SlideShare a Scribd company logo
1 of 78
Download to read offline
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 0
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 1 
PENDAHULUAN 
I. Latar belakang 
Sejarah problematika dakwah Muhammad SAW sebagai peletak dasar ajaran Islam merupakan Nabi yang terakhir, yang diutus Allah SWT untuk menyempurnakan ajaran tauhid yang telah dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Di mana pada awalnya ajaran tauhid yang telah dibawa para Nabi sebelumnya masih murni, namun karena jarak waktu yang panjang atau pertemuan para Nabi dalam satu zaman berbeda-beda. Maka pencampuran akidah tauhid yang tadinya murni, tercampur-aduk oleh akidah khurafat, bid’ah, dan penyimpangan. Oleh karena itu, dengan diutusnya Muhammad sebagai pengemban misi dakwah tauhid, menjadi tugas utama dalam penyampaian risalah dakwahnya. 
Dakwah merupakan jalan menuju Islam maksudnya adalah panggilan dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia agar menganut ajaran Islam (agama),1 dengan cara beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT bersikap sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah, Islam adalah agama yang mencakup dan mengatur segala aspek kehidupan manusia guna memperoleh ridha dari Allah SWT. 
1‘Abdul Kari>m Zaida>n, Us}u>l al-Da‘wah (Cet. 9; Libanon: Mu>assatur al- Risa>lah, 2001), h. 7.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 2 
Pada permulaan kenabian Muhammad SAW, mencanangkan ide-ide pokok tentang Islam, kemudian tahap selanjutnya mengajarkan ibadah, perundang-undangan sosial dan pidana atau hukum Alquran yang diterapkan oleh Islam. di Mekah ajaran Islam masih bersifat semu, tetapi dalam periode Madinah ajaran itu menjadi universal. Islam merupakan kesatuan, keseluruhan, tidak merupakan aspek agama di satu pihak dan aspek sosial dan politik di pihak lain. Jadi Islam di sini adalah agama risalah yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW dan agama Islam adalah agama dakwah artinya agama yang di dalamnya terdapat kewajiban untuk menyebarluaskan kebenaran dalam mengatur segala aspek kehidupan orang Mukmin.2 Bila dilihat dari hal tersebut, maka jelaslah bahwa perjuangan dakwah Rasulullah di Madinah sudah meletakkan dasar-dasar keagamaan, yang terdiri dari tatacara peribadatan, undang-undang hukum pidana; sedangkan di Mekah masih dalam tahap pengenalan tentang ajaran akidah Islam. Oleh karena itu, tantangan dakwah yang dihadapi Muhammad di Mekah jauh lebih sulit ketimbang dakwah yang dilakukan di Madinah. 
Nah bagaimana kondisi dakwah hari ini khususnya provinsi Maluku dimana Islam datang di Maluku melewati ruang, waktu, daratan budaya, 
2Muhammad Haezan, ‚Dakwah Rasulullah SAW Menurut History Islam (Periode Mekah-Madinah)‛ (Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Surakarta, Surakarta 2008), h. 12.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 3 
dan berbagai macam corak yang dilewati dalam perjalanan yang panjang sehingga Islam Sampai di Maluku. Apakah problematika yang dihadapi oleh umat yang ada di Mekah dan madina dengan di Maluku? Problematika dakwah di Indonesia termasuk di Provinsi Maluku sampai saat ini masih berada pada level perbedaan dalam cara berdakwah, menerima pesan-pesan dakwah, dan pemahaman pada agama masih sangat bervariasi. Problematika ini lahir adalah sebuah keniscayaan karena manusia dilahirkan berbeda-beda suku, bahasa, dan cara memandang sebuah objek sehingga berpotensi berbeda dalam mengkomunikasikan bahasa agama. Provinsi Maluku yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa, pemikiran, pemahaman, dan warisan-warisan ajaran agama yang diproduksi pada masa lalu sampai saat ini masih sangat kental di kota Ambon dan pelosok-pelosok yang ada di Maluku. Maluku yang memiliki lima kabupaten kota antara kota Ambon Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buuru, dan Buru Selatan. Semua kabupaten ini banyak didiami oleh komunitas muslim dan bahkan ada kabupaten yang intensitas dakwahnya sangat minim sehingga melahirkan kader-kader dan penduduk Islam yang sulit diatur dalam berbagai aspek. Kondisi ini menjadi problematika dakwah dewasa ini.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 4 
Sebagai contoh di Komunitas Muallaf sampai saat ini problematika sosial yang dihadapi umat yang ada di Seram bagian Timur khususnya di komunitas Muallaf belum dapat pelayanan agama yag maksimal dari mubalig sehingga kabuapten ini telah memberikan sampah problematika dakwah di Maluku. Masyarakat muallaf di Seram baian Timur dengan jumlah penduduk kurang lebih 600 jiwa, tersebar di tiga dusun, yakni Dusun Solang, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung. Menurut Kepala Desa Solang Abu Bakar As-Shiddiq mengungkapkan bahwa warga Dusun Solang semula 100% beragama Kristen Protestan belum mengetahui praktek ibadah dengan benar sesuai syariat Islam. Hal itu tampak saat mengambil air wudhu komunitas ini mendahulukan kaki duluan sehingga membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan. 
Komunitas Kristiani di Desa Solang telah tinggal dan beranak- pinak sejak tahun 1942 dengan menganut agama Kristen protestan. Akibat dari tragedi kemanusiaan yang berujung pada isu SARA pada tahun 1999 berdampak juga pada komunitas Kristen yang ada di Desa Solang yang kemudian masuk Islam secara terpaksa, ketika perang yang bernuansa SARA antara umat Islam dan Kristen terjadi di Maluku melahirkan berdampak di Seram Bagian Timur Desa Solang. Untuk menghindari korban kematian yang berjumlah besar dari komunitas Kristen mereka berinisiatif masuk Islam demi mengamankan diri dari
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 5 
serangan laskar jiha>d kaum muslimin di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Setelah komunitas Kristen ini memeluk Islam, salah satu Problematika yang dihadapi komunitas muallaf di Desa Solang adalah belum adanya pembinaan ajaran keislaman secara maksimal, tidak adanya air bersih untuk beribadah, dan perumahannya belum memenuhi syarat tinggal rumah sehat. Keadaan ini membutuhkan uluran tangan dari pihak mubalig, pemberdayaan masyarakat Islam, motivator Islami, dan BAZNAS. Dalam memberikan pemberdayaan dan pembinaan melalui pendampingan aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Prilaku keagamaan secara syari’ah tidak maksimal sehingga praktek keagamaan banyak yang keluar dari tata tertib ajaran Islam khusunya tata cara beribadah. Hal itu tampak dalam penerapan ajaran aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Komunitas ini dikenal dengan komunitas kampung muallaf yang tidak pernah dilakukan pembinaan agama Islam. Rumah ibadah komunitas ini masih jauh dari kenyamanan beribadah karena pembuatan masjid tidak sesuai dengan jumlah penduduk. Selain itu jalan menuju komunitas muallaf ini masih sulit dijangkau. Hal ini juga disebabkan oleh pemukiman yang jauh dari kota. Jarak dari kota Ambon ke Desa Solang menggunakan waktu 32 jam menggunakan mobil avanza (sewa) dengan biaya Rp. 3.900.000 pulang balik.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 6 
Mata pencaharian warga muallaf di Desa Solang 98% sebagai petani, ubi, kacang, dan warung penjual sembako. Fasilitas transportasi untuk sampai pada desa ini menggunakan transportasi untuk darat dan laut. Untuk trasportasi darat menggunakan motor, dan mobil, sedangkan untuk transportasi laut menggunakan perahu dan kapal kayu (katinting). Jarak tempuh menuju Desa Solang dari Kabupaten Bula selama lima jam menggunakan bis dengan ongkos per/kepala sebesar Rp. 75.000.3 Transportasi laut per/orang Rp. 60.000,. salah satu aspek lemahnya pembinaan agama di Desa muallaf ini akibat sulitnya dijangkau dan minimnya trasnportasi menuju Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur. Minimnya transportasi tersebut menjadikan Desa ini semakin terisolir dari berbagai informasi, hal ini berdampak pada minimnya pemahaman ajaran Islam sehingga cenderung ajaran Kristen masih mendominasi dalam pola prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.4 
Hal tersebut tampak dalam prilaku keseharian mereka, seperti kebiasaan melayat jenazah, perkawinan, dan kehidupan muamalah yang masih diwarnai oleh prilaku yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yaitu adanya kolaborasi pemahaman agama Islam dan Kristen. 
3Hasan Pattikupang warga Desa Waru yang bertetangga dengan Desa Solangwawancara oleh penulis di 17 Oktober 2012. 4Ibnu Jarir, Staf Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IAIN Ambon, mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh penulis di 20 Oktober 2012.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 7 
Tidak adanya pembinaan ajaran Islam secara maksimal dari Instansi yang berkepentingan sehingga tradisi kehidupan Ksisten masih berpengaruh dalam proses ibadah dan prilaku sehingga sangat urget perlunya pembinaan. Desa Solang ini telah memiliki bangunan mushalla bantuan dari pemerintah Kabupaten Seram bagian Timur (SBT), Sekolah Dasar 1 unit, Taman Pengajian Al-Qur’an (TPQ), 1 unit dengan jumlah santri 78 orang yang diajar oleh satu orang guru. Tenaga guru TPQ juga merangkap sebagai imam. Sedangkan guru SD 3 orang dan 1 orang PNS. Profil Desa ini sejak memeluk ajaran Islam sejak tahun 2000 belum pernah diajarkan Islam secara kaffah, sehingga pemahaman tentang agama Islam sangat sempit. Realitas struktur sosial komunitas seperti ini tidak sehat dalam aspek interakasi sosial. 
Hal ini jika dibairkan besar kemungkinan kembali pada agama semula yakni Kristen. Permasalahan yang tampak pada komunitas muallaf dari aspek pembinaan sosial keagamaan antara lain adalah permasalahan akidah, syari’ah, akhlaq. Keadaan ini diperparah lagi dengan belum adanya penerangan listrik, air bersih, yang menjadikan daerah ini jauh dari sentuhan peradaban.5 Probematika lain yang sangat memprihatinkan karena mereka belum mendapatkan perlakukan dan 
5Muhammad Ilyas (Muallaf Desa Solang) wawancara oleh penulis di rumahnya Desa Solang tanggal 18 Oktober 2012
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 8 
pelayanan matriil dan pelayanan spiritual serta pemberdayaan dari Pemerintah setempat maupun kementrian agama sebagai pencerah Aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Pendampingan dan pemberdayaan komunitas muallaf ini tergolong masih sangat minim di Maluku sehingga konsep dan konten penerapan untuk mentrasformasikan model pembinaan agama masih belum maksimal. Adapun yang telah memberikan sumbangan khazanah pembinaan muallaf. Pada tahun 2005; pemberdayaan yang dilakukan oleh Irene Handoyo komunitas Muallaf di SBT, Konsep pembinaannya divokuskan pada masyarakat mencari bentuk pembinaan muallaf sehingga kajiannya masih bentuk konsep sehingga belum ada pembinaan yang langsung menyentuh komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur. Selain itu dari katalog Lembaga Penelitian IAIN Ambon sejak lima tahun terakhir belum pernah melakukan penelitian dari tentang pembinaan muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur Sehingga pengabdian tentangnya dianggap Baru dan belum pernah ada pendampingan dan pemberdayaan sebelumnya sehingga akan memberikan kontribusi baru dan referensi pengabdian kepada masyarakat di Provinsi Maluku dalam menghadapi pembinaan dan pemberdayaan komunitas muallaf di Maluku di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 9 
Komunitas muallaf di Desa sangat terisolasi dengan komunitas Islam lainnya sehingga dikhawatirkan komunitas Muallaf ini kembali menjadi agama kristen karena tidak ada pendampingan dan pemberdayaan ibadah sehingga perlu pendampingan dan pemberdayaan untuk mengingatkan pola pemahaman dan praktek beribadah dengan baik dan benar. Desa muallaf ini tidak dicampur oleh komunitas Islam lainnya sehingga tidak ada contoh atau teladan yang bisa menjadi tempat bertanya tentang tata cara ibadah dengan baik dan benar. Jika hal ini tidak dilakukan pendampingan dan pemberdayaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq maka ia akan terus menjalankan ibadah shalat dan berwudhu tidak sesuai dengan syari’at yang telah disepakati oleh para ulama. Misalnya mereka mengambil wudhu dari kaki duluan, tata cara berkhutbah yang tidak sesuai dengan rukun khutbah, tata cara melayat jenazah masih menggunakan tradisi kristiani. Secara geografis Desa solang berada dalam Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku. Untuk sampai di desa tersebut kami menempuh perjalanan darat menggunakan mobil kurang lebih 60 KM dari Kota Bula. Perjalanan yang cukup jauh memang dengan kondisi jalan yang belum di aspal. 
Sebagian besar warga desa adalah mantan Nasrani. Solang sendiri artinya ‘’hijrah’’ . Masyarakat Solan (di baca Solang) terdiri 83 Kepala
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 10 
Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 500 jiwa, yang tersebar di tiga dusun, yakni Dusun Solan, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung. masyarakat Solang termasuk masyarakat pesisir dimana mata pecaharian sehari-harinya adalah Petani. warga Dusun Solan semula beragama Kristen Protestan, Sewaktu konflik Islam-Kristen meletus pada 1999, masyarakat Solan terdesak. Namun Karena kecintaan mereka terhadap tanah kelahiran mereka maka atas perintah kepala desa Mereka pun lalu lari ke gunung. Kepala desa yang nama islamnya Abu Bakar bemarga Ulialantutin (nama aslinya Belvamar) ia mendapat tawaran dari pasukan Islam yang menguasai Solan saat itu, untuk turun gunung secara damai. Menyadari keadaan warganya, Abu Bakar Ulialantutin akhirnya setuju. Maka di tahun 2002 Merekapun kembali ke kampung halaman dengan status baru sebagai kaum Muslimin. Tak hanya itu. Setelah beberapa pekan menikmati kebebasan dan keamanan sebagai umat Islam, Abu Bakar dan para pemuka masyarakat lalu mengajak warga Bonfia untuk turun gunung sebagaimana kaum Solang. Probelmatika dakwah di Seram Bagian Timur sejak di Desa Solang khususnya komunitas muallaf pada aspek pembinaan dan pendampingan. Probematika ini yang dihadapi komunitas muallaf dalam memahami Islam sekdar mengucapkan syahadat kemudian jarang dilakukan pemberdayaan ajaran Islam secara komprehensip.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 11 
Selain itu belum ada buku panduan Ibadah sebagai panduan dalam melakukan shalat dan berwudhu dan cara memandikan janazah sehingga membutuhkan pemdampiangan dan pemberdayaan tata cara pelaksanaan shalat, menjadi imam, dan teknik pelaksanaan khitbah jumat. Selain itu pembangunan rumah iabdah secara permanen untuk meningkatkan kenyamanan dalam beribadah. Secara syari’ah tampak dalam prilaku aqiqah, cara berwudu, dan prinsip-prinsip kegamaan lainnya belum difahami secara maksimal sehingga prilaku keagamaan masih seputar pengucapan syahadat saja. Desain pendampiangan dan pemberdayaan akan difokuskan pada pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq sehingga ada perbedaan disaat memeluk agama Kristen dan memeluk ajaran Islam atau dari ibadah menggunakan sepatu menuju ibadah melepaskan sepatu. Selain itu mengajarkan tata cara berwudu, menjadi khatib, tata cara melayat jenazah, dan ajaran rukun Islam dan rukun iman lainnya. Keprihatinan Souwakil sebagai Imam di Desa Solang mengungkapkan bahwa adanya ketidak seimbangan antara pembinaan ajaran Islam dengan jumlah warga yang begitu besar. Selain itu lemahnya kementerian agama di Kabupaten Bula mengjangkau Desa Solang sehingga perlu ada pembinaan dengan berbagai strategis untuk menggerakkan pembinaan agama Islam di Desa Muallaf (Solang) yang lebih kooperatif dengan kondisi masyarakat di Desa Solang.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 12 
No 
Uraian 
Jumlah 
1 
Jumlah Penduduk 
125 KK 
2 
TPQ 
1 
3 
Guru Mengaji 
1 Orang 
4 
Sekolah Dasar 
1 Unit 
5 
Guru PNS 
1 Orang 
6 
Pekerjaan Tani 
98 % 
Dari diskusi tersebut tampak bahwa sejak ia menjadi tokoh agama di Desa Solang pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq tidak pernah dilakukan oleh kementrian agama.6 Adapun proses perkawinan di Desa Solang ini di lakukan dengan cara nikah sirri oleh imam karena kesadaran tertib administrasi membutuhkan waktu yang panjang dan adanya kesulitan pada proses jangkauan kantor urusan agama di Kabupaten Bula tidak mampu memenuhi kartu nikah akibat keterbatasan kartu nikah yang ada di Kabupaten tersebut. Jarak yang ditempuh dari Kabupaten tersebut ke Desa Solang lima sampai tujuh jam naik mobil jika tidak hujan, tetapi jika hujan maka sulit ditempuh 
6S. Swakil (Imam Masjid Desa Solang) wawancara oleh penulis di Desa Solang tanggal 19 Oktober 2012
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 13 
dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, serta orang lebih memilih jalan kaki. 
Selain itu prilaku keagamaan dalam proses kematian di Desa Solang juga dilakukan masih semi Islam dalam artian kerap kali dimakamkan secara Islam dan juga dimakamkan secara Kristen akibat sulitnya mendapatkan petugas jenazah. Salah satu tokoh masyarakat muallaf mengungkapkan bahwa kami di Desa ini yang baru masuk Islam 100% belum tahu secara keseluruhan tata cara melayat jenazah secara Islami.7 Hal ini tampak bahwa Desa Solong ini sebagai komunitas muallaf yang permanen karena peningkatan pemahaman agama tidak berkembang. 
Pelajaran agama hanya didapatkan dari seorang imam dari Desa Waru yang kebetulan mau tinggal dan mengajarkan agama tentang Islam. Menurut Ilyas salah satu muallaf di Desa Solang mengungkapkan bahwa pada umumnya komunitas Muallaf di Desa Solang ini 98% belum tahun mengaji sehingga pada saat melakukan shalat belum ada surat yang mampu dibaca. Selain itu tata cara berwudu, tata cara perkawinan, dan tata cara memelihara nasab juga belum diaplikasikan secara Islami. Keadaan ini ketika melakukan ibadah shalat tata cara shalat, wudu kadang kali duluan, baru tangan yang terakhir baru tangan terakhir, tata 
7Hadi Basalamah, Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon, mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh penulis di 21 Oktober 2012.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 14 
cara pernikahan kadang dihamili duluan baru dinikahi sebagaimana waktu masih memeluk agama Kristen.8 Semua keadaan yang memprihatinkan ini perlu adanya pembinaan secara komprehensif agar mereka mampu merasakan cahaya Islam dari pihak yang terkait dengan pembinaan agama Islam. Informasi yang dikemukakan oleh Ilyas ini dapat digambarkan bahwa Desa Solang ini termasuk masyarakat semi Islam karena praktik- praktek ibadah secara Islami belum difahami secara maksimal. Hal ini tampak saat melakukan perkawinan, aqikah, melayat jenazah, dan masih banyak buta huruf aksara Arab. Selain itu pemahaman rukun Iman, rukun Islam sampai saat ini belum difahami secara komprehensif sehingga keyakinan mereka sangat rapuh tentang ajaran keislaman. Jika mereka ini tidak dilakukan pembinaan keislaman maka lambat laun Desa ini akan kembali pada agamanya semula karena mereka telah terbiasa dengan pola hidup dalam ajaran kristiani. 
A. Kondisi Dampingan yang Diharapkan. 
1. Komunitas muallaf yang ada di desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur dapat berubah secara permanen melakukan ibadah sesuai syari’at agama Islam. Adanya perubahan signifikan dalam 
8Ilyas, Tokoh masyarakat Desa Solang wawancara di rumahnya di Solang 20 Okotber 2012.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 15 
pendampingan dan pemberdayaan melalui pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq melalui komunikasi persuasif, empati, yang dilakukan dalam bentuk praktikum Ibadah dengan tiga klaster yaitu orang tua, remaja, dan anak-anak. 
2. Dapat membaca panduan berupa kunci ibadah yang mudah dibaca sesuai daya nalar komunitas muallaf di Desa Solang kawasan pesisir di Kabupaten Seram Bagian Timur. Memberikan CD panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara melayat jenazah, dan buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan ilmu terapan keislaman. 
3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk. 
B. Strategi yang Dilakukan 
Model pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan pada komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 16 
yang berada dikawasan pesisir dilakukan dengan tiga model pendampingan antara lain: 
1. Memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang ada disekitar Desa Solang misalnya Penyuluh agama, Guru, Imam, dan Guru TPQ di Kabupaten Seram Bagian Timur. Membuat ouline pendampingan dan pemberdayaan tentang tata cara pembinaan praktek ibadah sesuai syari’at agama Islam. 
2. Strategi pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan adalah memutar film praktikum ibadah, khubah jumat, cara melayat jenazah, tata cara berwudhu, thahara pada orang tua, remaja, dan anak-anak. Selain itu memebrikan buku panduan berupa kunci ibadah yang mudah diakses dan dibaca sesuai daya nalar komunitas muallaf di Desa Solang yang merupakan masyarakat pesisir di Kabupaten Seram bagian Timur. Memberikan CD panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara melayat jenazah, dan buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan ilmu terapan keislaman. 
3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 17 
berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk. 
Selain pendampingan pada komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur juga melakukan pemberdayaan entrepreneuship untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat miskin pada komunitas muallaf di Desa Solang. Strategi pemberdayaan kewirausahaan menggunakan konsep David C. Korten bahwa terapi mental seseorang membutuhkan konten pembinaan material dan spiritual sebagai spirit kebutuhan manusia. Paradigma ini juga sesuai tujuan hidup manusia muslim dalam pandangan hidup menurut Al- Gazali bahwa kehidupan di dunia itu adalah selamat di dunia dan selamat di akhirat.9 Kesejahteraan dan ketaqwaan juga perlu diberdayakan melalui pemberdayaan pembuatan mesin penetasan ayam kampung dengan melakukan kerjasama dengan dinas peternakan di Serang Bagian Timur. Bentuk pemberdayaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan komunitas muallaf yang ada di Desa Solang yakni membuat penetasan telur ayam kampung dan melakukan pembibitan kangkung cabut untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat muallaf di Desa Solang kabupaten Seram bagian Timur. 
9A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan dan Pemberdayaan Islam (Cet. I; PT. Grafindo Persada, 2005), h. 230.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 18 
Tulisan ini berusaha mendialogkan teks agama pada masyarakat multikultural sebagai bentuk transformasi sosial. Untuk mendialogkan agama tersebut membutuhkan epistemologi dakwah multikultural yang selama ini ditafsirkan hanya sebatas tekstual. Pandangan ini sesuai dengan Nashr terhadap sebagian ulama yang terkurung pada peradaban teks Al-Quran. Hemat Nashr hanya didominasi oleh paradigma tekstual belaka (monointerpretaif), sehingga diperlukan epistemologi tekstual, kontekstual dan antartekstual untuk mendialogkan pesan-pesan Tuhan.10 
Hal ini penting dikomunikasikan untuk mendapatkan metode dakwah pada masyarakat multikultural terhadap problem marjinalisasi, penindasan, dan ketidakadilan terhadap normatifitas paham keagamaan.11 Problematika ini membutuhkan epistemology dakwah pada masyarakat multikultural untuk membuka ruang bagi umat dari kurungan teks yang ia pital sendiri untuk mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural yang lebih komunikatif. 
10Marcel Danesi, Messages, Signs, and Meanings: A. Basic Textbook and Semiotics and Coomunication Theory Third Edition. (Canadian Press Inc, 2004). h. 17. 11Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 19 
Kurungan teks yang telah membudaya pada struktur masyarakat multikultural menurut Max Weber yang dikutip Dede bahwa manusia adalah hewan yang terkurung dalam jejaring makna-makna yang ia pintal sendiri,12 Paradigma Weber dan Nasr ini hemat penulis perlu penjelajahan makna dibalik teks. Dalam artian teks perlu dieksplorasi maknanya. 
