SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik internal partai golkar yang berlangsung hingga saat ini bermula dari
perbedaan dukungan pada Pilpres 2014 lalu. Aburizal Bakrie yang memilih
bergabung dengan Prabowo-Hatta membuat kecewa para kader Golkar di
provinsi maupun daerah. Golkar sebagai Parpol yang menempati urutan
kedua dalam Pileg 2014 (setelah PDIP) seharusnya Golkar mengajukan
calon Presiden ataupun wakil Presiden sesuai dengan hasil Rapimnas, tetapi
pada kenyataannya Aburizal Bakrie memilih berpihak kepada pasangan
Capres-Cawapres Prabowo-Hatta. Keputusan ARB tersebut mengakibatkan
gagalnya terbentuknya “poros tengah” untuk mengimbangi kekuatan
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta serta menyisakan Partai Demokrat sebagai
partai terakhir yang belum menentukan arah koalisi.
Selain masalah bergabungnya ARB pada pihak Prabowo-Hatta yang
membuat kecewa banyak kader Golkar, juga masalah kader “Partai
Beringin” di daerah banyak yang mendukung pasangan Jokowi-JK. Hal
tersebut dikarenakan Muhammad Jusuf Kalla yang notabene adalah kader
senior dari partai Golkar dicalonkan sebagai wakil Presiden mendampingi
Jokowi. JK mempunyai banyak pengalaman di pemerintahan dan juga
2
mempunyai pengaruh besar terhadap simpatisan dan kader Golkar di
provinsi dan daerah.
Konflik internal partai Golkar bermula saat ARB memecat 3 kader Golkar
yang tidak mendukung Prabowo-Hatta, mereka adalah anggota DPR dari
partai Golkar yaitu Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita,
Wakil Bendahara DPP Golkar Nusron Wahid serta Poempida Hidayatulloh.
Pemecatan ketiga kader tersebut adalah awal mula perpecahan di internal
partai Golkar, dan sampai saat ini konflik internal partai Golkar terus
berkembang sampai ke daerah.
Seperti yang dikutip dari media online
(http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/11/41126_
golkar diakses pada tanggal 07 februari 2015 pukul 15.35 WIB)
Persoalan Partai Golkar diperumit dengan pernyataan Menko
Polhukam Tedjo Edhy Purdjiatno yang menyarankan penundaan
Munas (pendukung Aburizal Bakri) di Bali, dan mempertanyakan
izin penyelenggaraannya. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel
Muhammad yang berkubu di Aburizal Bakri mengatakan
pelaksanaan Munas versi mereka sesuai dengan keputusan
rapimnas. Di pihak lain, Presidium Penyelamat Partai Golkar
menyatakan keputusan rapat pimpinan nasional di Yogyakarta
beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan aturan partai, karena
diputuskan sepihak oleh kelompok pendukung Abrurizal Bakrie.
Perpecahan internal Partai Golkar ini sudah terjadi sejak masa
reformasi. Konflik yang terjadi di tingkat elite partai menyebabkan
sejumlah tokoh keluar dan membentuk partai politik baru seperti
Wiranto dengan Hanura, Prabowo Subianto mendirikan Gerindra
dan Surya Paloh memimpin Partai Nasdem setelah kalah dalam
Munas di Riau pada 2010 lalu. Konflik Golkar sekarang ini
meruncing karena adanya ketidakmampuan pemimpin partai untuk
mencari solusi konflik internal dan lebih mengedepankan sikap
otoriter dengan memecat kader yang berbeda pendapat dengan elite
partai.
Saat ini, konflik internal partai Golkar belum dapat diselesaikan. Bahkan
konflik internal ini berimbas pada kepengurusan partai Golkar di daerah.
3
Seperti yang dikutip dari media online Radar Lampung, Kisruh di
tubuh Partai Golkar (PG) Lampung antara M.W. Heru Sambodo
dan M. Alzier Dianis Tabranie meruncing. Hasil rapat pleno
diperluas yang digelar di aula DPD I Partai Golkar Lampung
kemarin memutuskan mencabut kartu tanda anggota (KTA) dan
mengusulkan pergantian antarwaktu (PAW) Heru Sambodo dan
Barlian Mansyur. Rapat pleno dipimpin langsung Ketua DPD I PG
Lampung versi Munas Bali M. Alzier. Alasan pencabutan KTA
Heru dan Barlian, kata Alzier, karena keduanya sudah melanggar
AD/ART partai berlambang pohon beringin ini. “Heru Sambodo
dan Barlian Mansyur kita cabut KTA-nya dan akan kita PAW dari
anggotaan DPRD Bandar Lampung. Kesalahan Heru yakni karena
sudah menghadiri Munas Ancol dan mengaku sebagai Plt ketua
DPD I PG Lampung. Sedangkan Barlian Mansyur dicabut KTA
dan akan di PAW karena memimpin Musdalub tandingan beberapa
waktu lalu,” ungkap Alzier, kemarin. (diakses dari http://reg.gb-
forex.com/read/politika/77274-alzier-cabut-kta-dan-paw-heru-
barlian pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 14.30 WIB)
Konflik DPP Golkar yang berdampak pada konflik kepengurusan partai
Golkar di Bandar Lampung menarik perhatian penelitei. Sehingga dari uraian
di atas, penulis tertarik untuk menelitei tentang “Sikap Politik Elite Partai
Golongan Karya Terhadap Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi
Kasus di DPD II Partai Golongan Karya Bandar Lampung)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: “Bagaimana Sikap Politik Elite Partai Golongan Karya Terhadap
Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi Kasus di DPD II Partai
Golongan Karya Bandar Lampung)?”
4
C. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
“untuk mengetahui Sikap Politik Elite Partai Golongan Karya Terhadap
Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi Kasus di DPD II Partai
Golongan Karya Bandar Lampung)”.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Akademik :
Menunjukkan secara ilmiah konflik yang terjadi di Internal Partai Golkar
khususnya di DPD II Partai Golkar Bandar Lampung
Dalam wilayah akademis, memperkaya khasanah kajian ilmu politik untuk
pengembangan keilmuan, khususnya politik kontemporer.
Manfaat Praktis :
a. Memberi rujukan kepada masyarakat yang berminat dalam
memahami realitas ilmu politik.
b. Memberi informasi tenang Sikap Politik Elite Partai Golkar
Terhadap Konflik Internal Partai Golkar Khususnya di DPD II
Partai Golkar Bandar Lampung.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Sikap Politik
1. Tinjauan Tentang sikap
a. Definisi Sikap
Menurut Petty dan Cacioppo, dalam Saifudin Azwar (1995:6) sikap
merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya
sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sedangkan menurut Mar’at
dalam Abu Ahmadi (1999:161) sikap merupakan kesiapan bereaksi
terhadap obyek lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap
objek tersebut. Kerch dan Crutchfield dalam Sears, Freedman dan
peplau (1999:137), mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang
bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual
dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu. Menurut
Robbins (Ardana, dkk., 2009: 21) sikap adalah Pernyataan
evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak tentang obyek,
orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang
merasakan sesuatu. Misalnya “Saya menyenangi pekerjaan saya”.
6
Menurut Sudjono (1995:4) definisi sikap adalah :
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
lingkunngan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan atau
pre-disposisi. Sikap mengandung tiga komponen yaitu
kognisi, afeksi dan konasi. Konasi berkenaan dengan ide
dan konsep, afeksi menyangkut dengan kehidupan
emosional, sedangkan konasi merupakan kecenderungan
bertingkah laku.
Selanjutnya sikap di artikan sebagai kesiapan merespon yang
sifatnya positif, negatif dan netral terhadap objek atau situasi
secara konsisten. Adapun definisi sikap oleh Abu Ahmadi
(2002:163) sikap positif, sikap negatif, dan netral adalah :
1) Sikap positif adalah sikap yang menunjukan atau
memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui serta
melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu itu berada.
2) Sikap negatif adalah sikap yang menunjukan atau
memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap melaksanakan norma-norma yang berlaku
dimana individu itu berada.
3) Sikap nertal adalah sikap masyarakat yang tidak
menunjukan setuju atau menolak.
Berdasarkan pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa
ahli di atas, maka sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
suatu kecenderungan individu untuk memberikan respon atau
tanggapan yang berupa kesiapan dari perwujudan perasaan
individu terhadap objek tertentu. Dalam penelitian ini penulis akan
menelitei bagaimana sikap politik elite Partai Golkar di DPC
Bandar Lampung terhadap konflik yang terjadi pada tubuh partai
beringin itu.
7
b. Ciri-ciri Sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam
hubungannya dengan perangsang yang relevan, dapat dikatakan
bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor
internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan
(2004:151) yaitu:
1) Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan
dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang
itu dalam hubungan dengan objeknya.
2) Sikap itu dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat
dipelajari orang, atau sebaliknya, sikap itu dapat
dipelajari karena itu sikap dapat berubah-ubah pada
orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah berubahnya sikap orang itu.
3) Sikap itu berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa
mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan
kata lain sikap itu terbentuk, dipalajari atau berubah.
4) Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, akan
tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi
perasaan.
Berdasarkan ciri-ciri sikap yang dikemukakan di atas, maka ciri-
ciri sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap dapat
terbentuk dan berubah sesuai dengan hal-hal yang
mempengaruhinya dan dalam sikap mengandung segi motivasi dan
perasaan.
8
c. Fungsi Sikap
Menurut Ahmadi (1999:179) bahwa fungsi sikap dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu :
Pertama, sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan
diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar,
sehingga mudah pula dimiliki bersama. Justru karena itu
suatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan
bersama dan biasanya ditandai oleh adanya sikap
anggotanya yang sama terhadap suatu objek.
Kedua, sikap berfungsi sebagai alat pengukur tingkah laku,
bahwa tingkah laku timbul karena hasil pertimbangan-
pertimbangan perangsang-perangsang yang tidak reaksi
secara spontan, akan tetapi mendapat proses yang secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut. Jadi
diantara perangsang dan reaksi disisipkannya sesuatu yang
berwujud pertimbangan-pertimbangan terhadap perangsang
itu sebenarnya.
Ketiga, sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-
pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa
manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dari
luar yang sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif,
artinya semua pengalaman yang berasal dari luar tidak
sepenuhnya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih
mana-mana yang perlu dan tidak perlu dilayani. Jadi semua
pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.
Keempat, sikap politik berfungsi sebagai pernyataan
pribadi. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini
sebabnya bahwa sikap tidak pernah terpisah dari pribadi
yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat
sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang
dapat mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi disimpulkan
bahwa sikap merupakan pernyataan pribadi.
Berdasarkan fungsi sikap yang dikemukakan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa fungsi sikap yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah sebagai tolak ukur tingkah laku yang timbul
9
karena hasil pertimbangan dari perangsang yang tidak bereaksi
secara spontan.
d. Komponen-komponen Sikap
Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga komponen. Menurut
L. Mann yang dikutip oleh Azwar (1995:4), ketiga komponen
sikap terdiri dari :
1) Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan yang
dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali
komponen kognitif ini dapat disamakan dengan
pandangan (opini), terutama apabila menyangkut isu atau
problem yang kontroversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap
objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek
emosional ini lah yang biasanya berakar paling dalam
sebagai komponen sikap dan merupakan aspek paling
bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin
akan merubah sikap seseorang.
3) Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan
untuk bertindak atau bereaksi terhadap suatu dengan
cara-cara tertentu.
Selanjutnya Abu Ahmadi (1999:163), menyatakan bahwa tiap
sikap mempunyai tiga aspek, yaitu :
1) Aspek kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala
mengenal pikiran, yang berwujud pengolahan,
pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan
individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2) Aspek afektif yaitu berwujud proses yang menyangkut
perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan,
kedengkian, simpati dan sebagainya yang ditujukan
terhadap objek-objek tertentu.
3) Aspek evaluatif yaitu berwujud proses tendensi atau
kecenderungan untuk berbuat sesuatu kepada objek
misalnya, kecenderungan memberi pertolongan,
menjauhkan diri dan sebagainya.
10
Berdasarkan penjelasan komponen-komponen sikap di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap mempunyai tiga komponen
yaitu aspek kognitif (pandangan/pengetahuan), aspek afektif
(perasaan) dan aspek perilaku/evaluatif (kecenderungan bertindak).
2. Tinjauan Tentang Politik
a. Definisi Politik
1) Menurut David Easton yang dikutip oleh Philipus (2004: 90)
politik merupakan semua aktifitas yang mempengaruhi
kebijaksanaan itu dilakukan.
2) Menurut Joyce Mitchel yang dikutip oleh Philipus (2004: 92)
politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan
kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.
3) Menurut Maran yang dikutip oleh Susilo (2003:4) politik
merupakan studi khusus tentang cara-cara manusia
memecahkan permasalahan bersama dengan masalah lain.
