari kegiatan- kegiatan ekonomi. Dalam kampung mereka memiliki kompleksitas hubungan antar manusia dan antara manusia dengan lingkungan di sekitarnya dalam konteks sosial, budaya dan ekonomi. Masyarakat mempunyai hubungan emisional yang kaya dengan kampung mereka. Jadi bisa dikatakan bahwa kampung bermakna sebagai tempat hidup (place). Secara pribadi pejabat pemerintah sangat mungkin juga menganggap kampung sebagai tempat hidup mereka, namun kepentingan negara yang mencari ruang bisa membuat mereka tercerabut dari tempat hidup mereka. Agar kelangsungan tempat hidup tetap terjamin maka dalam FGD muncul usulan untuk membuat suatu kawasan tambahandalamRTRWkabupaten yaitu kawasan otonomi kampung. Hal ini berkaitan dengan telah disahkannya Perda Kabupaten Sanggau No. 4 tahun 2002 tentang Pemerintahan Kampung. Dengan demikianusulantersebutbertujuan dua: menjamin tempat hidup bagi masyarakat dan memperkuat fungsi otonomi kampung. Pelajaran kedua yang dipetik adalahtentangketidakhadiranpara pejabat pemkab dalam semiloka di Sanggau ini. Panitia semiloka yang adalah para penggiat GRPK berusaha menghadirkan para pejabat, tetapi berakhir dengan tanpa hasil yang diharapkan. Dalam evaluasi singkat yang dilakukan setelah rangkaian pertemuan terasa bahwa bagi rekan-rekan GRPK dan para penggiat lainnya penataan ruang dianggap sebagai persoalan yang cenderung teknis karena berhubungan dengan peta dan berbagai analisis ilmiah. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, namun kurang lengkap. Memang berbagai informasi teknis tersebut sangat penting, tetapi informasi tersebut adalah dasar untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan, seperti kita tahu, adalah persoalan politik. Dengan demikian penataan ruang sarat dengan kepentingan politik. Seperti kita ketahui bersama kontrol dan akses ke suatu wilayah adalah sumber kekuatan dan kekuasaan bagi semua pihak yang berkepentingan. Rakyat, pemerintah dan para pengusaha semua berkepentingan dan saling memperebutkan sumber kekuasaan tersebut. Bahkan di antara masing-masing kelompok sering terjadi persaingan. Dengan demikian penataan ruang adalah masalah politik. Rasanya kesadaran dan pemahaman tentang politik keruangan demikian sudah ada di antara para penggiat. Namun saya agak terkejut juga dengan kenaifan bahwa penataan ruang adalah semata persoalan teknis. Mungkin karena kebutuhan atas berbagai macam bidang ilmu untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam penataan ruang menimbulkan kenaifan tersebut. Jadi sebaiknya kita jangan terjebak dalam rincian proses penataan ruang dan isi tata ruangnya, sementara kita lengah dalam mengamati penataan ruang secara keseluruhan, terutama dalam konteks relasi kuasa (power rela- tions) di antara pihak-pihak yang terlibat (baik antar maupun dalam kelompok).
  • 6. 6 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 PENERAPAN PEMETAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG PENDAHULUAN ISTILAH peran serta masyarakat atau partisipasi dalam proses pembangunan di Indonesia semakin gencar diperbincangkan kesekian kalinya oleh berbagai kalangan ketika momentum era reformasi bergulir. Dengan adanya perubahan kehidupan sosial politik bernegara tersebut, upaya pelibatan masyarakat secara penuh dalam setiap aspek kegiatan pembangunan sangatlah penting diwujudkan, termasuk di dalamnya adalah penataan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses pembuatannya. Salah satu bentuk pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang yang harus dipertimbangkan oleh berbagai kalangan adalah pemetaan partisipatif. Beberapa kelompok masyarakat dengan didampingi oleh LSM telah mulai mempraktekkan secara nyata peran sertanya dalam penataan ruang melalui kegiatan pemetaan partisipatif. Kegiatan pemetaan partisipatif ini bergulir pertama kali pada kelompok- kelompok masyarakat adat di luar Pulau Jawa. Namun sekarang ini kelompok masyarakat lainnya pun mulai menerapkan pemetaan partisipatif seperti kelompok masyarakat petani dan juga kelompok masyarakat adat di beberapa pelosok daerah Pulau Jawa. Oleh : FIRKAN MAULANA, S.SOS, MT Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi dan sosial budaya. Abstrak Penataan ruang di Indonesia menuntut adanya peran serta dari masyarakat. Selama ini upaya untuk mewujudkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang masih belum menemukan bentuknya. Padahal peran serta masyarakat dalam penataan ruang sudah diakomodasi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun sayangnya pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan tersebut masih menemukan banyak kendala. Pada saat ini, upaya masyarakat memberikan peran sertanya dalam penataan ruang sudah mulai bergulir, salah satunya melalui kegiatan pemetaan partisipatif. Beberapa kelompok masyarakat (khususnya masyarakat adat di luar Pulau Jawa) dengan didampingi oleh LSM telah mempraktekkan pemetaan partisipatif sebagai upaya nyata keterlibatan masyarakat dalam menata ruang. Kegiatan pemetaan partisipatif akan memberikan arah yang jelas ketika kontribusinya ditujukan untuk mewujudkan penataan ruang yang partisipatif. Pengenalan GPS dalam proses pemetaan partisipatif di Desa Mekarsari-Kabupaten Lebak, Banten (dok. RMI)
  • 7. 7 TATA RUANG SIAPA? Pada awalnya kegiatan pemetaan partisipatif merupakan suatugerakanuntukmengorganisir masyarakat dalam upaya perlawanan terhadap pihak-pihak yangselamainitelahmengabaikan keberadaan masyarakat untuk ikut serta mengelola dan menata ruang di mana masyarakat itu bertempat tinggal1 . Selama beberapa waktu ke belakang dalam proses pembangunan yang terjadi, posisi sebagian besar masyarakat sangat lemah untuk ikut memberikan suaranya dalam penataan ruang. Era pemerintahan Orde Baru yang sentralistis dan otoriter tampaknya lebih memberikan peluang kepada segolongan kecil masyarakat (pemodal besar) untuk mempengaruhi arah penataan ruang di Indonesia. Ironisnya implementasi penataan ruang dalam proses pembangunan selama ini diyakini tidak manusiawi karena terbukti selalu diiringi oleh adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Pada saat ini ketika otonomi daerah melalui upaya desentralisasipemerintahantengah diwujudkan pelaksanaannya (yang hal tersebut ditandai dengan banyaknya kabupaten/kota atau propinsi baru berdiri), sesungguhnya peluang dan kesempatan keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang sangatlah terbuka lebar. Kabupaten/kota atau propinsi baru yang terbentuk akan selalu membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai arahan pelaksanaan program pembangunan, termasuk juga kabupaten/kota atau propinsi lama akan selalu membuat RTRW. Peluang dan kesempatan masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses penyusunan tata ruang tersebut bisa diwujudkan melalui kegiatan pemetaan partisipatif. Kegiatan pemetaan partisipatif ini mempunyai nilai strategis penting yaitu sebagai upaya masyarakat yang secara aktif memberikan aspirasi, persepsi dan preferensinya dalam penataan ruang. Singkatnya, kegiatan pemetaan partisipatif diharapkan akanmempengaruhikebijakantata ruang suatu daerah. Pemerintah daerah (kabupaten/kota) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) biasanya akan me- legalisasi draft RTRW dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang berdasar dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Namun proses penelitian untuk penyusunan RTRW mempunyai banyakkelemahan,yangsalahsatu di antaranya adalah rendahnya akses masyarakat terhadap proses penelitian tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka kegiatan pemetaaan partisipatif bakal mempunyai peluang besar ikut terlibat dalam kegiatan penelitian yang biasanya secara teknis dilakukan oleh konsultan perencana yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Tulisan ini mengulas