Publikasi dakwah dewasa ini pada masyarakat multikultural masih banyak kendala sehingga membutuhkan kajian filosofis-metodologis. Problematika tersebut akibat dari tumpang tindih warisan teologi dan aliran pemahaman, warisan kultural, kepentingan yang bercampur aduk dengan agama sehingga sulit menyanring, kemurnian agama yang sesungguhnya karena telah didoktrin oleh kebenaran yang dibentuk oleh sejarah turun temurung yang mengkibatkan agama tidak berkembangan secara natural. Hal ini berdampak pada aplikasi dakwah sehingga sulit didialogkan karena telah terkontaminasi oleh problematika sejarah yang panjang.13 
Dalam konteks masyarakat multikultural yang hidup dalam satu komunitas yang saling berhubungan dan ketergantungan antara satu 
12Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam (Volume III tahun 2005). h. 39. 13Ursula King, Historical Phenomenological Approach to the Study of religion dalam Frank Whaling contemporary Approaches to the Studi of religion Vol.II The Social Science (Berlin: Moutan Publishers, 1984) h. 106-109- 139, 140
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 20 
dengan yang lain sangat urgent untuk melakukan dialog faham, aliran, kredo, pedoman hidup, dan idiologi klasik tentang agama sehingga sulit mendeteksi agama yang murnih dari warisan integrasi kultural dan kepentingan.14 Ada kecendrungan paham yang tidak memiliki kekuasaan terdegradasi oleh paham yang mengikuti pengikut besar, sehingga paham lain cenderung disepelehkan. Hemat penulis ini kurang berimbang dan tidak adail antara menjaga keharmonisan dengan publikasi dari konstruksi media membangun, dan menjual isu-isu yang dipublikasikan secara cepat oleh media elektronik dan media cetak yang datanya mendadak, tekstual, spontan tanpa disertai analisis mendalam apa dan bagaimana cara mengkomunikasikan Al-Quran pada masyarakat multikultural yang mudah diserap dan dicernah dengan menawarkan pilihan-pilihan bahasa agama yang lebih komunikatif. 
Problematika dari fenomena dakwah tersebut, penulis berusaha mengeksplorasi Al-Quran Surah Al-Hujurat/49:13 sebagai inspirasi epistemologi dakwah multikultural dalam pendekatan ilmu dakwah dan komunikasi sebagai pijakan dalam mengekplorasi pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Fokus makalah ini secara spesifik menelaah secara filosofis bagaimana mengkomunikasikan pesan-pesan 
14Ibid., M. Amin Abdullah, h. 5
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 21 
agama dalam teks Al-Quran pada masyarakat multikultural? Pertanyaan inilah yang penulis akan eksplorasi dalam pembahasan makalah ini. 
II. PEMBAHASAN 
A. Landasan Normatif 
Pengertian masyarakat multikultural yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah Komunitas masyarakat yang memiliki pemahaman agama yang dikonstruksi dalam berbagai latarbelakang pendidikan, etnis, budaya, faham, yang berbeda hidup saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi sesuai klaster sosial yang terbagung secara natural.15 Definisi ini hemat penulis relevan dengan terjemahan atau tafsiran kementrian agama tentang surah al-Hujurat/49: 13 yang memberikan inspirasi tentang pola interaksi komunikasi antar berbagai etnis. 
Sehubungan dengan permasalahan itu penulis mengutip QS Al- Hujurat/49:13 terjemahan kementerian Agama sebagai pijakan normatif dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Tafsiran pada ayat ini Quraish tentang ( خلقنكنكم ) bahwa masyarakat itu saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.16 
15Soejono Sukanto, Antropologi Budaya (Cet. III; Jakarta: Rineka cipta, 1987), h. 99. 16M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir tematik atas Pelbagai Persoalan Agama (Cet. I; Mizan Media Utama, 2007), h. 437
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 22 
Hal ini sesuai dengan pandangan Emile Durkheim ahli sosiolog yang mengatakan bahwa manusia saling terintegrasi yang memiliki kepentingan berdasarkan kebutuhan.17 
Mengutip pandangan Basman yang dipahami dalam argumentasi Arkoun bahwa idealnya Al-Quran itu sumber inspirasi teori. Dari inspirasi Al-Quran inilah sebagai akademisi membangun epistemologi dakwah yang relevan bagi komunitas masyarakat multikultural.18 Argumentasi Arkoun, pemikiran teologi klasik yang menggumpal dalam sejarah peradaban Islam, membentuk format ortodoksi, pada gilirannya mengimbas pada pola berekspresi dalam membahasakan agama. Pemikiran tersebut tidak bergeming dari bentuk rumusan abad pertengahan yang belum mengenal tatanan perubahan kehidupan sosial kemasyarakatan serta perkembangan ilmu pengetahuan modern, baik dalam bidang kealaman, maupun dalam bidang teknologi informasi seperti yang dialami oleh masyarakat modern dewasa ini.19 Walaupun harus diakui bahwa warisan pemikiran yang ada sekarang adalah 
17H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 44-45. 18Basman (45 tahun), Diskusi ilmiah dengan memperdebatkan persoalan epistemologi dakwah di ruangan Lembaga penelitian IAIN Ambon tanggal 17 juni 2011 jam 09.32 wit. 19Arkoun, Tarikhiyyatu al-Fikri, al-‘arabi al-Islamy, (Beirut: Markaz al-Inma’al- Qaumy, 1986), h. 87-89. Lihat pula M. Amin Abdullah, Falasafah Kalam, di Era Post Modernisme, (Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 49.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 23 
akumulasi dari beberapa pemikiran teologi klasik, dan pemikiran Yunani. Terminology Islamologi klasik saat ini sudah perlu didefinisikan kembali karena Islamologi klasik tidak cukup memiliki fasilitas dalam menterjemahkan persoalan sosial yang dihadapi masyarakat modern dewasa ini. Untuk mengisi kekurangan ini, diperlukan ‚epistemology dakwah‛ untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama dibalik metateks yang selama ini diperdebatkan secara tekstual belaka. Praktek ilmiah ini hemat penulis kurang memberikan kontribusi besar terhadap perbaikan kehidupan manusia, karena itu pesan-pesan agama yang terkurung dibalik teks sudah saatnya dieksplorasi untuk kebutuhan manusia modern secara maksimal. 
Hal ini telah dibuka gemboknya oleh Nashr Hamid Abu Zayd yang menyatakan bahwa umat Islam harus keluar dari peradaban teks jangan berhenti pada pemukaan teks saja.20 Untuk tidak terpenjara oleh makna tekstual, begitupulan dan bertujuan untuk meciptakan kondisi- kondisi yang menguntungkan dalam membebaskan pemikiran Islam dari berbagai tatanan mitologi-mitologi yang menyesatkan. 
Atas dasar dialog inilah sehingga penulis memilih paradigma berpikir Arkoun dalam membangun metode dakwah untuk 
20Nashr Hamid Abu Zayd, Tesktualitas Al-Quran: Kritik terhadap ulumul Qur’an terjemahan (Cet. III; Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 24 
mengkomunikasikan bahasa Al-Quran dengan menggunakan ilmu hermenutika untuk memetakan informasi yang tersembunyi dibalik teks, yang lebih relevan dengan fakta realitas masyarakat multikultural.21 Untuk mendialokkan ide-ide rahmatalli’alami dalam Al-Quran khususnya pada masyarakat multikultural. Dalam tafsiran Kementrian Agama QS al-Hujurat/49:13  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tafsirannya: 
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.22 
Dari tafsiran Kementerian Agama khususnya QS al-Hujurat/49:13 di atas, pada prinsipnya ayat tersebut telah terkurung oleh pemaknaan satu bidang ilmu, tetapi jangan berhenti pada makna itu saja, perlu dieksplorasi secara tekstual, kontekstual dan antar tektual dalam berbagai macam pendekatan keilmuan untuk mengungkap, lapisan- 
21M. Arkoun, Al-Fikr al-Islamy: Naqad wa Ittihat, Terjemahan Hashim Salih (London: Dar al-Saqi), h. 299. 22Al-Quran Terjemahnya, Al-Juma>natul Ali> Yayasan Penejermah Al- Quran/pentafsir Kementrian Agama, (Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004), h. 518.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 25 
lapisan makna untuk memperkaya khazanah, dan wawasan cara membahasan atau mengkomunikasikan pesan Tuhan.23 pada masyarakat multikultural dalam berbagai aspek, begitupula ayat lain. Ayat yang perlu dieksplorasi adalah sebagai berikut: 
1. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu 
2. dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan 
3. menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan 
4. bersuku-suku 
5. supaya kamu saling kenal-mengenal 
Dari kelima pesan QS al-Hujurat/49:13 tersebut perlu diukngkap secara tekstual, kontekstual dan antartekstual. Untuk mengkomunikasikan makna dari kelima kalimat tersebut. Tapsiran hanya sebagian kecil dari makna yang diungkap sementara makna dibalik metateks tersebut, belum dieksplorasi secara profesionalisme berdasarkan keilmuan yang memadai seperti disiplin ilmu tafsir, ilmu hermeneutika, ilmu balagah, ilmu semiotika, dan berbagai macam ilmu naskah/teks yang dianggap relevan untuk mengungkap pesan-pesan agama dibalik teks Al-Quran.24 Semakin banyak infrastruktur keilmuan 
23Haidar Bagir, Bahasa Agama: Bahasa Tuhan Bahasa Manusia, kata pengantar pada bukuKomaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64. 24op. cit., Marcel Danesi
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 26 
dalam memahami ayat Al-Quran semakin banyak solusi dan informasi yang akan dipublikasikan kepada masyarakat multikultural. Untuk mengarungi luasnya samudra ilmu yang tersimpan rapih dan kokoh dibalik teks Al-Quran sudah saatnya dibuka dan dieksplorasi rapi, sistematis bagi kemasalahantan umat manusia dari penjara ketidaktahuan. 
B. Epistemologi Dakwah 
Tak dapat dipungkiri rekaman peristiwa yang dikonstruksi oleh para ilmuan masa lalu telah banyak memberikan kontribusi pemikiran keilmuan yang tersebar keseluruh pelosok bumi ini, tetapi sebagai ilmuan tidak cukup jika hanya mengandalkan pradigma klasik tersebut. Kelemahan dari warisan keilmuan klasik bisa saja tidak relevan lagi dengan situasi sekarang ini sehingga perlu redefinisi cara mengkomunikasikan atau membahasakan pesan-pesan Tuhan dengan berbagai macam pendekatan untuk mendapatkan banyak pilihan untuk dijadikan epistemologi dakwah yang berdampak rahmatallilalamin (rahmat bagi seluruh alam). Jika dipahami secara monointerpretasi tidak terlalu relevan lagi dengan kondisi sosiologis masyarakatmultikultural dewasa ini yang memiliki berbagai tantangan akibat akselerasi informasi
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 27 
yang sangat kompleks.25 Maksudnya terminologi pesan agama pada masa lalu seperti piqih, dan ushul piqih tidak sama kondisi sosiologisnya dengan era teknologi informasi dewasa ini. Era modern membutuhkan cara yang canggih untuk mengkomunikasikan bahasa agama yang terkoneksi dengan berbagai macam faham, aliran, idiologi, bahasa, tradisi keilmuan sebagai susunan warana-warani yang memiliki keindahan dalam mengeksprsikan atau membahasakan pesan-pesan Tuhan secara tekstual, kontekstual, dan antartekstual. sebagai pondasi dalam mengkomunikasikan bahasa agama yang lebih. Hal ini berimplikasi pada kekurangan epistemologi dakwah multikultural membahasan pesan agama yang lebih komunikatif dalam peradaban masyarakat moderen. 
Pentingnya kajian epistemologi dakwah multikultural ini akan menjadi dambaan bagi masyarakat modern khususnya praktisi dakwah dalam mengkomunikasikan bahasa agama kepada manusia secara bijak dan mudah diserap. Karena sebaik apapun pesan disampaikan tetapi ditrasformasikan secara tidak bijak maka pesan yang disampaikan terbuang dan bertengger dipersimpangan jalan. Melakukanm mediasi adalah jalan tengah untuk menghormati orang lain yang memiliki cara mengekspresikan agama berbeda dalam tingkatan memahami suatu pesan teks agama. Perbedaan agama, aliran, faham, idiologi, dan 
25Amin Abdullah
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 28 
latarbelakang pendidikan. Lapisan masyarakat yang multikultural membutuhkan kemasan dakwah yang berbasis pada teologi humanis. Mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural Hemat penulis perlu kekayaan paradigma untuk melakukan meidasi, dialog, untuk membangun pondasi berpikir dalam memahami bahasa Tuhan yang tersirat dalam teks dan metateks. Dalam artian memahami karakter pesan Tuhan secara ruhani dan non ruhani yang bingkai oleh Aqidah, syari’ah dan Akhlaq. Hemat penulis tidak relevan lagi mendakwakan agama dengan gaya mendoktrin tetapi agama ini jika dianalogikan ia laksana mall yang memiliki banyak fasilitas, kebutuhan manusia, dimana manusia siap memilih berbagai macam perlengkapan hidup melalui pesan-pesan agama dalam teks dan metateks untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. 
Pemaksaan kehendak ini dapat berbenturan secara fisik dan psikologis masih terjadi antara organisasi agama Islam seperti, Jamaah Islamiyah, NU, Muhammadiyah, HIT, Salafi, Wahda Islamiyah, Annazir, NII, FPI(Front Pembela Islam) dan aliran Islam lainnya.26 Semua organisasi Islam ini kurang memiliki epistemologi dakwah komprehensip sehingga terjadi kesenjangan dalam mengkomunikasikan 
26Amar Ahmad, Aliran-aliran Dakwah di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2008), 29.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 29 
pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Memang harus diakui hal ini juga tidak terlepas dari warisan teologi klasik yang digagas oleh Mu’tazila, Asyari’ah, dan Maturidiyah. Tetapi idealnya warisan itu menjadi kekayaan paradigma dan dijadikan sebagai kekayaan perspektif untuk memberikan solusi terhadap problematika sosial pada masyarakat multikultural yang diperhadapkan oleh berbagai macam informasi yang mengelisahkan umat akibat konstruksi informasi yang kurang memberikan perbaikan pada masyarakat multikultural.27 Dari fenomena ini kajian epistemology dakwah multikultural membutuhkan trasformatif epistemologi yang lebih kaya dengan perspektif untuk memudahkan para praktisi dakwah mengkomunikasikan pesan-pesan Tuhan yang ada dalam teks agama, sebagai pijakan metodologi dakwah yang relevan bagi masyarakat multikulral. 
Corak praktisi dakwah harus kayah dengan pendekatan dalam membahasakan pesan-pesan Tuhan dalam Al-Quran dan Sunnah. Pusaran kebenaran Al-Quran tetap menjadi otonom sehingga kompetensi keilmuan manusia untuk mengungkap epistemology dari buah ilmu sangat dibutuhkan sebagai metode dakwah baru yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat multikultural. 
27M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural dalam kumpulan Tulisan Pengukuhan Guru Besar Muhammadiyah dengan judul Bengawan Muhammadiyah (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 3.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 30 
Sumber ilmu dakwah tidak bisa terlepas dari Al-Quran dan Sunnah sebagai pijakannya indiologi sumber ilmu. Dengan berpedoman pada sumber ilmu, tidak cukup dengan hanya satu mazhab tetapi multimazhab yang lahir dari bangunan keilmuan dakwah untuk mengkomunikasikan bahasa agama kepada umat manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa ‚dakwah‛ dan ‚ilmu dakwah‛ berbeda. Jika dakwah selalu memilih kata sebaiknya, seharusnya, maka ilmu dakwah harus tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah ilmu yang sifatnya netral dan tidak memihak.28 Kajian Epistemologi Sultan memberikan gambaran tentang epsitemologi ilmu dakwah, menurut Sultan objek matrill ilmu dakwah adalah Al-Quran dan Sunnah sedangkan objek formalnya dalah transformasi pesan-pesan agama dan prilaku umat.29 Dalam konteks ini belum ada secara spesifik membangun epistemologi ilmu dakwah yang secara spesifik menelaah epistemologi dakwah masyarakat multikultural. 
Proses transformasi agama kepada masyarakat multikultural tentang aqidah, syari’ah dan akhlaq. Objek kajiannya pada masyarakat multikultural, kecendrungan, faktor-faktor lingkungan, sarana yang digunakan, sarana yang digunakan, dan metode penerapan. Hal inilah 
28Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39. 29Sultan, Desain Epistemologi Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 71.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 31 
yang perlu dibangun epistemologinya dan diperdebatkan secara ilmiah sehingga melahirkan sebuah teori khusus metode dakwah pada masyarakat multikultural. 
Ada dua metode berpikir yang selama ini mewarnai cara membangun epistemologi ilmu dakwah yakni metode filosofis yang berorientasi pada prophetic philosophy dan teologi berorientasi pada priestly religion (pendekatan kebiksuan, kepausan, keualamaan, dan sejenisnya).30 Pendekatan kefilsafatan lebih menekankan pada dimensi being religion, sedangkan pendekatan keagamaan lebih menekankan pada dimensi having a religion. Dalam realitas kehidupan sehari-hari dapat diamati.31 Dalam tradisi membangun epsitemologi kedua pemikiran ini terus bertarung dalam memberikan corak keilmuan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural 
Dari kedua pola berfikir tersebut terjadi polemic dalam melakukan konstruksi epistemologi para mutakallimin (teolog) lebih menyukai bahasa yang dapat difahami dengan rasio. Sedangkan para fhilosof lebih menekankan pada makna. Bagi para teolog logika bukan cara berpikir tetapi lebih pada cara berbicara dengan benar. Sedangkan para filosof lebih menekankan pada apa yang ada dibelakang bahasa yang dapat 
30Karen Armstrong, A. History of Gat: The 4000 year Ques of Judaism, Cristianity and Islam (New York: Alfred A. Knof Inc, 1993), h. 173 dalam Tulisan Amin Abdullah Rekonsktruksi Metodologis Studi Agama h. 14. 31Ibid., 15.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 32 
difahami dengan rasio dan ia bersifat permanen sedangkan bahasa sewaktu-waktu dapat berubah. Pandangan para teolog dan filosof ini menunjukkan adanya perbedaan konstruksi epistemology dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Hal ini hemat penulis merupakan kekayaan cara pandang memahami sebuah teks dan metateks. 
C. Terminologi Dakwah Multikultural 
Terminologi epistemologi dakwah multikultural yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah cara membahasakan pesan Tuhan yang sesuai dengan konteks masyarakat multikultural dalam menyerap informasi untuk mendapatkan, menyusun informasi yang relevan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Dalam konteks ini Amin Abdullah menawarkan kembali pada kaidah filsafat yang bersifat kritis, ereflektif, dan comprehensif.32 Sehingga dapat melahirkan epistemologi dakwah pada masyarakat multikultural applicable dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. 
Epistemologi dakwah masyarakat multikultural dalam kajian ilmu, proses ontologi adalah instrumen teori ilmu pengetahuan menelaah 
32M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 5. Dalam buku bengawan Muhammadiyah.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 33 
wujud yang ada dari teks Al-Quran dan Sunnah hemat penulis tidak dapat dimaknai secara tekstual, tetapi pengembangan keilmuannya lebih pada pemahaman tekstual, kontekstual dan antar tekstual yang ditelaah secara philosofis sehingga tidak sekedar menerima hasilil pemahaman, pemikiran, dan doktrin agama yang diwarisakan oleh pendahulu kita tetapi seorang Mubalig perlu mengemasnya sehingga dapat disuguhkan bagi jamaah pemahaman agama yang berbasis rahmatalil’alamin dalam mengkomunikasikan, mengdialogkan, dan membahasakan pesan-pesan Tuhan dengan bahasa yang lebih komunikatif. Dalam menyusun epistemologi dakwah hemat penulis perlu seorang ilmuan keluar dari doktrin teologis, kultural, yang dapat mengganggu corak keilmuan yang akan dibentuk kemudian melakukan akumulasi dari sumber-sumber pengetahuan, kemudian melakukan konstruksi pengembangan epistemologi yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat multikultural dewasa ini. Untuk mengkomunikasikan dakwah beberapa bentuk yang digunakan oleh para ilmuan sebagai media pendeteksi pengetahuan sebagai bentuk karunia Allah yang dapat digunakan oleh manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang akan dijadikan sebagai ilmu kemasan dakwah dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural dengan bebera pola epistemology cara mendapat ilmu antara lain adalah:
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 34 
1. Menurut Muhammad Iqbal: Panca indra/akal, intuisi, sebagai media pendeteksi ilmu dengan melihat fenomena sehingga lahirlah pengetahuan kemudian siap diproses pada mesin epsitemologi.33 
2. Menurut Mula Sadra: sumber ilmu pengetahuan itu melalui pendekatan tasawuf, melalui mimpi, ego rendah melebur ke ego ilahiah dari inspirasi ini dapat melahirkan pengetahuan.34 
3. Fuad Rumi sumber ilmu itu berasal dari Allah melalui Al-Quran dan Sunnah kemudian diferifikasi oleh akal untuk dijadikan sebagai sumber pengetahuan.35 
4. Nasir Mahmud, Al-Quran dan Sunnah, Fakta-fakta empirik, teori- teori, pendapat, kaidah-kaidah yang sudah ada. Budaya, realitas sosial, politik, ekonomi dan fakta-fakta sejarah masa lalu.36 
5. C.A. Peursen sumber ilmu dakwah berasal dari Etika(nilai normatif, termasuk nilai keagamaan, Heuristik dan ilmu.37 
33Syarifudin, Epistemologi komunikasi Islam: makalah dipresentasikan pada program pasca sarjana strata S3 pada tanggal 19 November 2010 wit 09.30. 34Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam (Volume III tahun 2005). h. 39. 35Fuad Rumi, Disertasi Epistemologi Berbasis Al-Quran diajukan untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 2010. 36Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39 37ibid
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 35 
Dari pandangan epistemologi di atas bangunan epistemology untuk masyarakat multikultural harus gabungan antara kecerdasan aklaq, intusi, empiris, dan rasional menjadi instrument dalam menyusun kaidah keilmuan dakwah. Tetapi dalam mengkomunikasikan pesan agama tersebut perlu dipahami pemahaman secara tekstual, kontekstual, dan antar tekstual dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama yang ada dibalik teks. 
Kerangka berpikir ilmuan dakwah: Kerangka berpikir deduktif berangkat dari ayat-ayat Al-Quran serta tafsirannya secara tekstual, kontekstual dan antartekstual. Kerangka cara pandang inilah yang perlu di gunakan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama. Langkah selanjutnya melakukan peneyedikan rasional dan fakta empiris. Penyelidikan fakta empiris dan rasional yang dilakukan bukan untuk menguji kebenaran konseptualisasi yang telah ada, tetapi peneyelidikan itu untuk membuktikan kebenaran pesan teks dan metateks. Penalaran deduktif ini tidak produktif karena hanya membuktikan apa yang memang sudah benar(kandungan Al-Quran dan Sunnah). Kegunaannya adalah untuk menambah keyakinan tetapi tidak memberikan terobosan- terobosan baru.38 
38Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 36 
Kerangka berpikir induktif berangkat dari realitas empiric. Fakta empirik dikumpulkan dengan ayat-ayat Al-Quran dan sunnah yang relevan bukan Al-Quran dijadikan sebagai legitimasi untuk pembenaran temuan ilmiah. Bila temuan tidak ilmiah tidak sejalan dengan pemahaman terhadap Al-Quran yang selama ini berlaku, maka dilakukan reinterpretasi untuk memberikan makna-makna baru terhadap ayat Al- Quran sepanjang dapat dicakup oleh kata yang dimaknai. Akan tetapi, temuan ilmiah tidak dimaksudkan untuk menghakmi Al-Quran dan Sunnah. 
Apakah berarti hal tersebut tidak ilmiah ? seorang muslim betapun meyakini Al-Quran dan Sunnah sebagai pijakan tertinggi. Jika kebenaran Al-Quran ternyata tidak dapat ditemukan berarti keterbatasan manusia dalam membuktikan kebenaran dalam Al-Quran.39 Berikut ini penulis berikan skema unt melahirkan sebuah epistemologi dakwah multikultural. 
39Ibid., Nasir Mahmud.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 37 
Skema di atas adalah proses membahasakan agama dengan mendialogkan dengan fakta empiris masyarakat multikultural. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang memiliki lapisan-lapisan kepercayaan dan budaya yang perlu dikenali strukturnya untuk memudahkan praktisi Dai dan Muballigh mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural. Jika berbicara tentang masyarakat berarti bersentuhan dengan paradigma sosiolog dalam mendefinisikan masyarakat yang terdiri dari kelas-kelas budaya tersendiri membutuhkan cara mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural dalam klaster budaya. 
Dalam paradigm para ahli sosiolog dalam mendefinisikan masyarakat multikultural sebagai berikut: Karl Marx dikutip Riyadi mendefinisikan manusia terdiri dari kelas-kelas yang memperjuangkan sandang, pangan, dan papan. Kritis pemikiran Marx dikutip Riyadi terhadap pemerintah sebagai bentuk perlawanan kaum proletar dalam memperjuangkan nasib kaum buruh menjadi kapitalis dan berakhir 