Dengan kata lain, politik meripakan bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara menyangkut
proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan.
4) Menurut Surbakti yang dikutip oleh Susilo (2003:5) politik
merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu.
11
Dari berbagai definisi politik di atas, dapat disimpulkan bahwa politik
sebagai aktifitas yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kebijaksanaan demi kepentingan bersama.
3. Tinjauan tentang Sikap Politik
Menurut Plano (Khoirudin, 2004: 95) sikap politik merupakan
pertalian diantara berbagai keyakinan yang telah melekat dan
mendorong seseorang untuk menanggapi suatu objek atau situasi
poplitik dengan suatu cara-cara tertentu. Sikap politik tergantung dari
persoalan-persoalan para pemimpin, gagasan-gagasan, lembaga-
lembaga atau peristiwa-peristiwa politik. Walaupun sikap lebih abadi
daripada pikiran atau suasana hati yang fana, namun sikap cenderung
berubah sesuai dengan berlakunya waktu dan dengan berubahnya
keadaan dan cenderung dipengaruhi oleh berbagai macam motif
(karena sikap itu sifatnya insidentil) tergantung dari kondisi atau
peristiwa yang mendukung dan melatarbelakanginya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap politik
adalah kecenderungan yang mempunyai pengaruh tertentu terhadap
tanggapan orang lain untuk menilai objek dalam sistem politik.
Pada penelitian ini, penelitei mengkaji komponen dan sikap politik
elite Partai Golkar terhadap konflik internal Partai Golkar di DPD II
Bandar Lampung dimana komponen sikap tersebut terdiri dari
komponen kognitif (pengetahuan), komponen afektif (perasaan), dan
komponen evaluatif (kecenderungan bertindak).
12
B. Tinjauan Tentang Elite
1. Definisi Elite
Teori elite politik lahir dari para ilmuan sosial amerika serikat
diantaranya Vilvredo Pareto (1848-1923) dan Gaetano Mosca
(1858-1941), Roberto Michels (1876-1936) dan Joseph ortega Y.
Gasset (Sitepu, 2012: 82) percaya bahwa setiap masyarakat
diperintah oleh sekelompok kecil orang yang memiliki kualitas
yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial
politik yang penuh. Mereka yang mampu menjagkau pusat
kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik. Merekalah yang
disebut sebagai elite. Elite merupakan orang-orang berhasil yang
mampu menduduki jabatan –jabatan tinggi dalam lapisan
masyarakat. Karena itu menurut pandangan Vilvredo pareto
masyarakat dibagi atas dua kelas yaitu (a). Lapisan atas yaitu elite
terbagi ke dalam elite yang memerintah (governing elite) dan elite
yang tidak emerintah (non-governing elite), (b). Lapisan yang lebih
rendah yaitu non-elite. Pareto sendiri memusatkan perhatiannya
pada elite yang memerintah.
Menurut Vilfredo Pareto (Sitepu, 2012: 82) elite adalah kelompok orang
yang mempunyai indeks kemampuan yang tinggi dalam aktivitas mereka,
apapun bentuknya akan tetapi dia mengkonstruksikan diri pada apa yang
disebutnya “elite penguasa”.
Konsep pergantian elite (Varma, 2007: 201) juga dikembangkan oleh
Pareto. Ia mengemukakan berbagai jenis pergantian elite, yaitu pergantian:
1) Di antara kelompok-kelompok elite yang memerintah itu sendiri
2) Di antara elite dengan penduduk lainnya.
Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan:
a. Individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam
kelompok elite yang sudah ada
b. Individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk
kelompok elite baru dan masuk ke dalam suatu kancah
perebutan kekuasaan dengan elite yang sudah ada.
Mengenai penyebab runtuhnya elite yang berkuasa, Pareto
menjawab pertanyaan ini dengan memperhatikan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai kelompok
elite yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto
mengembangkan konsep residu. Konsep ini didasarkan pada
13
perbedaan antara tindakan logis dan non-logis dari individu-
individu dalam kehidupan sosialnya.
Selain Pareto yang mengembangkan teorinya atas dasar keahiannya
sebagai sosiolog dan psikolog, Gaetano Mosca (Sitepu, 2012: 202)
juga mengembangkan teori elite politik secara lebih jauh. Ia
menegaskan bahwa hanya ada satu bentuk pemerintahan, yaitu
Oligarki. Mosca menolak dengan gigih klasifikasi pemerintahan ke
dalam bentuk-bentuk Monarki, Demokrasi, dan Aristokrasi.
Menurut Mosca, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yaitu
kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang
pertama, yang biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua
fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-
keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Sementara kelas yang
kedua yang jumlahnya lebih besar, lebih legal, terwakili dan keras
serta mensuplai kebutuhan kelas yang pertama, paling tidak pada
saat kemunculannya, dengan instrumen-instrumen yang penting
bagi vitalitas organisme politik.
2. Elite Partai Golkar
Menurut Mosca (Sitepu, 2012: 202) elite partai politik adalah sekelompok
orang yang memegang semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan
menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Dalam
struktur kepengurusan partai Golkar, yang termasuk kedalam elite partai
politik yaitu terdiri dari tingkat nasional, provinsi, kota/kabupaten, kecamatan,
kelurahan/desa, dusun/kampung.
Berdasarkan sumber (AD/ART Partai Golkar, di akses dari
http://partaigolkar.or.id/golkar/art/ pada tanggal 16 Maret 2015 pukul
13.45 WIB ) Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar
Bab Viii tentang Struktur Organisasi Serta Wewenang Dan Kewajiban
Pimpinan Pasal 17 yaitu:
Struktur Organisasi Partai GOLKAR terdiri atas tingkat Pusat, tingkat
Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kecamatan, dan tingkat
Desa/Kelurahan atau sebutan lainnya, yang masing-masing berturut-turut
dipimpin oleh Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah Provinsi,
14
Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Pimpinan Kecamatan dan
Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain.
Pada AD/ART Partai Golkar Bab V tentang struktur kepengurusan Partai
golkar yaitu sebagai berikut:
Pasal 6
1. Susunan Dewan Pimpinan Pusat Partai, terdiri atas :
1) Ketua Umum;
2) Wakil Ketua Umum, apabila diperlukan;
3) Ketua-ketua;
4) Sekretaris Jenderal;
5) Wakil-wakil Sekretaris Jenderal;
6) Bendahara;
7) Wakil-wakil Bendahara;
8) Ketua-ketua Departemen;
9) Dewan Pimpinan Pusat terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus
Harian;
10) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Pusat;
2. Pengurus Harian, terdiri atas :
1) Ketua Umum;
2) Wakil Ketua Umum;
3) Ketua-ketua;
4) Sekretaris Jenderal;
5) Wakil-wakil Sekretaris Jenderal;
6) Bendahara;
15
7) Wakil-wakil Bendahara.
Pasal 7
1. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, terdiri atas:
1) Ketua;
2) Ketua Harian, apabila diperlukan;
3) Wakil-wakil Ketua;
4) Sekretaris;
5) Wakil-wakil Sekretaris;
6) Bendahara;
7) Wakil-wakil Bendahara;
8) Ketua-ketua Biro;
9) Dewan Pimpinan Daerah Provinsi terdiri atas Pengurus Pleno dan
Pengurus Harian;
10) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Daerah
Provinsi;
2. Pengurus Harian, terdiri atas:
1) Ketua;
2) Ketua Harian;
3) Wakil-wakil Ketua;
4) Sekretaris;
5) Wakil-wakil Sekretaris;
6) Bendahara;
7) Wakil-wakil Bendahara.
Pasal 8
1. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, terdiri atas :
16
1) Ketua;
2) Ketua Harian, apabila diperlukan;
3) Wakil-wakil Ketua;
4) Sekretaris;
5) Wakil-wakil Sekretaris;
6) Bendahara;
7) Wakil-wakil Bendahara;
8) Ketua-ketua Bagian;
9) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Pleno
dan Pengurus Harian;
10)Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Daerah
Kabupaten/Kota;
2. Pengurus Harian, terdiri atas :
1) Ketua;
2) Ketua Harian;
3) Wakil-wakil Ketua;
4) Sekretaris;
5) Wakil-wakil Sekretaris;
6) Bendahara;
7) Wakil-wakil Bendahara.
Pasal 9
1. Susunan Pimpinan Kecamatan, terdiri atas :
1) Ketua;
2) Wakil-wakil Ketua;
3) Sekretaris;
17
4) Wakil-wakil Sekretaris;
5) Bendahara;
6) Wakil-wakil Bendahara;
7) Ketua-ketua Seksi;
8) Pimpinan Kecamatan terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian;
9) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Pimpinan Kecamatan;
2. Pengurus Harian, terdiri atas :
1) Ketua;
2) Wakil-wakil Ketua;
3) Sekretaris;
4) Wakil-wakil Sekretaris;
5) Bendahara;
6) Wakil-wakil Bendahara.
Pasal 10
1. Susunan Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain, terdiri atas :
1) Ketua;
2) Wakil-wakil Ketua;
3) Sekretaris;
4) Wakil-wakil Sekretaris;
5) Bendahara;
6) Wakil-wakil Bendahara;
7) Ketua-ketua Sub Seksi;
8) Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain terdiri atas Pengurus Pleno
dan Pengurus Harian;
18
9) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Pimpinan Desa/Kelurahan atau
sebutan lain;
2. Pengurus Harian, terdiri atas :
1) Ketua;
2) Wakil-wakil Ketua;
3) Sekretaris;
4) Wakil-wakil Sekretaris;
5) Bendahara;
6) Wakil-wakil Bendahara;
7) Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain membentuk Kelompok
Kader (POKKAR);
3. Ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan Kelompok Kader diatur
dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 11
1. Perwakilan Partai di Luar Negeri dibentuk di satu negara dan/atau
gabungan beberapa negara;
2. Susunan Pengurus Perwakilan Partai di Luar Negeri, sekurang-
kurangnya terdiri atas :
1) Ketua;
2) Sekretaris;
3) Bendahara;
4) Biro-biro.
Dalam penelitian ini penulis akan menelitei elite Golkar pada jenjang
kepengurusan kabupaten/kota, yaitu Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II
(DPD II) Golkar kabupaten/kota Bandar Lampung.
19
C. Tinjauan Tentang Partai Politik
1. Definisi Partai Politik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 (Safa’at, 2011: 1)
tentang Partai Politik, hak membentuk partai politik diakui setelah
dikekang selama Orde Baru. Muncul 141 partai politik yang
mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman dan Ham.
Banyak sekali definisi mengenai partai politik yang dibuat oleh para
ahli. Diantaranya ahli ilmu klasik kontemporer (Budiardjo, 2008: 404)
yaitu :
Carl J. Freidrich mendefinisikan partai politik adalah sebgai
kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya berdasarkan penguasaan
ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil serta meteriil.
Sigmund Neumann mengemukakan definisi partai politik
sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha
untuk menguasai kekuasaan serta merebut dukungan rakyat
melalui persaingan dengan suatu golongan lain atau golongan-
golongan lain yang memiliki pandangan yang berbeda.
Menurut Max Weber (Firmanzah, 2007: 66) partai politik
didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk
membawa pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para
pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari
dukungan tersebut. Partai politik menurut Max Weber sangat
berkembang pesat di abad ke-19 karena didukung oleh
legitimasi legal-rasional. Partai politik adalah organisasi yang
bertujuan untuk membentuk opini publik. Sebagai suatu
organisasi yang khas, partai politik dilihat sebagai suatu bentuk
organisasi yang berbeda dengan organisasi lain. Sementara itu
Renney dan Kendal mendefinisikan partai politik sebagai grup
atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi tinggi
untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan
mendapatkan serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan
kebijakan publik. Definisi partai politik yang hampir serupa
juga diberikan Crowe dan Mayo. Mereka melihat bahwa partai
politik adalah institusi yang mengaktifkan dan memobilisasi
20
orang, kepentingan, menyediakan instrumen kompromi dari
beragam pendapat, dan memfasilitasi munculnya seorang
pemimpin. Seiler mendefinisikan partai politik sebagai
organisasi yang bertujuan untuk memobilisasi individu-individu
dalam suatu aksi kolektif untuk melawan kelompok lain, atau
melakukan koalisi dengan pihak yang tengah duduk dalam
pemerintahan.
Menurut Marijan (2010: 60) munculnya partai-partai politik di
Indonesia tidak lepas dari adanya iklim kebebasan yang luas
pada masyarakat pasca pemerintahan kolonial Belanda.
Kebebasan demikian memberikan ruang kepada masyarakat
untuk membentuk organisasi, termasuk partai politik. Selain itu,
lahirnya partai politik di Indonesia juga tidak terlepas dari
peranan gerakan-gerakan, yang tidak saja dimaksudkan untuk
memperoleh kebebasan yang lebih luas dari pemerintahan
kolonial Belanda, juga menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini
bisa kita lihat dengan lahirnya partai-partai sebelum
kemerdekaan.
