SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Download to read offline
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiografi Regional
Menurut van Bemmelen (1949) berdasarkan morfologi dan tektoniknya
Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar 2.1) yaitu :
1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang
dengan arah barat-timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun
oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai.
2. Zona Bogor, terletak di sebelah selatan pantai utara, membentang dari
Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang
berumur Neogen yang terlipat kuat. Zona ini telah mengalami tektonik yang
kuat sehingga terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke
utara dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang umumnya
berelief lebih terjal.
3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi sampai
ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona Bandung merupakan
hasil depresi antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang
sering terlihat berarah barat - timur dengan dibatasi deretan gunungapi di utara
dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh erupsi hasil gunungapi yang
berumur Resen.
4. Zona pegunungan selatan Jawa Barat, terletak di sebelah selatan Jawa Barat.
Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah barat sampai Pulau

5
6

Nusakambangan di sebelah timur dengan lebar rata-rata 50 km. Pada ujung
sebelah timur Pulau Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga lebarnya
hanya beberapa kilometer saja.

Lokasi Penelitian
Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949; dalam Martodjojo, 2003)

Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Barat, maka daerah
penelitian secara regional termasuk ke dalam Zona Bogor.

2.2 Stratigrafi Regional
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberi gambaran
untuk mengenai beberapa formasi yang erat kaitannya dengan daerah penelitian.
Peneliti terdahulu telah membahas stratigrafi regional yang berkaitan
dengan daerah penelitian (Tabel 2.1). Terdapat ketidaksamaan istilah dan
7

penamaan satuan stratigrafi dari para peneliti tersebut, walaupun pada prinsipnya
adalah sama.
Tabel 2.1 Stratigrafi Peneliti Terdahulu

Menurut Kastowo dan N.Suwarna (1996), dalam Peta Geologi Lembar
Majenang susunan batuan tertua sampai yang termuda sebagai berikut: Formasi
Jampang, Formasi Pemali, Formasi Rambatan, Formasi Lawak, Batugamping
Kalipucang, Formasi Kumbang, Formasi Halang, Formasi Kalibiuk, Formasi
Kaliglagah, Formasi Mengger, Formasi Gintung, Formasi Linggopodo, Hasil
Gunungapi Tua, Intusi, dan Aluvium.
8

Daerah penelitian yang berada di daerah Lebakwangi dan sekitarnya,
menurut Kastowo dan N.Suwarna terdiri atas: batuan sedimen dan batuan
gunungapi yaitu, Formasi Rambatan, Formasi Halang, Formasi Lawak, Formasi
Pemali, Anggota Gununghurip Formasi Halang, Hasil Gunungapi Tua Cireme,
Endapan Lahar Cipedak, Hasil Gunungapi Muda Cireme, dan Endapan Aluvium.
Formasi tertua adalah Formasi Pemali berupa napal globigerina berwarna
biru dan hijau keabuan, berlapis jelek-baik. Seempat terdapat batupasir tufan, dan
juga batupasir gampingan berwarna biru keabuan. Struktur sedimen yang terdapa
berupa perairan sejajar, silang siur, perairan terpelintir, dan gelembur gelombang.
Umur diperkirakan miosen awal. Tebal satuan kurang lebih 900 m.
Diatas Formasi Pemali diendapkan secara tidak selaras Formasi Rambatan
berupa batupasir gampingan dan konglomerat yang bersisipan dengan lapisan tipis
napal dan serpih menempati bagian bawah satuan, sedangkan bagian atas terdiri
dari batupasir gampingan kelabu terang sampai kebiruan, mengandung kepingan
andesit. Kandungan fosil foraminifera besar menunjukkan umur satuan. Miosen
tengah. Tebalnya lebih dari 300 m.
Di atas Formasi Rambatan diendapkan secara tidak selaras Anggota
Gununghurip Formasi Halang terdiri dari breksi gunungapi bersusunan andesit,
bersisipan batupasir, serpih, batulempung pasiran, dan konglomerat aneka bahan,
umumnya kelabu, berlapis baik. Struktur sedimen perlapisan sejajar dan bersusun
sangat umum.
Di atas Anggota Gununghurip Formasi Halang diendapkan secara selaras
9

Formasi Halang berupa batupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung. Di
bagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit. Batupasir umumnya wake.
Runtunan diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Struktur
sedimen yang jelas berupa perlapisan bersusun, perairan sejajar, tikas seruling,
tikas beban. Setempat ditemukan kandungan fosil foraminifera dan moluska.
Di atas Formasi Halang diendapkan secara tidak selaras Hasil Gunungapi
Tua Cireme berupa breksi andesit, tersisipi beberapa lapisan lava, breksi aliran
dan tuff.
Di atas Hasil Gunungapi Tua Cireme diendapkan secara tidak selaras
Endapan Lahar Cipedak berupa kepingan-kepingan batuan andesit di dalam
masadasar pasir berbutir kasar, mengeras, mungkin merupakan hasil kegiatan
Gunung Cireme tua. Tersingkap sepanjang Sungai Cipedak di bagian barat laut
Lembar Majenang.
Di atas Endapan Lahar Cipedak diendapkan secara tidak selaras Hasil
Gunungapi Muda Cireme umumnya berupa lahar. Terdapat di bagian baratlaut
Lembar Majenang.
Di atas Hasil Gunungapi Muda Cireme diendapkan secara tidak selaras
Endapan Aluvium berupa kerikil, pasir, dan lempung yang berwarna kelabu.
Terendapkan sepanjang dataran banjir sungai-sungai besar. Juga endapan
lempung hitam, berbau busuk hasil endapan rawa. Tebal kurang lebih 5 m.
10