Al-Quran dan Sunnah 
Ide dan Konsep 
Prilaku agama 
Kemungkinan Reinterpretasi 
Penyelidikan Ilmiah 
Pemahaman
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 38 
menjadi komunis.40 Lain halnya dengan pemikiran Emile Durkhein yang dikutip Riyadi melihat realitas masyarakat sebagai konstruksi organik yang sangat independen terhadap hukum-hukum sendiri dan saling terintegrasi antara satu dengan lain. Dalam konteks ini membutuhkan keahlian mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural. 
Pemikiran Durkhein ini, jika diperhatikan secara mendalam ada kaitannya dengan pemikiran Max Weber dikutip Riyadi yang terkenal dengan the protestanik etik kapitalis. Tesis Weber terhadap masyarakat sangat penting dalam mendesain Masyarakat multikultural menjadi capital sebagaimana mampu mencerahkan para pastor untuk meraih sebanyak uang yang dapat digunakan sebagai alat interaksi penguasaan terhadap masyarakat multikultural yang kurang memiliki uang sebagai alat tukar yang menggerakkan manusia secara organik.41 Hal ini juga membutuhkan strategi mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural secara organik. 
Selain pandangan para tokoh sosiolog di atas tentang interaksi masyarakat multikultural Thomas Hobbes juga memiliki definisi tersendiri tentang masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural 
40H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 39 41Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen. h. 52
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 39 
menurut Hobbes dapat terbangun atas kesepakatan-kesepakatan untuk mencapai kedamaian yang harus ada kekuasaan untuk merawat masyarakat multikultural sehingga keharmonisan dapat dilestarikan.42 Karena potensi manusia sebagaimana pandangan Adam smith memiliki kecendrungan individualis dengan membangun kelas-kelas produksi untuk mendapat prestise pada sesamanya. 
Pandangan metode dakwah Natsir bahwa pesan dakwah memiliki metodologi hampir sama dengan menaburkan benih di ladang. Untuk mendapatkan hasil padi yang baik membutuhkan pemilihan bibit(benih) yang cocok dengan struktur tanah sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.43 Begitupula transformasi pesan-pesan dakwah dalam Al- Quran dan Sunnah membutuhkan kemasan dakwah yang relevan dengan daya serap dan struktur masyakarakat multikultural, idealnya perlu memahami dan mengetahui struktur masyarakat multikultural. Pesan dakwah yang akan disuguhkan perlu dikemas sehingga berdampak positif pada objek dakwah yang terdiri dari lapisan-lapisan pemahaman, doktrin, dan idiologi. Inilah pentingnya adanya epistemologi dakwah multikultural dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama secara baik. 
42Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen, h. 55 43M. Natsir, Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 19.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 40 
Dari gambaran masyarakat multikultural tersebut, maka telah dipahami bahwa masyarakat multikultural dalam berbagai aspek membutuhkan kemasan informasi tersendiri dalam mentransformasikan pesan-pesan agama dalam teks dan metateks yang dipahami secara tekstual, konstektual dan antar tekstual. Jika kerangka berpikir ini telah diaplikasikan secara cermat abru kemudian melakukan trasforamasi pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. 
D. Transformasi dakwah multikultural 
Beberapa paradigma metode dakwah multikultural yang penulis perlu deskripsikan untuk menjadi metode perbandingan untuk pengembangan metodologi dakwah pada era kontemporer. Dalam Al- Quran yang dapat difahami adalah metode dakwah bil hikmah. Dakwah bil hikmah adalah metode dakwah yang dilakukan dengan iklas, ihsan, dengan menggunakan teknik komunikasi yang bijaksana dan demokrastis dalam menyebarkan informasi.44 Sifat dakwah adalah memperbaiki dengan menempatkan yang utama dengan mekanisme mengedepankan rasa dan rasionalisme dalam memahami Al-Quran dan Sunnah dan diaktualisasikan dalam bentuk amal. 
44Toto Tasmoro, Komunikasi Dakwah (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), h. 37.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 41 
Bentuk dakwah muaizatul hasanah yakni metode dakwah yang dilakukan secara dialogis kepada mad’u baik individual, kelompok, dan massa. Menghindari pemihakan pada satu paham tertentu dan menyampaikan pesannya dilandasi budipekerti yang luhur dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Mujadalah metode dakwah yang dilakukan dengan melakukan diskusi dengan mengepankan sharing informasi dengan memaksimalkan pendalam idea tau gagasan yang dikemas dengan cara komunikasi yang santun tidak memojokkan sehingga dapat mengungkap inovasi dakwah dalam Al-Quran dan Sunnah sehingga melahirkan ide dan argumentasi yang baik. 
Dalam konteks proses komunikasi yang efektif Sayyid Qutb memberikan gambaran bahwa dalam proses diskusi perlu dikedepankan rasa dan rasio dalam mengemukakan pendapat serta menghindari merendahkan lawan dalam berkomunikasi, sehingga tidak ada kesan ada yang kalah dalam proses komunikasi.45 Karena tujuan metode dakwah adalah mencari ide dan gagasan untuk disepakati bersama sehingga dapat memudahkan dalam melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat multikultural. Begitupula pendapat Yusuf Qardawi dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi prinsip ahsan dan hasan 
45Said bin Ali Wakif Al-Qahthani, Al-Hikmah wa fi al-Dakwah Ilallah Taaha di Terjemahkan oleh Hasim Ibaidillah (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.21-33.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 42 
dengan berusaha mencari titik persamaan dengan menganalisis perbedaan sehingga melahirkan metode dakwah yang efektif. 
Era sekarang adalah era kebebasan yang ditandai oleh semaraknya konsep demokrasi, ini menunjukkan doktrin keilmuan tidak lagi populer jika warisan ilmuan klasik difahami sebatas tekstual saja tanpa memperhatikan kontesktualnya. epsitemologi ilmu yang dibagun oleh para filosof, teologi, dan ahli piqih sudah saat diperbaharui coraknya sehingga dapat dipahami dan dilengkapi jika ternyata banyak kelemahanya untuk menterjemahkan persoalan yang dihadapi umat desawa ini.46 Paradigma era klasik tidak pernah berhadapan dengan teknologi komunikasi yang liberal dengan menyuguhkan berbagai macam informasi tanpa batas mulai dari informasi pribadi yang bukan pribadi. Media ini telah membentuk dan memengaruhi corak berpikir manusia modern. Hal ini sesuai dengan pandangan Syekh Ali Mahfuz yang dikutip oleh Muh. Ali Aziz yang mengatakan bahwa ekspresi sesorang sangat tergantung pada intensitas informasi yang diterima.47 Semakin banyak informasi baik berarti ekspresi yang muncul setiap melakukan komunikasi juga baik, begitupula sebaliknya Semakin banyak input informasi negatif ekspresi yang muncul jika melakukan 
46Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 99. 47Ibid
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 43 
komunikasi lebih banyak bersifat menekan mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural. 
BAB III PETA PROBLEMATIKA DAKWAH Laju pertumbuhan sosial tidak sebanding dengan laju perkembangan maind set penduduk sebagian masyarakat di kota Ambon sehingga berimplikasi pada benturan pemikiran dalam beragama, benturan sosial antara pendatang dan pribumi, benturan politik antara daerah dan pusat, dan benturan antar umat beragama dalam aspek segregasi pemukiman. 
Selain itu ditemukan peran media massa baik elektronik dan media cetak sebagai kendali sosial juga tidak maksimal mencerahkan masyarakat menuju kehidupan yang sehat tetapi justru memberikan ruang perdebatan secara krusial sehingga media sebagai 
TEKS AGAMA 
ANTARTEKSTUAL 
TEKSTUAL 
KONTEKSTUAL 
MASYARAKAT 
PEMAHAMAN AGAMA DAI
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 44 
perpanjangan indra permasalahan sehingga diketahui oleh publik yang idealnya belum pantas diketahui. Keadaan ini akibat penemuan ilmu pengetahuan dan Perkembangan sciense teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, telah memberi dampak signifikan pada perubahan struktur masyarakat perdesaan dan perkotaan yang di dalamnya terdiri berbagai jenis etnis umat manusia termasuk umat Islam. Perubahan ini disebut era globalisasi yang memiliki peran besar merubah cara berpikir, berkomunikasi, dan berprilaku dalam melakukan interaksi sosial. Hal ini telah tampak di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan. Selain itu tingkat kemiskinan dan kesengsaraan umat manusia juga semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem sosial, budaya, migrasi penduduk, dan pemikiran keagamaan. 
Problematika ini membutuhkan satu paradigma dakwah yang memiliki daya pikir mampu memahami, menjelaskan, dan membahasakan wahyu sesuai dengan problematika sosial dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna informasi. Format yang elegan sesuai kebutuhan masyarakat inilah yang urget dipercakapkan dalam tulisan ini untuk menjaga masyarakat dari benturan sosial, peradaban, dan pemikiran terhadap sebuah perubahan dan penafsiran kembali tentang agama mereka masing-
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 45 
masing. Hal ini bisa terjadi pada semua agama karena setiap imuan di bidang agama masing-masing secara otomatis memiliki perubahan keilmuan ketika ia mengkaji ilmu agamanya yang akan disesuaikan dengan pertumuhan dan perkembangan science teknologi. Ketika hal ini tidak diatur regulasinya dengan baik maka akan terjadi destruksi dalam lapisan-lapisan antar agama, sesama agama, budaya, etnis dan sistem sosial politik. Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan, penodongan, korupsi, pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan problema mendasar umat Islam saat ini. Ekses yang sangat mendasar dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman, sebagaimana disinyalir dalam sebuah ungkapan“Hampir Saja kefakiran itu menjadi kekafiran“. Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji – janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa menjadi suluh dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan umat. Dakwah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode dakwah Rasulullah SAW. 
Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 46 
yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya. Materi dakwah yang tepat untuk menghadapi masyarakat modern ini adalah materi kajian yang bersifat tematik. Artinya Islam harus di kaji dengan cara mengambil tema – tema tertentu yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan fasilitas yang tepat adalah dengan menggunakan media cetak dan elektronik. Kenapa demikian? Karena dengan menggunakan media cetak dan elektronik hasilnya akan lebih banyak serta jangkauannya lebih luas. Sesuai dengan uraian di atas, maka kami mencoba untuk membahasnya dalam makalah dengan judul “Metode Dakwah: Solusi Untuk Menghadapi Problematika Dakwah Masa Kini (Kontemporer)”. Resep materi dakwah yang perlu dilakukan di kota Ambon adalah; Dakwah menjaga Nasab, Keniscayaan Problematika Dakwah, Dakwah Jama’ah (Kelompok/ Organisasi), Dakwah Syu’ubiyya (Multikultural), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Islam, Materi Pemberdayaan Masyarakat Islam. 
Pada bab II ini, akan membahas landasan teori peta dakwah. Dalam pembahasan ini, lebih menekankan pada konstruksi teori sebagai landasan yang akan dijadikan sebagi instrumen analisis pada bab IV. Paradigma teori pada bab ini, pada prinsipnya berisi dalil-dalil dari Al- Quran, Sunnah, dan pandangan para ahli yang memiliki kompetensi secara ilmiah di bidang dakwah dan ilmu-ilmu penunjang lainnya yang
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 47 
erat kaitannya dengan kajian ini. Instrumen teori ini sebagai pijakan ilmiah dalam memetakan, menganalisis probelmatika sistem informasi dakwah di Pulau Ambon. Penjelasan teori-teori ini penting dipahami lebih awal untuk mengetahui cara kerja pola pemetaan dakwah di Pulau Ambon. A. Pemilihan Teori. 
Adapun pilihan teori dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Teori Dakwah Syekh ‘Ali Mahfuz}: Sistem dakwah amar ma’ruf nahimunkar dan kesiqa>han informan (Kredibilitas Informan).48 Teori Informasi Joseph DeVito tentang presepsi seseorang dalam menentukan ekspresinya tergantung pada intensitas informasi yang dikonsumsi setiap hari.49 Teori AGIL Talcott Parson yang dikutip oleh Larry May tentang setting sosial lingkungannya.50 
Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial keagamaan. Struktur sosial adalah jalinan unsur-unsur yang pokok dalam masyarakat makin banyak melakukan pemetaan 
48Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turuq al-Wa’zhwa al-Khitobah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h.93 Bandingkan dalam Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.83-87. 49Joseph DeVito, Human Communication (New York: Harper Collins Publishers Inc,1996),h.75. 50Larry May, Antirasism, Multicultural and Interacial Community: Three Educational Value For Multicultural Society (University Massachusets, Boston, 1991), h. 2.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 48 
dakwah makin banyak interpretasi peristiwa cara pemetaan dakwah di Pulau Ambon. 
Unsur-unsur pemetaan sosial menurut Soerjono Soecanto yang dikutip Wulansari adalah terdiri dari; kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial atau istitusi sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang.51 Struktur sosial menurut Max Weber terdiri dari kasta, suku, peringkat sosial, kelompok sosial, agama dan kasta tradisional.52 Paradigma Weber ini menujukkan bahwa realitas sosial keagamaan termasuk kasta-kasta dalam masyarakat. Realitas ini perlu ditelaah kondisi sosiologinya sehingga tidak keliru dalam melakukan pemetaan dan entri pesan dakwah di tengah masyarakat. Pada bab II ini teori AGIL Talcott Parsons yang akan menjadi acuan standar dalam menelaah realitas sistem sosial keagamaan di Pulau Ambon. Paradigma keteraturan sosial Talcot Parson ini sebagai tokoh sosiolog abad ke-20 ini menjelaskan sistem keteraturan sosial jika pemetaan sosial keagaman dapat diatur sesuai mekanisme naluri masyarakat. Ada tiga aspek sub sistem penting dalam masyarakat yang perlu ditelaah menurut Parson jika ingin mendesain keraturan sistem masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut: 
Pertama; Sistem sosial yang terbentuk dari interaksi antar manusia. Ini adalah sebuah wilayah dimana manusia memiliki potensi 
51C. Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori (Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2009), h.43 52Max Weber, Essays in Sosiologi (Oxford University Press, 1946) diterjemahkan oleh: Noorkholis dengan judul: Sosiologi (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 441.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 49 
menciptakan konflik akibat perebutan sumber daya yang langkah, dan memperjuangkan tujuan yang berbeda-beda. Dalam konteks ini perlu kebutuhan manusia untuk menciptakan stabilitas komunikasi antar pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta suatu komunikasi yang efektif. Kedua : sistem kepribadian dimana setiap manusia memiliki kebutuhan. Mereka adalah preferensi, hasrat, dan keinginan. Parson menjelaskan bahwa disposisi kebutuhan ini dibentuk oleh proses sosialisasi dalam masyarakat. Jika sistem ini dijaga dan diatur tata tertib informasinya maka dapat membantu atau terjaganya tatanan sub sistem sosial di tengah masyarakat.53 Ketiga ; sistem budaya (cuture system). Sistem ini membuat orang saling berkomunikasi dan mengkoordinasikan tindakan-tindakan mereka, dengan mempertahankan ekspresi peran seperti: 1). Rana simbol-simbol kognitif (misalnya hitung-hitung matamatis dan laporan keuangan), 2). Simbol-simbol ekspresif ( ekspresi emosional dan estetika), 3). Standar moral yang berhubungan dengan benar atau salah. Disini nilai-nilai ini memegan peranan pokok dalam sebuah masyarakat dalam melakukan konstruksi nilai masing-masing. Menurut parson sendi-sendi sosial ini perlu interpretasi ilmiah yang tepat untuk melahirkan keteraturan sistem sosial.54 Teori untuk memahami unsur-unsur sub sistem sosial kegamaan tersebut dikenal 
53Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First published in England 1951 by Routledge & Kegan Paul Ltd New edition first published 1991 by Routledge 11 New Fetter Lane London EC4P 4EE Routledge is an imprint of the Taylor & Francis Group This edition published in the Taylor & Francis e-Library, 2005) h. 45-46. 54ibid
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 50 
dengan teori AGIL(Adabtation, Goals, Integration, Laten). Kerangka kerja untuk menelaah Peta dakwah. 
A 
Adaptation 
Cara sub sistem masyarakat kota Ambon dalam memenuhi kebutuhan (hidup) material untuk bertahan hidup (Sandang, pangan, dan papan). Ekonomi teramat penting dalam sub sistem ini. Indikator ini yang akan dilihat, dan bagaimana peran peta Dakwah untuk menjaga keteraturan tersebut. 
G 
Goal 
Pencapaian Tujuan. Sub sistem ini berusahan dengan hasil atau produk (output) dari sistem atau kepemimpinan. Politik menjadi panglima dari sub sistem ini. Realitas sosial di kota Ambon bagaimana peran peta dakwah dalam mencapai tujuan dan visi dan misi perserikatan di kota Ambon dalam melakukan bergaining politik. 
I 
Integration 
Penyatuan sub sistem ini berkenaan dengan menjaga tatanan. Sistem hukum dan lembaga- lembaga atau komunitas-komunitas yang memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam kelompok ini. Ingin menelaah bagaimana berdakwah untuk menjadikan komunitas taat pada hukum di kota Ambon 
L 
Latent (latent pattern maintenance and tension management 
Mengacu pada kebutuhan masyarakat untuk mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada dalam sub sistem ini bertugas untuk memproduksi nilai-nilai budaya, menjaga solidaritas, dan mensosialisasikan nilai-nilai. Infrastruktur agama termasuk dalam
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 51 
sub sistem ini.55 Hal inilah yang paling inti yang perlu ditelaah dalam masyarkat di kota Ambon yakni Organisasi dakwah sebagai sub sistem dalam masyarakat di kota Ambon. 
Teori ini sebagai panduan untuk menelaah fenomena serta dapat menginterpretasi peta sosial keagamaan di kota Ambon. Teori ini sifatnya media untuk mengantar peneliti memahami realitas di lapangan, dan tidak menutup kemungkinan teori ini kurang presisi, tetapi setidaknya dapat mengantar penulis untuk menginterpretasi pemetaan sosial keagamaan di kota Ambon. 
Menurut M. Natsir yang dikutip oleh Syarifudin dalam menyampaikan pesan-pesan agama sebagai seorang Dai dan Mubalig perlu memahami peta. Ia menganalogikan seperti menanam benih padi di sawah. Sebelum menanamkan benih disawah tersebut terlebih dahulu memahami struktur dan kondisi humus tanah, apakah ia cocok atau tidak. Seorang petani harus cerdas mengolah tanah sehingga bibit yang tanam bisa tumbuh, berkembang, dan berbuah.56 Analogi berpikir ini menunjukkan pentinya peta dakwah untuk menghindari kekeliruan menanam benih-benih kebenaran di tengah masyarakat. 
Peta dakwah bisa efektif jika praktisi Dai dan Mubalig memahami secara komprehensip infrastruktur sistem informasi dakwah Sistem Perpanjangan Panca menurut Mc Luhan Indra Manusia, Gambar 
55Mudji Sutrisno dan Hendar Purtanto, Teori-Teori Kebudayaan (Cet. VIII; Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 60 56Syarifudin, Metode Penelitian Dakwah dan Komunikasi (Cet. I; UIN Alauddin press, 2010), h. 17.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 52 
Visual perpanjangan dari Mata, suara (audio) perpanjangan dari telinga, fasilitas penunjang media perpanjangan, dari akumulasi dari ekspresi manusia, melalui telekomunikasi.57 Saluran adalah media untuk mengirimkan sinyal dari transmiter ke penerima dalam bentuk digital. 58 Media dakwah ini perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah dakwah baik secara demografi dan topografinya untuk meminimalisasi distorsi informasi dakwah. Setelah memahami teori pemetaan sistem dakwah tersebut, selanjutnya pemetaan proses transformasi dakwah. Proses publikasi ini menurut Hayyan perlu pendekatan pada mad’u antara lain: 
a. Al-Hikmah Sistem Sentimental/Hati (al-Manh}aj al-At}ifi> ) menurut pandangan Muhammad Abduh: hikmah adalah mengetahui rahasia, peta keilmuan masyarakat majemuk, dan faedah dalam tiap-tiap hal, serta menempatkan sesuatu pada tempatnya.59 Konsep ini dapat oleh lembaga Dakwah untuk membahasakan agama dengan kemasan dakwah dalam berbagai bentuk dengan memanfatakan teknologi informasi sebagai media publikasi sistem informasi dakwah yang didesain secara professional demi 
57Marshal McLuhan, Understanding Media: The Extensions of Man (New York: McGrw Company, 1964). Dalam Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi, Strategi Dan Komunikasi Politik Indonesia (Cet. I; PT. Balai Pustaka, 2003), h. 93. 58Saverin Werner J. Dan James W. Tankart, Communication Theories: Origins Methods, and Uses in the Mass Media, diterjemahkan oleh: Sugeng Haryanto, dengan judul: Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa: Edisi V (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 12-13. 59Abu Hayyan, al-Bah}rul Mahit, jilid I h. 392. Juga Zaid Abdul karim al- Da’wah al-H{ikmah, h. 26.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 53 
memudahkan transformasi pesan kepada masyarakat Majemuk di Kota Ambon. 
b. Al-Muaizatul Hasanah Sistem Indrawi/Ilmiah (al-Manh}aj al-hissi ) Melakukan bimbingan, peringatan, nasihat, oleh lembaga dakwah Muhammadiyah dengan menawarkan pilihan-pilihan kebenaran yang mudah dijangkau oleh masyarakat majemuk di Kota Ambon.60 Muaiz}a h}asanah} menurut K.H. Ali Mah}fuz} yang dikutip oleh Hamid: Nasihat Atau Petua, bimbingan pelajaran perbaikan hidup, Kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, Pesan-pesan positif yang dapat menjadi pertimbangan bagi mad’u itu sendiri.61 Dalam hal ini masyarakat majemuk di Kota Ambon yang dilakukan secara individual, kelompok, dan massa berdasarkan ketepatan moment dan problematika sosial yang dibutuhkan masyarakat majemuk. 
c. Al-Muja>ddalah Sistem Rasional/dialogis (al-Manh}aj al-Aqli ) mendialogkan agama kepada masyarakat majemuk, sesuai tingkat keilmuan dan kebutuhan informasi sesuai peta keilmuan dari masyarakat majemuk, mulai dari kalangan professional (atas), kalangan menengah, dan kalangan masyarakat awam. Ketiga struktur masyarakat ini menggunakan ketiga teori di atas dalam mentransformasikan bahasa agama yang lebih mudah dicerna oleh 
60Lois Ma’luf Munjid, fi al-Lughah wa A’lam (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), h. 907. Lihat Juga Ibnu Mans}ur Lisa>nul al-Arab, Jilid V (Beirut: Da>r Fikr, 1990), h. 466. 61Abdul Hamid Al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi> Ingkar al-Mungkar (Kuwait: Da>r al-Dakwah, 1989), h. 260.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 54 
masyarakat majemuk baik secara tekstual, kontekstual, dan antartekstual. 
Profil di kota Ambon Peta Dakwah pada masyarakat di kota Ambon tidak terpisahkan dengan konfigurasi lapisan-lapisan masyarakat multikultural, karena termasuk komponen sub sistem informasi dakwah majemuk. Karena realitas sosial keagamaan konfigurasi masyarakat multikultural. Kota Ambon sebagai daerah yang didiami oleh 137 etnis dan subetnis serta 135 bahasa etnis menggambarkan sebuah panorama keindahan dan kekayaan budaya pada masyarakat multikultural di kota Ambon. Dari struktur masyarakat majemuk tersebut, menggambarkan adanya dinamika pergumulan sosial keagamaan dan pertukaran budaya antar etinis yang dimiliki kemajemukan etinis dan cara melakukan ekspresi komunikasi baik dalam melakukan penyebaran Informasi agama maupun cara menerima informasi sebagai alat pital untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kepentingan untuk mempertahankan hidupnya masing-masing. 
