SlideShare a Scribd company logo
1 of 55
Hukum Agraria Nasional
KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL
• 1. Rumusan Konsepsinya
• Hukum adat merupakan sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Ini berarti
antara lain bahwa pembangunan Hukum Tanah Nasional dilandasi konsepsi Hukum Adat, yang
dirumuskan dengan kata-kata:
• Komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak
atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan.
• 2. Sifat Komunalistik Religius
• Sifat komunalisti religious konsepsi Hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Psal 1 ayat 2:
• Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagi karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan
ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
• Kalau dalam Hukum Adat tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan, mak dalam Hukum Tanah Nasional semua tanah dalam wilayah Negara
kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia.
Pernyataan ini menunjukkan sifat Komunalistik konsepsi hukum Tanah Nasional.
• Unsur religious konsepsi ini ditunjukan oleh pernyataan, bahwa bumi, air
dan ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya, merupakankarunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa
Indonesia. Dalam konsepsi Hukum Adat sifat keagaamn Hak Ulayat masih
belum jelas benar, dengan rumusan, bahwa tanah ukayat sebagai tanah
bersama adalah “peninggalan nenek moyang” atau sebagi “karunia
sesuatu kekuatan yang gaib”. Dengan adanya sila “Ketuhanan Yang Maha
Esa” maka, dalam Hukum Tanah Nasional, tanah yang merupakan tanah
bersama Bangsa Indonesia, secara tegas dinyatakan sebagai Karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian sifat religiusnya menjadi jelas
benar.
• Suasana religius Hukum Tanah Nasional tampak juga dari apa yang
dinyatakan dalam Konsederans/Berpendapat dan pasal5, sebagai pesan
atau peringatan kepada pembuat Undang-Undang, agar dalam
membangun Hukum Tanah Nasional jangan mengabaikan, melalaikan,
harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama
PRINSIP-PRINSIP HUKUM TANAH
NASIONAL
• 1. Asas Nasionalitas
• Pasal 1 UUPA
• (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air
dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa
Indonesia.
• (2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
• (3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta
ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah
hubungan yang bersifat abadi.
• Jadi, bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah
Republik Indonesia menjadi hak dari Bangsa Indonesia,
jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para
pemiliknya saja.Demikian pula, tanah di daerah-daerah
dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak
rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan
saja. Dalam pasal 3 ayat 3 ini berarti bahwa selama
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa
Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang
angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka dalam
keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu
kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau
meniadakan hubungan tersebut.
2. Asas Hak Menguasai Negara
• Pasal 2 UUPA
• (1) Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasikekuasaan seluruh rakyat.
• Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki” akan tetapi pengertian yang
memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
untuk pada tingkatan tertinggi.
• (2) Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini memberi
wewenang untuk:
• a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
• b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
• c. Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
• Hak menguasai dari Negara tersebut ditujukan untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti
terwujud kebahagian dan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
• Atas dasar hak menguassai dari Negara tersebut, Negara
dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan
hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya. Misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha dan
lainnya.Dalam pelaksanaannya, hak menguasai dari Negara
tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah
swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.
3. Asas Pengakuan Hak Ulayat
• Pasal 3 UUPA
• Dengan mengingat etentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
•
• Pasal 5 UUPA
• Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-
unsur yang bersandar pada hukum agama.
• Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban
suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah
yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat atas tanah
masyarakat hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah
yang ada di wilayah masyarakat hukum adat.
• a. Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam
• Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam
menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan
kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara
kesejahteraan anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar
tidak timbul bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang
menarik ialah ketika pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris
maka masyarakat hukum adatlah yang menjadi ahli warisnya.
• b. Hubungan Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan
• Ada pengaruh timbal balik antara Hak Ulayat dengan hak-hak
perseorangan yakni semakin banyak usaha yang dilakukan oleh
seseorang atas suatu tanah maka semakin kuat pula haknya atas
tanah tersebut.Misalnya tanah yang memiliki keratan dan semakin
diakui sebagai hak milik, tiba-tiba tidak diusahakan lagi, maka tanah
pribadi tersebut diakui kembali menjadi hak Ulayat.
• c. Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke luar
• Setiap orang yang bukan masyarakat hukum adat suatu daerah
dilarang untuk masuk limgkungan tanah wilayah suatu masyarakat
hukum adat tanpa izin Penguasa hukum adatnya.Cara
mendapatkan izin ialah dengan memberikan barang (pengisi adat)
secara terang dan tunai
• Sekalipun hak ulayat masih diakui keberadaannya
dalam sistem Hukum Agraria Nasional akan
tetapi dalam pelaksanannya berdasarkan asas ini,
maka untuk kepentingan pembangunan tidak
dibenarkan jika masyarakat hukum adat
berdasarkan hak ulayatnya menolak dibukaknya
hutan secara besar-besaran dan teratur untuk
melaksanakan proyek-proyek yang besar,
misalnya pembukaan areal pertanian yang baru,
transmigrasi dan lainnya.
4. Asas Tanah mempunyai Fungsi
Sosial
• Pasal 6 UUPA
• Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
•
• Tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau
tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi
kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
• Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat
daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat
dan Negara.Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti,
bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh
kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria
memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan.
5. Asas Perlindungan
• Pasal 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 UUPA:
• Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-
batas ketentuan pasal 1 dan 2.
• Yaitu bahwa orang perseorangan atau badan hukum dapat
mempunyai hak atas tanah untuk keperluan pribadi maupun
usahanya.
• Pasal11 (2) UUPA:
• Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum
golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan
terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah.
•
• a. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing.
• b. pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2).
• c. Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang
luasnya terbatas.
• d. Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat
mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).
• e. Dasar pertimbangan melarang badan-badan hukum mempunyai hak
milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai
hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya.
• f. Boleh hak lain, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi
keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna-
bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41).
• g. Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud
menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah
yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).
• h.      Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mem- punyai hak 
milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan ma- syarakat yang sangat erat 
hubungannya dengan faham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, 
maka diadakanlah suatu "escape-clause" yang memungkinkan badan-badan 
hukum tertentu mempunyai hak milik.
• i.        Dengan adanya "escape-clause" ini maka cukuplah nanti bila ada keperluan 
akan hak milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh 
Pemerintah, dengan jalan menunjuk badan hukum tersebut sebagai badan-badan 
hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 2).
• j.        Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan 
ditunjuk dalam pasal 49 sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik 
atas tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang 
sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan 
bidang itu mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.
•
6.      Asas Persamaan Hak antara Laki-
laki dan Perempuan
• Pasal 9 (2):
• Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk
mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
• Pasal 11 (20)
• Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat
diamana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan
dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi
lemah.
• Ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasita, 
dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik 
serta pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Ketentuan 
ini merupakan alat untuk melindungi golongan-golongan yang lemah.
• Dalam hubungan itu dibuat ketentuan yang dimaksudkan mencegah terjadinya 
penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas 
dalam bidang-bidang usaha agraria.
• Segala usaha bersama dalam lapangan 
agrarian harus didasarkan atas kepentingan 
nasional dan pemerintah berkewajiban 
mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha 
perseorangan dalam lapangan agrarian yang 
bersifat monopoli swasta.Dan tidak hanya 
monopoli swasta, tetapi juga usaha-usaha 
pemerintah yang bersifat monopoli harus 
dicegah jangan sampai merugikan rakyat 
banyak.
7.      Asas Tanah untuk Pertanian
• Pasal 10 (1) UUPA
• Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak ats tanh pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan tau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
• Pasal 12 UUPA
• (1)    Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
• (2)    Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.
• Pasal 13.
• (1)   Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga
meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin
bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya.
• (2)   Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan
perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
• (3)   Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan
dengan Undang-undang.
