Lembar Informasi 012003 Potret Kerugian Banjir Riau 2003
1. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU
WALHI Eksekutif Daerah Riau
Menyambut Hari Bumi 22 April 2003
Potret Kerugian Banjir
di Wilayah Administratif Provinsi Riau
Kerugian masyarakat akibat banjir diperkirakan mencapai hingga ratusan milyar rupiah. Dari 15
kabupaten yang ada dalam wilayah administratif Provinsi Riau, 7 diantaranya tertimpa banjir.
Sebaran titik-titik banjir berbeda untuk setiap kabupaten.
Kabupaten Kerugian
Di Kabupaten Rokan Hulu Banjir melanda 32 desa yang berada di 8 kecamatan. Diperkirakan 3.923 KK atau sekitar
16.698 jiwa menjadi korban. Ketinggian air per Desember 2002 diperkirakan mencapai 2
hingga 4 meter dari ketinggian normal.
Di Kabupaten Rokan Hilir Banjir melanda 5 Kecamatan yaitu Tanah Putih, Rimba Melintang, Pujud, Bangko dan
Kubu. Lebih dari 1.865 unit rumah tersapu air dan kerusakan lahan sawah mencapai 1.637
Ha, Kebun/Ladang 872 Ha dan keramba yang hanyut 3 buah. Kerusakan fasilitas umum
mencapai 9,986 km untuk jalan umum, 21 unit jembatan, 5 unit bangunan sekolah serta 5
unit rumah ibadah. Bencana banjir kali ini ini juga menimbulkan penyakit terhadap 444
penduduknya.
DI Pekanbaru Banjir telah merusak sekitar 180 unit kolam ikan, menghanyutkan sekitar 160 unit
keramba. Jumlah ternak yang mati tercatat 800 ekor ayam/itik, 5 ekor kambing serta
menyebabkan terendamnya 764 rumah warga (DinSos dan Pemakaman Kota Pekanbaru
akhir Januari 2003)
Di Kabupaten Kuantan Singingi Banjir pada awal Januari tahun ini terjadi di 9 kecamatan. Sekitar 6.000 jiwa harus hidup di
tempat penampungan korban banjir dengan fasilitas yang sangat terbatas. Korban ternak
mencapai 1.500 ekor ayam disamping Kambing yang juga diperkiran hingga ratusan ekor.
Lebih menyedihkan lagi, banyak sawah, kebun, ladang dan kolam ikan yang terendam
banjir. Pemulihan pasca banjir menjadi lebih berat mengingat fasilitas umum berupa
jembatan, jalan, sekolah dan rumah ibadah banyak yang mengalami kerusakan parah.
Di Kabupaten Kampar Luas lahan pertanian Palawija yang terendam banjir mencapai sekitar 1.237.08 ha, Jeruk
149.9 ha, Pisang 511,29 ha. Bibit Karet yang mengalami kerusakan mencapai hingga
sekitar 1.200 batang, Bibit Sawit 13.993 batang, Keramba Ikan 396 buah dan Kolam Ikan
96 buah. Ternak yang mati antara lain Kerbau 15 ekor, Kambing 62 ekor dan Ayam 76.437
ekor. Belum lagi Puskesmas yang mengalami kerusakan sebanyak 5 buah, bangunan
sekolah 11 buah jalan kabupaten/desa sekitar 29,5 kilometer, rakit 3 unit serta jembatan 7
unit.