Pada masa lalu kota ini menjadi markas besar bangsa-bangsa asing seperti; Portugis, Arab, India, Cina, Spanyol, dan Belanda. sehingga banyak bahasa asing yang diserap kedalam bahasa pergaulan masyarakat multikultural Kota Ambon dalam melakukan interaksi budaya. Bahasa komunikasi pergaulan ini menjadi bahasa pemersatu yang digunakan untuk melakukan interaksi yang berhubungan dengan penerimaan dan
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 55 
penyebaran Informasi bagi komunitas masyarakat multikultural di Kota Ambon. 
B. Peta Struktur Wilayah Pulau Ambon 
1. Topografi 
Pulau Ambon, dari sudut topografi (wilayah), ia adalah sebuah sub sistem, untuk mengetahui strategi yang akan digunakan dalam melakukan peta dakwah. Karena pentingnya hal tersebut perlu di informasikan topografi (wilayah) kota Ambon. Topografi kota Ambon sebagian besar berada di daerah yang berbukit yang berlereng terjajal seluas + 186,90 km2 atau 73 % dan daerah daratan dengan kemiringan sekitar 10% seluas 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah daratan. Wilayah daratan tersebar pada 3 kecamatan dan dikelompokkan pada tuju lokasi. Kota Ambon memiliki sepuluh gunung di antaranya tertinggi adalah gunung Nona yaitu 600 m dari pewrmukaan laut dialiri oleh 15 sungai. Sungai yang terpanjang adalah sungai sikula(waisikula) yaitu 15, 50 km2 
2. Demografi 
Penyebaran penduduk Pulau Ambon yang terdiri dari lima Kecamatan. Kota Ambon sebelum dimekarkan wilayahnya pada tahun 1979 luasnya sekitar 4 km2 yang dihuni sekitar +100.000 jiwa. Dari 100.000 jiwa ini bertumpuk di kota sehingga Ambon dikenal sebagai
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 56 
kota terpadat di dunia versi majalah Budaya pada tahun 1996.62 dan perputaran regulasi pola hidup masyarakat di kota Ambon sangat dinamis 24 jam nyaris ramai di pusat perkotaan. Setelah dimekarkan luas kota Ambon bertambah 377 km2 dengan jumlah penduduk sbelum konflik + 350.000, jiwa. Letak dan batas wilayah kota Ambon sampai saat ini telah memiliki 5 kecamatan yang telah tersegregasi oleh komunitas Muslim dan komunitas Kristen secara komunal yang dipimpin oleh dua Raja secara garis besar yakni Raja Batumerah dan Raja Soya. Letak kota Ambon berada dalam wilayah Pulau Ambon. Secara geografis terletak pada posisi 30–40 lintang selatan dan 1280 – 1290 bujur timur. Kota Ambon secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah, dengan rincian batasan wilayah Petuanan desa Hitu, Hila, Kaitetu, dan sebelah Timur Desa Suli Kec. Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, dan sebelah barat petuanan Desa Hatu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. 
Selain peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1979 luas wilayah Kota Ambon seluruhnya 377 Km2 dan berdasarkan hasil surve Tata Guna tahun 1980 Luas daratan Kota Ambon tercatat 359,45 Km2 yang terbagi menjadi tiga Kecamatan yakni kecamatan teluk Ambon Baguala dengan luas wilayah 158, 79 Km2, diikuti Kecamatan Sirimau seluas 112,31 Km2 dan Kecamatan Nusaniwe seluas 88,35 Km2. Sejak 
62Majalah Budaya Indonesia, Vol/132/1996 di akses pada tanggal 12 Oktober tahun 2011 jam 10: 30. wit
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 57 
2007, Kota Ambon dimekarkan menjadi lima wilayah kecamatan, sebagai berikut: 
a) Kecamatan Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Karang Panjang Ambon. 
b) Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Amahusu. 
c) Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Passo 
d) Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Wayame 
e) Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Leahari. 
Kelima kecamatan ini, konsentrasi jumlah penduduk muslim di Desa Batumerah, Desa Waringin, Batu Gantung, Kampung Jawa Rumatiga dan Talake(tanah lapang kecil), dan Waihaong. Dari lima(5) Kecamatan ini ditambah desa di Jezirah Leihitu yang menjadi fokus pembuatan peta dakwah untuk melihat adanya keteraturan sistem informasi dakwah di tengah masyarakat multikultural di Kota Ambon. 
Teori yang digunakan untuk menelaah keteraturan sistem pemetaan sosial keagamaan adalah Talcott Parsons sosiolog abad ke 20. Gambaran cara kerja teori Parson ini misalnya akan mendeteksi cara masyarakat beradabtasi dengan budaya dan agama, cara mencapai tujuan yang dilakukan dengan cara berbeda-beda, cara melakukan interaksi sosial, dan cara memahami agama sebagai media spirit untuk mengatur
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 58 
tata tertib hidup di tengah masyarakat. Semua instumen ini difokuskan untuk menelaah kondisi sosial keagamaan masyarakat di Pulau Ambon dengan jumlah penduduk yang padat dan majemuk. 
Pertumbuhan Pulau Ambon meningkat dalam periode tahun 2010 sebesar 284.809 jiwa.63 Pertumbuhan penduduk yang di iringi oleh problematika sosial juga cukup tajam sehingga Mubalig memiliki peran strategis melakukan konstruksi informasi agama sebagai media untuk mengatur tatatertib hidup dan cara beragama yang baik untuk mencapai keharmonisan dalam melakukan interaksi dengan sesama umat manusia di Pulau Ambon. Untuk mencapai tata tertib hidup dan keharmonisan dalam berbangsa dan beragama di Pulau Ambon peran Peta Dakwah menjadi instumen yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui peta transformasi sumber informasi di Pulau Ambon. 
Hal ini perlu dideteksi karena salah satu indikator dalam menentukan kebijakan Pemerintah Kementrian agama di Daerah dalam melakukan pelayanan sosial keagamaan di Pulau Ambon peta dakwah adalah rujukan yang sangat substansial. Salah satu sub sistem penyelidikan adalah melakukan pemetaan informasi (maping information) yang dapat memperbaiki masyarakat di Pulau Ambon dan sumber informasi yang dapat merusak maind set (Budaya berpikir) masyarakat di Pulau Ambon yang berimplikasi pada lambatnya perubahan untuk mencapai Maluku tanah Pusaka yang sejahteran dan berkeadaban. 
63Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam Angka, Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 59 
Problematika kerap kali tidak seimbang dengan pelayanan agama akibat rasio jumlah Mubalig tidak seimbang dengan problematika sosial di kota Ambon. Hal ini membutuhkan sistem informasi dakwah yang dapat melayani umat dengan memaksimalkan infrastruktur KEMENAG di Daerah dengan memperbaiki sistem informasi dakwah. 
4. Kondisi Masyarakat 
Masyarakat di Pulau Ambon termasuk masyarakat majemuk (heterogen) yang tinggal di Pusat Kota Ambon tersebar di lima kecamatan, tetapi konsentarasi penduduk terbesar dikecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau sebagai pusat kota sementara di jerizirah Leihitu cenderung homogen. Jumlah penduduk kota Ambon 478 jiwa/km2 wilayah. dari kepadatan penduduk komunitas masyarakat multikultural tersebut sebanyak 934 jiwa km2.64 Berdasarkan hasil registrasi penduduk, jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2006 sebanyak 263.146 jiwa, meningkat 0,7 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tahun 2010 berjumlah 365.983 jiwa. Jumlah ini terdistribusi pada lima kecamatan sebagaimana tergambar pada table berikut ini. No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah Pria Wanita 
1 
Teluk Ambon 
14.154 
13.337 
27.491 
2 
Teluk Ambon Baguala 
23.141 
22.321 
45.468 
64op. cit., BPS Kota Ambon tahun 2010
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 60 
3 
Nusaniwe 
40.993 
41.747 
82.740 
4 
Sirimau 
50.993 
50.563 
101.388 
5 
Leitimur Selatan 
4.284 
4.612 
8.896 
Total Jumlah Penduduk 
133.397 
132.586 
265.983 
Sumber BPS kota Ambon tahun 2010. Rasio jumlah penduduk pada tahun (2010:37) pertumbuhan penduduk dari tahun ketahun sudah mencapai sekitar 3% meskipun selama konflik kurang dari 1%. Kenaikan jumlah penduduk ini lebih disebabkan karena imigran lokal dari berbagai dari Bugis, Makassar, Lombok, Bima, Buton, Sumatra (Dominasi Padang), Jawa, Cina, dan pendatang dari luar pulau Ambon tetapi masih lingkup provinsi Maluku. Pertumbuhan jumlah penduduk ini sangat pesat sehingga lahan pekerjaan di Kota diisi oleh pendantang dari lokal maupun imigran lokal dari luar Provinsi Maluku. Kondisi ini ketika dakwah kurang berjalan secara maksimal maka akan melahirkan konflik psikologis yang cukup tinggi. Dalam aspek interaksi sosial ketika peta dakwah dan rencana strategis dakwah tidak jelas maka sulit mendambakan masyarakat yang maju pemikirannya dalam memenuhi kebutuhan dasar, penunjang, dan kebutuhan lainnya. 
Dari data rawan sosial ini termasuk struktur lapisan sosial masyarakat multikultural yang memiliki dampak terhadap seluruh aktifitas sosial sistem informasi Dakwah di Kota Ambon. Permasalahn sosial ini termasuk permasalahan seluruh rakyat Indonesia untuk meminimalisasi kerawanan sosial untuk menghindari konflik demi
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 61 
merawat, menjaga, dan melestarikan keharmonisan dalam membangun sebuah struktur masyarakat multikultural yang lebih kepada kedamaian. 
5. Keamanan 
Keamanan di kota Ambon bagi orang yang biasa tinggal di Ambon faktor keamanan cukup kondusif tetapi riak-riak benturan sosial tetap ada sehingga peran keamanan di Pulau Ambon sangat urget diperkuat akibat pola kehiudpan yang sangat dinamis sehingga kerap kali terjadi penturan psikologis dan fisik. Hal ini penting diperhatikan karena pelaksanaan dakwah bisa maksimal jika keamanan ini dapat dijaga dengan baik. 
Keberhasilan sendi-sendi pereknomian, pelayanan jasa, serta tugas-tugas pemerintahan lainnya sangat tergantung pada kondisi keamanan dan ketertiban sebuah Kota. Dalam catatan POLRES Pulau Ambon dan Pulau-pulau lease pada tahun 2010 data yang mengganggu KAMTIBMAS sebanyak 369 orang pelaku yang terdiri dari 10 orang wanita dan 377 laki-laki.65 
Dari jumlah perkara ini menunjukkan bahwa, kota Ambon masih rawan terjadi benturan informasi yang berakhir dengan konflik fisik dan psikis. Hemat penulis hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh pola hiudp sektarian dan sistem politik yang belum mapan. Semakin tinggi materi informasi politik semakin besar peluang terjadinya konflik. Informasi politik ini juga peran media di kota Ambon cukup signifikan 
65Ibid., Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam Angka, Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 62 
dalam melakukan konstruksi informasi di tengah masyarakat. Argumentasi ini di interpretasi dari hasil terbitan koran yang ada di kota Ambon 81% materi berita yang diinformasikan kepada masyarakat di kota Ambon adalah informasi politik.66 Inilah pentingnya dakwah untuk memberikan keseimbangan informasi di tengah masyarakat. Data BPS tersebut jumlah kriminal menunjukkan bahwa kota Ambon masih berada pada tataran rawan konflik. Hal ini disebabkan lemahnya sendi-sendi sistem informasi dakwah dalam masyarakat. Publikasi dakwah lebih didominasi pada setiap hari jumat saja. Ketertiban masyarakat sampai sekarang ini masih dijaga oleh aparat keamanan baik dari pihak TNI maupun kepolisian khususnya diperbatasan Islam dan kristen. Realitas sosial masyarakat seperti menunjukkan jika terjadi kerusuhan belum sepenuhnya dapat dikendalikan dengan baik. 
6. Penyebaran Rumah Ibadah. 
Penyebaran rumah ibadah di kota Ambon yang berjumlah 108 termasuk cukup meningkat akibat dari segregasi pemukiman penduduk dari jumlah rumah ibadah juga yang dibangun baru sesuai jumlah penduduk di komunitas muslim. 
Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Karang Panjang Ambon. Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Amahusu. Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota Kecamatan 
66Hasil Penelitian Syarifudin, Pemberitaan Harian Pagi Ambon Ekspres terhadap fenomena politik di kota Ambon (Ambon: Tahun 2010), h. 19.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 63 
terletak di Passo Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Wayame Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Leahari. 
7. Jumlah Mubalig dan Rasio penduduk 
Jumlah Mubalig yang aktif di kota Ambon sebanyak 65 orang. Mubalig ini setiap jumat dan pada bulan suci ramadhan mengisi khotbah, ceramah, dan pengajian lainya. Jumlah Mubalig di kota Ambon ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kurang seimbang. Kondisi melahirkan problematika dakwah yang cukup signifikan karena informasi agama didominasi oleh informasi materialisme, kapitalisme, dan sosialisme. Kondisi masyarakat seperti ini dapat dipastikan akan terjadi potensi kriminal yang cukup tinggi, pencurian, aborsi, pemerkosaan, minuman keras, Pesta sebagai biangnya konflik, mudah diadudomba, perkelahian antar kampung sangat tinggi, cepat terkena isu-isu negatif. Lemahnya pendidikan agama, TPQ tidak maksimal, Humas kementerian Agama tidak berfungsi secara maksimal. 
8. Lembaga Dakwah melalui pendidikan 
1. Pendidikan Umum 
Sektor pendidikan adalah indikator sebuah perubahan masyarakat pada masyarakat multikultural dan lompatan perubahan itu sangat tergantung pada kantong-kantong pendidikan yang dibangun dan dikembangkan untuk mencerdaskan pola pikir masyarakat multikultural.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 64 
Semua negara-negara yang mencetak peradaban investasi awalnya adalah memperbaiki kultul pendidikan dengan baik. Wawasan ini menjadi indikator sebuah kemajuan, semakin lemah kualitas pendidikan semakin sulit sebuah perubahan muncul dari sebuah bangsa, masyarakat tersebut. Dengan demikian pendidikan juga perlu dibenahi untuk meraih sebuah lompatan perubahan yang cepat ke arah masyarakat yang lebih baik. Pendidikan adalah proses tranformasi informasi dakwah yang dapat merubah cara berpikir masyarakat untuk lebih meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan diduni dan diakhirat. Kota Ambon dengan jumlah pendidikan Islam 15 sekolah mulai dari TK sampai SD maka, belum dimaksimalkan untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih baik dan bermartabat. Hal ini perlu sistem informasi dakwah untuk mengatur regulasi informasi yang lebih produktif bagi kemakmuran masyarakat Indonesia di Maluku dan kota Ambon secara khusus sebagai barometer kemajuan di Provinsi Maluku. Rasio gambaran pendidikan di Maluku mulai dari taman pendidikan kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi memiliki perkembangan yang cukup baik. perkembangan ini dapat penulis deskripsikan pada tabel berikut ini: 
NO 
SEKOLAH TAHUN 2005 
JUMLAH GEDUNG 
MURID 
GURU 
1 
TK 
54 
2.941 
226 
2 
SD 
120 
36.900 
1.932 
3 
SMP, MTs 
38 
14.612 
1.240
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 65 
4 
SMU TSANAWIAH 
24 
13.430 
910 
5 
PT(Perguruan Tinggi) 
9 
6 
Pascasarjana 
1 
Dari alumni perguruan tinggi yang dapat diandalkan untuk melakukan dakwah kepada masyarakat multikultural pada sembilan perguruan tinggi prsentasi untuk masuk pada jurusan dakwah baik kristen maupun Islam sangat memprihatinkan. Hal inilah yang menyebabkan publikasi dakwah di kota Ambon kurang berhasil sehingga membutuhkan kajian baru tentang hal ini. Dalam konteks ini penulis akan eksplorasi sistem informasi dakwah pada masyarakat multikultural di Kota Ambon. 
2. Pendidikan Islam 
Media dakwah melalui dinamika pendidikan Islam di Pulau Ambon terbagi menjadi dua bagian secara umum yakni pendidikan yang berbasis madrasah dan pendidikan yang bersifat pesantren. Peran pesantren dalam melakukan konstruksi dakwah termasuk sub sistem yang memiliki peran strategis karena mendidik kalangan anak-anak dan remaja yang akan menjadi harapan masyarakat Maluku kedepan yang lebih baik.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 66 
Jumlah Madrasah dan kepala sekolah 
No 
Nama Madrasah 
Kepala sekolah 
I 
MIN 
1. Min I Ambon 
2. Min II Poka 
Kusnadi Hi. Umar, S.Ag Ahmad Seknun 
II 
MIS 
1. MIS Nurul Ikhlas 
2. MIS Attohiriyah 
3. MIS Cokroaminoto 
A.Siyauta Ramli Kubal Wuraidah Tuasikal 
III 
MIT 
1. MIT Assalam 
2. MIT Ishaka 
3. MIT Al-Madinah 
4. MIT Al-Anshor 
Johra Holle, M.Si Thalha, MA Rakmi Akohilo Ansar Manaban, ST 
IV 
MTs dan MTsN 
1. MTsN Batu Merah 
2. MTs Al-Fatah 
3. MTs Al-Anshor 
4. MTs Nurul Ikhlas 
5. MTs Al-Muhajirin 
6. MTs Al-Khairat 
Drs. Moh. Fathoni, M.Pd. Drs. Yamin Ipa Zamrin Jamdin, S.Pd. Hj. Nurhayati M, S.Pd. Mahmut kasim Hi. Ikram Ibrahim, Lc. 
V 
MAN, MAS, RA. 
1. MAN I Ambon 2. MAS Al-Fatah 3. RA Al-Manshura 4. RA As-Salam 5. RA Al-Mawadah 6. RA Ittaqullah 7. RA Perkasa 
Drs. M.Shodik Hj. Murni kabalmay, S.Pd.I ------- Rugaya Mahulauw, S.Ag FW Lating Nurbia H/M A.M.Pd. RA Rusna Talabuddin
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 67 
8. RA Al-Hilal Karangjang 9. RA Darul Naim 10. RA Mutiara 
Astiana Lagida Khaerunnisa Karepesina, S.Hi Siti Khadijah, S.Ag. 
Total Jumlah Pendidikan Islam 
26 Duapuluh enam) 
3. Jumlah Masjid 
Selama ini ‚Masjid-masjid di kota Ambon dibangun megah (mentereng), tetapi sepi dari pelaksanaan (aktivitas ta’mir masjid). Karena itu masjid menempati posisi sentral (Islamic Centre), yaitu sebagai kegiatan ibadah, pusat pembinaan umat Islam, sekretariat pemerintah Islam, pusat dakwah, pusat pengembangan kebudayaan Islam, mahkama Islam dan baitul mal (lembaga pemberdayaan ekonomi umat Islam) sebagai pusat kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan oleh kelompok jama’ah masjid dalam mengatasi kemiskinan dan buta aksara Al-Quran yang berbasis digital. Kondisi sosial keagamaan di kota Ambon yang berada di kota Ambon berada di pesisir pantai dan lereng gunung. Entitas dakwah dan pembinaan di kota Ambon belum maksimal seperti layaknya masjid- masjid moderen yang memiliki sumber daya dan fasilitas pengelolaan masjid yang sudah profesional. Indikasi ini tampak karena rasio jumlah Mubalig tidak sebanding dengan jumlah penduduk Islam di kota Ambon. Selain itu belum adanya pembinaan yang sistematis secara kontinyu cara memakmurkan masjid dengan berbagai aktifitas kegiatan masjid.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 68 
Peta dakwah menjadi penelitian di kota Ambon tentang pengelolaan management sistem informasi secara moderen termasuk di dalamnya pembelajaran Al-Quran digital sangat urgent dilakukan karena kota Ambon termasuk pusat kota yang masih rendah metode pemahaman tentang ilmu pengelolaan management sistem informasi masjid yang masih rendah. Hal itu tampak dalam pelayanan umat kurang adanya data perencaanan dakwah, tidak ada rencana strategis pemberdayaan buta huruf aksara Al-Quran yang moderen, tema-tema dakwah belum disusun sesuai kebutuhan umat, dan belum adanya peta dakwah di kota Ambon berasumsi bahwa hal ini dapat menyulitkan para Mubalig mentransformasikan dakwanya sesuai kebutuhan masyarakat di kota Ambon. Masjid di kota Ambon sebagian belum memiliki "Batiul Mal" yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah belum diberdayakan ekonominya melaui masjid lewat tema-tema pembinaan kewirausahaan misalnya adanya baitul mal yang bersumber dari Zakat, Infaq, dan shadaqah. 
Realitas ini masyarakat akademis perlu ada kepedulian dan keprihatinan yang dalam serta adanya kepekaan sosial untuk memberikan solusi melalui pemberdayaan. Atas dasar argumentasi inilah sehingga diharapkan LPM kerjasama dengan Dosen, Mahasiswa IAIN Ambon agar dapat menjadikan kota Ambon sebagai lokasi yang menjadi
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 69 
pusat pengembangan dakwah, seperti taman baca al-Qur’an lewat masjid-masjid. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi buta aksara Al- Quran sebagai persoalan mendasar dalam ajaran Agama. Dari hasil penelitian ini didapatkan kondisi realitas di kota Ambon adalah: 
1. Umat Islam di kota Ambon menjadikan masjid sekedar dijadikan ibadah ritual saja belum menjadi pusat aktifitas pemberdayaan umat secara komprehensif. 
2. Pemberdayaan dan pembinaan penghulu masjid tentang wawasan pengelolaan masjid dengan management moderen dan pemberdayaan Al-Quran Digital di kota Ambon. 
3. Belum Adanya RENSTRADAK (Rencana Strategis Dakwah) bagi masyarakat pesisir (khususnya di Desa larike dan Desa Wakasihu) yang secara spesifik untuk mencapai target Pembinaan cara pengurusan janazah, pengembangan TPQ Digital, dan pembinaan pengelolaah wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah sebagai wadah untuk pembedayaan eknomi masjid untuk lebih memaksimalkan pelayanan Jamaah di Desa Larike dan Desa Wakasihu. 
Kondisi yang diharapkan. 
1. Masyarakat menyadari bahwa perlu ada Rencana Strategis dalam pelananan Agama secara komprehensip pada umat di kota Ambon. Masjid bukan saja untuk kegiatan ritual saja, tetapi masjid adalah media silaturrahmi umat dan tempat penggalian ide-ide yang dapat menjadikan sebuah Desa lebih maju dan pola hidupnya lebih bersahaja.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 70 
2. Memiliki management moderen, pengelolaan masjid dapat memberikan sugesti melalui penghulu masjid yang profesional dibidang pelayanan masjid antara lain: memiliki Imam yang fasih bacaannya, muazzim, memiliki Guru ngaji yang dapat mengajarkan Al-Quran dengan baik, serta masjid memiliki pengurus janazah dan pekuburan yang baik. 
3. Masyarakat di kota Ambon memiliki infrastruktur taman pengajian yang berbasis Al-Quran digital sebagai wadah penunjang tambahan untuk mempercepat daya serap memahami Al-Quran yang telah dikemas dalam sebuah program komputerais. 
Realitas sosial keagamaan. Data yang menggambarkan kota Ambon sebagai masyarakat multikultural berdasarkan agama sulit didapatkan datanya secara akurat, setiap kecamatan hanya memprediksi jumlah pemeluk agama. Situs resmi pemerintah, tidak menyediakan informasi tentang jumlah penduduk perkecamatan. Data yang penulis dapatkan pada BPS tahun 2007 tentang klaster pemeluk agama berdasarkan kecamatan sebagai berikut: 
No 
Kecamatan 
Agama 
Islam 
Protestan 
Katolik 
Hindu 
Buhda 
Jumlah 
1 
Nusaniwe 
26.146 
52.645 
4.550 
54 
26 
83.421
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 71 
2 
Sirimau 
45.247 
54.879 
7.332 
92 
70 
107.647 
3 
T.A.Baguala 
32.630 
34.161 
5.226 
51 
10 
72.078 
Sumber: BPS tahun 2010. Adapun jumlah rumah ibadah sebagai publikasi informasi keagamaan kepada pemeluk agama dapat dilihat pada tabel berikut: 
Masjid 
Gereja Protestan 
Gereja Katolik 
Hindu 
Buhda 
103 
209 
7 
7 
10 
BAB V PENUTUP 
A. Kesimpulan 
1. Kota Ambon terbagi menjadi lima kecamatan, komposisi demografi (penduduk) di kota Ambon terkonsentrasi dikecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau yang merupakan pusat kota 934 jiwa/km2. Wialyah terluas kecamatan teluk Ambon Baguala namun jumlah penduduknya paling rendah 478/jiwa, topografi (struktur fisik) wilayah kota Ambon sebagian besar berada didaerah berbukit, lereng gunung terjal + 186,90 km2 kemiringan 10% -17% dari luas wilayah daratan dan gunung tertinggi adalah gunung nona 600 m dari permukaan laut. Peta wilayah demografi dan topografi dakwah di kota Ambon.
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 72 
2. Rasio penyebaran rumah ibadah dari ke lima kecamatan cukup merata dan setiap kali khotbah jumat masjid-masjid ini terisi dengan baik. Adapun jumlah Mubalig tidak berimbang dengan besarnya jumlah penduduk di kota Ambon. Mubalig yang aktif sebanyak 68 menghadapi umat sebanyak 332.000 juta jiwa. Teknologi penyebaran dakwah juga sangat manual lewat mimbar dan pendidikan saja. Jumlah pendidikan madrasah 26 buah dan pesantren 10 buah, semua pendidikan ini tetap tidak seimbang dengan rasio jumlah penduduk dengan konstruksi informasi dakwah. Regulasi informasi di kota Ambon 86,5 % didominasi oleh berita politik yang menguasai alam pikiran Masyarakat di kota Ambon. Kondisi ini hemat penulis kurang sehat sementara kajian ilmu kurang berkembang, sehingga tantangan dakwah di kota Ambon cukup memiliki tantangan yang cukup berat. 
3. Efektifitas lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berjumlah 26 dan pesantren 10 buah ini juga masih belum efektif jika menggunakan standar penyebaran teknologi informasi dakwah secara moderen dalam menyelenggarakan kegiatan dakwah, wawasan sebagian besar umat di kota Ambon bahwa dakwah yang mereka kenal hanya di mimbar saja, atas dasar ini maka pembinaan umat lebih menjadikan masjid sebagai tempat satu- satunya media yang dapat membicarakan persoalan agama, sementara di tengah masyarakat kurang menjadi media dakwah.
Dakwah Multikultural di Maluku
Dakwah Multikultural di Maluku
Dakwah Multikultural di Maluku
Dakwah Multikultural di Maluku
Dakwah Multikultural di Maluku