• (4)   Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam
usaha-usaha di lapangan agraria.
• Pelaksanaan asas tersebut menjadi dasar hampir diseluruh dunia yang menyelenggaarakan landreform.Yaitu tanah 
pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara efektif oleh pemiliknya sendiri.
8.      Asas Tata Guna Tanah
• Pasal 7 UUPA
• Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
• Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara dalam bidang 
agrarian, perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, 
penggunaan dan persedian bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai 
kepentingan hidup rakyat dan Negara.
• a.       Rencana umum (National Planning)
• ð  Rencana yang meliputi seluruh  wilayah Indonesia, kemudian diperinci menjadi 
rencana-rencana khusus.
• b.      Rencana khusus (Regional Planning)
• ð  Perencanaan atas bagian per bagian wilayah di Indonesia atau dapat dikatakan 
rencana per daerahnya.
• Asas ini merupakan hal yang baru dengan tujuan setiap jengkal tanah 
dipergunakan se efisien mungkin dengan memperhatikan asas Lestari, Optimal, 
Serasi, dan Seimbang (LOSS) untuk penggunaan tanh di pedesaan, sedangkan asas 
Aman, Tertib, Lancar dan Sehat (ATLAS) untuk penggunaan tanah di perkotaan.
 Hukum Adat Dalam UUPA
• 1.      UUPA Mengakhiri Kebhinnekaan Peraturan Pertanahan
DiIndonesia
• Berlakunya UUPA merupakan perubahan yang mendasar dalam Hukum 
Tanah (Hukum Agraria) Indonesia. Sejak tanggal 24 dicatat sebagai salah 
satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah Agraria / pertanahan 
di Indonesiapada umumnya dan pembaharuan Hukum Agraria / hukum 
tanah pada khususnya.
• Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria bersifat dualistik, yakni 
berumber pada Hukum Adat dan hukum Agraria Barat. Sejak UUPA 
berlaku maka Hukum Agraria Barat tersebut dinyatakan tidak berlaku, dan 
sifat dualistik tersebut juga hapus, yang berlaku adalah UUPA sebagai 
hukum positif yang berlaku secara unifikasi di Indonesia.
• Bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan 
rakyatnya, termasuk perekonomian, terutama masih bercorak agraris, 
bumi, air, dan ruang angkasa sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa 
mempunyai pungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat 
yang adil dan makmur.
• Bahwa hukum agraria masih berlaku sekarang ini 
sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi 
dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi 
olehnya, sehingga bertentangan dengan rakyat dan 
negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional 
sekarang ini serta pembangunan semesta.
• Bahwa dalam hukum agraria tersebut mempunyai sifat 
dualisme, dengan berlakunya hukum adat disamping 
hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat.
• Bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu 
tidak menjamin kepastian hukum.
• Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya 
merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat 
yang adil dan makmur, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal 
justru merupakan penghambat tercapainya cita-cita di atas. Hal itu 
disebabkan terutama :
• Karena Hukum Agraria yang berlaku sekarang ini tersusun berdasarkan 
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi 
dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat 
dan negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka 
menyelesaikan revolusi nasional sekarang.
• Karena sebagai akibat politik hukum pemerintahan jajahan itu Hukum 
Agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-
peraturan dari hukum adat disamping peraturan-peraturan dari yang 
didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan berbagai 
masalah antar golongan yang sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita 
persatuan bangsa.
• Karena bagi rakyat asli hukum Agraria 
penjajahan itu tidak menjamin kepastian 
hukum berhubung dengan itu maka perlu 
adanya hukum agraria baru nasional, yang 
akan mengganti hukum yang berlaku sekarang 
ini, yang tidak lagi bersifat dualisme, yang 
sederhana dan menjamin kepastian hukum 
bagi seluruh rakyat.
UUPA Sebagai Hukum Pertahanan
Nasional
• Peraturan dasar hukum formal sebagai landasan yuridis dan filosofis bagi 
pembentukan politik UUPA adalah pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Sebagaimana 
disebutkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan politik 
pertahanan, jika dicermati ketentuan ini maka kata “menguasai” memberikan 
pernyataan kewenangan menguasai negara yang diberi kewenangan untuk 
menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, 
kewenangan menguasai tanah yang diberikan kepada negara untuk mengatur 
peruntukkannya yang ditujukan bagi masyarakat (falsafah atau jiwa dan semangat 
UUPA)
• Di lihat dari segi berlaku, UUPA mempunyai dua substansi, yaitu
• a.         Menyatakan tidak berlaku lagi dan mencabut Hukum Agraria Kolonial, 
berarti mengakhiri hukum agraria kolonial dan menghapus dualisme hukum 
agraria kolonial, dan
• b.         Membangun hukum agraria atau hukum tanah nasional, berarti 
membangun pradigma hukum pertahanan yang berorientasi bagi kemakmuran 
seluruh rakyat, berfungsi sosial dengan kemakmuran seluruh rakyat, berfungsi 
sosial dengan menghormati hak dan mengakui hak pribadi, kesederhanaan dan 
memberikan kepastian hukum, negara berfungsi sebagai regulator dan 
menempatkan hukum adat sebagai dasarnya.
• UUPA sebagai hukum pertanahan nasional mempunyai dua sifat, yakni :
• Sifat nasional format, sifat tersebut dapat dilihat.
• 1.      UUPA dibentuk dan dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
• 2.      Disusun dalam Bahasa Indonesia, berlaku dalam wilayah Indonesia.
• Sifat nasional materil, sifat ini dapat disimak bahwa Hukum Agraria Nasional harus bertujuan dan 
bersifat nasional, yakni :
• 1.      Hukum Agraria Nasional berdasarkan Hukum Adat.
• 2.      Hukum Agraria Nasional harus sederhana.
• 3.      Hukum Agraria Nasional harus menjamin kepastian hukum bagi rakyat seluruh Indonesia.
• 4.      Hukum Agraria Nasional tidak boleh mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum 
agama.
• 5.      Fungsi bumi, air dan kekayaan alam serta ruang angkasa harus sesuai dengan kepentingan 
rakyat Indonesia.
• 6.      Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai azas 
kerohanian Bangsa Indonesia.
• 7.      Hukum agraria Nasional harus melaksanakan ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang 
mewajibkan negara harus mengatur pemilikan, penggunaan dan peruntukan tanah sehingga dapat 
dicapai penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
• Kehadiran UUPA mengakhiri dualisme hukum yang berlaku 
sebelumnya, diganti dengan sistem hukum tanah nasional 
yang didasarkan pada falsafah hukum adat. Ini berarti 
UUPA dimaksudkan sebagai Undang-Undang pokok yang 
secara umum mengatur mengenai norma-norma hukum 
agraria yang secara umum mengatur mengenai hukum 
tanah. Dalam pelaksanaan sekarang ini UUPA tidak lagi 
memadai dalam mengantisipasi berbagai permasalahan 
pertanahan yang cenderung meningkat tajam dan 
komplekas.
• Inkonsistensi terjadinya duplikasi pengaturan 
mengakibatkan tumpang tindih, tidak singkron, penafsiran 
yang luas tidak jarang merugikan masyarakat.
  Kedudukan Hukum Adat Dalam
UUPA
• Hukum Indonesia dalam arti hukum positif bersumber pada Pancasila dan 
UUD 1945. Menurut pandangan UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam 
pembukaan yang berpangkal pada kemerdekaan sebagai hak segala 
bangsa. Dalam kalimat selanjutnya dalam pembukaan itu menunjukkan 
konsep lebih lanjut dalam garis besar dari isi kemerdekaan, yang menurut 
paham Indonesiamenjadi sumber materil UUD 1945. hukum dasar yang 
dimaksud adalah yang merupakan wujud rumusan dari filsafat Pancasila. 
Hukum dasar tersebut merupakan penjabaran dari Rechsidee. 
Sumbernya Rechsidee itu ialah nilai-nilai budaya Indonesia.
• Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang masih sederhana, dengan 
lingkup personal dan teritorial yang terbatas. Hukum Agraria Nasional 
dimaksudkan sebagai hukumnya masyarakat modern, dengan lingkup 
personal yang meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 
Sehingga penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian 
kepentingan masyarakat dalam koteks negara modern dan dunia 
International.
• Sesuai dengan fungsi hukum adat sebagai pelengkap hukum tertulis, maka berdasarkan pasal 5 dan 
penjelasan III (1) UUPA maka hukum pelengkap itu perlu mengalmi pembersihan (sanering, retool). 
Lebih dulu.
• Ketentuan UUPA yang mengatur kedudukan hukum adat, selain ketentuan hukum tersebut diatas 
dapat dilihat dalam bagian lain sebagai berikut :
• a.       Konsiderans Bagian Berpendapat a : Bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam 
pertimbangan diatas perlu adanya hukum Agraria nasional, yang berdasarkan hukum adat tentang 
tanah, yang sederhana yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan 
tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
• b.      Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasai 
kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan 
dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
• c.       Pasal 3 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, 
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang 
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan 
peraturan lain yang lebih tinggi.
• d.      Penjelasan Pasal 5 : Penegasan hukum adat dijadikan dasar dari hukum Agraria yang baru. 
Selanjutnya lihat Penjelasan Umum (III angka 1).
• Berdasrkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut diatas, UUPA memberikan
kedudukan sebagai posisi dasar. Karena itu, hukum adat berlaku dalam kerangka
UUPA sebagai kesatuan tidak terlepas dari UUPA itu sendiri. Dengan perkataan
lain, pasal-pasal dalam UUPA merupakan kristalisasi dari asas hukum adat
sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat.
• Pembentukan hukum Agraria nasional mempunyai 2 (dua) kedudukan, yaitu :
• “Hukum adat sebagai dasar utama”. Hukum adat sebagai dasar utama hukum
Agraria nasional disimpulkan dari Konsiderans UUPA di bawah perkataan
“Berpendapat” dan dalam Penjelasan Umum III No. 1.
• “Hukum adat sebagai pelngkap”. Hukum adat sebagai pelengkap mempunyai arti,
yaitu bahwa pembentukan hukum nasional yang mewujudkan kesatuan hukum,
kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak memerlukan suatu
proses yang memakan waktu. Selama proses itu belum selesai, hukum tertulis
yang sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan pelengkap agar tidak
terjadi kekosongan hukum.
•
• Pemberian kedudukan hukum adat sebagai dasar pembentukan UUPA
pada hakekatya adalah merupakan pengakuan terhadap eksistensi hukum
adat yaitu :
• Pengakuan dan penegasan sebagai dasar hukum berlakunya hukum adat :
• Pengakuan terhadap Hukum-hukum adat merupakan posisi dasar
berlakunya hukum adat.
• Hukum adat yang dimaksudkan UUPA adalah hukum adat hukum aslinya
golongan rakyat pribumi yang merupakan hukum yang hidup dalam
bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli,
yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berdasrkan
keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan atau prinsip
nasionalitas, Pro kepentingan negara, Pro kepentingan bangsa, Pro
Pancasila tidak bertentangan dengan Undang-undang / peraturan
perundangan yang lebih tinggi dan ditambah unsur agama.
• Karena itu memberlakukan hukum adat dengan disertai dengan
