1. TUGAS
ARTIKEL TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
(TIK)
Disusun oleh :
Nama : Nurlaila Shafarrinda
Kelas : VII D
SMP NEGERI 4 SUMEDANG
2012
1
2. TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI :
KONSEP DAN PERKEMBANGANNYA
I. Pendahuluan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua yang teknologi
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan,
penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan
Teknologi, 2006: 6). Tercakup dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras,
perangkat lunak, kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun (tele)komunikasi.
Istilah TIK atau ICT (Information and Communication Technology), atau yang di
kalangan negara Asia berbahasa Inggris disebut sebagai Infocom, muncul setelah
berpadunya teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya)
dan teknologi komunikasi sebagai sarana penyebaran informasi pada paruh kedua
abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang sangat pesat, jauh
melampaui bidang-bidang teknologi lainnya. Bahkan sampai awal abad ke-21 ini,
dipercaya bahwa bidang TIK masih akan terus pesat berkembang dan belum terlihat
titik jenuhnya sampai beberapa dekade mendatang. Pada tingkat global,
perkembangan TIK telah mempengaruhi seluruh bidang kehidupan umat manusia.
Intrusi TIK ke dalam bidang-bidang teknologi lain telah sedemikian jauh sehingga
tidak ada satupun peralatan hasil inovasi teknologi yang tidak memanfaatkan
perangkat TIK.
Membicarakan pengaruh TIK pada berbagai bidang lain tentu memerlukan
waktu diskusi yang sangat panjang. Dalam makalah ini, kaitan TIK dengan proses
pembelajaran disoroti lebih dibanding dengan kaitannya dengan bidang lain. Tanpa
mengecilkan pengaruh TIK di bidang lain, bidang pembelajaran mendapatkan
manfaat lebih dalam kaitannya dengan kemampuan TIK mengolah dan menyebarkan
informasi.
II. Perkembangan TIK
Bila dilacak ke belakang, terdapat beberapa tonggak perkembangan teknologi
yang secara nyata memberi sumbangan terhadap eksistensi TIK saat ini. Pertama
adalah temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini
kemudian ditindaklanjuti dengan penggelaran jaringan komunikasi dengan kabel yang
melilit seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel
komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia
untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun 1910-1920,
terealisasi transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang pertama
(Lallana, 2003:5). Komunikasi suara tanpa kabel segera berkembang pesat, dan
kemudian bahkan diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud
siaran televisi pada tahun 1940-an. Komputer elektronik pertama beroperasi pada
tahun 1943, yang kemudian diikuti oleh tahapan miniaturisai komponen elektronik
melalui penemuan transistor pada tahun 1947, dan rangkaian terpadu (integrated
electronics) pada tahun 1957. Perkembangan teknologi elektronika, yang merupakan
soko guru TIK saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era perang dingin.
Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (eks Uni
Sovyet) justru memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya
miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun
2
3. mesin-mesin perang. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan
rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor inilah
yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer, dan terus berevolusi sampai saat ini.
Di lain pihak, perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat mulai
diimplementasi-kannya teknologi digital menggantikan teknologi analog yang mulai
menampakkan batas-batas maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat
telekomunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang dari awal
merupakan perangkat yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi
inilah yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas infrastruktur
telekomunikasi dan komputasi inilah kandungan isi (content) berupa multimedia,
mendapatkan tempat yang tepat untuk berkembang. Konvergensi telekomunikasi-
komputasi-multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21, sebagaimana abad ke-18
dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri menjadikan mesin-mesin
sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital (karena konvergensi
telekomunikasi-komputasi-multimedia terjadi melalui implementasi teknologi digital)
menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau setidaknya meningkatkan
kemampuan) ‘otak’ manusia.
Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk maksud
yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary
mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication+informatics
(telekomunikasi+informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of
data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan
telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang
kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan mesin-
belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yang sulit
dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi,
kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan tempat,
juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan berbagai
jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-
library dan sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yang secara implisit
dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.
III. Kebijakan Nasional bidang TIK
Menyadari pentingnya TIK sebagai bidang yang berperan besar dalam
pembangunan nasional, Kementerian Negara Riset dan Teknologi memberikan arahan
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan melalui kegiatan riset, antara
lain: infrastruktur informasi, perangkat lunak, kandungan informasi (information
content), pengembangan SDM dan kelembagaan, pengembangan regulasi dan
standarisasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 5).