tentang upaya mensiasati penerapan pemetaan partisipatif dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Tulisan ini terbagi atas enam bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang menjadi latar belakang penulisan. Bagian kedua menjelaskan tentang peranan pemetaan partisipatif bagi penataan ruang. Bagian ketiga membahas tentang pengertian dan wawasan penataan ruang. Bagian keempat menguraikan tentang proses penyusunan rencana tata ruang. Bagian kelima membahas kemungkinan penerapan kegiatan pemetaan partisipatif dalam proses penyusunan rencana tata ruang dengan contoh kasus pada skala ruang tingkat kecamatan. Bagian keenam menguraikan contoh sukses penerapan peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Bagianketujuhadalahkesimpulan. PERANAN PEMETAAN PARTISIPATIF BAGI PENATAAN RUANG Sumber daya terutama sumber daya alam berada pada ruang seperti yang dimaksud dalam UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang. Ruang merupakan wadah bagi manusia untuk melakukan kegiatan hidupnya.Kegiatan hidup manusia (termasuk di dalamnya kegiatan pembangunan) itu memanfaatkan sumber daya alam. Jadi dapat dikatakan bahwa manusia hidupnya sangat bergantungpadaruang,baiksecara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya filosofi penataan ruang adalah perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian mengenai penggunaan lahan dan aktivitas manusia yang berada di atas lahan tersebut. Salahsatuupayamewujudkan penataan ruang yang partisipatif adalah melalui kegiatan pemetaan partisipatif. Pada dasarnya kegiatan
  • 8. 8 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 pemetaan partisipatif ini sangat kental dengan suasana proses partisipasi dalam setiap tahapan kegiatannya. Setiap warga komunitas diberikan kesempatan untuk membicarakan masalah secara bersama-sama tentang keadaan tempat mereka tinggal dan akhirnya membuat suatu keputusan mengenai rencana- rencana ke depan. Secara konsepsional, berbagai tujuan pemetaan partisipatif sebetulnya dapat ditinjau dari empat sudut pandang, yaitu (1) pemetaan partisipatif sebagai suatu proses, (2) pemetaan partisipatif sebagai suatu metode, (3) pemetaan partisipatif sebagai suatu program dan (4) pemetaan partisipatif sebagai suatu gerakan. Dalam konteks penataan ruang, maka pemetaan partisipatif dapat dipandang sebagai suatu metode untuk peningkatan peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Menurut Flavelle (1999), secara umum tahapan kegiatan pemetaan partisipatif yang benar-benar melibatkan peran serta masyarakat terdiriatasbeberapatahapan,yaitu: 1) Memperkenalkanidepemetaan kepada masyarakat 2) Membuat kesepakatan dengan masyarakat. Pada tahap ini dibicarakan tentang tujuan pemetaan, siapa yang berwenang terhadap peta yang dihasilkan, dsb. 3) Merencanakan kegiatan pemetaan bersama dengan masyarakat. Pada tahap ini dibicarakan tentang informasi apa saja yang dipetakan, berapa luas areal yang dipetakan, bagaimana mengorganisir partisipasi masyarakat, kapan kegiatan pemetaan akan dilaksanakan, dsb. 4) Melakukan persiapan teknis pemetaan. 5) Melakukan pelatihan pemetaan kepada masyarakat 6) Memetakan secara partisipatif pengetahuan lokal. Pada tahap ini dilakukan survey lapangan, membuatsketsa,surveytempat- tempat penting dengan GPS, survey kompas untuk pemukiman, jalan dan yang paling penting adalah menggambarkan pengetahuan lokal pada peta dengan proses yang partisipatif. 7) Membuat peta tema akhir 8) Memeriksa validasi peta Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peranan kegiatan pemetaanpartisipatifbagipenataan ruang bisa diringkas sebagai berikut : 1. Untuk memberikan gambaran tentang pola penggunaan lahan olehmasyarakatdisuatutempat yang mengikuti aktivitas perekonomian yang mereka lakukan. 2. Untuk memberikan gambaran a k t i v i t a s - a k t i v i t a s perekonomianmasyarakatyang bertempat tinggal pada suatu tempat tertentu. 3. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan detil mengenai kondisi lahan dan potensinya yang nantinya terkait dengan program pembangunan yang akan dijalankan, yang tentunya harus sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. 4. Untuk mengidentifikasi rencana-rencana suatu kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di tempat tertentu mengenai pengembangan wilayah mereka ke depannya nanti. PENATAAN RUANG Wawasan dan Pengertian Penataan ruang pada hakikatnya meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Perencanaan tata ruang mengandung arti penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan. Di dalam perencanaan tata ruang tercakup proses bagaimana mendistribusikan tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya danfungsilindung,dimensiwaktu, teknologi dan sosial budaya. Selain itu mempertimbangkan pula aspek pengelolaan secara terpadu sebagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan serta kualitas lingkungan ruang. Perencanaan tata ruang menghasilkan rencana tata ruang. Rencana tata ruang merupakan hasil dari suatu proses yang mengalokasikan obyek-obyek fisik dan aktivitas, yaitu : 1. Proses mengalokasikan aktivitas-aktivitas pada suatu
  • 9. 9 TATA RUANG SIAPA? kawasan sesuai dengan hubungan fungsional tertentu, yang akan ditentukan oleh ketersediaan sumber daya alam dan buatan serta kondisi fisik di wilayah tersebut. 2. Proses pengadaan atau penyediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan ruang bagi suatu aktivitas, seperti tempat bekerja, pemukiman, infrastruktur, dsb. Contoh; proses pengadaan jalan ialah faktor pendukung bagi proses pengalokasian aktivitas pada butir 1. 3. Proses pengadaan dan pengalokasian tatanan ruang, kaitan antara bagian-bagian permukaan bumi, tempat berbagai aktivitas dilakukan dengan bagian atas ruang (udara) serta ke bagian dalam yang mengandung berbagai sumber daya. Pemanfaatan ruang adalah usaha untuk memanifestasikan rencana tata ruang ke dalam bentuk program-program pelaksanaan pembangunan beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang dilakukan secara bertahap sesuai jangka waktu rencana tata ruang melalui program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan : 1. Pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya (hutan, perkebunan, pertambangan) sesuai dengan asas penataan ruang yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak masyarakat sebagai warga negara. Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, dilakukan pengendalian melalui pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Dengan adanya kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, maka akan dapat diketahui dan sekaligus dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya penyimpangan fungsi ruang yang tidak terkendali dan tidak terarah sebagaimana yang telahditetapkandalamrencanatata ruang. Perangkat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri dari perijinan, pengawasan dan penertiban. Pengendalian pemanfaatan ruang akan berlangsung secara efektif dan efisien bilamana telah didahuluidenganperencanaantata ruang yang valid dan berkualitas. Sebaliknyarencanatataruangyang tidak dipersiapkan dengan matang akan membuka peluang terjadinya penyimpangan fungsi ruang dan pada akhirnya akan menyulitkan tercapainya tertib ruang sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan berfungsi secara efektif dan efisien bilamana didasarkan pada sistem pengendalian yang menyediakan informasi akurat tentang adanya penyimpangan pemanfaatan ruang. Dalam tata ruang dikenal istilah wilayah dan kawasan. Adapun pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Sedang kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya serta fungsi-fungsi khusus/tertentu.Secaradiagramatis pembagian kawasan dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam pembagiannya, ruang dibagi menjadi beberapa bagian menurut aspeknya: o Berdasarkanaspekfungsiutama Gambar 1. Diagramatis Pembagian Kawasan Kawasan Perkotaan Kawasan Pedesaan Kawasan Budidaya Kawasan Lindung Kawasan Tertentu Batas Administrasi Propinsi, Kabupaten/kota Batas Kawasan