More Related Content

Similar to Dakwah Multikultural di Maluku

Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin Amq
 
Tugas individu kkn linggoasri
Tugas individu  kkn linggoasriTugas individu  kkn linggoasri
Tugas individu kkn linggoasrisaidani ahmad
 
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptx
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptxSTRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptx
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptxRainesa0032
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuModul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuAhmad Rouf
 
Peran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaPeran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaBabyHenry
 
Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8trisvo
 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptxPENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptxmisriyadi1
 
Materi Fiqh
Materi FiqhMateri Fiqh
Materi Fiqhnajikha
 
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin Amq
 
Walisongo Dalam Islamisasi di Jawa
Walisongo Dalam Islamisasi di JawaWalisongo Dalam Islamisasi di Jawa
Walisongo Dalam Islamisasi di JawaWahyu Setyobudi
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di IndonesiaStrategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesiasabilal123
 
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan Hulu
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan HuluLaporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan Hulu
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan HuluNasruddin Asnah
 
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)Muhyidin Abdillah
 

Similar to Dakwah Multikultural di Maluku (20)

Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Ambon-1Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 
Tugas individu kkn linggoasri
Tugas individu  kkn linggoasriTugas individu  kkn linggoasri
Tugas individu kkn linggoasri
 
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptx
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptxSTRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptx
STRATEGI ISLAMISASI WALISONGO DI JAWA.pptx
 
Lembaga Pendidikan Tarekat
Lembaga Pendidikan TarekatLembaga Pendidikan Tarekat
Lembaga Pendidikan Tarekat
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
Jurnal karomah kh khotib, pdf 2
Jurnal karomah kh khotib, pdf 2Jurnal karomah kh khotib, pdf 2
Jurnal karomah kh khotib, pdf 2
 
Makalah aik
Makalah  aikMakalah  aik
Makalah aik
 
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuModul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
 
Peran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaPeran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budaya
 
Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8Sejarah pendidikan islam 8
Sejarah pendidikan islam 8
 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptxPENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
 
Materi Fiqh
Materi FiqhMateri Fiqh
Materi Fiqh
 
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
 
Walisongo Dalam Islamisasi di Jawa
Walisongo Dalam Islamisasi di JawaWalisongo Dalam Islamisasi di Jawa
Walisongo Dalam Islamisasi di Jawa
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di IndonesiaStrategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
Strategi Dakwah Para Mubalig Dalam Penyebaran Islam di Indonesia
 
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan Hulu
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan HuluLaporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan Hulu
Laporan BPAD RIAU Tahun 2012 Rokan Hulu
 
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)
Islam indonesia (tugas mata kuliah dakwah multikultural)
 

More from Syarifudin Amq

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin Amq
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin Amq
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin Amq
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin Amq
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin Amq
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin Amq
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin Amq
 
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2Syarifudin Amq
 

More from Syarifudin Amq (20)

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasi
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain cover
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwah
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan media
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
 
Syarifudin,zakat
Syarifudin,zakatSyarifudin,zakat
Syarifudin,zakat
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
 
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2
Syarifudin, metode penelitian komunikasi 2
 

