Profil kerja ilmiah siswa SMA pada praktikum materi jamur dengan pendekatan kontekstual meliputi kemampuan mempersiapkan percobaan, melakukan observasi, melaksanakan kegiatan, dan membuat laporan. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan profil tersebut pada siswa kelas X SMA Pasundan 1 Cimahi dalam praktikum jamur tempe, oncom, dan jamur pada roti busuk.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
(inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan
demikian pembelajaran IPA bukan hanya pembelajaran yang menitik beratkan
pada konsep pengetahuan, akan tetapi lebih diutamakan pada proses penelitian
dan penemuan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Khristiyono, 2007:23)
yang menyatakan pengetahuan yang hanya sekedar dihafalkan akan cepat hilang
dari ingatan. Akan tetapi, dengan kompetensi yang diperoleh diharapkan akan
menjadi keterampilan hidup yang dapat dimanfaatkan sepanjang masa. Selain itu
tujuan pembelajaran yang dirumuskan dapat diarahkan untuk kegiatan belajar
yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai maupun
moral yang ingin dicapai (Rustaman, et al, 2003: 219).
Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan keterampilan bagi guru dalam
menerapkan konsep-konsep dalam pembelajaran IPA. Tugas guru bukanlah
memberikan pengetahuan saja, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring
anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan
fakta dan konsep sendiri. Dalam kegiatan belajar mengajar khususnya mata
pelajaran IPA guru harus betul-betul dituntut keahlian, keterampilan, dan
2. 2
kreativitas dalam menggunakan metode pembelajaran agar peserta didik mampu
menyerap dengan cepat, dan akurat mengenai materi-materi yang dipelajari. Hal
ini dibutuhkan karena IPA merupakan mata rumpun disiplin ilmu yang
membutuhkan pembuktian, penemuan, dan penelitian yang tersistematis.
Kegiatan belajar mengajar IPA saat ini tidak lagi terpusat pada guru,
melainkan lebih ditekankan pada prinsip “student center” atau berpusat pada
siswa. Siswa secara langsung sangat berperan dalam pembelajaran, sehingga
siswa termotivasi dan terfasilitasi untuk menyusun atau membangun pengetahuan
mereka sendiri. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam
sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu pendekatan yang diterapkan dalam
menyajikan pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman proses dan
pemahaman produk sains dalam bentuk “ Hands on Activity” (Depdiknas,
2003:43).
“Hands on Activity” ini dapat terwujud melalui kegiatan praktikum.
Kegiatan praktikum sudah menjadi bagian yang integral dari kegiatan belajar
mengajar, khususnya biologi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan
kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan pendidikan IPA. Kegiatan
praktikum sudah menjadi bagian yang integral dan merupakan komponen penting
dalam proses pembelajaran biologi di sekolah.
Woolnough & Allsop (dalam Rustaman, et al, 2003:160) mengemukakan
empat alasan pentingnya kegiatan praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya
pembelajaran Biologi. Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA.
3. 3
Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen.
Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat,
praktikum menunjang materi pelajaran.
Alasan kedua dan ketiga yaitu praktikum dapat mengembangkan
keterampilan dasar melakukan eksperimen dan praktikum menjadi wahana belajar
pendekatan ilmiah merupakan aspek penting yang mendasari perlunya pengkajian
mengenai kerja ilmiah dalam praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Mulyani, 2011:24), yang menyatakan bahwa “praktikum dapat membantu siswa
membiasakan diri memecahkan masalah secara sistematis dan mengasah
kemampuan keterampilan siswa”. Dengan melakukan kegiatan kerja ilmiah dalam
praktikum siswa dapat mengembangkan pola berpikir ilmiah.
Kerja ilmiah merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang
meliputi merumuskan masalah, kegiatan observasi, klasifikasi, mendesain
percobaan, menggunakan alat ukur/pengamatan, mengumpulkan data, menyusun
kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil/ide baik secara tertulis maupun lisan
(Aryulina, 2003:152). Kerja ilmiah tidak saja mencakup kegiatan melakukan
percobaan saja, namun juga proses berfikir dan bersikap secara ilmiah, yang dapat
dituangkan dalam proses praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya mata
pelajaran Biologi.
