SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
LAPORAN KULIAH LAPANGAN EKOLOGI LAHAN BASAH
“ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR
SELATAN”
OLEH:
DEVI ULFA NINGSIH
16032063
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PULAU MANDEH, PESISIR
SELATAN
A. Tujuan
1. Mengetahui Karakteristik ekosistem hutan mangrove kawasan Mandeh
Pesisir Selatan dengan menganalisis beberapa parameter fisik.
2. Mengetahui vegetasi mangrove pada ekosistem hutan mangrove di
kawasan Mandeh Pesisir Selatan.
3. Mengetahui nilai nilai manfaat dari ekosistem hutan mangrove kawasan
Mandeh Pesisir Selatan.
B. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Minggu, 9 Desember 2018
Pukul : 07:00 WIB - Selesai
Tempat : Kawasan Mandeh XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatra Barat
C. Dasar Teori
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan
Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun
dan menyo- kong keberadaan wilayah pesisir. Hutan bakau atau mangal adalah
sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas
pantai tropik yang didomi- nasi oleh beberapa spesies pohon-pohon khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
(Nybakken, 1988).
“Bakau” adalah tumbuhan daratan ber- bunga yang mengisi kembali
pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua indi- vidu tumbuhan.
Harahab (2010) mendefinisikan hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pan-
tai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab
dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut
juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang di-
dominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkem- bang pada daerah pasang-surut dan pantai berlumpur. Dalam pengertian
yang lebih sederhana, hutan mangrove adalah suatu ekosis- tem yang
menggabungkan komponen daratan dan komponen akuatik yang merangkumi
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Mangrove merupakan ekosistem utama di wilayah
pesisir, terutama pada wilayah tropis. Dari ± 15,9 juta ha hutan mangrove dunia, ±
27 % ada di Indonesia. Selanjutnya dijelaskan, bahwa ekosistem tersebut meru-
pakan salah satu ekosistem alamiah penting yang memiliki nilai ekologis dan
ekonomis yang tinggi, karena dapat menghasilkan berbagai bahan dasar untuk
keperluan manu- sia, seperti ; bahan bakar, keperluan industri, bahan pembuat
kertas dan lain-lain. (Bengen, 2000).
Lahan basah mangrove membantu masyarakat pesisir dengan mengurangi
erosi pantai, banjir, dan gelombang badai, gelombang peredam dan angin kencang
yang dihasilkan oleh badai tropis dan subtropis; dan mungkin mengurangi
kerusakan akibat gelombang pasang (tsunami) di daerah seismik aktif (Salm et al,
2000).
Konsentrasi kehidu- pan manusia dan berbagaai kegiatan pembangunan di
wilayah pesisir bukanlah suatu kebetulan, melainkan disebabkan oleh tiga alasan
ekonomi (economic rationality) yang kuat, yaitu : Pertama; wilayah pesisir
merupakan salah satu kawasan yang secara bi- ologis paling produktif di planet
bumi. Berbagai ekosistem dengan produktivitas hayati tertinggi, seperti hutan
mangrove, padang lamun, terumbu karang dan estuaria berada di wilayah pesisir.
Lebih dari 90 % total produksi perikanan dunia, baik melalui kegiatan
penangkapan maupun budidaya, berasal dari wilayah pesisir. Kedua; wilayah
pesisir menyediakan berbagai kemudahan (accessibilities) yang paling praktis dan
relatif lebih murah bagi kegiatan industri, pemukiman, dan kegiatan
pembangaunan lainnya, dari pada yang disediakan oleh daerah lahan atas (up-land
areas). Ketiga; wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan
yang dapat dijadikan obyek rekreasi dan pariwisata yang sangat menarik dan
menguntungkan (lucrative), seperti pasir putih atau pasir bersih untuk berjemur,
perairan untuk berenang, selancar, dan berperahu, dan te- rumbu karang serta
keindahan bawah laut untuk pariwisata selam dan snorkeling. (Dahuri, 1998)
Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mem- punyai banyak fungsi
dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekosistem mangrove bagi bermacam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-
kerangan) berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara anak,
dan berkembang biak. Dari segi ekonomis, vegetasi ini dapat dimanfaatkan
sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu
bakar, bahan arang, alat tangkap ikan, dan sumber bahan lain seperti tannin dan
pewarna. Mangrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari
hempasan gelombang air laut serta penyerap logam berat dan pestisida yang
mencemari laut (Mukhtasor, 2007).
Ekosistem hutan mangrove telah mengalami kerusakan parah akibat beban
eksploitasi komersial yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek.
Penebangan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan (pemukiman,
perikanan dan industri) dengan semena-mena tanpa memikirkan akibat yang dapat
ditimbulkan merupakan penyebab utama kerusakan ekosistem tersebut (Dirjen
Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, 2002).
Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan
dampak terhadap ekosistem mangrove. Beberapa aktivitas manusia terhadap
ekosistem hutan mangrove yang menimbulkan dampak kerusakan terhadap
ekosistem tersebut adalah; tebang habis, konversi lahan, pembuangan sampah
cair, pembuangan sampah padat, penambangan dan ekstraksi mineral serta
pencemaran (Berwick, 1983 dalam Dahuri et al, 2001).
Kegiatan manusia di daratan seperti industri, pertanian, rumah tangga juga
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem wilayah pesisir, seperti
halnya ekosistem hutan mangrove melalui proses masuknya bahan pencemaran.
Menurut UNEP (1990) dalam Dahuri et al (2001) sebagian besar (80 %) bahan
pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land
basic activities). Sebagai contoh kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up
land) yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai melalui banjir dan erosi
tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan.
Melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang terus mengalami
peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan
(Supriharyono, 2000).
Tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir-pantai yang
semakin parah memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh untuk
pelestariannya kedepan. Rehabilitasi ekosistem hutan mangrove yang sudah
mengalami kerusakan dan menjaga kelestariannya secara bekesinambungan harus
dilakukan secara terprogram. Pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir
merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena
kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak
terkait, baik yang berada disekitar kawasan maupun diluar kawasan. Dengan
demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai
komponen utama penggerak pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir.
Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya pesisir
perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya
sumberdaya pesisir tersebut (Ginting, 2003).
Jika dicermati secara lebih mendalam, sebenarnya akar permasalahan
kerusakan ekosistem wilayah pesisir, termasuk ekosistem hutan mangrove
meliputi empat hal, yaitu : 1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata
pencaharian alternatif, 2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan
pengguna (stakeholders), (3) lemahnya penegakan hukum (law enforcement), dan
(4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam
mengelola keberadaan kawasan pesisir dan lautan. Dalam hal ketidaktahuan dan
ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (stakeholders) terhadap keberadaan
ekosistem hutan mangorve di wilayah pesisir, menunjukkan lemahnya
pemahaman tentang status dan sifat sumberdaya tersebut (Clark , 1992).
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tali Transek
b. Meteran
c. Kompas
d. Plastik
e. Label
f. Parang
g. Kamera
h. Alat Tulis
2. Bahan
a. Mangrove
b. Tanah
E. Cara Kerja
1. Membuat 6 Plot pada hutan mangrove masing masing dengan luas 10x10
m.
2. Mengambil 3 sampel tanah pada masing masing plot .
3. Melihat semua jenis spesies yang terdapat pada plot.
4. Menghitung jumlah masing masing spesies setiap plot.
5. Mengukur diameter mangrove yang dikategorikan pohon
6. Mencatat data pada buku dan mendokumentasikannya.
7. Melakukan pengolahan data
F. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengolahan data identifikasi mangrove
Keterangan:
Total plot = 6
Luas plot = 10 x 10
Luas Area = luas plot X jumlah plot
= 10x10x6 = 600
DBH = keliling/ 3,14
Frekuensi = Jumlah hadirnya suatu jenis/ jumlah seluruh plot
FR = frekuensi suatu jenis/ total frekuensi X 100%
Densitas(D) = jumlah individu suatu jenis/luas area sampel
DR = densitas suatu jenis/ total densitas X 100%
BA = ¼ x 3,14 x DBH2
Dominansi(Do) = BA suatu jenis/ luas area sampel
DoR = dominansi suatu jenis/ total dominansi X 100%
INP = FR% + DR% + DoR%
Tabel 2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
No. Nama Plot H ‘
1. Plot 1 1,1035
2. Plot 2 0,4563
3. Plot 3 0,4101
4. Plot 4 0,4101
5. Plot 5 0,2640
6. Plot 6 0,6172
H’ = - ∑(𝐧𝐢/𝐍) 𝐈𝐧 (𝐧𝐢/𝐍)
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah individu keseluruhan
G. Pembahasan
Kuliah lapangan ini dilakukan di kawasan Mandeh Pesisir Selatan, dengan
tujuan untuk menganalisis vegetasi mangrove pada kawasan ini. Proses dilakukan
dengan cara mengidentifikasi jenis mangrove dengan pembuatan plot berukuran
10x10 m sebanyak 6 plot pada daerah yang telah dipilih. Pada masing-masing plot
dilakukan identifikasi jenis yang ditemukan, menghitung jumlahnya dan
kemudian melakukan pengukuran keliling pohon untuk mengetahui DBH nya.
Selanjutnya pengukukuran dilakukan dengan pengambilan sampel tanah pada
masing-masing plot untuk mengetahui struktur tanah pada lokasi ini.
Berdasarkan dari hasil pengamatan vegetasi mangrove pada 6 plot dilokasi
telah ditemukan 4 jenis vegetasi mangrove sejati, diantaranya : Sonneratia sp.,
Barringtonia specios, Rhizophora apiculata, dan Ceriops tagal. Vegetasi asli
dimaksudkan sebagai vegetasi yang memang merupakan vegetasi asli penghuni
hutan mangrove. Masing-masing jenis tanaman mangrove memiliki tipe perakaran
yang berbeda-beda. Sonneratia sp. memiliki akar nafas berupa akar yang muncul
dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar ke arah udara seperti pasak.
Barringtonia speciosa memiliki sistem perakaran tunggang. Rhizophora apiculata
memiliki akar tunjang yang merupakan akar udara yang tumbuh di atas
permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta
memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Ceriops tagal memiliki akar
banir yang memiliki struktur seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal
batang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan pada plot satu ditemukan
ada 4 jenis tanaman mangrove, yaitu: Sonneratia sp., Barringtonia speciosa,
Rhizophora apiculata, dan Ceriops tagal. Lokasi plot satu merupakan lokasi yang
paling tepi dari ekosistem mangrove yang kami lakukan pengukuran. Pada lokasi
ini tanaman mangrove tumbuh pada kondisi tanah yang berpasir dan berlumpu.
Rhizophora apiculata merupakan tanaman yang paling mendominasi pada plot
ini. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut sangat cocok tumbuh pada kondisi tanah
yang berlumpur dan berpasir. Struktur akarnya yang mencuat dari batang
merupakan bentuk yang cocok baginya dalam penyesuaian diri terhadap kondisi
pantai yang deras dengan terpaan ombak. Sesuai dengan fugsi perakarannya yang
mampu menahan terpaan ombak sehingga tanaman ini mampu bertahan dan tidak
tebawa arus.
Pada plot dua ditemukan ada 3 jenis tanaman mangrove, diantaranya:
Sonneratia sp., Barringtonia speciosa, dan Rhizophora apiculata. Pada plot ini
vegetasi yang mendominasi adalah Rhizophora apiculata. Plot 3 sampai dengan
plot 6 data yang kami peroleh hanya ditemukan dua jenis tanaman nagrove, yaitu:
Sonneratia sp. dan Rhizophora apiculata. Dari data plot 3 sampai 6 ini dapat
disimpulkan bahwa tanaman yang diperoleh memiliki jenis keanekaragaman yang
minim. Karena pada 4 plot yang kami data hanya terdapat dua jenis tanaman
mangrove yang hadir. Pada lokasi ini plot yang kami letakkan semakin dekat
dengan arah datangnya ombak, sehingga jenis vegetasi yang muncul adalah
vegetasi yang memiliki sistem perakaran kuat untuk menahan terpaan ombak.
Dari keseluruhan data Rhizophora apiculata mendominasi jenis vegetasi
pada lokasi ini. Pada total 6 plot Rhizophora apiculata hadir sebanyak 117 kali.
Sementara urutan kedua jenis vegetasi yang mendominasi adalah Sonneratia sp.
dengan jumlah total individu 19. Disusul oleh Barringtonia speciosa berjumlah 8
individu. Jenis vegetasi yang paling sedikit ditemukan pada lokasi ini adalah
Ceriops tagal dengan jumlah individu yang hadir sebanyak 3 individu dan jenis
vegetasi ini hanya ditemukan pada 1 petakan (plot) yaitu pada plot 1.
Untuk menentukan jenis vegetasi apakah yang mendominasi daerah hutan
mangrove pada daerah ini dapat diketahui melalui perhitungan Indeks Nilai
Penting. Suzana (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa “kondisi
ekologis hutan mangrove dapat diketahui dengan menggunakan beberapa jenis
perhitungan, yaitu kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan
Indeks Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk mencari nilai INP digunakan tiga
perhitungan, yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai frekuensi tiap jenis, dan nilai
dari penutupan tiap jenis”. Rhizophora apiculata dikatakan sebagi pendominasi
pada vegetasi ini ditandai dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 136,35783.
Indeks ini menunjukkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang
lainnya, sehingga Rhizophora apiculata merupakan vegetasi mangrove yang
mempunyai pengaruh paling besar di kawasan hutan mangrove ini.
Pada vegetasi tingkat pohon frekuensi tertinggi terdapat pada Rhizophora
apiculata dan Sonneratia sp. dengan nilai 1. Begitu pula dengan frekuensi
relatifnya (FR) juga di kuasai oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia sp.
dengan nilai 40 %. Nilai frekuensi menunjukkan nilai penyebaran suatu jenis.
Semakin tinggi penyebarannya maka nilai frekuensinya akan semakin tinggi.
Selanjutnya adalah densitas (kerapatan). Densitas merupakan nilai yang
menunjukkan banyaknya suatu jenis per satuan luas. Semakin besar kerapatan
suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Nilai densitas
relative (DR) yang paling tinggi ditunjukkan oleh Rhizophora apiculata yaitu
79,59183 %.
Dominansi merupaka nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis
terhadap komunitas. Untuk nilai Dominansi tertinggi diterdapat pada Sonneratia