persyaratan, bahwa hukum adat itu tidak boleh bertentangan dengan :
• - Kepentingan nasionalisme dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa.
• - Sosialisme Indonesia
• - Peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA
• - Peraturan-peraturan Perundangan lainnya.
• - Unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama
• - Pembatasan-pembatasan bagi berlakunya hukum adat tidaklah
mengurangi arti ketentuan pokok dalam UUPA, bahwa hukum Agraria
memakai hukum adat sebagai dasar dan sumber utama
pembangunannya.
• Pengakuan hukum adat merupakan perlindungan hukum masyarakat
adat. Pengakuan hukum adat sebagaimana disebutkan dalam pasal 5
UUPA merupakan suatu bentuk keragu-raguan, terutama mengenai
kemampuan hukum adat dalam memenuhi tuntutan masyarakat modern.
Hal ini terutama dilontarkan oleh penganut paham kodifikasi yang intinya
hukum adat tidak menjamin kepastian hukum.
Upaya Penyusunan Hukum
Agraria Nasional
• Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang dicetuskan pada
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia
merupakan suatu tonggak sejarah sebagai simbol terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Secara yuridis,
proklamasi tersebut memiliki makna terputusnya atau tidak berlakunya
hukum kolonial dan saat mulai berlakunya hukum nasional, sedangkan
secara politis, proklamasi kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa
Indonesia terlepas dari penjajahan menjadi bangsa yang merdeka.
• Proklamasi kemerdekaan tersebut memberi arti penting terhadap upaya
penyusunan hukum agraria nasional. Pertama dengan proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia memutuskan hubungan dengan hukum
agraria kolonial sekaligus, yang kedua, bangsa Indonesia berupaya
membentuk hukum agraria nasional.
• Meskipun demikian, dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia ternyata tidak serta
merta pemerintah dapat dengan mudah membentuk hukum agraria nasional, hal itu
membutuhkan waktu yang cukup lama sampai terbentuknya hukum agraria yang bersifat
nasional. Dengan demikian, guna mencegah adanya kekosongan hukum (reccht vacuum),
maka sambil menunggu terbentuknya hukum agraria nasional diberlakukanlah Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 , yaitu : “Segala badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-Undang
Dasar ini”.
• Dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 tersebut, maka segala badan maupun peraturan
yang ditetapkan dan merupakan produk kolonial dinyatakan masih tetap berlaku selama hal
tersebut belum dicabut, belum diubah atau belum diganti dengan hukum yang baru.
• Dasar politik hukum agraria nasional dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
menyebutkan :
• “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
• Ketentuan tersebut bersifat imperatif, artinya berbentuk perintah kepada
negara agar bumi, air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya
nyang diletakkan di bawah penguasaan negara harus dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia.
• Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan
Hukum Agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia
merdeka, yaitu :
• 1. Menggunakan kebijaksanaan dan penafsiran baru.
• Dala pelaksanaan hukum agraria didasarkan atas kebijaksanaan baru dengan memakai tafsir yang baru
pula yang sesuai dengan jiwa Pancasila dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. tafsir baru di sini, conthnya adalah
menegenai hubungan domein verklaring, yaitu negara tidak lagi sebagai pemilik tanaah, melainkan negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia hanya menguasai tanah.
• 2. Penghapusan hak-hak konversi.
• Salah satu warisan feodal yang sangat merugikan rakyat adalah lembaga konversi yang berlaku di
karasidenan Surakarta dan Yogyakarta. Di daeran ini semua tanah dianggap milik raja. Rakyat hany
sekedar memakainya, yang diwaibkan menyerahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada raja, jika tanah
itu tanah pertanian atau melakukan kerja paksa, jika tanahnya tanah perkarangan. Kepada anggota
keluarganya atau hamba-hambanya yang berjasa atau seti kepada raja diberikan tanah sebagai nafkah,
dan pemberian tanah ini disertai pula pelimpahan hak raja atau sebagian hasil tanha tersebut di atas.
Mereka pun berhak menuntut kerja paksa. Stelsel ini dinamakan setelsel apanage.
• Tanah-tanah tersebut oleh raja atau penegang apanage disewakan
kepada pengusaha-pengusaha asing unutk usaha pertanian, berikut hak
untuk memungut sebgian dari hasil tanama rakyat yang mengusahakan
tanah itu. berdasarkan S.1918-20, para pengusaha asing tersebut
kemudian mendapatkan hak atas tanah oleh raja yang disebut hal
konversi (beschikking konversi). Keputusan raja, pada hakikatnya
merupakan suatu keputusan penguasa untuk memakai dan
mengusahakan tanah tertentu.
• Berdasrkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1948 yang
mencabut Stb.1918-20. dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1950, yang secara tegas dinyatakan bahwa lembaga konversi,
begitu juga hak-hak konversi serta hypotheek yangmembebaninya
menjadi hapus.
• 3. Pengahapusan tanah pertikelir.
• Pada masa penjajahan dikeluarkan kebijaksanaan di bidan pertanahan oleh
Pemerintah Hindia Belanda berpa tanah partikelir yang di dalamnya terdapat hak
peruanan. Dengan adanya hak pertuanan ini, seakan-akan tanah-tanah partikelir
tersebut merupakan negara dalam negara. Tuan-tuan tanah yang mempunyai hak
kekuasaan yang demikian besar banyak yang menyalahgunakan haknya, sehingga
banyak menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang ada atau
berdiam di wilayahnya.
• Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia melakukan pembelian tanah-
tanah partikelir, namun hasilnya tidak memuaskan dikarenakan tidak tersedianya
dan yang cukup juga karena tuan-tuan tanah yang bersangkutan menuntut harga
yang tinggi.
• Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-
tanah Partikelir, 24 Januari 1958, hak-hak milik partikelir atas tanahnya dan hak-
hak pertuanannya hapus, dan tanah bekas apartikelir itu karen hukum seluruhnya
serentak menjadai tanah negara.
• Undang-unang Nomor 1 Tahun 1958 pada hakikatnya merupajan pencabutan hak,
dan kepada pemilik tanah partikelir diberikan ganti kerugian. Tanah partikelir
dinyatakan hapus jika pembayaran ganti kerugian telah sesuai.
• 4. Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat.
• Praturan tentang persewaan tanah rakyat kepada perusahaan perkebunan bedar
khususnya dan orang-orang bukan Indonesia asli pada umumnya sebagai yang
dimaksudkan dalam Pasal 51 ayat (8) I.S. untuk Jawa dan Madura diatur dalam dua
peraturan, yaitu Grondhuur Ordonantie S.1918-88 untuk daerahpemerintahan
langsung dan Voerstenlands GrondhuureglementS.1918-20 untuk Surakarta dan
Yogyakarta (daerah-daerah swapraja). Menurut ketentuan ini persewaan tanah
dimungkinkan berjangka waktu palig lama 21,5 tahun.
• Setelah Indonesia merdeka, kedua peraturan tersebut diubah dengan
ditambahkan Pasal 8a dan 8b serta Pasal 15a dan 15b oleh Undang-undang
Darurat Nomor 6 Tahun 1951. undang-undang Darurat ini kemudian ditetapkan
menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1952. Dengan penambahan pasal-pasal
tersebut, maka persewaan tanah rakyat untuk tanama tebu dan lain-lainnya yang
ditunjuk oleh Menteri Pertanian hanya diperbolehkan paling lama 1 tahun atau 1
tahun tanaman. Adapun besar sewanya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri,
kemudian oleh Menteri Agraria. Dengan demikian, rakyat tidak lagi dirugikan
karena besar dan jumlah sewanya disesuaikan dengan tingkat perkembangan
harga pada saat itu dan waktunya hanya untuk 1 tahun tanaman.
• 5. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah.
• Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1954 yang menetapkan Undang-
undang Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang Pemindahan Tanah-tanah dan
Barang-barang Tetap Lainnya yang Tunduk Pada Hukum Eropa, dinyatakan bahwa
sambil menunggu pengaturan lebih lanjut unutk sementara untuk setiap serah
pakai lebih dari 1 tahun dan perbuata-perbuatan yang berwujud pemindahan hak
mengenai hak tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnya yang tunduk pada
hukum Eropa hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Menteri
Kehakiman (dengan Undang-undang Nomor 76 Tahun 1957 izinnya dari Menteri
Agraria).
• Semua perbuatan yang dilakukan di luar izin menteri tersebut dengan semdirinya
batal menurut hukum, artinya tanah/rumahnya kembali pada penjual, uangnya
kembali kepada pembeli jika perbuatan berbentuk jual beli. Peraturan mengenai
perizinan ini dimaksudkan untk mencegah atau paling tidak mengurangi
kemungkinan jatuhnya tanah-tanah Eropa, termasuk rumah atau bangunan yang
ada di atasnya ke tangan orang-orang dan badan-badan hukum asing.
• Ketentuan di atas dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1956 tentang
Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak-hak Atas Tanah Perkebunan Erfacht, Eigendom, dan
lain-lain Hak Kebendaan. Dikeluarkan juga peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1956
tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah-tanh Perkebunan Konsesi, yang
kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1959.
• Menurut ketentuan di atas, setiap perbuatan yang berwujud pemindahan hak dan setiap
serah pakai untuk lebih dari satru tahun mengenai tanah erfacht, eigendom, dan hak-hak
kebendaan lainnya atas tanah perkebunan, demikian tanah-tanah konsesi untuk perkebunan
dari bangsa Belanda dan bangsa-bangsa asinglein serta badan-badan hukum hanya dapat
dilakukan dengan izin Menteri Kehakiman (dengan Undang-undang Nomor 76 Tahun 1957
izinnya dari Menteri Agraria dengan persetujuan Menteri Pertanian).
• Maksud praturan tersebut di atas adalah untuk mengadakan pengawasan serta jaminan
bahwa penerima haknya mampu mengusahakan perusahaan perkebunan yang bersangkutan
dengan baik dan bahwa kebun itu tidak akan dijadikan objek spekulasi belaka.
• 6. Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan.
• Atas dasar Undang-undang Nomor 29 Tahun 1956, Menteri Agraria dan Pertanian
berwenanga melakukan tidakan-tindakan agar tanah-tanah perkebunan yang
mempunyai sifat sangat penting dalam perekonomian negara diusahakan dengan
baik. Dalam undang-undan gini juga ditetapkan bahwa pemegang erfacht,
eigendom dan hak kebendaan lainnya yang sudah mengusahakan kembali
perusahaan-perusahaan, wajib melakukan segala sesuatu yang perlu untuk
memulai atau meneruskan usahanya secaa layak menurut ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
• Jika pemegan hak tersebut belum memenuhi kewajibannya, maka atas
pertimbangan Menteri Pertanian, hak erfacht yang bersanglkutan dapat
dibatalkan oleh Menteri Agraria. Hak erfacht juga dapat dibatalkan, jika menurut
pertimbagnan Menteri Agraria dan Menteri Pertanian sikap pemegang hak selama
waktu yang ditentukan tidak berniat mengusahakan perusahaan perkebunannya
sebagaimana mestinya.
• Tanaman dan bangunan di atas tanah tersebut yang menurut keputusan Menteri
Pertanian diperlukan untuk kelangsungan atau memulihkan pengusahaan yang
• 7. Kenaikan Canon dan Cijn.
• Canon adalah uang yang wajib dibayar oleh pemgang hak erfacht setiap tahunnya kepada
negara, sedangkan cijn adalah uang yang wajib dibayar oleh pemegang konsesi perusahaan
perkebunan besar. Pada umumnya, ccnon dan cijn dulu tidak besar jumlahnya, karena
terutama dianggap sebagai tanfa pengakuan hak pemilik tanah yang dikuasainya dengan hak
erfacht atau konsesi.