  • 10. 10 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 kawasan, kawasan dibagi menjadi dua yaitu kawasan lindungdankawasanbudidaya. o Berdasarkanaspekfungsiutama kawasan dan aspek kegiatan, meliputi kawasan perkotaan, kawasan pedesaan dan kawasan tertentu. o Berdasarkanadministrasi,ruang terdiri dari ruang wilayah nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Adapun pengertian beberapa kawasan, yaitu sebagai berikut : o Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. o Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. o Kawasan tertentu adalah kawasanyangditetapkansecara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. Contohnya adalah Kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur) di wilayah Propinsi Jawa Barat. o Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai pemukiman, pelayanan jasa pemerintahan dan sosial serta kegiatan ekonomi. Kaitan Antara Penataan Ruang Dengan Penggunaan Lahan Potensi sumber daya pembangunan yang sangat berharga kita miliki adalah sumber daya alam. Di setiap tempat pelosok Indonesia banyak terdapat sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam dalam setiap proses pembangunan akan selalu berkaitan dengan penataan ruang yang didalamnya menyangkut penggunaan lahan yang ada. Apakah sumber daya alam yang adaakandigunakanuntukkegiatan perekonomian dalam sektor pertanian (pertanian lahan basah dan lahan kering, perkebunan atau kehutanan) ataukah penggunaan lahan untuk kegiatan lainnya seperti sektor pertambangan, industri, bangunan dan sebagainya. Pada prinsipnya pemanfaatan sumber daya alam yang ditunjukkan melalui pola penggunaan lahan tertentu akan selalu berhubungan dengan aktivitas manusia. Setiap penggunaan lahan di suatu tempat harus direncanakan seksama melalui penataan ruang agar pemanfaatannya bisa terus berkelanjutan dan mampu mengakomodasi berbagai aktivitas pembangunan pada lokasi yang sesuai dengan peruntukkannya serta meminimalkan konfllik kepentingan. Penataan ruang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional karena banyak aspeknya mencakup bidang lingkungan hidup dan pertanahan yang sangat terkait dengan aktivitas manusia. Sejak tahun 1992, kebijakan penggunaan lahan (pertanahan) di Indonesia mulai coba diatur kembali melalui UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa alokasi lahan bagi berbagai penggunaan lahan adalah bagian dari pemanfaatan ruang. Menurut undang-undang tersebut, ruang adalah wadah bagi terselenggaranya suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik dengan memperhatikan aspek daya dukung wilayahnya. Di dalam penataan ruang, berbagai sumber daya alam (agraria) ditata sebagai satu kesatuan sistem lingkungan hidup yang memperhatikan keseimbangan antara satu bentuk pemanfaatan terhadap bentuk pemanfaatan yang lain. Dalam konteks penataan ruang, maka manajemen lahan (pertanahan) memiliki kedudukan yang penting karena hampir setiap kegiatan pembangunan diselenggarakan dalam areal lahan tertentu. Selanjutnya dengan mempertimbangkan bahwa kebutuhan akan tanah terus meningkat, sementara ketersediaannya semakin lama justru semakin berkurang, maka penerapan mekanisme pengaturan pemanfaatan tanah melalui instrumen penataan ruang ini perlu
  • 11. 11 TATA RUANG SIAPA? ditingkatkan kualitasnya, baik secara teori ataupun praktek. Karakteristik Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pada bagian pembahasan ini akan diuraikan contoh dari produk penataan ruang yaitu rencana tata ruang wilayah kabupaten. Kedalaman RTRW kabupaten adalah penjabaran dari RTRW propinsi. RTRW kabupaten sendiri masih perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana rinci tata ruang yang meliputi rencana detil tata ruang (RDTR) suatu kawasan, rencana teknik ruang (RTR) dan rencana umum tata ruang kecamatan (RUTR-K). Dalam penyusunan RTRW kabupaten, ada kawasan yang sudah ditetapkan penggunaannya di dalam RTRW nasional dan RTRW propinsi. Dalam hal ini RTRW kabupaten harus mempedomani dan menjabar- kannya dalam bentuk strategi pengelolaannya. Kabupaten masih memiliki kewenangan menen- tukan penggunaan lahan untuk lokasiyangtidakdiatursecarategas dan rinci dalam RTRW nasional dan RTRW propinsi. Sebagai gambaran, berikut ini akan diuraikan karakteristik dari RTRW Kabupaten yang pada dasarnya dapat dirinci berdasarkan substansi atau lingkup dari rencana yang disusun, kandungan isi, sifat, manfaat dan penggunaan dari rencana tersebut nantinya. Substansi/Lingkup Rencana • Tujuan dari penataan ruang • Penjabaran struktur dan pola ruang propinsi ke dalam : 1) struktur dan pola pemanfaatan ruang daerah kabupaten/kota, 2) rencana umum tata ruang, 3) pedoman pengendalian pemanfaatan ruang daerah kabupaten/kota Isi • Rencana pengelolaan kawasan tertentu, lindung, budidaya, pedesaan dan perkotaan. • Rencana sistem kegiatan pembangunan dan sistem pemukiman pedesaan dan perkotaan. • Rencana sistem sarana dan prasarana. • Rencana penatagunaan tanah, air, udara, hutan, sumberdaya mineral dan sumberdaya alam lainnya. • Pedoman pemanfaatan ruang (sumberdaya alam) : tanah/ lahan, air, udara, mineral, dan sumberdaya lainnya serta indikasi program pembangunan. • Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang (sumberdaya alam) : pengendalian penatagunaan tanah/lahan, air, udara, hutan, mineral dan sumberdaya alam lainnya. Sifat • Dimensi waktu 10 tahun dan ditetapkan oleh Peraturan Daerah (perda). • Memberikan gambaran pemanfaatan ruang daerah kabupaten/kota bagi kegiatan perlindungan budidaya dan pengembangan infrastruktur pendukung yang telah memperhatikan sistem pengembangan kegiatan. • Acuan lokasi yang dimaksudkan menjamin adanya optimasi sinergi dan eksternalitas antar kegiatan produksi dan perlindungan lingkungan dan efisiensi infrastruktur (rencana ini digunakansebagaidasarprinsip investasi). Manfaat • Mewujudkan optimasi sinergi dan eksternalitas kegiatan budidaya, perlindungan lingkungan dan pemukiman serta efisiensi infrastruktur pendukung. Penggunaan • Sebagai pedoman untuk pemanfaatan ruang daerah kabupaten/kota untuk pengembangan kegiatan budidaya, pemukiman dan pengembangan infrastruktur. • Sebagai dasar untuk menyusun program pembangunan di daerah kabupaten/kota. • Sebagai dasar untuk pemberian izin prinsip, dengan asumsi bahwa lokasi akan menjadi optimasi sinergi dan minimasi eksternalitas antar kegiatan yang memanfaatkan ruang dan efisiensi infrastruktur pendukung. Izin prinsip akan