2.3 Struktur Geologi Regional
Menurut van Bemmelen (1949) Zona Bogor telah mengalami dua kali
masa periode tektonik, yaitu : Periode intra Miosen atau Miosen – Pliosen dan
Periode Pliosen – Plistosen. Periode tektonik tersebut menyebabkan adanya
kompresi regional berarah utara-selatan. Daerah penelitian menurut van
Bemmelen (1949) merupakan rangkaian antiklinorium yang berarah barat – timur
dimana batuan terlipat kuat. Terdapat sesar - sesar yang menyebabkan
bergesernya sumbu antiklin dan sinklin.
Tektonik intra Miosen menghasilkan pembentukan geantiklin di bagian
pulau Jawa, dan ini akan membentuk struktur lipatan dan sesar pada batuan
Paleogen dan Neogen. Arah umum sumbu lipatan adalah barat - timur dan zona
sesar mendatar berarah baratdaya - timur laut dan baratlaut – tenggara.
Tektonik Pliosen - Plistosen merupakan kelanjutan dari periode tektonik
sebelumnya. Pada periode ini banyak terjadi proses vulkanisme dengan endapan
volkanik yang tersebar luas, terjadi perlipatan dan pensesaran yang diakibatkan
oleh gaya - gaya yang mengarah keselatan akibat turunnya bagian utara zona
Bandung, sehingga mendorong Zona Bogor secara kuat.
Tekanan kuat tersebut menyebabkan struktur perlipatan dan sesar naik di
bagian utara Zona Bogor yang memanjang dari Sumedang sampai Gunung
Ceremai. Sesar ini dikenal dengan nama Sesar Baribis.
11

Pada periode ini juga terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan
oleh terjadinya amblasan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian
menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor.
Lipatan relatif berarah barat-timur yang tersesarkan oleh sesar mendatar
dekstral sedangkan sesar normal ada dua kecendrungan berarah baratlaut tenggara dan baratdaya - timur laut, sedangkan sesar naik yang berada di utara
berarah baratdaya - timur laut.

Gambar 2.2 Rekonstruksi tektonik pulau Jawa bagian Barat

2.4 Sejarah Geologi Regional
Van Bemmelen (1949) mengemukakan pada awal Oligosen, Zona Bogor
12

merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysch dan
endapan laut dengan sisipan batuan volkanik yang kemudian dikenal dengan nama
Formasi Pemali. Setelah evolusi jalur non volkanik berakhir, dilanjutkan dengan
suatu aktivitas vulkanisme yang disertai dengan gejala penurunan sehingga
terbentuk beberapa gunungapi bawah laut pada Awal Miosen yang menghasilkan
endapan bersifat andesitik dan basaltik.
Pada Miosen Tengah aktivitas vulkanisme ini berkurang dan diganti
dengan pengendapan lempung, napal dan gamping terumbu yang menandakan
lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu terbentuk endapan Formasi
Cidadap dan Formasi Halang. Litologi bagian selatan terdiri atas breksi dan
batupasir tufaan sedangkan litologi bagian utara didominasi oleh batulempung dan
napal.
Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin dipegunungan selatan yang
disusul dengan peluncuran puncaknya kearah cekungan bagian utara. Akhir
Miosen Atas aktivitas vulkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Zona Bogor
bagian selatan yang menghasilkan endapan breksi kumbang, ini menunjukan
bahwa zona tunjaman telah bergeser kearah yang lebih keselatan dari sebelumnya.
Selama kegiatan vulkanisme pada Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung
dan Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu Dataran Pantai Jakarta terus
mengalami penurunan yang ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang
dikenal dengan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen.
13

Pada Miosen Akhir, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah
menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur
sedimen silang siur dan fosil moluska. Di atasnya diendapkan volkanik Pliosen –
Plistosen, dimana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung dan
Zona Bogor.

2.5

Landasan Teori

2.4.1

Geologi Struktur
Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari

tentang bentuk atau arsitektur batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan
proses – proses pembentukannya (Davis, 1984). Proses deformasi ini adalah
perubahan bentuk, lokasi, ukuran dan orientasi suatu batuan akibat gaya (force)
yang tejadi di dalam bumi.
2.4.2

Kekar
Kekar adalah suatu rekahan pada suatu massa batuan yang relatif tidak

mengalami pergeseran yang signifikan, atau sedikt sekali tergeser (Billings,
1972). Kekar ini dapat terbentuk akibat gejala tektonik maupun non tektonik.
Klasifikasi kekar didasarkan pada :
1) Bentuk :
a. Sistematik : Joint set, Joint system
14

Kekar sistematik biasanya dijumpai berpasangan dengan arah yang sejajar
atau hamper sejajar dan bidang – bidang kekar yang rata atau sedikit
melengkung
b. Tidak sistematik.

2) Ukuran :
a. Master joint : puluhan sampai ratusan meter
b. Minor joint : kurang dari 1 inci

3) Kerapatan
Kerapatan kekar dinyatakan dengan jumlah persatuan jarak lintasan
pengamatan yang dibuat secara garis lurus atau rata – rata jarak antar kekar.

4) Kejadiannya
Secara kejadiannya, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Shear (kekar gerus), yang terjadi akibat adanya tegasan atau gaya
kompresional.
b. Tension (kekar tarikan)
Kekar tarikan dapat dibedakan menjadi :
i.

Tension fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah
dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan
hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein.
15

ii.

Release fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya
atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya
utama. Struktur ini sering disebut Stylolite.

Kekar merupakan salah satu gejala struktur yang lebih sulit untuk di
analisis dari yang lainnya, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian
geologi, misalnya sebelum terbentuk lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak
adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan
kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya.

Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan genetiknya yang menunjukkan hubungan pola tegasan
dengan pola kekar yang terbentuk (Hobs, 1976)

Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk
menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar – kekar tersebut
terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar. Dalam penentuan jenis sesar
ini sangat lemah dan data yang dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga jalur sesar
yang diamati dari peta topografi, foto udara, dan peta DEM.
16

2.4.2.1 Analisis Kekar
Seperti dikemukakan oleh beberapa penulis, dan secara tegas oleh Bott
(1959) bahwa pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate
Shear). Dengan analisis kekar dalam penentuan jenis kekar hal ini dapat
diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson dengan patokan sebagai
berikut :
1. σ 1 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear
yang mempunyai sudut sempit
2. σ 2 – berada pada titik perpotongan antara dua bidang Conjugate Shear.
3. σ 3 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear
yang mempunyai sudut tumpul
4. σ 1 ┴ σ 2 ┴ σ 3
5. Orientasi Tensional Joint ┴ dengan orientasi σ 1
6. Orientasi Stylolites ┴ dengan orientasi σ 3
7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit
8. Bidang shear dan release joint akan membentuk sudut tumpul

2.4.2.2 Proyeksi Stereografi
Proyeksi stereografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri yang
efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang secara
langsung. Pada proyeksi stereografi, unsur struktur geologi digambarkan dan
dibatasi di dalam suatu permukaan bola (sphere). Bila pada suatu bidang miring
17

ditempatkan pada suatu permukaan bola melalui pusat bola, maka bidang tersebut
akan memotong permukaan bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau
disebut sebagai proyeksi permukaan bola (spherical projection).
Pada umumnya dasar proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi sferis
pada belahan bola bagian bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula yang
memakai bagian atasnya (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola ini digam-

.