Di Kabupaten Indragiri Hulu Banjir telah menyebabkan kerusakan dibeberapa kecamatan, dengan intensistas yang
berbeda-beda. Di Peranap, tingkat kerusakan lahan budidaya termasuk kolam ikan sekitar
97,6 ha dengan total kerugian akibat gagal panen diperkirakan mencapai hingga Rp 366,3
juta. Kerusakan lahan budidaya (pertanian+perikanan) sekitar 142,5 ha dengan kerugian
sekitar Rp 447,5 juta. Kerusakan lahan pertanian mencapai 42 ha dengan kerugian sekitar
Rp 122,1 juta di Kecamatan Pasir Penyalaian. Selain itu kerugian akibat kegagalan panen
karena kerusakan lahan pertanian di beberapa kecamatan lainnya seperti kecamatan
Siberida, R. Barat, Btg. Cinaku, Btg. Gangsal dan Rengat, juga terjadi. Secara
keseluruhan, Pemda Kabupaten Indragiri Hulu pada Januari 2003 lalu memperkirakan
kerugian karena kegagalan panen sekitar Rp 2,3 miliar dengan sekitar 6.194 lahan
pertanian (termasuk kolam) mengalami kerusakan.
Di Kabupaten Pelalawan Diperkirakan, jumlah penduduk yang mengalami penderitaan sebagai akibat banjir yang
terjadi akhir tahun 2002 sekitar 10.958 jiwa. Sekitar 1.718 unit rumah terendam banjir. Air
juga merendam sekitar 814,5 ha lahan pertanian, merusak sekitar 80 unit keramba ikan,
tewasnya 812 ekor ayam, 60 ekor kambing, 7 ekor sapi, menyebabkan 88 orang terkena
wabah penyakit, menyebabkan kerusakan 19 unit sekolah, 9 unitrumah ibadah, kerusakan
9 km jalan umum dan 24 jembatan.
1
2. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU
TOTAL KERUSAKAN
Kerusakan Lahan Pertanian
Perhitungan ekonomi secara total memperlihatkan bahwa kerusakan yang terjadi pada ladang
pertanian dan kebun penduduk telah menimbulkan kerugian sekitar Rp 23,2 miliar dengan
kerusakan sekitar 5.104 ha sawah. Kerugian ini barulah merupakan kerugian di sektor pertanian
yang bersifat langsung.
Kerusakan Ladang Hortikultura
Kerusakan hampir terjadi merata pada ladang-ladang produksi komoditas jagung, palawija, dan
tanaman hortikultura lainnya. Dari hasil perhitungan ditemukan bahwa kerugian yang relatif besar
adalah
1. Ladang jagung yang mencapai hingga Rp 513,19 juta, dengan kerusakan lahan mencapai
195,5 hektar
2. Ladang cabe sebesar Rp 239,25 juta, dengan kerusakan lahan mencapai 66 hektar.
3. Kerusakan lahan pertanian lainnya yang besar juga terjadi pada lahan kacang panjang, ubi
kayu, ketimun, kacang tanah dan kedelai.
Kerusakan Sektir Budidaya Perikanan Darat
1. Kolam ikan mencapai 350 unit, dengan nilai kerugian sebesar Rp 175 juta.
2. Keramba yang hanyut sekitar 479 buah dengan nilai kerugian sebesar Rp 359,25 juta.
Besarnya nilai kerugian keramba ditambah dengan modal pembuatannya yang memerlukan input
seperti jaring, kayu/bambu atau peralatan lainnya dengan biaya mencapai Rp 500 ribu + tenaga
kerja selama masa pembuatannya.
Kerusakan Sektor Peternakan
1. Ternak ayam yang mati mencapai hingga 80.000 ekor, dengan total kerugian diatas satu miliar
rupiah.
2. Ternak kambing yang mati sekitar 332 ekor dengan kerugian sekitar Rp 166 juta
3. Ternak sapi yang mencapai 107 ekor, atau kerugian hingga diatas 200 juta rupiah.
Kerusakan Infrastruktur
Kerugian yang ditimbulkan oleh rusaknya beberapa infrastruktur milik masyarakat ataupun
infrastruktur umum adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan kerugian yang terjadi di
sektor-sektor lain.
1. Rumah rusak mencapai 5.993 rumah rusak dengan kerugian mencapai hingga 90 miliar
rupiah.