2. Sistem Kepartaian
Menurut Safaat (2011: 59) sistem kepartaian dibagi menjadi tiga yaitu;
a. Sistem satu partai
Sistem satu partai adalah sistem politik dalam suatu negara yang
hanya dikuasai oleh satu partai dominan. Dalam sistem ini
mungkin terdapat partai-partai lain, namun kekuatannya tidak
signifikan dan hanya satu partai yang menguasai pemerintahan.
Partai politik yang dominan dalam sistem satu partai atau partai
politik tunggal di suatu negara disebut dengan parteinstaat,
sedangkan rezimnya disebut dengan partitocrazia. Partai politik
tersebut mendominasi negara dan “mengolonisasi” wilayah-
wilayah penting negara dan masyarakat sehingga memiliki
kecenderungan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. model
partai tunggal terdapat di beberapa negara seperti di negara-
negara Afrika (Mali, Pantai Gading), negara-negara Eropa
Timur sebelum keruntuhan Komunisme Soviet dan di Cina.
b. Sistem Dua Partai
Sistem dua partai adalah sistem politik suatu negara yang
memiliki dua partai utama (major party) dengan kemungkinan
adanya partai politik lain, namun tidak signifikan. Hanya dua
partai politik yang kekuatannya mungkin menguasai parlemen
atau membentuk pemerintahan. Miriam Budiardjo menyatakan
bahwa sistem ini dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi tiga
syarat, yaitu komposisi masyarakat yang homogen, terdapat
konsensus yang kuat dalam masyarakat mengenai asas dan
tujuan sosial, dan adanya keberlanjutan sejarah. Sistem dua
21
partai biasanya diperkuat dengan sistem pemilihan single
member constituency yang menghambat pertumbuhan partai
politik kecil.
c. Sistem Multipartai
Sistem multipartai adalah sistem di mana dalam suatu negara
tidak terdapat satu partai politik tertentu yang mungkin menjadi
mayoritas absolut. Untuk dapat menguasai lembaga perwakilan,
atau membentuk pemerintahan tanpa berkoalisi dengan partai
lain. Sistem multipartai memiliki kelebihan terutama bagi negara
yang heterogen dalam masyarakatnya. Namun sistem ini
dipandang memiliki kelemahan dari sisi pemerintahan yang
dihasilkan, yaitu cenderung tidak stabil karena tidak ada pertai
yang dominan, khususnya pada sistem pemerintahan
parlementer. Sistem multipartai biasanya diperkuat dengan
sistem perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas
bagi pertumbuhan partai-partai kecil.
3. Fungsi Partai Politik
Menurut Safa’at (2011: 66-70) sesuai dengan landasan teori partai
politik dan asal-usul serta perkembangannya, terdapat beberapa fungsi
partai politik yang dikemukakan oleh para ahli. Fungsi-fungsi tersebut
pada umumnya adalah: (1) sarana komunikasi politik; (2) sarana
sosialisasi politik; (3) rekrutmen politik; (4) Pengelola konflik.
Hampir sama dengan fungsi-fungsi tersebut Almond dan Powell
(Safaat, 2011: 66) mengemukakan tiga fungsi partai politik, yaitu
rekrutmen politik (political recruitment), sosialisasi politik (political
socialization), dan artikulasi dan agregasi kepentingan (interest
articulation and aggregation). Sedangkan Friedrich mengemukakan
fungsi partai politik sebagai berikut: (1) selecting future leader; (2)
maintaining contact between the government, including the oposition;
(3) representing the various groupings in the community, and; (4)
integrating as many of the groups as possible.
a. Fungsi Komunikasi dan Sosialisasi Politik
Partai politik berkomunikasi dengan rakyat dalam bentuk
menerima aspirasi dan menyampaikan program-program politik.
Partai politik menerima aspirasi dan mengelolanya menjadi
pendapat umum dan dituangkan dalam bentuk program serta
diperjuangkan menjadi keputusan pemerintah. Fungsi ini juga
dikenal sebagai fungsi “broker of idea” dan bagi partai yang
sedang memerintah berfungsi sebagai instrumen kebijakan (parties
of policy instrument). Melalui fungsi itu, partai politik
menerjemahkan dan menggabungkan pandangan-pandangan
individual dan kelompok-kelompok tertentu (interest aggregation)
menjadi program (interest articulation) yang akan dilaksanakan
pemerintah dan menjadi dasar legislasi.
22
b. Fungsi Rekrutmen Politik
Melalui parti politik dilakukan rekrutmen dan seleksi terhadap
calon-calon anggota lembaga perwakilan. Calon-calon tersebut
nantinya akan dipilih oleh rakyat. Selain itu kepala pemerintah baik
pusat maupun daerah juga dipilih dengan rekrutmen dan seleksi
melalui partai politik, baik yang berasal dari partai itu sendiri
maupun yang berasal dari pihak ketiga. Salah satu tujuan sistem
kepartaian adalah untuk mengontrol pemerintahan. Hampir setiap
partai politik memiliki tujuan menguasai dan memelihara
kontrolnya atas pemerintahan. Fungsi ini membuat partai politik
menjalankan peran yang efektif.
c. Fungsi Pengelola Konflik
Dalam sistem konstitusi berdasarkan separation of power, fungsi
partai politik adalah memelihara dan mengelola konflik antara
legislatif dan eksekutif. Salah satu konsekuensi demokrasi adalah
perluasan partisipasi politik. Partisipasi tidak hanya dalam bentuk
pemilihan dan aspirasi kebijakan, tetapi juga membuka peluang
terhadap semua warga negara untuk memerintah dalam jabatan
publik. Peluang itu membuka kemungkinan terjadinya
pertentangan atau konfliki. Konflik hanya dapat dikelola dengan
baik jika terdapat aturan main dan pelembagaan kelompom-
kelompok sosial dalam organisasi politik. Tanpa adanya
pengorganisasian, partisipasi akan berubah menjadi gerakan massal
yang merusak sehingga perubahan politik cenderung terjadi
melalui revolusi atau kudeta. Oleh karena itu, partai politik juga
menjalankan fungsi sebagai pengelola konflik.
Beberapa fungsi yang telah disebutkan tidak selalu dapat diperankan dalam
praktik kehidupan politik. Dapat terjadi suatu partai politik tidak
memberikan informasi yang benar dan bermanfaat, sebaliknya informasi
yang diberikan oleh partai politik berpotensi menimbulkan perpecahan.
Suatu partai juga mungkin juga tidak menjadikan kepentingan nasional
sebagai orientasi utama, tetapi lebih memerhatikan kepentingan golongan.
23
D. Tinjauan tentang Konflik
1. Hakekat Konflik
Konflik dalam sebuah organisasi merupakan hal yang wajar terjadi.
Karena banyaknya anggota organisasi menjadikan perbedaan
pendapat sering terjadi antar anggota maupun dengan
pemimpinnya. Dengan adanya perbedaan pendapat tersebut, jika
tidak diselesaikan dengan cara yang baik akan menimbulkan
konflik yang dapat berdampak buruk bagi kelangsungan organisasi.
Menurut Ardana (2009:111) konflik adalah suatu gejala
yang sudah merupakan suratan tangan dalam garis
kehidupan organisasi ia merupakan kekuatan besar yang
dapat membawa organisasi ke arah yang positif, tetapi
terkadang dapat memecah belah dan bahkan mampu
menghancurkan. Salah satu realitas, kehadiran konflik tidak
perlu dipandang sebagai suatu persoalan. Akan lebih
berguna apabila dipandang sebagai suatu tantangan yang
harus dijawab secara tepat. Mempermasalahkan sesuatu
yang eksistensinya tidak bisa dihindari adalah perbuatan
yang mubazir. Lebih bijaksana bila hal itu dibedah secara
seksama serta direspon secara positif. Artinya konflik
adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari.
Yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelolanya secara
baik dan benar.
Dampak konflik dalam organisasi tergantung pada cara pandang
anggota terhadap konflik dan cara menyelesaikan konflik tersebut.
Jika anggota organisasi dapat memandang konflik sebagai suatu
tantangan seperti yang dijelaskan oleh Ardana (2009:111) maka
organisasi akan menjadi lebih berkembang pasca konflik.
24
2. Definisi Konflik
Menurut Wahjono (2010: 161) konflik merupakan suatu proses yang
mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negatif, atau segera mempengaruhi secara
negatif, sesuatu yang menjadi perhatian pihak pertama. Definisi
tersebut merupakan pengertian yang luas yang menjelaskan bahwa
suatu titik pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bila suatu
interaksi “bersilangan” dapat menjadi suatu konflik antar pihak.
Definisi sebagai mana dikemukakan tersebut cukup fleksibel yang
mencakup semua rentang tingkat konflik, dari tindakan yang terbuka
dan penuh kekerasan sampai ke bentuk halus dari ketidaksepakatan.
Menurut Robbins (Ardana, 2009: 112) konflik adalah suatu
proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A untuk
mengimbangi usaha - usaha B dengan cara merintangi yang
menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau
meningkatkan keinginannya. Menurut AL Banesc (Ardana,
2009: 112) konflik merupakan kondisi yang dipersepsikan
ada di antara pihak - pihak merasakan adanya ketidak
sesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha
pencapaian tujuan. Menurut Schmidt dan Kochan (Ardana,
2009: 112) konflik merupakan suatu perselisihan atau
perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan
menunjukan permusuhan secara terbuka dan/atau
mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang
menjadi lawannya. Gangguan yang dilakukan dapat
meliputi usaha – usaha yang aktif atau penolakan pasif.
Mengacu pada definisi tersebut, penelitei menggunakan teori konflik
untuk mengkaji lebih dalam. Dimana teori konflik merupakan teori
yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat
25
adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang
berbeda dengan kondisi semula.
3. Cara Pandang Terhadap Konflik
Menurut Ardana (2009: 112) ada tiga cara pandang terhadap konflik yaitu:
1) Pandangan tradisional, semua konflik berbahaya maka harus
dihindari, dengan cara apapun. Disini muncul kecenderungan
untuk menekannya dan menyembunyikan dari permukaan dengan
harapan lenyap dengan sendirinya.
2) Pandangan hubungan kemanusiaan, bahwa konflik adalah sesuatu
yang alami dan merupakan hal yang tak dapat dikesampingkan
dalam kelompok, karenanya konflik tidak dapat dihindari dan
berpotensi positif dalam menentukan kinerja kelompok.
3) Pandangan interaksionis, bahwa konflik tidak saja dapat menjadi
kekuatan positif, bahkan mutlak diperlukan.
4. Sumber Konflik
Menurut Irfan Islami (Ardana, 2009: 113) secara rinci mengemukakan
sumber konflik yang diuraikan sebagai berikut :
1) Manusia yang agresif dan menggunakan organisasi sebagai
tempat untuk penyalur konflik.
2) Persaingan karena adanya sumber–sember yang terbatas seperti
modal, modal, material, tenaga kerja dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
3) Adanya kepentingan, hal ini dapat terjadi bila dua unit organisasi
atau lebih memiliki tujuan yang berbeda–beda.
4) Perbedaan fungsi/peranan, karena adanya peranan yang
dilaksanakan oleh masing-masing kelompok berbeda dan secara
intern berbeda satu sama lain.
5) Ketidakkompakan, terutama dalam mencapai tujuan organisasi.
6) Adanya harapan peranan yang gagal dilaksanakan.
7) Ketidaktentuan tugas dan tanggung jawab.
8) Iklim organisasi yang tidak sehat.
9) Ambisi yang berlebihan.
10) Sifat manusia yang cenderung untuk berbuat rakus.
26
5. Definisi Konflik Politik
Gatara (2011: 181) dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua perspektif atau
pendekatan yang saling bertentangan untuk memandang masyarakat.
Kedua perspektif tersebut adalah perspektif konflik (pendekatan
struktural konflik) dan Perspektif konsensus (pendekatan struktural-
fungsional). Perspektif konflik menyatakan bahwa masyarakat selalu
berada pada ruang konflik yang terjadi secara terus menerus, baik pada
tingkat dan skala kecil maupun skala besar dalam setiap masyarakat.
Pandangan perspektif konflik ini dilandaskan pada sebuah asumsi
utama yakni:
1. Masyarakat pada dasarnya tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan
dominan. Kekuatan dominan ini dapat berupa pemodal (orang yang
memiliki kekuasaan di bidang ekonomi) atau negara (penguasa).
2. Masyarakat mencakup berbagai bagian yang memiliki kepentingan
berbeda dan saling bertentangan. Karena itu, masyarakat selalu
dalam keadaan konflik.