• Setelah Indonesia merdeka, sebgaian besar tanah-tanah perkebunan sudah dibuka dan
diusahakan, sehingga uang wajib yang harus dibayar setiap tahunnya itu fungsi atau sifatnya
lain, yaitu sebagai sewa pemakaian tanah.
• Dalam Undang-undang Nomor 78 Tahun 1957 tentang Perubahan Canon dan Cijn Atas Hak-
hak Erfacht dan Konsesi guna perkebunan besar ditetpkan bahwa selambat-lambatnya 5
tahun sekali uang wajib tahunan ini harus ditinjau kembali.
• 8.      Larangan dan penyelesaian soal pemakaiantanah tanpa izin.
• Untuk mencegah meluasnya pemakaian tanah-tanah perkebunan oleh 
rakyat tanpa izin pengusahanya dan untuk menyelesaikan soal pemakaian 
tanah yang sudah ada, maka dikeluarkanlah Undang-undang Darurat 
Nomor 8 Tahun 1954 tentang Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah 
Perkebunan Oleh Rakyat. Undang-undang darurat ini diubah dan 
ditambah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961.
• Ketentuan mengenai larangan pemakaian tanah ranpa izin yangberhak 
atau kuasanya diatur oleh Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960. 
undang-undang ini kemudian diganti  dengan Undang-undang Nomor 1 
Tahun 1961.
• Dalam Pasal  2 jo. Pasal 6 Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 
dinyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya 
yang saha adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman 
pidana, tetapi tidak selalu penunutan pidana. Menurut Psal 3 jo. Pasal 5, 
dapat dilakukan penyelesaian melalui cara dengan mengingat 
• 9.      Peraturan perjanjian bagi hasil.
• Perjanjian bagi hasi adalah salah satu bentuk perjanjian antara pemili tanah 
dengan pihak lain sebagai penggarap, di mana penggarap diperkenankan untuk 
mengusahakan tanah itu dengan pembagaian hasilnya menurut imbagan yang 
telah disetujui oleh kedua belah pihak.
• Perjanjian bagai hasil semula diatur menurut hukum adat setempat. Imbangan 
pembagian hasilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak. Pada 
umumnya, pembagian hasil tersebut tidak menguntungka pihak penggarap, 
karena tanah yang tersedia untuk dibagihasilkan tidak seimbang dengan jumlah 
petani yang memerlukan tanah garapan.
• Mengingat bahwa golongan penggarap bagi hasil itu biasanya golongan ekonomi 
lemah dan selalu dirugikan, maka dalam rangka melindungi mereka, dikeluarkan 
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Undang-
undanga ini mengharuskan agar pihak-pihak yang membuat perjanjian bagi hasil 
dibuat secara tertulis, dengan maksud agar mudah mengawasi dan mengadakan 
tindakan-tindakan terhadap mperjanjian bagi hasil yang merugikan penggarapnya.
• 10.  Peralihan tugas dan wewenang agraria.
• Setelah Indonesia merdeka sampai dengan 1955 urusan agraria berada 
dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri. Berdasarkan Keputusan 
Presiden Nomor 55 Tahun 1955 dibentuk Kementerian Agraria yang 
berdiri sendiri yang terpisah dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam 
Keputusna Presiden Nomor 190 Tahun 1957 ditetapkan bahwa Jawatan 
Pendafataran Kehakiman semula masuk dalam lingkungan Kementerian 
Kehakiman dialihkan dalam lingkungan Kementrian Agraria.
• Berdasarka Undang-undang Nomor 7 Tahun 1958 ditetapkan pengalihan 
tugas dan wewenang agraria dari Menteri Dalam Negeri kepada Menteri 
Agraria, serta pejabat-pejabat di daerah. Dengan keluarnya undang-
undang tersebut, maka lambat laun terbentuklah aparat agraria di tingkat 
provinsi, karasidenan, dan kabupaten/kotamadya.
UUPA Sebagai Hukum Agraria
Nasional.
• 1.      Sifat Nasional UUPA.
• UUPA mempunyai du substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama, tidak 
memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonial, dan kedua, 
membangun hukum agraria nasional. Menurut Boedi Harsono, dengan 
berlakunya UUP, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada 
hukum agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanhan. 
Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, 
konsepsi yang mendasari maupun isinya.
• UUPA juga merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan 
agraria karena di dalamnya memuata program yang dikenal dengan Panca 
Program Agraria Reform Indonesia, yang meliputi :
• 1)      Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang 
berkonsepsi nasioanl dan pemberian jaminan kepastian hukum;
• 2)      Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
• 3)      Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
• 4)      Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-
• Sebagai undang-undang nasional, UUPA memiliki sifat nasional material dan formal. Sifat nasional 
material berkenaan dengan substansi UUPA. Sedangkan nasional formal berkenaan dengan pembentukan 
UUPA.
• a.      Sifat Nasional Material UUPA.
• Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus mengandung asas-asas 
berikut :
• 2)      Berdasarkan hukum tanah adat;
• 3)      Sederhana;
• 4)      Menjamin kepastian hukum;
• 5)      Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama;
• 6)      Memberi kemungkinan suapya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam 
membangun masyarakat yang adil dan makmur;
• 7)      Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia;
• 8)      Memnuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
• 9)      Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa seperti 
yang tercantum dalam undang-undang;
• 10)  Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik;
• 11)  Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
• Sifat Nasional Formal UUPA.
• Sifat nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPA yang memenuhi sifat 
sebagai berikut :
• 1)      Dibuat oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR;
• 2)      Disusun dalam bahasa nasional Indonesia;
• 3)      Dibentuk di Indonesia;
• 4)      Bersumber pada UUD 1945;
• 5)      Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia.
•  
• 2.      Peraturan Lama yang Dicabut oleh UUPA.
• Dengan dindangkannya Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar 
Pokok-pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, maka dengan demikian Indonesia 
memiliki hukum agraria baru yang bersifat nasional yan tentunya lepas dari sifat-sifat 
kolonial dan disesuaikan dengan pribadi dan jiwa bangsa Indonesia sebagai negara merdeka 
dan berdaulat.
 Faktor-faktor Penting dalam Pembangunan Hukum
Agraria Nasional.
• Menurut notonagoro, faktor-fakror yang harus diperhatikan dalam 
pembangunanhukum agraria nasional, adalah faktor formal, faktor materil,faktor 
ideal, faktor agraria modern, dan faktor ideologi politik
• 1.      Faktor formal
• Keadaan hukum agraria diindonesia sebelum diundangkannya UUPA merupakan 
keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan-peraturan 
yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-perturan peralihannn yang 
terdapat dalan pasal 142 undang-undang dasar sementaraa (UUDS) 1950, pasal 
192 konstitusi Republik indonesia serikat (KRIS) dan pasal 2 aturan peralihan UUD 
1945 , yang semuanya itu bersama-sama menentukan dalam garis besarnya 
bahwa peraturan-peraturan hkum yang berlaku pada zaman hindia belanda 
memegang kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.
• 2.      Faktor material
• Hukum agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum ini 
dapat meliputi hukum, subjek maupun objek. Menurut hukumnya, yaitu disuatu 
pihak berlaku hukum agraria barat yang diatur dalam KUH perdata maupun 
agrarische wet, di pihak lain berlaku hukum agraria adat yang diatur dalam hukum 
adat tentang tanah masing – masing. Menurt subjeknya, hukum agraria barat 
berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum barat, dipihak lain hukum 
agraria adat berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat.
• Menurut objeknya, di satu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntukan bagi 
orang-orang yang tunduk hukum barat, di pihak lain ada hak-hak ats tanah yang 
diperuntukkan bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat. Adanya sifat 
dualisme hukum ini membawa konsekuensi, baik dari sistem hukum maupun segi 
hak dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan 
persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus-menerus.
• 3.      Faktor ideal
• Dari faktor ideal (tujuh negara),sudah tentu tujuan hukum agraria tidak 
cocok dengan tujuan negara indonesia yang tercantum dalam alinea IV 
pembukaan UUD dan tujuan penguasaan bumi,air dan kekayaan alam 
yang terkandung didalamnya , seperti yang tercantum dalam pasal 33 
ayat 3 UUD 1945.
• 4.      Faktor agraria modern
• Faktor-faktor agraria modern terletak dalam lapangan – lapangan:
• 1.      Lapangan sosial
• 2.      Lapangan ekonomi
• 3.      Lapangan etika.
• 4.      Lapangan idiil fundamental
• Faktor-faktor diatas yang mendorong agar dibuat hukum agraria nasional.
• 5.  Faktor ideologi politik
•             Indonesia sebagi bangsa dan negara mempunyai keterkaitan hidup 
dengan negara-negara lain. Indonesia tidak dapat mempunyai kedudukan 
tersendiri terlepas dari keadaan dan hubungan dengan negara-negara 
lain.
• Dalam menyusun hukum agraria nasional boleh mengadopsi hukum 
agraria lain sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 
1945. UUD 1945 dijadikan faktor dasar dalam pembangunan hukum 
agraria nasional.
Undang-undang Pokok Agraria
Hukum Agraria Nasional.
• UUPA merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UU 1945 sebagaimana yang 
dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu ats dasar ketentuan dalam pasal 33 
pasal ayat (3) undang-undang dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam 
pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung 
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi 
kekuasaan seluruh rakyat.
•                         Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landsan konstitusional bagi 
pembentukan politik dan hukum agraria nasional, yang berisi perintah kepada 
negara agar bumi, air, dan kekayaan alamyang terkandung didalamnya yang 
diletakan dalam penguasaan negara itu digunakan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran seluruh rakyat indonesia.
•                         UUPA mempunyai dua subtansi dari segi berlakunya, yaitu 
pertama,tidak memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonoial, dan 
kedua membangun hukum agraria nasional. Menurut boedi harsono, dengan 
berlakunya UUPA, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum 
agraria diindonesia, terutama hukum dibidang pertanahan. Perubahan yang 
fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari 
maupun isinya.
• UUPA merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena 
didalamnya memuat program yang dikenal dengan panca program agraria reform 
indonesia, yang meliputi :
• 1.        Pembaruan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi 
nasional dan pemberian jaminan kepastian hukum.
• 2.        Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial ats tanah.
• 3.        Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
• 4.        Perombakan pemilikkan dan penguasaan ats tanah serta hubungan-
hubungan hukum yang berhubungan dengan pengusahaan tanah mewujudkan 
pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenal sebagai program 
landreform.
• 5.        Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi,air, dan kekayaan alam yang 
terkandung didalamnya serta penggunaanya secara terncana, sesuai dengan daya 
dukung dan kemampuannya.
Hukum agraria nasional pert ke 2