  • 12. 12 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 digunakan investor untuk membuat rencana detail/site plan yang kemudian menjadi dasar pemberian izin bangunan. • Pedoman untuk penyusunan rencanarinci,baikrencanarinci kawasan perkotaan, pedesaan atau tertentu. Instansi Pelaksana Adapun instansi pelaksana penataan ruang di tingkat kabupaten (lihat tabel 1) : 1. Bappeda Kabupaten Instansi di tingkat kabupaten yang bertugas mengkoordinasikan penyiapan RTRW Kabupaten/Kota dan pengendali struktur tata ruang wilayah Kabupaten/Kota. 2. Dinas Teknis Kabupaten Instansi di tingkat kabupaten yang bertugas menangani pekerjaan teknis keruangan secararincibaikbaikpenyiapan rencana rinci tata ruang maupun pengendali peruntukkan dan penggunaan lahan. Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam UU No. 24/1992 sangat ditekankan pentingnya individu dalam penataan ruang dengan mengedepankan aspek hak dan kewajiban individu. UU ini menjamin bahwa setiap orang berhak menikmati dan memperoleh manfaat ruang, mengetahuirencanatataruangdan berperan serta dalam penataan ruang. Setiap orang juga berhak mendapat penggantian yang layak jika pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang menyebabkan ia harus pindah tempat. Namun di samping memiliki hak-hak tadi, masyarakat juga mempunyai kewajiban yaitu wajib berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara itu pengertian peran serta masyarakat menurut PP No. 69/1996 (lihat Bab I Pasal 1 butir 11) adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengahmasyarakat,untukberminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Masyarakat dalam pengertian ini adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. Pengertian penyelenggaraan penataanruangdiIndonesiaberarti melakukan perencanaan tata ruang, memanfaatkan ruang dan mengendalikan pemanfaatan ruang. Oleh karena itu di dalam konsepsinya, peran serta masyarakat diterapkan di semua tahapan tersebut, sehingga secara konseptualperencanawilayahkota (penata ruang) bekerja bersama- sama dengan masyarakat di sepanjang tugasnya, walaupun di dalam perencanaan versi PP ini masyarakat tidak lebih dari sekedar dimintai konsultasi saja (lihat anak tangga partisipasi Arnstein). Instansi Kabupaten Bappeda Dinas Teknis Tanggung Jawab Teknis Keruangan Mengkoordinasikan penyiapan Rencana Pola dan Struktur Tata Ruang Mengendalikan struktur tata ruang Menyiapkan rencana rinci tata ruang Mengendalikan blok peruntukkan, tapak kawasan dan penggunaan bangunan Produk RTRW Kabupaten/Kota Izin prinsip - Rencana Detil Tata Ruang - Rencana Teknik Ruang - Izin Site Plan - IMB No. 1 2 Tabel 1. Pengaturan Tanggung Jawab Teknis Keruangan
  • 13. 13 TATA RUANG SIAPA? Hak setiap orang dalam penataan ruang dapat diwujudkan dalam bentuk bahwa setiap orang dapat melakukan usul, memberikan saran atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan ruang. Hak atas ruang yang dimiliki setiap orang ini adalah hak-hak yang diberikan atas pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara. Ada pun kewajiban dalam memelihara kualitas ruang merupakan pencerminan rasa tanggung jawab sosial setiap orang terhadap pemanfaatan ruang. Pengertian memelihara kualitas ruang mencakup pula memelihara kualitas tata ruang yang direncanakan. Pelaksanaan kewajiban mentaati rencana tata ruang dilakukan sesuai kemampuan tiap orang. Penataan ruang dilakukan secaraterbuka.Artinyasetiappihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata ruang serta proses yang ditempuh dalam penataan ruang, Dengan demikian jelas perlu ada keterbukaan (transparansi) tentang rencana tata ruang, sehingga setiap orang memahaminya, terutama dalamkaitandengankemungkinan lahannya (daerahnya) akan terkena pelaksanaan rencana tata ruang tersebut. Praktek spekulan lahan yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat mengenai rencana tata ruang yang berdampak terhadap “direnggutnya” lahan milik masyarakattentunyadapatdicegah sejak awal. Implikasi Penerapan Peran Serta Masyarakat Terhadap Teknis Penataan Ruang Jika visi ke depan disepakati bahwaperansertamasyarakatakan semakin besar dalam pembangunan, maka sudah sewajarnya mereka memperoleh porsi yang cukup dalam ikut menentukan tata ruang yang dituju bersama di masa mendatang. Dengan makin disadarinya pergeseran peran pemerintah dari provider menjadi enabler, maka satu-satunya hal yang tetap harus menjadi perhatian utama pemerintah adalah menjaga agar kepentingan masyarakat umum masih tetap dipakai sebagai tolak ukur bersama. Seperti telah diuraikan pada bagian II.1, penataan ruang dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap merencana tata ruang, memanfaatkan ruang dan mengendalikan pemanfaatan ruang. Implikasi teknis yang muncul dari pengakomodasian kegiatan peran serta masyarakat tentusajabakalditemuipadasetiap ketiga tahapan tersebut. Tabel 2 di bawah ini menunjukkan kemungkinan potensi kontribusi peran serta masyarakat di dalam proses penataan ruang. Melihatdaripotensikontribusi di atas, maka implikasi teknis terhadap perencanaan tata ruang adalah sangat besar, terutama dalam skala ruang yang lebih kecil (RTRW Kawasan dan Kecamatan). Misalkan, jika proses merencana tata ruang dimulai dari perumusan tujuan, pengumpulan dan analisis data, pendefinisian alternatif kebijaksanaan, evaluasi alternatif kebijaksanaan dan penentuan kebijaksanaan, maka harus diciptakan suatu wadah (forum, kelompok kerja atau sebagainya) di mana masyarakat secara langsung dapat melibatkan diri dan berperan serta aktif dalam tahapan- tahapan tersebut. Di dalam penyusunan tata ruang yang menyangkut kepentingan banyak orang, idealnya melibatkan seluruh komponen masyarakat. Namun dalam prakteknya hal tersebut sulit diwujudkan karena masyarakat hanya diwakili oleh orang-orang yang dikategorikan sebagai tokoh masyarakat. Kalau dipikir secara realistis, perencanaan yang melibatkan masyarakat luas hanya mungkin terlaksana untuk wilayah yang kecil, misalnya lingkungan desa/kelurahan dan kecamatan. Untuk wilayah yang lebih luas, misalnya tingkat kabupaten atau kota, peran serta masyarakat hanya mungkin terlaksana dengan cara mengundang tokoh-tokoh masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Seringkali tokoh masyarakat hanya dilibatkan pada diskusi awal untuk memberikan masukan dan pada diskusi rancangan akhir untuk melihat apakah aspirasi masyarakat sudah tertampung atau belum. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka ada beberapa pertanyaan harus dijawab : • Siapa (pihak di masyarakat) yang harus dilibatkan dan berperan serta aktif ? • Kapan mereka harus mulai terlibat ?
  • 14. 14 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 • Bagaimana bentuk pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut? Pertanyaan pertama adalah untuk membedakan atau memberi penekanan kepada kelompok sasaran di masyarakat yang paling perluuntukdilibatkan.Haliniakan sangatmenentukanbagaimanakita menjawab pertanyaan kedua dan terutama pertanyaan ketiga. Namun demikian peluang keterlibatan masyarakat secara umum harus tetap dibuka selebar- lebarnya. Perlu diingat juga bahwa ke depannya perlu ada pembatasan hal-hal mana serta kegiatan-kegiatanmanayangdapat dipartisipasikan dan tidak dapat karenamerupakanhakotoritasdari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Peluang keterlibatan masyarakatdalamperencanaaTata Ruang secara umum harus tetap dibuka selebar-lebarnya. Akan tetapi perlu diingat juga bahwa ke depannya perlu ada pembatasan padahal-halapasajasertakegiatan- kegiatan apa saja masyarakat dapat berpartisipasi, serta hal-hal apa saja yang tidak dapat diganggu gugat karenamerupakanhakotoritasdari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG Jika diorientasikan pada produk, maka setidaknya terdapat tiga tahapan penyusunan rencana1 tata ruang yang dilalui, yaitu : 1. penyusunan buku Laporan Pendahuluan 2. penyusunan buku Kompilasi Data 3. penyusunan buku Analisis 4. penyusunan buku Rencana Buku Laporan Pendahuluan, pada pokoknya berisikan tafsiran rinci yang disusun pihak Pelaksana Pekerjaan (umumnya konsultan) terhadap TOR (Term of Reference) yang dikeluarkan pihak Pemberi Pekerjaan (umumnya Bappeda atau Dinas Teknis terkait). Dalam kasus pekerjaan penyusunan rencana tata ruang kecamatan, maka pihak pemberi pekerjaan adalah Bappeda Kabupaten (umumnya di setiap daerah menjadi tanggung jawab Kepala Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian Peninjauan kembali rencana Proses teknis merencana Penetapan rencana Pengesahan rencana Penyuluhan dan pemasyarakatan rencana Penyusunan Program Penyusunan peraturan pelaksanaan rencana dan perangkat insentif dan disinsentif Penyusunan dan pengusulan program dan proyek Pelaksanaan program dan proyek Perizinan rencana pembangunan Pengawasan Penertiban Nasional Y X X X Y X Y Y X X X Y Propinsi Y Y X Y Y Y + + X Y X Y Kabupaten/ Kota Y Y X Y X X Y + Y + X + Kawasan + + Y Y X X Y + Y Y Y Y Tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kegiatan Tahapan Penataan Ruang Tabel 2. Kemungkinan Potensi Kontribusi Peran Serta Masyarakat Di Dalam Proses Penataan Ruang Keterangan : Y = sedang, += tinggi, X = rendah