Dakwah Multikultural di Maluku

  • 1. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 0
  • 2. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 1 PENDAHULUAN I. Latar belakang Sejarah problematika dakwah Muhammad SAW sebagai peletak dasar ajaran Islam merupakan Nabi yang terakhir, yang diutus Allah SWT untuk menyempurnakan ajaran tauhid yang telah dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Di mana pada awalnya ajaran tauhid yang telah dibawa para Nabi sebelumnya masih murni, namun karena jarak waktu yang panjang atau pertemuan para Nabi dalam satu zaman berbeda-beda. Maka pencampuran akidah tauhid yang tadinya murni, tercampur-aduk oleh akidah khurafat, bid’ah, dan penyimpangan. Oleh karena itu, dengan diutusnya Muhammad sebagai pengemban misi dakwah tauhid, menjadi tugas utama dalam penyampaian risalah dakwahnya. Dakwah merupakan jalan menuju Islam maksudnya adalah panggilan dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia agar menganut ajaran Islam (agama),1 dengan cara beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT bersikap sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak Islamiyah, Islam adalah agama yang mencakup dan mengatur segala aspek kehidupan manusia guna memperoleh ridha dari Allah SWT. 1‘Abdul Kari>m Zaida>n, Us}u>l al-Da‘wah (Cet. 9; Libanon: Mu>assatur al- Risa>lah, 2001), h. 7.
  • 3. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 2 Pada permulaan kenabian Muhammad SAW, mencanangkan ide-ide pokok tentang Islam, kemudian tahap selanjutnya mengajarkan ibadah, perundang-undangan sosial dan pidana atau hukum Alquran yang diterapkan oleh Islam. di Mekah ajaran Islam masih bersifat semu, tetapi dalam periode Madinah ajaran itu menjadi universal. Islam merupakan kesatuan, keseluruhan, tidak merupakan aspek agama di satu pihak dan aspek sosial dan politik di pihak lain. Jadi Islam di sini adalah agama risalah yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW dan agama Islam adalah agama dakwah artinya agama yang di dalamnya terdapat kewajiban untuk menyebarluaskan kebenaran dalam mengatur segala aspek kehidupan orang Mukmin.2 Bila dilihat dari hal tersebut, maka jelaslah bahwa perjuangan dakwah Rasulullah di Madinah sudah meletakkan dasar-dasar keagamaan, yang terdiri dari tatacara peribadatan, undang-undang hukum pidana; sedangkan di Mekah masih dalam tahap pengenalan tentang ajaran akidah Islam. Oleh karena itu, tantangan dakwah yang dihadapi Muhammad di Mekah jauh lebih sulit ketimbang dakwah yang dilakukan di Madinah. Nah bagaimana kondisi dakwah hari ini khususnya provinsi Maluku dimana Islam datang di Maluku melewati ruang, waktu, daratan budaya, 2Muhammad Haezan, ‚Dakwah Rasulullah SAW Menurut History Islam (Periode Mekah-Madinah)‛ (Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Surakarta, Surakarta 2008), h. 12.
  • 4. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 3 dan berbagai macam corak yang dilewati dalam perjalanan yang panjang sehingga Islam Sampai di Maluku. Apakah problematika yang dihadapi oleh umat yang ada di Mekah dan madina dengan di Maluku? Problematika dakwah di Indonesia termasuk di Provinsi Maluku sampai saat ini masih berada pada level perbedaan dalam cara berdakwah, menerima pesan-pesan dakwah, dan pemahaman pada agama masih sangat bervariasi. Problematika ini lahir adalah sebuah keniscayaan karena manusia dilahirkan berbeda-beda suku, bahasa, dan cara memandang sebuah objek sehingga berpotensi berbeda dalam mengkomunikasikan bahasa agama. Provinsi Maluku yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa, pemikiran, pemahaman, dan warisan-warisan ajaran agama yang diproduksi pada masa lalu sampai saat ini masih sangat kental di kota Ambon dan pelosok-pelosok yang ada di Maluku. Maluku yang memiliki lima kabupaten kota antara kota Ambon Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buuru, dan Buru Selatan. Semua kabupaten ini banyak didiami oleh komunitas muslim dan bahkan ada kabupaten yang intensitas dakwahnya sangat minim sehingga melahirkan kader-kader dan penduduk Islam yang sulit diatur dalam berbagai aspek. Kondisi ini menjadi problematika dakwah dewasa ini.
  • 5. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 4 Sebagai contoh di Komunitas Muallaf sampai saat ini problematika sosial yang dihadapi umat yang ada di Seram bagian Timur khususnya di komunitas Muallaf belum dapat pelayanan agama yag maksimal dari mubalig sehingga kabuapten ini telah memberikan sampah problematika dakwah di Maluku. Masyarakat muallaf di Seram baian Timur dengan jumlah penduduk kurang lebih 600 jiwa, tersebar di tiga dusun, yakni Dusun Solang, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung. Menurut Kepala Desa Solang Abu Bakar As-Shiddiq mengungkapkan bahwa warga Dusun Solang semula 100% beragama Kristen Protestan belum mengetahui praktek ibadah dengan benar sesuai syariat Islam. Hal itu tampak saat mengambil air wudhu komunitas ini mendahulukan kaki duluan sehingga membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan. Komunitas Kristiani di Desa Solang telah tinggal dan beranak- pinak sejak tahun 1942 dengan menganut agama Kristen protestan. Akibat dari tragedi kemanusiaan yang berujung pada isu SARA pada tahun 1999 berdampak juga pada komunitas Kristen yang ada di Desa Solang yang kemudian masuk Islam secara terpaksa, ketika perang yang bernuansa SARA antara umat Islam dan Kristen terjadi di Maluku melahirkan berdampak di Seram Bagian Timur Desa Solang. Untuk menghindari korban kematian yang berjumlah besar dari komunitas Kristen mereka berinisiatif masuk Islam demi mengamankan diri dari
  • 6. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 5 serangan laskar jiha>d kaum muslimin di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Setelah komunitas Kristen ini memeluk Islam, salah satu Problematika yang dihadapi komunitas muallaf di Desa Solang adalah belum adanya pembinaan ajaran keislaman secara maksimal, tidak adanya air bersih untuk beribadah, dan perumahannya belum memenuhi syarat tinggal rumah sehat. Keadaan ini membutuhkan uluran tangan dari pihak mubalig, pemberdayaan masyarakat Islam, motivator Islami, dan BAZNAS. Dalam memberikan pemberdayaan dan pembinaan melalui pendampingan aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Prilaku keagamaan secara syari’ah tidak maksimal sehingga praktek keagamaan banyak yang keluar dari tata tertib ajaran Islam khusunya tata cara beribadah. Hal itu tampak dalam penerapan ajaran aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Komunitas ini dikenal dengan komunitas kampung muallaf yang tidak pernah dilakukan pembinaan agama Islam. Rumah ibadah komunitas ini masih jauh dari kenyamanan beribadah karena pembuatan masjid tidak sesuai dengan jumlah penduduk. Selain itu jalan menuju komunitas muallaf ini masih sulit dijangkau. Hal ini juga disebabkan oleh pemukiman yang jauh dari kota. Jarak dari kota Ambon ke Desa Solang menggunakan waktu 32 jam menggunakan mobil avanza (sewa) dengan biaya Rp. 3.900.000 pulang balik.
  • 7. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 6 Mata pencaharian warga muallaf di Desa Solang 98% sebagai petani, ubi, kacang, dan warung penjual sembako. Fasilitas transportasi untuk sampai pada desa ini menggunakan transportasi untuk darat dan laut. Untuk trasportasi darat menggunakan motor, dan mobil, sedangkan untuk transportasi laut menggunakan perahu dan kapal kayu (katinting). Jarak tempuh menuju Desa Solang dari Kabupaten Bula selama lima jam menggunakan bis dengan ongkos per/kepala sebesar Rp. 75.000.3 Transportasi laut per/orang Rp. 60.000,. salah satu aspek lemahnya pembinaan agama di Desa muallaf ini akibat sulitnya dijangkau dan minimnya trasnportasi menuju Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur. Minimnya transportasi tersebut menjadikan Desa ini semakin terisolir dari berbagai informasi, hal ini berdampak pada minimnya pemahaman ajaran Islam sehingga cenderung ajaran Kristen masih mendominasi dalam pola prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.4 Hal tersebut tampak dalam prilaku keseharian mereka, seperti kebiasaan melayat jenazah, perkawinan, dan kehidupan muamalah yang masih diwarnai oleh prilaku yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yaitu adanya kolaborasi pemahaman agama Islam dan Kristen. 3Hasan Pattikupang warga Desa Waru yang bertetangga dengan Desa Solangwawancara oleh penulis di 17 Oktober 2012. 4Ibnu Jarir, Staf Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IAIN Ambon, mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh penulis di 20 Oktober 2012.
  • 8. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 7 Tidak adanya pembinaan ajaran Islam secara maksimal dari Instansi yang berkepentingan sehingga tradisi kehidupan Ksisten masih berpengaruh dalam proses ibadah dan prilaku sehingga sangat urget perlunya pembinaan. Desa Solang ini telah memiliki bangunan mushalla bantuan dari pemerintah Kabupaten Seram bagian Timur (SBT), Sekolah Dasar 1 unit, Taman Pengajian Al-Qur’an (TPQ), 1 unit dengan jumlah santri 78 orang yang diajar oleh satu orang guru. Tenaga guru TPQ juga merangkap sebagai imam. Sedangkan guru SD 3 orang dan 1 orang PNS. Profil Desa ini sejak memeluk ajaran Islam sejak tahun 2000 belum pernah diajarkan Islam secara kaffah, sehingga pemahaman tentang agama Islam sangat sempit. Realitas struktur sosial komunitas seperti ini tidak sehat dalam aspek interakasi sosial. Hal ini jika dibairkan besar kemungkinan kembali pada agama semula yakni Kristen. Permasalahan yang tampak pada komunitas muallaf dari aspek pembinaan sosial keagamaan antara lain adalah permasalahan akidah, syari’ah, akhlaq. Keadaan ini diperparah lagi dengan belum adanya penerangan listrik, air bersih, yang menjadikan daerah ini jauh dari sentuhan peradaban.5 Probematika lain yang sangat memprihatinkan karena mereka belum mendapatkan perlakukan dan 5Muhammad Ilyas (Muallaf Desa Solang) wawancara oleh penulis di rumahnya Desa Solang tanggal 18 Oktober 2012
  • 9. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 8 pelayanan matriil dan pelayanan spiritual serta pemberdayaan dari Pemerintah setempat maupun kementrian agama sebagai pencerah Aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Pendampingan dan pemberdayaan komunitas muallaf ini tergolong masih sangat minim di Maluku sehingga konsep dan konten penerapan untuk mentrasformasikan model pembinaan agama masih belum maksimal. Adapun yang telah memberikan sumbangan khazanah pembinaan muallaf. Pada tahun 2005; pemberdayaan yang dilakukan oleh Irene Handoyo komunitas Muallaf di SBT, Konsep pembinaannya divokuskan pada masyarakat mencari bentuk pembinaan muallaf sehingga kajiannya masih bentuk konsep sehingga belum ada pembinaan yang langsung menyentuh komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur. Selain itu dari katalog Lembaga Penelitian IAIN Ambon sejak lima tahun terakhir belum pernah melakukan penelitian dari tentang pembinaan muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur Sehingga pengabdian tentangnya dianggap Baru dan belum pernah ada pendampingan dan pemberdayaan sebelumnya sehingga akan memberikan kontribusi baru dan referensi pengabdian kepada masyarakat di Provinsi Maluku dalam menghadapi pembinaan dan pemberdayaan komunitas muallaf di Maluku di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur.
  • 10. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 9 Komunitas muallaf di Desa sangat terisolasi dengan komunitas Islam lainnya sehingga dikhawatirkan komunitas Muallaf ini kembali menjadi agama kristen karena tidak ada pendampingan dan pemberdayaan ibadah sehingga perlu pendampingan dan pemberdayaan untuk mengingatkan pola pemahaman dan praktek beribadah dengan baik dan benar. Desa muallaf ini tidak dicampur oleh komunitas Islam lainnya sehingga tidak ada contoh atau teladan yang bisa menjadi tempat bertanya tentang tata cara ibadah dengan baik dan benar. Jika hal ini tidak dilakukan pendampingan dan pemberdayaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq maka ia akan terus menjalankan ibadah shalat dan berwudhu tidak sesuai dengan syari’at yang telah disepakati oleh para ulama. Misalnya mereka mengambil wudhu dari kaki duluan, tata cara berkhutbah yang tidak sesuai dengan rukun khutbah, tata cara melayat jenazah masih menggunakan tradisi kristiani. Secara geografis Desa solang berada dalam Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku. Untuk sampai di desa tersebut kami menempuh perjalanan darat menggunakan mobil kurang lebih 60 KM dari Kota Bula. Perjalanan yang cukup jauh memang dengan kondisi jalan yang belum di aspal. Sebagian besar warga desa adalah mantan Nasrani. Solang sendiri artinya ‘’hijrah’’ . Masyarakat Solan (di baca Solang) terdiri 83 Kepala
  • 11. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 10 Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 500 jiwa, yang tersebar di tiga dusun, yakni Dusun Solan, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung. masyarakat Solang termasuk masyarakat pesisir dimana mata pecaharian sehari-harinya adalah Petani. warga Dusun Solan semula beragama Kristen Protestan, Sewaktu konflik Islam-Kristen meletus pada 1999, masyarakat Solan terdesak. Namun Karena kecintaan mereka terhadap tanah kelahiran mereka maka atas perintah kepala desa Mereka pun lalu lari ke gunung. Kepala desa yang nama islamnya Abu Bakar bemarga Ulialantutin (nama aslinya Belvamar) ia mendapat tawaran dari pasukan Islam yang menguasai Solan saat itu, untuk turun gunung secara damai. Menyadari keadaan warganya, Abu Bakar Ulialantutin akhirnya setuju. Maka di tahun 2002 Merekapun kembali ke kampung halaman dengan status baru sebagai kaum Muslimin. Tak hanya itu. Setelah beberapa pekan menikmati kebebasan dan keamanan sebagai umat Islam, Abu Bakar dan para pemuka masyarakat lalu mengajak warga Bonfia untuk turun gunung sebagaimana kaum Solang. Probelmatika dakwah di Seram Bagian Timur sejak di Desa Solang khususnya komunitas muallaf pada aspek pembinaan dan pendampingan. Probematika ini yang dihadapi komunitas muallaf dalam memahami Islam sekdar mengucapkan syahadat kemudian jarang dilakukan pemberdayaan ajaran Islam secara komprehensip.
  • 12. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 11 Selain itu belum ada buku panduan Ibadah sebagai panduan dalam melakukan shalat dan berwudhu dan cara memandikan janazah sehingga membutuhkan pemdampiangan dan pemberdayaan tata cara pelaksanaan shalat, menjadi imam, dan teknik pelaksanaan khitbah jumat. Selain itu pembangunan rumah iabdah secara permanen untuk meningkatkan kenyamanan dalam beribadah. Secara syari’ah tampak dalam prilaku aqiqah, cara berwudu, dan prinsip-prinsip kegamaan lainnya belum difahami secara maksimal sehingga prilaku keagamaan masih seputar pengucapan syahadat saja. Desain pendampiangan dan pemberdayaan akan difokuskan pada pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq sehingga ada perbedaan disaat memeluk agama Kristen dan memeluk ajaran Islam atau dari ibadah menggunakan sepatu menuju ibadah melepaskan sepatu. Selain itu mengajarkan tata cara berwudu, menjadi khatib, tata cara melayat jenazah, dan ajaran rukun Islam dan rukun iman lainnya. Keprihatinan Souwakil sebagai Imam di Desa Solang mengungkapkan bahwa adanya ketidak seimbangan antara pembinaan ajaran Islam dengan jumlah warga yang begitu besar. Selain itu lemahnya kementerian agama di Kabupaten Bula mengjangkau Desa Solang sehingga perlu ada pembinaan dengan berbagai strategis untuk menggerakkan pembinaan agama Islam di Desa Muallaf (Solang) yang lebih kooperatif dengan kondisi masyarakat di Desa Solang.
  • 13. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 12 No Uraian Jumlah 1 Jumlah Penduduk 125 KK 2 TPQ 1 3 Guru Mengaji 1 Orang 4 Sekolah Dasar 1 Unit 5 Guru PNS 1 Orang 6 Pekerjaan Tani 98 % Dari diskusi tersebut tampak bahwa sejak ia menjadi tokoh agama di Desa Solang pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq tidak pernah dilakukan oleh kementrian agama.6 Adapun proses perkawinan di Desa Solang ini di lakukan dengan cara nikah sirri oleh imam karena kesadaran tertib administrasi membutuhkan waktu yang panjang dan adanya kesulitan pada proses jangkauan kantor urusan agama di Kabupaten Bula tidak mampu memenuhi kartu nikah akibat keterbatasan kartu nikah yang ada di Kabupaten tersebut. Jarak yang ditempuh dari Kabupaten tersebut ke Desa Solang lima sampai tujuh jam naik mobil jika tidak hujan, tetapi jika hujan maka sulit ditempuh 6S. Swakil (Imam Masjid Desa Solang) wawancara oleh penulis di Desa Solang tanggal 19 Oktober 2012
  • 14. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 13 dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, serta orang lebih memilih jalan kaki. Selain itu prilaku keagamaan dalam proses kematian di Desa Solang juga dilakukan masih semi Islam dalam artian kerap kali dimakamkan secara Islam dan juga dimakamkan secara Kristen akibat sulitnya mendapatkan petugas jenazah. Salah satu tokoh masyarakat muallaf mengungkapkan bahwa kami di Desa ini yang baru masuk Islam 100% belum tahu secara keseluruhan tata cara melayat jenazah secara Islami.7 Hal ini tampak bahwa Desa Solong ini sebagai komunitas muallaf yang permanen karena peningkatan pemahaman agama tidak berkembang. Pelajaran agama hanya didapatkan dari seorang imam dari Desa Waru yang kebetulan mau tinggal dan mengajarkan agama tentang Islam. Menurut Ilyas salah satu muallaf di Desa Solang mengungkapkan bahwa pada umumnya komunitas Muallaf di Desa Solang ini 98% belum tahun mengaji sehingga pada saat melakukan shalat belum ada surat yang mampu dibaca. Selain itu tata cara berwudu, tata cara perkawinan, dan tata cara memelihara nasab juga belum diaplikasikan secara Islami. Keadaan ini ketika melakukan ibadah shalat tata cara shalat, wudu kadang kali duluan, baru tangan yang terakhir baru tangan terakhir, tata 7Hadi Basalamah, Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon, mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh penulis di 21 Oktober 2012.
  • 15. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 14 cara pernikahan kadang dihamili duluan baru dinikahi sebagaimana waktu masih memeluk agama Kristen.8 Semua keadaan yang memprihatinkan ini perlu adanya pembinaan secara komprehensif agar mereka mampu merasakan cahaya Islam dari pihak yang terkait dengan pembinaan agama Islam. Informasi yang dikemukakan oleh Ilyas ini dapat digambarkan bahwa Desa Solang ini termasuk masyarakat semi Islam karena praktik- praktek ibadah secara Islami belum difahami secara maksimal. Hal ini tampak saat melakukan perkawinan, aqikah, melayat jenazah, dan masih banyak buta huruf aksara Arab. Selain itu pemahaman rukun Iman, rukun Islam sampai saat ini belum difahami secara komprehensif sehingga keyakinan mereka sangat rapuh tentang ajaran keislaman. Jika mereka ini tidak dilakukan pembinaan keislaman maka lambat laun Desa ini akan kembali pada agamanya semula karena mereka telah terbiasa dengan pola hidup dalam ajaran kristiani. A. Kondisi Dampingan yang Diharapkan. 1. Komunitas muallaf yang ada di desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur dapat berubah secara permanen melakukan ibadah sesuai syari’at agama Islam. Adanya perubahan signifikan dalam 8Ilyas, Tokoh masyarakat Desa Solang wawancara di rumahnya di Solang 20 Okotber 2012.
  • 16. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 15 pendampingan dan pemberdayaan melalui pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq melalui komunikasi persuasif, empati, yang dilakukan dalam bentuk praktikum Ibadah dengan tiga klaster yaitu orang tua, remaja, dan anak-anak. 2. Dapat membaca panduan berupa kunci ibadah yang mudah dibaca sesuai daya nalar komunitas muallaf di Desa Solang kawasan pesisir di Kabupaten Seram Bagian Timur. Memberikan CD panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara melayat jenazah, dan buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan ilmu terapan keislaman. 3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk. B. Strategi yang Dilakukan Model pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan pada komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur
  • 17. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 16 yang berada dikawasan pesisir dilakukan dengan tiga model pendampingan antara lain: 1. Memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang ada disekitar Desa Solang misalnya Penyuluh agama, Guru, Imam, dan Guru TPQ di Kabupaten Seram Bagian Timur. Membuat ouline pendampingan dan pemberdayaan tentang tata cara pembinaan praktek ibadah sesuai syari’at agama Islam. 2. Strategi pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan adalah memutar film praktikum ibadah, khubah jumat, cara melayat jenazah, tata cara berwudhu, thahara pada orang tua, remaja, dan anak-anak. Selain itu memebrikan buku panduan berupa kunci ibadah yang mudah diakses dan dibaca sesuai daya nalar komunitas muallaf di Desa Solang yang merupakan masyarakat pesisir di Kabupaten Seram bagian Timur. Memberikan CD panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara melayat jenazah, dan buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan ilmu terapan keislaman. 3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara
  • 18. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 17 berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk. Selain pendampingan pada komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur juga melakukan pemberdayaan entrepreneuship untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat miskin pada komunitas muallaf di Desa Solang. Strategi pemberdayaan kewirausahaan menggunakan konsep David C. Korten bahwa terapi mental seseorang membutuhkan konten pembinaan material dan spiritual sebagai spirit kebutuhan manusia. Paradigma ini juga sesuai tujuan hidup manusia muslim dalam pandangan hidup menurut Al- Gazali bahwa kehidupan di dunia itu adalah selamat di dunia dan selamat di akhirat.9 Kesejahteraan dan ketaqwaan juga perlu diberdayakan melalui pemberdayaan pembuatan mesin penetasan ayam kampung dengan melakukan kerjasama dengan dinas peternakan di Serang Bagian Timur. Bentuk pemberdayaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan komunitas muallaf yang ada di Desa Solang yakni membuat penetasan telur ayam kampung dan melakukan pembibitan kangkung cabut untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat muallaf di Desa Solang kabupaten Seram bagian Timur. 9A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan dan Pemberdayaan Islam (Cet. I; PT. Grafindo Persada, 2005), h. 230.
  • 19. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 18 Tulisan ini berusaha mendialogkan teks agama pada masyarakat multikultural sebagai bentuk transformasi sosial. Untuk mendialogkan agama tersebut membutuhkan epistemologi dakwah multikultural yang selama ini ditafsirkan hanya sebatas tekstual. Pandangan ini sesuai dengan Nashr terhadap sebagian ulama yang terkurung pada peradaban teks Al-Quran. Hemat Nashr hanya didominasi oleh paradigma tekstual belaka (monointerpretaif), sehingga diperlukan epistemologi tekstual, kontekstual dan antartekstual untuk mendialogkan pesan-pesan Tuhan.10 Hal ini penting dikomunikasikan untuk mendapatkan metode dakwah pada masyarakat multikultural terhadap problem marjinalisasi, penindasan, dan ketidakadilan terhadap normatifitas paham keagamaan.11 Problematika ini membutuhkan epistemology dakwah pada masyarakat multikultural untuk membuka ruang bagi umat dari kurungan teks yang ia pital sendiri untuk mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural yang lebih komunikatif. 10Marcel Danesi, Messages, Signs, and Meanings: A. Basic Textbook and Semiotics and Coomunication Theory Third Edition. (Canadian Press Inc, 2004). h. 17. 11Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64.
  • 20. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 19 Kurungan teks yang telah membudaya pada struktur masyarakat multikultural menurut Max Weber yang dikutip Dede bahwa manusia adalah hewan yang terkurung dalam jejaring makna-makna yang ia pintal sendiri,12 Paradigma Weber dan Nasr ini hemat penulis perlu penjelajahan makna dibalik teks. Dalam artian teks perlu dieksplorasi maknanya. Publikasi dakwah dewasa ini pada masyarakat multikultural masih banyak kendala sehingga membutuhkan kajian filosofis-metodologis. Problematika tersebut akibat dari tumpang tindih warisan teologi dan aliran pemahaman, warisan kultural, kepentingan yang bercampur aduk dengan agama sehingga sulit menyanring, kemurnian agama yang sesungguhnya karena telah didoktrin oleh kebenaran yang dibentuk oleh sejarah turun temurung yang mengkibatkan agama tidak berkembangan secara natural. Hal ini berdampak pada aplikasi dakwah sehingga sulit didialogkan karena telah terkontaminasi oleh problematika sejarah yang panjang.13 Dalam konteks masyarakat multikultural yang hidup dalam satu komunitas yang saling berhubungan dan ketergantungan antara satu 12Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam (Volume III tahun 2005). h. 39. 13Ursula King, Historical Phenomenological Approach to the Study of religion dalam Frank Whaling contemporary Approaches to the Studi of religion Vol.II The Social Science (Berlin: Moutan Publishers, 1984) h. 106-109- 139, 140
  • 21. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 20 dengan yang lain sangat urgent untuk melakukan dialog faham, aliran, kredo, pedoman hidup, dan idiologi klasik tentang agama sehingga sulit mendeteksi agama yang murnih dari warisan integrasi kultural dan kepentingan.14 Ada kecendrungan paham yang tidak memiliki kekuasaan terdegradasi oleh paham yang mengikuti pengikut besar, sehingga paham lain cenderung disepelehkan. Hemat penulis ini kurang berimbang dan tidak adail antara menjaga keharmonisan dengan publikasi dari konstruksi media membangun, dan menjual isu-isu yang dipublikasikan secara cepat oleh media elektronik dan media cetak yang datanya mendadak, tekstual, spontan tanpa disertai analisis mendalam apa dan bagaimana cara mengkomunikasikan Al-Quran pada masyarakat multikultural yang mudah diserap dan dicernah dengan menawarkan pilihan-pilihan bahasa agama yang lebih komunikatif. Problematika dari fenomena dakwah tersebut, penulis berusaha mengeksplorasi Al-Quran Surah Al-Hujurat/49:13 sebagai inspirasi epistemologi dakwah multikultural dalam pendekatan ilmu dakwah dan komunikasi sebagai pijakan dalam mengekplorasi pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Fokus makalah ini secara spesifik menelaah secara filosofis bagaimana mengkomunikasikan pesan-pesan 14Ibid., M. Amin Abdullah, h. 5
  • 22. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 21 agama dalam teks Al-Quran pada masyarakat multikultural? Pertanyaan inilah yang penulis akan eksplorasi dalam pembahasan makalah ini. II. PEMBAHASAN A. Landasan Normatif Pengertian masyarakat multikultural yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah Komunitas masyarakat yang memiliki pemahaman agama yang dikonstruksi dalam berbagai latarbelakang pendidikan, etnis, budaya, faham, yang berbeda hidup saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi sesuai klaster sosial yang terbagung secara natural.15 Definisi ini hemat penulis relevan dengan terjemahan atau tafsiran kementrian agama tentang surah al-Hujurat/49: 13 yang memberikan inspirasi tentang pola interaksi komunikasi antar berbagai etnis. Sehubungan dengan permasalahan itu penulis mengutip QS Al- Hujurat/49:13 terjemahan kementerian Agama sebagai pijakan normatif dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Tafsiran pada ayat ini Quraish tentang ( خلقنكنكم ) bahwa masyarakat itu saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.16 15Soejono Sukanto, Antropologi Budaya (Cet. III; Jakarta: Rineka cipta, 1987), h. 99. 16M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir tematik atas Pelbagai Persoalan Agama (Cet. I; Mizan Media Utama, 2007), h. 437
  • 23. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 22 Hal ini sesuai dengan pandangan Emile Durkheim ahli sosiolog yang mengatakan bahwa manusia saling terintegrasi yang memiliki kepentingan berdasarkan kebutuhan.17 Mengutip pandangan Basman yang dipahami dalam argumentasi Arkoun bahwa idealnya Al-Quran itu sumber inspirasi teori. Dari inspirasi Al-Quran inilah sebagai akademisi membangun epistemologi dakwah yang relevan bagi komunitas masyarakat multikultural.18 Argumentasi Arkoun, pemikiran teologi klasik yang menggumpal dalam sejarah peradaban Islam, membentuk format ortodoksi, pada gilirannya mengimbas pada pola berekspresi dalam membahasakan agama. Pemikiran tersebut tidak bergeming dari bentuk rumusan abad pertengahan yang belum mengenal tatanan perubahan kehidupan sosial kemasyarakatan serta perkembangan ilmu pengetahuan modern, baik dalam bidang kealaman, maupun dalam bidang teknologi informasi seperti yang dialami oleh masyarakat modern dewasa ini.19 Walaupun harus diakui bahwa warisan pemikiran yang ada sekarang adalah 17H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 44-45. 18Basman (45 tahun), Diskusi ilmiah dengan memperdebatkan persoalan epistemologi dakwah di ruangan Lembaga penelitian IAIN Ambon tanggal 17 juni 2011 jam 09.32 wit. 19Arkoun, Tarikhiyyatu al-Fikri, al-‘arabi al-Islamy, (Beirut: Markaz al-Inma’al- Qaumy, 1986), h. 87-89. Lihat pula M. Amin Abdullah, Falasafah Kalam, di Era Post Modernisme, (Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 49.
  • 24. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 23 akumulasi dari beberapa pemikiran teologi klasik, dan pemikiran Yunani. Terminology Islamologi klasik saat ini sudah perlu didefinisikan kembali karena Islamologi klasik tidak cukup memiliki fasilitas dalam menterjemahkan persoalan sosial yang dihadapi masyarakat modern dewasa ini. Untuk mengisi kekurangan ini, diperlukan ‚epistemology dakwah‛ untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama dibalik metateks yang selama ini diperdebatkan secara tekstual belaka. Praktek ilmiah ini hemat penulis kurang memberikan kontribusi besar terhadap perbaikan kehidupan manusia, karena itu pesan-pesan agama yang terkurung dibalik teks sudah saatnya dieksplorasi untuk kebutuhan manusia modern secara maksimal. Hal ini telah dibuka gemboknya oleh Nashr Hamid Abu Zayd yang menyatakan bahwa umat Islam harus keluar dari peradaban teks jangan berhenti pada pemukaan teks saja.20 Untuk tidak terpenjara oleh makna tekstual, begitupulan dan bertujuan untuk meciptakan kondisi- kondisi yang menguntungkan dalam membebaskan pemikiran Islam dari berbagai tatanan mitologi-mitologi yang menyesatkan. Atas dasar dialog inilah sehingga penulis memilih paradigma berpikir Arkoun dalam membangun metode dakwah untuk 20Nashr Hamid Abu Zayd, Tesktualitas Al-Quran: Kritik terhadap ulumul Qur’an terjemahan (Cet. III; Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1.
  • 25. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 24 mengkomunikasikan bahasa Al-Quran dengan menggunakan ilmu hermenutika untuk memetakan informasi yang tersembunyi dibalik teks, yang lebih relevan dengan fakta realitas masyarakat multikultural.21 Untuk mendialokkan ide-ide rahmatalli’alami dalam Al-Quran khususnya pada masyarakat multikultural. Dalam tafsiran Kementrian Agama QS al-Hujurat/49:13                        Tafsirannya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.22 Dari tafsiran Kementerian Agama khususnya QS al-Hujurat/49:13 di atas, pada prinsipnya ayat tersebut telah terkurung oleh pemaknaan satu bidang ilmu, tetapi jangan berhenti pada makna itu saja, perlu dieksplorasi secara tekstual, kontekstual dan antar tektual dalam berbagai macam pendekatan keilmuan untuk mengungkap, lapisan- 21M. Arkoun, Al-Fikr al-Islamy: Naqad wa Ittihat, Terjemahan Hashim Salih (London: Dar al-Saqi), h. 299. 22Al-Quran Terjemahnya, Al-Juma>natul Ali> Yayasan Penejermah Al- Quran/pentafsir Kementrian Agama, (Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004), h. 518.