Melalui praktikum siswa akan mendapatkan pengalaman langsung, dan
menemukan sendiri mengenai konsep dan teori yang ada khususnya pada mata
pelajaran Biologi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Rustaman, et al, 2003: 37)
yang menyatakan “siswa memahami konsep-konsep biologi dan saling
4. 4
keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah dengan dilandasi sikap
ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih
menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya”.
Melalui kegiatan praktikum siswa memperoleh pengalaman
mengidentifikasi masalah nyata yang dirasakannya, merumuskan masalah tersebut
secara operasional, merancang cara terbaik untuk memecahkan masalahnya, dan
mengimplementasikannya dalam laboratorium serta menganalisis dan
mengevaluasi hasilnya (Rustaman, et al, 2003: 162). Konstribusi praktikum dalam
meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran dapat terwujud apabila siswa
diberi pengalaman untuk mengindra fenomena alam dengan segenap indranya
(peraba, penglihat, pembau, pengecap dan pendengar). Apabila kegiatan
praktikum berformat discovery, fakta-fakta yang diamati menjadi landasan
pembentukan konsep atau prinsip dalam pikirannya (Rustaman, et al, 2003: 163).
Kegiatan laboratorium ini dilaksanakan karena pembelajaran Biologi tidak hanya
mementingkan produk melainkan juga proses.
Guru dalam melaksanakan suatu pembelajaran tidak hanya menggunakan
suatu metode saja akan tetapi menggunakan metode untuk merealisasikan suatu
pendekatan dalam mencapai tujuan. Metode yang tepat untuk mengajarkan suatu
pengetahuan atau materi pelajaran diperlukan agar diperoleh hasil yang
memuaskan. Seperti halnya dalam pendekatan kontekstual seorang guru
menggunakan metode praktikum. Kegiatan praktikum dapat menunjang
pembelajaran yang bermakna dan agar lebih bermakna lagi maka kegiatan
tersebut harus memperhatikan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-
5. 5
hari/kontekstual. Oleh karena itulah, kegiatan praktikum sangat cocok dengan
menggunakan pendekatan kontekstual.
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti makna belajar beserta manfaatnya.
Siswa dapat menempatkan diri sebagai manusia yang memerlukan suatu bekal
untuk hidupnya. Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya dengan guru sebagai pengarah dan pembimbing, untuk
itu salah satu pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah pembelajaran
kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) (Setyowati, 2006: 53).
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dianggap cocok
untuk diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan telah
digulirkan oleh pemerintah mulai tahun ajaran 2006/2007. Pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang berlangsung secara alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami sendiri.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian yang
menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari
terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang
akan terjadi disekelilingnya (Rosyidah, 2005: 63).
Salah satu materi yang dapat diberikan dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual adalah jamur. Jamur merupakan kelompok organisme
eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada
umumnya multiseluler (bersel banyak). Kita telah mengenal jamur dalam
kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu
disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu dan kondisi tertentu yang
6. 6
mendukung (Aryulina, et al, 2007: 117). Sebagai contoh makanan yang sering
kita konsumsi yaitu diantaranya roti, tempe, dan oncom. Terdapat Jamur yang
hidup safrofit dikelompokkan ke dalam divisio jamur zygomycota: jamur tempe
(Rhizopus oryzae) dan jamur pada roti yang membusuk (Rhizopus stolonifer) serta
divisio jamur ascomycota contohnya pada jamur oncom (Neurospora crassa).
Rhizopus dan neurospora jamur ini pada umumnya digunakan untuk pembuatan
tempe dan oncom terdapatnya padatan kompak berwarna putih (tempe) dan
berwarna oranye (oncom) yang tumbuh subur secara menjari, warna putih pada
tempe dan warna oranye pada oncom disebabkan oleh adanya miselia jamur.
