2. 2
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
No.9, Feb 2005
Yang dapat kami KABARi !!
Penataan ruang dan manajemen
konflik: sebuah catatan atas proses di
Sanggau ...... 3
Penerapan Pemetaan Partisipatif
dalam Proses Penyusunan Rencana
Tata Ruang ..... 6
Inisiatif Kolaborasi untuk Resolusi
Konflik Ruang; Pelajaran dari
pengalaman “Rencana kerjasama
RAPP dan JKPP” ..... 19
Terbaru dari JKPP-Jawa…….. 21
DEWAN REDAKSI KABAR JKPP
Penanggung Jawab: Ita Natalia,
Pemimpin Redaksi: Devi Anggraini,
Redaktur: Ita Natalia, Kasmita Widodo,
Devi Anggraini, A.H. Pramono.
Distribusi: Risma. Tata Letak: Dodo.
Alamat Redaksi : Jl. Arzimar III No.17
Bogor 16152, Indonesia, Telp. 0251-
379143, Fax.0251-379825, e-Mail:
jkpp@bogor.net
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
(JKPP) berdiri pada bulan Mei 1996 di
Bogor. Penggagas berdirinya JKPP
adalah berbagai NGO dan masyarakat
adat yang memanfaatkan dan
mengembangkan pemetaan berbasis
masyarakat sebagai salah satu alat
pencapaian tujuannya. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan JKPP antara
lain menyelenggarakan pelatihan-
pelatihan dan magang pemetaan
partisipatif, perluasan dan penyebaran
ide-ide pemetaan partisipatif,
menyelenggarakan dialog-dialog
keruangan, melakukan kajian-kajian
keruangan, penerbitan dan melakukan
aliansi dengan berbagai pihak yang aktif
dalam gerakan-gerakan sumberdaya
alam kerakyatan.
Kabar Redaksi
Pembaca yang budiman,
Senang kami bisa menemui pembaca kembali melalui
Media Kabar JKPP ini, setelah lama terjadi kekosongan
dalam penerbitannya. Bukan berarti kita tidak saling
menyapa, banyak forum diskusi baik tatap muka maupun
jarak jauh melalui email tetap berkomunikasi. Isu-isu
pemetaandantataruangyangmendorongkedaulatanrakyat
atas ruang terus digagas, ditulis, dibicarakan dan
diimplementasikan dalam aktivitas gerakan setiap lembaga
pendukung dan oleh rakyat di tingkat basis.
Pergeseran waktu mendorong bergesernya isu
keruangan di Indonesia. Perlahan tetapi memiliki nilai yang
menarikketikaisupemetaandantataruangolehmasyarakat
menjadi hal yang diperhatikan pemerintah daerah di
beberapa kabupaten di Indonesia serta perusahaan (private
sector). Parapendukung(NGO)terusmelakukankerjasama
untukmendorongpercepatanprosesperansertamasyarakat
dalam penataan ruang dan pengelolaan ruang hidupnya.
Kabar JKPP No.9, Februari 2005 ini menyampaikan
beberapa kabar tentang proses diskusi revisi tata ruang di
Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Ini dapat dimaknai
sebagai peluang semua pihak untuk membicarakan tata
ruang kabupaten secara bersama, walau masih banyak hal-
hal yang berbeda pendapat. Pada tulisan lain, dikemukaan
bagaimana penerapan pemetaan partisipatif dalam
penyusunan tata ruang kabupaten. Penulis pernah terlibat
sebagai tenaga ahli dalam penyusunan tata ruang
kabupaten, menyampaikan peluang penerapan pemetaan
partisipatif dalam penyusunan rencana tata ruang
kabupaten. Dua tulisan terakhir, membicarakan beberapa
rencana inisiatif kolaborasi resolusi konflik ruang antara
masyarakat dengan pihak swasta, dan perkembangan
terbaru dari JKPP Region Jawa.
Kami membuka segala saran dan kritik serta tulisan
para pembaca untuk memperkaya media ini. Selamat
membaca ! Terima kasih.
Redaktur
3. 3
TATA RUANG SIAPA?
PADA awal Desember 2004 saya dan beberapa teman dari Seknas JKPP,
WALHIdanPPSDAKPancurKasihmenghadirisebuahrangkaiankegiatan
dalam rangka revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Sanggau (Kalimantan Barat). Revisi diperlukan pemerintah kabupaten
(pemkab) karena setengah dari kabupaten tersebut sudah menjadi
kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Sekadau, yang dibentuk pada tahun
2003. Selain itu pada tahun 2002 DPRD Kabupaten Sanggau telah
mengesahkan Perda Kampung yang memberi otonomi lebih besar pada
kampung yang menjadi satuan sosio-politik masyarakat Dayak. Rekan-
rekanpenggiatdanbeberapaorganisasirakyat(OR)yangtergabungdalam
Gerakan Rakyat untuk Pemberdayaan Kampung (GRPK) melihat revisi
ini sebagai momentum yang penting untuk bisa mempengaruhi proses
revisi agar lebih berpihak pada kepentingan rakyat kecil, termasuk
masyarakat Dayak. Karena itulah GRPK dan PPSDAK Pancur Kasih
berusaha mengajak pemerintah kabupaten untuk bekerja sama
melakukan revisi tersebut.
Kegiatan ini dimulai dengan kelompok diskusi terfokus (focus group
discussion-FGD)selamasatuhariyangmelibatkanwakil-wakilorganisasi
rakyat anggota GRPK, pengurus GRPK, ditambah dengan rombongan
dari Seknas JKPP dan WALHI. Dengan dipandu oleh Abdon Nababan,
yang sebelumnya telah beberapa kali memfasilitasi kegiatan GRPK,
PENATAAN RUANG DAN MANAJEMEN
KONFLIK: SEBUAH CATATAN ATAS
PROSES DI SANGGAU
Oleh : ALBERTUS HADI PRAMONO
Tampaknya bagi
mereka hak atas tanah
adalah sesuatu yang
sangat nyata karena
berhubungan
langsung dengan
kehidupan mereka.
Tanpa kejelasan hak
atas tanah mereka
tidak bisa berkebun,
meramu, berburu,
mengumpulkan jenis-
jenis obat, dan lain-
lain
Semiloka Tata Ruang Kabupaten Sanggau (dok.JKPP)
4. 4
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
pertemuan di Wisma Tabor,
Bodok, tersebut bertujuan untuk
menyamakan pemahaman tentang
kepentingan rakyat dalam
penataan ruang dan membahas
agenda-agenda kunci yang
dibicarakan dalam semiloka di
Balai Betomu yang berada di
tengah kota Sanggau pada tiga hari
berikutnya. FGD yang semula
banyak didominasi para penggiat
Ornop akhirnya berlangsung
cukup seru setelah para wakil OR
mulai mengerti proses yang akan
terjadi dalam penataan ruang.
Semilokayangdiharapkanmenjadi
klimaks dari proses ini justru
menjadi anti klimaks.
Acara tiga hari yang
merupakan hasil kerja sama antara
GRPK dan Pemkab Sanggau dan
dibantu oleh PPSDAK Pancur
Kasih, JKPP, dan DfID tersebut
dimaksudkan sebagai forum
pertukaran pendapat tentang revisi
tata ruang Sanggau dan bertujuan
untuk menghasilkan suatu
persetujuan kerja sama antara
pemkab dan organisasi-organisasi
non-pemerintah yang hadir dalam
proses revisi. Tujuan ini tidak
tercapai karena tidak adanya wakil-
wakil pemerintah kabupaten yang
terlibat dalam seluruh proses
semiloka. Walaupun acara dibuka
oleh Bupati Sanggau, namun
praktis tidak ada peserta dari
Pemkab Sanggau. Peserta dari
kalangan pemerintahan yang
bertahan adalah wakil-wakil dari
beberapa kecamatan, sementara
dari wakil pemkab hanya dari
Kantor Pertanahan yang datang
pada hari pertama sebagai
pembicara. Akhirnya semiloka ini
menjadi acara “rakyat,” karena
pemkab yang diharapkan menjadi
“mitra debat” tidak hadir.
Dari kedua pertemuan
tersebut ada beberapa catatan
menarik yang perlu disimak, dan
bisa dijadikan pelajaran bagi
semua yang terlibat dalam
penataan ruang.
Pada FGD menjadi
pemanasan bagi anggota-anggota
dan mitra-mitra GRPK dalam
proses penataan ruang ini muncul
hal yang menarik. Semula para
penggiat Ornop lebih banyak
memaparkan pendapatnya,
sementara wakil-wakil OR lebih
banyak diam. Akhirnya salah satu
wakil OR bertanya apa hubungan
antara hak atas tanah dan penataan
ruang. Mulailah wakil-wakil OR
lain bersuara. Rupanya
kebanyakan dari mereka, kalau
tidak bisa dikatakan semua, tidak
mengerti apa yang dimaksud
dengan penataan ruang. Terkesan
bahwa bagi mereka kata “penataan
ruang”adalahistilahakademisatau
teknokratis yang tidak ada
kaitannya dengan kehidupan
mereka.
Tampaknya bagi mereka hak
atas tanah adalah sesuatu yang
sangat nyata karena berhubungan
langsung dengan kehidupan
mereka. Tanpa kejelasan hak atas
tanah mereka tidak bisa berkebun,
meramu, berburu, mengumpulkan
jenis-jenis obat, dan lain-lain.
Sedangkan penataan ruang adalah
suatu istilah yang asing, dan
bahkan mungkin sesuatu yang
abstrak. Fasilitator memberikan
penjelasan singkat dan sederhana
arti penataan ruang, tetapi jarak
antara penataan ruang dengan
kehidupan mereka tetap terasa.
Seperti kita tahu, penataan ruang
lebih menekankan alokasi wilayah
atas kepentingan ekonomis dan
ekologis, sementara wilayah bagi
penduduksetempatjugabermakna
identitas dan keterikatan mereka
dengan tempat hidup mereka.
Perbedaan tersebut makin
mengemuka dalam diskusi selama
semiloka yang dihadiri wakil-wakil
pemerintah kabupaten.
Dalam pemaparan seorang
wakil masyarakat dalam seminar
dan pembahasan pada lokakarya
duahariberikutnyabeberapawakil
masyarakat mengangkat masalah
konflik lahan dan sumber daya
alam yang mereka hadapi sehari-
hari akibat munculnya
perkebunan, konsesi hutan dan
pertambangan di atas atau di
sekitar kampung mereka. Mereka
juga bicara soal perubahan
hubungan sosial dalam kampung
mereka dan sulitnya mereka
melakukan upacara-upacara adat
yang biasa dilakukan di hutan,
ladang atau sungai di wilayah
kampung mereka setelah
masuknya pengaruh perusahaan-
perusahaan tersebut ke dalam
wilayah mereka. Jelaslah bagi
masyarakat wilayah bukan semata-
mata punya nilai ekonomis dan
ekologis, tetapi punya keterikatan
yang kompleks dengan kehidupan
mereka.