Gambar 2.4 Proyeksi stereografi dari sebuah bidang (Ragan, 1973).

barkan pada setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith. Hasil
proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi stereografi.
Struktur bidang atau garis diproyeksikan dengan cara yang sama yaitu melalui
perpotongannya dengan permukaan bola sebagai proyeksi sferis atau titik, dan
diproyeksikan pada bidang horizontal melalui Zenith.
Hasil proyeksi sferis ini masih dalam bentuk tiga dimensi. Untuk mengubah
tampilan tiga dimensi ini menjadi bentuk dua dimensi digunakan proyeksi planar
dari permukaan bola ke dalam suatu bidang planar.
18

Pengolahan dan analisis data kekar dilakukan dengan menggunakan Proyeksi
Stereografi yang merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis
geologi struktur yang mempresentasikan bentuk tiga dimensi di lapangan dalam
bentuk dua dimensi. data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot
ke dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap
kutub dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari
Kalsbeek).

A

B

Gambar 2.5 A. jaring sama sudut (Wulf Net) ; B. Jaring sama luas (Schmidt Net) untuk analisis
data kekar

Setiap data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot ke
dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap kutub
dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari Kalsbeek)
akan menghasilkan bidang puncak maksimal yang merupakan densitas terbesar
dari seluruh data yang diplot. Proses pengeplotan data kekar ini dibantu dengan
program Dips.
19

Gambar 2.6 Counting Net dari Klasbeek untuk analisis data kekar

2.4.3 Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran relative (displacement) yang berarti, melalui bidang rekahnya
(Billings, 1972). Suatu sesar dapat berupa bidang sesar, ataupun rekahan tunggal.
Tetapi lebih sering berupa jalur sesar (Fault Zone), yang terdiri lebih dari satu
sesar. Jalur sesar biasanya memiliki dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari
skala minor sampai dengan puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan ada
pergeseran walau sedikit dapat pula dikatakan sebagai sesar minor.
Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengetahui dan
mengenal unsur – unsur struktur sebagai berikut:
1. Bidang sesar (slicken side), yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan
yang mengalami pergeseran.
2. Dip sesar, yaitu sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan
diukur tegak lurus dari jurus (strike) kekar. Jurus dan dip sesar ini
menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.
3. Hanging wall, yaitu blok batuan yang berada relatif diatas bidang sesar.
4. Foot wall, yaitu blok batua yang berada relatif dibawah bidang sesar.
20

5. Slicken line, yaitu garis gerusan yang terbentuk akibat pergeseran di
bidang sesar.
6. Pitch, yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan garis gerus (slicken
line) dengan garis horizontal.
7. Hade, sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan
penyiku dari dip sesar.
8. Throw, komponen vertikal dari slip diukur pada vertikal yang tegak lurus
terhadap jurus sesar.
9. Heave, komponen horisontal yang tegak lurus dari slip diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus terhadap jurus sesar.

Gambar 2.7 Unsur – unsur struktur sesar

Keterangan gambar diatas yaitu :

Blok kiri

= footwall

θ

= hade = 90o – dip

Blok kanan

= hanging wall

ae

= vertical slip = throw

α

= dip

de

= horizontal slip = heave

β

= pitch
21

2.4.3.1 Pemodelan Patahan Anderson (1951)
Anderson membuat suatu pemodelan yang menjelaskan hubungan antara
pola tegasan dan bidang patah yang terbentuk (Gambar 2.6), dengan kesimpulan :
1. Sesar normal terbentuk bila σ1 vertikal.
2. Sesar mendatar terbentuk bila σ2 vertikal.
3. Sesar naik terbentuk bila σ3 vertikal.

Gambar 2.8 Klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (dalam M. Thomas, 2006),
berdasarkan analisa kekar dalam bentuk stereogram dan sistem tegasannya.

2.4.3.3 Teori Sistem Sesar Mendatar Moody and Hill (1956)
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Moody and Hill (1956) yang
meneliti hubungan tegasan utama terhadap unsur – unsur struktur yang terbentuk
maka muncul teori pemodelan sistem sesar mendatar Moody and Hill sebaga
berikut:
22

1. Jika suatu materi yang homogen dikenai suatu gaya kompresi akan
menggerus pada sudut 300 terhadap arah tegasan maksimum yang
mengenainya, bidang gerus maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan
menengah dan berada 450 terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang
sudut 150 antara 450 bidang gerus maksimum dan 300 bidang gerus yang
terbentuk akibat adanya sudut geser dalam (internal friction).
2. Suatu kompresi stress yang mengenai suatu materi homogen, pada
umumnya dipecahkan ke dalam tiga arah tegasan (sumbu tegasan
maksimum, menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara
adalah suatu permukaan dengan tegasan gerusnya nol, dan seringkali tegak
lurus atau normal terhadap salah satu arah tegasan, akibatnya salah satu
dari tiga arah tegasan tersebut akan berarah vertikal.
3. Orde kedua dari sistem ini muncul dari tegasan orde kedua yang berarah
450 dari tegasan utama orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang
gerus maksimal orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola
sama dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.
4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde
pertama, sehingga tidak mungkin atau sangat sulit untuk membedakan
orde keempat dan seterusnya dari orde pertama, kedua, dan ketiga.

