Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron
1. Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.
Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan
datangnya potensial aksi. Neurotransmitter dalam bentuk zat kimia bekerja sebagai
penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan neurotransmiter merupakan bahasa yang digunakan neuron di
otak dalam berkomunikasi. Neurotransmiter muncul ketika ada pesan yang harus di
sampaikan ke bagian-bagian lain.
Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga cara,
yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan hormon
yang dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan
neurotransmitter.
Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:
Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina
Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin
Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.
Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang
berbeda. Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino.
Asam amino merupakan salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan
kewaspadaan, mengurangi kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran.
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan
sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah
yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi
yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan
responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi
potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul
neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap
reseptor di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan
komunikasi neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas”
dan “subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya,
yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya
yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas
reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka
kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik
ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar (jumlah)
neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam
neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan
2. histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama,
tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis
dari asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu.
Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino
dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini
adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino
inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara
sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua
neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel
paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun
kadarnya pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi
disregulasi asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin
di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.
Monoamin dan Depresi
Penelitian menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin,
seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan
bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan
serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat
antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan
monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke
tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada
sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan
syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik
sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin
bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang
terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan
reptilia.
Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif,
dan gangguan makan.
Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa adalah dengan jalan mempengaruhi
sistem serotonin tersebut.
3. Fungsi Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau
marah dan libido.
Gejala Defisit : Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren, Gangguan
fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan. Obsessive
compulsive disorder (OCD)
Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada kasus yang jarang:
halusinasi
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A
pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal
dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi.
Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang
remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori,
atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme
dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan
fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering
terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis.
Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai
dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan
respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya
gangguan serotonin pada depresi.
Pada penderita bulimia nervosa (BN), dan terkait pesta-purge sindrom, faktor serotonin
pusat (5-hydroxytryptamine, 5-HT) berkontribusi tidak hanya untuk disregulasi
appetitive tetapi juga untuk manifestasi temperamental dan kepribadian. Pada temuan
dari studi neurobiologis, molekul-genetik, dan otak-pencitraan, telah diungkapkan
model integratif peran 5-HT fungsi dalam sindrom bulimia.
Asetilkolin
Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks serebri dan
mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar kolin
(prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat agonis
kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada orang
normal. Selain itu, ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan
mengurangi simptom mania.
4. Hipotesis kolinergik mengklaim bahwa penurunan fungsi kognitif pada demensia
terutama terkait dengan penurunan neurotransmisi kolinergik. Hipotesis ini telah
menyebabkan minat yang besar dalam keterlibatan putatif dari neurotransmisi
kolinergik dalam proses pembelajaran dan memori.
Fungsi asetilkolin antara lain mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan
pemusatan perhatian. Berperan pula pada proses penyimpanan dan pemanggilan
kembali ingatan, atensi dan respon individu. Di otak, asetilkolin ditemukan pada
cerebral cortex, hippocampus (terlibat dalam fungís ingatan), bangsal ganglia
(terlbat dalam fungís motoris), dan cerebrlum (koordinasi bicara dan motoris).
Ach merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam neuron. Ia
ditransportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh bagaian otak. AcH memiliki
konsentrasi tinggi di basal ganglia dan cortex motorik.
Fungsi Utama Acetylcholine (ACh) adalah mengatur atensi, memori, rasa haus,
pengaturan mood, tidur REM, memfasilitasi perilaku sexual dan tonus otot.
Gejala Defisit: Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria, Antisosial,
Penurunan fungsi bicara
Gejala Berlebihan: Over-inhibisi, Anxietas & Depresi dan Keluhan Somatic
Asetilkolin merupakan neurotransmiter hasil sintesa dari bahan utama berupa kolin.
Saat ini, sangat cukup banyak penelitian yang mengkaji peranan kolin dalam
pembelajaran.
Peran asetilkolin (Ach) dalam fungsi kognitif diselidiki. Keterlibatan AcH dalam proses
pembelajaran dan memori. Terutama, penggunaan skopolamin sebagai alat farmakologis
dikritik. Dalam bidang perilaku neuroscience racun kolinergik yang sangat spesifik telah
dikembangkan. Tampaknya bahwa kerusakan yang lebih besar dan lebih spesifik
kolinergik, efek sedikit dapat diamati pada tingkat perilaku. Korelasi antara penurunan
penanda kolinergik dan penurunan kognitif pada demensia mungkin tidak tebang habis
seperti yang telah diasumsikan. Keterlibatan sistem neurotransmitter lain dalam fungsi
kognitif secara singkat dibahas. Dengan mempertimbangkan hasil dari berbagai bidang
penelitian, gagasan bahwa AcH memainkan peran penting dalam belajar dan proses
memori tampaknya dilebih-lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter
lainnya dalam belajar dan memori dipertimbangkan, tidak mungkin bahwa AcH
memiliki peran tertentu dalam proses ini. Atas dasar data yang tersedia, AcH tampaknya
lebih khusus terlibat dalam proses attentional dibandingkan dalam proses pembelajaran
dan memori
Noradrenergik atau Norepinefrin
Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam
konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain itu
ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis.
Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui
proses reuptake aktif.
Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;
mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory.
5. Gejala Defisit : Ketumpulan. Kurang energi (Fatique), Depresi
Gejala Berlebihan : Anxietas. kesiagaan berlebih. Penurunan rasa awas, Paranoia,
Kurang napsu makan. dan Paranoid
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi
vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh
korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen
simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat
memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat
pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang
menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat
menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
Dopamin
Berbagai penelitian menunjukkan dopamin juga makin mendekatkan pada kesimpulan
bahwa neurotransmiter jenis ini mempengaruhi proses pengingatan. Melalui mekanisme
kompensasi yang di munculkan oleh dopamin, maka hubungan zat kimia ini dalam
proses belajar dan ingatan dapat terlihat jelas.
Dopamin di produksi pada inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem aktivasi
retikuler. Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi membantu otak
mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
Walaupun dopamin di produksi oleh otak, individu tetap membutuhkan asupan tirosin
yang cukup guna memproduksi dopamin. Tirosin di temukan pada makanan berprotein
seperti : daging, produk-produk susu (sperti keju), ikan , kacang panjang, kacang-
kacangan dan produk kedelai. Dengan 3-4 ons protein sehari, energi kita akan lebih
terjaga.
Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-
neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada
regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi
6. Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area.
Sistem norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara
serotonin dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke
struktur garis tengah (midline)
Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal, mesolimbik,
mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur motivasi, konsentrasi,
memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan kompleks, serta tugas-tugas fungsi
eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan
kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi simptom depresi.
Glutamate
Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP, yang
terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-
AP4, dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik. Obat-obat
yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.
Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana hampir tiap
area otak berisi glutamate. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan di
dalam sel cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat gangguan atau
penyakit bipolar afektif dan epilepsi.
Fungsi Utama Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara ufngsi
automatic.
Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy, Distractibilitas. Schizophrenia
Gejala Berlebihan : Kindling, Seizures dan Bipolar affective disorder.
GABA
GABA merupakan neurotransmitter yang memegang peranan penting dalam gejala-
gejala pada gangguan jiwa. Hampir tiap-tiap area otak berisi neuron-neuron GABA.
GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin,
terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik.
Pada penderita depresi terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi
kadar GABA dan antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.Banyak
pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan Neurotransmitter utama untuk sel
Purkinje. GABA dipindahkan dari synaps melalui katabolism oleh GABA transaminase
Fungsi Utama adalah menurunkan arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan aktif
dalam fungsi eksitasi.
Gejala Defisit : Irritabilitas, Hostilitas, Tension and worry, Anxietas, Seizure.
Gejala Berlebihan : Mengurangi rangsang selular, Sedasi dan Gangguan memori
HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)
Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat
dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang mengganggu,
bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan kewaspadaan
untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah kelenjar adrenal. Adrenal akan
mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang
peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan
7. semua faktor penting kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol)
merupakan respon utama terhadap stressor. Kadar kortisol yang meningkat
menyebabkan “umpan balik”, yaitu hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-
releasing hormone (CRH), kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga
hipofisi juga menurunkan produksi adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan
ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.
Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran pada awal
perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya gangguan moodpada
masa dewasa.
Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang dialami
seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan peningkatan
sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis. Stressor pada
awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang menetap pada sistem
neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang berfungsi merespon
respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap stressor dan resiko
terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat, seperti
terjadinya depresi setelah dewasa.
Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk,
menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu ,
setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap stressor.
Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan, mengakibatkan
hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf. Keadaan ini menjadi
dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa. Depresi dapat dicetuskan
hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal terhadap
stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat penyiksaan
fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik seseorang terhadap
stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila orang tersebut
menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh pula pada tempat di luar
hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya, mekanisme “umpan balik” semakin
terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah seseorang mengalami depresi
mayor, bila berhadapan dengan stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini menjadi
prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan dengan
gangguan hipokampus
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada
gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan dengan
adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi deksametason,
tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH
8. di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada keadaan depresi, terjadi akibat tidak
berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui
dengan test DST (dexamethasone supression test).
Endorphin
Endorphin adalah suatu bahan-kimia diproduksi di dalam otak dan spinal cord yang
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan mood. Dalam keadaan defisit adalah
Keluhan Somatic.