sp. dengan nilai sebesar 38,922 %. Hal ini menunjukkan bahwa Sonneratia sp.
merupakan jenis vegetasi yang paling mendominasi pada komunitas mangrove
yang kami amati.
Dari data-data ini dapat disimpulkan bahwa jenis vegetasi yang paling
mendominasi adalah Rhizophora apiculata ditandai dengan Indeks Nilai Penting
yang paling tinggi. Nama daerah Rhizophora apiculata adalah bakau, tancang,
tanjang, tinjang, bangko, kawoka, wako, jangkar dan lain-lain. Tanaman ini
termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae. Tanaman ini memiliki batang
silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada bagian luar
kulit terlihat retak-retak. Memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk
yang tertutup, daun penumpu yang meruncing, buah yang berkecambah dan
berakar ketika masih berada di pohon. Biji ini biasa disebut dengan propagul.
Struktur tanah yang kami amati terlihat berpasir dengan campuran lumpur,
namun lumpur yang kami amati letaknya terlihat cukup dalam. Dimana jika dibuat
lapisan struktur tanah yang akan terlihat adalah pasir baru setelah digali akan
tampak struktur tanah yang berlumpur. Warna tanah yang kami amati berwarna
putih keabuan dengan butiran pasir yang lembut. Struktur tanah juga bercampur
dengan serasah yang berasal dari hutan mangrove. Serasah yang kami dapatkan
berupa serbuk-serbuk halus yang bercampur dengan pasir dan lumpur.
Berdasarkan dari hasil pengamatan, indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener menunjukkan bahwa plot 1 memiliki nilai 1<H’<3, H’=1,1035. Angka ini
menunjukkan keanekaragaman jenisnya pada plot tersebut termasuk dalam
kategori sedang karena ekosistem mangrove tersebut memiliki produktivitas yang
cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, kondisi perairan masih stabil, dan
tekanan ekologisnya sedang. Sedangkan keanekaragaman plot 2 sampai dengan
plot 6 termasuk dalam kategori rendah yaitu H’<1. Hal ini menunjukkan bahwa
vegetasi yang tumbuh pada plot ini sangat sedikit dan tidak beragam. Dibuktikan
dengan data bahwasanya jumlah jenis tanaman yang hadir hanya 3 jenis pada plot
2 dan hanya 2 jenis tanaman yang hadir pada plot 3 sampai plot 6.
Ekosistem mangrove kawasan mandeh ini sebenarnya sangat berpotensi
sebagai kawasan ekowisata karena masih sangat asri dan mangrovnya masih
terjaga, hal ini disebabkan karena kawasannya cukup jauh dari dermaga maupun
tempat tinggal penduduk sehingga jauh dari pencemaran. Saat ini hutan mangrove
kawasan mandeh ini hanya dimanfaatkan sebagai ekologis saja, belum sampai
ekowisata. Untuk itu perlu pengembangan lebih lanjut untuk pengembangan
kawasan ini sebaga wisata unggulan di Sumatera Barat.
H. Kesimpulan
1. Pada lokasi pengamaatan di Kawasan mangrove Mandeh Pesisir Selatan
terdapat 4 spesies yaitu Sonneratia sp., Barringtonia speciosa, Rhizophora
apiculata, dan Ceriops tagal.
2. Pada lokasi pengamatan jenis tanaman yang mendominasi adalah
Rhizophora apiculata dengan nilai INP 136,35783 %, Rhizophora
apiculata memiliki akar yang mampu menahan terpaan ombak sehingga
banyak tumbuh dan mendominasi lokasi pengamatan yang berada pada
bibir pantai
3. Struktur tanah lokasi pengamatan adalah berpasir dengan campuran
lumpur dan serasah.
4. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener plot 1 memiliki
tingkat keanekaragaman sedang dan plot 2 sampai 6 memiliki tingkat
keanekaragaman rendah.
5. Kawasan hutan mangrove mandeh memiliki potensi ekowisata yang baik
dan perlu pengembangan dari pemerintah.
Daftar Pustaka
Bengen D.G., 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan EKosistem
Man- grove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
Clark, J.R., 1992. Integrated Management of Coastal Zone. FAO Fisheries
Technical Paper. No. 327. Rome, Italy.
Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi
Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen
Kelautan dan Perika- nan, Jakarta.
Ginting, S., 2003. Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
Terpadu, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Pelatihan
ICZPM (Integrated Coastal Zone Planning and Management). Bappeda
Propinsi Bengkulu.
Harahab, N., 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan
Aplikasinya da- lam Perencanaan Wilayah Pesisir. Cetakan Pertama.
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Cetakan Pertama. PT. Pradnya
Pa- ramita, Jakarta.
Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan
oleh Muhammad Eidman et al. PT. Gramedia, Jakarta.
Salm, R.V., Clark, J.R., and Siirila, E., 2000. Marine and Coastal Protected
Areas. A Guide for Planners and Managers. Third Edition. International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources, Gland,
Switzerland and Cambridge, UK.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suzana, Benu Olfie L. dkk. 2011. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove
di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. ASE.
Vol. 7 No.2 : 29 - 38
LAMPIRAN
1. Data mentah pengamatan mangrove
Tabel 3. Data mentah pengamatan identifikasi mangrove
No.
Plot
Nama Spesies
Jumlah
Individu
Keliling
(m)
Plot 1 Sonneratia sp. 4 0,175
0,38
0,215
0,135
Barringtonia speciosa 7 0,180
0,185
0,20
0,11
0,19
0,155
0,17
Rhizophora apiculata 20 0,115
0,13
0,145
0,11
0,13
0,15
0,12
0,17
0,29
0,225
0,22
0,23
0,31
0,28
0,11
0,05
0,30
0,17
0,09
0,25
Ceriops tagal 3 0,15
0,16
0,195
Plot 2 Sonneratia sp. 2 0,155
No.
Plot Nama Spesies
Jumlah
Individu
Keliling
(m)
0,30
Barringtonia speciosa 1 0,145
Rhizophora apiculata 21 0,13
0,08
0,09
0,11
0,125
0,15
0,164
0,17
0,18
0,12
0,145
0,10
0,16
0,19
0,21
0,10
0,075
0,11
0,13
0,18
0,10
Plot 3 Sonneratia sp. 2 0,45
0,26
Rhizophora apiculata 12 0,11
0,155
0,14
0,13
0,18
0,16
0,12
0,10
0,13
0,135
0,20
0,09
No.
Plot Nama Spesies
Jumlah
Individu
Keliling
(m)
Plot 4 Sonneratia sp. 5 0,23
0,1625
0,225
0,115
0,16
Rhizophora apiculata 30 0,16
0,105
0,14
0,11
0,19
0,12
0,145
0,07
0,06
0,08
0,075
0,12
0,055
0,125
0,13
0,095
0,152
0,185
0,29
0,121
0,288
0,127
0,1505
0,145
0,1195
0,102
0,157
0,117
0,105
0,1605
Plot 5 Sonneratia sp. 2 0,118
0,109
No.
Plot Nama Spesies
Jumlah
Individu
Keliling
(m)
Rhizophora apiculata 25 0,172
0,078
0,082
0,118
0,139
0,122
0,139
0,111
0,19
0,11
0,12
0,18
0,12
0,20
0,25
0,36
0,12
0,0455
0,15
0,1367
0,11
0,235
0,205
0,173
0,1813
Plot 6 Sonneratia sp. 4 0,494
0,16
0,234
0,172
Rhizophora apiculata
9 0,18
0,15
0,193
0,169
0,188
0,136
0,1413
0,146
No.
Plot Nama Spesies
Jumlah
Individu
Keliling
(m)
0,189
2. Pengolahan data Shannon-Wiener
Tabel 4. Pengolahan data Shannon-Wiener
Nama
Plot
Nama Spesies
Jumlah
Individu (ni/N) In (ni/N)
Plot 1
Sonneratia sp. 4 -0.25177249
Barringtonia speciosa 7 -0.325386842
Rhizophora apiculata 20 -0.312134265
Ceriops tagal 3 -0.21421308
Total 34 -1.103506677
Plot 2
Sonneratia sp. 2 -0.207075554
Rhizophora apiculata 21 -0.116839969
Barringtonia speciosa 1 -0.13241891
Total 24 -0.456334432
Plot 3
Sonneratia sp. 2 -0.277987164
Rhizophora apiculata 12 -0.132129154
Total 14 -0.410116318
Plot 4
Sonneratia sp. 5 -0.277987164
Rhizophora apiculata 30 -0.132129154
Total 35 -0.410116318
Plot 5
Sonneratia sp. 2 -0.192791829
Rhizophora apiculata 25 -0.071260223
Total 27 -0.264052052
Plot 6
Sonneratia sp. 4 -0.362663076
Rhizophora apiculata 9 -0.254578694
Total 13 -0.61724177
3. Dokumentasi kegiatan kuliah lapangan
1. Gambar vegetasi mangrove
2. Peserta kuliah lapangan Ekologi Lahan Basah