Selain dari pemodelan – pemodelan di atas, sebenarnya masih banyak lagi
pemodelan – pemodelan struktur geologi yang telah dibuat oleh peneliti – peneliti
lainnya.
23

Gambar 2.9. pemodelan sesar mendatar Moody and Hill (1956)

2.4.3.4 Klasifikasi Sesar
Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu.
Mengingat struktur sesar adalah rekahan di dalam bumi yang ditimbulkan karena
pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya diusahakan untuk
mengetahui arah pergeseran tersebut. Mengingat arah dari pergeseran memiliki
beberapa kemungkinan, dan “pitch” yang berkisar 00 – 900, maka Rickard (1972)
membuat pengelompokan sesar yang termasuk pada “strike-slip” dan “dip-slip”.
24

Gambar 2.10 Diagram klasifikasi sesar (Rickard, 1972)

Penamaan sesar (Rickard, 1972) berdasarkan nomor yang ada pada gambar 2.11
sebagai berikut:
1. Sesar naik dengan dip < 450 (Thrust slip fault).
2. Sesar naik dengan dip > 450 (Reverse slip fault).
3. Sesar naik dekstral dengan dip < 450 (Right thrust slip fault)
4. Sesar dekstral naik dengan dip < 450 (Thrust right slip fault)
5. Sesar dekstral naik dengan dip > 450 (Reverse right slip fault)
6. Sesar naik dekstral dengan dip > 450 (Right reverse slip fault)
7. Sesar dekstral (right slip fault)
8. Sesar dekstral normal dengan dip < 450 (Lag right slip fault)
9. Sesar normal dekstral dengan dip < 450 (Right lag slip fault)
10. Sesar normal dekstral dengan dip > 450 (Right normal slip faut)
11. Sesar dekstral normal dengan dip > 450 (Normal right slip fault)
12. Sesar normal dengan dip < 450 (Lag slip fault)
25

13. Sesar normal dengan dip > 450 (Normal slip fault)
14. Sesar normal sinistral dengan dip < 450 (Left lag slip fault)
15. Sesar sinistral normal dengan dip < 450 (Lag left slip fault)
16. Sesar sinistral normal dengan dip > 450 (Normal left slip fault)
17. Sesar normal sinistral dengan dip > 450 (Left Normal slip fault)
18. Sesar sinistral (Left slip fault)
19. Sesar sinistral naik dengan dip < 450 (Thrust left slip fault)
20. Sesar naik sinistral dengan dip < 450 (Left thrust slip fault)
21. Sesar naik sinistral dengan dip > 450 (Left reverse slip fault)
22. Sesar sinistral naik dengan dip > 450 (Reverse left slip fault)

Untuk Geometri dari sesar, Geometrinya sangat ditentukan sekali oleh jenis
tegasan yang mendeformasi batuan. Berikut adalah beberapa geometri sesar:
1. Planar, sesar dengan geometri bidang yang lurus
2. Listric sesar dengan geometri bidang yang cekung keatas (kemiringan
bidang sesar makin dalam makin berkurang)
3. Stepening downward atau cembung keatas (kemiringan bidang sesar
makin dalam makin besar)
4. Anastomosing sesar dengan bidang becabang-cabang yang tidak beraturan

2.4.4

Lipatan
Lipatan merupakan suatu bentuk lengkungan dari suatu bidang perlapisan

batuan yang diakibatkan baik oleh tektonik maupun non tektonik. Bentuk
26

lengkungan tersebut dicirikan oleh jurus dan kemiringan perlapisan atau
strike/dip. Lipatan yang diakibatkan oleh tektonik biasanya mempunyai pola-pola
tertentu tergantung dari tegasan atau gaya yang mempengaruhinya. Sedangkan
lipatan non-tektonik dapat terbentuk akibat longsoran seperti struktur slump atau
gravity sliding, pola lipatan ini umumnya tidak beraturan.
Unsur-unsur geometri lipatan terdiri atas limb (sayap lipatan), inflexion
point (titik balik lengkungan pada sayap lipatan), trought (daerah terendah
lipatan), crest (puncak lipatan), hinge (titik maksimum lengkungan), depresion
(titik terendah puncak lipatan), culmination (titik terendah puncak lipatan), axial
line (garis yang menghubungkan hinge point), axial plane (bidang sumbu lipatan
yang membagi sudut sama besar antar sayap), plunge (sudut penunjaman lipatan
dengan arah horizontal), fold axis (sumbu lipatan),horizontal plane (bidang khayal
mendatar dari lipatan)
Klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964) berdasarkan nilai sudut interlimb
(sudut yang dibentuk oleh perpotongan dan perpanjangan kemiringan limb dan
nilai sudut penungjaman (plunge). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini;
27

Tabel 2.2 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut interlimb (Fleuty, 1964)
Sudut interlimb

Klasifikasi Lipatan

1800-1200

Gentle

1200-700

Open

700-300

Close

300-00

Tight

00

Isoclinal

Negatif

Mushroom

Tabel 2.3 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut Plunge (Fleuty, 1964)
Sudut Plunge

Klasifikasi Lipatan

00-100

Horizontal

100-300

Gently plunging fold

300-600

Moderately plunging fold

600-800

Steeply inclined fold

800-900

Vertical fold

More Related Content

What's hot

Observasi geologi Karsam
Observasi geologi KarsamObservasi geologi Karsam
Observasi geologi Karsam
Fajar Perdana
 

What's hot (20)

materi-kuliah-geolog14. kedalamam dan ketebalan
materi-kuliah-geolog14. kedalamam dan ketebalanmateri-kuliah-geolog14. kedalamam dan ketebalan
materi-kuliah-geolog14. kedalamam dan ketebalan
 
Tekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuTekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan beku
 
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
 
Mekanika Batuan
Mekanika BatuanMekanika Batuan
Mekanika Batuan
 
Tahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiTahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologi
 
Pembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detilPembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detil
 
Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotanBuku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
 
deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen
 
Skala waktu-geologi
Skala waktu-geologiSkala waktu-geologi
Skala waktu-geologi
 
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
 
Observasi geologi Karsam
Observasi geologi KarsamObservasi geologi Karsam
Observasi geologi Karsam
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
 
Tekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuTekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan beku
 
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesarMateri Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
 
Pola peledakan
Pola peledakanPola peledakan
Pola peledakan
 
Piroksen
PiroksenPiroksen
Piroksen
 
Model endapan bahan galian
Model endapan bahan galianModel endapan bahan galian
Model endapan bahan galian
 
Endapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabarEndapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabar
 
Klasifikasi RQD
Klasifikasi RQDKlasifikasi RQD
Klasifikasi RQD
 

Similar to 140710080104 2 1192

154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
owyeh
 
geologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakartageologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakarta
Intan Hasanah
 
Kondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salemKondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salem
Hiskia Annisa
 
Tugas fixx pemetaan praktikum
Tugas fixx pemetaan praktikumTugas fixx pemetaan praktikum
Tugas fixx pemetaan praktikum
M Naufal
 