Di lain pihak dari paparan
wakil pemerintah, RTRW yang
masih berlaku dan dokumen-
dokumen pemerintah lainnya
dalam proses revisi ini sangat kuat
terasa bahwa bagi pemerintah
penataan ruang adalah persoalan
alokasi lahan dalam wilayah
kabupaten berdasarkan fungsi
ekonomis dan ekologisnya dalam
bentuk permintakatan (zonasi),
siapa yang bertanggung jawab
untuk mengkoordinasi dan
5. 5
TATA RUANG SIAPA?
melakukannya, dan dari mana
anggarannya. Jadi penataan ruang
lebih menjadi persoalan teknis dan
birokratis. Sayangnya para peserta
tidak bisa lebih banyak belajar
lebih jauh tentang pandangan
pemerintah kabupaten atas
perencanaan ruang, karena
ketidakhadiranwakil-wakilmereka
dalamlokakarya.Walaupunbegitu
kita bisa merasakan perbedaan
mendasar antara masyarakat lokal
dan pemerintah dalam melihat
wilayah yang sama.
Bagi pemerintah, dan para
perencana wilayah yang terlibat
secara teknis dalam pembuatan
rencana tata ruang, wilayah dilihat
dengan kacamata ilmiah dalam
bentuk informasi statistik,
kesesuaian lahan, jaringan
pelayanan, dan sejenisnya. Yang
tersirat dalam cara pandang ini
adalah bahwa wilayah dianggap
sebagai sesuatu yang abstrak dan
tercerabut dari kehidupan
manusia. Manusia dan wilayah
adalah obyek yang perlu diatur
dalam wilayah yang abstrak
tersebut. Dalam literatur geografi
pendekatan demikian menjadikan
wilayah sebagai ruang (space)yang
diabstraksi secara kuantitatif,
seolah-olah wilayah itu hanya
kumpulan angka-angka dalam
bidang yang terbagi-bagi menurut
wilayah administrasi dan
fungsinya.
Sebaliknya, bagi masyarakat
wilayah tersebut, khususnya
kampung mereka, lebih dari
sekadar urusan penghidupan agar
memperoleh uang dari kegiatan-
kegiatan ekonomi. Dalam
kampung mereka memiliki
kompleksitas hubungan antar
manusia dan antara manusia
dengan lingkungan di sekitarnya
dalam konteks sosial, budaya dan
ekonomi. Masyarakat mempunyai
hubungan emisional yang kaya
dengan kampung mereka. Jadi bisa
dikatakan bahwa kampung
bermakna sebagai tempat hidup
(place). Secara pribadi pejabat
pemerintah sangat mungkin juga
menganggap kampung sebagai
tempat hidup mereka, namun
kepentingan negara yang mencari
ruang bisa membuat mereka
tercerabut dari tempat hidup
mereka.
Agar kelangsungan tempat
hidup tetap terjamin maka dalam
FGD muncul usulan untuk
membuat suatu kawasan
tambahandalamRTRWkabupaten
yaitu kawasan otonomi kampung.
Hal ini berkaitan dengan telah
disahkannya Perda Kabupaten
Sanggau No. 4 tahun 2002 tentang
Pemerintahan Kampung. Dengan
demikianusulantersebutbertujuan
dua: menjamin tempat hidup bagi
masyarakat dan memperkuat
fungsi otonomi kampung.
Pelajaran kedua yang dipetik
adalahtentangketidakhadiranpara
pejabat pemkab dalam semiloka di
Sanggau ini. Panitia semiloka yang
adalah para penggiat GRPK
berusaha menghadirkan para
pejabat, tetapi berakhir dengan
tanpa hasil yang diharapkan.
Dalam evaluasi singkat yang
dilakukan setelah rangkaian
pertemuan terasa bahwa bagi
rekan-rekan GRPK dan para
penggiat lainnya penataan ruang
dianggap sebagai persoalan yang
cenderung teknis karena
berhubungan dengan peta dan
berbagai analisis ilmiah. Anggapan
ini tidak sepenuhnya salah, namun
kurang lengkap. Memang berbagai
informasi teknis tersebut sangat
penting, tetapi informasi tersebut
adalah dasar untuk mengambil
keputusan. Pengambilan
keputusan, seperti kita tahu, adalah
persoalan politik. Dengan
demikian penataan ruang sarat
dengan kepentingan politik.
Seperti kita ketahui bersama
kontrol dan akses ke suatu wilayah
adalah sumber kekuatan dan
kekuasaan bagi semua pihak yang
berkepentingan. Rakyat,
pemerintah dan para pengusaha
semua berkepentingan dan saling
memperebutkan sumber
kekuasaan tersebut. Bahkan di
antara masing-masing kelompok
sering terjadi persaingan. Dengan
demikian penataan ruang adalah
masalah politik.
Rasanya kesadaran dan
pemahaman tentang politik
keruangan demikian sudah ada di
antara para penggiat. Namun saya
agak terkejut juga dengan kenaifan
bahwa penataan ruang adalah
semata persoalan teknis. Mungkin
karena kebutuhan atas berbagai
macam bidang ilmu untuk
menghasilkan informasi yang
dibutuhkan dalam penataan ruang
menimbulkan kenaifan tersebut.
Jadi sebaiknya kita jangan terjebak
dalam rincian proses penataan
ruang dan isi tata ruangnya,
sementara kita lengah dalam
mengamati penataan ruang secara
keseluruhan, terutama dalam
konteks relasi kuasa (power rela-
tions) di antara pihak-pihak yang
terlibat (baik antar maupun dalam
kelompok).
6. 6
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
PENERAPAN PEMETAAN PARTISIPATIF
DALAM PROSES PENYUSUNAN RENCANA
TATA RUANG
PENDAHULUAN
ISTILAH peran serta masyarakat atau partisipasi dalam proses
pembangunan di Indonesia semakin gencar diperbincangkan kesekian
kalinya oleh berbagai kalangan ketika momentum era reformasi bergulir.
Dengan adanya perubahan kehidupan sosial politik bernegara tersebut,
upaya pelibatan masyarakat secara penuh dalam setiap aspek kegiatan
pembangunan sangatlah penting diwujudkan, termasuk di dalamnya
adalah penataan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek
kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses
pembuatannya.
Salah satu bentuk pelaksanaan peran serta masyarakat dalam
penataan ruang yang harus dipertimbangkan oleh berbagai kalangan
adalah pemetaan partisipatif. Beberapa kelompok masyarakat dengan
didampingi oleh LSM telah mulai mempraktekkan secara nyata peran
sertanya dalam penataan ruang melalui kegiatan pemetaan partisipatif.
Kegiatan pemetaan partisipatif ini bergulir pertama kali pada kelompok-
kelompok masyarakat adat di luar Pulau Jawa. Namun sekarang ini
kelompok masyarakat lainnya pun mulai menerapkan pemetaan
partisipatif seperti kelompok masyarakat petani dan juga kelompok
masyarakat adat di beberapa pelosok daerah Pulau Jawa.
Oleh : FIRKAN MAULANA, S.SOS, MT
Perencanaan tata
ruang dilakukan
dengan
mempertimbangkan
keserasian,
keselarasan dan
keseimbangan fungsi
budidaya dan fungsi
lindung, dimensi
waktu, teknologi dan
sosial budaya.
Abstrak
Penataan ruang di Indonesia menuntut adanya
peran serta dari masyarakat. Selama ini upaya
untuk mewujudkan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang masih belum
menemukan bentuknya. Padahal peran serta
masyarakat dalam penataan ruang sudah
diakomodasi dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Namun sayangnya
pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan tersebut masih menemukan banyak
kendala. Pada saat ini, upaya masyarakat
memberikan peran sertanya dalam penataan
ruang sudah mulai bergulir, salah satunya
melalui kegiatan pemetaan partisipatif.
Beberapa kelompok masyarakat (khususnya
masyarakat adat di luar Pulau Jawa) dengan
didampingi oleh LSM telah mempraktekkan
pemetaan partisipatif sebagai upaya nyata
keterlibatan masyarakat dalam menata ruang.
Kegiatan pemetaan partisipatif akan
memberikan arah yang jelas ketika
kontribusinya ditujukan untuk mewujudkan
penataan ruang yang partisipatif.
Pengenalan GPS dalam proses pemetaan partisipatif di Desa Mekarsari-Kabupaten Lebak, Banten (dok. RMI)
7. 7
TATA RUANG SIAPA?
Pada awalnya kegiatan
pemetaan partisipatif merupakan
suatugerakanuntukmengorganisir
masyarakat dalam upaya
perlawanan terhadap pihak-pihak
yangselamainitelahmengabaikan
keberadaan masyarakat untuk ikut
serta mengelola dan menata ruang
di mana masyarakat itu bertempat
tinggal1
. Selama beberapa waktu
ke belakang dalam proses
pembangunan yang terjadi, posisi
sebagian besar masyarakat sangat
lemah untuk ikut memberikan
suaranya dalam penataan ruang.
Era pemerintahan Orde Baru yang
sentralistis dan otoriter tampaknya
lebih memberikan peluang kepada
segolongan kecil masyarakat
(pemodal besar) untuk
mempengaruhi arah penataan
ruang di Indonesia. Ironisnya
implementasi penataan ruang
dalam proses pembangunan
selama ini diyakini tidak
manusiawi karena terbukti selalu
diiringi oleh adanya pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM)
Pada saat ini ketika otonomi
daerah melalui upaya
desentralisasipemerintahantengah
diwujudkan pelaksanaannya (yang
hal tersebut ditandai dengan
banyaknya kabupaten/kota atau
propinsi baru berdiri),
sesungguhnya peluang dan
kesempatan keterlibatan
masyarakat dalam penataan ruang
sangatlah terbuka lebar.
Kabupaten/kota atau propinsi baru
yang terbentuk akan selalu
membuat Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) sebagai arahan
pelaksanaan program
pembangunan, termasuk juga
kabupaten/kota atau propinsi lama
akan selalu membuat RTRW.
Peluang dan kesempatan
masyarakat untuk ikut terlibat
dalam proses penyusunan tata
ruang tersebut bisa diwujudkan
melalui kegiatan pemetaan
partisipatif.
Kegiatan pemetaan partisipatif
ini mempunyai nilai strategis
penting yaitu sebagai upaya
masyarakat yang secara aktif
memberikan aspirasi, persepsi dan
preferensinya dalam penataan
ruang. Singkatnya, kegiatan
pemetaan partisipatif diharapkan
akanmempengaruhikebijakantata
ruang suatu daerah. Pemerintah
daerah (kabupaten/kota) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) biasanya akan me-
legalisasi draft RTRW dalam
bentuk Peraturan Daerah (Perda)
yang berdasar dari hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun proses penelitian untuk
penyusunan RTRW mempunyai
banyakkelemahan,yangsalahsatu
di antaranya adalah rendahnya
akses masyarakat terhadap proses
penelitian tersebut. Berdasarkan
hal tersebut maka kegiatan
pemetaaan partisipatif bakal
mempunyai peluang besar ikut
terlibat dalam kegiatan penelitian
yang biasanya secara teknis
dilakukan oleh konsultan
perencana yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
Tulisan ini mengulas tentang
upaya mensiasati penerapan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunan rencana tata ruang.
Tulisan ini terbagi atas enam
bagian. Bagian pertama
merupakan pendahuluan yang
menjadi latar belakang penulisan.