More Related Content

What's hot

Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2villa kuta indah
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumsyophi
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalEvirna Evirna
 
JUAL BELI PERUSAHAAN/ PERNIAGAAN
JUAL BELI PERUSAHAAN/PERNIAGAANJUAL BELI PERUSAHAAN/PERNIAGAAN
JUAL BELI PERUSAHAAN/ PERNIAGAANFair Nurfachrizi
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Idik Saeful Bahri
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanayudikrismen1
 
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Arman Solit
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 
Hak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointHak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointAndhika Pratama
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1villa kuta indah
 
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanDasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanLeks&Co
 
Makalah hukum agraria di indonesia
Makalah hukum agraria di indonesiaMakalah hukum agraria di indonesia
Makalah hukum agraria di indonesiaRahmanzie Share
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalVallen Hoven
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Leks&Co
 

What's hot (20)

Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
 
Kumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukumKumpulan soal hukum
Kumpulan soal hukum
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
JUAL BELI PERUSAHAAN/ PERNIAGAAN
JUAL BELI PERUSAHAAN/PERNIAGAANJUAL BELI PERUSAHAAN/PERNIAGAAN
JUAL BELI PERUSAHAAN/ PERNIAGAAN
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
UPAYA PAKSA
UPAYA PAKSAUPAYA PAKSA
UPAYA PAKSA
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Hak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpointHak milik atas tanah powerpoint
Hak milik atas tanah powerpoint
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanDasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
 
Perancangan kontrak
Perancangan kontrakPerancangan kontrak
Perancangan kontrak
 
Makalah hukum agraria di indonesia
Makalah hukum agraria di indonesiaMakalah hukum agraria di indonesia
Makalah hukum agraria di indonesia
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum Internasional
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 

Similar to Hukum agraria nasional pert ke 2

Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uuparaes_bastard
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupadedihartono
 
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960  Pembaharuan AgrariaUU No 5 tahun 1960  Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan AgrariaYossy Suparyo
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agrariaguesta96a7f81
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUniversity of North Sumatera
 
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Wahyu Novarianto
 
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdf
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdfUU Nomor 5 Tahun 1960.pdf
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdfWiwihWahyu
 
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxMATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxPADMA462037
 
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptx
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptxYURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptx
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptxDerallMuhamadYusufAz
 
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxMATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxPADMA462037
 
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptx
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptxHUKUM AGRARIA(KEL 8).pptx
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptxelmiUtari
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Ilham Mustafa
 
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptxDhaniDhanilla1
 

Similar to Hukum agraria nasional pert ke 2 (20)

Uu No5 1960pokok Pokokagraria
Uu No5 1960pokok PokokagrariaUu No5 1960pokok Pokokagraria
Uu No5 1960pokok Pokokagraria
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960  Pembaharuan AgrariaUU No 5 tahun 1960  Pembaharuan Agraria
UU No 5 tahun 1960 Pembaharuan Agraria
 
PPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
PPT-HUKUM-AGRARIA.pptPPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
PPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
 
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar AgrariaUU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Dasar Agraria
 
UUPA No_5_1960.pdf
UUPA No_5_1960.pdfUUPA No_5_1960.pdf
UUPA No_5_1960.pdf
 
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1Undang undang-no-5-tahun-1960-1
Undang undang-no-5-tahun-1960-1
 
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdf
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdfUU Nomor 5 Tahun 1960.pdf
UU Nomor 5 Tahun 1960.pdf
 
Agraria uupa uu no 5 1960
Agraria uupa uu no 5 1960Agraria uupa uu no 5 1960
Agraria uupa uu no 5 1960
 
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxMATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
 
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptx
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptxYURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptx
YURISPRUDENSI DAN DOKTRIN HUKUM TANAH.pptx
 
Hukum Agraria
Hukum AgrariaHukum Agraria
Hukum Agraria
 
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptxMATERI HK AGRARIA- P3.pptx
MATERI HK AGRARIA- P3.pptx
 
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptx
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptxHUKUM AGRARIA(KEL 8).pptx
HUKUM AGRARIA(KEL 8).pptx
 
Politik Agraria - F
Politik Agraria - FPolitik Agraria - F
Politik Agraria - F
 
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
Peraturan dasar pokokpokok_agraria_(uu_5_thn_1960_5
 