Perspektif konflik ini sangat bersebrangan dengan perspektif
fungsional. Pendekatan funngsional ini berasumsi bahwa masyarakat
mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi, tetapi saling
berhubungan satu sama lain secara fungsional. Selain itu, masyarakat
terintegrasi atas dasar suatu nilai yang disepakati bersama sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan seimbang dan harmonis.
Kritik perspektif konflik terhadap pandangan fungsionalis adalah bahwa
nilai-nilai bersama yang diyakini telah menjadi kesepakatan antar-
masyarakat, bukanlah suatu yang diciptakan bersama, melainkan
terlebih dahulu diciptakan oleh kekuatan yang dominan. Nilai-nilai
tersebut bukanlah suatu konsensus yang nyata, tetapi tak lebih dari
rekayasa kekuatan dominan yang dipaksakan kepada masyarakat.
Dahrendorf (Gatara, 2011: 182) meringkas asumsi teori fungsionalis
(atau konsensus atau integritas) yang bertentangan dengan teori konflik.
Menurutnya teori fungsional menyatakan bahwa:
1) Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-elemen
yang secara relatif mantap dan stabil.
2) Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-elemen
yang terintegritas dengan baik.
3) Setiap elemen dalam suatu masyarakat memiliki fungsi, yakni
memberikan sumbangan pada bertahannya masyarakat itu
sebagai suatu sistem.
4) Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada suatu
konsensus nilai di antara para anggotanya.
27
Sementara konflik menutrut Dahrendorf (Gatara, 2011: 182) adalah:
1) Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan;
perubahan sosial ada dimana-mana;
2) Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan
konflik; konflik sosial ada dimana-mana;
3) Setiap elemen pada setiap masyarakat menyumbang
disintegrasi dan perubahan; dan
4) Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa
anggotanya atas orang lain.
Berangkat dari perspektif dan asumsi politik diatas, tampaknya
pertentangan dan perbedaan menjadi kunci dalam mendefinisikan
apakah yang dimaksud dengan konflik politik. Hal ini misalnya
tergambar dari beberapa definisi tentang konflik itu sendiri yang
dikemukakan oleh para sarjana.
Menurut Achmad Fedyani syaifudin (Gatara, 2011: 183) konflik
didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan didasari
antara individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai
tujuan yang sama. Menurut Lewis S. Cosen (Gatara, 2011: 183) konflik
adalah suatu yang wajar terjadi dalam setiap masyarakat yang selalu
mengalami perubahan sosial dan kebudayaan. Konflik politik adalah
percekcokan, pertentangan, perselisihan dan ketegangan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia dalam Gatara, 2011: 183).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik politik adalah
“gejala pertentangan dalam masyarakat yang berkaitan dengan mata rantai
kekuasaan dan negara”.
6. Bentuk dan Penyebab Konflik Politik
Simon Fisher, dkk (Gatara, 2011: 183-185) dalam bukunya Working With
Conflick: Skilldan dan Strategis for Action (diterjemahkan S.N.
Kartikasari, dkk., “mengelola konflik ketampilaan dan strategi untuk
bertindak), menjelaskan tentang berbagai teori penyebab terjadinya
konflik.
1) Teori hubungan masyarakat. Teori ini menganggap bahwa
konflik disebabkan adanya polarisasi yang terus terjadi dalam
masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpercayaan (distrust)
dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda.
28
Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah:
a. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antar
kelompok yang mengalami konflik;
b. Mengusahakan toleransi agar masyarakat bisa saling
menerima keragaman yang ada didalamnya.
2) Teori negosiasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik
disebabkan adanya posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang
mengalami konflik.
Sasaran yang hendak dicapai dalam teori negosiasi prinsip ini
adalah:
a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk
memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah
dan isu, dan mendorong pihak-pihak atau kelompok-
kelompok yang berkonflik untuk melakukan negosiasi
yang dilandasi kepentingan mereka daripada posisi
tertentu yang sudah tetap.
b. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang dapat
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak atau
semua pihak.
3) Teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik
yang terjadi bisa disebabkan oleh kebutuhan dasar menusia.
Teori ini berasumsi bahwa konflik yang bisa disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi atau sengaja
dihambat oleh pihak lain. Kebutuhan dasar manusia biasanya
menyangkut tiga hal, yakni kebutuhan fisik, mental, dan sosial.
Sasaran yang dicapai teori ini adalah:
a. Membantu pihak-pihak yang sedang berkonflik untuk
mengidentifikasi dan mengupayakan secara bersama-sama
mengenai kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi
sehingga memperoleh polihan-pilihan (alternatif-alternatif)
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
b. Membantu agar pihak-pihak yang mengalami konflik
dapat meraih kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan
dasar semua pihak.
4) Teori identitas. Teori ini berasumsi bahwa konflik terjadi
akibat adnaya identitas yang terancam yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu yang tidak
diselesaikan. Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini
adalah:
a. Melalui fasilitas komunikasi dan dialog antarpihak yang
mengalami konflik. Mereka diharapkan dapat
mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang
mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun
empati dan rekonsiliasi di antara mereka (pihak-pihak
yang berkonflik).
b. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan
identitas pokok semua pihak.
29
5) Teori kesalahpahaman antarbudaya. Teori ini berasumsi bahwa
konflik desebabkan adanya ketidak cocokan dalam ccara
berkomunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah:
a. Menambah pengetahuan bagi pihak-pihak yang
mengalami konflik.
b. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang
pihak atau kelompok lain.
c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6) Teori transformasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konflik
disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial,
budaya, dan ekonomi. Sasaran yang hendak dicapai dalam
teori ini adalah:
a. Mengubah beberapa struktur yang dapat menimbulkan
terjadinya ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan kesenjangan
ekonomi.
b. Meningkatkan ikatan hubungan dan sikap jangka panjang
di antarpihak atau antarkelompok yang mengalami
konflik. Mengembangkan berbagai proses dan sistem
untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan,
perdamaian, rekonsiliasi, dan legitimasi atau pengakuan.
7. Resolusi Konflik
John Davies (Gatara, 2011:185) membedakan tiga pendekatan dalam
pengelolaan konflik.
1. Pendekatan berdasarkan kekuasaan (power-based approach),
menggunakan kekuatan kekuasaan untuk memecahkan semua jenis
konflik. Seandainya sifat pemerintahan adalah otoriter (authorian),
pemecahan konflik tampak pada tingkat permukaan (surface), tidak
sampai pada tingkat akar penyebab konflik.
2. Pendekatan berdasarkan hukum (right-based approach),
pendekatan ini biasanya lebih menggunakan hukum, adat, norma
dan sistem hukum sebagai alat penyelesaian konflik yang terjadi di
masyarakat. Akan tetapi, struktur politik di Indonesia
memungkinkan untuk melakukan subordinasi penegak hukum pada
kepentingan-kepentingan pemegang kekuasaan.
3. Pendekatan berdasarkan kepentingan (interest-based approach).
Kepentingan ini berupaya untuk membangun pemecahan yang
mencerminkan nilai, kebutuhan dan kepentingan yang terpendam
dalam hati pihak yang bertentangan.
30
E. Kerangka Pikir
Sikap merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia,
karena sikap menjadi tolak ukur respon yang diberikan oleh seseorang
baik bersosialisasi dengan individu atau kelompok. Sikap dalam diri
manusia tentu berbeda-beda, semua perbedaan itu dipengaruhi oleh
lingkungan dan pola pikir yang terbentuk sejak dini. Jika seseorang hidup
dengan cara ‘keras’ dari kecil, maka akan sangat berpengaruh pada pola
pikir, sikap dan respon yang dihasilkan setelah dia dewasa. Dengan
mengetahui sikap pada diri seseorang maka kita akan dapat menduga
bagaimana reaksi atau respon yang dihasilkan ketika seseorang tersebut
menghadapi suatu masalah. Dalam hal ini, sikap politik elite partai Golkar
merupakan kesiapan untuk merespon konflik internal yang sedang terjadi
dan semakin membesar bermula dari perbedaan dukungan pada internal
partai Golkar saat pemilihan Presiden 2014. Kesiapan tersebut dapat
berupa tanggapan-tanggapan atau penilaian-penilaian yang melibatkan
komponen-komponen kognitif dan afektif dalam sikap, yaitu persepsi,
pengetahuan, pengalaman dan perasaan elite partai golkar terhadap konflik
pada tubuh Golkar yang sedang terjadi, mulai dari perbedaan dukungan,
perpecahan suara sampai pada pemecatan yang didapat oleh kader-kader
Golkar. Jika persepsi, pengetahuan, pengalaman dan perasaan tidak
disertai dengan kecenderungan untuk bertindak, maka semua itu belum
merupakan suatu kebulatan sikap. Karena karena persepsi, pengetahuan,
pengalaman dan perasaan tadi harus disertai kecenderungan yang
31
berdasarkan komponen-komponen tersebut untuk menghadapi suatu objek
atau situasi.
Kerangka Pikir
Konflik Internal Partai Golkar
Sikap politik elite partai Golkar di DPD II Golkar Bandar Lampung
32
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe dan Jenis Penelitian
Tipe penelitian ini adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif.
Menurut Faisal (2012: 20) penelitian kualitatif deskriptif yaitu
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel
yang berkenaan dengan masalah dan unit yang ditelitei. Jenis
penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar
variabel yang ada; tidak dimaksudkan untuk menarik generasi yang
menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan suatu
gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu pada suatu penelitian
deskriptif, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian
hipotesis.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka penelitian ini diarahkan untuk
menggambarkan fakta dengan argument yang tepat. Penelitian
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai sikap politik elite
atas konflik internal yang ada, yaitu pandangan, pendapat dan respon para
elite golkar di DPD II Bandar Lampung pada saat penelitian dilakukan.
Dalam hal ini mengenai konflik yang terjadi pada internal DPD II Partai
Golkar Bandar Lampung.
Dasar pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan teori yang dapat mendukung penganalisaan yang lebih mendalam
terhadap gejala yang terjadi, Dikarenakan kajiannya adalah fenomena
masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), yang sulit diukur
33
dengan menggunakan angka-angka maka penelitian ini membutuhkan
analisa yang lebih mendalam dari sekedar penelitian kuantitatif yang
sangat bergantung pada kuantifikasi data. Penelitian ini mencoba
memahami apa yang dipikirkan oleh masyarakat terhadap suatu fenomena.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat di mana peneliti melakukan
penelitian, terutama dalam menangkap fenomena atau atau peristiwa yang
sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dengan tujuan untuk
memperoleh data yang akurat. Penelitian ini akan dilakukan di Kantor
Dewan Perwakilan Daereah Tingkat II (DPD II) Golkar yang terletak di Jl.
Gajah Mada, Pahoman, Bandar Lampung.
C. Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian dimaksudkan agar dapat membatasi studi serta
dapat ememnuhi kriteria memasukkan dan mengeluarkan informasi.
Adapun fokus dari penelitian ini adalah “Sikap Politik Elite Partai Golkar
Terhadap Konflik Internal Partai Golkar (studi kasus di DPD II Bandar
Lampung)”. Apakah sikap tersebut positif atau negatif. Adapun sikap
positif negatif itu adalah:
-sikap positif, sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima,
mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma individu itu
berada.
34
-sikap negatif, sikap yang menunjukan atau memperlihatkan penolakan
atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana
individu itu berada.
D. Informan
Informan penelitian (Herdiansyah 2012: 55) berisi tentang informasi
mengenai informan penelitian, keterkaitan antara informan dengan subjek
penelitian, dan seberapa dalam informan mengenali subjek penelitian
dengan baik Informan dari penelitian di tentukan secara acak, dengan
memilih dan menentukan informan yang di anggap bisa memberikan data
untuk penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah elite atau kader
partai Golkar di DPD II Golkar Bandar Lampung.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penelitei dalam
penelitian ini yaitu:
1. Teknik wawancara
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara.
Menurut Faisal (2012: 109) Wawancara merupakan alat re-
cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara
mendalam. Proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Serta beberapa topik yang telah disertakan oleh
penelitei dan didiskusikan bersama-sama. Secara keseluruhan,
wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi
35
kasus umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan.
Urusan-urusan kemanusiaan ini harus dilaporkan dan
diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang
diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi
dapat memberikan keterangan-keterangan penting dengan baik
ke dalam situasi yang berkaitan.
2. Observasi
Menurut Faisal (2012: 112) Observasi adalah pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data
penelitian tersebut dapat diamati oleh penelitei. Dala arti
bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan penelitei
melalui penggunaan pancaindera. Observasi langsung
dilakukan dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs
studi kasus, penelitei menciptakan kesempatan untuk observasi
langsung.