Bagian kedua menjelaskan tentang
peranan pemetaan partisipatif bagi
penataan ruang. Bagian ketiga
membahas tentang pengertian dan
wawasan penataan ruang. Bagian
keempat menguraikan tentang
proses penyusunan rencana tata
ruang. Bagian kelima membahas
kemungkinan penerapan kegiatan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
dengan contoh kasus pada skala
ruang tingkat kecamatan. Bagian
keenam menguraikan contoh
sukses penerapan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang.
Bagianketujuhadalahkesimpulan.
PERANAN PEMETAAN
PARTISIPATIF BAGI
PENATAAN RUANG
Sumber daya terutama sumber
daya alam berada pada ruang
seperti yang dimaksud dalam UU
No. 24/1992 tentang Penataan
Ruang. Ruang merupakan wadah
bagi manusia untuk melakukan
kegiatan hidupnya.Kegiatan hidup
manusia (termasuk di dalamnya
kegiatan pembangunan) itu
memanfaatkan sumber daya alam.
Jadi dapat dikatakan bahwa
manusia hidupnya sangat
bergantungpadaruang,baiksecara
langsung maupun tidak langsung.
Pada dasarnya filosofi penataan
ruang adalah perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian
mengenai penggunaan lahan dan
aktivitas manusia yang berada di
atas lahan tersebut.
Salahsatuupayamewujudkan
penataan ruang yang partisipatif
adalah melalui kegiatan pemetaan
partisipatif. Pada dasarnya kegiatan
8. 8
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
pemetaan partisipatif ini sangat
kental dengan suasana proses
partisipasi dalam setiap tahapan
kegiatannya. Setiap warga
komunitas diberikan kesempatan
untuk membicarakan masalah
secara bersama-sama tentang
keadaan tempat mereka tinggal
dan akhirnya membuat suatu
keputusan mengenai rencana-
rencana ke depan.
Secara konsepsional, berbagai
tujuan pemetaan partisipatif
sebetulnya dapat ditinjau dari
empat sudut pandang, yaitu (1)
pemetaan partisipatif sebagai suatu
proses, (2) pemetaan partisipatif
sebagai suatu metode, (3)
pemetaan partisipatif sebagai suatu
program dan (4) pemetaan
partisipatif sebagai suatu gerakan.
Dalam konteks penataan ruang,
maka pemetaan partisipatif dapat
dipandang sebagai suatu metode
untuk peningkatan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang.
Menurut Flavelle (1999), secara
umum tahapan kegiatan pemetaan
partisipatif yang benar-benar
melibatkan peran serta masyarakat
terdiriatasbeberapatahapan,yaitu:
1) Memperkenalkanidepemetaan
kepada masyarakat
2) Membuat kesepakatan dengan
masyarakat. Pada tahap ini
dibicarakan tentang tujuan
pemetaan, siapa yang
berwenang terhadap peta yang
dihasilkan, dsb.
3) Merencanakan kegiatan
pemetaan bersama dengan
masyarakat. Pada tahap ini
dibicarakan tentang informasi
apa saja yang dipetakan, berapa
luas areal yang dipetakan,
bagaimana mengorganisir
partisipasi masyarakat, kapan
kegiatan pemetaan akan
dilaksanakan, dsb.
4) Melakukan persiapan teknis
pemetaan.
5) Melakukan pelatihan pemetaan
kepada masyarakat
6) Memetakan secara partisipatif
pengetahuan lokal. Pada tahap
ini dilakukan survey lapangan,
membuatsketsa,surveytempat-
tempat penting dengan GPS,
survey kompas untuk
pemukiman, jalan dan yang
paling penting adalah
menggambarkan pengetahuan
lokal pada peta dengan proses
yang partisipatif.
7) Membuat peta tema akhir
8) Memeriksa validasi peta
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka peranan kegiatan
pemetaanpartisipatifbagipenataan
ruang bisa diringkas sebagai
berikut :
1. Untuk memberikan gambaran
tentang pola penggunaan lahan
olehmasyarakatdisuatutempat
yang mengikuti aktivitas
perekonomian yang mereka
lakukan.
2. Untuk memberikan gambaran
a k t i v i t a s - a k t i v i t a s
perekonomianmasyarakatyang
bertempat tinggal pada suatu
tempat tertentu.
3. Untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan detil mengenai
kondisi lahan dan potensinya
yang nantinya terkait dengan
program pembangunan yang
akan dijalankan, yang tentunya
harus sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan masyarakat.
4. Untuk mengidentifikasi
rencana-rencana suatu
kelompok masyarakat yang
bertempat tinggal di tempat
tertentu mengenai
pengembangan wilayah
mereka ke depannya nanti.
PENATAAN RUANG
Wawasan dan Pengertian
Penataan ruang pada
hakikatnya meliputi perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian
ruang. Perencanaan tata ruang
mengandung arti penataan segala
sesuatu yang berada di dalam
ruang sebagai wadah
penyelenggaraan kehidupan. Di
dalam perencanaan tata ruang
tercakup proses bagaimana
mendistribusikan tindakan
manusia dan kegiatannya untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Perencanaan tata ruang dilakukan
dengan mempertimbangkan
keserasian, keselarasan dan
keseimbangan fungsi budidaya
danfungsilindung,dimensiwaktu,
teknologi dan sosial budaya. Selain
itu mempertimbangkan pula aspek
pengelolaan secara terpadu
sebagai sumber daya, fungsi dan
estetika lingkungan serta kualitas
lingkungan ruang.
Perencanaan tata ruang
menghasilkan rencana tata ruang.
Rencana tata ruang merupakan
hasil dari suatu proses yang
mengalokasikan obyek-obyek fisik
dan aktivitas, yaitu :
1. Proses mengalokasikan
aktivitas-aktivitas pada suatu
9. 9
TATA RUANG SIAPA?
kawasan sesuai dengan
hubungan fungsional tertentu,
yang akan ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya alam
dan buatan serta kondisi fisik di
wilayah tersebut.
2. Proses pengadaan atau
penyediaan fisik yang
menjawab kebutuhan akan
ruang bagi suatu aktivitas,
seperti tempat bekerja,
pemukiman, infrastruktur, dsb.
Contoh; proses pengadaan
jalan ialah faktor pendukung
bagi proses pengalokasian
aktivitas pada butir 1.
3. Proses pengadaan dan
pengalokasian tatanan ruang,
kaitan antara bagian-bagian
permukaan bumi, tempat
berbagai aktivitas dilakukan
dengan bagian atas ruang
(udara) serta ke bagian dalam
yang mengandung berbagai
sumber daya.
Pemanfaatan ruang adalah
usaha untuk memanifestasikan
rencana tata ruang ke dalam
bentuk program-program
pelaksanaan pembangunan
beserta pembiayaannya.
Pemanfaatan ruang dilakukan
secara bertahap sesuai jangka
waktu rencana tata ruang melalui
program pembangunan yang
berkaitan dengan pemanfaatan
ruang oleh pemerintah dan
masyarakat. Dalam pemanfaatan
ruang dikembangkan :
1. Pola pengelolaan tata guna
tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber
daya alam lainnya (hutan,
perkebunan, pertambangan)
sesuai dengan asas penataan
ruang yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Perangkat yang bersifat insentif
dan disinsentif dengan
menghormati hak masyarakat
sebagai warga negara.
Agar pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang,
dilakukan pengendalian melalui
pengawasan dan penertiban
pemanfaatan ruang. Dengan
adanya kegiatan pengendalian
pemanfaatan ruang, maka akan
dapat diketahui dan sekaligus
dapat dihindarkan kemungkinan
terjadinya penyimpangan fungsi
ruang yang tidak terkendali dan
tidak terarah sebagaimana yang
telahditetapkandalamrencanatata
ruang. Perangkat dalam
pengendalian pemanfaatan ruang,
terdiri dari perijinan, pengawasan
dan penertiban.
Pengendalian pemanfaatan
ruang akan berlangsung secara
efektif dan efisien bilamana telah
didahuluidenganperencanaantata
ruang yang valid dan berkualitas.
Sebaliknyarencanatataruangyang
tidak dipersiapkan dengan matang
akan membuka peluang terjadinya
penyimpangan fungsi ruang dan
pada akhirnya akan menyulitkan
tercapainya tertib ruang
sebagaimana telah ditetapkan
dalam rencana tata ruang. Kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang
akan berfungsi secara efektif dan
efisien bilamana didasarkan pada
sistem pengendalian yang
menyediakan informasi akurat
tentang adanya penyimpangan
pemanfaatan ruang.
Dalam tata ruang dikenal
istilah wilayah dan kawasan.
Adapun pengertian wilayah
adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas
dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif
dan atau aspek fungsional. Sedang
kawasan adalah wilayah dengan
fungsi utama lindung atau
budidaya serta fungsi-fungsi
khusus/tertentu.Secaradiagramatis
pembagian kawasan dapat dilihat
pada Gambar 1. Dalam
pembagiannya, ruang dibagi
menjadi beberapa bagian menurut
aspeknya:
o Berdasarkanaspekfungsiutama
Gambar 1. Diagramatis Pembagian Kawasan
Kawasan Perkotaan Kawasan Pedesaan
Kawasan
Budidaya
Kawasan
Lindung
Kawasan Tertentu
Batas Administrasi Propinsi, Kabupaten/kota
Batas Kawasan
10. 10
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
kawasan, kawasan dibagi
menjadi dua yaitu kawasan
lindungdankawasanbudidaya.
o Berdasarkanaspekfungsiutama
kawasan dan aspek kegiatan,
meliputi kawasan perkotaan,
kawasan pedesaan dan
kawasan tertentu.
o Berdasarkanadministrasi,ruang
terdiri dari ruang wilayah
nasional, propinsi dan
kabupaten/kota.
Adapun pengertian beberapa
kawasan, yaitu sebagai berikut :
o Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama
melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
o Kawasan budidaya adalah
kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya
buatan.
o Kawasan tertentu adalah
kawasanyangditetapkansecara
nasional mempunyai nilai
strategis yang penataan
ruangnya diprioritaskan.
Contohnya adalah Kawasan
Bopunjur (Bogor, Puncak,
Cianjur) di wilayah Propinsi
Jawa Barat.
o Kawasan pedesaan adalah
kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai
pemukiman, pelayanan jasa
pemerintahan dan sosial serta
kegiatan ekonomi.
Kaitan Antara Penataan
Ruang Dengan Penggunaan
Lahan
Potensi sumber daya
pembangunan yang sangat
berharga kita miliki adalah sumber
daya alam. Di setiap tempat
pelosok Indonesia banyak terdapat
sumber daya alam. Pemanfaatan
sumber daya alam dalam setiap
proses pembangunan akan selalu
berkaitan dengan penataan ruang
yang didalamnya menyangkut
penggunaan lahan yang ada.