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
 

Hukum agraria nasional pert ke 2

  • 2. KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL • 1. Rumusan Konsepsinya • Hukum adat merupakan sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Ini berarti antara lain bahwa pembangunan Hukum Tanah Nasional dilandasi konsepsi Hukum Adat, yang dirumuskan dengan kata-kata: • Komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan. • 2. Sifat Komunalistik Religius • Sifat komunalisti religious konsepsi Hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Psal 1 ayat 2: • Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagi karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. • Kalau dalam Hukum Adat tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, mak dalam Hukum Tanah Nasional semua tanah dalam wilayah Negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. Pernyataan ini menunjukkan sifat Komunalistik konsepsi hukum Tanah Nasional.
  • 3. • Unsur religious konsepsi ini ditunjukan oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, merupakankarunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Dalam konsepsi Hukum Adat sifat keagaamn Hak Ulayat masih belum jelas benar, dengan rumusan, bahwa tanah ukayat sebagai tanah bersama adalah “peninggalan nenek moyang” atau sebagi “karunia sesuatu kekuatan yang gaib”. Dengan adanya sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” maka, dalam Hukum Tanah Nasional, tanah yang merupakan tanah bersama Bangsa Indonesia, secara tegas dinyatakan sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian sifat religiusnya menjadi jelas benar. • Suasana religius Hukum Tanah Nasional tampak juga dari apa yang dinyatakan dalam Konsederans/Berpendapat dan pasal5, sebagai pesan atau peringatan kepada pembuat Undang-Undang, agar dalam membangun Hukum Tanah Nasional jangan mengabaikan, melalaikan, harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama
  • 4. PRINSIP-PRINSIP HUKUM TANAH NASIONAL • 1. Asas Nasionalitas • Pasal 1 UUPA • (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia. • (2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. • (3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
  • 5. • Jadi, bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia menjadi hak dari Bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja.Demikian pula, tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dalam pasal 3 ayat 3 ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
  • 6. 2. Asas Hak Menguasai Negara • Pasal 2 UUPA • (1) Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasikekuasaan seluruh rakyat. • Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki” akan tetapi pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk pada tingkatan tertinggi. • (2) Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk: • a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. • b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. • c. Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
  • 7. • Hak menguasai dari Negara tersebut ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti terwujud kebahagian dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. • Atas dasar hak menguassai dari Negara tersebut, Negara dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha dan lainnya.Dalam pelaksanaannya, hak menguasai dari Negara tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
  • 8. 3. Asas Pengakuan Hak Ulayat • Pasal 3 UUPA • Dengan mengingat etentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. • • Pasal 5 UUPA • Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur- unsur yang bersandar pada hukum agama.
  • 9. • Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah yang ada di wilayah masyarakat hukum adat. • a. Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam • Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara kesejahteraan anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar tidak timbul bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang menarik ialah ketika pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris maka masyarakat hukum adatlah yang menjadi ahli warisnya.
  • 10. • b. Hubungan Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan • Ada pengaruh timbal balik antara Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan yakni semakin banyak usaha yang dilakukan oleh seseorang atas suatu tanah maka semakin kuat pula haknya atas tanah tersebut.Misalnya tanah yang memiliki keratan dan semakin diakui sebagai hak milik, tiba-tiba tidak diusahakan lagi, maka tanah pribadi tersebut diakui kembali menjadi hak Ulayat. • c. Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke luar • Setiap orang yang bukan masyarakat hukum adat suatu daerah dilarang untuk masuk limgkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat tanpa izin Penguasa hukum adatnya.Cara mendapatkan izin ialah dengan memberikan barang (pengisi adat) secara terang dan tunai
  • 11. • Sekalipun hak ulayat masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional akan tetapi dalam pelaksanannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan tidak dibenarkan jika masyarakat hukum adat berdasarkan hak ulayatnya menolak dibukaknya hutan secara besar-besaran dan teratur untuk melaksanakan proyek-proyek yang besar, misalnya pembukaan areal pertanian yang baru, transmigrasi dan lainnya.
  • 12. 4. Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial • Pasal 6 UUPA • Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. • • Tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. • Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan.
  • 13. 5. Asas Perlindungan • Pasal 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 UUPA: • Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas- batas ketentuan pasal 1 dan 2. • Yaitu bahwa orang perseorangan atau badan hukum dapat mempunyai hak atas tanah untuk keperluan pribadi maupun usahanya. • Pasal11 (2) UUPA: • Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah. •
  • 14. • a. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. • b. pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). • c. Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. • d. Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2). • e. Dasar pertimbangan melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya. • f. Boleh hak lain, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna- bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41). • g. Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).
  • 15. • h.      Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mem- punyai hak  milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan ma- syarakat yang sangat erat  hubungannya dengan faham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian,  maka diadakanlah suatu "escape-clause" yang memungkinkan badan-badan  hukum tertentu mempunyai hak milik. • i.        Dengan adanya "escape-clause" ini maka cukuplah nanti bila ada keperluan  akan hak milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh  Pemerintah, dengan jalan menunjuk badan hukum tersebut sebagai badan-badan  hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 2). • j.        Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan  ditunjuk dalam pasal 49 sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik  atas tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang  sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan  bidang itu mereka dianggap sebagai badan hukum biasa. •
  • 16. 6.      Asas Persamaan Hak antara Laki- laki dan Perempuan • Pasal 9 (2): • Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. • Pasal 11 (20) • Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat diamana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah. • Ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasita,  dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik  serta pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Ketentuan  ini merupakan alat untuk melindungi golongan-golongan yang lemah. • Dalam hubungan itu dibuat ketentuan yang dimaksudkan mencegah terjadinya  penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas  dalam bidang-bidang usaha agraria.
  • 18. 7.      Asas Tanah untuk Pertanian • Pasal 10 (1) UUPA • Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak ats tanh pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan tau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. • Pasal 12 UUPA • (1)    Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya. • (2)    Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria. • Pasal 13. • (1)   Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. • (2)   Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. • (3)   Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang. • (4)   Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria. • Pelaksanaan asas tersebut menjadi dasar hampir diseluruh dunia yang menyelenggaarakan landreform.Yaitu tanah  pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara efektif oleh pemiliknya sendiri.
  • 19. 8.      Asas Tata Guna Tanah • Pasal 7 UUPA • Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. • Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara dalam bidang  agrarian, perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan,  penggunaan dan persedian bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai  kepentingan hidup rakyat dan Negara. • a.       Rencana umum (National Planning) • ð  Rencana yang meliputi seluruh  wilayah Indonesia, kemudian diperinci menjadi  rencana-rencana khusus. • b.      Rencana khusus (Regional Planning) • ð  Perencanaan atas bagian per bagian wilayah di Indonesia atau dapat dikatakan  rencana per daerahnya. • Asas ini merupakan hal yang baru dengan tujuan setiap jengkal tanah  dipergunakan se efisien mungkin dengan memperhatikan asas Lestari, Optimal,  Serasi, dan Seimbang (LOSS) untuk penggunaan tanh di pedesaan, sedangkan asas  Aman, Tertib, Lancar dan Sehat (ATLAS) untuk penggunaan tanah di perkotaan.
  • 20.  Hukum Adat Dalam UUPA • 1.      UUPA Mengakhiri Kebhinnekaan Peraturan Pertanahan DiIndonesia • Berlakunya UUPA merupakan perubahan yang mendasar dalam Hukum  Tanah (Hukum Agraria) Indonesia. Sejak tanggal 24 dicatat sebagai salah  satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah Agraria / pertanahan  di Indonesiapada umumnya dan pembaharuan Hukum Agraria / hukum  tanah pada khususnya. • Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria bersifat dualistik, yakni  berumber pada Hukum Adat dan hukum Agraria Barat. Sejak UUPA  berlaku maka Hukum Agraria Barat tersebut dinyatakan tidak berlaku, dan  sifat dualistik tersebut juga hapus, yang berlaku adalah UUPA sebagai  hukum positif yang berlaku secara unifikasi di Indonesia. • Bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan  rakyatnya, termasuk perekonomian, terutama masih bercorak agraris,  bumi, air, dan ruang angkasa sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa  mempunyai pungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat  yang adil dan makmur.
  • 22. • Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya  merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat  yang adil dan makmur, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal  justru merupakan penghambat tercapainya cita-cita di atas. Hal itu  disebabkan terutama : • Karena Hukum Agraria yang berlaku sekarang ini tersusun berdasarkan  tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi  dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat  dan negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka  menyelesaikan revolusi nasional sekarang. • Karena sebagai akibat politik hukum pemerintahan jajahan itu Hukum  Agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan- peraturan dari hukum adat disamping peraturan-peraturan dari yang  didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan berbagai  masalah antar golongan yang sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita  persatuan bangsa.
  • 24. UUPA Sebagai Hukum Pertahanan Nasional • Peraturan dasar hukum formal sebagai landasan yuridis dan filosofis bagi  pembentukan politik UUPA adalah pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Sebagaimana  disebutkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan politik  pertahanan, jika dicermati ketentuan ini maka kata “menguasai” memberikan  pernyataan kewenangan menguasai negara yang diberi kewenangan untuk  menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,  kewenangan menguasai tanah yang diberikan kepada negara untuk mengatur  peruntukkannya yang ditujukan bagi masyarakat (falsafah atau jiwa dan semangat  UUPA) • Di lihat dari segi berlaku, UUPA mempunyai dua substansi, yaitu • a.         Menyatakan tidak berlaku lagi dan mencabut Hukum Agraria Kolonial,  berarti mengakhiri hukum agraria kolonial dan menghapus dualisme hukum  agraria kolonial, dan • b.         Membangun hukum agraria atau hukum tanah nasional, berarti  membangun pradigma hukum pertahanan yang berorientasi bagi kemakmuran  seluruh rakyat, berfungsi sosial dengan kemakmuran seluruh rakyat, berfungsi  sosial dengan menghormati hak dan mengakui hak pribadi, kesederhanaan dan  memberikan kepastian hukum, negara berfungsi sebagai regulator dan  menempatkan hukum adat sebagai dasarnya.