  • 26. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 25 lapisan makna untuk memperkaya khazanah, dan wawasan cara membahasan atau mengkomunikasikan pesan Tuhan.23 pada masyarakat multikultural dalam berbagai aspek, begitupula ayat lain. Ayat yang perlu dieksplorasi adalah sebagai berikut: 1. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu 2. dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan 3. menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan 4. bersuku-suku 5. supaya kamu saling kenal-mengenal Dari kelima pesan QS al-Hujurat/49:13 tersebut perlu diukngkap secara tekstual, kontekstual dan antartekstual. Untuk mengkomunikasikan makna dari kelima kalimat tersebut. Tapsiran hanya sebagian kecil dari makna yang diungkap sementara makna dibalik metateks tersebut, belum dieksplorasi secara profesionalisme berdasarkan keilmuan yang memadai seperti disiplin ilmu tafsir, ilmu hermeneutika, ilmu balagah, ilmu semiotika, dan berbagai macam ilmu naskah/teks yang dianggap relevan untuk mengungkap pesan-pesan agama dibalik teks Al-Quran.24 Semakin banyak infrastruktur keilmuan 23Haidar Bagir, Bahasa Agama: Bahasa Tuhan Bahasa Manusia, kata pengantar pada bukuKomaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64. 24op. cit., Marcel Danesi
  • 27. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 26 dalam memahami ayat Al-Quran semakin banyak solusi dan informasi yang akan dipublikasikan kepada masyarakat multikultural. Untuk mengarungi luasnya samudra ilmu yang tersimpan rapih dan kokoh dibalik teks Al-Quran sudah saatnya dibuka dan dieksplorasi rapi, sistematis bagi kemasalahantan umat manusia dari penjara ketidaktahuan. B. Epistemologi Dakwah Tak dapat dipungkiri rekaman peristiwa yang dikonstruksi oleh para ilmuan masa lalu telah banyak memberikan kontribusi pemikiran keilmuan yang tersebar keseluruh pelosok bumi ini, tetapi sebagai ilmuan tidak cukup jika hanya mengandalkan pradigma klasik tersebut. Kelemahan dari warisan keilmuan klasik bisa saja tidak relevan lagi dengan situasi sekarang ini sehingga perlu redefinisi cara mengkomunikasikan atau membahasakan pesan-pesan Tuhan dengan berbagai macam pendekatan untuk mendapatkan banyak pilihan untuk dijadikan epistemologi dakwah yang berdampak rahmatallilalamin (rahmat bagi seluruh alam). Jika dipahami secara monointerpretasi tidak terlalu relevan lagi dengan kondisi sosiologis masyarakatmultikultural dewasa ini yang memiliki berbagai tantangan akibat akselerasi informasi
  • 28. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 27 yang sangat kompleks.25 Maksudnya terminologi pesan agama pada masa lalu seperti piqih, dan ushul piqih tidak sama kondisi sosiologisnya dengan era teknologi informasi dewasa ini. Era modern membutuhkan cara yang canggih untuk mengkomunikasikan bahasa agama yang terkoneksi dengan berbagai macam faham, aliran, idiologi, bahasa, tradisi keilmuan sebagai susunan warana-warani yang memiliki keindahan dalam mengeksprsikan atau membahasakan pesan-pesan Tuhan secara tekstual, kontekstual, dan antartekstual. sebagai pondasi dalam mengkomunikasikan bahasa agama yang lebih. Hal ini berimplikasi pada kekurangan epistemologi dakwah multikultural membahasan pesan agama yang lebih komunikatif dalam peradaban masyarakat moderen. Pentingnya kajian epistemologi dakwah multikultural ini akan menjadi dambaan bagi masyarakat modern khususnya praktisi dakwah dalam mengkomunikasikan bahasa agama kepada manusia secara bijak dan mudah diserap. Karena sebaik apapun pesan disampaikan tetapi ditrasformasikan secara tidak bijak maka pesan yang disampaikan terbuang dan bertengger dipersimpangan jalan. Melakukanm mediasi adalah jalan tengah untuk menghormati orang lain yang memiliki cara mengekspresikan agama berbeda dalam tingkatan memahami suatu pesan teks agama. Perbedaan agama, aliran, faham, idiologi, dan 25Amin Abdullah
  • 29. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 28 latarbelakang pendidikan. Lapisan masyarakat yang multikultural membutuhkan kemasan dakwah yang berbasis pada teologi humanis. Mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural Hemat penulis perlu kekayaan paradigma untuk melakukan meidasi, dialog, untuk membangun pondasi berpikir dalam memahami bahasa Tuhan yang tersirat dalam teks dan metateks. Dalam artian memahami karakter pesan Tuhan secara ruhani dan non ruhani yang bingkai oleh Aqidah, syari’ah dan Akhlaq. Hemat penulis tidak relevan lagi mendakwakan agama dengan gaya mendoktrin tetapi agama ini jika dianalogikan ia laksana mall yang memiliki banyak fasilitas, kebutuhan manusia, dimana manusia siap memilih berbagai macam perlengkapan hidup melalui pesan-pesan agama dalam teks dan metateks untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemaksaan kehendak ini dapat berbenturan secara fisik dan psikologis masih terjadi antara organisasi agama Islam seperti, Jamaah Islamiyah, NU, Muhammadiyah, HIT, Salafi, Wahda Islamiyah, Annazir, NII, FPI(Front Pembela Islam) dan aliran Islam lainnya.26 Semua organisasi Islam ini kurang memiliki epistemologi dakwah komprehensip sehingga terjadi kesenjangan dalam mengkomunikasikan 26Amar Ahmad, Aliran-aliran Dakwah di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2008), 29.
  • 30. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 29 pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Memang harus diakui hal ini juga tidak terlepas dari warisan teologi klasik yang digagas oleh Mu’tazila, Asyari’ah, dan Maturidiyah. Tetapi idealnya warisan itu menjadi kekayaan paradigma dan dijadikan sebagai kekayaan perspektif untuk memberikan solusi terhadap problematika sosial pada masyarakat multikultural yang diperhadapkan oleh berbagai macam informasi yang mengelisahkan umat akibat konstruksi informasi yang kurang memberikan perbaikan pada masyarakat multikultural.27 Dari fenomena ini kajian epistemology dakwah multikultural membutuhkan trasformatif epistemologi yang lebih kaya dengan perspektif untuk memudahkan para praktisi dakwah mengkomunikasikan pesan-pesan Tuhan yang ada dalam teks agama, sebagai pijakan metodologi dakwah yang relevan bagi masyarakat multikulral. Corak praktisi dakwah harus kayah dengan pendekatan dalam membahasakan pesan-pesan Tuhan dalam Al-Quran dan Sunnah. Pusaran kebenaran Al-Quran tetap menjadi otonom sehingga kompetensi keilmuan manusia untuk mengungkap epistemology dari buah ilmu sangat dibutuhkan sebagai metode dakwah baru yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat multikultural. 27M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural dalam kumpulan Tulisan Pengukuhan Guru Besar Muhammadiyah dengan judul Bengawan Muhammadiyah (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 3.
  • 31. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 30 Sumber ilmu dakwah tidak bisa terlepas dari Al-Quran dan Sunnah sebagai pijakannya indiologi sumber ilmu. Dengan berpedoman pada sumber ilmu, tidak cukup dengan hanya satu mazhab tetapi multimazhab yang lahir dari bangunan keilmuan dakwah untuk mengkomunikasikan bahasa agama kepada umat manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa ‚dakwah‛ dan ‚ilmu dakwah‛ berbeda. Jika dakwah selalu memilih kata sebaiknya, seharusnya, maka ilmu dakwah harus tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah ilmu yang sifatnya netral dan tidak memihak.28 Kajian Epistemologi Sultan memberikan gambaran tentang epsitemologi ilmu dakwah, menurut Sultan objek matrill ilmu dakwah adalah Al-Quran dan Sunnah sedangkan objek formalnya dalah transformasi pesan-pesan agama dan prilaku umat.29 Dalam konteks ini belum ada secara spesifik membangun epistemologi ilmu dakwah yang secara spesifik menelaah epistemologi dakwah masyarakat multikultural. Proses transformasi agama kepada masyarakat multikultural tentang aqidah, syari’ah dan akhlaq. Objek kajiannya pada masyarakat multikultural, kecendrungan, faktor-faktor lingkungan, sarana yang digunakan, sarana yang digunakan, dan metode penerapan. Hal inilah 28Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39. 29Sultan, Desain Epistemologi Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 71.
  • 32. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 31 yang perlu dibangun epistemologinya dan diperdebatkan secara ilmiah sehingga melahirkan sebuah teori khusus metode dakwah pada masyarakat multikultural. Ada dua metode berpikir yang selama ini mewarnai cara membangun epistemologi ilmu dakwah yakni metode filosofis yang berorientasi pada prophetic philosophy dan teologi berorientasi pada priestly religion (pendekatan kebiksuan, kepausan, keualamaan, dan sejenisnya).30 Pendekatan kefilsafatan lebih menekankan pada dimensi being religion, sedangkan pendekatan keagamaan lebih menekankan pada dimensi having a religion. Dalam realitas kehidupan sehari-hari dapat diamati.31 Dalam tradisi membangun epsitemologi kedua pemikiran ini terus bertarung dalam memberikan corak keilmuan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural Dari kedua pola berfikir tersebut terjadi polemic dalam melakukan konstruksi epistemologi para mutakallimin (teolog) lebih menyukai bahasa yang dapat difahami dengan rasio. Sedangkan para fhilosof lebih menekankan pada makna. Bagi para teolog logika bukan cara berpikir tetapi lebih pada cara berbicara dengan benar. Sedangkan para filosof lebih menekankan pada apa yang ada dibelakang bahasa yang dapat 30Karen Armstrong, A. History of Gat: The 4000 year Ques of Judaism, Cristianity and Islam (New York: Alfred A. Knof Inc, 1993), h. 173 dalam Tulisan Amin Abdullah Rekonsktruksi Metodologis Studi Agama h. 14. 31Ibid., 15.
  • 33. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 32 difahami dengan rasio dan ia bersifat permanen sedangkan bahasa sewaktu-waktu dapat berubah. Pandangan para teolog dan filosof ini menunjukkan adanya perbedaan konstruksi epistemology dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Hal ini hemat penulis merupakan kekayaan cara pandang memahami sebuah teks dan metateks. C. Terminologi Dakwah Multikultural Terminologi epistemologi dakwah multikultural yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah cara membahasakan pesan Tuhan yang sesuai dengan konteks masyarakat multikultural dalam menyerap informasi untuk mendapatkan, menyusun informasi yang relevan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Dalam konteks ini Amin Abdullah menawarkan kembali pada kaidah filsafat yang bersifat kritis, ereflektif, dan comprehensif.32 Sehingga dapat melahirkan epistemologi dakwah pada masyarakat multikultural applicable dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Epistemologi dakwah masyarakat multikultural dalam kajian ilmu, proses ontologi adalah instrumen teori ilmu pengetahuan menelaah 32M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 5. Dalam buku bengawan Muhammadiyah.
  • 34. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 33 wujud yang ada dari teks Al-Quran dan Sunnah hemat penulis tidak dapat dimaknai secara tekstual, tetapi pengembangan keilmuannya lebih pada pemahaman tekstual, kontekstual dan antar tekstual yang ditelaah secara philosofis sehingga tidak sekedar menerima hasilil pemahaman, pemikiran, dan doktrin agama yang diwarisakan oleh pendahulu kita tetapi seorang Mubalig perlu mengemasnya sehingga dapat disuguhkan bagi jamaah pemahaman agama yang berbasis rahmatalil’alamin dalam mengkomunikasikan, mengdialogkan, dan membahasakan pesan-pesan Tuhan dengan bahasa yang lebih komunikatif. Dalam menyusun epistemologi dakwah hemat penulis perlu seorang ilmuan keluar dari doktrin teologis, kultural, yang dapat mengganggu corak keilmuan yang akan dibentuk kemudian melakukan akumulasi dari sumber-sumber pengetahuan, kemudian melakukan konstruksi pengembangan epistemologi yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat multikultural dewasa ini. Untuk mengkomunikasikan dakwah beberapa bentuk yang digunakan oleh para ilmuan sebagai media pendeteksi pengetahuan sebagai bentuk karunia Allah yang dapat digunakan oleh manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang akan dijadikan sebagai ilmu kemasan dakwah dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural dengan bebera pola epistemology cara mendapat ilmu antara lain adalah:
  • 35. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 34 1. Menurut Muhammad Iqbal: Panca indra/akal, intuisi, sebagai media pendeteksi ilmu dengan melihat fenomena sehingga lahirlah pengetahuan kemudian siap diproses pada mesin epsitemologi.33 2. Menurut Mula Sadra: sumber ilmu pengetahuan itu melalui pendekatan tasawuf, melalui mimpi, ego rendah melebur ke ego ilahiah dari inspirasi ini dapat melahirkan pengetahuan.34 3. Fuad Rumi sumber ilmu itu berasal dari Allah melalui Al-Quran dan Sunnah kemudian diferifikasi oleh akal untuk dijadikan sebagai sumber pengetahuan.35 4. Nasir Mahmud, Al-Quran dan Sunnah, Fakta-fakta empirik, teori- teori, pendapat, kaidah-kaidah yang sudah ada. Budaya, realitas sosial, politik, ekonomi dan fakta-fakta sejarah masa lalu.36 5. C.A. Peursen sumber ilmu dakwah berasal dari Etika(nilai normatif, termasuk nilai keagamaan, Heuristik dan ilmu.37 33Syarifudin, Epistemologi komunikasi Islam: makalah dipresentasikan pada program pasca sarjana strata S3 pada tanggal 19 November 2010 wit 09.30. 34Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam (Volume III tahun 2005). h. 39. 35Fuad Rumi, Disertasi Epistemologi Berbasis Al-Quran diajukan untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 2010. 36Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39 37ibid
  • 36. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 35 Dari pandangan epistemologi di atas bangunan epistemology untuk masyarakat multikultural harus gabungan antara kecerdasan aklaq, intusi, empiris, dan rasional menjadi instrument dalam menyusun kaidah keilmuan dakwah. Tetapi dalam mengkomunikasikan pesan agama tersebut perlu dipahami pemahaman secara tekstual, kontekstual, dan antar tekstual dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama yang ada dibalik teks. Kerangka berpikir ilmuan dakwah: Kerangka berpikir deduktif berangkat dari ayat-ayat Al-Quran serta tafsirannya secara tekstual, kontekstual dan antartekstual. Kerangka cara pandang inilah yang perlu di gunakan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama. Langkah selanjutnya melakukan peneyedikan rasional dan fakta empiris. Penyelidikan fakta empiris dan rasional yang dilakukan bukan untuk menguji kebenaran konseptualisasi yang telah ada, tetapi peneyelidikan itu untuk membuktikan kebenaran pesan teks dan metateks. Penalaran deduktif ini tidak produktif karena hanya membuktikan apa yang memang sudah benar(kandungan Al-Quran dan Sunnah). Kegunaannya adalah untuk menambah keyakinan tetapi tidak memberikan terobosan- terobosan baru.38 38Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39
  • 37. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 36 Kerangka berpikir induktif berangkat dari realitas empiric. Fakta empirik dikumpulkan dengan ayat-ayat Al-Quran dan sunnah yang relevan bukan Al-Quran dijadikan sebagai legitimasi untuk pembenaran temuan ilmiah. Bila temuan tidak ilmiah tidak sejalan dengan pemahaman terhadap Al-Quran yang selama ini berlaku, maka dilakukan reinterpretasi untuk memberikan makna-makna baru terhadap ayat Al- Quran sepanjang dapat dicakup oleh kata yang dimaknai. Akan tetapi, temuan ilmiah tidak dimaksudkan untuk menghakmi Al-Quran dan Sunnah. Apakah berarti hal tersebut tidak ilmiah ? seorang muslim betapun meyakini Al-Quran dan Sunnah sebagai pijakan tertinggi. Jika kebenaran Al-Quran ternyata tidak dapat ditemukan berarti keterbatasan manusia dalam membuktikan kebenaran dalam Al-Quran.39 Berikut ini penulis berikan skema unt melahirkan sebuah epistemologi dakwah multikultural. 39Ibid., Nasir Mahmud.
  • 38. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 37 Skema di atas adalah proses membahasakan agama dengan mendialogkan dengan fakta empiris masyarakat multikultural. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang memiliki lapisan-lapisan kepercayaan dan budaya yang perlu dikenali strukturnya untuk memudahkan praktisi Dai dan Muballigh mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural. Jika berbicara tentang masyarakat berarti bersentuhan dengan paradigma sosiolog dalam mendefinisikan masyarakat yang terdiri dari kelas-kelas budaya tersendiri membutuhkan cara mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural dalam klaster budaya. Dalam paradigm para ahli sosiolog dalam mendefinisikan masyarakat multikultural sebagai berikut: Karl Marx dikutip Riyadi mendefinisikan manusia terdiri dari kelas-kelas yang memperjuangkan sandang, pangan, dan papan. Kritis pemikiran Marx dikutip Riyadi terhadap pemerintah sebagai bentuk perlawanan kaum proletar dalam memperjuangkan nasib kaum buruh menjadi kapitalis dan berakhir Al-Quran dan Sunnah Ide dan Konsep Prilaku agama Kemungkinan Reinterpretasi Penyelidikan Ilmiah Pemahaman
  • 39. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 38 menjadi komunis.40 Lain halnya dengan pemikiran Emile Durkhein yang dikutip Riyadi melihat realitas masyarakat sebagai konstruksi organik yang sangat independen terhadap hukum-hukum sendiri dan saling terintegrasi antara satu dengan lain. Dalam konteks ini membutuhkan keahlian mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural. Pemikiran Durkhein ini, jika diperhatikan secara mendalam ada kaitannya dengan pemikiran Max Weber dikutip Riyadi yang terkenal dengan the protestanik etik kapitalis. Tesis Weber terhadap masyarakat sangat penting dalam mendesain Masyarakat multikultural menjadi capital sebagaimana mampu mencerahkan para pastor untuk meraih sebanyak uang yang dapat digunakan sebagai alat interaksi penguasaan terhadap masyarakat multikultural yang kurang memiliki uang sebagai alat tukar yang menggerakkan manusia secara organik.41 Hal ini juga membutuhkan strategi mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat multikultural secara organik. Selain pandangan para tokoh sosiolog di atas tentang interaksi masyarakat multikultural Thomas Hobbes juga memiliki definisi tersendiri tentang masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural 40H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 39 41Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen. h. 52
  • 40. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 39 menurut Hobbes dapat terbangun atas kesepakatan-kesepakatan untuk mencapai kedamaian yang harus ada kekuasaan untuk merawat masyarakat multikultural sehingga keharmonisan dapat dilestarikan.42 Karena potensi manusia sebagaimana pandangan Adam smith memiliki kecendrungan individualis dengan membangun kelas-kelas produksi untuk mendapat prestise pada sesamanya. Pandangan metode dakwah Natsir bahwa pesan dakwah memiliki metodologi hampir sama dengan menaburkan benih di ladang. Untuk mendapatkan hasil padi yang baik membutuhkan pemilihan bibit(benih) yang cocok dengan struktur tanah sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.43 Begitupula transformasi pesan-pesan dakwah dalam Al- Quran dan Sunnah membutuhkan kemasan dakwah yang relevan dengan daya serap dan struktur masyakarakat multikultural, idealnya perlu memahami dan mengetahui struktur masyarakat multikultural. Pesan dakwah yang akan disuguhkan perlu dikemas sehingga berdampak positif pada objek dakwah yang terdiri dari lapisan-lapisan pemahaman, doktrin, dan idiologi. Inilah pentingnya adanya epistemologi dakwah multikultural dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama secara baik. 42Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen, h. 55 43M. Natsir, Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 19.
  • 41. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 40 Dari gambaran masyarakat multikultural tersebut, maka telah dipahami bahwa masyarakat multikultural dalam berbagai aspek membutuhkan kemasan informasi tersendiri dalam mentransformasikan pesan-pesan agama dalam teks dan metateks yang dipahami secara tekstual, konstektual dan antar tekstual. Jika kerangka berpikir ini telah diaplikasikan secara cermat abru kemudian melakukan trasforamasi pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. D. Transformasi dakwah multikultural Beberapa paradigma metode dakwah multikultural yang penulis perlu deskripsikan untuk menjadi metode perbandingan untuk pengembangan metodologi dakwah pada era kontemporer. Dalam Al- Quran yang dapat difahami adalah metode dakwah bil hikmah. Dakwah bil hikmah adalah metode dakwah yang dilakukan dengan iklas, ihsan, dengan menggunakan teknik komunikasi yang bijaksana dan demokrastis dalam menyebarkan informasi.44 Sifat dakwah adalah memperbaiki dengan menempatkan yang utama dengan mekanisme mengedepankan rasa dan rasionalisme dalam memahami Al-Quran dan Sunnah dan diaktualisasikan dalam bentuk amal. 44Toto Tasmoro, Komunikasi Dakwah (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), h. 37.
  • 42. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 41 Bentuk dakwah muaizatul hasanah yakni metode dakwah yang dilakukan secara dialogis kepada mad’u baik individual, kelompok, dan massa. Menghindari pemihakan pada satu paham tertentu dan menyampaikan pesannya dilandasi budipekerti yang luhur dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Mujadalah metode dakwah yang dilakukan dengan melakukan diskusi dengan mengepankan sharing informasi dengan memaksimalkan pendalam idea tau gagasan yang dikemas dengan cara komunikasi yang santun tidak memojokkan sehingga dapat mengungkap inovasi dakwah dalam Al-Quran dan Sunnah sehingga melahirkan ide dan argumentasi yang baik. Dalam konteks proses komunikasi yang efektif Sayyid Qutb memberikan gambaran bahwa dalam proses diskusi perlu dikedepankan rasa dan rasio dalam mengemukakan pendapat serta menghindari merendahkan lawan dalam berkomunikasi, sehingga tidak ada kesan ada yang kalah dalam proses komunikasi.45 Karena tujuan metode dakwah adalah mencari ide dan gagasan untuk disepakati bersama sehingga dapat memudahkan dalam melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat multikultural. Begitupula pendapat Yusuf Qardawi dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi prinsip ahsan dan hasan 45Said bin Ali Wakif Al-Qahthani, Al-Hikmah wa fi al-Dakwah Ilallah Taaha di Terjemahkan oleh Hasim Ibaidillah (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.21-33.
  • 43. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 42 dengan berusaha mencari titik persamaan dengan menganalisis perbedaan sehingga melahirkan metode dakwah yang efektif. Era sekarang adalah era kebebasan yang ditandai oleh semaraknya konsep demokrasi, ini menunjukkan doktrin keilmuan tidak lagi populer jika warisan ilmuan klasik difahami sebatas tekstual saja tanpa memperhatikan kontesktualnya. epsitemologi ilmu yang dibagun oleh para filosof, teologi, dan ahli piqih sudah saat diperbaharui coraknya sehingga dapat dipahami dan dilengkapi jika ternyata banyak kelemahanya untuk menterjemahkan persoalan yang dihadapi umat desawa ini.46 Paradigma era klasik tidak pernah berhadapan dengan teknologi komunikasi yang liberal dengan menyuguhkan berbagai macam informasi tanpa batas mulai dari informasi pribadi yang bukan pribadi. Media ini telah membentuk dan memengaruhi corak berpikir manusia modern. Hal ini sesuai dengan pandangan Syekh Ali Mahfuz yang dikutip oleh Muh. Ali Aziz yang mengatakan bahwa ekspresi sesorang sangat tergantung pada intensitas informasi yang diterima.47 Semakin banyak informasi baik berarti ekspresi yang muncul setiap melakukan komunikasi juga baik, begitupula sebaliknya Semakin banyak input informasi negatif ekspresi yang muncul jika melakukan 46Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. I; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 99. 47Ibid
  • 44. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 43 komunikasi lebih banyak bersifat menekan mengkomunikasikan pesan- pesan agama pada masyarakat multikultural. BAB III PETA PROBLEMATIKA DAKWAH Laju pertumbuhan sosial tidak sebanding dengan laju perkembangan maind set penduduk sebagian masyarakat di kota Ambon sehingga berimplikasi pada benturan pemikiran dalam beragama, benturan sosial antara pendatang dan pribumi, benturan politik antara daerah dan pusat, dan benturan antar umat beragama dalam aspek segregasi pemukiman. Selain itu ditemukan peran media massa baik elektronik dan media cetak sebagai kendali sosial juga tidak maksimal mencerahkan masyarakat menuju kehidupan yang sehat tetapi justru memberikan ruang perdebatan secara krusial sehingga media sebagai TEKS AGAMA ANTARTEKSTUAL TEKSTUAL KONTEKSTUAL MASYARAKAT PEMAHAMAN AGAMA DAI
  • 45. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 44 perpanjangan indra permasalahan sehingga diketahui oleh publik yang idealnya belum pantas diketahui. Keadaan ini akibat penemuan ilmu pengetahuan dan Perkembangan sciense teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, telah memberi dampak signifikan pada perubahan struktur masyarakat perdesaan dan perkotaan yang di dalamnya terdiri berbagai jenis etnis umat manusia termasuk umat Islam. Perubahan ini disebut era globalisasi yang memiliki peran besar merubah cara berpikir, berkomunikasi, dan berprilaku dalam melakukan interaksi sosial. Hal ini telah tampak di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan. Selain itu tingkat kemiskinan dan kesengsaraan umat manusia juga semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem sosial, budaya, migrasi penduduk, dan pemikiran keagamaan. Problematika ini membutuhkan satu paradigma dakwah yang memiliki daya pikir mampu memahami, menjelaskan, dan membahasakan wahyu sesuai dengan problematika sosial dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna informasi. Format yang elegan sesuai kebutuhan masyarakat inilah yang urget dipercakapkan dalam tulisan ini untuk menjaga masyarakat dari benturan sosial, peradaban, dan pemikiran terhadap sebuah perubahan dan penafsiran kembali tentang agama mereka masing-
  • 46. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 45 masing. Hal ini bisa terjadi pada semua agama karena setiap imuan di bidang agama masing-masing secara otomatis memiliki perubahan keilmuan ketika ia mengkaji ilmu agamanya yang akan disesuaikan dengan pertumuhan dan perkembangan science teknologi. Ketika hal ini tidak diatur regulasinya dengan baik maka akan terjadi destruksi dalam lapisan-lapisan antar agama, sesama agama, budaya, etnis dan sistem sosial politik. Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan, penodongan, korupsi, pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan problema mendasar umat Islam saat ini. Ekses yang sangat mendasar dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman, sebagaimana disinyalir dalam sebuah ungkapan“Hampir Saja kefakiran itu menjadi kekafiran“. Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji – janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa menjadi suluh dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan umat. Dakwah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode dakwah Rasulullah SAW. Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat
  • 47. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 46 yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya. Materi dakwah yang tepat untuk menghadapi masyarakat modern ini adalah materi kajian yang bersifat tematik. Artinya Islam harus di kaji dengan cara mengambil tema – tema tertentu yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan fasilitas yang tepat adalah dengan menggunakan media cetak dan elektronik. Kenapa demikian? Karena dengan menggunakan media cetak dan elektronik hasilnya akan lebih banyak serta jangkauannya lebih luas. Sesuai dengan uraian di atas, maka kami mencoba untuk membahasnya dalam makalah dengan judul “Metode Dakwah: Solusi Untuk Menghadapi Problematika Dakwah Masa Kini (Kontemporer)”. Resep materi dakwah yang perlu dilakukan di kota Ambon adalah; Dakwah menjaga Nasab, Keniscayaan Problematika Dakwah, Dakwah Jama’ah (Kelompok/ Organisasi), Dakwah Syu’ubiyya (Multikultural), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Islam, Materi Pemberdayaan Masyarakat Islam. Pada bab II ini, akan membahas landasan teori peta dakwah. Dalam pembahasan ini, lebih menekankan pada konstruksi teori sebagai landasan yang akan dijadikan sebagi instrumen analisis pada bab IV. Paradigma teori pada bab ini, pada prinsipnya berisi dalil-dalil dari Al- Quran, Sunnah, dan pandangan para ahli yang memiliki kompetensi secara ilmiah di bidang dakwah dan ilmu-ilmu penunjang lainnya yang
  • 48. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 47 erat kaitannya dengan kajian ini. Instrumen teori ini sebagai pijakan ilmiah dalam memetakan, menganalisis probelmatika sistem informasi dakwah di Pulau Ambon. Penjelasan teori-teori ini penting dipahami lebih awal untuk mengetahui cara kerja pola pemetaan dakwah di Pulau Ambon. A. Pemilihan Teori. Adapun pilihan teori dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Teori Dakwah Syekh ‘Ali Mahfuz}: Sistem dakwah amar ma’ruf nahimunkar dan kesiqa>han informan (Kredibilitas Informan).48 Teori Informasi Joseph DeVito tentang presepsi seseorang dalam menentukan ekspresinya tergantung pada intensitas informasi yang dikonsumsi setiap hari.49 Teori AGIL Talcott Parson yang dikutip oleh Larry May tentang setting sosial lingkungannya.50 Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial keagamaan. Struktur sosial adalah jalinan unsur-unsur yang pokok dalam masyarakat makin banyak melakukan pemetaan 48Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turuq al-Wa’zhwa al-Khitobah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h.93 Bandingkan dalam Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.83-87. 49Joseph DeVito, Human Communication (New York: Harper Collins Publishers Inc,1996),h.75. 50Larry May, Antirasism, Multicultural and Interacial Community: Three Educational Value For Multicultural Society (University Massachusets, Boston, 1991), h. 2.
  • 49. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 48 dakwah makin banyak interpretasi peristiwa cara pemetaan dakwah di Pulau Ambon. Unsur-unsur pemetaan sosial menurut Soerjono Soecanto yang dikutip Wulansari adalah terdiri dari; kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial atau istitusi sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang.51 Struktur sosial menurut Max Weber terdiri dari kasta, suku, peringkat sosial, kelompok sosial, agama dan kasta tradisional.52 Paradigma Weber ini menujukkan bahwa realitas sosial keagamaan termasuk kasta-kasta dalam masyarakat. Realitas ini perlu ditelaah kondisi sosiologinya sehingga tidak keliru dalam melakukan pemetaan dan entri pesan dakwah di tengah masyarakat. Pada bab II ini teori AGIL Talcott Parsons yang akan menjadi acuan standar dalam menelaah realitas sistem sosial keagamaan di Pulau Ambon. Paradigma keteraturan sosial Talcot Parson ini sebagai tokoh sosiolog abad ke-20 ini menjelaskan sistem keteraturan sosial jika pemetaan sosial keagaman dapat diatur sesuai mekanisme naluri masyarakat. Ada tiga aspek sub sistem penting dalam masyarakat yang perlu ditelaah menurut Parson jika ingin mendesain keraturan sistem masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama; Sistem sosial yang terbentuk dari interaksi antar manusia. Ini adalah sebuah wilayah dimana manusia memiliki potensi 51C. Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori (Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2009), h.43 52Max Weber, Essays in Sosiologi (Oxford University Press, 1946) diterjemahkan oleh: Noorkholis dengan judul: Sosiologi (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 441.
  • 50. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 49 menciptakan konflik akibat perebutan sumber daya yang langkah, dan memperjuangkan tujuan yang berbeda-beda. Dalam konteks ini perlu kebutuhan manusia untuk menciptakan stabilitas komunikasi antar pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta suatu komunikasi yang efektif. Kedua : sistem kepribadian dimana setiap manusia memiliki kebutuhan. Mereka adalah preferensi, hasrat, dan keinginan. Parson menjelaskan bahwa disposisi kebutuhan ini dibentuk oleh proses sosialisasi dalam masyarakat. Jika sistem ini dijaga dan diatur tata tertib informasinya maka dapat membantu atau terjaganya tatanan sub sistem sosial di tengah masyarakat.53 Ketiga ; sistem budaya (cuture system). Sistem ini membuat orang saling berkomunikasi dan mengkoordinasikan tindakan-tindakan mereka, dengan mempertahankan ekspresi peran seperti: 1). Rana simbol-simbol kognitif (misalnya hitung-hitung matamatis dan laporan keuangan), 2). Simbol-simbol ekspresif ( ekspresi emosional dan estetika), 3). Standar moral yang berhubungan dengan benar atau salah. Disini nilai-nilai ini memegan peranan pokok dalam sebuah masyarakat dalam melakukan konstruksi nilai masing-masing. Menurut parson sendi-sendi sosial ini perlu interpretasi ilmiah yang tepat untuk melahirkan keteraturan sistem sosial.54 Teori untuk memahami unsur-unsur sub sistem sosial kegamaan tersebut dikenal 53Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First published in England 1951 by Routledge & Kegan Paul Ltd New edition first published 1991 by Routledge 11 New Fetter Lane London EC4P 4EE Routledge is an imprint of the Taylor & Francis Group This edition published in the Taylor & Francis e-Library, 2005) h. 45-46. 54ibid