  • 15. 15 TATA RUANG SIAPA? Bidang Fisik, Prasarana dan Tata Ruang). Jika dikaitkan dengan perwujudan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, maka substansi terpenting dalam bukuLaporanPendahuluanadalah menyangkut metode-metode dan pendekatan yang akan digunakan dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Bilamana di dalam TOR dinyatakan bahwa proses penyusunan tata ruang mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat, maka seyogyanya pihak konsultan atau pemerintah harus bisa memberikan penjelasan secara rinci yang dapat dipahami bersama tentang hal tersebut. Penjelasan rinci diperlukan mengingat adanya keterbatasan dan kesenjangan kapasitas skill para pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses penyusunan tata ruang. Dalam penyusunan buku Kompilasi Data, sepertinya keterlibatan masyarakat bisa lebih banyak. Dalam buku ini disajikan data-data tentang objek rencana suatu wilayah yang harus lengkap. Data-data yang ada sebaiknya terdiri atas data-data kuantitatif yang berasal dari instansi pemerintah dan data-data kualitatif yang berasal dari masyarakat. Selama ini seringkali produk RTRW yang dihasilkan sangat miskin akan data kualitatif yang biasanya memuat informasi tentang kondisi nyata kehidupan masyarakat dan keadaan suatu daerah yang menjadi subjek dan objek perencanaan. Dalam penyusunan buku Analisis, agak sulit bagi masyarakat untuk ikut terlibat secara aktif dan penuh. Dengan adanya persetujuan dari masyarakat, ada baiknya pada tahapan ini yang banyak berperan adalah pihak konsultan. Alasannya adalah pada tahap analisis ini diperlukan kapasitas skill dengan menggunakan metode akademis tertentu untuk menganalisis data- data yang ada, seperti analisis ekonomi, analisis kependudukan, analisis penggunaan lahan, analisis sosial kemasyarakatan dan sebagainya.Namuntidakmenutup kemungkinan bisa saja melibatkan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing asalkan masukannya bersifat logis. Contohnya melibatkan tokoh masyarakat atau tetua kampung untuk melakukan analisis sosial kemasyarakatan di daerahnya. Pada tahap penyusunan buku Rencana, idealnya masyarakat mendapatkan kembali porsi yang memadai karena pada tahap ini dilakukan perumusan rencana. Dasar dari perumusan rencana ini adalah hasil analisis. Namun hasil analisis ini mungkin saja meleset atau kurang tepat sehingga perlu mendapatkan masukan atau menampung usul, saran atau keberatan dari pihak-pihak terkait yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan obyek wilayah perencanaan.Olehkarenaitupada tahap perumusan rencana ini penting sekali menggelar berbagai pertemuan dengan pihak-pihak terkait tersebut untuk membahas usulan rumusan rencana berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Pertemuan- pertemuan tersebut bisa berbentuk forum, diskusi atau sebagainya, tergantung dari tujuan dan hasil yang ingin diperoleh. KEMUNGKINAN PENERAPAN KEGIATAN PEMETAAN PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG TINGKAT KECAMATAN Pada bahasan berikut ini hanya akan difokuskan pada implikasi teknis peran serta masyarakat dalam tahap merencana tata ruang sajayangmenyangkutpenyusunan buku Kompilasi Data. Pembatasan bahasan ini bukan berarti meremehkanpelibatanmasyarakat dalam penyusunan buku Analisa dan Rencana, melainkan karena adanya pertimbangan melihat secara realistis kemungkinan penerapannya di lapangan. Pada dasarnya proses penyusunan rencana tata ruang untuk obyek apa pun tidak ada bedanya, misalnya antara penyusunan rencana tata ruang kecamatan, kabupaten, kota, kawasan tertentu dan seterusnya. Hanya saja dalam bahasan ini dipilih kasus skala ruang kecamatankarenalingkupnyaagak cocok dengan cakupan kegiatan pemetaan partisipatif yang biasanya meliputi wilayah beberapa desa. Dengan demikian diharapkan dapat lebih memudahkan untuk membahas siasat penerapannya dalam proses penyusunan tata ruang.
  • 16. 16 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 Penataan ruang untuk wilayah tingkat kecamatan sebenarnya sudah dapat dilaksanakan (namun masih jarang), biasanya disebut Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan (RUTR-K). Pihak yang berwenangdalampenyusunantata ruang ini adalah instansi pemerintahan kabupaten, bukan aparat pemerintah dari kecamatan yang bersangkutan. Aparat kecamatan hanya sebagai pemberi data dan memberikan pendapat pada saat rencana itu didiskusikan. RUTR-K sebetulnya sudah cukup spasial dan setelah mendapat persetujuan DPRD Kabupaten dan di-Perda-kan oleh Pemkab, maka dapat digunakan dalam penentuan pemberian izin penggunaan lahan (lokasi) bagi para investor yang bergerak di berbagai bidang usaha (kehutanan, perkebunan, pertambangan dan sebagainya). Buku Kompilasi Data umumnya terdiri dari data sekunder dan primer, baik yang bersifat kuantitatif atau kualitatif. Selama ini pihak perencana wilayah dan kota selalu mengandalkan pada data sekunder. Hal ini dikarenakan dengan alasan bahwa perolehan data sekunder lebih praktis karena mudah didapatkan di instansi- instansi pemerintahan dan tidak mengeluarkan energi, biaya dan waktu yang banyak. Namun perlu disadari bahwa data-data sekunder seringkali mempunyai banyak kelemahan, yang satu diantaranya yaitu tidak terdapat kedalaman informasi karena datanya berupa deretan angka-angka saja (kuantitatif). Kelemahan ini bisa ditutupi oleh data primer. Kalau para perencana wilayah dan kota menginginkan informasi yang mendalam tentang kondisi suatu wilayah beserta aktivitas masyarakatnya, maka diwajibkan harus mendapatkan data-data primer yang bersifat kualitatif. Dalam konteks penyusunan buku Kompilasi Data tersebut, makadata-dataprimeryangbersifat kualitatif bisa didapatkan melalui kegiatan pemetaaan partisipatif. JikahendakdisusunRUTR-K,maka data-data yang dibutuhkan mempunyai ruang lingkup atas beberapa desa di kecamatan tersebut. Singkatnya data yang dibutuhkan akan menghasilkan 2 (dua) produk utama, yaitu produk peta tiap desa dengan berbagai tema dan hasil wawancara dengan masyarakat berupa aspirasi, persepsi dan preferensi tentang perencanaan tata ruang. Untuk menghasilkan peta tiap desa dengan berbagai tema, perlu dihitung alokasi waktu, tenaga dan biaya yang dibutuhkan. Lama kegiatan pemetaan partisipatif itu sangat ditentukan oleh luas wilayah yang akan dipetakan, teknik pemetaan dan berapa banyak informasi tematik rinci yang diperlukan. Setiap wilayah desa dalam suatu kecamatan pasti mempunyai karakteristik tersendiri yang harus disesuaikan dengan penyediaan alokasi waktu, tenaga dan biaya dalam melakukan kegiatan pemetaan partisipatif. Tampaknya perlu ada eksperimen khusus dalam pembuatan peta- peta tematik tiap desa pada suatu kecamatan. Eksperimen khusus tersebut merupakan ajang pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat. Berkenaan dengan waktu, tenaga dan biaya yang dibutuhkan tersebut, biasanya pihak instansi pemberi pekerjaan dan konsultan pelaksana pekerjaan akan selalu berpegang pada prinsip “waktu kerja yang singkat, biaya yang murah dan tenaga yang efektif dan efisien.” Tantangan buat masyarakat adalah bagaimana mengorganisir dirinya agar bisa mencapai mufakat dengan pihak instansi dan konsultan terkait dengan kecocokkan cara kerja di antara mereka. Namun sesungguhnya yang lebih penting lagi adalah bagaimana masyarakat (tentunya dibantu oleh LSM) bisa membuat peta-peta tematik tiap desa yang cukup meyakinkan sehingga peta-peta tersebut bisa diterima oleh pihak konsultan dan instansi pemerintahan daerah. Sementara itu data-data yang menyangkut hasil wawancara dengan masyarakat berupa aspirasi, persepsi dan preferensi yang menyangkut perencanaan tata ruang sebenarnya sudah termasuk dalam tahapan kegiatan pemetaan partisipatif itu sendiri. Data-data tersebut bisa didapatkan pada tahapan memetakan secara partisipatif pengetahuan lokal. Namun untuk kebutuhan perencanaan tata ruang, tidak saja pengetahuan lokal yang digali melainkandata-datalainnyaseperti data kependudukan, aktivitas ekonomi, penggunaan lahan dan sebagainya. Sebagai contoh dalam pengumpulandatakependudukan, lazimnya data kependudukan itu diperoleh secara sekunder ke instansi terkait. Namun bisa saja