IV. Infrastruktur Informasi
Infrastruktur informasi terdiri atas beberapa aspek yang seluruhnya harus
dibangun secara paralel dan saling menunjang. Aspek pertama adalah jaringan
fisikyang berfungsi sebagai jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-
punggung maupun tingkat akses pelanggan. Jaringan tulang punggung harus mampu
menghubungkan seluruh daerah Indonesia sampai wilayah pemerintahan terkecil.
Pada tingkat akses pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses yang murah dan
memadai bagi masyarakat luas.
3
4. Aspek kedua menekankan pada kemanfaatan sebesar-besarnya pengelolaan
sumber informasi bagi seluruh komponen masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai
melalui diwujudkannya interoperabilitas sumber daya informasi yang tersebar luas
sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif oleh seluruh pemangku
kepentingan.
Aspek terakhir adalah pengembangan perangkat keras, baik di sisi jaringan
maupun di sisi terminal. Pengembangan ini harus dirancang berdasarkan kebutuhan
dan kondisi jaringan yang ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem terbuka dan
menanamkan tingkat kecerdasan tertentu untuk memudahkan integrasi sistem dan
pengembangannya di masa depan.
V. Perangkat Lunak
Pengembangan perangkat lunak diarahkan pada realisasi sistem aplikasi yang
mampu menunjang proses transaksi ekonomi yang cepat dan aman, serta pengambilan
keputusan yang benar dan cepat. Harga yang terjangkau dan daya saing pada tingkat
internasional merupakan salah satu kriteria yang dipersyaratkan, khususnya
mendukung kebijakan substitusi impor.
Perangkat lunak sistem operasi dengan kehandalan tinggi dan kebutuhan
sumber daya memori maupun prosesor yang minimal serta fleksibel terhadap
perangkat keras maupun program aplikasi yang baru, merupakan prioritas yang harus
dikembangkan. Program aplikasi juga perlu dikembangkan, terutama yang terkait
dengan sektor perekonomian, industri, pendidikan, maupun pemerintahan.
Dalam mempercepat pengembangan dan pendayagunaan perangkat lunak,
perlu pula ditinjau implementasi konsep open source. Penerapan konsep open source
ini diharapkan mampu menggalakkan industri perangkat lunak dengan partisipasi
seluruh lapisan masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak cipta.
VI. Kandungan Informasi
Kegiatan pengembangan kandungan informasi (information content) bertujuan
melakukan penataan, penyimpanan, dan pengolahan informasi yang diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi proses pembangunan, pengorganisasian, pencarian, dan
pendistribusian informasi.
Kegiatan riset dan pengembangan kandungan informasi diawali dengan
pemetaan berbagai potensi dan informasi nasional beserta pemodelan proses
information retrieval. Dengan demikian implementasi information repository dan
information sharing merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan maksimal kandungan informasi
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan potensi lokal, akumulasi kekayaan
seni dan budaya Indonesia yang beraneka ragam dapat pula dieksploitasi sebesar-
besarnya untuk menghasilkan produk-produk seni budaya yang berbasis multimedia.
VII. Pengembangan SDM
Dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) diperlukan upaya
peningkatan kemandirian dan keunggulan, yang salah satunya adalah dengan
mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk membentuk keahlian dan
keterampilan masyarakat dan peneliti dalam bidang teknologi yang strategis serta
mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi,
khususnya teknologi informasi dan komunikasi.
4
5. VIII. Pengembangan Regulasi dan Standarisasi
Program kajian regulasi meliputi penyusunan Undang-Undang dan
penyempurnaan berbagai kebijakan terkait bidang teknologi informasi, komunikasi
dan broadcasting. Salah satunya adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi
dan UU Telekomunikasi No. 36/1999 yang sudah mulai ketinggalan dengan
perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat. Penyelesaian Rancangan UU
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat
mendorong pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan realisasinya pada tahun
2005-2025. Termasuk dalam kerangka regulasi ini adalah mempercepat terlaksananya
proses kompetisi yang sebenar-benarnya dalam penyediaan jasa telekomunikasi
sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi layanan, kemudahan bagi pengguna
jasa, serta harga yang ekonomis.
IX. TIK dalam Pembelajaran
Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah
yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi
pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan
pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara, merupakan wujud dari kesadaran untuk
mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran
masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak
adanya interaksi imbal-balik yang seketika. Siaran bersifat searah, dari nara sumber
belajar atau fasilitator kepada pembelajar.
Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan
tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan movie) memberikan peluang
baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila
televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih-lebih bila materi
tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet
memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron
(delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran
secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak
harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video conference yang
dijalankan berdasar teknologi Internet, memungkinkan pembelajar berada di mana
saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi puncak seperti itu,
beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga dapat
dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini.
X. Buku Elektronik
Buku elektronik atau ebook adalah salah satu teknologi yang memanfaatkan
komputer untuk menayangkan informasi multimedia dalam bentuk yang ringkas dan
dinamis. Ke dalam ebook dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik, gambar,
animasi, maupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih kaya dibandingkan
dengan buku konvensional.
Jenis ebook paling sederhana adalah yang sekedar memindahkan buku
konvensional menjadi bentuk elektronik yang ditayangkan oleh komputer. Dengan
teknologi ini, ratusan buku dapat disimpan dalam satu keping CD atau compact disk
(kapasitas sekitar 700MB), DVD atau digital versatile disk (kapasitas 4,7 sampai 8,5
GB), ataupun flashdisk (saat ini kapasitas yang tersedia sampai 4 GB). Bentuk yang
lebih kompleks dan memerlukan rancangan yang lebih cermat ada pada misalnya
Microsoft Encarta dan Encyclopedia Britannica yang merupakan ensiklopedi dalam
5
6. format multimedia. Format multimedia memungkinkan ebook menyediakan tidak saja
informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia lainnya.
Penjelasan tentang satu jenis musik, misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara
jenis musik tersebut sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami apa yang
dimaksud oleh penyaji.
XI. E-learning
Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning. Victoria L. Tinio,
misalnya, menyatakan bahwa e-learning meliputi pembelajaran pada semua tingkatan,
formal maupun nonformal yang menggunakan jaringan komputer (intranet maupun
ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan/atau fasilitasi (Tinio, tt: 4).
Untuk pembelajaran yang sebagian prosesnya berlangsung dengan bantuan jaringan
internet, sering disebut sebagai online learning. Definisi yang lebih luas
dikemukakan pada working paper SEAMOLEC, yakni e-learning adalah
pembelajaran melalui jasa elektronik (SEAMOLEC, 2003:1). Meski beragam definisi
namun pada dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi informasi.
Dalam definisi tersebut tercakup siaran radio maupun televisi pendidikan sebagai
salah satu bentuk e-learning. Meskipun per definisi radio dan televisi pendidikan
adalah salah satu bentuk e-learning, pada umumnya disepakati bahwa e-learning
mencapai bentuk puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet. Internet-
based learning atau web-based learning dalam bentuk paling sederhana adalah web-
site yang dimanfaatkan untuk menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini
memungkinkan pembelajar mengakses sumber belajar yang disediakan oleh nara
sumber atau fasilitator kapanpun dikehendaki. Bila diperlukan, dapat pula disediakan
mailing-list khusus untuk situs pembelajaran tersebut yang berfungsi sebagai forum
diskusi.
Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat lunak khusus
yang disebut perangkat lunak pengelola pembelajaran atau LMS (learning
management system). LMS mutakhir berjalan berbasis teknologi internet sehingga
dapat diakses dari manapun selama tersedia akses ke internet (Hari Wibawanto,
2006). Fasilitas yang disediakan meliputi pengelolaan siswa atau peserta didik,
pengelolaan materi pembelajaran, pengelolaan proses pembelajaran termasuk
pengelolaan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan komunikasi antara pembelajar
dengan fasilitator-fasilitatornya. Fasilitas ini memungkinkan kegiatan belajar dikelola
tanpa adanya tatap muka langsung di antara pihak-pihak yang terlibat (administrator,
fasilitator, peserta didik atau pembelajar). ‘Kehadiran’ pihak-pihak yang terlibat
diwakili oleh email, kanal chatting, atau melalui video conference.
XII. Aplikasi Lain
Selain e-book dan fasilitas e-learning, berbagai aplikasi lain bermunculan (dan
kadang saling berintegrasi sehingga menimbulkan sinergi) sebagai dampak ikutan
perkembangan TIK terutama internet.
E-zine dari kata e-magazine, merupakan bentuk digital dari majalah
konvensional. Penerbitan majalah berformat digital memungkinkan ditekannya
ongkos produksi (karena tidak perlu mencetak) dan distribusi (karena sekali diupload
ke server, seluruh dunia bisa mengaksesnya). Pemutakhiran isinya juga dapat
dilakukan dengan sangat cepat sehingga perkembangan mutakhir dapat disajikan
dengan lebih cepat. Termasuk dalam kategori e-zine ini adalah e-newspaper yang
6
7. berfokus pada berita terkini dan e-journal yang memfokuskan diri pada laporan hasil-
hasil penelitian.