2. Kerusakan jalan umum sepanjang hampir 62 kilometer mencapai 7,7 miliar rupiah.
3. Kerusakan jembatan mencapai 63 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 393,75 juta
4. Kerusakan sekolah mencapai 74 unit dengan nilai Rp 2,2 miliar,
5. Puskesmas 5 unit dengan nilai Rp 50 juta,
6. Rumah ibadah mencapai 77 unit dengan nilai kerusakan Rp 770 juta, Rakit penyeberangan
mencapai 7 unit dengan nilai Rp 14 juta serta
7. Dermaga mencapai 7 unit dengan nilai Rp 7 juta.
Penilaian kerugian langsung dilakukan dengan cara menginventarisasi seluruh kerugian resmi
yang dilaporkan kepada Gubernur Riau oleh ketujuh kabupaten tersebut dan menetapkan nilai
2
3. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU
yang masuk akal terhadap setiap kerugian tersebut. Namun, dampak kerugian tersebut tidak
hanya memiliki dampak langsung, karena nilai tersebut sangatlah undervalued. Kerugian-kerugian
tersebut memiliki dampak pengganda (multiplier effect) yang harus diperhitungkan karena nilai
tersebut memiliki dampak yang lebih besar dan lebih luas. Dengan memperhitungkan dampak
pengganda tersebut dengan setiap sub sektor yang menderita banjir maka akan didapat kerugian
yang menyeluruh (total lost)
Analisa WALHI Riau menghasilkan temuan yang luar biasa. Kerugian langsung akibat banjir di
tujuh kabupaten di Riau adalah sebesar Rp 143,9 milyar rupiah. Setelah memperhitungkan
dampak pengganda masing masing sektor didapat angka yang jauh lebih besar, yaitu Rp 793,3
milyar.
Yang harus diperhatikan bahwa angka tersebut melebihi nilai APBD pengeluaran pembangunan
setiap kabupaten yang terkena banjir. Bahkan kerugian menyeluruh tersebut mencapai 64% dari
Anggaran Pengeluaran Pembangunan Propinsi Riau 2002.
APBD TA 2002 untuk 7 Sektor Publik
Total Lost dari
Banjir
7 Kabupaten yang
terlanda banjir
Total Lost dari Banjir
Propinsi Riau 7 Kabupaten yang
terlanda banjir
Propinsi Riau
0
0
0
0
0
0
0
00
00
00
00
00
00
0,
0,
0,
0,
0,
0,
00
20
20
40
60
80
1,
1,
Nilai dalam Juta Rupiah
Hal yang juga harus
dicermati adalah adanya pos-pos pengeluaran di APBD propinsi Riau maupun APBD kabupaten-
kabupaten di Riau, terutama tujuh pos penting pengeluaran pembangunan dalam pembangunan
sektor publik yang memiliki keterkaitan yang erat dengan fenomena banjir di Riau. Sektor-sektor
tersebut adalah sektor pertanian dan kehutanan, sektor sumber daya air dan irigasi, sektor
transportasi, sektor pembangunan daerah dan pemukiman, sektor lingkungan hidup dan tata
ruang, sektor kesehatan, kesejahteraan social, peranan wanita, anak dan remaja, dan sektor
perumahan dan pemukiman.
Selama tahun 2002, investasi sektor publik yang dilakukan oleh 7 kabupaten tersebut
diorientasikan untuk meningkatkan kesejahteraan kabupaten-kabupaten tersebut, tentu saja
3
4. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU
dengan penduduk sebagai sasaran utamanya. Bahkan, investasi untuk 7 sektor seperti yang
disebutkan di atas memiliki proporsi yang besar terhadap anggaran pengeluaran pembangungan,
yakni mencapai 86% untuk APBD TA 2002 Propinsi Riau.