  • 17. 17 TATA RUANG SIAPA? data tersebut didapatkan secara primer untuk mengetahui keakuratannya. Jadi data-data kependudukan seperti ketenagakerjaan, pendidikan, kelompok usia, kelamin dan seterusnya bisa didapatkan dengan cara sensus langsung ke masyarakat pada saat survey lapangan pemetaan dilakukan. Selanjutnya untuk menghimpun informasi yang berupa aspirasi, persepsi dan preferensi masyarakat (dikaitkan dengan UU Penataan Ruang, bahwa setiap orang berhak mengajukan usulan, memberi sa- ran dan keberatan), dapat dilakukan dengan cara diskusi- diskusi kelompok pada setiap komunitaskampungdisetiapdesa. Dengan cara seperti itu, niscaya kelengkapan data dan tingkat keakuratan data lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam proses penyusunan rencana tata ruang.Namuncarainimempunyai kelebihan dan kekurangan masing- masing. Kelebihannya adalah jumlah peserta sedikit, pendalaman informasi cukup memadai, cenderung terarah dan fokus serta inklusif dari komunitas yang lebih luas. Kekurangannya adalah memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit. Pada tingkat kecamatan bisa diadakan pertemuan kecamatan atau forum kecamatan dengan tujuan yang hampir sama seperti diskusi kelompok komunitas tingkat desa. Namun penyelenggaraannyaperluhati-hati karena jumlah peserta yang banyak, akan sulit untuk mengarahkan pada isu-isu tertentu saja, cenderung mengesam- pingkan sektor-sektor tertentu dari komunitas, serta artikulasi perorangan dan kelompok- kelompok yang berkepentingan mungkin sangat dominan. Mungkin lebih realistis untuk membatasi jumlah peserta dengan hanya memperkenankan utusan- utusan desa terpilih yang hadir dalam pertemuan itu. CONTOH SUKSES PENERAPAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG Pembahasan pada bagian ini menceritakan sukses keberhasilan penerapan peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Cerita sukses ini mungkin bisa menginspirasi bagi kegiatan pemetaan partisipatif untuk mengujicobakan metode kegiatannya dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Cerita sukses ini tidak cukup detil penjelasannya, namun substansinya sangat relevan dengan upaya penerapan kegiatan pemetaan partisipatif dalam proses penyusunanrencanantataruangdi tingkat kecamatan. Contoh sukes keberhasilan penerapan peran serta masyarakat dalam penataan ruang bisa ditemukan di Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah (lihat Soewarno 1996, dalam Jamal 1999). Masyarakat desa melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa(LKMD)bekerjasamadengan konsultan yang bekerja pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Klaten berhasil menyusun Pola Tata Ruang Desa (PRTD) skala 1:5000 yang berisi arahan penggunaan lahan bagi pemukiman, pertanian, industri dan jasa. PTRD ditetapkan masyarakat dan disahkan oleh Bupati Klaten, sehingga adanya perubahan PTRD harus seizin bupati. Keberadaan PTRD ternyata sangat berfungsi efektif dalam mengendalikan alih fungsi lahan pertanian. Jika sebelum ada PTRD pada tahun 1988, tingkat konversi lahan pertanian mencapai 350 hektar, maka pada tahun 1993 tingkat konversi menurun jadi 14 hektar. PTRD memungkinkan masyarakat di tingkat desa mengontrol perizinan alih fungsi lahan pertanian. Keterlibatanmasyarakatdalam proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang akan menghasilkan penggunaan lahan yang lebih efektif sehingga upaya mencapai produktivitas lahan secara optimum dan lestari dapat terpenuhi. Pengalaman Kabupaten Klaten menunjukkan salah satu keberhasilan mekanisme peran serta masyarakat yang terlibat secara kritis dalam mengendalikan penggunaan lahan. Mekanisme peran serta masyarakat melalui perwakilan tiap desa diasumsikan akan mampu menjangkau secara fisik atau administratif setiap tahapan proses penataan ruang. Pelajaran yang bisa dipetik adalah peran serta masyarakat dalam penataan ruang harus dibarengi dengan penguatan mekanisme kelembagaan lokal masyarakat
  • 18. 18 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 setempat yang dapat berfungsi efektifdalammenjalankanrencana pemanfaatan dan pengendalian ruang. KESIMPULAN Dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 24/ 1992 tentang Penataan Ruang ditegaskan, bahwa setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang; berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Dengan demikian proses perencanaan tata ruang harus melibatkanmasyarakatsecaraaktif, yaitu masyarakat harus berperan sebagai subjek perencanaan dalam setiap kegiatan yang mencakup hampir keseluruhan proses penyusunan rencana tata ruang. Salah satu bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan rencana tata ruang yangpalingsederhanaadalahpada tahap pengumpulan data, baik data-data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang berupa angka-angka bisa didapatkan dengan cara survey lapangan berbentuk sensus. Data kualitatif yang berupa tafsiran dari suatu pendapat bisa didapatkan dengan cara survey lapangan berbentuk wawancara mendalam danjugamelakukandiskusi-diskusi dan pertemuan dengan masyarakat. Data kualitatif dibutuhkan untuk mendapatkan aspirasi, persepsi dan preferensi masyarakat terhadap penataan ruang di wilayahnya. Pada dasarnya data-data yang diperoleh adalah untuk dapat menggambarkan kondisi saat ini dan mengidentifikasi persoalan yang dihadapi suatu wilayah. Pada tahap pengumpulan data tersebut, bisa diujicobakan pendekatan kegiatan pemetaan partisipatif. Produk yang penting dari kegiatan pemetaan partisipatif bagi proses penyusunan rencana tata ruang adalah adalah peta-peta tematik setiap desa di suatu kecamatan dan data-data dasar setiap desa yang menyangkut kependudukan, fisik lingkungan, perekonomian, sosial kema- syarakatan, penggunaan lahan dan sebagainya. Selain itu data-data yangmenyangkutaspirasi,persepsi dan preferensi masyarakat tentang perencanaan tata ruang di daerahnya merupakan data-data yang bisa juga didapatkan melalui kegiatanpemetaanpartisipatifpada setiap pertemuan-pertemuan komunitas desa. Dengan menerapkan peran serta masyarakat dalam proses penyusunan rencana tata ruang melalui kegiatan pemetaan partisipatif, pada gilirannya akan mempengaruhi terhadap hasil akhir rencana tata ruang itu sendiri. Paling tidak, hasil akhirnya akan lebih dapat dipertanggungjawab- kan segi penerimaannya (accept- ability), karena prosesnya melibatkan secara langsung baik masyarakat maupun pihak terkait lainnyadiwilayahkecamatanyang menjadi obyek perencanaan. DAFTAR PUSTAKA Arnstein, Shirley. A Ladder of Citizen Participation, dalam The Journal of The American Institute of Planners, Vol. 35, No. 4, July 1969 Friedmann, J. Planning in The Public Domain: From Knowledge to Ac- tion, Princeton, Princeton Univer- sity Press, USA, 1987. Flavelle, Alex. Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat (terjemahan). Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Bogor, 2001. Harman, Beny dkk. (eds). Pluralisme Hukum Pertanahan dan Kumpulan Kasus Pertanahan. Yayasan Lembaga Bantuan HukumIndonesia(YLBHI),Jakarta, 1996. Jamal, E. Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Penggunaan Non- Pertanian di Kabupaten Karawang. Tesis Magister Perencanaan Wilayah dan Desa Program Pascasarjana IPB Bogor, 1999. Topatimasang, Roem. Pemetaan Sebagai Alat Pengorganisasian Masyarakat: Sejarah dan Politik Sengketa Sumberdaya Alam dan Hak-Hak Kawasan Masyarakat Adat di Maluku, dalam Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam karya Ton Dietz, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