3. Studi Dokumen (Dokumentasi)
Menurut Faisal (2012: 115) studi dokumen yaitu cara
pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen-
dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan
tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen
peraturan pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia
pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji, dan
disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
F. Teknik pengolahan data
Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif maka metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan
data-data dari lapangan kemudian menganalisis dengan cara memaparkan
hasil penelitian melalui kata-kata atau kalimat. Data dan informasi yang
telah dikumpulkan dari informan kemudian diolah dan dianalisa secara
kualitatif. Karena objek kajiannya adalah elite partai politik, dimana elite
partai politik memiliki cara berfikir dan cara pandang yang berbeda, maka
36
penelitian ini membutuhkan analisa yang mendalam dari sekedar
penelitian kuantitatif yang sangat bergantung pada kuantifikasi data.
G. Teknik Penyajian Data
Dengan menggunakan teknik analisis data yang bersifat kualitatif menurut
Miles dan Huberman (Satori, 2009: 54) terjadi tiga alur kegiatan untuk
mendapatkan data yang valid, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
1. Reduksi data
Reduksi dapat diartikan sebagai proses memilah, memusatkan, dan
menyederhanakan data yang baru diperoleh dari penelitian yang masih
mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
dilakukan terus menerus ketika pengumpulan data masih dilakukan.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, memperjelas data yang diperoleh dan
membuang data yang tidak dibutuhkan. Tujuan dari reduksi data ini
adalah untuk mendapatkan data yang lebih mudah untuk diolah.
2. Penyajian Data:
Proses kedua setelah reduksi data adalah penyajian data. Sekumpulan
data yang diperoleh disajikan dalam bentuk text naratif yang berguna
untuk mempermudah dalam proses analisa data dan penarikan
kesimpulan. Dengan melihat data yang sudah disajikan, penelitei
harus memahami apa yang sedang terjadi pada objek peneliteiaannya
dan penelitei harus tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya.
3. Penarikan Kesimpulan:
Kegiatan analsis ketiga yang penting setelah kedua kegiatan analisis di
atas adalah penarikan kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data,
seorang penelitei telah mencari pola-pola, anomali-anomali, dan
gejala-gejala pada objek penelitiannya, maka pada tahap ini penelitei
harus menarik kesimpulan atas objek kajiaannya. Kesimpulan atas
hasil penelitian adalah hasil akhir atau klimaks dari penelitian yang
telah dilakukan.
37
H. Teknik validasi data
Menurut Moeleong (2004: 324) uji validasi dalam penelitian ini akan
ditekankan pada uji validitas dan reabilitas. Setiap penelitian memerlukan
kriteria untuk melihat kepercayaan atau kebenaran atas hasil penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, standar tersebut dinamakan keabsahan data.
Teknik keabsahan data adalah standar validitas dari data yang diperoleh.

More Related Content

Recently uploaded

UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxBudyHermawan3
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 

Recently uploaded (9)

UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 

Featured

How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthThinkNow
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfmarketingartwork
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024Neil Kimberley
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsKurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summarySpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentLily Ray
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best PracticesVit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementMindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...RachelPearson36
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Applitools
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at WorkGetSmarter
 

Featured (20)

How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
 
Skeleton Culture Code
Skeleton Culture CodeSkeleton Culture Code
Skeleton Culture Code
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
 
ChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slidesChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slides
 

Sikap Politik Elite Partai Golkar Terhadap Konflik Internal Partai Golkar (studi kasus DPD II Bandar Lampung)

  • 1. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik internal partai golkar yang berlangsung hingga saat ini bermula dari perbedaan dukungan pada Pilpres 2014 lalu. Aburizal Bakrie yang memilih bergabung dengan Prabowo-Hatta membuat kecewa para kader Golkar di provinsi maupun daerah. Golkar sebagai Parpol yang menempati urutan kedua dalam Pileg 2014 (setelah PDIP) seharusnya Golkar mengajukan calon Presiden ataupun wakil Presiden sesuai dengan hasil Rapimnas, tetapi pada kenyataannya Aburizal Bakrie memilih berpihak kepada pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta. Keputusan ARB tersebut mengakibatkan gagalnya terbentuknya “poros tengah” untuk mengimbangi kekuatan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta serta menyisakan Partai Demokrat sebagai partai terakhir yang belum menentukan arah koalisi. Selain masalah bergabungnya ARB pada pihak Prabowo-Hatta yang membuat kecewa banyak kader Golkar, juga masalah kader “Partai Beringin” di daerah banyak yang mendukung pasangan Jokowi-JK. Hal tersebut dikarenakan Muhammad Jusuf Kalla yang notabene adalah kader senior dari partai Golkar dicalonkan sebagai wakil Presiden mendampingi Jokowi. JK mempunyai banyak pengalaman di pemerintahan dan juga
  • 2. 2 mempunyai pengaruh besar terhadap simpatisan dan kader Golkar di provinsi dan daerah. Konflik internal partai Golkar bermula saat ARB memecat 3 kader Golkar yang tidak mendukung Prabowo-Hatta, mereka adalah anggota DPR dari partai Golkar yaitu Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita, Wakil Bendahara DPP Golkar Nusron Wahid serta Poempida Hidayatulloh. Pemecatan ketiga kader tersebut adalah awal mula perpecahan di internal partai Golkar, dan sampai saat ini konflik internal partai Golkar terus berkembang sampai ke daerah. Seperti yang dikutip dari media online (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/11/41126_ golkar diakses pada tanggal 07 februari 2015 pukul 15.35 WIB) Persoalan Partai Golkar diperumit dengan pernyataan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjiatno yang menyarankan penundaan Munas (pendukung Aburizal Bakri) di Bali, dan mempertanyakan izin penyelenggaraannya. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad yang berkubu di Aburizal Bakri mengatakan pelaksanaan Munas versi mereka sesuai dengan keputusan rapimnas. Di pihak lain, Presidium Penyelamat Partai Golkar menyatakan keputusan rapat pimpinan nasional di Yogyakarta beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan aturan partai, karena diputuskan sepihak oleh kelompok pendukung Abrurizal Bakrie. Perpecahan internal Partai Golkar ini sudah terjadi sejak masa reformasi. Konflik yang terjadi di tingkat elite partai menyebabkan sejumlah tokoh keluar dan membentuk partai politik baru seperti Wiranto dengan Hanura, Prabowo Subianto mendirikan Gerindra dan Surya Paloh memimpin Partai Nasdem setelah kalah dalam Munas di Riau pada 2010 lalu. Konflik Golkar sekarang ini meruncing karena adanya ketidakmampuan pemimpin partai untuk mencari solusi konflik internal dan lebih mengedepankan sikap otoriter dengan memecat kader yang berbeda pendapat dengan elite partai. Saat ini, konflik internal partai Golkar belum dapat diselesaikan. Bahkan konflik internal ini berimbas pada kepengurusan partai Golkar di daerah.
  • 3. 3 Seperti yang dikutip dari media online Radar Lampung, Kisruh di tubuh Partai Golkar (PG) Lampung antara M.W. Heru Sambodo dan M. Alzier Dianis Tabranie meruncing. Hasil rapat pleno diperluas yang digelar di aula DPD I Partai Golkar Lampung kemarin memutuskan mencabut kartu tanda anggota (KTA) dan mengusulkan pergantian antarwaktu (PAW) Heru Sambodo dan Barlian Mansyur. Rapat pleno dipimpin langsung Ketua DPD I PG Lampung versi Munas Bali M. Alzier. Alasan pencabutan KTA Heru dan Barlian, kata Alzier, karena keduanya sudah melanggar AD/ART partai berlambang pohon beringin ini. “Heru Sambodo dan Barlian Mansyur kita cabut KTA-nya dan akan kita PAW dari anggotaan DPRD Bandar Lampung. Kesalahan Heru yakni karena sudah menghadiri Munas Ancol dan mengaku sebagai Plt ketua DPD I PG Lampung. Sedangkan Barlian Mansyur dicabut KTA dan akan di PAW karena memimpin Musdalub tandingan beberapa waktu lalu,” ungkap Alzier, kemarin. (diakses dari http://reg.gb- forex.com/read/politika/77274-alzier-cabut-kta-dan-paw-heru- barlian pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 14.30 WIB) Konflik DPP Golkar yang berdampak pada konflik kepengurusan partai Golkar di Bandar Lampung menarik perhatian penelitei. Sehingga dari uraian di atas, penulis tertarik untuk menelitei tentang “Sikap Politik Elite Partai Golongan Karya Terhadap Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi Kasus di DPD II Partai Golongan Karya Bandar Lampung)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Sikap Politik Elite Partai Golongan Karya Terhadap Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi Kasus di DPD II Partai Golongan Karya Bandar Lampung)?”
  • 4. 4 C. Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah “untuk mengetahui Sikap Politik Elite Partai Golongan Karya Terhadap Konflik Internal Partai Golongan Karya (Studi Kasus di DPD II Partai Golongan Karya Bandar Lampung)”. D. Manfaat Penelitian Manfaat Akademik : Menunjukkan secara ilmiah konflik yang terjadi di Internal Partai Golkar khususnya di DPD II Partai Golkar Bandar Lampung Dalam wilayah akademis, memperkaya khasanah kajian ilmu politik untuk pengembangan keilmuan, khususnya politik kontemporer. Manfaat Praktis : a. Memberi rujukan kepada masyarakat yang berminat dalam memahami realitas ilmu politik. b. Memberi informasi tenang Sikap Politik Elite Partai Golkar Terhadap Konflik Internal Partai Golkar Khususnya di DPD II Partai Golkar Bandar Lampung.
  • 5. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Sikap Politik 1. Tinjauan Tentang sikap a. Definisi Sikap Menurut Petty dan Cacioppo, dalam Saifudin Azwar (1995:6) sikap merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sedangkan menurut Mar’at dalam Abu Ahmadi (1999:161) sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap obyek lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek tersebut. Kerch dan Crutchfield dalam Sears, Freedman dan peplau (1999:137), mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu. Menurut Robbins (Ardana, dkk., 2009: 21) sikap adalah Pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak tentang obyek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Misalnya “Saya menyenangi pekerjaan saya”.
  • 6. 6 Menurut Sudjono (1995:4) definisi sikap adalah : Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkunngan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan atau pre-disposisi. Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Konasi berkenaan dengan ide dan konsep, afeksi menyangkut dengan kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku. Selanjutnya sikap di artikan sebagai kesiapan merespon yang sifatnya positif, negatif dan netral terhadap objek atau situasi secara konsisten. Adapun definisi sikap oleh Abu Ahmadi (2002:163) sikap positif, sikap negatif, dan netral adalah : 1) Sikap positif adalah sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. 2) Sikap negatif adalah sikap yang menunjukan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. 3) Sikap nertal adalah sikap masyarakat yang tidak menunjukan setuju atau menolak. Berdasarkan pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kecenderungan individu untuk memberikan respon atau tanggapan yang berupa kesiapan dari perwujudan perasaan individu terhadap objek tertentu. Dalam penelitian ini penulis akan menelitei bagaimana sikap politik elite Partai Golkar di DPC Bandar Lampung terhadap konflik yang terjadi pada tubuh partai beringin itu.
  • 7. 7 b. Ciri-ciri Sikap Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004:151) yaitu: 1) Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. 2) Sikap itu dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang, atau sebaliknya, sikap itu dapat dipelajari karena itu sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap orang itu. 3) Sikap itu berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipalajari atau berubah. 4) Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, akan tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Berdasarkan ciri-ciri sikap yang dikemukakan di atas, maka ciri- ciri sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap dapat terbentuk dan berubah sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhinya dan dalam sikap mengandung segi motivasi dan perasaan.
  • 8. 8 c. Fungsi Sikap Menurut Ahmadi (1999:179) bahwa fungsi sikap dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu : Pertama, sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula dimiliki bersama. Justru karena itu suatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama dan biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap suatu objek. Kedua, sikap berfungsi sebagai alat pengukur tingkah laku, bahwa tingkah laku timbul karena hasil pertimbangan- pertimbangan perangsang-perangsang yang tidak reaksi secara spontan, akan tetapi mendapat proses yang secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut. Jadi diantara perangsang dan reaksi disisipkannya sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan terhadap perangsang itu sebenarnya. Ketiga, sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman- pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar yang sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari luar tidak sepenuhnya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih. Keempat, sikap politik berfungsi sebagai pernyataan pribadi. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya bahwa sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang dapat mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi disimpulkan bahwa sikap merupakan pernyataan pribadi. Berdasarkan fungsi sikap yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi sikap yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai tolak ukur tingkah laku yang timbul
  • 9. 9 karena hasil pertimbangan dari perangsang yang tidak bereaksi secara spontan. d. Komponen-komponen Sikap Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga komponen. Menurut L. Mann yang dikutip oleh Azwar (1995:4), ketiga komponen sikap terdiri dari : 1) Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut isu atau problem yang kontroversial. 2) Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini lah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan merubah sikap seseorang. 3) Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap suatu dengan cara-cara tertentu. Selanjutnya Abu Ahmadi (1999:163), menyatakan bahwa tiap sikap mempunyai tiga aspek, yaitu : 1) Aspek kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran, yang berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu. 2) Aspek afektif yaitu berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati dan sebagainya yang ditujukan terhadap objek-objek tertentu. 3) Aspek evaluatif yaitu berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu kepada objek misalnya, kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.