More Related Content

What's hot

Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdf
Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdfDokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdf
Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdfjoihot
 
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kRencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kdenny KARWUR
 
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangArya Pinandita
 
Tugas paper mangrove
Tugas paper mangroveTugas paper mangrove
Tugas paper mangroveWiina Parmana
 
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Helmas Tanjung
 
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di Indonesia
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di IndonesiaTantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di Indonesia
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di IndonesiaDidi Sadili
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisirAchmad Ridha
 
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta DesaPerka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta DesaJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAHANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAHNur Hilaliyah
 
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
 
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramaduPengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramaduAgung Setiawan Pribadi
 
Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf
 Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf
Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdfAhmadIbrahim451295
 
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakat
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakatpanduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakat
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakatMohd. Yunus
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasdenotsudiana
 
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Nur Hilaliyah
 
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu IPengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ICanny Nainggolan
 

What's hot (20)

Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdf
Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdfDokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdf
Dokumen Teknis RZWP3K - DKI Jakarta.pdf
 
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kRencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
 
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 06 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
 
Tugas paper mangrove
Tugas paper mangroveTugas paper mangrove
Tugas paper mangrove
 
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
 
Ekowisata bahari
Ekowisata bahariEkowisata bahari
Ekowisata bahari
 
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di Indonesia
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di IndonesiaTantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di Indonesia
Tantangan dan Upaya Konservasi Ikan Hiu di Indonesia
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
 
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta DesaPerka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa
Perka BIG No. 3 Tahun 2016 tentang Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa
 
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAHANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
 
Potensi dan Peluang Investasi Kota Singkawang
Potensi dan Peluang Investasi Kota SingkawangPotensi dan Peluang Investasi Kota Singkawang
Potensi dan Peluang Investasi Kota Singkawang
 
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove  dan Kesejahteraan Mas...
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...
 