Apakah sumber daya alam yang
adaakandigunakanuntukkegiatan
perekonomian dalam sektor
pertanian (pertanian lahan basah
dan lahan kering, perkebunan atau
kehutanan) ataukah penggunaan
lahan untuk kegiatan lainnya
seperti sektor pertambangan,
industri, bangunan dan
sebagainya. Pada prinsipnya
pemanfaatan sumber daya alam
yang ditunjukkan melalui pola
penggunaan lahan tertentu akan
selalu berhubungan dengan
aktivitas manusia. Setiap
penggunaan lahan di suatu tempat
harus direncanakan seksama
melalui penataan ruang agar
pemanfaatannya bisa terus
berkelanjutan dan mampu
mengakomodasi berbagai aktivitas
pembangunan pada lokasi yang
sesuai dengan peruntukkannya
serta meminimalkan konfllik
kepentingan.
Penataan ruang mempunyai
kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional
karena banyak aspeknya
mencakup bidang lingkungan
hidup dan pertanahan yang sangat
terkait dengan aktivitas manusia.
Sejak tahun 1992, kebijakan
penggunaan lahan (pertanahan) di
Indonesia mulai coba diatur
kembali melalui UU No. 24/1992
tentang Penataan Ruang yang
menyatakan bahwa alokasi lahan
bagi berbagai penggunaan lahan
adalah bagian dari pemanfaatan
ruang. Menurut undang-undang
tersebut, ruang adalah wadah bagi
terselenggaranya suatu kegiatan
yang dilakukan oleh manusia
untuk mencapai tingkat kehidupan
yang lebih baik dengan
memperhatikan aspek daya
dukung wilayahnya.
Di dalam penataan ruang,
berbagai sumber daya alam
(agraria) ditata sebagai satu
kesatuan sistem lingkungan hidup
yang memperhatikan
keseimbangan antara satu bentuk
pemanfaatan terhadap bentuk
pemanfaatan yang lain. Dalam
konteks penataan ruang, maka
manajemen lahan (pertanahan)
memiliki kedudukan yang penting
karena hampir setiap kegiatan
pembangunan diselenggarakan
dalam areal lahan tertentu.
Selanjutnya dengan
mempertimbangkan bahwa
kebutuhan akan tanah terus
meningkat, sementara
ketersediaannya semakin lama
justru semakin berkurang, maka
penerapan mekanisme pengaturan
pemanfaatan tanah melalui
instrumen penataan ruang ini perlu
11. 11
TATA RUANG SIAPA?
ditingkatkan kualitasnya, baik
secara teori ataupun praktek.
Karakteristik Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten
Pada bagian pembahasan ini akan
diuraikan contoh dari produk
penataan ruang yaitu rencana tata
ruang wilayah kabupaten.
Kedalaman RTRW kabupaten
adalah penjabaran dari RTRW
propinsi. RTRW kabupaten sendiri
masih perlu ditindaklanjuti dengan
penyusunan rencana rinci tata
ruang yang meliputi rencana detil
tata ruang (RDTR) suatu kawasan,
rencana teknik ruang (RTR) dan
rencana umum tata ruang
kecamatan (RUTR-K).
Dalam penyusunan RTRW
kabupaten, ada kawasan yang
sudah ditetapkan penggunaannya
di dalam RTRW nasional dan
RTRW propinsi. Dalam hal ini
RTRW kabupaten harus
mempedomani dan menjabar-
kannya dalam bentuk strategi
pengelolaannya. Kabupaten masih
memiliki kewenangan menen-
tukan penggunaan lahan untuk
lokasiyangtidakdiatursecarategas
dan rinci dalam RTRW nasional
dan RTRW propinsi. Sebagai
gambaran, berikut ini akan
diuraikan karakteristik dari RTRW
Kabupaten yang pada dasarnya
dapat dirinci berdasarkan substansi
atau lingkup dari rencana yang
disusun, kandungan isi, sifat,
manfaat dan penggunaan dari
rencana tersebut nantinya.
Substansi/Lingkup Rencana
• Tujuan dari penataan ruang
• Penjabaran struktur dan pola
ruang propinsi ke dalam : 1)
struktur dan pola pemanfaatan
ruang daerah kabupaten/kota,
2) rencana umum tata ruang, 3)
pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota
Isi
• Rencana pengelolaan kawasan
tertentu, lindung, budidaya,
pedesaan dan perkotaan.
• Rencana sistem kegiatan
pembangunan dan sistem
pemukiman pedesaan dan
perkotaan.
• Rencana sistem sarana dan
prasarana.
• Rencana penatagunaan tanah,
air, udara, hutan, sumberdaya
mineral dan sumberdaya alam
lainnya.
• Pedoman pemanfaatan ruang
(sumberdaya alam) : tanah/
lahan, air, udara, mineral, dan
sumberdaya lainnya serta
indikasi program
pembangunan.
• Pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang
(sumberdaya alam) :
pengendalian penatagunaan
tanah/lahan, air, udara, hutan,
mineral dan sumberdaya alam
lainnya.
Sifat
• Dimensi waktu 10 tahun dan
ditetapkan oleh Peraturan
Daerah (perda).
• Memberikan gambaran
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota bagi kegiatan
perlindungan budidaya dan
pengembangan infrastruktur
pendukung yang telah
memperhatikan sistem
pengembangan kegiatan.
• Acuan lokasi yang
dimaksudkan menjamin
adanya optimasi sinergi dan
eksternalitas antar kegiatan
produksi dan perlindungan
lingkungan dan efisiensi
infrastruktur (rencana ini
digunakansebagaidasarprinsip
investasi).
Manfaat
• Mewujudkan optimasi sinergi
dan eksternalitas kegiatan
budidaya, perlindungan
lingkungan dan pemukiman
serta efisiensi infrastruktur
pendukung.
Penggunaan
• Sebagai pedoman untuk
pemanfaatan ruang daerah
kabupaten/kota untuk
pengembangan kegiatan
budidaya, pemukiman dan
pengembangan infrastruktur.
• Sebagai dasar untuk menyusun
program pembangunan di
daerah kabupaten/kota.
• Sebagai dasar untuk pemberian
izin prinsip, dengan asumsi
bahwa lokasi akan menjadi
optimasi sinergi dan minimasi
eksternalitas antar kegiatan
yang memanfaatkan ruang dan
efisiensi infrastruktur
pendukung. Izin prinsip akan
12. 12
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
digunakan investor untuk
membuat rencana detail/site
plan yang kemudian menjadi
dasar pemberian izin
bangunan.
• Pedoman untuk penyusunan
rencanarinci,baikrencanarinci
kawasan perkotaan, pedesaan
atau tertentu.
Instansi Pelaksana
Adapun instansi pelaksana
penataan ruang di tingkat
kabupaten (lihat tabel 1) :
1. Bappeda Kabupaten
Instansi di tingkat kabupaten
yang bertugas
mengkoordinasikan penyiapan
RTRW Kabupaten/Kota dan
pengendali struktur tata ruang
wilayah Kabupaten/Kota.
2. Dinas Teknis Kabupaten
Instansi di tingkat kabupaten
yang bertugas menangani
pekerjaan teknis keruangan
secararincibaikbaikpenyiapan
rencana rinci tata ruang
maupun pengendali
peruntukkan dan penggunaan
lahan.
Peran Serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang
Dalam UU No. 24/1992
sangat ditekankan pentingnya
individu dalam penataan ruang
dengan mengedepankan aspek
hak dan kewajiban individu. UU
ini menjamin bahwa setiap orang
berhak menikmati dan
memperoleh manfaat ruang,
mengetahuirencanatataruangdan
berperan serta dalam penataan
ruang. Setiap orang juga berhak
mendapat penggantian yang layak
jika pelaksanaan pembangunan
yang sesuai dengan rencana tata
ruang menyebabkan ia harus
pindah tempat. Namun di samping
memiliki hak-hak tadi, masyarakat
juga mempunyai kewajiban yaitu
wajib berperan serta dalam
memelihara kualitas ruang dan
mentaati rencana tata ruang yang
telah ditetapkan.
Sementara itu pengertian
peran serta masyarakat menurut PP
No. 69/1996 (lihat Bab I Pasal 1
butir 11) adalah berbagai kegiatan
masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di
tengahmasyarakat,untukberminat
dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Masyarakat dalam pengertian ini
adalah orang seorang, kelompok
orang, termasuk masyarakat
hukum adat atau badan hukum.
Pengertian penyelenggaraan
penataanruangdiIndonesiaberarti
melakukan perencanaan tata
ruang, memanfaatkan ruang dan
mengendalikan pemanfaatan
ruang. Oleh karena itu di dalam
konsepsinya, peran serta
masyarakat diterapkan di semua
tahapan tersebut, sehingga secara
konseptualperencanawilayahkota
(penata ruang) bekerja bersama-
sama dengan masyarakat di
sepanjang tugasnya, walaupun di
dalam perencanaan versi PP ini
masyarakat tidak lebih dari sekedar
dimintai konsultasi saja (lihat anak
tangga partisipasi Arnstein).
Instansi Kabupaten
Bappeda
Dinas Teknis
Tanggung Jawab Teknis Keruangan
Mengkoordinasikan penyiapan Rencana
Pola dan Struktur Tata Ruang
Mengendalikan struktur tata ruang
Menyiapkan rencana rinci tata ruang
Mengendalikan blok peruntukkan,
tapak kawasan dan penggunaan
bangunan
Produk
RTRW Kabupaten/Kota
Izin prinsip
- Rencana Detil Tata Ruang
- Rencana Teknik Ruang
- Izin Site Plan
- IMB
No.
1
2
Tabel 1. Pengaturan Tanggung Jawab Teknis Keruangan
13. 13
TATA RUANG SIAPA?
Hak setiap orang dalam
penataan ruang dapat diwujudkan
dalam bentuk bahwa setiap orang
dapat melakukan usul,
memberikan saran atau
mengajukan keberatan kepada
pemerintah dalam rangka
penataan ruang. Hak atas ruang
yang dimiliki setiap orang ini
adalah hak-hak yang diberikan atas
pemanfaatan ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara. Ada pun
kewajiban dalam memelihara
kualitas ruang merupakan
pencerminan rasa tanggung jawab
sosial setiap orang terhadap
pemanfaatan ruang. Pengertian
memelihara kualitas ruang
mencakup pula memelihara
kualitas tata ruang yang
direncanakan. Pelaksanaan
kewajiban mentaati rencana tata
ruang dilakukan sesuai
kemampuan tiap orang.
Penataan ruang dilakukan
secaraterbuka.Artinyasetiappihak
dapat memperoleh keterangan
mengenai produk perencanaan
tata ruang serta proses yang
ditempuh dalam penataan ruang,
Dengan demikian jelas perlu ada
keterbukaan (transparansi) tentang
rencana tata ruang, sehingga setiap
orang memahaminya, terutama
dalamkaitandengankemungkinan
lahannya (daerahnya) akan terkena
pelaksanaan rencana tata ruang
tersebut. Praktek spekulan lahan
yang memanfaatkan ketidaktahuan
masyarakat mengenai rencana tata
ruang yang berdampak terhadap
“direnggutnya” lahan milik
masyarakattentunyadapatdicegah
sejak awal.
Implikasi Penerapan Peran
Serta Masyarakat Terhadap
Teknis Penataan Ruang
Jika visi ke depan disepakati
bahwaperansertamasyarakatakan
semakin besar dalam
pembangunan, maka sudah
sewajarnya mereka memperoleh
porsi yang cukup dalam ikut
menentukan tata ruang yang dituju
bersama di masa mendatang.
