2. Sababul wurud
Imam At-Thabrani meriwayatkan dalam al-
Mu’jam al-kabir, bahwa Ibnu Mas’ud berkata;
“diantara kami ada seseorang laki-laki yang
melamar seorang wanita bernama Ummu
Qais. Namun wanita itu menolak sehingga
ia hijrah ke Madinah. Maka laki-laki
tersebut ikut hijrah dan menikahinya.
Karena itu kami memberinya julukan
Muhajir Ummu Qais”.
3. Ahammiyatul Hadits
Hadits ini menjadi orientasi seluruh hukum
Islam:
1. Abu Dawud berkata: “Hadits ini setengah
dari ajaran Islam. Karena agama bertumpu
pada dua hal: Sisi lahiriyah (amal) dan
batiniyah (niat)
2. Imam Ahmad dan Imam Syafii berkata:
“hadits ini mencakup sepertiga ilmu, karena
perbuatan manusia terkait dengan tiga hal:
hati (niat), lisan, dan anggota badan.
4. Begitu pentingnya hadits ini sehingga:
1. Para muallif mengawalinya dengan hadits ini.
2. Imam Bukhari, menempatkan hadits ini diawal
kitab shahihnya.
3. Imam Nawawi, menempatkan hadits ini diawal
ketiga haditsnya; Riyadush Sholihin, al-Adzkar,
dan al-Arbain al-Nawawiyah.
4. Kata Imam Bukhari, Rasulullah dan Umar bin
Khattab pernah berhutbah dengan hadits ini.
5. PENGERTIAN NIAT
Suatu kehendak (al-Qasdu) untuk
merealisir tujuan. Menurut istilah fiqh
disebut dengan “Qasdu Syaiin
muqtarinan bifi’lihi.
6. Syarat Niat
Para ulama sepakat bahwa amal ibadah tidak
akan diterima kecuali diiringi dengan niat.
Dalam ibadah inti: shalat, haji, puasa niat
merupakan rukun. Adapun ibadah yang
merupakan sarana dari ibadah inti, seperti;
wudhu dan mandi ada perbedaan pendapat.
1. Imam Hanafi dan Hanafiyah, Niat merupakan
penyempurna untuk mendapatkan pahala
2. Imam Syafii, niat merupakan syarat sah sebuah
ibadah.
7. Waktu dan tempat Niat
Waktu niat adalah diawal ibadah; takbiratul
ikhram dan ikhram. Sedangkan puasa
dibolehkan sebelumnya, sebab untuk
mengetahui masuknya waktu (imsak) secara
tepat cukup sulit.
Tempat niat di hati, dan tidak disyaratkan
untuk diucapkan, tetapi boleh diucapkan
untuk membantu konsentrasi.
Disyaratkan untuk menentukan secara tepat
ibadah yang hendak dilakukan.
8. Qasad di dalam proses untuk
merealisir suatu perbuatan melalui
enam fase ;
1. Al-Haajiz (goresan hati)
2. Al-Khaathir (rangsangan hati)
3. Haditsun Nafsi (suara hati)
4. Al-Himmah (cita-cita hati)
5. Al-‘Azam (hasrat yang kuat)
6. Al-Niat
9. Status Hukum
1. Qasad manusia yang masih dalam fase
pertama, kedua, dan ketiga ini belum dapat
diterapi sanksi apa-apa atau diberi pahala.
Karena Hajis, Khaatir, dan Haditsun Nafsi itu
pada hakekatnya belum merupakan
tindakan Ikhtiyariy. Sehingga belum dapat
dipertanggung jawabkan, selama belum
terealisir dalam perkataan maupun dalam
perbuatan.
10. 2. Adapun qasad yang sudah mencapai fase
keempat oleh Allah diklasifikasikan kepada
himmah yang baik dan himmah yang jelek,
dan dibedakan pula balasannya masing-
masing.
12. “... Maka barang siapa yang behimmah
mengerjakan satu kebaikan, kemudian tidak jadi
mengerjakannya, dicatatnya oleh Allah satu
kebaikan yang sempurna (seperti telah dikerjakan)
baginya, dan jika ia mengerjakannya, dicatatnya
oleh Allah baginya sepuluh kebaikan sampai tujuh
ratus kali, (bahkan) sampai berlipat ganda. Jika ia
berhimmah mengerjakan suatu kejelekan, lalu tidak
mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya satu
kebaikan yang sempurna, dan jika ia mengerjakannya,
maka Allah mencatatnya untuknya satu kejelekan”.
(Muttafaqun ‘Alaih).
14. Fungsi Niat
1. Sebagai pembeda antara amal adat dan amal
ibadat;
2. Sebagai pembeda martabat dan ketentuan
ibadat satu sama lain;
3. Sebagai neraca pengesahan amal perbuatan.
15. Buah Amal: Wainnama likulli
Imriin maa nawaa
1. Seseorang itu tidak dapat memperoleh hasil
dari amal yang telah dikerjakannya, kecuali
menurut apa yang diniatkan. Jika niatnya baik
tercapailah kebaikan dan jika niatnya tidak baik
berhasillah kejelekan;
16. 2. Balasan yang diterima oleh seseorang itu
adalah hasil dari niatnya sendiri. Ini berarti
bahwa seseorang yang mempunyai
kewajiban tidak diperkenankan mewakilkan
niatnya kepada orang lain. firman Allah; wa
an Laisa lil Insani Illa ma Sa’a (Bagi manusia
tidak memperoleh sesuatu, selain apa yang
telah diusahakan sendiri). (QS. al-Najm : 39).
18. Hijrah secara istilah
1. Tindakan para sahabat meninggalkan kota
Makkah menuju Habasyah. Peristiwa itu terjadi
tahun kelima dan ketujuh sesudah bi’tsah, untuk
menghindari orang-orang musyrik yang
melancarkan ancaman kepada orang Islam;
2. Perpindahan Rasulullah SAW, bersama para
sahabat dari Makkah ke Madinah (duluYasrib),
yang terjadi pada kira-kira tahun 13 dari
kenabian;
19. Lanjutan…
3. Perpindahan beberapa orang Makkah untuk
menyatakan ke-Islamannya dihadapan
Rasulullah yang ketika itu berada di Madinah;
4. Meninggalkan kampung kufur untuk membina
dan mendirikan masyarakat dan negara Islam.
20. 5. Mendiamkan saudaranya yang beragama Islam
lebih dari tiga hari lamanya tanpa sebab yang
dibenarkan oleh syara’.
6. Menjauhkan ranjang istrinya yang sedang nusyuz
(purik), sebagaimana istilah itu dipergunakan Allah
dalam Surat al-Nisa ayat 34; … Wahjuruhunna fi al-
Madhaji’i.
7. Meninggalkan segala larangan Allah demi mentaati
segala peraturan-peraturan dan demi utuk lebih
taqwa dan taqarrub kepada-Nya. Sebagaimana
sabda Nabi; al-Muhajiru Man hajara ma Naha Allah
‘anhu.
21. pengertian hijrah di atas, yang paling sesuai
dengan maksud hadits di atas (hadits dari
Umar bin Khattab), ialah meninggalkan
larangan Allah.
Walaupun asbabul wurud hadits itu ialah
terkait dengan peristiwa dari salah seorang
sahabat yang melakukan hijrah atas tuntutan
Ummi Qais yang bakal dikawininnya,