Blockchain dapat menjadi jembatan antara IoT dan Big Data dengan memungkinkan demokratisasi data secara aman dan transparan melalui sistem yang terdesentralisasi. Teknologi ini dapat menyelesaikan masalah kepemilikan data pribadi seperti rekam medis pasien atau data kepemilikan tanah secara efektif.
2. Latar Belakang
• Blockchain adalah sebuah teknologi yang memungkinkan terjadinya desentralisasi data berupa
rangkaian rantai data yang terdistribusi, terenkripsi dan memiliki segel digital menggunakan
formula matematika yang kompleks, sehingga aman (tamperproof) dan demokratis.
• Blockchain berbeda dengan distributed database. Blockchain berbeda dari sistem desentralisasi
biasa. Blockchain juga berbeda dengan pengiriman data peer-to-peer (p2p) seperti torrent.
• Banyak yang masih beranggapan bahwa blockchain adalah sama dengan cryptocurrency (seperti
bitcoin). Banyak orang awam yang beranggapan bahwa blockchain itu tidak ada dasar
ilmiah/akademisnya (mungkin karena terpengaruh berbagai tawaran scam terkain coin/token).
Banyak pula yang beranggapan blockchain itu adalah tentang mining (bitcoin mining).
• Teknologi blockchain memungkinan terjadinya pertukaran data antar 2 pihak secara aman
(tamperproof) dan konsensus.
• Hal ini tentu bisa menjadi banyak solusi, terutama solusi-solusi untuk di masyarakat luas
(horisontal) tanpa harus bergantung pada lembaga tertentu/birokrasi pemerintahan (vertikal)
3. Sistem Informasi Manajemen
• Umumnya Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah sistem yang tersentral, pada sebuah
perusahaan/organisasi, ataupun pada unit-unit kerja didalamnya. Semua data dan informasi
diolah pada satu sistem yang sama. Atau diintegrasikan dengan beberapa SIM lain.
• Pada tingkat negara juga demikian. Tiap lembaga negara dan unit-unit organisasi didalamnya
biasanya memiliki SIM tersendiri sesuai keperluanya. Ada yang diintegrasikan (misalnya Sistem
Pelayanan Satu Atap) ada juga yang masih terpisah-pisah (island of information).
• Tetapi pada prinsipnya sama, client-server. Ada pusat data yang dimiliki dan dapat dikendalikan
oleh pemilik sistem sesuai wewenang dan kebutuhannya.
• Di satu sisi, SIM memang mampu menyelesaikan manajemen data dan informasi untuk
kepentingan tingkat pengambil keputusan. Dilain sisi, model seperti ini memiliki banyak
kelemahan. Antara lain: tidak adanya demokratisasi data. Semua data dikuasai orang pemegang
sistem.
4. Komunikasi Peer-2-Peer (P2P)
• Sistem komunikasi P2P sudah lama dikembangkan. Pada awal tahun 2000 marak aplikasi P2P
untuk petukaran file, khususnya file musik (mp3) illegal. Namun layanan itu dihentikan karena
masalah legalitas konten.
• Namun secara teknologi, P2P network terus berkembang hingga saat ini. Beberapa tahun
kebelakang, marak pemakaian P2P network untuk download file (torent) atau darkweb.
• Secara umum komunikasi P2P terjadi dari user 1 ke user 2 tanpa perantara server khusus
(dedicated). Namun pada prakteknya tidak sesederhana itu. Karena user perlu menemukan user
lain untuk dapat berkomunikasi. Dalam kasus P2P file transfer yang marak terjadi, sebetulnya
antara user 1 dan user 2, banyak user lain yang terlibat didalamnya. Tetapi cirinya sama, tetap
tidak memerlukan dedicated server.
• Dalam hal ini, sering kali keamanan adalah menjadi tanggung jawab masing-masing pihak
(ataupun jaringan user yang ada didalamnya). Tidak ada satu pihak yang bertanggungjawab
menjamin keamanan file yang ditransfer/terima secara keseluruhan. Hal itu menjadi resiko dan
tanggungjawab masing-masing, atas prinsip dasar simbiosis mutualisme
5. Blockchain
• Blockchain menerapkan keunggulan dari kedua sistem tersebut diatas. Sebuah
teknologi desentralisasi data, terdistribusi, merekam rantai catatan tanpa
putus secara konsensus, dilindungi dengan stempel digital yang merupakan
sebuah perhitungan matematika yang kompleks, universal, dijamin sama dan
berlaku untuk semua usernya tanpa terkecuali.
• Teknologi ini memungkinkan terjadinya kepercayaan (trust) antar dua pihak
yang tidak saling mengenal satu sama lain. Misalnya untuk alat bayar antara
pembeli dan penjual yang tidak saling kenal, tetapi hanya berlandaskan
kebutuhan bersama, supply-demand.
• Teknologi ini juga memungkinkan demokratisasi data. Dimana data tidak
dikuasai dan dimiliki oleh penguasa sistem saja.
• Dalam konteks lebih luas, data ini bisa dalam berbagai wujud: bukti hak
kepemilikan tanah/property, data logistik barang, hak kepemilikan logam
mulia, dsb.
6. Big Data dan IoT
• Dengan bertumbuh besarnya dan semakin banyak data yang akan
diolah, memunculkan teknologi Big Data. Sumber datanya biasanya
diambil dari berbagai sistem termasuk SIM. Bentuknya bisa structured
maupun unstructured/semi structured (data mentah/raw data).