E-laboratory, merupakan bentuk digital dari fasilitas dan proses-proses
laboratorium yang dapat disimulasikan secara digital. Pada dasarnya, perangkat lunak
ini adalah perangkat lunak animasi dan simulasi yang dapat dikemas dalam keping
CD, DVD maupun disajikan pada web-site sebagai web-based application (perangkat
lunak yang berjalan pada jaringan internet).
Blog atau weblog adalah perkembangan mutakhir di bidang web-based
application. Ide semula adalah menyediakan fasilitas electronic diary atau buku harian
elektronik untuk remaja. Pengguna dapat mengisi buku harian tersebut semudah
menulis email, mengunggah (upload) ke server hanya dengan meng-klik ikon, dan
hasilnya adalah tayangan tulisan di layar browser. Pemakai internet di manapun
berada dapat melihat publikasi tersebut dengan mengakses alamat situs, misalnya:
http://hariwibawanto.wordpress.com. Dari sisi kandungan isi, blok sekarang banyak
berisi gagasan, ide, dan opini pribadi tentang satu masalah yang menarik secara
subyektif. Meskipun akurasi informasi yang tersaji masih bisa diperdebatkan, tetapi
yang penting adalah blog memungkinkan seseorang tanpa pengetahuan desain web-
site dapat dengan mudah membuat web-site pribadi dan mengelola maupun
memutakhirkan isinya dengan sangat mudah. Kemudahan lain adalah tersedianya
banyak server blog gratis. Dalam konteks pemanfaatannya bagi proses pembelajaran,
kandungan isi blog pembelajar, misalnya, dapat menjadi umpan balik bagi fasilitator.
XIII. Konteks Lokal: Universitas Negeri Semarang
Salah satu syarat awal keterlibatan sivitas akademika dalam dunia TIK modern
adalah computer literate atau melek komputer. Pendekatannya bisa top-down (dari
dosen turun ke mahasiswa) atau sebaliknya bottom-up (dari mahasiswa naik ke
dosen), atau dua-duanya berjalan simultan. Pendekatan ketiga itulah yang secara
alami terjadi di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Penetrasi budaya masyarakat
informasi yang ditularkan oleh perguruan tinggi besar di Indonesia maupun luar
negeri telah menjadikan sebagian dosen melek komputer dan melek internet lebh dulu
dari rekan-rekannya yang lain. Aset inilah yang secara alami melalui proses interaksi
saling memerlukan, menjadi sarana persebaran keterampilan (dan budaya)
menggunakan komputer dan internet.
Penggarapan lebih serius dilakukan oleh UPT Sumber Belajar dan Media
melalui kegiatan-kegiatan pelatihan produksi multimedia, perancangan situs web, dan
sebagainya, yang berlangsung sejak tahun 2000. Dalam kegiatan-kegiatan pelatihan
itulah dilakukan pengenalan pemanfaatan komputer untuk pembelajaran, sehingga
menimbulkan gairah belajar-mengajar dengan fasilitas komputer.
Sejak itu, mulailah masing-masing jurusan maupun program studi
menyediakan fasilitas laboratorium komputer maupun laboratorium produksi
multimedia. Kebutuhan yang mendesak terhadap akses internet mulai dilayani oleh
warung internet yang bekerjasama dengan UPT Perpustakaan, kemudian disusul oleh
layanan serupa di Jurusan Fisika, Jurusan Ekonomi, dan Jurusan Teknik Elektro.
Menyadari pentingnya akses Internet dan fasilitas pembelajaran berbasis TIK
lainnya, maka pada tahun 2006, melalui program hibah kompetisi INHERENT Unnes
berupaya menyatukan jaringan-jaringan komputer lokal yang ada di 8 fakultas dengan
menggunakan back-bone serat optik. Upaya itu berhasil dilakukan setelah Unnes
memenangkan hibah INHERENT (Unnes, 2006). Penyatuan jaringan lokal tersebut
memungkinkan dioperasikannya sistem informasi online yang mulai tahun 2007
7
8. dimanfaatkan sebagai sarana heregistrasi, yudisium, dan pengisian KRS secara online.