Dengan makin disadarinya
pergeseran peran pemerintah dari
provider menjadi enabler, maka
satu-satunya hal yang tetap harus
menjadi perhatian utama
pemerintah adalah menjaga agar
kepentingan masyarakat umum
masih tetap dipakai sebagai tolak
ukur bersama.
Seperti telah diuraikan pada
bagian II.1, penataan ruang dibagi
menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu
tahap merencana tata ruang,
memanfaatkan ruang dan
mengendalikan pemanfaatan
ruang. Implikasi teknis yang
muncul dari pengakomodasian
kegiatan peran serta masyarakat
tentusajabakalditemuipadasetiap
ketiga tahapan tersebut. Tabel 2 di
bawah ini menunjukkan
kemungkinan potensi kontribusi
peran serta masyarakat di dalam
proses penataan ruang.
Melihatdaripotensikontribusi
di atas, maka implikasi teknis
terhadap perencanaan tata ruang
adalah sangat besar, terutama
dalam skala ruang yang lebih kecil
(RTRW Kawasan dan Kecamatan).
Misalkan, jika proses merencana
tata ruang dimulai dari perumusan
tujuan, pengumpulan dan analisis
data, pendefinisian alternatif
kebijaksanaan, evaluasi alternatif
kebijaksanaan dan penentuan
kebijaksanaan, maka harus
diciptakan suatu wadah (forum,
kelompok kerja atau sebagainya)
di mana masyarakat secara
langsung dapat melibatkan diri dan
berperan serta aktif dalam tahapan-
tahapan tersebut.
Di dalam penyusunan tata
ruang yang menyangkut
kepentingan banyak orang,
idealnya melibatkan seluruh
komponen masyarakat. Namun
dalam prakteknya hal tersebut sulit
diwujudkan karena masyarakat
hanya diwakili oleh orang-orang
yang dikategorikan sebagai tokoh
masyarakat. Kalau dipikir secara
realistis, perencanaan yang
melibatkan masyarakat luas hanya
mungkin terlaksana untuk wilayah
yang kecil, misalnya lingkungan
desa/kelurahan dan kecamatan.
Untuk wilayah yang lebih luas,
misalnya tingkat kabupaten atau
kota, peran serta masyarakat hanya
mungkin terlaksana dengan cara
mengundang tokoh-tokoh
masyarakat yang berada di wilayah
tersebut. Seringkali tokoh
masyarakat hanya dilibatkan pada
diskusi awal untuk memberikan
masukan dan pada diskusi
rancangan akhir untuk melihat
apakah aspirasi masyarakat sudah
tertampung atau belum.
Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka ada beberapa
pertanyaan harus dijawab :
• Siapa (pihak di masyarakat)
yang harus dilibatkan dan
berperan serta aktif ?
• Kapan mereka harus mulai
terlibat ?
14. 14
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
• Bagaimana bentuk pelaksanaan
peran serta masyarakat
tersebut?
Pertanyaan pertama adalah
untuk membedakan atau memberi
penekanan kepada kelompok
sasaran di masyarakat yang paling
perluuntukdilibatkan.Haliniakan
sangatmenentukanbagaimanakita
menjawab pertanyaan kedua dan
terutama pertanyaan ketiga.
Namun demikian peluang
keterlibatan masyarakat secara
umum harus tetap dibuka selebar-
lebarnya. Perlu diingat juga bahwa
ke depannya perlu ada
pembatasan hal-hal mana serta
kegiatan-kegiatanmanayangdapat
dipartisipasikan dan tidak dapat
karenamerupakanhakotoritasdari
pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
Peluang keterlibatan
masyarakatdalamperencanaaTata
Ruang secara umum harus tetap
dibuka selebar-lebarnya. Akan
tetapi perlu diingat juga bahwa ke
depannya perlu ada pembatasan
padahal-halapasajasertakegiatan-
kegiatan apa saja masyarakat dapat
berpartisipasi, serta hal-hal apa saja
yang tidak dapat diganggu gugat
karenamerupakanhakotoritasdari
pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
PROSES PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
Jika diorientasikan pada
produk, maka setidaknya terdapat
tiga tahapan penyusunan rencana1
tata ruang yang dilalui, yaitu :
1. penyusunan buku Laporan
Pendahuluan
2. penyusunan buku Kompilasi
Data
3. penyusunan buku Analisis
4. penyusunan buku Rencana
Buku Laporan Pendahuluan,
pada pokoknya berisikan tafsiran
rinci yang disusun pihak Pelaksana
Pekerjaan (umumnya konsultan)
terhadap TOR (Term of Reference)
yang dikeluarkan pihak Pemberi
Pekerjaan (umumnya Bappeda
atau Dinas Teknis terkait). Dalam
kasus pekerjaan penyusunan
rencana tata ruang kecamatan,
maka pihak pemberi pekerjaan
adalah Bappeda Kabupaten
(umumnya di setiap daerah
menjadi tanggung jawab Kepala
Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Peninjauan kembali
rencana
Proses teknis merencana
Penetapan rencana
Pengesahan rencana
Penyuluhan dan
pemasyarakatan rencana
Penyusunan Program
Penyusunan peraturan
pelaksanaan rencana dan
perangkat insentif dan
disinsentif
Penyusunan dan
pengusulan program dan
proyek
Pelaksanaan program dan
proyek
Perizinan rencana
pembangunan
Pengawasan
Penertiban
Nasional
Y
X
X
X
Y
X
Y
Y
X
X
X
Y
Propinsi
Y
Y
X
Y
Y
Y
+
+
X
Y
X
Y
Kabupaten/
Kota
Y
Y
X
Y
X
X
Y
+
Y
+
X
+
Kawasan
+
+
Y
Y
X
X
Y
+
Y
Y
Y
Y
Tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kegiatan
Tahapan
Penataan Ruang
Tabel 2. Kemungkinan Potensi Kontribusi Peran Serta Masyarakat Di Dalam Proses Penataan Ruang
Keterangan : Y = sedang, += tinggi, X = rendah
15. 15
TATA RUANG SIAPA?
Bidang Fisik, Prasarana dan Tata
Ruang).
Jika dikaitkan dengan
perwujudan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang,
maka substansi terpenting dalam
bukuLaporanPendahuluanadalah
menyangkut metode-metode dan
pendekatan yang akan digunakan
dalam proses penyusunan rencana
tata ruang. Bilamana di dalam TOR
dinyatakan bahwa proses
penyusunan tata ruang
mensyaratkan adanya partisipasi
masyarakat, maka seyogyanya
pihak konsultan atau pemerintah
harus bisa memberikan penjelasan
secara rinci yang dapat dipahami
bersama tentang hal tersebut.
Penjelasan rinci diperlukan
mengingat adanya keterbatasan
dan kesenjangan kapasitas skill
para pihak yang terlibat langsung
atau tidak langsung dalam proses
penyusunan tata ruang.
Dalam penyusunan buku
Kompilasi Data, sepertinya
keterlibatan masyarakat bisa lebih
banyak. Dalam buku ini disajikan
data-data tentang objek rencana
suatu wilayah yang harus lengkap.
Data-data yang ada sebaiknya
terdiri atas data-data kuantitatif
yang berasal dari instansi
pemerintah dan data-data kualitatif
yang berasal dari masyarakat.
Selama ini seringkali produk
RTRW yang dihasilkan sangat
miskin akan data kualitatif yang
biasanya memuat informasi
tentang kondisi nyata kehidupan
masyarakat dan keadaan suatu
daerah yang menjadi subjek dan
objek perencanaan.
Dalam penyusunan buku
Analisis, agak sulit bagi masyarakat
untuk ikut terlibat secara aktif dan
penuh. Dengan adanya
persetujuan dari masyarakat, ada
baiknya pada tahapan ini yang
banyak berperan adalah pihak
konsultan. Alasannya adalah pada
tahap analisis ini diperlukan
kapasitas skill dengan
menggunakan metode akademis
tertentu untuk menganalisis data-
data yang ada, seperti analisis
ekonomi, analisis kependudukan,
analisis penggunaan lahan, analisis
sosial kemasyarakatan dan
sebagainya.Namuntidakmenutup
kemungkinan bisa saja melibatkan
masyarakat sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing
asalkan masukannya bersifat logis.
Contohnya melibatkan tokoh
masyarakat atau tetua kampung
untuk melakukan analisis sosial
kemasyarakatan di daerahnya.
Pada tahap penyusunan buku
Rencana, idealnya masyarakat
mendapatkan kembali porsi yang
memadai karena pada tahap ini
dilakukan perumusan rencana.
Dasar dari perumusan rencana ini
adalah hasil analisis. Namun hasil
analisis ini mungkin saja meleset
atau kurang tepat sehingga perlu
mendapatkan masukan atau
menampung usul, saran atau
keberatan dari pihak-pihak terkait
yang berkepentingan, termasuk
masyarakat yang bertempat tinggal
di lingkungan obyek wilayah
perencanaan.Olehkarenaitupada
tahap perumusan rencana ini
penting sekali menggelar berbagai
pertemuan dengan pihak-pihak
terkait tersebut untuk membahas
usulan rumusan rencana
berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan. Pertemuan-
pertemuan tersebut bisa berbentuk
forum, diskusi atau sebagainya,
tergantung dari tujuan dan hasil
yang ingin diperoleh.
KEMUNGKINAN
PENERAPAN KEGIATAN
PEMETAAN
PARTISIPATIF DALAM
PROSES PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
TINGKAT KECAMATAN
Pada bahasan berikut ini hanya
akan difokuskan pada implikasi
teknis peran serta masyarakat
dalam tahap merencana tata ruang
sajayangmenyangkutpenyusunan
buku Kompilasi Data. Pembatasan
bahasan ini bukan berarti
meremehkanpelibatanmasyarakat
dalam penyusunan buku Analisa
dan Rencana, melainkan karena
adanya pertimbangan melihat
secara realistis kemungkinan
penerapannya di lapangan.
Pada dasarnya proses
penyusunan rencana tata ruang
untuk obyek apa pun tidak ada
bedanya, misalnya antara
penyusunan rencana tata ruang
kecamatan, kabupaten, kota,
kawasan tertentu dan seterusnya.
Hanya saja dalam bahasan ini
dipilih kasus skala ruang
kecamatankarenalingkupnyaagak
cocok dengan cakupan kegiatan
pemetaan partisipatif yang
biasanya meliputi wilayah
beberapa desa. Dengan demikian
diharapkan dapat lebih
memudahkan untuk membahas
siasat penerapannya dalam proses
penyusunan tata ruang.
16. 16
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Penataan ruang untuk wilayah
tingkat kecamatan sebenarnya
sudah dapat dilaksanakan (namun
masih jarang), biasanya disebut
Rencana Umum Tata Ruang
Kecamatan (RUTR-K). Pihak yang
berwenangdalampenyusunantata
ruang ini adalah instansi
pemerintahan kabupaten, bukan
aparat pemerintah dari kecamatan
yang bersangkutan. Aparat
kecamatan hanya sebagai pemberi
data dan memberikan pendapat
pada saat rencana itu didiskusikan.