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramaduPengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
 
Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf
 Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf
Contoh Model Dinamis Aplikasi Stella.pdf
 
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakat
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakatpanduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakat
panduan pengelolaan das mikro berbasis masyarakat
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan das
 
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
Spesifikasi penyajian peta rupa bumi
 
Pemetaan digital
Pemetaan digital Pemetaan digital
Pemetaan digital
 
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu IPengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu I
 

Similar to Mangrove Mandeh

Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaEkosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaMardiah Ahmad
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Luhur Moekti Prayogo
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Luhur Moekti Prayogo
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyawahyuddin S.T
 
Paper Aplikasi Komputer
Paper Aplikasi KomputerPaper Aplikasi Komputer
Paper Aplikasi Komputerleosakson
 
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Operator Warnet Vast Raha
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanhenengsuseno
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxmutiarasagala2
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Yadhi Muqsith
 
13325 27415-1-sm (1) (1)
13325 27415-1-sm (1) (1)13325 27415-1-sm (1) (1)
13325 27415-1-sm (1) (1)Samuel Rahallus
 
Materimangrove 111017211550-phpapp01
Materimangrove 111017211550-phpapp01Materimangrove 111017211550-phpapp01
Materimangrove 111017211550-phpapp01rulli saputra
 
lingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyalingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyaAprilia Hapsari
 

Similar to Mangrove Mandeh (20)

Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannyaEkosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
Ekosistem hutan mangrove dan pembelajarannya
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 
Ipa hutan mangrove
Ipa hutan mangroveIpa hutan mangrove
Ipa hutan mangrove
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penanggulangan Abrasi Pantai Melalu Reboisasi Huta...
 
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
Mitigasi Bencana Pesisir - Penghijauan Hutan Mangrove (By. Putri Widyawati Nu...
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
 
Paper Aplikasi Komputer
Paper Aplikasi KomputerPaper Aplikasi Komputer
Paper Aplikasi Komputer
 
Metode penelitian pesisir
Metode penelitian  pesisirMetode penelitian  pesisir
Metode penelitian pesisir
 
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutan
 
Ekologi Lahan Mangrove.ppt
Ekologi Lahan Mangrove.pptEkologi Lahan Mangrove.ppt
Ekologi Lahan Mangrove.ppt
 
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN ...
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1
 
13325 27415-1-sm (1) (1)
13325 27415-1-sm (1) (1)13325 27415-1-sm (1) (1)
13325 27415-1-sm (1) (1)
 
Laporan krl
Laporan krlLaporan krl
Laporan krl
 
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
 
Materimangrove 111017211550-phpapp01
Materimangrove 111017211550-phpapp01Materimangrove 111017211550-phpapp01
Materimangrove 111017211550-phpapp01
 
lingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannyalingkungan dan permasalahannya
lingkungan dan permasalahannya
 

Recently uploaded

2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 

Recently uploaded (6)