Pengembangan selanjutnya adalah menyatukan beberapa kampus Unnes yang berada
di lokasi lain (misalnya: Program Pascasarjana di Bendan Ngisor dan PGSD di
Karanganyar) menjadi satu jaringan dengan kampus pusat di Gunungpati. Sayangnya,
keterbatasan anggaran rutin yang disediakan Unnes menjadikan rencana-rencana
tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan mengandalkan dana-dana dari program
hibah kompetisi. Tim-tim yang dibentuk oleh Unnes mendapat tugas berat untuk
mengajukan dan mempertahankan proposal yang diajukan ke Direktorat Pendidikan
Tinggi, bersaing dengan ratusan perguruan tinggi lain (negeri maupun swasta), agar
dapat didanai.
Beberapa permasalahan yang ditengarai menjadi tantangan pemanfataan TIK
bagi pembelajaran di Unnes antara lain adalah:
Adanya digital divide dalam konteks lokal Unnes sendiri. Ada kesenjangan
antara mahasiswa yang memperoleh kekayaan informasi lebih dengan mahasiswa
yang memiliki akses informasi terbatas, baik akibat belum meratanya ketersediaan
fasilitas, kurangnya keterampilan mengakses informasi, kurangnya dukungan
finansial, maupun oleh sebab-sebab lain yang belum bisa diidentifikasi. Kesenjangan
digital ini juga terjadi pada level dosen dan sivitas akademika lainnya.
Adanya resistansi atau penolakan baik yang bersifat statik (berupa sifat malas
berubah dan malas belajar) maupun agresif (perlawanan, karena menjadi pihak yang
‘dirugikan’).
Ketergantungan pada sumber dana yang berasal dari hibah kompetisi
menjadikan perkembangan TIK di Unnes tidak selalu berjalan sesuai skenario ideal.
Hal itu disebabkan setiap program hibah yang diluncurkan Dikti senantiasa memiliki
arah dan fokus sendiri, dan tidak selalu bisa dikaitkan dengan implementasi TIK.
XIV. Peluang-peluang di Masa Depan
Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi maupun Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, termuat mata ajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk SMP/MI
maupun SMA/SMK/MA/MAK. Sampai saat ini belum ada Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan yang menghasilkan guru dengan spesialisasi pengajar
Teknologu Informasi dan Komunikasi. Sebagian besar guru TIK di lapangan adalah
guru yang berasal dari bidang keahlian kependidikan lain yang kebetulan ‘bisa
mengoperasikan komputer’ atau bahkan sarjana-sarjana komputer. Ini merupakan
peluang bagi LPTK seperti Unnes, baik dengan membuka secara khusus program
studi yang terkait dengan TIK ataupun membekali calon guru dengan keterampilan
TIK yang memadai sehingga tidak gamang menghadapi penugasan sebagai guru TIK.
Ladang garapan lain yang seharusnya digarap LPTK seperti Unnes adalah
bidang pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran. Kiranya program studi
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (dengan penekanan pada frasa terakhir,
Teknologi Pendidikan) tepat untuk menggarap bidang tersebut. Berikut adalah
sebagian dari daftar panjang bidang-bidang yang seharusnya digarap Unnes sebagai
LPTK:
Kajian desain dan implementasi bahan ajar multimedia;
Kajian teori-teori belajar terkait proses pembelajaran online;
Kajian eksploratif pemanfaatan jaringan Internet dalam proses pembelajaran;
Desain dan implementasi perangkat lunak pembelajaran dengan berlandaskan
pada teori belajar mutakhir;
8
9. Pemanfaatan secara kreatif aplikasi-aplikasi berbasis internet yang telah ada
menjadi alat bantu pembelajaran;
Kajian pemanfaatan chatting, blogging, maupun teleconferencing pada proses
pembelajaran;
XV. Penutup
Sebagai institusi yang menghasilkan guru dan tenaga kependidikan lainnya,
Unnes masih perlu membenahi dan terus memperbaiki infrastruktur terkait teknologi
informasi dan komunikasi. Perbaikan infrastruktur TIK ini merupakan keniscayaan,
mengingat pesatnya perkembangan TIK pada umumnya dan yang terkait dengan
proses pembelajaran pada khususnya. Selain perbaikan infrastruktur, rekayasa sosial
untuk mendekatkan sivitas akademika dengan TIK perlu dilakukan mengingat bahwa
adopsi teknologi hanya berhasil baik apabila disertai dengan penyesuaian-penyesuaian
budaya maupun kebiasaan yang dibawa serta oleh teknologi tersebut.
9