  • 25. • UUPA sebagai hukum pertanahan nasional mempunyai dua sifat, yakni : • Sifat nasional format, sifat tersebut dapat dilihat. • 1.      UUPA dibentuk dan dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat. • 2.      Disusun dalam Bahasa Indonesia, berlaku dalam wilayah Indonesia. • Sifat nasional materil, sifat ini dapat disimak bahwa Hukum Agraria Nasional harus bertujuan dan  bersifat nasional, yakni : • 1.      Hukum Agraria Nasional berdasarkan Hukum Adat. • 2.      Hukum Agraria Nasional harus sederhana. • 3.      Hukum Agraria Nasional harus menjamin kepastian hukum bagi rakyat seluruh Indonesia. • 4.      Hukum Agraria Nasional tidak boleh mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum  agama. • 5.      Fungsi bumi, air dan kekayaan alam serta ruang angkasa harus sesuai dengan kepentingan  rakyat Indonesia. • 6.      Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai azas  kerohanian Bangsa Indonesia. • 7.      Hukum agraria Nasional harus melaksanakan ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang  mewajibkan negara harus mengatur pemilikan, penggunaan dan peruntukan tanah sehingga dapat  dicapai penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • 27.   Kedudukan Hukum Adat Dalam UUPA • Hukum Indonesia dalam arti hukum positif bersumber pada Pancasila dan  UUD 1945. Menurut pandangan UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam  pembukaan yang berpangkal pada kemerdekaan sebagai hak segala  bangsa. Dalam kalimat selanjutnya dalam pembukaan itu menunjukkan  konsep lebih lanjut dalam garis besar dari isi kemerdekaan, yang menurut  paham Indonesiamenjadi sumber materil UUD 1945. hukum dasar yang  dimaksud adalah yang merupakan wujud rumusan dari filsafat Pancasila.  Hukum dasar tersebut merupakan penjabaran dari Rechsidee.  Sumbernya Rechsidee itu ialah nilai-nilai budaya Indonesia. • Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang masih sederhana, dengan  lingkup personal dan teritorial yang terbatas. Hukum Agraria Nasional  dimaksudkan sebagai hukumnya masyarakat modern, dengan lingkup  personal yang meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.  Sehingga penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian  kepentingan masyarakat dalam koteks negara modern dan dunia  International.
  • 28. • Sesuai dengan fungsi hukum adat sebagai pelengkap hukum tertulis, maka berdasarkan pasal 5 dan  penjelasan III (1) UUPA maka hukum pelengkap itu perlu mengalmi pembersihan (sanering, retool).  Lebih dulu. • Ketentuan UUPA yang mengatur kedudukan hukum adat, selain ketentuan hukum tersebut diatas  dapat dilihat dalam bagian lain sebagai berikut : • a.       Konsiderans Bagian Berpendapat a : Bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam  pertimbangan diatas perlu adanya hukum Agraria nasional, yang berdasarkan hukum adat tentang  tanah, yang sederhana yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan  tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. • b.      Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasai  kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan  dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. • c.       Pasal 3 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak- hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,  harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang  berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan  peraturan lain yang lebih tinggi. • d.      Penjelasan Pasal 5 : Penegasan hukum adat dijadikan dasar dari hukum Agraria yang baru.  Selanjutnya lihat Penjelasan Umum (III angka 1).
  • 29. • Berdasrkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut diatas, UUPA memberikan kedudukan sebagai posisi dasar. Karena itu, hukum adat berlaku dalam kerangka UUPA sebagai kesatuan tidak terlepas dari UUPA itu sendiri. Dengan perkataan lain, pasal-pasal dalam UUPA merupakan kristalisasi dari asas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat. • Pembentukan hukum Agraria nasional mempunyai 2 (dua) kedudukan, yaitu : • “Hukum adat sebagai dasar utama”. Hukum adat sebagai dasar utama hukum Agraria nasional disimpulkan dari Konsiderans UUPA di bawah perkataan “Berpendapat” dan dalam Penjelasan Umum III No. 1. • “Hukum adat sebagai pelngkap”. Hukum adat sebagai pelengkap mempunyai arti, yaitu bahwa pembentukan hukum nasional yang mewujudkan kesatuan hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak memerlukan suatu proses yang memakan waktu. Selama proses itu belum selesai, hukum tertulis yang sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan pelengkap agar tidak terjadi kekosongan hukum. •
  • 30. • Pemberian kedudukan hukum adat sebagai dasar pembentukan UUPA pada hakekatya adalah merupakan pengakuan terhadap eksistensi hukum adat yaitu : • Pengakuan dan penegasan sebagai dasar hukum berlakunya hukum adat : • Pengakuan terhadap Hukum-hukum adat merupakan posisi dasar berlakunya hukum adat. • Hukum adat yang dimaksudkan UUPA adalah hukum adat hukum aslinya golongan rakyat pribumi yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berdasrkan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan atau prinsip nasionalitas, Pro kepentingan negara, Pro kepentingan bangsa, Pro Pancasila tidak bertentangan dengan Undang-undang / peraturan perundangan yang lebih tinggi dan ditambah unsur agama. • Karena itu memberlakukan hukum adat dengan disertai dengan persyaratan, bahwa hukum adat itu tidak boleh bertentangan dengan :
  • 31. • - Kepentingan nasionalisme dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa. • - Sosialisme Indonesia • - Peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA • - Peraturan-peraturan Perundangan lainnya. • - Unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama • - Pembatasan-pembatasan bagi berlakunya hukum adat tidaklah mengurangi arti ketentuan pokok dalam UUPA, bahwa hukum Agraria memakai hukum adat sebagai dasar dan sumber utama pembangunannya. • Pengakuan hukum adat merupakan perlindungan hukum masyarakat adat. Pengakuan hukum adat sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 UUPA merupakan suatu bentuk keragu-raguan, terutama mengenai kemampuan hukum adat dalam memenuhi tuntutan masyarakat modern. Hal ini terutama dilontarkan oleh penganut paham kodifikasi yang intinya hukum adat tidak menjamin kepastian hukum.
  • 32. Upaya Penyusunan Hukum Agraria Nasional • Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan suatu tonggak sejarah sebagai simbol terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Secara yuridis, proklamasi tersebut memiliki makna terputusnya atau tidak berlakunya hukum kolonial dan saat mulai berlakunya hukum nasional, sedangkan secara politis, proklamasi kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan menjadi bangsa yang merdeka. • Proklamasi kemerdekaan tersebut memberi arti penting terhadap upaya penyusunan hukum agraria nasional. Pertama dengan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia memutuskan hubungan dengan hukum agraria kolonial sekaligus, yang kedua, bangsa Indonesia berupaya membentuk hukum agraria nasional.
  • 33. • Meskipun demikian, dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia ternyata tidak serta merta pemerintah dapat dengan mudah membentuk hukum agraria nasional, hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama sampai terbentuknya hukum agraria yang bersifat nasional. Dengan demikian, guna mencegah adanya kekosongan hukum (reccht vacuum), maka sambil menunggu terbentuknya hukum agraria nasional diberlakukanlah Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 , yaitu : “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini”. • Dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 tersebut, maka segala badan maupun peraturan yang ditetapkan dan merupakan produk kolonial dinyatakan masih tetap berlaku selama hal tersebut belum dicabut, belum diubah atau belum diganti dengan hukum yang baru. • Dasar politik hukum agraria nasional dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan : • “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
  • 34. • Ketentuan tersebut bersifat imperatif, artinya berbentuk perintah kepada negara agar bumi, air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya nyang diletakkan di bawah penguasaan negara harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. • Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan Hukum Agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia merdeka, yaitu : • 1. Menggunakan kebijaksanaan dan penafsiran baru. • Dala pelaksanaan hukum agraria didasarkan atas kebijaksanaan baru dengan memakai tafsir yang baru pula yang sesuai dengan jiwa Pancasila dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. tafsir baru di sini, conthnya adalah menegenai hubungan domein verklaring, yaitu negara tidak lagi sebagai pemilik tanaah, melainkan negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia hanya menguasai tanah. • 2. Penghapusan hak-hak konversi. • Salah satu warisan feodal yang sangat merugikan rakyat adalah lembaga konversi yang berlaku di karasidenan Surakarta dan Yogyakarta. Di daeran ini semua tanah dianggap milik raja. Rakyat hany sekedar memakainya, yang diwaibkan menyerahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada raja, jika tanah itu tanah pertanian atau melakukan kerja paksa, jika tanahnya tanah perkarangan. Kepada anggota keluarganya atau hamba-hambanya yang berjasa atau seti kepada raja diberikan tanah sebagai nafkah, dan pemberian tanah ini disertai pula pelimpahan hak raja atau sebagian hasil tanha tersebut di atas. Mereka pun berhak menuntut kerja paksa. Stelsel ini dinamakan setelsel apanage.
  • 35. • Tanah-tanah tersebut oleh raja atau penegang apanage disewakan kepada pengusaha-pengusaha asing unutk usaha pertanian, berikut hak untuk memungut sebgian dari hasil tanama rakyat yang mengusahakan tanah itu. berdasarkan S.1918-20, para pengusaha asing tersebut kemudian mendapatkan hak atas tanah oleh raja yang disebut hal konversi (beschikking konversi). Keputusan raja, pada hakikatnya merupakan suatu keputusan penguasa untuk memakai dan mengusahakan tanah tertentu. • Berdasrkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1948 yang mencabut Stb.1918-20. dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950, yang secara tegas dinyatakan bahwa lembaga konversi, begitu juga hak-hak konversi serta hypotheek yangmembebaninya menjadi hapus.
  • 36. • 3. Pengahapusan tanah pertikelir. • Pada masa penjajahan dikeluarkan kebijaksanaan di bidan pertanahan oleh Pemerintah Hindia Belanda berpa tanah partikelir yang di dalamnya terdapat hak peruanan. Dengan adanya hak pertuanan ini, seakan-akan tanah-tanah partikelir tersebut merupakan negara dalam negara. Tuan-tuan tanah yang mempunyai hak kekuasaan yang demikian besar banyak yang menyalahgunakan haknya, sehingga banyak menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang ada atau berdiam di wilayahnya. • Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia melakukan pembelian tanah- tanah partikelir, namun hasilnya tidak memuaskan dikarenakan tidak tersedianya dan yang cukup juga karena tuan-tuan tanah yang bersangkutan menuntut harga yang tinggi.
  • 37. • Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah- tanah Partikelir, 24 Januari 1958, hak-hak milik partikelir atas tanahnya dan hak- hak pertuanannya hapus, dan tanah bekas apartikelir itu karen hukum seluruhnya serentak menjadai tanah negara. • Undang-unang Nomor 1 Tahun 1958 pada hakikatnya merupajan pencabutan hak, dan kepada pemilik tanah partikelir diberikan ganti kerugian. Tanah partikelir dinyatakan hapus jika pembayaran ganti kerugian telah sesuai. • 4. Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat. • Praturan tentang persewaan tanah rakyat kepada perusahaan perkebunan bedar khususnya dan orang-orang bukan Indonesia asli pada umumnya sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 51 ayat (8) I.S. untuk Jawa dan Madura diatur dalam dua peraturan, yaitu Grondhuur Ordonantie S.1918-88 untuk daerahpemerintahan langsung dan Voerstenlands GrondhuureglementS.1918-20 untuk Surakarta dan Yogyakarta (daerah-daerah swapraja). Menurut ketentuan ini persewaan tanah dimungkinkan berjangka waktu palig lama 21,5 tahun.
  • 38. • Setelah Indonesia merdeka, kedua peraturan tersebut diubah dengan ditambahkan Pasal 8a dan 8b serta Pasal 15a dan 15b oleh Undang-undang Darurat Nomor 6 Tahun 1951. undang-undang Darurat ini kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1952. Dengan penambahan pasal-pasal tersebut, maka persewaan tanah rakyat untuk tanama tebu dan lain-lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian hanya diperbolehkan paling lama 1 tahun atau 1 tahun tanaman. Adapun besar sewanya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, kemudian oleh Menteri Agraria. Dengan demikian, rakyat tidak lagi dirugikan karena besar dan jumlah sewanya disesuaikan dengan tingkat perkembangan harga pada saat itu dan waktunya hanya untuk 1 tahun tanaman.
  • 39. • 5. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah. • Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1954 yang menetapkan Undang- undang Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang Pemindahan Tanah-tanah dan Barang-barang Tetap Lainnya yang Tunduk Pada Hukum Eropa, dinyatakan bahwa sambil menunggu pengaturan lebih lanjut unutk sementara untuk setiap serah pakai lebih dari 1 tahun dan perbuata-perbuatan yang berwujud pemindahan hak mengenai hak tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnya yang tunduk pada hukum Eropa hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Menteri Kehakiman (dengan Undang-undang Nomor 76 Tahun 1957 izinnya dari Menteri Agraria). • Semua perbuatan yang dilakukan di luar izin menteri tersebut dengan semdirinya batal menurut hukum, artinya tanah/rumahnya kembali pada penjual, uangnya kembali kepada pembeli jika perbuatan berbentuk jual beli. Peraturan mengenai perizinan ini dimaksudkan untk mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan jatuhnya tanah-tanah Eropa, termasuk rumah atau bangunan yang ada di atasnya ke tangan orang-orang dan badan-badan hukum asing.