2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 

Mangrove Mandeh

  • 1. LAPORAN KULIAH LAPANGAN EKOLOGI LAHAN BASAH “ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN” OLEH: DEVI ULFA NINGSIH 16032063 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2018
  • 2. ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PULAU MANDEH, PESISIR SELATAN A. Tujuan 1. Mengetahui Karakteristik ekosistem hutan mangrove kawasan Mandeh Pesisir Selatan dengan menganalisis beberapa parameter fisik. 2. Mengetahui vegetasi mangrove pada ekosistem hutan mangrove di kawasan Mandeh Pesisir Selatan. 3. Mengetahui nilai nilai manfaat dari ekosistem hutan mangrove kawasan Mandeh Pesisir Selatan. B. Waktu dan Tempat Hari, tanggal : Minggu, 9 Desember 2018 Pukul : 07:00 WIB - Selesai Tempat : Kawasan Mandeh XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat C. Dasar Teori Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyo- kong keberadaan wilayah pesisir. Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didomi- nasi oleh beberapa spesies pohon-pohon khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. (Nybakken, 1988). “Bakau” adalah tumbuhan daratan ber- bunga yang mengisi kembali pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua indi- vidu tumbuhan. Harahab (2010) mendefinisikan hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pan- tai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang di- dominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkem- bang pada daerah pasang-surut dan pantai berlumpur. Dalam pengertian yang lebih sederhana, hutan mangrove adalah suatu ekosis- tem yang
  • 3. menggabungkan komponen daratan dan komponen akuatik yang merangkumi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Mangrove merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada wilayah tropis. Dari ± 15,9 juta ha hutan mangrove dunia, ± 27 % ada di Indonesia. Selanjutnya dijelaskan, bahwa ekosistem tersebut meru- pakan salah satu ekosistem alamiah penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi, karena dapat menghasilkan berbagai bahan dasar untuk keperluan manu- sia, seperti ; bahan bakar, keperluan industri, bahan pembuat kertas dan lain-lain. (Bengen, 2000). Lahan basah mangrove membantu masyarakat pesisir dengan mengurangi erosi pantai, banjir, dan gelombang badai, gelombang peredam dan angin kencang yang dihasilkan oleh badai tropis dan subtropis; dan mungkin mengurangi kerusakan akibat gelombang pasang (tsunami) di daerah seismik aktif (Salm et al, 2000). Konsentrasi kehidu- pan manusia dan berbagaai kegiatan pembangunan di wilayah pesisir bukanlah suatu kebetulan, melainkan disebabkan oleh tiga alasan ekonomi (economic rationality) yang kuat, yaitu : Pertama; wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang secara bi- ologis paling produktif di planet bumi. Berbagai ekosistem dengan produktivitas hayati tertinggi, seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan estuaria berada di wilayah pesisir. Lebih dari 90 % total produksi perikanan dunia, baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya, berasal dari wilayah pesisir. Kedua; wilayah pesisir menyediakan berbagai kemudahan (accessibilities) yang paling praktis dan relatif lebih murah bagi kegiatan industri, pemukiman, dan kegiatan pembangaunan lainnya, dari pada yang disediakan oleh daerah lahan atas (up-land areas). Ketiga; wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan yang dapat dijadikan obyek rekreasi dan pariwisata yang sangat menarik dan menguntungkan (lucrative), seperti pasir putih atau pasir bersih untuk berjemur, perairan untuk berenang, selancar, dan berperahu, dan te- rumbu karang serta keindahan bawah laut untuk pariwisata selam dan snorkeling. (Dahuri, 1998) Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mem- punyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi bermacam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-
  • 4. kerangan) berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara anak, dan berkembang biak. Dari segi ekonomis, vegetasi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan, dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Mangrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut serta penyerap logam berat dan pestisida yang mencemari laut (Mukhtasor, 2007). Ekosistem hutan mangrove telah mengalami kerusakan parah akibat beban eksploitasi komersial yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Penebangan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan (pemukiman, perikanan dan industri) dengan semena-mena tanpa memikirkan akibat yang dapat ditimbulkan merupakan penyebab utama kerusakan ekosistem tersebut (Dirjen Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, 2002). Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Beberapa aktivitas manusia terhadap ekosistem hutan mangrove yang menimbulkan dampak kerusakan terhadap ekosistem tersebut adalah; tebang habis, konversi lahan, pembuangan sampah cair, pembuangan sampah padat, penambangan dan ekstraksi mineral serta pencemaran (Berwick, 1983 dalam Dahuri et al, 2001). Kegiatan manusia di daratan seperti industri, pertanian, rumah tangga juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem wilayah pesisir, seperti halnya ekosistem hutan mangrove melalui proses masuknya bahan pencemaran. Menurut UNEP (1990) dalam Dahuri et al (2001) sebagian besar (80 %) bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land basic activities). Sebagai contoh kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up land) yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai melalui banjir dan erosi tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan (Supriharyono, 2000). Tingkat kerusakan ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir-pantai yang semakin parah memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh untuk
  • 5. pelestariannya kedepan. Rehabilitasi ekosistem hutan mangrove yang sudah mengalami kerusakan dan menjaga kelestariannya secara bekesinambungan harus dilakukan secara terprogram. Pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak terkait, baik yang berada disekitar kawasan maupun diluar kawasan. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir tersebut (Ginting, 2003). Jika dicermati secara lebih mendalam, sebenarnya akar permasalahan kerusakan ekosistem wilayah pesisir, termasuk ekosistem hutan mangrove meliputi empat hal, yaitu : 1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata pencaharian alternatif, 2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (stakeholders), (3) lemahnya penegakan hukum (law enforcement), dan (4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola keberadaan kawasan pesisir dan lautan. Dalam hal ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (stakeholders) terhadap keberadaan ekosistem hutan mangorve di wilayah pesisir, menunjukkan lemahnya pemahaman tentang status dan sifat sumberdaya tersebut (Clark , 1992).