  • 10. 10 Berdasarkan penjelasan komponen-komponen sikap di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap mempunyai tiga komponen yaitu aspek kognitif (pandangan/pengetahuan), aspek afektif (perasaan) dan aspek perilaku/evaluatif (kecenderungan bertindak). 2. Tinjauan Tentang Politik a. Definisi Politik 1) Menurut David Easton yang dikutip oleh Philipus (2004: 90) politik merupakan semua aktifitas yang mempengaruhi kebijaksanaan itu dilakukan. 2) Menurut Joyce Mitchel yang dikutip oleh Philipus (2004: 92) politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. 3) Menurut Maran yang dikutip oleh Susilo (2003:4) politik merupakan studi khusus tentang cara-cara manusia memecahkan permasalahan bersama dengan masalah lain. Dengan kata lain, politik meripakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. 4) Menurut Surbakti yang dikutip oleh Susilo (2003:5) politik merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
  • 11. 11 Dari berbagai definisi politik di atas, dapat disimpulkan bahwa politik sebagai aktifitas yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijaksanaan demi kepentingan bersama. 3. Tinjauan tentang Sikap Politik Menurut Plano (Khoirudin, 2004: 95) sikap politik merupakan pertalian diantara berbagai keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu objek atau situasi poplitik dengan suatu cara-cara tertentu. Sikap politik tergantung dari persoalan-persoalan para pemimpin, gagasan-gagasan, lembaga- lembaga atau peristiwa-peristiwa politik. Walaupun sikap lebih abadi daripada pikiran atau suasana hati yang fana, namun sikap cenderung berubah sesuai dengan berlakunya waktu dan dengan berubahnya keadaan dan cenderung dipengaruhi oleh berbagai macam motif (karena sikap itu sifatnya insidentil) tergantung dari kondisi atau peristiwa yang mendukung dan melatarbelakanginya. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap politik adalah kecenderungan yang mempunyai pengaruh tertentu terhadap tanggapan orang lain untuk menilai objek dalam sistem politik. Pada penelitian ini, penelitei mengkaji komponen dan sikap politik elite Partai Golkar terhadap konflik internal Partai Golkar di DPD II Bandar Lampung dimana komponen sikap tersebut terdiri dari komponen kognitif (pengetahuan), komponen afektif (perasaan), dan komponen evaluatif (kecenderungan bertindak).
  • 12. 12 B. Tinjauan Tentang Elite 1. Definisi Elite Teori elite politik lahir dari para ilmuan sosial amerika serikat diantaranya Vilvredo Pareto (1848-1923) dan Gaetano Mosca (1858-1941), Roberto Michels (1876-1936) dan Joseph ortega Y. Gasset (Sitepu, 2012: 82) percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang memiliki kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial politik yang penuh. Mereka yang mampu menjagkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik. Merekalah yang disebut sebagai elite. Elite merupakan orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan –jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Karena itu menurut pandangan Vilvredo pareto masyarakat dibagi atas dua kelas yaitu (a). Lapisan atas yaitu elite terbagi ke dalam elite yang memerintah (governing elite) dan elite yang tidak emerintah (non-governing elite), (b). Lapisan yang lebih rendah yaitu non-elite. Pareto sendiri memusatkan perhatiannya pada elite yang memerintah. Menurut Vilfredo Pareto (Sitepu, 2012: 82) elite adalah kelompok orang yang mempunyai indeks kemampuan yang tinggi dalam aktivitas mereka, apapun bentuknya akan tetapi dia mengkonstruksikan diri pada apa yang disebutnya “elite penguasa”. Konsep pergantian elite (Varma, 2007: 201) juga dikembangkan oleh Pareto. Ia mengemukakan berbagai jenis pergantian elite, yaitu pergantian: 1) Di antara kelompok-kelompok elite yang memerintah itu sendiri 2) Di antara elite dengan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan: a. Individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elite yang sudah ada b. Individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elite baru dan masuk ke dalam suatu kancah perebutan kekuasaan dengan elite yang sudah ada. Mengenai penyebab runtuhnya elite yang berkuasa, Pareto menjawab pertanyaan ini dengan memperhatikan perubahan- perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai kelompok elite yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep residu. Konsep ini didasarkan pada
  • 13. 13 perbedaan antara tindakan logis dan non-logis dari individu- individu dalam kehidupan sosialnya. Selain Pareto yang mengembangkan teorinya atas dasar keahiannya sebagai sosiolog dan psikolog, Gaetano Mosca (Sitepu, 2012: 202) juga mengembangkan teori elite politik secara lebih jauh. Ia menegaskan bahwa hanya ada satu bentuk pemerintahan, yaitu Oligarki. Mosca menolak dengan gigih klasifikasi pemerintahan ke dalam bentuk-bentuk Monarki, Demokrasi, dan Aristokrasi. Menurut Mosca, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang pertama, yang biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan- keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Sementara kelas yang kedua yang jumlahnya lebih besar, lebih legal, terwakili dan keras serta mensuplai kebutuhan kelas yang pertama, paling tidak pada saat kemunculannya, dengan instrumen-instrumen yang penting bagi vitalitas organisme politik. 2. Elite Partai Golkar Menurut Mosca (Sitepu, 2012: 202) elite partai politik adalah sekelompok orang yang memegang semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Dalam struktur kepengurusan partai Golkar, yang termasuk kedalam elite partai politik yaitu terdiri dari tingkat nasional, provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, dusun/kampung. Berdasarkan sumber (AD/ART Partai Golkar, di akses dari http://partaigolkar.or.id/golkar/art/ pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 13.45 WIB ) Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar Bab Viii tentang Struktur Organisasi Serta Wewenang Dan Kewajiban Pimpinan Pasal 17 yaitu: Struktur Organisasi Partai GOLKAR terdiri atas tingkat Pusat, tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kecamatan, dan tingkat Desa/Kelurahan atau sebutan lainnya, yang masing-masing berturut-turut dipimpin oleh Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah Provinsi,
  • 14. 14 Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Pimpinan Kecamatan dan Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain. Pada AD/ART Partai Golkar Bab V tentang struktur kepengurusan Partai golkar yaitu sebagai berikut: Pasal 6 1. Susunan Dewan Pimpinan Pusat Partai, terdiri atas : 1) Ketua Umum; 2) Wakil Ketua Umum, apabila diperlukan; 3) Ketua-ketua; 4) Sekretaris Jenderal; 5) Wakil-wakil Sekretaris Jenderal; 6) Bendahara; 7) Wakil-wakil Bendahara; 8) Ketua-ketua Departemen; 9) Dewan Pimpinan Pusat terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian; 10) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Pusat; 2. Pengurus Harian, terdiri atas : 1) Ketua Umum; 2) Wakil Ketua Umum; 3) Ketua-ketua; 4) Sekretaris Jenderal; 5) Wakil-wakil Sekretaris Jenderal; 6) Bendahara;
  • 15. 15 7) Wakil-wakil Bendahara. Pasal 7 1. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, terdiri atas: 1) Ketua; 2) Ketua Harian, apabila diperlukan; 3) Wakil-wakil Ketua; 4) Sekretaris; 5) Wakil-wakil Sekretaris; 6) Bendahara; 7) Wakil-wakil Bendahara; 8) Ketua-ketua Biro; 9) Dewan Pimpinan Daerah Provinsi terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian; 10) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Provinsi; 2. Pengurus Harian, terdiri atas: 1) Ketua; 2) Ketua Harian; 3) Wakil-wakil Ketua; 4) Sekretaris; 5) Wakil-wakil Sekretaris; 6) Bendahara; 7) Wakil-wakil Bendahara. Pasal 8 1. Susunan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, terdiri atas :
  • 16. 16 1) Ketua; 2) Ketua Harian, apabila diperlukan; 3) Wakil-wakil Ketua; 4) Sekretaris; 5) Wakil-wakil Sekretaris; 6) Bendahara; 7) Wakil-wakil Bendahara; 8) Ketua-ketua Bagian; 9) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian; 10)Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota; 2. Pengurus Harian, terdiri atas : 1) Ketua; 2) Ketua Harian; 3) Wakil-wakil Ketua; 4) Sekretaris; 5) Wakil-wakil Sekretaris; 6) Bendahara; 7) Wakil-wakil Bendahara. Pasal 9 1. Susunan Pimpinan Kecamatan, terdiri atas : 1) Ketua; 2) Wakil-wakil Ketua; 3) Sekretaris;
  • 17. 17 4) Wakil-wakil Sekretaris; 5) Bendahara; 6) Wakil-wakil Bendahara; 7) Ketua-ketua Seksi; 8) Pimpinan Kecamatan terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian; 9) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Pimpinan Kecamatan; 2. Pengurus Harian, terdiri atas : 1) Ketua; 2) Wakil-wakil Ketua; 3) Sekretaris; 4) Wakil-wakil Sekretaris; 5) Bendahara; 6) Wakil-wakil Bendahara. Pasal 10 1. Susunan Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain, terdiri atas : 1) Ketua; 2) Wakil-wakil Ketua; 3) Sekretaris; 4) Wakil-wakil Sekretaris; 5) Bendahara; 6) Wakil-wakil Bendahara; 7) Ketua-ketua Sub Seksi; 8) Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain terdiri atas Pengurus Pleno dan Pengurus Harian;
  • 18. 18 9) Pengurus Pleno adalah seluruh Pengurus Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain; 2. Pengurus Harian, terdiri atas : 1) Ketua; 2) Wakil-wakil Ketua; 3) Sekretaris; 4) Wakil-wakil Sekretaris; 5) Bendahara; 6) Wakil-wakil Bendahara; 7) Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan lain membentuk Kelompok Kader (POKKAR); 3. Ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan Kelompok Kader diatur dalam Peraturan Organisasi. Pasal 11 1. Perwakilan Partai di Luar Negeri dibentuk di satu negara dan/atau gabungan beberapa negara; 2. Susunan Pengurus Perwakilan Partai di Luar Negeri, sekurang- kurangnya terdiri atas : 1) Ketua; 2) Sekretaris; 3) Bendahara; 4) Biro-biro. Dalam penelitian ini penulis akan menelitei elite Golkar pada jenjang kepengurusan kabupaten/kota, yaitu Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II (DPD II) Golkar kabupaten/kota Bandar Lampung.