  • 19. 19 TATA RUANG SIAPA? AKHIR-akhir ini Private Sector terutama untuk industri Kehutanan mengalami tekanan yang cukup kuat dari pasar terutama pasar Internasional. Cukup banyak konsumen internasional yang mulai mempertanyakan kinerja produsennya terutama dalam kaitannya dengan aspek lingkungan dan HAM. Kuatnya kampanye internasional yang menyoalkan kebijakan perusahaan industri skala besar dalam hal pencemaran lingkungan dan HAM menyebabkan terjadi keputusan boikotolehbeberapakonsumenterutamadiJepangdanEropa. Buruknya kinerja dalam pengelolaan lingkungan dan kemanusiaan menyebabkan konflik antara masyarakat dan perusahaan semakin meruncing hampir di seluruh areal konsesi. Tidak ada jaminan terhadap keamanan berusaha baik itu masyarakat ataupun perusahaan, masyarakat menjadi semakin terusik hak hidup dan wilayah kelolanya serta mahalnya ongkos sosial yang harus dibayar atas berbagai penyelesaian kasus tersebut. Membuat persoalan ini perlu mendapatkan jalan keluar. Mengamati fenomena tersebut, Multistakeholder Forestry Program (MFP) yang menjadi salah satu program kerjasama multipihak antara departemen Kehutanan Republik Indonesia dan pemerintah Inggris (DFID) merespon inisiatif ini dengan membuka ruang untuk mendiskusikan bagaimana konflik ruang tersebut dapat dicarikan jalan keluar melalui Pemetaan Partisipatif. MFP merasa bahwa Pemetaan Partisipatif dapat digunakan sebagai salah satu alat Resolusi Konflik. Diskusi menggulirkan ide untuk menjajaki kemungkinan Kolaborasi dan membangun pemahaman bersama ini dikomunikasikan kepada Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) dan Sekretariat Nasional JKPP di Bogor. JKPPyangsecarastrategishendakmenempatkandirisebagaiJaringan Kerjayangresponsifterhadappersoalan-persoalankeruangandanmampu memfasilitasi “shared learning” untuk komunikasi ruang dengan berbagai pihak dengan merespon inisiatif kolaborasi ini. Untuk merespon permintaan tersebut, Sekretariat Nasional JKPP merasa perlu untuk mendiskusikan substansinya lebih lanjut kepada anggota JKPP baik melalui milis anggota via jaringan internet maupun berdiskusi secara langsung, terutama dengan anggota jaringan yang berasal dari Riau. INISIATIF KOLABORASI UNTUK RESOLUSI KONFLIK RUANG; PELAJARAN DARI PENGALAMAN “RENCANA KERJASAMA RAPP DAN JKPP” Pada dasarnya, wacana pemetaan partisipatif sebagai media komunikasi untuk persoalan ruang mulai bergulir di antara private sec- tor terutama industri- industri kehutanan Oleh : ITA NATALIA DAN DEVI ANGGRAINI
  • 20. 20 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 Atas inisiatif ini, pada bulan Desember 2004, SekNas bertemu dengan beberapa organisasi non pemerintah (ornop) di Riau bertempat di kantor Yayasan Hakiki. Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Yayasan Hakiki/ Fasilitator Regional, Kaliptra, WALHI Riau, WWF Riau, JIKALAHARI dan Aliansi Masyarakat Adat Riau (AMAR). Pertemuan ini merekomenda- sikan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh RAPP yaitu; 1. RAPP harus mampu menjelaskan apa tujuan dari resolusi konflik tersebut 2. RAPP harus menjelaskan Proto- col/SOP konflik dan; 3. Setuju bahwa RAPP tidak memiliki Otoritas terhadap keputusan-keputusan strategis mengenai proses dan hasil PP Hasil diskusi ini akan dibawa dalam pertemuan pertama para pihak di Jakarta pada tanggal 5-6 Januari 2005. Sebagai informasi, pada saat yang bersamaan RAPP juga memfasilitasi Training Resolusi konflik untuk staff sebagai upaya lain memperbaiki kinerja perusahaannya. Training tersebut difasilitasi oleh LATIN. Pada kesempatan training resolusi konflik Sekretariat Nasional JKPP diundang sebagai salah satu narasumber yang diminta untuk mempersentasikan tentang pemetaan partisipatif. Menyanggupi inisiatif untuk membuat sesi diskusi yang terfokus, Sekretariat Nasional kemudianmembantuupaya-upaya komunikasi berbagai pihak untuk pertemuan multipihak tersebut, yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 5-6 Januari 2005 di kantor WWF Jakarta. Sampai dengan tenggat waktu yang disepakati antara JKPP dan MFP yaitu tanggal 22 Desember 2004, RAPP tidak memberikan respon positif terhadap inisiatif pertemuan tersebut, kemudian kami mendapat informasi melalui email dari RAPP (Mr. Munoz) bahwa pada akhirnya RAPP memutuskan lebih mempriori- taskan pada peningkatan kapasitas staff untuk resolusi konflik dan belum menggunakan Pemetaan Partisipatif sebagai alat penyelesaian persoalan persoalan keruangan, maka pertemuan itu diputuskan dibatalkan oleh JKPP Seknas. Pada saat yang hampir bersamaan inisiatif untuk memahami pemetaan partisipatif jugadatangdariAPP(AsiaPulpand Paper) yang membawahi Indah Kiat Pulp Paper. Mr. John Casey sebagai perwakilan dari APP melakukanupayayangsamauntuk membangun komunikasi yang lebih baik dengan LSM dan masyarakat. JKPP menjadi pihak yang di minta untuk memfasilitasi Shared learning Pemetaan Partisipatif kepada APP. Secara prinsip JKPP kembali menjelaskan tentang apa itu pemetaan partisipatif dan prinsip-prinsip kerjanya. Hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari komunikasi dengan APP. Pelajaran yang dapat kita peroleh dari inisiatif-inisiatif ini adalah: 1. Menjadi penting bagi JKPP menjelaskan secara terbuka kepada para pihak tentang prinsip-prinsip pemetaan partisipatif 2. Pada dasarnya, wacana pemetaan partisipatif sebagai media komunikasi untuk persoalan ruang mulai bergulir diantaraprivatesectorterutama industri-industri kehutanan. 3. Keinginan untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan HAM cukup terbangun di pihak perusahaan seperti RAPP dan APP karena tekanan pasar internasional, akan tetapi keberanian mengambil resiko atas dampak pemetaan belum cukup kuat 4. Kekuatan kelompok utama yaituorganisasimasyarakatadat yang solid menjadi penentu utama keputusan berkolaborasi atau tidak dengan pihak perusahaan (private sectors) karena masyarakat adat yang harus memegang kendali atas proses negosiasi. Kami menduga, keinginta- huan tentang Pemetaan Partisipatif akan terus berkembang di berbagai pihak, sehingga kerja-kerja pengorganisasian yang menyiap- kan organisasi masyarakat yang solid akan mampu merespon hal ini secara positif.
  • 21. 21 TATA RUANG SIAPA? PEMBENTUKAN JKPP-JAWA JARINGAN Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)-Jawa lahir pada tahun 1999 sebagai salah satu region yang diprakarsaipadapertemuanForumAnggota(FA)JKPP di Lembah Nusa, Bogor. Inisiatif ini merupakan salah satu cara “perpanjangan tangan” JKPP untuk mempercepat terwujudnya misi yang diemban yakni mempercepat Tegaknya Kedaulatan Rakyat atas Ruang. Lima tahun kepengurusan JKPP-Jawa baru saja dilalui. Pentingnya posisi dan peran yang harus ‘dimainkan’ oleh JKPP-Jawa guna mendukung gerakan keruangan menjadi mandat yang sampai saat ini masih tetap dijaga. Oleh karenanya, upaya melakukan pengembangan dan inovasi strategi pun masih terus dilakukan. Sebagai bahan refleksi dan evaluasi, perubahan- perubahan harus selalu dihadapi dan dilakukan. Pertemuan Forum Region Jawa yang diselenggarakan pada tanggal 27-28 Nopember 2004 ini merupakan salah satu media alternative menuju perubahan-perubahan yang terjadi. Pertemuan yang dilangsungkan selama dua hari dan dihadiri sebanyak 14 orang peserta (individu dan lembaga) telah membahas agenda kegiatan, struktur kerja dan kepengurusan baru untuk periode 2004-2005. JKPP JAWA DAN GAWEAN-NYA Pada tanggal 27-28 Nopember 2004, bertempat di Sekretariat, JKPP Region Jawa telah mengadakan Pertemuan Forum Region yang melahirkan agenda kegiatan, struktur kerja dan kepengurusan baru untuk periode 2004-2005 serta penambahan anggota JKPP Region Jawa. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 14 orang peserta, baik yang hadir sebagai individu maupun sebagai utusan lembaga. Terbaru dari JKPP-Jawa…….. Oleh : IMAM HANAFI Tiap-tiap simpul layanan telah membuat agenda kerja ke depan serta bentuk-bentuk layanan yang akan diberikan sesuai kapasitas dan kemampuan masing- masing