Jamur juga dapat mendatangkan kerugian sangat besar. Contoh kerugian yang
ditimbulkan oleh jamur ialah pembusukan makanan pada roti (Rhizopus
stolonifer), nasi, tomat dan lain-lain. Oleh karena itu jamur dapat menguraikan
kebutuhan manusia.
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi
2001, pendidikan Biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung. Pada dasarnya, pelajaran Biologi berupaya untuk membekali siswa
dengan berbagai kemampuan tentang cara “mengetahui” dan cara
“mengerjakan” yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar
secara mendalam (Depdiknas, 2001:53). Guru di lapangan telah memberikan
materi jamur tidak hanya sebatas konsep-konsep saja melainkan jamur sudah
diberikan dengan kegiatan praktikum, dengan demikian siswa diberi pengalaman
secara langsung. Berdasarkan hasil temuan di sekolah yang di teliti, belum ada
yang menilai siswa untuk bekerja ilmiah dalam kegiatan praktikum dari materi
7. 7
jamur ini. Padahal selama persiapan, pelaksanaan sampai akhir praktikum, siswa
diberi pengalaman tentang kerja ilmiah yaitu dengan melakukan kerja ilmiah
seperti penelitian atau percobaan. Pengetahuan tentang kerja ilmiah ini penting
dimiliki oleh siswa sebagai bekal di tingkat pendidikan yang lebih tinggi maupun
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari uraian diatas terlihat bahwa begitu pentingnya penilaian kerja ilmiah
siswa pada saat praktikum. Dari latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Profil Kerja Ilmiah Siswa SMA Pada
Praktikum Materi Jamur Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Bagaimanakah
profil kerja Ilmiah siswa SMA pada praktikum materi Jamur dengan
menggunakan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning)?”. Dari
rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian adalah Bagaimanakah
kemunculan profil kerja ilmiah siswa dalam hal mempersiapkan percobaan,
mengobservasi, melakukan kegiatan dan membuat laporan dalam praktikum
jamur.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, ruang lingkup masalah yang diteliti akan
dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Kerja ilmiah yang diukur dibatasi pada kegiatan-kegiatan yang terjadi pada
saat praktikum meliputi mempersiapkan percobaan, observasi, melakukan
8. 8
kegiatan untuk memperoleh gambaran jamur yang mikroskopik, dan
membuat laporan. Diukur ketika pelaksanaan praktikum yang disesuaikan
dengan LKS.
2. Materi jamur yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada praktikum
jamur tempe, jamur oncom dan jamur pada roti yang telah membusuk.
3. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas X SMA Pasundan 1 Cimahi.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai profil kerja ilmiah siswa SMA pada praktikum materi Jamur dengan
menggunakan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning).
E. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi guru
untuk mengoptimalkan kemampuan kerja ilmiah siswa pada kegiatan
praktikum sebagai salah satu metode pembelajaran. Selain itu dapat
memberikan masukan yang berarti bagi guru untuk mengembangkan dan
menerapkan penelitian alternatif asesmen kinerja sebagai salah satu alat
penilaian terhadap siswa.
2. Dengan dilakukan penilaian kerja ilmiah ini diharapkan akan memberikan
motivasi bagi siswa untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam praktikum
karena segala aktivitasnya dijadikan bahan penilaian.
9. 9
3. Umpan balik buat guru untuk memperbaiki kegiatan praktikum sehingga
dapat mengoptimalkan kerja ilmiah.
F. Kerangka Pemikiran
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan disiplin ilmu yang didalamnya
membutuhkan kekreativitasan dalam proses pengkajiannya. Dibutuhkan wawasan
dan pengetahuan, serta teknik-teknik tersendiri untuk menyampaikan kandungan
yang terdapat dalam disiplin ilmu IPA kepada para peserta didik. Salah satu
proses pembelajaran dalam IPA adalah dengan cara praktikum. Dalam hal ini
khususnya pada mata pelajaran Biologi. Praktikum pada mata pelajaran biologi
sangat diperlukan.