Makalah parangtritis uas b. indonesia
Makalah parangtritis uas b. indonesiaMakalah parangtritis uas b. indonesia
Makalah parangtritis uas b. indonesia
rizal92
 

Similar to 140710080104 2 1192 (20)

Makalah Hilman Rahmanhata
Makalah Hilman RahmanhataMakalah Hilman Rahmanhata
Makalah Hilman Rahmanhata
 
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
 
Tugas gi
Tugas giTugas gi
Tugas gi
 
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
 
sejarah.pdf
sejarah.pdfsejarah.pdf
sejarah.pdf
 
The Geology of Java
The Geology of JavaThe Geology of Java
The Geology of Java
 
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.pptBENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
 
geologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakartageologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakarta
 
Kondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salemKondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salem
 
DOC-20161010-WA000.ppt
DOC-20161010-WA000.pptDOC-20161010-WA000.ppt
DOC-20161010-WA000.ppt
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
 
Baritocekungan
BaritocekunganBaritocekungan
Baritocekungan
 
1118
11181118
1118
 
Tugas fixx pemetaan praktikum
Tugas fixx pemetaan praktikumTugas fixx pemetaan praktikum
Tugas fixx pemetaan praktikum
 
Makalah parangtritis uas b. indonesia
Makalah parangtritis uas b. indonesiaMakalah parangtritis uas b. indonesia
Makalah parangtritis uas b. indonesia
 
DOC-20161009-WA000.ppt
DOC-20161009-WA000.pptDOC-20161009-WA000.ppt
DOC-20161009-WA000.ppt
 
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
 
Fasies gunung api dan aplikasinya
Fasies gunung api dan aplikasinyaFasies gunung api dan aplikasinya
Fasies gunung api dan aplikasinya
 