RUTR-K sebetulnya sudah cukup
spasial dan setelah mendapat
persetujuan DPRD Kabupaten dan
di-Perda-kan oleh Pemkab, maka
dapat digunakan dalam penentuan
pemberian izin penggunaan lahan
(lokasi) bagi para investor yang
bergerak di berbagai bidang usaha
(kehutanan, perkebunan,
pertambangan dan sebagainya).
Buku Kompilasi Data
umumnya terdiri dari data
sekunder dan primer, baik yang
bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Selama ini pihak perencana
wilayah dan kota selalu
mengandalkan pada data
sekunder. Hal ini dikarenakan
dengan alasan bahwa perolehan
data sekunder lebih praktis karena
mudah didapatkan di instansi-
instansi pemerintahan dan tidak
mengeluarkan energi, biaya dan
waktu yang banyak. Namun perlu
disadari bahwa data-data sekunder
seringkali mempunyai banyak
kelemahan, yang satu diantaranya
yaitu tidak terdapat kedalaman
informasi karena datanya berupa
deretan angka-angka saja
(kuantitatif). Kelemahan ini bisa
ditutupi oleh data primer. Kalau
para perencana wilayah dan kota
menginginkan informasi yang
mendalam tentang kondisi suatu
wilayah beserta aktivitas
masyarakatnya, maka diwajibkan
harus mendapatkan data-data
primer yang bersifat kualitatif.
Dalam konteks penyusunan
buku Kompilasi Data tersebut,
makadata-dataprimeryangbersifat
kualitatif bisa didapatkan melalui
kegiatan pemetaaan partisipatif.
JikahendakdisusunRUTR-K,maka
data-data yang dibutuhkan
mempunyai ruang lingkup atas
beberapa desa di kecamatan
tersebut. Singkatnya data yang
dibutuhkan akan menghasilkan 2
(dua) produk utama, yaitu produk
peta tiap desa dengan berbagai
tema dan hasil wawancara dengan
masyarakat berupa aspirasi,
persepsi dan preferensi tentang
perencanaan tata ruang.
Untuk menghasilkan peta tiap
desa dengan berbagai tema, perlu
dihitung alokasi waktu, tenaga dan
biaya yang dibutuhkan. Lama
kegiatan pemetaan partisipatif itu
sangat ditentukan oleh luas
wilayah yang akan dipetakan,
teknik pemetaan dan berapa
banyak informasi tematik rinci
yang diperlukan. Setiap wilayah
desa dalam suatu kecamatan pasti
mempunyai karakteristik tersendiri
yang harus disesuaikan dengan
penyediaan alokasi waktu, tenaga
dan biaya dalam melakukan
kegiatan pemetaan partisipatif.
Tampaknya perlu ada eksperimen
khusus dalam pembuatan peta-
peta tematik tiap desa pada suatu
kecamatan. Eksperimen khusus
tersebut merupakan ajang
pembelajaran bagi semua pihak
yang terlibat.
Berkenaan dengan waktu,
tenaga dan biaya yang dibutuhkan
tersebut, biasanya pihak instansi
pemberi pekerjaan dan konsultan
pelaksana pekerjaan akan selalu
berpegang pada prinsip “waktu
kerja yang singkat, biaya yang
murah dan tenaga yang efektif dan
efisien.” Tantangan buat
masyarakat adalah bagaimana
mengorganisir dirinya agar bisa
mencapai mufakat dengan pihak
instansi dan konsultan terkait
dengan kecocokkan cara kerja di
antara mereka. Namun
sesungguhnya yang lebih penting
lagi adalah bagaimana masyarakat
(tentunya dibantu oleh LSM) bisa
membuat peta-peta tematik tiap
desa yang cukup meyakinkan
sehingga peta-peta tersebut bisa
diterima oleh pihak konsultan dan
instansi pemerintahan daerah.
Sementara itu data-data yang
menyangkut hasil wawancara
dengan masyarakat berupa
aspirasi, persepsi dan preferensi
yang menyangkut perencanaan
tata ruang sebenarnya sudah
termasuk dalam tahapan kegiatan
pemetaan partisipatif itu sendiri.
Data-data tersebut bisa didapatkan
pada tahapan memetakan secara
partisipatif pengetahuan lokal.
Namun untuk kebutuhan
perencanaan tata ruang, tidak saja
pengetahuan lokal yang digali
melainkandata-datalainnyaseperti
data kependudukan, aktivitas
ekonomi, penggunaan lahan dan
sebagainya. Sebagai contoh dalam
pengumpulandatakependudukan,
lazimnya data kependudukan itu
diperoleh secara sekunder ke
instansi terkait. Namun bisa saja
17. 17
TATA RUANG SIAPA?
data tersebut didapatkan secara
primer untuk mengetahui
keakuratannya. Jadi data-data
kependudukan seperti
ketenagakerjaan, pendidikan,
kelompok usia, kelamin dan
seterusnya bisa didapatkan dengan
cara sensus langsung ke
masyarakat pada saat survey
lapangan pemetaan dilakukan.
Selanjutnya untuk
menghimpun informasi yang
berupa aspirasi, persepsi dan
preferensi masyarakat (dikaitkan
dengan UU Penataan Ruang,
bahwa setiap orang berhak
mengajukan usulan, memberi sa-
ran dan keberatan), dapat
dilakukan dengan cara diskusi-
diskusi kelompok pada setiap
komunitaskampungdisetiapdesa.
Dengan cara seperti itu, niscaya
kelengkapan data dan tingkat
keakuratan data lebih dapat
dipertanggungjawabkan dalam
proses penyusunan rencana tata
ruang.Namuncarainimempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Kelebihannya adalah
jumlah peserta sedikit,
pendalaman informasi cukup
memadai, cenderung terarah dan
fokus serta inklusif dari komunitas
yang lebih luas. Kekurangannya
adalah memerlukan waktu yang
panjang dan biaya yang tidak
sedikit.
Pada tingkat kecamatan bisa
diadakan pertemuan kecamatan
atau forum kecamatan dengan
tujuan yang hampir sama seperti
diskusi kelompok komunitas
tingkat desa. Namun
penyelenggaraannyaperluhati-hati
karena jumlah peserta yang
banyak, akan sulit untuk
mengarahkan pada isu-isu tertentu
saja, cenderung mengesam-
pingkan sektor-sektor tertentu dari
komunitas, serta artikulasi
perorangan dan kelompok-
kelompok yang berkepentingan
mungkin sangat dominan.
Mungkin lebih realistis untuk
membatasi jumlah peserta dengan
hanya memperkenankan utusan-
utusan desa terpilih yang hadir
dalam pertemuan itu.
CONTOH SUKSES
PENERAPAN PERAN
SERTA MASYARAKAT
DALAM PENATAAN
RUANG
Pembahasan pada bagian ini
menceritakan sukses keberhasilan
penerapan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang. Cerita
sukses ini mungkin bisa
menginspirasi bagi kegiatan
pemetaan partisipatif untuk
mengujicobakan metode
kegiatannya dalam proses
penyusunan rencana tata ruang.
Cerita sukses ini tidak cukup detil
penjelasannya, namun
substansinya sangat relevan
dengan upaya penerapan kegiatan
pemetaan partisipatif dalam proses
penyusunanrencanantataruangdi
tingkat kecamatan.
Contoh sukes keberhasilan
penerapan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang bisa
ditemukan di Kabupaten Klaten di
Propinsi Jawa Tengah (lihat
Soewarno 1996, dalam Jamal
1999). Masyarakat desa melalui
Lembaga Ketahanan Masyarakat
Desa(LKMD)bekerjasamadengan
konsultan yang bekerja pada
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kabupaten Klaten berhasil
menyusun Pola Tata Ruang Desa
(PRTD) skala 1:5000 yang berisi
arahan penggunaan lahan bagi
pemukiman, pertanian, industri
dan jasa. PTRD ditetapkan
masyarakat dan disahkan oleh
Bupati Klaten, sehingga adanya
perubahan PTRD harus seizin
bupati. Keberadaan PTRD ternyata
sangat berfungsi efektif dalam
mengendalikan alih fungsi lahan
pertanian. Jika sebelum ada PTRD
pada tahun 1988, tingkat konversi
lahan pertanian mencapai 350
hektar, maka pada tahun 1993
tingkat konversi menurun jadi 14
hektar. PTRD memungkinkan
masyarakat di tingkat desa
mengontrol perizinan alih fungsi
lahan pertanian.
Keterlibatanmasyarakatdalam
proses perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian ruang akan
menghasilkan penggunaan lahan
yang lebih efektif sehingga upaya
mencapai produktivitas lahan
secara optimum dan lestari dapat
terpenuhi. Pengalaman Kabupaten
Klaten menunjukkan salah satu
keberhasilan mekanisme peran
serta masyarakat yang terlibat
secara kritis dalam mengendalikan
penggunaan lahan. Mekanisme
peran serta masyarakat melalui
perwakilan tiap desa diasumsikan
akan mampu menjangkau secara
fisik atau administratif setiap
tahapan proses penataan ruang.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah
peran serta masyarakat dalam
penataan ruang harus dibarengi
dengan penguatan mekanisme
kelembagaan lokal masyarakat
18. 18
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
setempat yang dapat berfungsi
efektifdalammenjalankanrencana
pemanfaatan dan pengendalian
ruang.
KESIMPULAN
Dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 24/
1992 tentang Penataan Ruang
ditegaskan, bahwa setiap orang
berhak untuk mengetahui rencana
tata ruang; berperan serta dalam
penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang.
Dengan demikian proses
perencanaan tata ruang harus
melibatkanmasyarakatsecaraaktif,
yaitu masyarakat harus berperan
sebagai subjek perencanaan dalam
setiap kegiatan yang mencakup
hampir keseluruhan proses
penyusunan rencana tata ruang.
Salah satu bentuk keterlibatan
masyarakat dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
yangpalingsederhanaadalahpada
tahap pengumpulan data, baik
data-data yang bersifat kuantitatif
dan kualitatif. Data kuantitatif yang
berupa angka-angka bisa
didapatkan dengan cara survey
lapangan berbentuk sensus. Data
kualitatif yang berupa tafsiran dari
suatu pendapat bisa didapatkan
dengan cara survey lapangan
berbentuk wawancara mendalam
danjugamelakukandiskusi-diskusi
dan pertemuan dengan
masyarakat. Data kualitatif
dibutuhkan untuk mendapatkan
aspirasi, persepsi dan preferensi
masyarakat terhadap penataan
ruang di wilayahnya. Pada
dasarnya data-data yang diperoleh
adalah untuk dapat
menggambarkan kondisi saat ini
dan mengidentifikasi persoalan
yang dihadapi suatu wilayah.
Pada tahap pengumpulan data
tersebut, bisa diujicobakan
pendekatan kegiatan pemetaan
partisipatif. Produk yang penting
dari kegiatan pemetaan partisipatif
bagi proses penyusunan rencana
tata ruang adalah adalah peta-peta
tematik setiap desa di suatu
kecamatan dan data-data dasar
setiap desa yang menyangkut
kependudukan, fisik lingkungan,
perekonomian, sosial kema-
syarakatan, penggunaan lahan dan
sebagainya. Selain itu data-data
yangmenyangkutaspirasi,persepsi
dan preferensi masyarakat tentang
perencanaan tata ruang di
daerahnya merupakan data-data
yang bisa juga didapatkan melalui
kegiatanpemetaanpartisipatifpada
setiap pertemuan-pertemuan
komunitas desa.