Kerja ilmiah merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang
meliputi kegiatan observasi, klasifikasi, mendesain percobaan, menggunakan alat
ukur/pengamatan, mengumpulkan data, meyusun kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil/ide baik secara tertulis maupun lisan. Kerja ilmiah
tidak saja mencakup kegiatan melakukan percobaan saja, namun juga proses
berfikir dan bersikap secara ilmiah, yang dapat dituangkan dalam proses
praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya mata pelajaran Biologi.
Biologi merupakan bagian dari IPA yang membahas tentang fenomena
dan proses yang sedang terjadi pada mahluk hidup serta masalah-masalah nyata di
alam. Oleh sebab itu kegiatan praktikum tidak bisa ditinggalkan dalam kegiatan
belajar mengajar IPA. Menurut Harlen (Budiarti, 2001:56) dengan kegiatan
praktikum di laboratorium siswa akan memperoleh pengalaman lebih karena
10. 10
siswa lebih aktif dari pada hanya melihat pada hasil atau konsep. Selain itu pula,
melalui kegiatan praktikum, siswa sebenarnya diharapkan memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk berinisiatif dan mengembangkan diri.
Melalui kegiatan praktikum siswa memperoleh pengalaman
mengidentifikasi masalah nyata yang dirasakannya, merumuskan masalah tersebut
secara operasional, merancang cara terbaik untuk memecahkan masalahnya, dan
mengimplementasikannya dalam laboratorium serta menganalisis dan
mengevaluasi hasilnya.
Kegiatan belajar mengajar melalui pendekataan kontekstual yaitu
mengkaitkan materi yang didapat dengan situasi dunia nyata siswa atau belajar
bermakna, akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan menjadi
tertarik dan termotivasi untuk belajar dan memahami materi pelajaran karena
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan melakukan langsung. Jika
motivasi siswa untuk belajar besar maka aktivitas belajar akan meningkat.
Aktivitas siswa merupakan kegiatan siswa yang dilakukan selama proses belajar
mengajar berlangsung, baik aktivitas yang bersifat fisik/jasmani maupun
mental/rohani aktivitas siswa yang besar dalam belajar akan berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar siswa.
Pendekatan yang digunakan oleh para guru pada umumnya di lapangan,
merupakan pendekatan yang berpusat pada guru. Guru masih menyampaikan
materi pelajaran dengan pendekatan tradisional. Pada pembelajaran ini guru
berfungsi sebagai pusat atau sumber materi guru yang aktif dalam pembelajaran,
11. 11
sedangkan siswa hanya menerima materi. Hal ini merupakan salah satu penyebab
rendahnya kualitas pemahaman siswa (Zulkardi,2001; IMSTEP-JICA, 1999).
Akibatnya kemampuan penalaran (berpikir kritis), kompetensi strategis siswa
tidak berkembang serta pemahaman siswa tidak mendalam.
Informasi-informasi tersebut memperkuat pentingnya ketepatan
pendekatan pembelajaran yang digunakan agar para peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya. Selain itu fakta-fakta di atas menunjukkan
bahwa pendekatan pembelajaran tradisional ternyata kurang mendukung untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan baik.
Pendekatan Kontekstual adalah filosofi belajar yang menekankan pada
pengembangan minat dan pengalaman siswa. Pendekatan ini bertujuan membantu
siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
masyarakat (Bandono, 2008: 53).
Kualitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari dua segi: proses
dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berkualitas apabila seluruhnya
atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara aktif baik fisik,
mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil,
proses pembelajaran dikatakan berkualitas apabila ≥85% siswa mencapai
kompetensi minimal.