  • 19. 19 C. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Definisi Partai Politik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 (Safa’at, 2011: 1) tentang Partai Politik, hak membentuk partai politik diakui setelah dikekang selama Orde Baru. Muncul 141 partai politik yang mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman dan Ham. Banyak sekali definisi mengenai partai politik yang dibuat oleh para ahli. Diantaranya ahli ilmu klasik kontemporer (Budiardjo, 2008: 404) yaitu : Carl J. Freidrich mendefinisikan partai politik adalah sebgai kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta meteriil. Sigmund Neumann mengemukakan definisi partai politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan lain atau golongan- golongan lain yang memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Max Weber (Firmanzah, 2007: 66) partai politik didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut. Partai politik menurut Max Weber sangat berkembang pesat di abad ke-19 karena didukung oleh legitimasi legal-rasional. Partai politik adalah organisasi yang bertujuan untuk membentuk opini publik. Sebagai suatu organisasi yang khas, partai politik dilihat sebagai suatu bentuk organisasi yang berbeda dengan organisasi lain. Sementara itu Renney dan Kendal mendefinisikan partai politik sebagai grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik. Definisi partai politik yang hampir serupa juga diberikan Crowe dan Mayo. Mereka melihat bahwa partai politik adalah institusi yang mengaktifkan dan memobilisasi
  • 20. 20 orang, kepentingan, menyediakan instrumen kompromi dari beragam pendapat, dan memfasilitasi munculnya seorang pemimpin. Seiler mendefinisikan partai politik sebagai organisasi yang bertujuan untuk memobilisasi individu-individu dalam suatu aksi kolektif untuk melawan kelompok lain, atau melakukan koalisi dengan pihak yang tengah duduk dalam pemerintahan. Menurut Marijan (2010: 60) munculnya partai-partai politik di Indonesia tidak lepas dari adanya iklim kebebasan yang luas pada masyarakat pasca pemerintahan kolonial Belanda. Kebebasan demikian memberikan ruang kepada masyarakat untuk membentuk organisasi, termasuk partai politik. Selain itu, lahirnya partai politik di Indonesia juga tidak terlepas dari peranan gerakan-gerakan, yang tidak saja dimaksudkan untuk memperoleh kebebasan yang lebih luas dari pemerintahan kolonial Belanda, juga menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya partai-partai sebelum kemerdekaan. 2. Sistem Kepartaian Menurut Safaat (2011: 59) sistem kepartaian dibagi menjadi tiga yaitu; a. Sistem satu partai Sistem satu partai adalah sistem politik dalam suatu negara yang hanya dikuasai oleh satu partai dominan. Dalam sistem ini mungkin terdapat partai-partai lain, namun kekuatannya tidak signifikan dan hanya satu partai yang menguasai pemerintahan. Partai politik yang dominan dalam sistem satu partai atau partai politik tunggal di suatu negara disebut dengan parteinstaat, sedangkan rezimnya disebut dengan partitocrazia. Partai politik tersebut mendominasi negara dan “mengolonisasi” wilayah- wilayah penting negara dan masyarakat sehingga memiliki kecenderungan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. model partai tunggal terdapat di beberapa negara seperti di negara- negara Afrika (Mali, Pantai Gading), negara-negara Eropa Timur sebelum keruntuhan Komunisme Soviet dan di Cina. b. Sistem Dua Partai Sistem dua partai adalah sistem politik suatu negara yang memiliki dua partai utama (major party) dengan kemungkinan adanya partai politik lain, namun tidak signifikan. Hanya dua partai politik yang kekuatannya mungkin menguasai parlemen atau membentuk pemerintahan. Miriam Budiardjo menyatakan bahwa sistem ini dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat yang homogen, terdapat konsensus yang kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial, dan adanya keberlanjutan sejarah. Sistem dua
  • 21. 21 partai biasanya diperkuat dengan sistem pemilihan single member constituency yang menghambat pertumbuhan partai politik kecil. c. Sistem Multipartai Sistem multipartai adalah sistem di mana dalam suatu negara tidak terdapat satu partai politik tertentu yang mungkin menjadi mayoritas absolut. Untuk dapat menguasai lembaga perwakilan, atau membentuk pemerintahan tanpa berkoalisi dengan partai lain. Sistem multipartai memiliki kelebihan terutama bagi negara yang heterogen dalam masyarakatnya. Namun sistem ini dipandang memiliki kelemahan dari sisi pemerintahan yang dihasilkan, yaitu cenderung tidak stabil karena tidak ada pertai yang dominan, khususnya pada sistem pemerintahan parlementer. Sistem multipartai biasanya diperkuat dengan sistem perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai kecil. 3. Fungsi Partai Politik Menurut Safa’at (2011: 66-70) sesuai dengan landasan teori partai politik dan asal-usul serta perkembangannya, terdapat beberapa fungsi partai politik yang dikemukakan oleh para ahli. Fungsi-fungsi tersebut pada umumnya adalah: (1) sarana komunikasi politik; (2) sarana sosialisasi politik; (3) rekrutmen politik; (4) Pengelola konflik. Hampir sama dengan fungsi-fungsi tersebut Almond dan Powell (Safaat, 2011: 66) mengemukakan tiga fungsi partai politik, yaitu rekrutmen politik (political recruitment), sosialisasi politik (political socialization), dan artikulasi dan agregasi kepentingan (interest articulation and aggregation). Sedangkan Friedrich mengemukakan fungsi partai politik sebagai berikut: (1) selecting future leader; (2) maintaining contact between the government, including the oposition; (3) representing the various groupings in the community, and; (4) integrating as many of the groups as possible. a. Fungsi Komunikasi dan Sosialisasi Politik Partai politik berkomunikasi dengan rakyat dalam bentuk menerima aspirasi dan menyampaikan program-program politik. Partai politik menerima aspirasi dan mengelolanya menjadi pendapat umum dan dituangkan dalam bentuk program serta diperjuangkan menjadi keputusan pemerintah. Fungsi ini juga dikenal sebagai fungsi “broker of idea” dan bagi partai yang sedang memerintah berfungsi sebagai instrumen kebijakan (parties of policy instrument). Melalui fungsi itu, partai politik menerjemahkan dan menggabungkan pandangan-pandangan individual dan kelompok-kelompok tertentu (interest aggregation) menjadi program (interest articulation) yang akan dilaksanakan pemerintah dan menjadi dasar legislasi.
  • 22. 22 b. Fungsi Rekrutmen Politik Melalui parti politik dilakukan rekrutmen dan seleksi terhadap calon-calon anggota lembaga perwakilan. Calon-calon tersebut nantinya akan dipilih oleh rakyat. Selain itu kepala pemerintah baik pusat maupun daerah juga dipilih dengan rekrutmen dan seleksi melalui partai politik, baik yang berasal dari partai itu sendiri maupun yang berasal dari pihak ketiga. Salah satu tujuan sistem kepartaian adalah untuk mengontrol pemerintahan. Hampir setiap partai politik memiliki tujuan menguasai dan memelihara kontrolnya atas pemerintahan. Fungsi ini membuat partai politik menjalankan peran yang efektif. c. Fungsi Pengelola Konflik Dalam sistem konstitusi berdasarkan separation of power, fungsi partai politik adalah memelihara dan mengelola konflik antara legislatif dan eksekutif. Salah satu konsekuensi demokrasi adalah perluasan partisipasi politik. Partisipasi tidak hanya dalam bentuk pemilihan dan aspirasi kebijakan, tetapi juga membuka peluang terhadap semua warga negara untuk memerintah dalam jabatan publik. Peluang itu membuka kemungkinan terjadinya pertentangan atau konfliki. Konflik hanya dapat dikelola dengan baik jika terdapat aturan main dan pelembagaan kelompom- kelompok sosial dalam organisasi politik. Tanpa adanya pengorganisasian, partisipasi akan berubah menjadi gerakan massal yang merusak sehingga perubahan politik cenderung terjadi melalui revolusi atau kudeta. Oleh karena itu, partai politik juga menjalankan fungsi sebagai pengelola konflik. Beberapa fungsi yang telah disebutkan tidak selalu dapat diperankan dalam praktik kehidupan politik. Dapat terjadi suatu partai politik tidak memberikan informasi yang benar dan bermanfaat, sebaliknya informasi yang diberikan oleh partai politik berpotensi menimbulkan perpecahan. Suatu partai juga mungkin juga tidak menjadikan kepentingan nasional sebagai orientasi utama, tetapi lebih memerhatikan kepentingan golongan.
  • 23. 23 D. Tinjauan tentang Konflik 1. Hakekat Konflik Konflik dalam sebuah organisasi merupakan hal yang wajar terjadi. Karena banyaknya anggota organisasi menjadikan perbedaan pendapat sering terjadi antar anggota maupun dengan pemimpinnya. Dengan adanya perbedaan pendapat tersebut, jika tidak diselesaikan dengan cara yang baik akan menimbulkan konflik yang dapat berdampak buruk bagi kelangsungan organisasi. Menurut Ardana (2009:111) konflik adalah suatu gejala yang sudah merupakan suratan tangan dalam garis kehidupan organisasi ia merupakan kekuatan besar yang dapat membawa organisasi ke arah yang positif, tetapi terkadang dapat memecah belah dan bahkan mampu menghancurkan. Salah satu realitas, kehadiran konflik tidak perlu dipandang sebagai suatu persoalan. Akan lebih berguna apabila dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dijawab secara tepat. Mempermasalahkan sesuatu yang eksistensinya tidak bisa dihindari adalah perbuatan yang mubazir. Lebih bijaksana bila hal itu dibedah secara seksama serta direspon secara positif. Artinya konflik adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelolanya secara baik dan benar. Dampak konflik dalam organisasi tergantung pada cara pandang anggota terhadap konflik dan cara menyelesaikan konflik tersebut. Jika anggota organisasi dapat memandang konflik sebagai suatu tantangan seperti yang dijelaskan oleh Ardana (2009:111) maka organisasi akan menjadi lebih berkembang pasca konflik.
  • 24. 24 2. Definisi Konflik Menurut Wahjono (2010: 161) konflik merupakan suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi perhatian pihak pertama. Definisi tersebut merupakan pengertian yang luas yang menjelaskan bahwa suatu titik pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bila suatu interaksi “bersilangan” dapat menjadi suatu konflik antar pihak. Definisi sebagai mana dikemukakan tersebut cukup fleksibel yang mencakup semua rentang tingkat konflik, dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan sampai ke bentuk halus dari ketidaksepakatan. Menurut Robbins (Ardana, 2009: 112) konflik adalah suatu proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A untuk mengimbangi usaha - usaha B dengan cara merintangi yang menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau meningkatkan keinginannya. Menurut AL Banesc (Ardana, 2009: 112) konflik merupakan kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak - pihak merasakan adanya ketidak sesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan. Menurut Schmidt dan Kochan (Ardana, 2009: 112) konflik merupakan suatu perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan menunjukan permusuhan secara terbuka dan/atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Gangguan yang dilakukan dapat meliputi usaha – usaha yang aktif atau penolakan pasif. Mengacu pada definisi tersebut, penelitei menggunakan teori konflik untuk mengkaji lebih dalam. Dimana teori konflik merupakan teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat
  • 25. 25 adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. 3. Cara Pandang Terhadap Konflik Menurut Ardana (2009: 112) ada tiga cara pandang terhadap konflik yaitu: 1) Pandangan tradisional, semua konflik berbahaya maka harus dihindari, dengan cara apapun. Disini muncul kecenderungan untuk menekannya dan menyembunyikan dari permukaan dengan harapan lenyap dengan sendirinya. 2) Pandangan hubungan kemanusiaan, bahwa konflik adalah sesuatu yang alami dan merupakan hal yang tak dapat dikesampingkan dalam kelompok, karenanya konflik tidak dapat dihindari dan berpotensi positif dalam menentukan kinerja kelompok. 3) Pandangan interaksionis, bahwa konflik tidak saja dapat menjadi kekuatan positif, bahkan mutlak diperlukan. 4. Sumber Konflik Menurut Irfan Islami (Ardana, 2009: 113) secara rinci mengemukakan sumber konflik yang diuraikan sebagai berikut : 1) Manusia yang agresif dan menggunakan organisasi sebagai tempat untuk penyalur konflik. 2) Persaingan karena adanya sumber–sember yang terbatas seperti modal, modal, material, tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 3) Adanya kepentingan, hal ini dapat terjadi bila dua unit organisasi atau lebih memiliki tujuan yang berbeda–beda. 4) Perbedaan fungsi/peranan, karena adanya peranan yang dilaksanakan oleh masing-masing kelompok berbeda dan secara intern berbeda satu sama lain. 5) Ketidakkompakan, terutama dalam mencapai tujuan organisasi. 6) Adanya harapan peranan yang gagal dilaksanakan. 7) Ketidaktentuan tugas dan tanggung jawab. 8) Iklim organisasi yang tidak sehat. 9) Ambisi yang berlebihan. 10) Sifat manusia yang cenderung untuk berbuat rakus.
  • 26. 26 5. Definisi Konflik Politik Gatara (2011: 181) dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua perspektif atau pendekatan yang saling bertentangan untuk memandang masyarakat. Kedua perspektif tersebut adalah perspektif konflik (pendekatan struktural konflik) dan Perspektif konsensus (pendekatan struktural- fungsional). Perspektif konflik menyatakan bahwa masyarakat selalu berada pada ruang konflik yang terjadi secara terus menerus, baik pada tingkat dan skala kecil maupun skala besar dalam setiap masyarakat. Pandangan perspektif konflik ini dilandaskan pada sebuah asumsi utama yakni: 1. Masyarakat pada dasarnya tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan dominan. Kekuatan dominan ini dapat berupa pemodal (orang yang memiliki kekuasaan di bidang ekonomi) atau negara (penguasa). 2. Masyarakat mencakup berbagai bagian yang memiliki kepentingan berbeda dan saling bertentangan. Karena itu, masyarakat selalu dalam keadaan konflik. Perspektif konflik ini sangat bersebrangan dengan perspektif fungsional. Pendekatan funngsional ini berasumsi bahwa masyarakat mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi, tetapi saling berhubungan satu sama lain secara fungsional. Selain itu, masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nilai yang disepakati bersama sehingga masyarakat selalu dalam keadaan seimbang dan harmonis. Kritik perspektif konflik terhadap pandangan fungsionalis adalah bahwa nilai-nilai bersama yang diyakini telah menjadi kesepakatan antar- masyarakat, bukanlah suatu yang diciptakan bersama, melainkan terlebih dahulu diciptakan oleh kekuatan yang dominan. Nilai-nilai tersebut bukanlah suatu konsensus yang nyata, tetapi tak lebih dari rekayasa kekuatan dominan yang dipaksakan kepada masyarakat. Dahrendorf (Gatara, 2011: 182) meringkas asumsi teori fungsionalis (atau konsensus atau integritas) yang bertentangan dengan teori konflik. Menurutnya teori fungsional menyatakan bahwa: 1) Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-elemen yang secara relatif mantap dan stabil. 2) Setiap masyarakat merupakan suatu struktur elemen-elemen yang terintegritas dengan baik. 3) Setiap elemen dalam suatu masyarakat memiliki fungsi, yakni memberikan sumbangan pada bertahannya masyarakat itu sebagai suatu sistem. 4) Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada suatu konsensus nilai di antara para anggotanya.