  • 51. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 50 dengan teori AGIL(Adabtation, Goals, Integration, Laten). Kerangka kerja untuk menelaah Peta dakwah. A Adaptation Cara sub sistem masyarakat kota Ambon dalam memenuhi kebutuhan (hidup) material untuk bertahan hidup (Sandang, pangan, dan papan). Ekonomi teramat penting dalam sub sistem ini. Indikator ini yang akan dilihat, dan bagaimana peran peta Dakwah untuk menjaga keteraturan tersebut. G Goal Pencapaian Tujuan. Sub sistem ini berusahan dengan hasil atau produk (output) dari sistem atau kepemimpinan. Politik menjadi panglima dari sub sistem ini. Realitas sosial di kota Ambon bagaimana peran peta dakwah dalam mencapai tujuan dan visi dan misi perserikatan di kota Ambon dalam melakukan bergaining politik. I Integration Penyatuan sub sistem ini berkenaan dengan menjaga tatanan. Sistem hukum dan lembaga- lembaga atau komunitas-komunitas yang memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam kelompok ini. Ingin menelaah bagaimana berdakwah untuk menjadikan komunitas taat pada hukum di kota Ambon L Latent (latent pattern maintenance and tension management Mengacu pada kebutuhan masyarakat untuk mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada dalam sub sistem ini bertugas untuk memproduksi nilai-nilai budaya, menjaga solidaritas, dan mensosialisasikan nilai-nilai. Infrastruktur agama termasuk dalam
  • 52. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 51 sub sistem ini.55 Hal inilah yang paling inti yang perlu ditelaah dalam masyarkat di kota Ambon yakni Organisasi dakwah sebagai sub sistem dalam masyarakat di kota Ambon. Teori ini sebagai panduan untuk menelaah fenomena serta dapat menginterpretasi peta sosial keagamaan di kota Ambon. Teori ini sifatnya media untuk mengantar peneliti memahami realitas di lapangan, dan tidak menutup kemungkinan teori ini kurang presisi, tetapi setidaknya dapat mengantar penulis untuk menginterpretasi pemetaan sosial keagamaan di kota Ambon. Menurut M. Natsir yang dikutip oleh Syarifudin dalam menyampaikan pesan-pesan agama sebagai seorang Dai dan Mubalig perlu memahami peta. Ia menganalogikan seperti menanam benih padi di sawah. Sebelum menanamkan benih disawah tersebut terlebih dahulu memahami struktur dan kondisi humus tanah, apakah ia cocok atau tidak. Seorang petani harus cerdas mengolah tanah sehingga bibit yang tanam bisa tumbuh, berkembang, dan berbuah.56 Analogi berpikir ini menunjukkan pentinya peta dakwah untuk menghindari kekeliruan menanam benih-benih kebenaran di tengah masyarakat. Peta dakwah bisa efektif jika praktisi Dai dan Mubalig memahami secara komprehensip infrastruktur sistem informasi dakwah Sistem Perpanjangan Panca menurut Mc Luhan Indra Manusia, Gambar 55Mudji Sutrisno dan Hendar Purtanto, Teori-Teori Kebudayaan (Cet. VIII; Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 60 56Syarifudin, Metode Penelitian Dakwah dan Komunikasi (Cet. I; UIN Alauddin press, 2010), h. 17.
  • 53. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 52 Visual perpanjangan dari Mata, suara (audio) perpanjangan dari telinga, fasilitas penunjang media perpanjangan, dari akumulasi dari ekspresi manusia, melalui telekomunikasi.57 Saluran adalah media untuk mengirimkan sinyal dari transmiter ke penerima dalam bentuk digital. 58 Media dakwah ini perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah dakwah baik secara demografi dan topografinya untuk meminimalisasi distorsi informasi dakwah. Setelah memahami teori pemetaan sistem dakwah tersebut, selanjutnya pemetaan proses transformasi dakwah. Proses publikasi ini menurut Hayyan perlu pendekatan pada mad’u antara lain: a. Al-Hikmah Sistem Sentimental/Hati (al-Manh}aj al-At}ifi> ) menurut pandangan Muhammad Abduh: hikmah adalah mengetahui rahasia, peta keilmuan masyarakat majemuk, dan faedah dalam tiap-tiap hal, serta menempatkan sesuatu pada tempatnya.59 Konsep ini dapat oleh lembaga Dakwah untuk membahasakan agama dengan kemasan dakwah dalam berbagai bentuk dengan memanfatakan teknologi informasi sebagai media publikasi sistem informasi dakwah yang didesain secara professional demi 57Marshal McLuhan, Understanding Media: The Extensions of Man (New York: McGrw Company, 1964). Dalam Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi, Strategi Dan Komunikasi Politik Indonesia (Cet. I; PT. Balai Pustaka, 2003), h. 93. 58Saverin Werner J. Dan James W. Tankart, Communication Theories: Origins Methods, and Uses in the Mass Media, diterjemahkan oleh: Sugeng Haryanto, dengan judul: Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa: Edisi V (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 12-13. 59Abu Hayyan, al-Bah}rul Mahit, jilid I h. 392. Juga Zaid Abdul karim al- Da’wah al-H{ikmah, h. 26.
  • 54. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 53 memudahkan transformasi pesan kepada masyarakat Majemuk di Kota Ambon. b. Al-Muaizatul Hasanah Sistem Indrawi/Ilmiah (al-Manh}aj al-hissi ) Melakukan bimbingan, peringatan, nasihat, oleh lembaga dakwah Muhammadiyah dengan menawarkan pilihan-pilihan kebenaran yang mudah dijangkau oleh masyarakat majemuk di Kota Ambon.60 Muaiz}a h}asanah} menurut K.H. Ali Mah}fuz} yang dikutip oleh Hamid: Nasihat Atau Petua, bimbingan pelajaran perbaikan hidup, Kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, Pesan-pesan positif yang dapat menjadi pertimbangan bagi mad’u itu sendiri.61 Dalam hal ini masyarakat majemuk di Kota Ambon yang dilakukan secara individual, kelompok, dan massa berdasarkan ketepatan moment dan problematika sosial yang dibutuhkan masyarakat majemuk. c. Al-Muja>ddalah Sistem Rasional/dialogis (al-Manh}aj al-Aqli ) mendialogkan agama kepada masyarakat majemuk, sesuai tingkat keilmuan dan kebutuhan informasi sesuai peta keilmuan dari masyarakat majemuk, mulai dari kalangan professional (atas), kalangan menengah, dan kalangan masyarakat awam. Ketiga struktur masyarakat ini menggunakan ketiga teori di atas dalam mentransformasikan bahasa agama yang lebih mudah dicerna oleh 60Lois Ma’luf Munjid, fi al-Lughah wa A’lam (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), h. 907. Lihat Juga Ibnu Mans}ur Lisa>nul al-Arab, Jilid V (Beirut: Da>r Fikr, 1990), h. 466. 61Abdul Hamid Al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi> Ingkar al-Mungkar (Kuwait: Da>r al-Dakwah, 1989), h. 260.
  • 55. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 54 masyarakat majemuk baik secara tekstual, kontekstual, dan antartekstual. Profil di kota Ambon Peta Dakwah pada masyarakat di kota Ambon tidak terpisahkan dengan konfigurasi lapisan-lapisan masyarakat multikultural, karena termasuk komponen sub sistem informasi dakwah majemuk. Karena realitas sosial keagamaan konfigurasi masyarakat multikultural. Kota Ambon sebagai daerah yang didiami oleh 137 etnis dan subetnis serta 135 bahasa etnis menggambarkan sebuah panorama keindahan dan kekayaan budaya pada masyarakat multikultural di kota Ambon. Dari struktur masyarakat majemuk tersebut, menggambarkan adanya dinamika pergumulan sosial keagamaan dan pertukaran budaya antar etinis yang dimiliki kemajemukan etinis dan cara melakukan ekspresi komunikasi baik dalam melakukan penyebaran Informasi agama maupun cara menerima informasi sebagai alat pital untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kepentingan untuk mempertahankan hidupnya masing-masing. Pada masa lalu kota ini menjadi markas besar bangsa-bangsa asing seperti; Portugis, Arab, India, Cina, Spanyol, dan Belanda. sehingga banyak bahasa asing yang diserap kedalam bahasa pergaulan masyarakat multikultural Kota Ambon dalam melakukan interaksi budaya. Bahasa komunikasi pergaulan ini menjadi bahasa pemersatu yang digunakan untuk melakukan interaksi yang berhubungan dengan penerimaan dan
  • 56. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 55 penyebaran Informasi bagi komunitas masyarakat multikultural di Kota Ambon. B. Peta Struktur Wilayah Pulau Ambon 1. Topografi Pulau Ambon, dari sudut topografi (wilayah), ia adalah sebuah sub sistem, untuk mengetahui strategi yang akan digunakan dalam melakukan peta dakwah. Karena pentingnya hal tersebut perlu di informasikan topografi (wilayah) kota Ambon. Topografi kota Ambon sebagian besar berada di daerah yang berbukit yang berlereng terjajal seluas + 186,90 km2 atau 73 % dan daerah daratan dengan kemiringan sekitar 10% seluas 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah daratan. Wilayah daratan tersebar pada 3 kecamatan dan dikelompokkan pada tuju lokasi. Kota Ambon memiliki sepuluh gunung di antaranya tertinggi adalah gunung Nona yaitu 600 m dari pewrmukaan laut dialiri oleh 15 sungai. Sungai yang terpanjang adalah sungai sikula(waisikula) yaitu 15, 50 km2 2. Demografi Penyebaran penduduk Pulau Ambon yang terdiri dari lima Kecamatan. Kota Ambon sebelum dimekarkan wilayahnya pada tahun 1979 luasnya sekitar 4 km2 yang dihuni sekitar +100.000 jiwa. Dari 100.000 jiwa ini bertumpuk di kota sehingga Ambon dikenal sebagai
  • 57. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 56 kota terpadat di dunia versi majalah Budaya pada tahun 1996.62 dan perputaran regulasi pola hidup masyarakat di kota Ambon sangat dinamis 24 jam nyaris ramai di pusat perkotaan. Setelah dimekarkan luas kota Ambon bertambah 377 km2 dengan jumlah penduduk sbelum konflik + 350.000, jiwa. Letak dan batas wilayah kota Ambon sampai saat ini telah memiliki 5 kecamatan yang telah tersegregasi oleh komunitas Muslim dan komunitas Kristen secara komunal yang dipimpin oleh dua Raja secara garis besar yakni Raja Batumerah dan Raja Soya. Letak kota Ambon berada dalam wilayah Pulau Ambon. Secara geografis terletak pada posisi 30–40 lintang selatan dan 1280 – 1290 bujur timur. Kota Ambon secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah, dengan rincian batasan wilayah Petuanan desa Hitu, Hila, Kaitetu, dan sebelah Timur Desa Suli Kec. Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, dan sebelah barat petuanan Desa Hatu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Selain peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1979 luas wilayah Kota Ambon seluruhnya 377 Km2 dan berdasarkan hasil surve Tata Guna tahun 1980 Luas daratan Kota Ambon tercatat 359,45 Km2 yang terbagi menjadi tiga Kecamatan yakni kecamatan teluk Ambon Baguala dengan luas wilayah 158, 79 Km2, diikuti Kecamatan Sirimau seluas 112,31 Km2 dan Kecamatan Nusaniwe seluas 88,35 Km2. Sejak 62Majalah Budaya Indonesia, Vol/132/1996 di akses pada tanggal 12 Oktober tahun 2011 jam 10: 30. wit
  • 58. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 57 2007, Kota Ambon dimekarkan menjadi lima wilayah kecamatan, sebagai berikut: a) Kecamatan Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Karang Panjang Ambon. b) Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Amahusu. c) Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Passo d) Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Wayame e) Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Leahari. Kelima kecamatan ini, konsentrasi jumlah penduduk muslim di Desa Batumerah, Desa Waringin, Batu Gantung, Kampung Jawa Rumatiga dan Talake(tanah lapang kecil), dan Waihaong. Dari lima(5) Kecamatan ini ditambah desa di Jezirah Leihitu yang menjadi fokus pembuatan peta dakwah untuk melihat adanya keteraturan sistem informasi dakwah di tengah masyarakat multikultural di Kota Ambon. Teori yang digunakan untuk menelaah keteraturan sistem pemetaan sosial keagamaan adalah Talcott Parsons sosiolog abad ke 20. Gambaran cara kerja teori Parson ini misalnya akan mendeteksi cara masyarakat beradabtasi dengan budaya dan agama, cara mencapai tujuan yang dilakukan dengan cara berbeda-beda, cara melakukan interaksi sosial, dan cara memahami agama sebagai media spirit untuk mengatur
  • 59. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 58 tata tertib hidup di tengah masyarakat. Semua instumen ini difokuskan untuk menelaah kondisi sosial keagamaan masyarakat di Pulau Ambon dengan jumlah penduduk yang padat dan majemuk. Pertumbuhan Pulau Ambon meningkat dalam periode tahun 2010 sebesar 284.809 jiwa.63 Pertumbuhan penduduk yang di iringi oleh problematika sosial juga cukup tajam sehingga Mubalig memiliki peran strategis melakukan konstruksi informasi agama sebagai media untuk mengatur tatatertib hidup dan cara beragama yang baik untuk mencapai keharmonisan dalam melakukan interaksi dengan sesama umat manusia di Pulau Ambon. Untuk mencapai tata tertib hidup dan keharmonisan dalam berbangsa dan beragama di Pulau Ambon peran Peta Dakwah menjadi instumen yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui peta transformasi sumber informasi di Pulau Ambon. Hal ini perlu dideteksi karena salah satu indikator dalam menentukan kebijakan Pemerintah Kementrian agama di Daerah dalam melakukan pelayanan sosial keagamaan di Pulau Ambon peta dakwah adalah rujukan yang sangat substansial. Salah satu sub sistem penyelidikan adalah melakukan pemetaan informasi (maping information) yang dapat memperbaiki masyarakat di Pulau Ambon dan sumber informasi yang dapat merusak maind set (Budaya berpikir) masyarakat di Pulau Ambon yang berimplikasi pada lambatnya perubahan untuk mencapai Maluku tanah Pusaka yang sejahteran dan berkeadaban. 63Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam Angka, Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.
  • 60. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 59 Problematika kerap kali tidak seimbang dengan pelayanan agama akibat rasio jumlah Mubalig tidak seimbang dengan problematika sosial di kota Ambon. Hal ini membutuhkan sistem informasi dakwah yang dapat melayani umat dengan memaksimalkan infrastruktur KEMENAG di Daerah dengan memperbaiki sistem informasi dakwah. 4. Kondisi Masyarakat Masyarakat di Pulau Ambon termasuk masyarakat majemuk (heterogen) yang tinggal di Pusat Kota Ambon tersebar di lima kecamatan, tetapi konsentarasi penduduk terbesar dikecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau sebagai pusat kota sementara di jerizirah Leihitu cenderung homogen. Jumlah penduduk kota Ambon 478 jiwa/km2 wilayah. dari kepadatan penduduk komunitas masyarakat multikultural tersebut sebanyak 934 jiwa km2.64 Berdasarkan hasil registrasi penduduk, jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2006 sebanyak 263.146 jiwa, meningkat 0,7 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tahun 2010 berjumlah 365.983 jiwa. Jumlah ini terdistribusi pada lima kecamatan sebagaimana tergambar pada table berikut ini. No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah Pria Wanita 1 Teluk Ambon 14.154 13.337 27.491 2 Teluk Ambon Baguala 23.141 22.321 45.468 64op. cit., BPS Kota Ambon tahun 2010
  • 61. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 60 3 Nusaniwe 40.993 41.747 82.740 4 Sirimau 50.993 50.563 101.388 5 Leitimur Selatan 4.284 4.612 8.896 Total Jumlah Penduduk 133.397 132.586 265.983 Sumber BPS kota Ambon tahun 2010. Rasio jumlah penduduk pada tahun (2010:37) pertumbuhan penduduk dari tahun ketahun sudah mencapai sekitar 3% meskipun selama konflik kurang dari 1%. Kenaikan jumlah penduduk ini lebih disebabkan karena imigran lokal dari berbagai dari Bugis, Makassar, Lombok, Bima, Buton, Sumatra (Dominasi Padang), Jawa, Cina, dan pendatang dari luar pulau Ambon tetapi masih lingkup provinsi Maluku. Pertumbuhan jumlah penduduk ini sangat pesat sehingga lahan pekerjaan di Kota diisi oleh pendantang dari lokal maupun imigran lokal dari luar Provinsi Maluku. Kondisi ini ketika dakwah kurang berjalan secara maksimal maka akan melahirkan konflik psikologis yang cukup tinggi. Dalam aspek interaksi sosial ketika peta dakwah dan rencana strategis dakwah tidak jelas maka sulit mendambakan masyarakat yang maju pemikirannya dalam memenuhi kebutuhan dasar, penunjang, dan kebutuhan lainnya. Dari data rawan sosial ini termasuk struktur lapisan sosial masyarakat multikultural yang memiliki dampak terhadap seluruh aktifitas sosial sistem informasi Dakwah di Kota Ambon. Permasalahn sosial ini termasuk permasalahan seluruh rakyat Indonesia untuk meminimalisasi kerawanan sosial untuk menghindari konflik demi
  • 62. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 61 merawat, menjaga, dan melestarikan keharmonisan dalam membangun sebuah struktur masyarakat multikultural yang lebih kepada kedamaian. 5. Keamanan Keamanan di kota Ambon bagi orang yang biasa tinggal di Ambon faktor keamanan cukup kondusif tetapi riak-riak benturan sosial tetap ada sehingga peran keamanan di Pulau Ambon sangat urget diperkuat akibat pola kehiudpan yang sangat dinamis sehingga kerap kali terjadi penturan psikologis dan fisik. Hal ini penting diperhatikan karena pelaksanaan dakwah bisa maksimal jika keamanan ini dapat dijaga dengan baik. Keberhasilan sendi-sendi pereknomian, pelayanan jasa, serta tugas-tugas pemerintahan lainnya sangat tergantung pada kondisi keamanan dan ketertiban sebuah Kota. Dalam catatan POLRES Pulau Ambon dan Pulau-pulau lease pada tahun 2010 data yang mengganggu KAMTIBMAS sebanyak 369 orang pelaku yang terdiri dari 10 orang wanita dan 377 laki-laki.65 Dari jumlah perkara ini menunjukkan bahwa, kota Ambon masih rawan terjadi benturan informasi yang berakhir dengan konflik fisik dan psikis. Hemat penulis hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh pola hiudp sektarian dan sistem politik yang belum mapan. Semakin tinggi materi informasi politik semakin besar peluang terjadinya konflik. Informasi politik ini juga peran media di kota Ambon cukup signifikan 65Ibid., Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam Angka, Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.
  • 63. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 62 dalam melakukan konstruksi informasi di tengah masyarakat. Argumentasi ini di interpretasi dari hasil terbitan koran yang ada di kota Ambon 81% materi berita yang diinformasikan kepada masyarakat di kota Ambon adalah informasi politik.66 Inilah pentingnya dakwah untuk memberikan keseimbangan informasi di tengah masyarakat. Data BPS tersebut jumlah kriminal menunjukkan bahwa kota Ambon masih berada pada tataran rawan konflik. Hal ini disebabkan lemahnya sendi-sendi sistem informasi dakwah dalam masyarakat. Publikasi dakwah lebih didominasi pada setiap hari jumat saja. Ketertiban masyarakat sampai sekarang ini masih dijaga oleh aparat keamanan baik dari pihak TNI maupun kepolisian khususnya diperbatasan Islam dan kristen. Realitas sosial masyarakat seperti menunjukkan jika terjadi kerusuhan belum sepenuhnya dapat dikendalikan dengan baik. 6. Penyebaran Rumah Ibadah. Penyebaran rumah ibadah di kota Ambon yang berjumlah 108 termasuk cukup meningkat akibat dari segregasi pemukiman penduduk dari jumlah rumah ibadah juga yang dibangun baru sesuai jumlah penduduk di komunitas muslim. Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Karang Panjang Ambon. Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Amahusu. Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota Kecamatan 66Hasil Penelitian Syarifudin, Pemberitaan Harian Pagi Ambon Ekspres terhadap fenomena politik di kota Ambon (Ambon: Tahun 2010), h. 19.
  • 64. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 63 terletak di Passo Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Wayame Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Leahari. 7. Jumlah Mubalig dan Rasio penduduk Jumlah Mubalig yang aktif di kota Ambon sebanyak 65 orang. Mubalig ini setiap jumat dan pada bulan suci ramadhan mengisi khotbah, ceramah, dan pengajian lainya. Jumlah Mubalig di kota Ambon ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kurang seimbang. Kondisi melahirkan problematika dakwah yang cukup signifikan karena informasi agama didominasi oleh informasi materialisme, kapitalisme, dan sosialisme. Kondisi masyarakat seperti ini dapat dipastikan akan terjadi potensi kriminal yang cukup tinggi, pencurian, aborsi, pemerkosaan, minuman keras, Pesta sebagai biangnya konflik, mudah diadudomba, perkelahian antar kampung sangat tinggi, cepat terkena isu-isu negatif. Lemahnya pendidikan agama, TPQ tidak maksimal, Humas kementerian Agama tidak berfungsi secara maksimal. 8. Lembaga Dakwah melalui pendidikan 1. Pendidikan Umum Sektor pendidikan adalah indikator sebuah perubahan masyarakat pada masyarakat multikultural dan lompatan perubahan itu sangat tergantung pada kantong-kantong pendidikan yang dibangun dan dikembangkan untuk mencerdaskan pola pikir masyarakat multikultural.
  • 65. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 64 Semua negara-negara yang mencetak peradaban investasi awalnya adalah memperbaiki kultul pendidikan dengan baik. Wawasan ini menjadi indikator sebuah kemajuan, semakin lemah kualitas pendidikan semakin sulit sebuah perubahan muncul dari sebuah bangsa, masyarakat tersebut. Dengan demikian pendidikan juga perlu dibenahi untuk meraih sebuah lompatan perubahan yang cepat ke arah masyarakat yang lebih baik. Pendidikan adalah proses tranformasi informasi dakwah yang dapat merubah cara berpikir masyarakat untuk lebih meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan diduni dan diakhirat. Kota Ambon dengan jumlah pendidikan Islam 15 sekolah mulai dari TK sampai SD maka, belum dimaksimalkan untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih baik dan bermartabat. Hal ini perlu sistem informasi dakwah untuk mengatur regulasi informasi yang lebih produktif bagi kemakmuran masyarakat Indonesia di Maluku dan kota Ambon secara khusus sebagai barometer kemajuan di Provinsi Maluku. Rasio gambaran pendidikan di Maluku mulai dari taman pendidikan kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi memiliki perkembangan yang cukup baik. perkembangan ini dapat penulis deskripsikan pada tabel berikut ini: NO SEKOLAH TAHUN 2005 JUMLAH GEDUNG MURID GURU 1 TK 54 2.941 226 2 SD 120 36.900 1.932 3 SMP, MTs 38 14.612 1.240
  • 66. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 65 4 SMU TSANAWIAH 24 13.430 910 5 PT(Perguruan Tinggi) 9 6 Pascasarjana 1 Dari alumni perguruan tinggi yang dapat diandalkan untuk melakukan dakwah kepada masyarakat multikultural pada sembilan perguruan tinggi prsentasi untuk masuk pada jurusan dakwah baik kristen maupun Islam sangat memprihatinkan. Hal inilah yang menyebabkan publikasi dakwah di kota Ambon kurang berhasil sehingga membutuhkan kajian baru tentang hal ini. Dalam konteks ini penulis akan eksplorasi sistem informasi dakwah pada masyarakat multikultural di Kota Ambon. 2. Pendidikan Islam Media dakwah melalui dinamika pendidikan Islam di Pulau Ambon terbagi menjadi dua bagian secara umum yakni pendidikan yang berbasis madrasah dan pendidikan yang bersifat pesantren. Peran pesantren dalam melakukan konstruksi dakwah termasuk sub sistem yang memiliki peran strategis karena mendidik kalangan anak-anak dan remaja yang akan menjadi harapan masyarakat Maluku kedepan yang lebih baik.
  • 67. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 66 Jumlah Madrasah dan kepala sekolah No Nama Madrasah Kepala sekolah I MIN 1. Min I Ambon 2. Min II Poka Kusnadi Hi. Umar, S.Ag Ahmad Seknun II MIS 1. MIS Nurul Ikhlas 2. MIS Attohiriyah 3. MIS Cokroaminoto A.Siyauta Ramli Kubal Wuraidah Tuasikal III MIT 1. MIT Assalam 2. MIT Ishaka 3. MIT Al-Madinah 4. MIT Al-Anshor Johra Holle, M.Si Thalha, MA Rakmi Akohilo Ansar Manaban, ST IV MTs dan MTsN 1. MTsN Batu Merah 2. MTs Al-Fatah 3. MTs Al-Anshor 4. MTs Nurul Ikhlas 5. MTs Al-Muhajirin 6. MTs Al-Khairat Drs. Moh. Fathoni, M.Pd. Drs. Yamin Ipa Zamrin Jamdin, S.Pd. Hj. Nurhayati M, S.Pd. Mahmut kasim Hi. Ikram Ibrahim, Lc. V MAN, MAS, RA. 1. MAN I Ambon 2. MAS Al-Fatah 3. RA Al-Manshura 4. RA As-Salam 5. RA Al-Mawadah 6. RA Ittaqullah 7. RA Perkasa Drs. M.Shodik Hj. Murni kabalmay, S.Pd.I ------- Rugaya Mahulauw, S.Ag FW Lating Nurbia H/M A.M.Pd. RA Rusna Talabuddin
  • 68. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 67 8. RA Al-Hilal Karangjang 9. RA Darul Naim 10. RA Mutiara Astiana Lagida Khaerunnisa Karepesina, S.Hi Siti Khadijah, S.Ag. Total Jumlah Pendidikan Islam 26 Duapuluh enam) 3. Jumlah Masjid Selama ini ‚Masjid-masjid di kota Ambon dibangun megah (mentereng), tetapi sepi dari pelaksanaan (aktivitas ta’mir masjid). Karena itu masjid menempati posisi sentral (Islamic Centre), yaitu sebagai kegiatan ibadah, pusat pembinaan umat Islam, sekretariat pemerintah Islam, pusat dakwah, pusat pengembangan kebudayaan Islam, mahkama Islam dan baitul mal (lembaga pemberdayaan ekonomi umat Islam) sebagai pusat kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan oleh kelompok jama’ah masjid dalam mengatasi kemiskinan dan buta aksara Al-Quran yang berbasis digital. Kondisi sosial keagamaan di kota Ambon yang berada di kota Ambon berada di pesisir pantai dan lereng gunung. Entitas dakwah dan pembinaan di kota Ambon belum maksimal seperti layaknya masjid- masjid moderen yang memiliki sumber daya dan fasilitas pengelolaan masjid yang sudah profesional. Indikasi ini tampak karena rasio jumlah Mubalig tidak sebanding dengan jumlah penduduk Islam di kota Ambon. Selain itu belum adanya pembinaan yang sistematis secara kontinyu cara memakmurkan masjid dengan berbagai aktifitas kegiatan masjid.
  • 69. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 68 Peta dakwah menjadi penelitian di kota Ambon tentang pengelolaan management sistem informasi secara moderen termasuk di dalamnya pembelajaran Al-Quran digital sangat urgent dilakukan karena kota Ambon termasuk pusat kota yang masih rendah metode pemahaman tentang ilmu pengelolaan management sistem informasi masjid yang masih rendah. Hal itu tampak dalam pelayanan umat kurang adanya data perencaanan dakwah, tidak ada rencana strategis pemberdayaan buta huruf aksara Al-Quran yang moderen, tema-tema dakwah belum disusun sesuai kebutuhan umat, dan belum adanya peta dakwah di kota Ambon berasumsi bahwa hal ini dapat menyulitkan para Mubalig mentransformasikan dakwanya sesuai kebutuhan masyarakat di kota Ambon. Masjid di kota Ambon sebagian belum memiliki "Batiul Mal" yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah belum diberdayakan ekonominya melaui masjid lewat tema-tema pembinaan kewirausahaan misalnya adanya baitul mal yang bersumber dari Zakat, Infaq, dan shadaqah. Realitas ini masyarakat akademis perlu ada kepedulian dan keprihatinan yang dalam serta adanya kepekaan sosial untuk memberikan solusi melalui pemberdayaan. Atas dasar argumentasi inilah sehingga diharapkan LPM kerjasama dengan Dosen, Mahasiswa IAIN Ambon agar dapat menjadikan kota Ambon sebagai lokasi yang menjadi
  • 70. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 69 pusat pengembangan dakwah, seperti taman baca al-Qur’an lewat masjid-masjid. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi buta aksara Al- Quran sebagai persoalan mendasar dalam ajaran Agama. Dari hasil penelitian ini didapatkan kondisi realitas di kota Ambon adalah: 1. Umat Islam di kota Ambon menjadikan masjid sekedar dijadikan ibadah ritual saja belum menjadi pusat aktifitas pemberdayaan umat secara komprehensif. 2. Pemberdayaan dan pembinaan penghulu masjid tentang wawasan pengelolaan masjid dengan management moderen dan pemberdayaan Al-Quran Digital di kota Ambon. 3. Belum Adanya RENSTRADAK (Rencana Strategis Dakwah) bagi masyarakat pesisir (khususnya di Desa larike dan Desa Wakasihu) yang secara spesifik untuk mencapai target Pembinaan cara pengurusan janazah, pengembangan TPQ Digital, dan pembinaan pengelolaah wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah sebagai wadah untuk pembedayaan eknomi masjid untuk lebih memaksimalkan pelayanan Jamaah di Desa Larike dan Desa Wakasihu. Kondisi yang diharapkan. 1. Masyarakat menyadari bahwa perlu ada Rencana Strategis dalam pelananan Agama secara komprehensip pada umat di kota Ambon. Masjid bukan saja untuk kegiatan ritual saja, tetapi masjid adalah media silaturrahmi umat dan tempat penggalian ide-ide yang dapat menjadikan sebuah Desa lebih maju dan pola hidupnya lebih bersahaja.
  • 71. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 70 2. Memiliki management moderen, pengelolaan masjid dapat memberikan sugesti melalui penghulu masjid yang profesional dibidang pelayanan masjid antara lain: memiliki Imam yang fasih bacaannya, muazzim, memiliki Guru ngaji yang dapat mengajarkan Al-Quran dengan baik, serta masjid memiliki pengurus janazah dan pekuburan yang baik. 3. Masyarakat di kota Ambon memiliki infrastruktur taman pengajian yang berbasis Al-Quran digital sebagai wadah penunjang tambahan untuk mempercepat daya serap memahami Al-Quran yang telah dikemas dalam sebuah program komputerais. Realitas sosial keagamaan. Data yang menggambarkan kota Ambon sebagai masyarakat multikultural berdasarkan agama sulit didapatkan datanya secara akurat, setiap kecamatan hanya memprediksi jumlah pemeluk agama. Situs resmi pemerintah, tidak menyediakan informasi tentang jumlah penduduk perkecamatan. Data yang penulis dapatkan pada BPS tahun 2007 tentang klaster pemeluk agama berdasarkan kecamatan sebagai berikut: No Kecamatan Agama Islam Protestan Katolik Hindu Buhda Jumlah 1 Nusaniwe 26.146 52.645 4.550 54 26 83.421
  • 72. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 71 2 Sirimau 45.247 54.879 7.332 92 70 107.647 3 T.A.Baguala 32.630 34.161 5.226 51 10 72.078 Sumber: BPS tahun 2010. Adapun jumlah rumah ibadah sebagai publikasi informasi keagamaan kepada pemeluk agama dapat dilihat pada tabel berikut: Masjid Gereja Protestan Gereja Katolik Hindu Buhda 103 209 7 7 10 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kota Ambon terbagi menjadi lima kecamatan, komposisi demografi (penduduk) di kota Ambon terkonsentrasi dikecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau yang merupakan pusat kota 934 jiwa/km2. Wialyah terluas kecamatan teluk Ambon Baguala namun jumlah penduduknya paling rendah 478/jiwa, topografi (struktur fisik) wilayah kota Ambon sebagian besar berada didaerah berbukit, lereng gunung terjal + 186,90 km2 kemiringan 10% -17% dari luas wilayah daratan dan gunung tertinggi adalah gunung nona 600 m dari permukaan laut. Peta wilayah demografi dan topografi dakwah di kota Ambon.
  • 73. Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 72 2. Rasio penyebaran rumah ibadah dari ke lima kecamatan cukup merata dan setiap kali khotbah jumat masjid-masjid ini terisi dengan baik. Adapun jumlah Mubalig tidak berimbang dengan besarnya jumlah penduduk di kota Ambon. Mubalig yang aktif sebanyak 68 menghadapi umat sebanyak 332.000 juta jiwa. Teknologi penyebaran dakwah juga sangat manual lewat mimbar dan pendidikan saja. Jumlah pendidikan madrasah 26 buah dan pesantren 10 buah, semua pendidikan ini tetap tidak seimbang dengan rasio jumlah penduduk dengan konstruksi informasi dakwah. Regulasi informasi di kota Ambon 86,5 % didominasi oleh berita politik yang menguasai alam pikiran Masyarakat di kota Ambon. Kondisi ini hemat penulis kurang sehat sementara kajian ilmu kurang berkembang, sehingga tantangan dakwah di kota Ambon cukup memiliki tantangan yang cukup berat. 3. Efektifitas lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berjumlah 26 dan pesantren 10 buah ini juga masih belum efektif jika menggunakan standar penyebaran teknologi informasi dakwah secara moderen dalam menyelenggarakan kegiatan dakwah, wawasan sebagian besar umat di kota Ambon bahwa dakwah yang mereka kenal hanya di mimbar saja, atas dasar ini maka pembinaan umat lebih menjadikan masjid sebagai tempat satu- satunya media yang dapat membicarakan persoalan agama, sementara di tengah masyarakat kurang menjadi media dakwah.