  • 22. 22 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 Hasilpertemuantersebutsalah satunya adalah penambahan Komite Strategi dan simpul-simpul layanan dalam struktur JKPP Jawa. Gagasan Komite Strategi ini dimunculkanuntukmengawalalur gerakan pemetaan partisipatif baik secara substansi, orientasi, teknis dan strategi ke depan dalam konteks gerakan advokasi dan perencanaan ruang. Komite Strategi merupakan instrumen penting yang diharapkan dapat berkontribusi dalam percepatan, efektivitas dan pengembangan gerakan pemetaan partisipatif dan issue keruangan di pulau Jawa. Sementara itu, Simpul-simpul Layanan adalah merupakan kontak person di tiap-tiap daerah di pulau jawa yang berperan sebagai pusat- pusat pengembangan dan pelayanan teknis bagi kerja-kerja pemetaan partisipatif sesuai konteks lokal. Tiap-tiap simpul layanan telah membuat agenda kerja ke depan serta bentuk-bentuk layanan yang akandiberikansesuaikapasitasdan kemampuan masing-masing. Harapannya, selain adanya kejelasan agenda ke depan, tiap simpul layanan juga mempunyai platform yang jelas terhadap bentuk layanan yang akan diberikan. Di samping kegiatan yang disusun dan dikembangkan di tingkat simpul layanan, hubungan kerja antar simpul juga dapat dimanfaatkan sebagai arena belajar dan saling membantu. Sehingga dengan demikian, semua agenda kerja sekretariat region JKPPJawamerupakanagendakerja yang muncul dari tingkat simpul layanan selain agenda tahunan JKPP Jawa yang telah diatur di dalam statuta lembaga. Dari hasil Forum Region JKPP Jawa, telah terbentuk 2 simpul layanan yang sudah menyatakan siap untuk berproses, yaitu simpul SAHUL (Salak, Halimun dan Ujung Kulon) dan simpul PRIANGAN. Berangkat dari hasil pertemuan JKPP Region Jawa, di beberapa wilayah seperti Wonosobo (diinisiasi oleh JKPM) dan Jember (wilayah Tapal Kuda yangdiinisiasiolehSD_Inpers)juga sedang mempersiapkan untuk membentuk simpul layanan FORUM REGION KOORDINATOR REGION KOMITE STRATEGI Simpul Layanan Simpul Layanan Simpul Layanan FORMAT STRUKTUR KERJA PERIODE KEPENGURUSAN 2004-2005, FA JKPP REGION JAWA Koordinator JKPP Region Jawa : Imam Hanafi Komite Strategi : 1. Restu Achmaliadi 2. Abdon Nababan 3. A. Hadi Pramono 4. Boy Mochran 5. Joko Waluyo Anggota JKPP Region Jawa: 1. Restu achmaliadi 2. Imam Hanafi 3. Indra Agustiani 4. Habibudin 5. Idham Kurniawan 6. Hilma S 7. Asikin 8. Joko Waluyo 9. Loggena Ginting 10. Abdon Nababan 11. Rozak 12. Harma 13. Bambang 14. Herdi 15. Diyan 16. Ariansyah Madjid (Mumu) 17. Fepy Ahmad S (Igho) 18. A. Hadi Pramono (Monti) 19. Ahmad Baehaqi 20. Wawan 21. YP2AS 22. Yapemas 23. Yayasan PUTER 24. LATIN 25. RMI 26. Telapak 27. Lembaga Studi Desa Untuk Petani (Sd Inpers) 28. RACA Institute 29. Serikat Petani Pasundan (SPP) 30. Persatuan Perjuangan Rakyat Tani Subang (PPRTS) 31. Sekretariat Bina Desa 32. JKPM
  • 23. 23 TATA RUANG SIAPA? pemetaan. Inisiasi simpul layanan pemetaan ini dilakukan dalam rangka mempercepat dan memudahkan akses pelayanan terhadap komunitas yang membutuhkan peta sebagai alat advokasi dan perencanaan ruang. Dengan adanya simpul-simpul layanan ini, diharapkan bagi tiap- tiap komunitas yang ingin melakukan proses pemetaan dapat berkoordinasi langsung dengan simpul-simpul terdekat asalkan sudah ada kejelasan tentang tujuan, manfaat dan pentingnya pemetaan. KEANGGOTAAN Setiap orang dan lembaga bisa menjadi anggota JKPP Jawa, dengan catatan mendapat rekomendasi dari (paling sedikit) 2 orang atau 2 lembaga anggota JKPP. Proses rekruitmen keanggotaan JKPP Jawa dilakukan dalam pertemuan Forum Region setiap 3 tahun . Secara keanggotaan, JKPP Region Jawa SEKRETARIAT NASIONAL JKPP KOMITE STRATEGI KONSULTASI, KOMUNIKASI DAN KOORDINASI FASILITASI, INFORMASI DAN KOORDINASI JKPP REGION JAWA SIMPUL LAYANAN PENGAJUAN JENIS FASLITASI, KOMUNIKASI DAN INFORMASI PROSES FASILITASI AGENDA PP { { masih terdiri dari individu dan lembaga. Sampai pada periode kepengurusan 2004-2005, tercatat jumlah keanggotaan JKPP Region Jawa secara individu sebanyak 20 orang yang terdiri dari 2 orang perempuan dan 18 orang laki-laki serta anggota kelembagaan sebanyak 12 lembaga yang terdiri dari 2 organisasi rakyat dan 10 Lembaga Swadaya Masyarakat. Simpul, bentuk layanan dan ketersediaan alat: Mengingat keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki sekretariat JKPP Region jawa, maka dalam menjalankan fungsinya, sekretariat JKPP Region Jawa menerapkan pola hubungan yang fleksibel dengan tiap-tiap simpul maupun antar Simpul Layanan, khususnya dalam memfasilitasi kerja-kerja pemetaan. Sekretariat JKPP Region Jawa sampai saat ini hanya bisa memfasilitasi alat dan fasilitator pemetaan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kerja-kerja pemetaan di tiap-tiap simpul layanan. Selanjutnya tiap- tiapsimpuldapatmengembangkan kapasitasnya sesuai kebutuhan di tingkat lokal. AGENDA KERJA JKPP REGION JAWA Secara garis besar, agenda kerja JKPP Jawa dalam satu tahun ke depan adalah dalam rangka peningkatan kapasitas layanan JKPP bagi komunitas yang membutuhkan peta. Agenda kerja ini merupakan agenda yang disusun secara bersama oleh anggota JKPP Jawa. Diharapkan dalam implemetasinya akan melibatkan secara aktif anggota
  • 24. 24 KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005 JKPP Jawa serta masyarakat di tiap- tiap wilayah. Secara garis besar agenda kegiatan JKPP Region Jawa ke depan adalah : 1. Identifikasi daerah-daerah yang sudah melakukan pemetaan (data base) 2. Pengadaan kelengkapan alat pemetaan di tiap simpul 3. Pembuatan Manual Pemetaan Partisipatif berbentuk audio vi- sual dan buku 4. Pembuatan Film dokumentasi proses Pemetaan Partisipatif 5. Seminar dan Lokakarya Tentang Pemetaan Partisipatif dan Ruang Kelola Rakyat 6. Pelatihan (TOT dan TOF) Peralatan yg Dimiliki Puter: Kompas Telapak:GPS & Kompas, RMI: GPS & Kompas, Telapak: Audio Visual & strategi outreach, Puter: sistem informasi/ strategi outreach Kompas Sekretariat Kantor Yayasan Puter Jl. Permata Cimanggu Blok A No. 4 Kedung Badak – Tanah Sareal, Bogor - 16710 YP2AS, Jl. Wartawan IV no. 28 Buah Batu, Bandung, Jawa Barat Wilayah kerja G. Salak, Kawasan Halimun, Ujung Kulon Subang, Garut, Tasik, Ciamis Bentuk layanan • TOF simpul SAHUL • TOT antar simpul Jawa Barat dan Banten • Menyediakan layanan untuk simpul-simpul lain, dalam bentuk: – Analisis Kebijakan – Fasilitasi PP – Fasilitasi Perumusan Strategi – Peminjaman peralatan – Fasilitasi pengolahan data jadi informasi – Sosialisasi PP – Dokumentasi PP – Fasilitasi PP – Analisis kebijakan – Advokasi kebijakan – Perencanaan Kawasan Pemetaan dan perencanaan – Memfasilitasi PP – Pendokumentasian proses PP – Pelatihan PP – Pelatihan pendokumentasian PP Kontak Person Puter SPP JKPM Sd_Inpers Simpul Sahul Periangan Wonosobo Tapal Kuda (jember) No 1. 2. 3. 4. 7. Fasilitasi Proses Pemetaan 8. Pembuatan Media Informasi Aktivitas Pemetaan Partisipatif 9. Penggalangan dukungan publik. 10. Pertemuan rutin 6 bulanan JKPP Jawa 11. Pertemuan Region anggota JKPP Jawa 12. Refleksi dan evaluasi HARAPAN Demikian gambar dan wajah JKPP ke depan, baik format, bentuk dan rencana yang akan dikembangkan. Penekanan dalam proses ke depan ini adalah adanya kerjasama aktif dan komitmen yang tinggi dari semua jajaran penggiat pemetaan partisipatif di pulau jawa untuk mengimplementasikan kerja dan peningkatan kapasitas dalam rangka mendukung visi misi yang menjadimandatJKPP.Tetapdalam semangat, Menuju Tegaknya Kedaulatan Rakyat Atas Ruang….!!!!