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
 
PPT KELOMPOK 6.pptx
PPT KELOMPOK 6.pptxPPT KELOMPOK 6.pptx
PPT KELOMPOK 6.pptx
 

140710080104 2 1192

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Menurut van Bemmelen (1949) berdasarkan morfologi dan tektoniknya Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang dengan arah barat-timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai. 2. Zona Bogor, terletak di sebelah selatan pantai utara, membentang dari Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang berumur Neogen yang terlipat kuat. Zona ini telah mengalami tektonik yang kuat sehingga terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke utara dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang umumnya berelief lebih terjal. 3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi sampai ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona Bandung merupakan hasil depresi antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang sering terlihat berarah barat - timur dengan dibatasi deretan gunungapi di utara dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh erupsi hasil gunungapi yang berumur Resen. 4. Zona pegunungan selatan Jawa Barat, terletak di sebelah selatan Jawa Barat. Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah barat sampai Pulau 5
  • 2. 6 Nusakambangan di sebelah timur dengan lebar rata-rata 50 km. Pada ujung sebelah timur Pulau Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga lebarnya hanya beberapa kilometer saja. Lokasi Penelitian Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949; dalam Martodjojo, 2003) Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Barat, maka daerah penelitian secara regional termasuk ke dalam Zona Bogor. 2.2 Stratigrafi Regional Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberi gambaran untuk mengenai beberapa formasi yang erat kaitannya dengan daerah penelitian. Peneliti terdahulu telah membahas stratigrafi regional yang berkaitan dengan daerah penelitian (Tabel 2.1). Terdapat ketidaksamaan istilah dan
  • 3. 7 penamaan satuan stratigrafi dari para peneliti tersebut, walaupun pada prinsipnya adalah sama. Tabel 2.1 Stratigrafi Peneliti Terdahulu Menurut Kastowo dan N.Suwarna (1996), dalam Peta Geologi Lembar Majenang susunan batuan tertua sampai yang termuda sebagai berikut: Formasi Jampang, Formasi Pemali, Formasi Rambatan, Formasi Lawak, Batugamping Kalipucang, Formasi Kumbang, Formasi Halang, Formasi Kalibiuk, Formasi Kaliglagah, Formasi Mengger, Formasi Gintung, Formasi Linggopodo, Hasil Gunungapi Tua, Intusi, dan Aluvium.
  • 4. 8 Daerah penelitian yang berada di daerah Lebakwangi dan sekitarnya, menurut Kastowo dan N.Suwarna terdiri atas: batuan sedimen dan batuan gunungapi yaitu, Formasi Rambatan, Formasi Halang, Formasi Lawak, Formasi Pemali, Anggota Gununghurip Formasi Halang, Hasil Gunungapi Tua Cireme, Endapan Lahar Cipedak, Hasil Gunungapi Muda Cireme, dan Endapan Aluvium. Formasi tertua adalah Formasi Pemali berupa napal globigerina berwarna biru dan hijau keabuan, berlapis jelek-baik. Seempat terdapat batupasir tufan, dan juga batupasir gampingan berwarna biru keabuan. Struktur sedimen yang terdapa berupa perairan sejajar, silang siur, perairan terpelintir, dan gelembur gelombang. Umur diperkirakan miosen awal. Tebal satuan kurang lebih 900 m. Diatas Formasi Pemali diendapkan secara tidak selaras Formasi Rambatan berupa batupasir gampingan dan konglomerat yang bersisipan dengan lapisan tipis napal dan serpih menempati bagian bawah satuan, sedangkan bagian atas terdiri dari batupasir gampingan kelabu terang sampai kebiruan, mengandung kepingan andesit. Kandungan fosil foraminifera besar menunjukkan umur satuan. Miosen tengah. Tebalnya lebih dari 300 m. Di atas Formasi Rambatan diendapkan secara tidak selaras Anggota Gununghurip Formasi Halang terdiri dari breksi gunungapi bersusunan andesit, bersisipan batupasir, serpih, batulempung pasiran, dan konglomerat aneka bahan, umumnya kelabu, berlapis baik. Struktur sedimen perlapisan sejajar dan bersusun sangat umum. Di atas Anggota Gununghurip Formasi Halang diendapkan secara selaras
  • 5. 9 Formasi Halang berupa batupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung. Di bagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit. Batupasir umumnya wake. Runtunan diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Struktur sedimen yang jelas berupa perlapisan bersusun, perairan sejajar, tikas seruling, tikas beban. Setempat ditemukan kandungan fosil foraminifera dan moluska. Di atas Formasi Halang diendapkan secara tidak selaras Hasil Gunungapi Tua Cireme berupa breksi andesit, tersisipi beberapa lapisan lava, breksi aliran dan tuff. Di atas Hasil Gunungapi Tua Cireme diendapkan secara tidak selaras Endapan Lahar Cipedak berupa kepingan-kepingan batuan andesit di dalam masadasar pasir berbutir kasar, mengeras, mungkin merupakan hasil kegiatan Gunung Cireme tua. Tersingkap sepanjang Sungai Cipedak di bagian barat laut Lembar Majenang. Di atas Endapan Lahar Cipedak diendapkan secara tidak selaras Hasil Gunungapi Muda Cireme umumnya berupa lahar. Terdapat di bagian baratlaut Lembar Majenang. Di atas Hasil Gunungapi Muda Cireme diendapkan secara tidak selaras Endapan Aluvium berupa kerikil, pasir, dan lempung yang berwarna kelabu. Terendapkan sepanjang dataran banjir sungai-sungai besar. Juga endapan lempung hitam, berbau busuk hasil endapan rawa. Tebal kurang lebih 5 m.
  • 6. 10 2.3 Struktur Geologi Regional Menurut van Bemmelen (1949) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa periode tektonik, yaitu : Periode intra Miosen atau Miosen – Pliosen dan Periode Pliosen – Plistosen. Periode tektonik tersebut menyebabkan adanya kompresi regional berarah utara-selatan. Daerah penelitian menurut van Bemmelen (1949) merupakan rangkaian antiklinorium yang berarah barat – timur dimana batuan terlipat kuat. Terdapat sesar - sesar yang menyebabkan bergesernya sumbu antiklin dan sinklin. Tektonik intra Miosen menghasilkan pembentukan geantiklin di bagian pulau Jawa, dan ini akan membentuk struktur lipatan dan sesar pada batuan Paleogen dan Neogen. Arah umum sumbu lipatan adalah barat - timur dan zona sesar mendatar berarah baratdaya - timur laut dan baratlaut – tenggara. Tektonik Pliosen - Plistosen merupakan kelanjutan dari periode tektonik sebelumnya. Pada periode ini banyak terjadi proses vulkanisme dengan endapan volkanik yang tersebar luas, terjadi perlipatan dan pensesaran yang diakibatkan oleh gaya - gaya yang mengarah keselatan akibat turunnya bagian utara zona Bandung, sehingga mendorong Zona Bogor secara kuat. Tekanan kuat tersebut menyebabkan struktur perlipatan dan sesar naik di bagian utara Zona Bogor yang memanjang dari Sumedang sampai Gunung Ceremai. Sesar ini dikenal dengan nama Sesar Baribis.
  • 7. 11 Pada periode ini juga terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan oleh terjadinya amblasan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor. Lipatan relatif berarah barat-timur yang tersesarkan oleh sesar mendatar dekstral sedangkan sesar normal ada dua kecendrungan berarah baratlaut tenggara dan baratdaya - timur laut, sedangkan sesar naik yang berada di utara berarah baratdaya - timur laut. Gambar 2.2 Rekonstruksi tektonik pulau Jawa bagian Barat 2.4 Sejarah Geologi Regional Van Bemmelen (1949) mengemukakan pada awal Oligosen, Zona Bogor