Yang patut disayangkan investasi di sektor publik ini tidak sanggup untuk menanggulangi bencana
banjir dan bahkan untuk sekedar mengantisipasinya-pun tidak sanggup. Artinya dana investasi di
sektor publik menjadi sia-sia. Investasi sia-sia ini dapat disebut, dalam ilmu ekonomi sumber daya
alam sebagai unproductive expenditure (pengeluaran yang seharusnya tidak perlu dilakukan)
Alokasi APBD TA 2002 untuk investasi di tujuh sektor publik di ketujuh kabupaten tersebut,
memperlihatkan komposisi yang hampir sama. Untuk propinsi Riau, investasi ditujuh sektor publik
tersebut mencapai Rp 1,069 trilyun, dan tujuh kabupaten yang terlanda banjir menginvestasikan
Rp 876,5 milyar. Sedangkan total kerugian mencapai Rp 793,3 milyar. Kerugian tersebut sama
dengan 74% investasi propinsi Riau di tujuh sektor publik selama tahun 2002. Sedangkan untuk
tujuh kabupaten tersebut, kerugian mencapai 91% dari seluruh investasi di tujuh sektor publik di
kabupaten-kabupaten tersebut. Semuanya ini mengindikasikan investasi sia-sia melalui
investasi uang negara untuk kepentingan publik.
Bencana banjir ini diperkirakan memiliki dampak pengganda yang sangat besar. Apabila dirunut
lebih jauh, dampak ini ujung-ujungnya akan menyengsarakan masyarakat. Walaupun propinsi
Riau terkenal dengan industri yang berbasis sumber padat modal dalam hal ini industri minyak dan
gas, akan tetapi yang dilanda bencana banjir adalah daerah daerah yang memiliki ketergantungan
terhadap industri yang berbasis sumber daya alam nonmigas. Industri seperti ini memiliki
karakteristik yang berbeda dengan industri migas, karena industri ini bersifat padat karya bukan
padat modal. Hal ini menjelaskan mengapa nilai kerugian tidak langsung dan kerugian lanjutan
yang diderita oleh tujuh kabupaten tersebut melebihi nilai kerugian langsung.
Perbandingan PAD 7 Kabupaten yang Terkena
Banjir dengan Kerugian Akibat Banjir
800,000,000
700,000,000 PAD 7 Kabupaten
600,000,000
500,000,000 Direct Lost
400,000,000
Indirect + Induced
300,000,000
Lost
200,000,000
Total Lost
100,000,000
0
Pertanyaan krusial lainnya adalah mampukah ketujuh kabupaten ini membiayai kerugian akibat
banjir? Apabila dibandingkan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah ketujuh kabupaten tersebut,
4
5. LEMBAR INFORMASI WALHI RIAU
kerugian total yang diderita jauh lebih besar. Nilai PAD gabungan ketujuh kabupaten ini hanya
mampu membiayai 11% dari kerugian total yang diderita akibat banjir.
Ketidakmampuan PAD untuk membiayai kerugian banjir menempatkan pemerintah daerah pada
posisi yang sulit. Berbagai investasi sektor publik, khususnya tujuh sektor yang terkait dengan
perbaikan dan pembangunan sumber daya alam dan manusia, yang telah dikeluarkan pada tahun
anggaran 2002, seolah-olah hanyut terbawa banjir dipenghujung 2002.
Untuk merehabilitasi dampak dan kerugian tersebut dibutuhkan dana, minimal sebesar kerugian
banjir secara keseluruhan. Bagi pemerintah daerah, dana tersebut tidak dapat diperoleh dengan
mengandalkan PAD. Bahkan, sasaran pemerintah untuk meningkatkan PAD di tahun anggaran
2003 sebagai hasil investasi di sektor publik terancam tidak tercapai karena objek-objek pajak dan
retribusi daerah banyak yang hancur. Sehingga kebijakan untuk memarjinalkan perbaikan
lingkungan hidup dan pembangunan sumberdaya alam lewat alokasi anggaran pembangunan
yang tidak proporsional, akan kontraproduktif terhadap Penerimaan Asli Daerah.
5