  • 6. D. Alat dan Bahan 1. Alat a. Tali Transek b. Meteran c. Kompas d. Plastik e. Label f. Parang g. Kamera h. Alat Tulis 2. Bahan a. Mangrove b. Tanah E. Cara Kerja 1. Membuat 6 Plot pada hutan mangrove masing masing dengan luas 10x10 m. 2. Mengambil 3 sampel tanah pada masing masing plot . 3. Melihat semua jenis spesies yang terdapat pada plot. 4. Menghitung jumlah masing masing spesies setiap plot. 5. Mengukur diameter mangrove yang dikategorikan pohon 6. Mencatat data pada buku dan mendokumentasikannya. 7. Melakukan pengolahan data
  • 7. F. Hasil Pengamatan Tabel 1. Pengolahan data identifikasi mangrove Keterangan: Total plot = 6 Luas plot = 10 x 10 Luas Area = luas plot X jumlah plot = 10x10x6 = 600 DBH = keliling/ 3,14 Frekuensi = Jumlah hadirnya suatu jenis/ jumlah seluruh plot FR = frekuensi suatu jenis/ total frekuensi X 100% Densitas(D) = jumlah individu suatu jenis/luas area sampel DR = densitas suatu jenis/ total densitas X 100%
  • 8. BA = ¼ x 3,14 x DBH2 Dominansi(Do) = BA suatu jenis/ luas area sampel DoR = dominansi suatu jenis/ total dominansi X 100% INP = FR% + DR% + DoR% Tabel 2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener No. Nama Plot H ‘ 1. Plot 1 1,1035 2. Plot 2 0,4563 3. Plot 3 0,4101 4. Plot 4 0,4101 5. Plot 5 0,2640 6. Plot 6 0,6172 H’ = - ∑(𝐧𝐢/𝐍) 𝐈𝐧 (𝐧𝐢/𝐍) Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman ni = Jumlah individu/spesies N = Jumlah individu keseluruhan
  • 9. G. Pembahasan Kuliah lapangan ini dilakukan di kawasan Mandeh Pesisir Selatan, dengan tujuan untuk menganalisis vegetasi mangrove pada kawasan ini. Proses dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis mangrove dengan pembuatan plot berukuran 10x10 m sebanyak 6 plot pada daerah yang telah dipilih. Pada masing-masing plot dilakukan identifikasi jenis yang ditemukan, menghitung jumlahnya dan kemudian melakukan pengukuran keliling pohon untuk mengetahui DBH nya. Selanjutnya pengukukuran dilakukan dengan pengambilan sampel tanah pada masing-masing plot untuk mengetahui struktur tanah pada lokasi ini. Berdasarkan dari hasil pengamatan vegetasi mangrove pada 6 plot dilokasi telah ditemukan 4 jenis vegetasi mangrove sejati, diantaranya : Sonneratia sp., Barringtonia specios, Rhizophora apiculata, dan Ceriops tagal. Vegetasi asli dimaksudkan sebagai vegetasi yang memang merupakan vegetasi asli penghuni hutan mangrove. Masing-masing jenis tanaman mangrove memiliki tipe perakaran yang berbeda-beda. Sonneratia sp. memiliki akar nafas berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar ke arah udara seperti pasak. Barringtonia speciosa memiliki sistem perakaran tunggang. Rhizophora apiculata memiliki akar tunjang yang merupakan akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Ceriops tagal memiliki akar banir yang memiliki struktur seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal batang. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan pada plot satu ditemukan ada 4 jenis tanaman mangrove, yaitu: Sonneratia sp., Barringtonia speciosa, Rhizophora apiculata, dan Ceriops tagal. Lokasi plot satu merupakan lokasi yang paling tepi dari ekosistem mangrove yang kami lakukan pengukuran. Pada lokasi ini tanaman mangrove tumbuh pada kondisi tanah yang berpasir dan berlumpu. Rhizophora apiculata merupakan tanaman yang paling mendominasi pada plot ini. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut sangat cocok tumbuh pada kondisi tanah yang berlumpur dan berpasir. Struktur akarnya yang mencuat dari batang merupakan bentuk yang cocok baginya dalam penyesuaian diri terhadap kondisi pantai yang deras dengan terpaan ombak. Sesuai dengan fugsi perakarannya yang
  • 10. mampu menahan terpaan ombak sehingga tanaman ini mampu bertahan dan tidak tebawa arus. Pada plot dua ditemukan ada 3 jenis tanaman mangrove, diantaranya: Sonneratia sp., Barringtonia speciosa, dan Rhizophora apiculata. Pada plot ini vegetasi yang mendominasi adalah Rhizophora apiculata. Plot 3 sampai dengan plot 6 data yang kami peroleh hanya ditemukan dua jenis tanaman nagrove, yaitu: Sonneratia sp. dan Rhizophora apiculata. Dari data plot 3 sampai 6 ini dapat disimpulkan bahwa tanaman yang diperoleh memiliki jenis keanekaragaman yang minim. Karena pada 4 plot yang kami data hanya terdapat dua jenis tanaman mangrove yang hadir. Pada lokasi ini plot yang kami letakkan semakin dekat dengan arah datangnya ombak, sehingga jenis vegetasi yang muncul adalah vegetasi yang memiliki sistem perakaran kuat untuk menahan terpaan ombak. Dari keseluruhan data Rhizophora apiculata mendominasi jenis vegetasi pada lokasi ini. Pada total 6 plot Rhizophora apiculata hadir sebanyak 117 kali. Sementara urutan kedua jenis vegetasi yang mendominasi adalah Sonneratia sp. dengan jumlah total individu 19. Disusul oleh Barringtonia speciosa berjumlah 8 individu. Jenis vegetasi yang paling sedikit ditemukan pada lokasi ini adalah Ceriops tagal dengan jumlah individu yang hadir sebanyak 3 individu dan jenis vegetasi ini hanya ditemukan pada 1 petakan (plot) yaitu pada plot 1. Untuk menentukan jenis vegetasi apakah yang mendominasi daerah hutan mangrove pada daerah ini dapat diketahui melalui perhitungan Indeks Nilai Penting. Suzana (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa “kondisi ekologis hutan mangrove dapat diketahui dengan menggunakan beberapa jenis perhitungan, yaitu kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan Indeks Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk mencari nilai INP digunakan tiga perhitungan, yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai frekuensi tiap jenis, dan nilai dari penutupan tiap jenis”. Rhizophora apiculata dikatakan sebagi pendominasi pada vegetasi ini ditandai dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 136,35783. Indeks ini menunjukkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang lainnya, sehingga Rhizophora apiculata merupakan vegetasi mangrove yang mempunyai pengaruh paling besar di kawasan hutan mangrove ini.