  • 40. • Ketentuan di atas dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak-hak Atas Tanah Perkebunan Erfacht, Eigendom, dan lain-lain Hak Kebendaan. Dikeluarkan juga peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah-tanh Perkebunan Konsesi, yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1959. • Menurut ketentuan di atas, setiap perbuatan yang berwujud pemindahan hak dan setiap serah pakai untuk lebih dari satru tahun mengenai tanah erfacht, eigendom, dan hak-hak kebendaan lainnya atas tanah perkebunan, demikian tanah-tanah konsesi untuk perkebunan dari bangsa Belanda dan bangsa-bangsa asinglein serta badan-badan hukum hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Kehakiman (dengan Undang-undang Nomor 76 Tahun 1957 izinnya dari Menteri Agraria dengan persetujuan Menteri Pertanian). • Maksud praturan tersebut di atas adalah untuk mengadakan pengawasan serta jaminan bahwa penerima haknya mampu mengusahakan perusahaan perkebunan yang bersangkutan dengan baik dan bahwa kebun itu tidak akan dijadikan objek spekulasi belaka.
  • 41. • 6. Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan. • Atas dasar Undang-undang Nomor 29 Tahun 1956, Menteri Agraria dan Pertanian berwenanga melakukan tidakan-tindakan agar tanah-tanah perkebunan yang mempunyai sifat sangat penting dalam perekonomian negara diusahakan dengan baik. Dalam undang-undan gini juga ditetapkan bahwa pemegang erfacht, eigendom dan hak kebendaan lainnya yang sudah mengusahakan kembali perusahaan-perusahaan, wajib melakukan segala sesuatu yang perlu untuk memulai atau meneruskan usahanya secaa layak menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. • Jika pemegan hak tersebut belum memenuhi kewajibannya, maka atas pertimbangan Menteri Pertanian, hak erfacht yang bersanglkutan dapat dibatalkan oleh Menteri Agraria. Hak erfacht juga dapat dibatalkan, jika menurut pertimbagnan Menteri Agraria dan Menteri Pertanian sikap pemegang hak selama waktu yang ditentukan tidak berniat mengusahakan perusahaan perkebunannya sebagaimana mestinya. • Tanaman dan bangunan di atas tanah tersebut yang menurut keputusan Menteri Pertanian diperlukan untuk kelangsungan atau memulihkan pengusahaan yang
  • 42. • 7. Kenaikan Canon dan Cijn. • Canon adalah uang yang wajib dibayar oleh pemgang hak erfacht setiap tahunnya kepada negara, sedangkan cijn adalah uang yang wajib dibayar oleh pemegang konsesi perusahaan perkebunan besar. Pada umumnya, ccnon dan cijn dulu tidak besar jumlahnya, karena terutama dianggap sebagai tanfa pengakuan hak pemilik tanah yang dikuasainya dengan hak erfacht atau konsesi. • Setelah Indonesia merdeka, sebgaian besar tanah-tanah perkebunan sudah dibuka dan diusahakan, sehingga uang wajib yang harus dibayar setiap tahunnya itu fungsi atau sifatnya lain, yaitu sebagai sewa pemakaian tanah. • Dalam Undang-undang Nomor 78 Tahun 1957 tentang Perubahan Canon dan Cijn Atas Hak- hak Erfacht dan Konsesi guna perkebunan besar ditetpkan bahwa selambat-lambatnya 5 tahun sekali uang wajib tahunan ini harus ditinjau kembali.
  • 43. • 8.      Larangan dan penyelesaian soal pemakaiantanah tanpa izin. • Untuk mencegah meluasnya pemakaian tanah-tanah perkebunan oleh  rakyat tanpa izin pengusahanya dan untuk menyelesaikan soal pemakaian  tanah yang sudah ada, maka dikeluarkanlah Undang-undang Darurat  Nomor 8 Tahun 1954 tentang Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah  Perkebunan Oleh Rakyat. Undang-undang darurat ini diubah dan  ditambah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961. • Ketentuan mengenai larangan pemakaian tanah ranpa izin yangberhak  atau kuasanya diatur oleh Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960.  undang-undang ini kemudian diganti  dengan Undang-undang Nomor 1  Tahun 1961. • Dalam Pasal  2 jo. Pasal 6 Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960  dinyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya  yang saha adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman  pidana, tetapi tidak selalu penunutan pidana. Menurut Psal 3 jo. Pasal 5,  dapat dilakukan penyelesaian melalui cara dengan mengingat 
  • 44. • 9.      Peraturan perjanjian bagi hasil. • Perjanjian bagi hasi adalah salah satu bentuk perjanjian antara pemili tanah  dengan pihak lain sebagai penggarap, di mana penggarap diperkenankan untuk  mengusahakan tanah itu dengan pembagaian hasilnya menurut imbagan yang  telah disetujui oleh kedua belah pihak. • Perjanjian bagai hasil semula diatur menurut hukum adat setempat. Imbangan  pembagian hasilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak. Pada  umumnya, pembagian hasil tersebut tidak menguntungka pihak penggarap,  karena tanah yang tersedia untuk dibagihasilkan tidak seimbang dengan jumlah  petani yang memerlukan tanah garapan. • Mengingat bahwa golongan penggarap bagi hasil itu biasanya golongan ekonomi  lemah dan selalu dirugikan, maka dalam rangka melindungi mereka, dikeluarkan  Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Undang- undanga ini mengharuskan agar pihak-pihak yang membuat perjanjian bagi hasil  dibuat secara tertulis, dengan maksud agar mudah mengawasi dan mengadakan  tindakan-tindakan terhadap mperjanjian bagi hasil yang merugikan penggarapnya.
  • 45. • 10.  Peralihan tugas dan wewenang agraria. • Setelah Indonesia merdeka sampai dengan 1955 urusan agraria berada  dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri. Berdasarkan Keputusan  Presiden Nomor 55 Tahun 1955 dibentuk Kementerian Agraria yang  berdiri sendiri yang terpisah dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam  Keputusna Presiden Nomor 190 Tahun 1957 ditetapkan bahwa Jawatan  Pendafataran Kehakiman semula masuk dalam lingkungan Kementerian  Kehakiman dialihkan dalam lingkungan Kementrian Agraria. • Berdasarka Undang-undang Nomor 7 Tahun 1958 ditetapkan pengalihan  tugas dan wewenang agraria dari Menteri Dalam Negeri kepada Menteri  Agraria, serta pejabat-pejabat di daerah. Dengan keluarnya undang- undang tersebut, maka lambat laun terbentuklah aparat agraria di tingkat  provinsi, karasidenan, dan kabupaten/kotamadya.
  • 46. UUPA Sebagai Hukum Agraria Nasional. • 1.      Sifat Nasional UUPA. • UUPA mempunyai du substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama, tidak  memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonial, dan kedua,  membangun hukum agraria nasional. Menurut Boedi Harsono, dengan  berlakunya UUP, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada  hukum agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang pertanhan.  Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum,  konsepsi yang mendasari maupun isinya. • UUPA juga merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan  agraria karena di dalamnya memuata program yang dikenal dengan Panca  Program Agraria Reform Indonesia, yang meliputi : • 1)      Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang  berkonsepsi nasioanl dan pemberian jaminan kepastian hukum; • 2)      Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah; • 3)      Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur. • 4)      Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-
  • 47. • Sebagai undang-undang nasional, UUPA memiliki sifat nasional material dan formal. Sifat nasional  material berkenaan dengan substansi UUPA. Sedangkan nasional formal berkenaan dengan pembentukan  UUPA. • a.      Sifat Nasional Material UUPA. • Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus mengandung asas-asas  berikut : • 2)      Berdasarkan hukum tanah adat; • 3)      Sederhana; • 4)      Menjamin kepastian hukum; • 5)      Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama; • 6)      Memberi kemungkinan suapya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam  membangun masyarakat yang adil dan makmur; • 7)      Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia; • 8)      Memnuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria; • 9)      Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa seperti  yang tercantum dalam undang-undang; • 10)  Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik; • 11)  Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
  • 48. • Sifat Nasional Formal UUPA. • Sifat nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPA yang memenuhi sifat  sebagai berikut : • 1)      Dibuat oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR; • 2)      Disusun dalam bahasa nasional Indonesia; • 3)      Dibentuk di Indonesia; • 4)      Bersumber pada UUD 1945; • 5)      Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia. •   • 2.      Peraturan Lama yang Dicabut oleh UUPA. • Dengan dindangkannya Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar  Pokok-pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, maka dengan demikian Indonesia  memiliki hukum agraria baru yang bersifat nasional yan tentunya lepas dari sifat-sifat  kolonial dan disesuaikan dengan pribadi dan jiwa bangsa Indonesia sebagai negara merdeka  dan berdaulat.
  • 49.  Faktor-faktor Penting dalam Pembangunan Hukum Agraria Nasional. • Menurut notonagoro, faktor-fakror yang harus diperhatikan dalam  pembangunanhukum agraria nasional, adalah faktor formal, faktor materil,faktor  ideal, faktor agraria modern, dan faktor ideologi politik • 1.      Faktor formal • Keadaan hukum agraria diindonesia sebelum diundangkannya UUPA merupakan  keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan-peraturan  yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-perturan peralihannn yang  terdapat dalan pasal 142 undang-undang dasar sementaraa (UUDS) 1950, pasal  192 konstitusi Republik indonesia serikat (KRIS) dan pasal 2 aturan peralihan UUD  1945 , yang semuanya itu bersama-sama menentukan dalam garis besarnya  bahwa peraturan-peraturan hkum yang berlaku pada zaman hindia belanda  memegang kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.
  • 50. • 2.      Faktor material • Hukum agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum ini  dapat meliputi hukum, subjek maupun objek. Menurut hukumnya, yaitu disuatu  pihak berlaku hukum agraria barat yang diatur dalam KUH perdata maupun  agrarische wet, di pihak lain berlaku hukum agraria adat yang diatur dalam hukum  adat tentang tanah masing – masing. Menurt subjeknya, hukum agraria barat  berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum barat, dipihak lain hukum  agraria adat berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat. • Menurut objeknya, di satu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntukan bagi  orang-orang yang tunduk hukum barat, di pihak lain ada hak-hak ats tanah yang  diperuntukkan bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat. Adanya sifat  dualisme hukum ini membawa konsekuensi, baik dari sistem hukum maupun segi  hak dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan  persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus-menerus.
  • 51. • 3.      Faktor ideal • Dari faktor ideal (tujuh negara),sudah tentu tujuan hukum agraria tidak  cocok dengan tujuan negara indonesia yang tercantum dalam alinea IV  pembukaan UUD dan tujuan penguasaan bumi,air dan kekayaan alam  yang terkandung didalamnya , seperti yang tercantum dalam pasal 33  ayat 3 UUD 1945. • 4.      Faktor agraria modern • Faktor-faktor agraria modern terletak dalam lapangan – lapangan: • 1.      Lapangan sosial • 2.      Lapangan ekonomi • 3.      Lapangan etika. • 4.      Lapangan idiil fundamental • Faktor-faktor diatas yang mendorong agar dibuat hukum agraria nasional.
  • 52. • 5.  Faktor ideologi politik •             Indonesia sebagi bangsa dan negara mempunyai keterkaitan hidup  dengan negara-negara lain. Indonesia tidak dapat mempunyai kedudukan  tersendiri terlepas dari keadaan dan hubungan dengan negara-negara  lain. • Dalam menyusun hukum agraria nasional boleh mengadopsi hukum  agraria lain sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD  1945. UUD 1945 dijadikan faktor dasar dalam pembangunan hukum  agraria nasional.
  • 53. Undang-undang Pokok Agraria Hukum Agraria Nasional. • UUPA merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UU 1945 sebagaimana yang  dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu ats dasar ketentuan dalam pasal 33  pasal ayat (3) undang-undang dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam  pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung  didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi  kekuasaan seluruh rakyat. •                         Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landsan konstitusional bagi  pembentukan politik dan hukum agraria nasional, yang berisi perintah kepada  negara agar bumi, air, dan kekayaan alamyang terkandung didalamnya yang  diletakan dalam penguasaan negara itu digunakan untuk mewujudkan sebesar- besarnya kemakmuran seluruh rakyat indonesia. •                         UUPA mempunyai dua subtansi dari segi berlakunya, yaitu  pertama,tidak memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonoial, dan  kedua membangun hukum agraria nasional. Menurut boedi harsono, dengan  berlakunya UUPA, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum  agraria diindonesia, terutama hukum dibidang pertanahan. Perubahan yang  fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari  maupun isinya.
  • 54. • UUPA merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena  didalamnya memuat program yang dikenal dengan panca program agraria reform  indonesia, yang meliputi : • 1.        Pembaruan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi  nasional dan pemberian jaminan kepastian hukum. • 2.        Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial ats tanah. • 3.        Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur. • 4.        Perombakan pemilikkan dan penguasaan ats tanah serta hubungan- hubungan hukum yang berhubungan dengan pengusahaan tanah mewujudkan  pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenal sebagai program  landreform. • 5.        Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi,air, dan kekayaan alam yang  terkandung didalamnya serta penggunaanya secara terncana, sesuai dengan daya  dukung dan kemampuannya.