  • 8. 12 merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysch dan endapan laut dengan sisipan batuan volkanik yang kemudian dikenal dengan nama Formasi Pemali. Setelah evolusi jalur non volkanik berakhir, dilanjutkan dengan suatu aktivitas vulkanisme yang disertai dengan gejala penurunan sehingga terbentuk beberapa gunungapi bawah laut pada Awal Miosen yang menghasilkan endapan bersifat andesitik dan basaltik. Pada Miosen Tengah aktivitas vulkanisme ini berkurang dan diganti dengan pengendapan lempung, napal dan gamping terumbu yang menandakan lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu terbentuk endapan Formasi Cidadap dan Formasi Halang. Litologi bagian selatan terdiri atas breksi dan batupasir tufaan sedangkan litologi bagian utara didominasi oleh batulempung dan napal. Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin dipegunungan selatan yang disusul dengan peluncuran puncaknya kearah cekungan bagian utara. Akhir Miosen Atas aktivitas vulkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Zona Bogor bagian selatan yang menghasilkan endapan breksi kumbang, ini menunjukan bahwa zona tunjaman telah bergeser kearah yang lebih keselatan dari sebelumnya. Selama kegiatan vulkanisme pada Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung dan Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu Dataran Pantai Jakarta terus mengalami penurunan yang ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang dikenal dengan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen.
  • 9. 13 Pada Miosen Akhir, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur sedimen silang siur dan fosil moluska. Di atasnya diendapkan volkanik Pliosen – Plistosen, dimana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung dan Zona Bogor. 2.5 Landasan Teori 2.4.1 Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk atau arsitektur batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses – proses pembentukannya (Davis, 1984). Proses deformasi ini adalah perubahan bentuk, lokasi, ukuran dan orientasi suatu batuan akibat gaya (force) yang tejadi di dalam bumi. 2.4.2 Kekar Kekar adalah suatu rekahan pada suatu massa batuan yang relatif tidak mengalami pergeseran yang signifikan, atau sedikt sekali tergeser (Billings, 1972). Kekar ini dapat terbentuk akibat gejala tektonik maupun non tektonik. Klasifikasi kekar didasarkan pada : 1) Bentuk : a. Sistematik : Joint set, Joint system
  • 10. 14 Kekar sistematik biasanya dijumpai berpasangan dengan arah yang sejajar atau hamper sejajar dan bidang – bidang kekar yang rata atau sedikit melengkung b. Tidak sistematik. 2) Ukuran : a. Master joint : puluhan sampai ratusan meter b. Minor joint : kurang dari 1 inci 3) Kerapatan Kerapatan kekar dinyatakan dengan jumlah persatuan jarak lintasan pengamatan yang dibuat secara garis lurus atau rata – rata jarak antar kekar. 4) Kejadiannya Secara kejadiannya, kekar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Shear (kekar gerus), yang terjadi akibat adanya tegasan atau gaya kompresional. b. Tension (kekar tarikan) Kekar tarikan dapat dibedakan menjadi : i. Tension fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein.
  • 11. 15 ii. Release fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini sering disebut Stylolite. Kekar merupakan salah satu gejala struktur yang lebih sulit untuk di analisis dari yang lainnya, sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya sebelum terbentuk lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya. Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan genetiknya yang menunjukkan hubungan pola tegasan dengan pola kekar yang terbentuk (Hobs, 1976) Walaupun demikian, di dalam analisis, kekar dapat dipakai untuk menentukan pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar – kekar tersebut terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar. Dalam penentuan jenis sesar ini sangat lemah dan data yang dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga jalur sesar yang diamati dari peta topografi, foto udara, dan peta DEM.
  • 12. 16 2.4.2.1 Analisis Kekar Seperti dikemukakan oleh beberapa penulis, dan secara tegas oleh Bott (1959) bahwa pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate Shear). Dengan analisis kekar dalam penentuan jenis kekar hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan Anderson dengan patokan sebagai berikut : 1. σ 1 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut sempit 2. σ 2 – berada pada titik perpotongan antara dua bidang Conjugate Shear. 3. σ 3 – berada pada titik tengah perpotongan dua bidang Conjugate Shear yang mempunyai sudut tumpul 4. σ 1 ┴ σ 2 ┴ σ 3 5. Orientasi Tensional Joint ┴ dengan orientasi σ 1 6. Orientasi Stylolites ┴ dengan orientasi σ 3 7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit 8. Bidang shear dan release joint akan membentuk sudut tumpul 2.4.2.2 Proyeksi Stereografi Proyeksi stereografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri yang efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang secara langsung. Pada proyeksi stereografi, unsur struktur geologi digambarkan dan dibatasi di dalam suatu permukaan bola (sphere). Bila pada suatu bidang miring
  • 13. 17 ditempatkan pada suatu permukaan bola melalui pusat bola, maka bidang tersebut akan memotong permukaan bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau disebut sebagai proyeksi permukaan bola (spherical projection). Pada umumnya dasar proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi sferis pada belahan bola bagian bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula yang memakai bagian atasnya (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola ini digam- . Gambar 2.4 Proyeksi stereografi dari sebuah bidang (Ragan, 1973). barkan pada setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith. Hasil proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi stereografi. Struktur bidang atau garis diproyeksikan dengan cara yang sama yaitu melalui perpotongannya dengan permukaan bola sebagai proyeksi sferis atau titik, dan diproyeksikan pada bidang horizontal melalui Zenith. Hasil proyeksi sferis ini masih dalam bentuk tiga dimensi. Untuk mengubah tampilan tiga dimensi ini menjadi bentuk dua dimensi digunakan proyeksi planar dari permukaan bola ke dalam suatu bidang planar.
  • 14. 18 Pengolahan dan analisis data kekar dilakukan dengan menggunakan Proyeksi Stereografi yang merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis geologi struktur yang mempresentasikan bentuk tiga dimensi di lapangan dalam bentuk dua dimensi. data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot ke dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap kutub dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari Kalsbeek). A B Gambar 2.5 A. jaring sama sudut (Wulf Net) ; B. Jaring sama luas (Schmidt Net) untuk analisis data kekar Setiap data arah jurus dan kemiringan kekar tiap bentangan diplot ke dalam Schmidt Net, dan dicari kutub (pole) tiap bidang. Pengkonturan tiap kutub dengan menggunakan Counting Net dari Kalsbeek (net pencacah dari Kalsbeek) akan menghasilkan bidang puncak maksimal yang merupakan densitas terbesar dari seluruh data yang diplot. Proses pengeplotan data kekar ini dibantu dengan program Dips.
  • 15. 19 Gambar 2.6 Counting Net dari Klasbeek untuk analisis data kekar 2.4.3 Sesar Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran relative (displacement) yang berarti, melalui bidang rekahnya (Billings, 1972). Suatu sesar dapat berupa bidang sesar, ataupun rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa jalur sesar (Fault Zone), yang terdiri lebih dari satu sesar. Jalur sesar biasanya memiliki dimensi panjang dan lebar yang beragam, dari skala minor sampai dengan puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan ada pergeseran walau sedikit dapat pula dikatakan sebagai sesar minor. Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengetahui dan mengenal unsur – unsur struktur sebagai berikut: 1. Bidang sesar (slicken side), yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang mengalami pergeseran. 2. Dip sesar, yaitu sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus dari jurus (strike) kekar. Jurus dan dip sesar ini menunjukkan kedudukan dari bidang sesar. 3. Hanging wall, yaitu blok batuan yang berada relatif diatas bidang sesar. 4. Foot wall, yaitu blok batua yang berada relatif dibawah bidang sesar.