  • 11. Pada vegetasi tingkat pohon frekuensi tertinggi terdapat pada Rhizophora apiculata dan Sonneratia sp. dengan nilai 1. Begitu pula dengan frekuensi relatifnya (FR) juga di kuasai oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia sp. dengan nilai 40 %. Nilai frekuensi menunjukkan nilai penyebaran suatu jenis. Semakin tinggi penyebarannya maka nilai frekuensinya akan semakin tinggi. Selanjutnya adalah densitas (kerapatan). Densitas merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya suatu jenis per satuan luas. Semakin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Nilai densitas relative (DR) yang paling tinggi ditunjukkan oleh Rhizophora apiculata yaitu 79,59183 %. Dominansi merupaka nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas. Untuk nilai Dominansi tertinggi diterdapat pada Sonneratia sp. dengan nilai sebesar 38,922 %. Hal ini menunjukkan bahwa Sonneratia sp. merupakan jenis vegetasi yang paling mendominasi pada komunitas mangrove yang kami amati. Dari data-data ini dapat disimpulkan bahwa jenis vegetasi yang paling mendominasi adalah Rhizophora apiculata ditandai dengan Indeks Nilai Penting yang paling tinggi. Nama daerah Rhizophora apiculata adalah bakau, tancang, tanjang, tinjang, bangko, kawoka, wako, jangkar dan lain-lain. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae. Tanaman ini memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup, daun penumpu yang meruncing, buah yang berkecambah dan berakar ketika masih berada di pohon. Biji ini biasa disebut dengan propagul. Struktur tanah yang kami amati terlihat berpasir dengan campuran lumpur, namun lumpur yang kami amati letaknya terlihat cukup dalam. Dimana jika dibuat lapisan struktur tanah yang akan terlihat adalah pasir baru setelah digali akan tampak struktur tanah yang berlumpur. Warna tanah yang kami amati berwarna putih keabuan dengan butiran pasir yang lembut. Struktur tanah juga bercampur dengan serasah yang berasal dari hutan mangrove. Serasah yang kami dapatkan berupa serbuk-serbuk halus yang bercampur dengan pasir dan lumpur.
  • 12. Berdasarkan dari hasil pengamatan, indeks keanekaragaman Shannon- Wiener menunjukkan bahwa plot 1 memiliki nilai 1<H’<3, H’=1,1035. Angka ini menunjukkan keanekaragaman jenisnya pada plot tersebut termasuk dalam kategori sedang karena ekosistem mangrove tersebut memiliki produktivitas yang cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, kondisi perairan masih stabil, dan tekanan ekologisnya sedang. Sedangkan keanekaragaman plot 2 sampai dengan plot 6 termasuk dalam kategori rendah yaitu H’<1. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi yang tumbuh pada plot ini sangat sedikit dan tidak beragam. Dibuktikan dengan data bahwasanya jumlah jenis tanaman yang hadir hanya 3 jenis pada plot 2 dan hanya 2 jenis tanaman yang hadir pada plot 3 sampai plot 6. Ekosistem mangrove kawasan mandeh ini sebenarnya sangat berpotensi sebagai kawasan ekowisata karena masih sangat asri dan mangrovnya masih terjaga, hal ini disebabkan karena kawasannya cukup jauh dari dermaga maupun tempat tinggal penduduk sehingga jauh dari pencemaran. Saat ini hutan mangrove kawasan mandeh ini hanya dimanfaatkan sebagai ekologis saja, belum sampai ekowisata. Untuk itu perlu pengembangan lebih lanjut untuk pengembangan kawasan ini sebaga wisata unggulan di Sumatera Barat.
  • 13. H. Kesimpulan 1. Pada lokasi pengamaatan di Kawasan mangrove Mandeh Pesisir Selatan terdapat 4 spesies yaitu Sonneratia sp., Barringtonia speciosa, Rhizophora apiculata, dan Ceriops tagal. 2. Pada lokasi pengamatan jenis tanaman yang mendominasi adalah Rhizophora apiculata dengan nilai INP 136,35783 %, Rhizophora apiculata memiliki akar yang mampu menahan terpaan ombak sehingga banyak tumbuh dan mendominasi lokasi pengamatan yang berada pada bibir pantai 3. Struktur tanah lokasi pengamatan adalah berpasir dengan campuran lumpur dan serasah. 4. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener plot 1 memiliki tingkat keanekaragaman sedang dan plot 2 sampai 6 memiliki tingkat keanekaragaman rendah. 5. Kawasan hutan mangrove mandeh memiliki potensi ekowisata yang baik dan perlu pengembangan dari pemerintah.
  • 14. Daftar Pustaka Bengen D.G., 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan EKosistem Man- grove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. Clark, J.R., 1992. Integrated Management of Coastal Zone. FAO Fisheries Technical Paper. No. 327. Rome, Italy. Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perika- nan, Jakarta. Ginting, S., 2003. Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Pelatihan ICZPM (Integrated Coastal Zone Planning and Management). Bappeda Propinsi Bengkulu. Harahab, N., 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya da- lam Perencanaan Wilayah Pesisir. Cetakan Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Cetakan Pertama. PT. Pradnya Pa- ramita, Jakarta. Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan oleh Muhammad Eidman et al. PT. Gramedia, Jakarta. Salm, R.V., Clark, J.R., and Siirila, E., 2000. Marine and Coastal Protected Areas. A Guide for Planners and Managers. Third Edition. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suzana, Benu Olfie L. dkk. 2011. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. ASE. Vol. 7 No.2 : 29 - 38
  • 15. LAMPIRAN 1. Data mentah pengamatan mangrove Tabel 3. Data mentah pengamatan identifikasi mangrove No. Plot Nama Spesies Jumlah Individu Keliling (m) Plot 1 Sonneratia sp. 4 0,175 0,38 0,215 0,135 Barringtonia speciosa 7 0,180 0,185 0,20 0,11 0,19 0,155 0,17 Rhizophora apiculata 20 0,115 0,13 0,145 0,11 0,13 0,15 0,12 0,17 0,29 0,225 0,22 0,23 0,31 0,28 0,11 0,05 0,30 0,17 0,09 0,25 Ceriops tagal 3 0,15 0,16 0,195 Plot 2 Sonneratia sp. 2 0,155
  • 16. No. Plot Nama Spesies Jumlah Individu Keliling (m) 0,30 Barringtonia speciosa 1 0,145 Rhizophora apiculata 21 0,13 0,08 0,09 0,11 0,125 0,15 0,164 0,17 0,18 0,12 0,145 0,10 0,16 0,19 0,21 0,10 0,075 0,11 0,13 0,18 0,10 Plot 3 Sonneratia sp. 2 0,45 0,26 Rhizophora apiculata 12 0,11 0,155 0,14 0,13 0,18 0,16 0,12 0,10 0,13 0,135 0,20 0,09
  • 17. No. Plot Nama Spesies Jumlah Individu Keliling (m) Plot 4 Sonneratia sp. 5 0,23 0,1625 0,225 0,115 0,16 Rhizophora apiculata 30 0,16 0,105 0,14 0,11 0,19 0,12 0,145 0,07 0,06 0,08 0,075 0,12 0,055 0,125 0,13 0,095 0,152 0,185 0,29 0,121 0,288 0,127 0,1505 0,145 0,1195 0,102 0,157 0,117 0,105 0,1605 Plot 5 Sonneratia sp. 2 0,118 0,109
  • 18. No. Plot Nama Spesies Jumlah Individu Keliling (m) Rhizophora apiculata 25 0,172 0,078 0,082 0,118 0,139 0,122 0,139 0,111 0,19 0,11 0,12 0,18 0,12 0,20 0,25 0,36 0,12 0,0455 0,15 0,1367 0,11 0,235 0,205 0,173 0,1813 Plot 6 Sonneratia sp. 4 0,494 0,16 0,234 0,172 Rhizophora apiculata 9 0,18 0,15 0,193 0,169 0,188 0,136 0,1413 0,146
  • 19. No. Plot Nama Spesies Jumlah Individu Keliling (m) 0,189 2. Pengolahan data Shannon-Wiener Tabel 4. Pengolahan data Shannon-Wiener Nama Plot Nama Spesies Jumlah Individu (ni/N) In (ni/N) Plot 1 Sonneratia sp. 4 -0.25177249 Barringtonia speciosa 7 -0.325386842 Rhizophora apiculata 20 -0.312134265 Ceriops tagal 3 -0.21421308 Total 34 -1.103506677 Plot 2 Sonneratia sp. 2 -0.207075554 Rhizophora apiculata 21 -0.116839969 Barringtonia speciosa 1 -0.13241891 Total 24 -0.456334432 Plot 3 Sonneratia sp. 2 -0.277987164 Rhizophora apiculata 12 -0.132129154 Total 14 -0.410116318 Plot 4 Sonneratia sp. 5 -0.277987164 Rhizophora apiculata 30 -0.132129154 Total 35 -0.410116318 Plot 5 Sonneratia sp. 2 -0.192791829 Rhizophora apiculata 25 -0.071260223 Total 27 -0.264052052 Plot 6 Sonneratia sp. 4 -0.362663076 Rhizophora apiculata 9 -0.254578694 Total 13 -0.61724177
  • 20. 3. Dokumentasi kegiatan kuliah lapangan 1. Gambar vegetasi mangrove 2. Peserta kuliah lapangan Ekologi Lahan Basah