• Salah satu sumber data mentah adalah IoT. IoT memungkinkan
representasi dunia nyata dalam bentuk raw data, yang kemudian
bersama data-data lain akan dikumpulkan dan diolah menggunakan
teknologi modern, seperti Artificial Intelligence (AI), untuk menjadi
insight/knowledge.
• Dalam prakteknya, IoT dan Big Data tetap bekerja dengan pola client-
server. Ini menyebabkan Big Data dan IoT memiliki masalah turunan,
yaitu tidak terjadinya demokratisasi data. Data terpusat di penguasa
sistem.
7. Blockchain is the missing link between IoT & Big Data
• Dunia IT modern mengenal jargon ABCD bahkan ABCDI (AI, Blockchain, Cloud, big Data, IoT) sebagai emerging
technologies. Teknologi masa depan yang terus berkembang dan semakin dibutuhkan saat ini. Dan tepat memang,
kebutuhan itu semakin nyata.
• Dalam contoh kasus yang cukup pelik: Personal Health Record, data kesehatan pribadi pada Health Tech, yang pada
prinsipnya data tersebut adalah milik pribadi. Namun selama ini data tersebut dipegang oleh faskes (RS/klikik)
karena orang tersebut memeriksakan diri di sana. Secara undang-undang hal itu memang lazim dan diperbolehkan.
Bahkan wajib dijaga kerahasiaannya oleh faskes dan tenaga medisnys. Namun dalam kenyataannya, tidak jarang
kita ketahui hal ini justru menyulitkan pasien itu sendiri. Karena antar faskes tidak mau/bids berbagi data Medical
Record (MR) pasien tersebut, walaupun tujuannya untuk proses pengobatan pasien tersebut, dan walaupun pasien
tersebut sebetulnya memberikan izin secara prinsip. Selain karena alasan keamanan, amanah Undang Undang, juga
ada kepentingan khusus masing-masing faskes.
• Di dunia sebenarnya sudah lama ada upaya usaha untuk memudahkan pertukaran data rekam medis secara
teknologi. HL7 adalah salah satu yang paling lazim digunakan. Namun sekali lagi, protokol baru menyelesaikan
masalah dari sisi standarisasi data, bukan untuk mengatasi masalah demokratisasi data. Dengan kata lain protokol
ini tetap bergantung pada pada pola client-server, yang kembali lagi, memiliki masalah turunan, the ownership of
sistem.
8. What if?
• Bagaimana jika pertukaran data ini diselesaikan dengan menggunakan
blockchain? Bagaimana jika setiap pasien memegang kendali data
kesehatan pribadi miliknya, darimanapun dia memeriksakan diri. Dan
jika dibutuhkan sewaktu-waktu oleh lembaga terkait, pasien itu
sendiri yang memberikan hak akses, atas kesadarannya, dan aktivitas
itu terekam secara konsensus/transparan, sehingga terbentuk trust,
dan tidak ada pihak yang bisa saling klaim kepemilikan data tersebut
kecuali pasien itu sendiri.
• Berapa banyak biaya kesehatan yang bisa ditekan dengan sistem ini?
Bagaimana pula impact-nya terhadap hal-hal lain seperti dokter,
rumahsakit/faskes, apotik, industri obat, dsb? Lowering the cost of
money.
12. Penerapan yang Lebih Luas
• Data rekam medis hanya salah satu contoh data di masyarakat yang permasalahannya cukup pelik. Tentu tidak
hanya itu, banyak jenis data lain yang memiliki permasalahan serupa. Data kepemilikan tanah misalnya.
• Dalam ilmu geografi kita ketahui bahwa bumi adalah ruang terbatas yang direpresentasikan dengan koordinat.
Tidak ada satupun unit koordinat terkecil yang timpang tindih satu sama lain. Demikian juga dengan kepemilikan
tanah. Namun berbeda kenyataannya di lapangan.
• Akibat pencatatan masa lalu yang kurang rapih, birokrasi yang panjang dan berbelit, ditambah permainan oknum
tertentu dimasa lalu, menyebabkan banyak data yang timpang tindih lokasinya. Dan belum ada teknologi yang
memungkinkan untuk mengatasi itu. Bahkan dengan verifikasi dan resolusi manual satu persatupun tidak ada
jaminan bahwa hasil datanya akan bersih dari timpang tindih. Kecuali semuanya serentak dilakukan pada saat
bersamaan. Itupun tidak ada jaminan dimasa mendatang datanya kembali menjadi kotor, timpang tindih.
• Teknologi GIS misalnya, sebetulnya adalah sebuah SIM yang memetakan ruang dalam proyeksi peta. Dengan
mudah sebetulnya seseorang dapat melihat data yang timpang tindih. Namun seperti juga aplikasi SIM yang lain,
tidak ada jaminan data ini salah/termanipulasi, dengan atau tanpa sengaja. Karena aplikasi GIS memang tidak
bertujuan untuk mengatasi masalah demokratisasi data. Aplikasi GIS memiliki masalah turunan yang sama dengan
aplikasi SIM lain.
• Masyarakat pemilik lahan, tidak berdaya dengan adanya perubahan/kesalahan atau bahkan permainan data di
server, karena mereka tidak memiliki hak akses yang sama dengan pemilik sistem. Kalaupun iya, masyarakat justru
bisa saling ubah data dan saling klaim,dan kemudian hancurlah basisdatanya karena berisi data sampah semua.
• Apakah blockchain bisa mengatasi masalah ini?