Landasan filosofi pendekatan kontekstual yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi
12. 12
mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur
2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan
bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan
dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu
saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing orang ( Paul, 2001:29 ).
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kontekstual yaitu :
1. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.
4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan.
13. 13
Setiap bagian pendekatan kontekstual atau CTL yang berbeda ini akan
memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami kegiatan praktikum
dengan cepat khususnya pada praktikum jamur tempe, jamur oncom dan jamur
pada roti yang telah membusuk.
G. Asumsi
Biologi merupakan bagian dari IPA yang membahas tentang fenomena
dan proses yang sedang terjadi pada mahluk hidup serta masalah-masalah nyata di
alam. Oleh sebab itu kegiatan praktikum tidak bisa ditinggalkan dalam kegiatan
belajar mengajar IPA. Menurut Harlen (Budiarti, 2001:56) dengan kegiatan
praktikum dilaboratorium siswa akan memperoleh pengalaman lebih karena siswa
lebih aktif dari pada hanya melihat pada hasil atau konsep. Selain itu pula, melalui
kegiatan praktikum, siswa sebenarnya diharapkan memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk berinisiatif dan mengembangkan diri (Sumarno, 2003:43).
Dalam proses praktikum didalamnya terdapat unsur aktivitas kerja ilmiah
yang merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang meliputi kegiatan
observasi, klasifikasi, mendesain percobaan, menggunakan alat ukur/pengamatan,
mengumpulkan data, meyusun kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil/ide
baik secara tertulis maupun lisan. Kerja ilmiah tidak saja mencakup kegiatan
melakukan percobaan saja, namun juga proses berfikir dan bersikap secara ilmiah,
yang dapat dituangkan dalam proses praktikum dalam pembelajaran IPA
khususnya mata pelajaran Biologi.
Praktikum dalam pembelajaran biologi diharapkan akan membantu siswa
dalam mengetahui dan memahami konsep kehidupan terutama dalam konteks
14. 14
kehidupan sehari-hari. Sehingga praktikum melalui kerja ilmiah sangat berguna
untuk mengetahui fenomena kehidupan sehari-hari atau konstektual, yang
diharapkan peserta didik dapat memanfaatkan informasi yang didapatkan dari
hasil kerja ilmiah tersebut ke arah yang positif. Kerja ilmiah seperti ini sangat
cocok menggunakan proses pembelajaran konstektual atau CTL (Contextual
Teaching and Learning).
Johnson (2007: 67) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran
konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) sebuah proses
pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik
dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi,
sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi
delapan komponen berikut:
1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
2. melakukan pekerjaan yang berarti,
3. melakukan pekerjaan yang diatur sendiri,
4. melakukan kerja sama,
5. berfikir kritis dan kreatif,
6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
7. mencapai standar yang tinggi,
8. menggunakan penilaian autentik.
Kegiatan praktikum dengan menggunakan Pendekatan kontekstual dapat
membuat pemahaman dalam pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan
dapat dicapai.
15. 15
H. Definisi Operasional
1. Profil kerja ilmiah pada penelitian ini adalah gambaran secara umum tentang
kemampuan kerja ilmiah siswa pada praktikum jamur dengan pendekatan
/pembelajaran kontekstual. Kerja ilmiah yang diukur meliputi mempersiapkan
percobaan, observasi, melakukan kegiatan untuk memperoleh gambaran
jamur yang mikroskopik, dan membuat laporan.
2. Kerja ilmiah tersebut dijaring dengan menggunakan lembar observasi selama
kegiatan praktikum berlangsung.
3. Kegiatan praktikum disini adalah suatu kegiatan praktikum dengan tujuan
memberi pengalaman kepada siswa yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari siswa yaitu jamur tempe, jamur oncom dan
jamur pada roti yang telah membusuk, dalam materi jamur (fungi).
4. Pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situsi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Komponen pendekatan CTL yaitu diantaranya: konstruktivisme
(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),
dan penilaian yang sebenarnya (authentic Assesment).