  • 27. 27 Sementara konflik menutrut Dahrendorf (Gatara, 2011: 182) adalah: 1) Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan; perubahan sosial ada dimana-mana; 2) Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik; konflik sosial ada dimana-mana; 3) Setiap elemen pada setiap masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan; dan 4) Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain. Berangkat dari perspektif dan asumsi politik diatas, tampaknya pertentangan dan perbedaan menjadi kunci dalam mendefinisikan apakah yang dimaksud dengan konflik politik. Hal ini misalnya tergambar dari beberapa definisi tentang konflik itu sendiri yang dikemukakan oleh para sarjana. Menurut Achmad Fedyani syaifudin (Gatara, 2011: 183) konflik didefinisikan sebagai pertentangan yang bersifat langsung dan didasari antara individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut Lewis S. Cosen (Gatara, 2011: 183) konflik adalah suatu yang wajar terjadi dalam setiap masyarakat yang selalu mengalami perubahan sosial dan kebudayaan. Konflik politik adalah percekcokan, pertentangan, perselisihan dan ketegangan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Gatara, 2011: 183). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik politik adalah “gejala pertentangan dalam masyarakat yang berkaitan dengan mata rantai kekuasaan dan negara”. 6. Bentuk dan Penyebab Konflik Politik Simon Fisher, dkk (Gatara, 2011: 183-185) dalam bukunya Working With Conflick: Skilldan dan Strategis for Action (diterjemahkan S.N. Kartikasari, dkk., “mengelola konflik ketampilaan dan strategi untuk bertindak), menjelaskan tentang berbagai teori penyebab terjadinya konflik. 1) Teori hubungan masyarakat. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan adanya polarisasi yang terus terjadi dalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda.
  • 28. 28 Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah: a. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antar kelompok yang mengalami konflik; b. Mengusahakan toleransi agar masyarakat bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya. 2) Teori negosiasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan adanya posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang hendak dicapai dalam teori negosiasi prinsip ini adalah: a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan mendorong pihak-pihak atau kelompok- kelompok yang berkonflik untuk melakukan negosiasi yang dilandasi kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. b. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak atau semua pihak. 3) Teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang terjadi bisa disebabkan oleh kebutuhan dasar menusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang bisa disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi atau sengaja dihambat oleh pihak lain. Kebutuhan dasar manusia biasanya menyangkut tiga hal, yakni kebutuhan fisik, mental, dan sosial. Sasaran yang dicapai teori ini adalah: a. Membantu pihak-pihak yang sedang berkonflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan secara bersama-sama mengenai kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi sehingga memperoleh polihan-pilihan (alternatif-alternatif) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. b. Membantu agar pihak-pihak yang mengalami konflik dapat meraih kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. 4) Teori identitas. Teori ini berasumsi bahwa konflik terjadi akibat adnaya identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah: a. Melalui fasilitas komunikasi dan dialog antarpihak yang mengalami konflik. Mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka (pihak-pihak yang berkonflik). b. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.
  • 29. 29 5) Teori kesalahpahaman antarbudaya. Teori ini berasumsi bahwa konflik desebabkan adanya ketidak cocokan dalam ccara berkomunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah: a. Menambah pengetahuan bagi pihak-pihak yang mengalami konflik. b. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak atau kelompok lain. c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya. 6) Teori transformasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Sasaran yang hendak dicapai dalam teori ini adalah: a. Mengubah beberapa struktur yang dapat menimbulkan terjadinya ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan kesenjangan ekonomi. b. Meningkatkan ikatan hubungan dan sikap jangka panjang di antarpihak atau antarkelompok yang mengalami konflik. Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, rekonsiliasi, dan legitimasi atau pengakuan. 7. Resolusi Konflik John Davies (Gatara, 2011:185) membedakan tiga pendekatan dalam pengelolaan konflik. 1. Pendekatan berdasarkan kekuasaan (power-based approach), menggunakan kekuatan kekuasaan untuk memecahkan semua jenis konflik. Seandainya sifat pemerintahan adalah otoriter (authorian), pemecahan konflik tampak pada tingkat permukaan (surface), tidak sampai pada tingkat akar penyebab konflik. 2. Pendekatan berdasarkan hukum (right-based approach), pendekatan ini biasanya lebih menggunakan hukum, adat, norma dan sistem hukum sebagai alat penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi, struktur politik di Indonesia memungkinkan untuk melakukan subordinasi penegak hukum pada kepentingan-kepentingan pemegang kekuasaan. 3. Pendekatan berdasarkan kepentingan (interest-based approach). Kepentingan ini berupaya untuk membangun pemecahan yang mencerminkan nilai, kebutuhan dan kepentingan yang terpendam dalam hati pihak yang bertentangan.
  • 30. 30 E. Kerangka Pikir Sikap merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia, karena sikap menjadi tolak ukur respon yang diberikan oleh seseorang baik bersosialisasi dengan individu atau kelompok. Sikap dalam diri manusia tentu berbeda-beda, semua perbedaan itu dipengaruhi oleh lingkungan dan pola pikir yang terbentuk sejak dini. Jika seseorang hidup dengan cara ‘keras’ dari kecil, maka akan sangat berpengaruh pada pola pikir, sikap dan respon yang dihasilkan setelah dia dewasa. Dengan mengetahui sikap pada diri seseorang maka kita akan dapat menduga bagaimana reaksi atau respon yang dihasilkan ketika seseorang tersebut menghadapi suatu masalah. Dalam hal ini, sikap politik elite partai Golkar merupakan kesiapan untuk merespon konflik internal yang sedang terjadi dan semakin membesar bermula dari perbedaan dukungan pada internal partai Golkar saat pemilihan Presiden 2014. Kesiapan tersebut dapat berupa tanggapan-tanggapan atau penilaian-penilaian yang melibatkan komponen-komponen kognitif dan afektif dalam sikap, yaitu persepsi, pengetahuan, pengalaman dan perasaan elite partai golkar terhadap konflik pada tubuh Golkar yang sedang terjadi, mulai dari perbedaan dukungan, perpecahan suara sampai pada pemecatan yang didapat oleh kader-kader Golkar. Jika persepsi, pengetahuan, pengalaman dan perasaan tidak disertai dengan kecenderungan untuk bertindak, maka semua itu belum merupakan suatu kebulatan sikap. Karena karena persepsi, pengetahuan, pengalaman dan perasaan tadi harus disertai kecenderungan yang
  • 31. 31 berdasarkan komponen-komponen tersebut untuk menghadapi suatu objek atau situasi. Kerangka Pikir Konflik Internal Partai Golkar Sikap politik elite partai Golkar di DPD II Golkar Bandar Lampung
  • 32. 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Jenis Penelitian Tipe penelitian ini adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Faisal (2012: 20) penelitian kualitatif deskriptif yaitu dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang ditelitei. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada; tidak dimaksudkan untuk menarik generasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu pada suatu penelitian deskriptif, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Berdasarkan pengertian tersebut, maka penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan fakta dengan argument yang tepat. Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai sikap politik elite atas konflik internal yang ada, yaitu pandangan, pendapat dan respon para elite golkar di DPD II Bandar Lampung pada saat penelitian dilakukan. Dalam hal ini mengenai konflik yang terjadi pada internal DPD II Partai Golkar Bandar Lampung. Dasar pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teori yang dapat mendukung penganalisaan yang lebih mendalam terhadap gejala yang terjadi, Dikarenakan kajiannya adalah fenomena masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), yang sulit diukur
  • 33. 33 dengan menggunakan angka-angka maka penelitian ini membutuhkan analisa yang lebih mendalam dari sekedar penelitian kuantitatif yang sangat bergantung pada kuantifikasi data. Penelitian ini mencoba memahami apa yang dipikirkan oleh masyarakat terhadap suatu fenomena. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana peneliti melakukan penelitian, terutama dalam menangkap fenomena atau atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat. Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Dewan Perwakilan Daereah Tingkat II (DPD II) Golkar yang terletak di Jl. Gajah Mada, Pahoman, Bandar Lampung. C. Fokus Penelitian Penentuan fokus penelitian dimaksudkan agar dapat membatasi studi serta dapat ememnuhi kriteria memasukkan dan mengeluarkan informasi. Adapun fokus dari penelitian ini adalah “Sikap Politik Elite Partai Golkar Terhadap Konflik Internal Partai Golkar (studi kasus di DPD II Bandar Lampung)”. Apakah sikap tersebut positif atau negatif. Adapun sikap positif negatif itu adalah: -sikap positif, sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma individu itu berada.
  • 34. 34 -sikap negatif, sikap yang menunjukan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. D. Informan Informan penelitian (Herdiansyah 2012: 55) berisi tentang informasi mengenai informan penelitian, keterkaitan antara informan dengan subjek penelitian, dan seberapa dalam informan mengenali subjek penelitian dengan baik Informan dari penelitian di tentukan secara acak, dengan memilih dan menentukan informan yang di anggap bisa memberikan data untuk penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah elite atau kader partai Golkar di DPD II Golkar Bandar Lampung. E. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penelitei dalam penelitian ini yaitu: 1. Teknik wawancara Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara. Menurut Faisal (2012: 109) Wawancara merupakan alat re- cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman (guide) wawancara. Serta beberapa topik yang telah disertakan oleh penelitei dan didiskusikan bersama-sama. Secara keseluruhan, wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi
  • 35. 35 kasus umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan-urusan kemanusiaan ini harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai, dan para responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keterangan-keterangan penting dengan baik ke dalam situasi yang berkaitan. 2. Observasi Menurut Faisal (2012: 112) Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh penelitei. Dala arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan penelitei melalui penggunaan pancaindera. Observasi langsung dilakukan dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, penelitei menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. 3. Studi Dokumen (Dokumentasi) Menurut Faisal (2012: 115) studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen- dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji, dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan. F. Teknik pengolahan data Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif maka metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan data-data dari lapangan kemudian menganalisis dengan cara memaparkan hasil penelitian melalui kata-kata atau kalimat. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif. Karena objek kajiannya adalah elite partai politik, dimana elite partai politik memiliki cara berfikir dan cara pandang yang berbeda, maka
  • 36. 36 penelitian ini membutuhkan analisa yang mendalam dari sekedar penelitian kuantitatif yang sangat bergantung pada kuantifikasi data. G. Teknik Penyajian Data Dengan menggunakan teknik analisis data yang bersifat kualitatif menurut Miles dan Huberman (Satori, 2009: 54) terjadi tiga alur kegiatan untuk mendapatkan data yang valid, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. 1. Reduksi data Reduksi dapat diartikan sebagai proses memilah, memusatkan, dan menyederhanakan data yang baru diperoleh dari penelitian yang masih mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan terus menerus ketika pengumpulan data masih dilakukan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, memperjelas data yang diperoleh dan membuang data yang tidak dibutuhkan. Tujuan dari reduksi data ini adalah untuk mendapatkan data yang lebih mudah untuk diolah. 2. Penyajian Data: Proses kedua setelah reduksi data adalah penyajian data. Sekumpulan data yang diperoleh disajikan dalam bentuk text naratif yang berguna untuk mempermudah dalam proses analisa data dan penarikan kesimpulan. Dengan melihat data yang sudah disajikan, penelitei harus memahami apa yang sedang terjadi pada objek peneliteiaannya dan penelitei harus tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. 3. Penarikan Kesimpulan: Kegiatan analsis ketiga yang penting setelah kedua kegiatan analisis di atas adalah penarikan kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penelitei telah mencari pola-pola, anomali-anomali, dan gejala-gejala pada objek penelitiannya, maka pada tahap ini penelitei harus menarik kesimpulan atas objek kajiaannya. Kesimpulan atas hasil penelitian adalah hasil akhir atau klimaks dari penelitian yang telah dilakukan.
  • 37. 37 H. Teknik validasi data Menurut Moeleong (2004: 324) uji validasi dalam penelitian ini akan ditekankan pada uji validitas dan reabilitas. Setiap penelitian memerlukan kriteria untuk melihat kepercayaan atau kebenaran atas hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, standar tersebut dinamakan keabsahan data. Teknik keabsahan data adalah standar validitas dari data yang diperoleh.