Dengan menerapkan peran
serta masyarakat dalam proses
penyusunan rencana tata ruang
melalui kegiatan pemetaan
partisipatif, pada gilirannya akan
mempengaruhi terhadap hasil
akhir rencana tata ruang itu sendiri.
Paling tidak, hasil akhirnya akan
lebih dapat dipertanggungjawab-
kan segi penerimaannya (accept-
ability), karena prosesnya
melibatkan secara langsung baik
masyarakat maupun pihak terkait
lainnyadiwilayahkecamatanyang
menjadi obyek perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnstein, Shirley. A Ladder of Citizen
Participation, dalam The Journal of
The American Institute of Planners,
Vol. 35, No. 4, July 1969
Friedmann, J. Planning in The Public
Domain: From Knowledge to Ac-
tion, Princeton, Princeton Univer-
sity Press, USA, 1987.
Flavelle, Alex. Panduan Pemetaan
Berbasis Masyarakat (terjemahan).
Jaringan Kerja Pemetaan
Partisipatif (JKPP), Bogor, 2001.
Harman, Beny dkk. (eds). Pluralisme
Hukum Pertanahan dan
Kumpulan Kasus Pertanahan.
Yayasan Lembaga Bantuan
HukumIndonesia(YLBHI),Jakarta,
1996.
Jamal, E. Analisis Ekonomi dan
Kelembagaan Alih Fungsi Lahan
Sawah ke Penggunaan Non-
Pertanian di Kabupaten
Karawang. Tesis Magister
Perencanaan Wilayah dan Desa
Program Pascasarjana IPB Bogor,
1999.
Topatimasang, Roem. Pemetaan
Sebagai Alat Pengorganisasian
Masyarakat: Sejarah dan Politik
Sengketa Sumberdaya Alam dan
Hak-Hak Kawasan Masyarakat
Adat di Maluku, dalam Pengakuan
Hak Atas Sumberdaya Alam karya
Ton Dietz, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1998.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban, serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan
Ruang.
19. 19
TATA RUANG SIAPA?
AKHIR-akhir ini Private Sector terutama untuk industri Kehutanan
mengalami tekanan yang cukup kuat dari pasar terutama pasar
Internasional. Cukup banyak konsumen internasional yang mulai
mempertanyakan kinerja produsennya terutama dalam kaitannya dengan
aspek lingkungan dan HAM. Kuatnya kampanye internasional yang
menyoalkan kebijakan perusahaan industri skala besar dalam hal
pencemaran lingkungan dan HAM menyebabkan terjadi keputusan
boikotolehbeberapakonsumenterutamadiJepangdanEropa. Buruknya
kinerja dalam pengelolaan lingkungan dan kemanusiaan menyebabkan
konflik antara masyarakat dan perusahaan semakin meruncing hampir
di seluruh areal konsesi. Tidak ada jaminan terhadap keamanan berusaha
baik itu masyarakat ataupun perusahaan, masyarakat menjadi semakin
terusik hak hidup dan wilayah kelolanya serta mahalnya ongkos sosial
yang harus dibayar atas berbagai penyelesaian kasus tersebut. Membuat
persoalan ini perlu mendapatkan jalan keluar.
Mengamati fenomena tersebut, Multistakeholder Forestry Program
(MFP) yang menjadi salah satu program kerjasama multipihak antara
departemen Kehutanan Republik Indonesia dan pemerintah Inggris
(DFID) merespon inisiatif ini dengan membuka ruang untuk
mendiskusikan bagaimana konflik ruang tersebut dapat dicarikan jalan
keluar melalui Pemetaan Partisipatif. MFP merasa bahwa Pemetaan
Partisipatif dapat digunakan sebagai salah satu alat Resolusi Konflik.
Diskusi menggulirkan ide untuk menjajaki kemungkinan Kolaborasi dan
membangun pemahaman bersama ini dikomunikasikan kepada Riau
Andalan Pulp & Paper (RAPP) dan Sekretariat Nasional JKPP di Bogor.
JKPPyangsecarastrategishendakmenempatkandirisebagaiJaringan
Kerjayangresponsifterhadappersoalan-persoalankeruangandanmampu
memfasilitasi “shared learning” untuk komunikasi ruang dengan berbagai
pihak dengan merespon inisiatif kolaborasi ini. Untuk merespon
permintaan tersebut, Sekretariat Nasional JKPP merasa perlu untuk
mendiskusikan substansinya lebih lanjut kepada anggota JKPP baik
melalui milis anggota via jaringan internet maupun berdiskusi secara
langsung, terutama dengan anggota jaringan yang berasal dari Riau.
INISIATIF KOLABORASI UNTUK RESOLUSI KONFLIK RUANG;
PELAJARAN DARI
PENGALAMAN “RENCANA
KERJASAMA RAPP DAN JKPP”
Pada dasarnya,
wacana pemetaan
partisipatif sebagai
media komunikasi
untuk persoalan
ruang mulai bergulir
di antara private sec-
tor terutama industri-
industri kehutanan
Oleh : ITA NATALIA DAN DEVI ANGGRAINI
20. 20
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Atas inisiatif ini, pada bulan
Desember 2004, SekNas bertemu
dengan beberapa organisasi non
pemerintah (ornop) di Riau
bertempat di kantor Yayasan
Hakiki. Hadir dalam pertemuan
tersebut adalah Yayasan Hakiki/
Fasilitator Regional, Kaliptra,
WALHI Riau, WWF Riau,
JIKALAHARI dan Aliansi
Masyarakat Adat Riau (AMAR).
Pertemuan ini merekomenda-
sikan beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi oleh RAPP yaitu;
1. RAPP harus mampu
menjelaskan apa tujuan dari
resolusi konflik tersebut
2. RAPP harus menjelaskan Proto-
col/SOP konflik dan;
3. Setuju bahwa RAPP tidak
memiliki Otoritas terhadap
keputusan-keputusan strategis
mengenai proses dan hasil PP
Hasil diskusi ini akan dibawa
dalam pertemuan pertama para
pihak di Jakarta pada tanggal 5-6
Januari 2005.
Sebagai informasi, pada saat
yang bersamaan RAPP juga
memfasilitasi Training Resolusi
konflik untuk staff sebagai upaya
lain memperbaiki kinerja
perusahaannya. Training tersebut
difasilitasi oleh LATIN. Pada
kesempatan training resolusi
konflik Sekretariat Nasional JKPP
diundang sebagai salah satu
narasumber yang diminta untuk
mempersentasikan tentang
pemetaan partisipatif.
Menyanggupi inisiatif untuk
membuat sesi diskusi yang
terfokus, Sekretariat Nasional
kemudianmembantuupaya-upaya
komunikasi berbagai pihak untuk
pertemuan multipihak tersebut,
yang sedianya akan dilaksanakan
pada tanggal 5-6 Januari 2005 di
kantor WWF Jakarta.
Sampai dengan tenggat waktu
yang disepakati antara JKPP dan
MFP yaitu tanggal 22 Desember
2004, RAPP tidak memberikan
respon positif terhadap inisiatif
pertemuan tersebut, kemudian
kami mendapat informasi melalui
email dari RAPP (Mr. Munoz)
bahwa pada akhirnya RAPP
memutuskan lebih mempriori-
taskan pada peningkatan kapasitas
staff untuk resolusi konflik dan
belum menggunakan Pemetaan
Partisipatif sebagai alat
penyelesaian persoalan persoalan
keruangan, maka pertemuan itu
diputuskan dibatalkan oleh JKPP
Seknas.
Pada saat yang hampir
bersamaan inisiatif untuk
memahami pemetaan partisipatif
jugadatangdariAPP(AsiaPulpand
Paper) yang membawahi Indah
Kiat Pulp Paper. Mr. John Casey
sebagai perwakilan dari APP
melakukanupayayangsamauntuk
membangun komunikasi yang
lebih baik dengan LSM dan
masyarakat. JKPP menjadi pihak
yang di minta untuk memfasilitasi
Shared learning Pemetaan
Partisipatif kepada APP. Secara
prinsip JKPP kembali menjelaskan
tentang apa itu pemetaan
partisipatif dan prinsip-prinsip
kerjanya. Hingga saat ini belum
ada tindak lanjut dari komunikasi
dengan APP.
Pelajaran yang dapat kita
peroleh dari inisiatif-inisiatif ini
adalah:
1. Menjadi penting bagi JKPP
menjelaskan secara terbuka
kepada para pihak tentang
prinsip-prinsip pemetaan
partisipatif
2. Pada dasarnya, wacana
pemetaan partisipatif sebagai
media komunikasi untuk
persoalan ruang mulai bergulir
diantaraprivatesectorterutama
industri-industri kehutanan.
3. Keinginan untuk memperbaiki
kinerja lingkungan dan HAM
cukup terbangun di pihak
perusahaan seperti RAPP dan
APP karena tekanan pasar
internasional, akan tetapi
keberanian mengambil resiko
atas dampak pemetaan belum
cukup kuat
4. Kekuatan kelompok utama
yaituorganisasimasyarakatadat
yang solid menjadi penentu
utama keputusan berkolaborasi
atau tidak dengan pihak
perusahaan (private sectors)
karena masyarakat adat yang
harus memegang kendali atas
proses negosiasi.
Kami menduga, keinginta-
huan tentang Pemetaan Partisipatif
akan terus berkembang di berbagai
pihak, sehingga kerja-kerja
pengorganisasian yang menyiap-
kan organisasi masyarakat yang
solid akan mampu merespon hal
ini secara positif.
21. 21
TATA RUANG SIAPA?
PEMBENTUKAN JKPP-JAWA
JARINGAN Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)-Jawa
lahir pada tahun 1999 sebagai salah satu region yang
diprakarsaipadapertemuanForumAnggota(FA)JKPP
di Lembah Nusa, Bogor. Inisiatif ini merupakan salah
satu cara “perpanjangan tangan” JKPP untuk
mempercepat terwujudnya misi yang diemban yakni
mempercepat Tegaknya Kedaulatan Rakyat atas
Ruang.
Lima tahun kepengurusan JKPP-Jawa baru saja
dilalui. Pentingnya posisi dan peran yang harus
‘dimainkan’ oleh JKPP-Jawa guna mendukung
gerakan keruangan menjadi mandat yang sampai saat
ini masih tetap dijaga. Oleh karenanya, upaya
melakukan pengembangan dan inovasi strategi pun
masih terus dilakukan.
Sebagai bahan refleksi dan evaluasi, perubahan-
perubahan harus selalu dihadapi dan dilakukan.
Pertemuan Forum Region Jawa yang diselenggarakan
pada tanggal 27-28 Nopember 2004 ini merupakan salah satu media
alternative menuju perubahan-perubahan yang terjadi. Pertemuan yang
dilangsungkan selama dua hari dan dihadiri sebanyak 14 orang peserta
(individu dan lembaga) telah membahas agenda kegiatan, struktur kerja
dan kepengurusan baru untuk periode 2004-2005.