  • 16. 20 5. Slicken line, yaitu garis gerusan yang terbentuk akibat pergeseran di bidang sesar. 6. Pitch, yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan garis gerus (slicken line) dengan garis horizontal. 7. Hade, sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan penyiku dari dip sesar. 8. Throw, komponen vertikal dari slip diukur pada vertikal yang tegak lurus terhadap jurus sesar. 9. Heave, komponen horisontal yang tegak lurus dari slip diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus terhadap jurus sesar. Gambar 2.7 Unsur – unsur struktur sesar Keterangan gambar diatas yaitu : Blok kiri = footwall θ = hade = 90o – dip Blok kanan = hanging wall ae = vertical slip = throw α = dip de = horizontal slip = heave β = pitch
  • 17. 21 2.4.3.1 Pemodelan Patahan Anderson (1951) Anderson membuat suatu pemodelan yang menjelaskan hubungan antara pola tegasan dan bidang patah yang terbentuk (Gambar 2.6), dengan kesimpulan : 1. Sesar normal terbentuk bila σ1 vertikal. 2. Sesar mendatar terbentuk bila σ2 vertikal. 3. Sesar naik terbentuk bila σ3 vertikal. Gambar 2.8 Klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (dalam M. Thomas, 2006), berdasarkan analisa kekar dalam bentuk stereogram dan sistem tegasannya. 2.4.3.3 Teori Sistem Sesar Mendatar Moody and Hill (1956) Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Moody and Hill (1956) yang meneliti hubungan tegasan utama terhadap unsur – unsur struktur yang terbentuk maka muncul teori pemodelan sistem sesar mendatar Moody and Hill sebaga berikut:
  • 18. 22 1. Jika suatu materi yang homogen dikenai suatu gaya kompresi akan menggerus pada sudut 300 terhadap arah tegasan maksimum yang mengenainya, bidang gerus maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan menengah dan berada 450 terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang sudut 150 antara 450 bidang gerus maksimum dan 300 bidang gerus yang terbentuk akibat adanya sudut geser dalam (internal friction). 2. Suatu kompresi stress yang mengenai suatu materi homogen, pada umumnya dipecahkan ke dalam tiga arah tegasan (sumbu tegasan maksimum, menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara adalah suatu permukaan dengan tegasan gerusnya nol, dan seringkali tegak lurus atau normal terhadap salah satu arah tegasan, akibatnya salah satu dari tiga arah tegasan tersebut akan berarah vertikal. 3. Orde kedua dari sistem ini muncul dari tegasan orde kedua yang berarah 450 dari tegasan utama orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang gerus maksimal orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola sama dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama. 4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde pertama, sehingga tidak mungkin atau sangat sulit untuk membedakan orde keempat dan seterusnya dari orde pertama, kedua, dan ketiga. Selain dari pemodelan – pemodelan di atas, sebenarnya masih banyak lagi pemodelan – pemodelan struktur geologi yang telah dibuat oleh peneliti – peneliti lainnya.
  • 19. 23 Gambar 2.9. pemodelan sesar mendatar Moody and Hill (1956) 2.4.3.4 Klasifikasi Sesar Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu. Mengingat struktur sesar adalah rekahan di dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya diusahakan untuk mengetahui arah pergeseran tersebut. Mengingat arah dari pergeseran memiliki beberapa kemungkinan, dan “pitch” yang berkisar 00 – 900, maka Rickard (1972) membuat pengelompokan sesar yang termasuk pada “strike-slip” dan “dip-slip”.
  • 20. 24 Gambar 2.10 Diagram klasifikasi sesar (Rickard, 1972) Penamaan sesar (Rickard, 1972) berdasarkan nomor yang ada pada gambar 2.11 sebagai berikut: 1. Sesar naik dengan dip < 450 (Thrust slip fault). 2. Sesar naik dengan dip > 450 (Reverse slip fault). 3. Sesar naik dekstral dengan dip < 450 (Right thrust slip fault) 4. Sesar dekstral naik dengan dip < 450 (Thrust right slip fault) 5. Sesar dekstral naik dengan dip > 450 (Reverse right slip fault) 6. Sesar naik dekstral dengan dip > 450 (Right reverse slip fault) 7. Sesar dekstral (right slip fault) 8. Sesar dekstral normal dengan dip < 450 (Lag right slip fault) 9. Sesar normal dekstral dengan dip < 450 (Right lag slip fault) 10. Sesar normal dekstral dengan dip > 450 (Right normal slip faut) 11. Sesar dekstral normal dengan dip > 450 (Normal right slip fault) 12. Sesar normal dengan dip < 450 (Lag slip fault)
  • 21. 25 13. Sesar normal dengan dip > 450 (Normal slip fault) 14. Sesar normal sinistral dengan dip < 450 (Left lag slip fault) 15. Sesar sinistral normal dengan dip < 450 (Lag left slip fault) 16. Sesar sinistral normal dengan dip > 450 (Normal left slip fault) 17. Sesar normal sinistral dengan dip > 450 (Left Normal slip fault) 18. Sesar sinistral (Left slip fault) 19. Sesar sinistral naik dengan dip < 450 (Thrust left slip fault) 20. Sesar naik sinistral dengan dip < 450 (Left thrust slip fault) 21. Sesar naik sinistral dengan dip > 450 (Left reverse slip fault) 22. Sesar sinistral naik dengan dip > 450 (Reverse left slip fault) Untuk Geometri dari sesar, Geometrinya sangat ditentukan sekali oleh jenis tegasan yang mendeformasi batuan. Berikut adalah beberapa geometri sesar: 1. Planar, sesar dengan geometri bidang yang lurus 2. Listric sesar dengan geometri bidang yang cekung keatas (kemiringan bidang sesar makin dalam makin berkurang) 3. Stepening downward atau cembung keatas (kemiringan bidang sesar makin dalam makin besar) 4. Anastomosing sesar dengan bidang becabang-cabang yang tidak beraturan 2.4.4 Lipatan Lipatan merupakan suatu bentuk lengkungan dari suatu bidang perlapisan batuan yang diakibatkan baik oleh tektonik maupun non tektonik. Bentuk
  • 22. 26 lengkungan tersebut dicirikan oleh jurus dan kemiringan perlapisan atau strike/dip. Lipatan yang diakibatkan oleh tektonik biasanya mempunyai pola-pola tertentu tergantung dari tegasan atau gaya yang mempengaruhinya. Sedangkan lipatan non-tektonik dapat terbentuk akibat longsoran seperti struktur slump atau gravity sliding, pola lipatan ini umumnya tidak beraturan. Unsur-unsur geometri lipatan terdiri atas limb (sayap lipatan), inflexion point (titik balik lengkungan pada sayap lipatan), trought (daerah terendah lipatan), crest (puncak lipatan), hinge (titik maksimum lengkungan), depresion (titik terendah puncak lipatan), culmination (titik terendah puncak lipatan), axial line (garis yang menghubungkan hinge point), axial plane (bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antar sayap), plunge (sudut penunjaman lipatan dengan arah horizontal), fold axis (sumbu lipatan),horizontal plane (bidang khayal mendatar dari lipatan) Klasifikasi lipatan menurut Fleuty (1964) berdasarkan nilai sudut interlimb (sudut yang dibentuk oleh perpotongan dan perpanjangan kemiringan limb dan nilai sudut penungjaman (plunge). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini;
  • 23. 27 Tabel 2.2 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut interlimb (Fleuty, 1964) Sudut interlimb Klasifikasi Lipatan 1800-1200 Gentle 1200-700 Open 700-300 Close 300-00 Tight 00 Isoclinal Negatif Mushroom Tabel 2.3 Klasifikasi lipatan berdasarkan besar sudut Plunge (Fleuty, 1964) Sudut Plunge Klasifikasi Lipatan 00-100 Horizontal 100-300 Gently plunging fold 300-600 Moderately plunging fold 600-800 Steeply inclined fold 800-900 Vertical fold