JKPP JAWA DAN GAWEAN-NYA
Pada tanggal 27-28 Nopember 2004, bertempat di Sekretariat, JKPP
Region Jawa telah mengadakan Pertemuan Forum Region yang
melahirkan agenda kegiatan, struktur kerja dan kepengurusan baru untuk
periode 2004-2005 serta penambahan anggota JKPP Region Jawa.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 14 orang peserta, baik yang hadir
sebagai individu maupun sebagai utusan lembaga.
Terbaru dari JKPP-Jawa……..
Oleh : IMAM HANAFI
Tiap-tiap simpul
layanan telah
membuat agenda
kerja ke depan serta
bentuk-bentuk
layanan yang akan
diberikan sesuai
kapasitas dan
kemampuan masing-
masing
22. 22
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
Hasilpertemuantersebutsalah
satunya adalah penambahan
Komite Strategi dan simpul-simpul
layanan dalam struktur JKPP Jawa.
Gagasan Komite Strategi ini
dimunculkanuntukmengawalalur
gerakan pemetaan partisipatif baik
secara substansi, orientasi, teknis
dan strategi ke depan dalam
konteks gerakan advokasi dan
perencanaan ruang. Komite
Strategi merupakan instrumen
penting yang diharapkan dapat
berkontribusi dalam percepatan,
efektivitas dan pengembangan
gerakan pemetaan partisipatif dan
issue keruangan di pulau Jawa.
Sementara itu, Simpul-simpul
Layanan adalah merupakan kontak
person di tiap-tiap daerah di pulau
jawa yang berperan sebagai pusat-
pusat pengembangan dan
pelayanan teknis bagi kerja-kerja
pemetaan partisipatif sesuai
konteks lokal.
Tiap-tiap simpul layanan telah
membuat agenda kerja ke depan
serta bentuk-bentuk layanan yang
akandiberikansesuaikapasitasdan
kemampuan masing-masing.
Harapannya, selain adanya
kejelasan agenda ke depan, tiap
simpul layanan juga mempunyai
platform yang jelas terhadap
bentuk layanan yang akan
diberikan. Di samping kegiatan
yang disusun dan dikembangkan
di tingkat simpul layanan,
hubungan kerja antar simpul juga
dapat dimanfaatkan sebagai arena
belajar dan saling membantu.
Sehingga dengan demikian, semua
agenda kerja sekretariat region
JKPPJawamerupakanagendakerja
yang muncul dari tingkat simpul
layanan selain agenda tahunan
JKPP Jawa yang telah diatur di
dalam statuta lembaga. Dari hasil
Forum Region JKPP Jawa, telah
terbentuk 2 simpul layanan yang
sudah menyatakan siap untuk
berproses, yaitu simpul SAHUL
(Salak, Halimun dan Ujung Kulon)
dan simpul PRIANGAN.
Berangkat dari hasil
pertemuan JKPP Region Jawa, di
beberapa wilayah seperti
Wonosobo (diinisiasi oleh JKPM)
dan Jember (wilayah Tapal Kuda
yangdiinisiasiolehSD_Inpers)juga
sedang mempersiapkan untuk
membentuk simpul layanan
FORUM REGION
KOORDINATOR
REGION
KOMITE
STRATEGI
Simpul Layanan Simpul Layanan Simpul Layanan
FORMAT STRUKTUR KERJA PERIODE KEPENGURUSAN 2004-2005,
FA JKPP REGION JAWA
Koordinator JKPP Region Jawa :
Imam Hanafi
Komite Strategi :
1. Restu Achmaliadi
2. Abdon Nababan
3. A. Hadi Pramono
4. Boy Mochran
5. Joko Waluyo
Anggota JKPP Region Jawa:
1. Restu achmaliadi
2. Imam Hanafi
3. Indra Agustiani
4. Habibudin
5. Idham Kurniawan
6. Hilma S
7. Asikin
8. Joko Waluyo
9. Loggena Ginting
10. Abdon Nababan
11. Rozak
12. Harma
13. Bambang
14. Herdi
15. Diyan
16. Ariansyah Madjid (Mumu)
17. Fepy Ahmad S (Igho)
18. A. Hadi Pramono (Monti)
19. Ahmad Baehaqi
20. Wawan
21. YP2AS
22. Yapemas
23. Yayasan PUTER
24. LATIN
25. RMI
26. Telapak
27. Lembaga Studi Desa Untuk Petani (Sd
Inpers)
28. RACA Institute
29. Serikat Petani Pasundan (SPP)
30. Persatuan Perjuangan Rakyat Tani
Subang (PPRTS)
31. Sekretariat Bina Desa
32. JKPM
23. 23
TATA RUANG SIAPA?
pemetaan. Inisiasi simpul layanan
pemetaan ini dilakukan dalam
rangka mempercepat dan
memudahkan akses pelayanan
terhadap komunitas yang
membutuhkan peta sebagai alat
advokasi dan perencanaan ruang.
Dengan adanya simpul-simpul
layanan ini, diharapkan bagi tiap-
tiap komunitas yang ingin
melakukan proses pemetaan dapat
berkoordinasi langsung dengan
simpul-simpul terdekat asalkan
sudah ada kejelasan tentang
tujuan, manfaat dan pentingnya
pemetaan.
KEANGGOTAAN
Setiap orang dan lembaga bisa
menjadi anggota JKPP Jawa,
dengan catatan mendapat
rekomendasi dari (paling sedikit) 2
orang atau 2 lembaga anggota
JKPP. Proses rekruitmen
keanggotaan JKPP Jawa dilakukan
dalam pertemuan Forum Region
setiap 3 tahun . Secara
keanggotaan, JKPP Region Jawa
SEKRETARIAT
NASIONAL JKPP
KOMITE
STRATEGI
KONSULTASI,
KOMUNIKASI DAN
KOORDINASI
FASILITASI,
INFORMASI DAN
KOORDINASI
JKPP REGION JAWA
SIMPUL LAYANAN
PENGAJUAN JENIS
FASLITASI,
KOMUNIKASI DAN
INFORMASI
PROSES FASILITASI
AGENDA PP
{
{
masih terdiri dari individu dan
lembaga. Sampai pada periode
kepengurusan 2004-2005, tercatat
jumlah keanggotaan JKPP Region
Jawa secara individu sebanyak 20
orang yang terdiri dari 2 orang
perempuan dan 18 orang laki-laki
serta anggota kelembagaan
sebanyak 12 lembaga yang terdiri
dari 2 organisasi rakyat dan 10
Lembaga Swadaya Masyarakat.
Simpul, bentuk layanan dan
ketersediaan alat:
Mengingat keterbatasan
sarana dan prasarana yang dimiliki
sekretariat JKPP Region jawa, maka
dalam menjalankan fungsinya,
sekretariat JKPP Region Jawa
menerapkan pola hubungan yang
fleksibel dengan tiap-tiap simpul
maupun antar Simpul Layanan,
khususnya dalam memfasilitasi
kerja-kerja pemetaan. Sekretariat
JKPP Region Jawa sampai saat ini
hanya bisa memfasilitasi alat dan
fasilitator pemetaan sebagai salah
satu bentuk dukungan terhadap
kerja-kerja pemetaan di tiap-tiap
simpul layanan. Selanjutnya tiap-
tiapsimpuldapatmengembangkan
kapasitasnya sesuai kebutuhan di
tingkat lokal.
AGENDA KERJA JKPP
REGION JAWA
Secara garis besar, agenda kerja
JKPP Jawa dalam satu tahun ke
depan adalah dalam rangka
peningkatan kapasitas layanan
JKPP bagi komunitas yang
membutuhkan peta. Agenda kerja
ini merupakan agenda yang
disusun secara bersama oleh
anggota JKPP Jawa. Diharapkan
dalam implemetasinya akan
melibatkan secara aktif anggota
24. 24
KABAR JKPP NO. 9, FEBRUARI 2005
JKPP Jawa serta masyarakat di tiap-
tiap wilayah. Secara garis besar
agenda kegiatan JKPP Region Jawa
ke depan adalah :
1. Identifikasi daerah-daerah
yang sudah melakukan
pemetaan (data base)
2. Pengadaan kelengkapan alat
pemetaan di tiap simpul
3. Pembuatan Manual Pemetaan
Partisipatif berbentuk audio vi-
sual dan buku
4. Pembuatan Film dokumentasi
proses Pemetaan Partisipatif
5. Seminar dan Lokakarya
Tentang Pemetaan Partisipatif
dan Ruang Kelola Rakyat
6. Pelatihan (TOT dan TOF)
Peralatan yg Dimiliki
Puter: Kompas
Telapak:GPS &
Kompas, RMI: GPS &
Kompas, Telapak:
Audio Visual &
strategi outreach,
Puter: sistem
informasi/ strategi
outreach
Kompas
Sekretariat
Kantor Yayasan Puter
Jl. Permata Cimanggu
Blok A No. 4 Kedung
Badak – Tanah Sareal,
Bogor - 16710
YP2AS, Jl. Wartawan
IV no. 28 Buah Batu,
Bandung, Jawa Barat
Wilayah kerja
G. Salak,
Kawasan
Halimun, Ujung
Kulon
Subang, Garut,
Tasik, Ciamis
Bentuk layanan
• TOF simpul SAHUL
• TOT antar simpul Jawa Barat
dan Banten
• Menyediakan layanan untuk
simpul-simpul lain, dalam
bentuk:
– Analisis Kebijakan
– Fasilitasi PP
– Fasilitasi Perumusan Strategi
– Peminjaman peralatan
– Fasilitasi pengolahan data jadi
informasi
– Sosialisasi PP
– Dokumentasi PP
– Fasilitasi PP
– Analisis kebijakan
– Advokasi kebijakan
– Perencanaan Kawasan
Pemetaan dan perencanaan
– Memfasilitasi PP
– Pendokumentasian proses PP
– Pelatihan PP
– Pelatihan pendokumentasian
PP
Kontak
Person
Puter
SPP
JKPM
Sd_Inpers
Simpul
Sahul
Periangan
Wonosobo
Tapal Kuda
(jember)
No
1.
2.
3.
4.
7. Fasilitasi Proses Pemetaan
8. Pembuatan Media Informasi
Aktivitas Pemetaan Partisipatif
9. Penggalangan dukungan
publik.
10. Pertemuan rutin 6 bulanan
JKPP Jawa
11. Pertemuan Region anggota
JKPP Jawa
12. Refleksi dan evaluasi
HARAPAN
Demikian gambar dan wajah JKPP
ke depan, baik format, bentuk dan
rencana yang akan dikembangkan.
Penekanan dalam proses ke depan
ini adalah adanya kerjasama aktif
dan komitmen yang tinggi dari
semua jajaran penggiat pemetaan
partisipatif di pulau jawa untuk
mengimplementasikan kerja dan
peningkatan kapasitas dalam
rangka mendukung visi misi yang
menjadimandatJKPP.Tetapdalam
semangat, Menuju Tegaknya
Kedaulatan Rakyat Atas
Ruang….!!!!